02 Materi
02 Materi
TAFSIR PB II – SURAT
ROMA
Natalia Maria Magdalena, MA, M.Th
Penulis Pentarikhan Penerima
14 16 15
Pasal Pasal Pasal
Penekanan pada arti dan kontinuitas Taurat merupakan hal yang bisa dipahami. Paulus sedang berusaha
Isu ini
menjelaskan kaitan antara perjanjian Musa (Taurat) dengan perjanjian baru di dalam Kristus (Injil).
sudah muncul di awal surat (1:2): “Injil itu telah dijanjikan-Nya sebelumnya
dengan perantaraan nabi-nabi-Nya dalam kitab-kitab suci”.
Klimaks pembahasan ini terletak di pasal 9-11. Dalam kerangka ini, isu yang harus dijawab adalah tentang
kontinuitas Israel dalam sejarah keselamatan dan kesetiaan Allah terhadap perjanjian-Nya dengan Israel (bdk.
3:1-8, 31; 9:6).
Berikut ini adalah rangkuman dari jawaban Paulus terhadap dua isu tersebut :
▪ Taurat bukanlah elemen permanen dalam sejarah ▪ Seandainya Taurat – sebagai tanda perjanjian Allah –
keselamatan, meskipun hal itu merupakan tidak bisa menyelamatkan bangsa Yahudi, bagaimana
‘keuntungan’ bagi orang Yahudi (3:1-2). tentang kesetiaan Allah terhadap janji-Nya? Jawaban
Paulus terhadap isu ini terangkum dalam 3:1-8: (1)
▪ Ketidakpermanenan tersebut sudah sangat
Ketidaksetiaan manusia tidak bisa membatalkan kesetiaan
jelas: tidak ada seorang pun yang
Allah, ayat 3, 7. (2) Ketidaksetiaan (keberdosaan)
dibenarkan karena melakukan Taurat (3:20; manusia justru menyatakan kebenaran Allah, ayat 4-5.
bdk. 2:13) dan justru melalui hukum Taurat Allah tetap benar terhadap perjanjian-Nya (setia),
orang mengenal dosa (3:20; 7:7). bahkan ketika Ia menghukum bangsa Israel, karena
Berdasarkan hal ini orang Yahudi yang perjanjian Allah mencakup dua hal: berkat dan hukuman.
memiliki Taurat tidak bisa menggunakan Hukuman Allah terhadap bangsa Israel tidak bisa
perjanjian ini sebagai sarana untuk dianggap sebagai ketidaksetiaan Allah. Ia tetap
menghindari hukuman Allah (2:1-29). Hukum memenuhi perjanjian-Nya, tetapi dari sisi pemberian
Taurat memang kelebihan orang Yahudi (3:1- hukuman karena Israel telah gagal memenuhi perjanjian
2), tetapi bukan keuntungan untuk bebas tersebut. (3) Allah adalah hakim dunia, sehingga
dari dosa dan hukuman Allah (3:9). bagaimanapun juga Ia tetap benar, ayat 6
Kebenaran Allah Oleh Iman
Signifikansi topik ini dalam surat Roma sudah sangat jelas :
1. Topik ini menjadi isi dari tema utama surat, yaitu Injil. Bagi
Paulus, Injil adalah berita tentang Allah membawa orang
berdosa kepada-Nya dan memperoleh hidup kekal dengan
jalan membenarkan mereka melalui iman kepada Yesus.
Para sarjana biasanya mengusulkan dua alasan bagi pendahuluan yang tidak lazim
ini :[1]
▪ Paulus ingin memperkenalkan diri dan ajarannya sedini mungkin kepada jemaat
yang ia tidak pernah kunjungi atau dirikan (Moo, 40).
▪ Paulus ingin ‘membela diri’ sedini mungkin terhadap kesalahpahaman konsep
tentang ajarannya yang mungkin sempat terdengar oleh jemaat di Roma
(Murray).
[1] Untuk penjelasan lain, lihat Kasemann, 3.
Hamba Tuhan
(Roma 1:1) - hamba Kristus Yesus, dipanggil menjadi rasul dan dikhususkan untuk pemberitaan Injil
▪ Memiliki Otoritas
Agumentasi yang mendukung nuansa otoritas dalam kata apostolos antara lain :
a.Pemakaian kata sifat di depan apostolos. Paulus biasanya hanya menggunakannya tanpa kata
kletos, kecuali di 1Kor 1:1. Dengan memakai kata ini ia ingin menegaskan bahwa kerasulannya
tidak didasarkan pada keinginan atau pilihan manusia, tetapi langsung bersumber dari Allah.
b.Paulus belum dikenal jemaat di Roma, sedangkan kerasulannya termasuk hal yang unik. Ia tidak
termasuk dalam golongan 12 murid Tuhan Yesus. Ia tidak mewarisi langsung tradisi kehidupan
Yesus (tidak memenuhi kriteria di Kis 1:21-22), sehingga ia hanya menerima tradisi dari para
rasul (Gal 1:17). Ia bahkan telah menganiaya orang Kristen (Kis 7:58; 8:1; 9:1-2; 1Kor 15:9).
Dengan kondisi latar belakang seperti ini, Paulus perlu menegaskan bahwa kerasulannya diterima
langsung dari Tuhan Yesus (Kis 9:15-16).
Hamba Tuhan
(Roma 1:1) - hamba Kristus Yesus, dipanggil menjadi rasul dan dikhususkan untuk pemberitaan Injil
Setelah Paulus menjelaskan deskripsi dirinya, sekarang ia menjelaskan berita yang ia sampaikan.
Dengan menganggap bentuk genitif qeou/ (Allah) pada kata euvagge,lion qeou/ (ayat 1c) sebagai
penjelasan terhadap euvagge,lion, berarti ada 3 macam deskripsi tentang “Injil”.
▪ Mengenai Yesus Yesus – Anak Allah (ayat 3-4). Cranfield, h. 55, 57.
Ayat 3-4 ditulis dalam bentuk paralelisme yang menerangkan kata tou/ ui`ou/ auvtou/ (Anak-
Nya) di bagian awal ayat 3. Perhatikan struktur berikut ini (berdasarkan terjemahan literal):
3Mengenai Anak-Nya
yang telah datang dari keturunan Daud menurut daging
4yang telah dipilih sebagai Anak Allah menurut Roh kekudusan
Paralelisme di atas mencakup dua sisi dari kehidupan Yesus sebagai Anak Allah (menurut daging dan
menurut Roh) : (a) Yesus adalah Anak Allah dalam keadaan-Nya sebagai manusia, (b) Yesus dipilih
menjadi Anak Allah dalam kuasa sejak kebangkitan-Nya.
Tugas Kerasulan Paulus
(Roma 1:5) – Membawa pada ketaatan iman di antara bangsa Yunani demi nama TYK
Setelah menjelaskan mediator dalam panggilan kerasulannya (ayat 5a), Paulus kemudian memaparkan
tiga aspek penting dalam panggilan tersebut. Tiga aspek yang menerangkan kerasulan Paulus tersebut
dapat dilihat dari pemakaian tiga kata depan yang dipakai di ayat 5.
▪ Tujuan : membawa kepada ketaatan iman (eis upakohn pistewj, ayat 5b).
▪ Area : di antara bangsa Yunani (en pasin toij eqnesin, ayat 5c).
▪ Fokus : demi nama Tuhan Yesus Kristus (uper tou ovnomatoj auvtou, ayat 5d).
Tugas Kerasulan Paulus
(Roma 1:5) – Membawa pada ketaatan iman di antara bangsa Yunani demi nama TYK
Iman tidak bisa dipisahkan dari ketaatan, karena objek iman kita
adalah Yesus Kristus sebagai Tuhan (ayat 4b dan 7b). Ketaatan tidak
bisa dipisahkan dari iman, karena ketaatan hanya bisa terwujud
ketika seseorang memberikan hidupnya kepada Yesus Kristus dalam
iman. Pandangan ini sekaligus bisa berfungsi sebagai benteng
terhadap bahaya antinomianisme (yang hanya mementingkan
kebebasan dalam Kristus melalui iman tetapi tanpa disertai
ketaatan) maupun bahaya Yudaisme (yang mementingkan ketaatan
sebagai syarat keselamatan dan menganggap iman saja tidak cukup
untuk menyelamatkan).
Tugas Kerasulan Paulus
(Roma 1:5) – Membawa pada ketaatan iman di antara bangsa Yunani demi nama TYK
Anugerah. Perubahan dari cairein menjadi carij dalam salam ini sangat signifikan,
karena dalam PB kata ini biasanya merujuk pada kasih Allah yang diberikan kepada manusia
yang sebetulnya tidak layak diterima. Kata ini muncul 24 kali dalam Surat Roma (3:24; 4:4,
16; 5:2, 15[2x], 17, 20, 21; 6:1, 14, 15, 17; 7:25; 11:5, 6[3x]; 12:3, 6; 15:15; 16:20).
Damai. Orang Yunani hanya memahami dalam arti ‘ketidakadaan perang’, namun dalam
konteks ini arti tampaknya lebih mendalam. eivrhnh juga muncul di Rom 2:10; 3:17; 5:1;
8:6; 14:17, 19; 15:13, 33; 16:20. Kata ini memiliki arti yang beragam tergantung konteks.
Kemungkinan besar eivrhnh merujuk pada perdamaian dengan Allah (Rom 5:1, 10, 11)
atau berkat yang berasal dari perdamaian tersebut.
Paulus tampaknya ingin menyampaikan salam yang lebih bermakna daripada salam yang
umum. Bagi Paulus, damai (eivrhnh) yang sesungguhnya (bukan hanya dalam arti absennya
peperangan) hanya berasal dari anugerah (carij) Bapa melalui karya Yesus Kristus.
Perhatian Paulus
(Roma 1:8-16a) – Ekspresi Ucapan Syukur, Doa dan Motivasi Kedatangan Paulus
Relasi ayat 16b-17 dengan bagian sebelumnya ditunjukkan dengan kata sambung
“karena” (ga.r). Ada tiga kata ga.r yang dipakai dalam ayat 15-17. Kata ini
merupakan penjelasan tentang alasan bagi pernyataan sebelumnya. Alur pemikiran
dalam bagian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Seperti yang dilakukan Paulus di tempat lain, ia di sini juga menjelaskan bahwa Injil yang berisi
kebenaran Allah melalui iman bukanlah ide yang baru. Ide ini didukung oleh Perjanjian Lama (ayat 17,
bdk. 1:2; 3:21; 4:1-8, dll). Kutipan dari Habakuk 2:4 menimbulkan dua isu yang signifikan.
Pertama, pemahaman Paulus tentang teks ini tampaknya berbeda dengan konteks mula-mula
Habakuk 2:4. Konteks Habakuk 2:4 adalah jawaban Tuhan terhadap keluhan nabi tentang
‘ketidakadilan’ Allah. Teks tersebut membahas bagaimana orang yang sudah benar harus hidup dengan
iman meskipun di tengah ‘ketidaksesuaian’ antara realita dan janji Allah. Dalam Roma 1:16a-17 Paulus
tampaknya membicarakan tentang bagaimana orang dapat benar di hadapan Allah, dan karena itu ia
akan hidup kekal. Perbedaan di atas sebenarnya bisa diharmonisasikan. Inti Habakuk 2:4 yang ingin
dikutip oleh Paulus adalah bahwa iman memegang peranan penting dalam relasi dengan Allah.
Kedua, kalimat o` de. dikaioj evk pistewj zhsetai secara gramatikal bisa diterjemahkan dalam
dua cara :
▪ “Tetapi orang benar akan hidup oleh/melalui imannya” (KJV, NIV dan NASB).
▪ “Tetapi orang yang benar melalui imannya akan hidup” (TEV, NEB).
Terlepas dari argumentasi bagi terjemahan 1 yang tidak konklusif (lihat Cranfield, 101-102), konteks
Roma 1-8 tampaknya lebih mendukung terjemahan 2. Paulus sering menghubungkan antara
‘kebenaran’ dengan ‘iman’, dan sebagai hasilnya adalah ‘hidup kekal’. Rujukan penting yang mendukung
antara lain 5:1 (Dikaiwqentej oun evk pistewj), 4:11 (thj dikaiosunhj thj pistewj), 4:13
(dia dikaiosunhj pistewj), 10:6 (h` de evk pistewj dikaiosunh).
Pembenaran Oleh Iman
(Roma 1:16b-17)
Ayat 14-17 menjelaskan keyakinan Paulus terhadap Injil yang membuat ia begitu bersemangat dan
tidak malu terhadap Injil.
▪ Injil adalah hutang kepada semua orang (ayat 14).
Paulus menganggap dirinya berhutang kepada semua orang Yunani karena ia meyakini bahwa
Kristus telah mempercayakan Injil-Nya untuk diberikan kepada mereka melalui dirinya (1Kor
4:1; Gal 2:7; 1Tes 2:4; 1Tim 1:11;Tit 1:3).
▪ Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan (ayat 16).
Ada beberapa pemikiran penting keselamatan yang diajarkan dalam ayat ini:
1. Keselamatan ditentukan oleh kekuatan (kuasa) Allah, bukan ditentukan oleh kefasihan bicara
pemberita Injil (bdk. 1Kor 2:1-5).
2. Keselamatan diterima melalui iman, diperuntukan ‘bagi yang percaya’ (tw/| pisteu,onti).
3. Keselamatan disediakan bagi semua orang. Keselamatan adalah untuk bangsa Yahudi dan
Yunani. Frase VIoudai,w| te prw/ton kai. {Ellhni tidak boleh diartikan “setiap individu tanpa
terkecuali” (universalisme), tetapi “siapa saja tanpa batasan kebangsaan”.
▪ Injil adalah pernyataan kebenaran Allah melalui iman (ayat 17).
Injil tidak hanya menunjukkan ketidakberdayaan manusia karena dosa, tetapi juga memberitakan
harapan dalam iman.
Universalitas Dosa
(Roma 1:18 – 3:20)
Bukti bahwa 1:18-3:20 merupakan satu unit pemikiran dapat dilihat dari dua hal.
Pertama, inclusio tentang keberdosaan manusia di 1:18 dan 3:20. Kutipan
panjang dari PL di 3:9-18 dan 3:19-20 merupakan konklusi (klimaks) yang
menyatakan keberdosaan semua manusia. Kedua, setelah memaparkan 1:18-
3:20 Paulus kembali lagi ke tema surat (3:21 “kebenaran Allah telah dinyatakan”,
bdk. 1:17). Struktur seperti ini menunjukkan bahwa 1:18-3:20 merupakan satu
kesatuan yang berfungsi sebagai introduksi bagi pembahasan tentang
“pembenaran melalui iman” di 3:21-32.
Bagian ini dibagi menjadi tiga berdasarkan paralelisme antara tindakan manusia
dan respon Allah. Respon Allah ini terlihat dari pengulangan frase “Allah
menyerahkan mereka” yang muncul 3 kali (ayat 24, 26, 28).
Mereka mengganti kemuliaan Allah – Allah menyerahkan... (21-24)
Mereka mengganti kebenaran dengan dusta – Allah menyerahkan... (25-27)
Mereka tidak mau mengakui Allah – Allah menyerahkan...(28-31)
Semua dosa yang dibahas di bagian ini pada dasarnya adalah tindakan menindas
kebenaran. Allah telah menyatakan diri-Nya melalui ciptaan. Wahyu umum ini
seharusnya membuat manusia menyadari eksistensi Allah dan menyembah Dia.
Sebaliknya, manusia justru menyembah ciptaan Allah (ayat 21-27).
Universalitas Dosa
(Roma 1:18 – 3:20)
Karena itu (Dia.), Allah menyerahkan mereka ke dalam hawa nafsu yang memalukan
Karena wanita2x mereka menggantikan seksualitas yang wajar dengan yang
tidak
dan
begitu juga laki-laki saling birahi satu sama lain
dengan meninggalkan (participle) seksualitas wajar dengan wanita2x
Setelah menjelaskan bahwa bangsa Yunani berada dalam murka Allah dan mereka
tidak dapat berdalih, Paulus di 2:1-3:8 mengubah target pembicaraan kepada
bangsa Yahudi. Ia juga mengubah gaya penulisan mulai pasal 2. Kalau di 1:18-32 ia
menyebut bangsa Yunani dengan kata ganti orang ketiga jamak (‘mereka’), mulai
pasal 2 ia menggunakan orang kedua tunggal (‘kamu’/’engkau’). Gaya ini
merupakan ciri khas diatribe yang biasa dipakai oleh seorang rabi atau filsuf pada
waktu mempertahankan pendapat mereka.
Ayat 19-20.
Mengapa Paulus tampaknya lebih berfokus pada bangsa Yahudi di ayat 19-20? Ada tiga
jawaban bagi pertanyaan di atas:
1. Ayat-ayat PL yang dikutip di 3:10-18 pada konteks aslinya tidak merujuk langsung pada
bangsa Israel, sehingga Paulus merasa perlu menegaskan lagi bahwa universalitas dosa di
ayat 10-18 mencakup bangsa Yahudi juga (ayat 9).
2. Paulus menggunakan metode penafsiran rabi – dari yang utama ke yang kecil: apa yang
benar pada hal-hal yang signifikan pasti berlaku untuk hal-hal yang kurang signifikan.
Dengan kata lain, Paulus ingin menyatakan bahwa kalau bangsa Yahudi sebagai umat Allah
saja tidak bebas dari murka Allah, apalagi bangsa-bangsa lain yang bukan umat Allah. Kalau
bangsa Yahudi saja tidak bisa dibenarkan melalui perbuatan mereka menaati Taurat, apalagi
bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki Taurat (Cranfield).
3. Penekanan utama dalam 1:18-3:20 bukan terletak pada keberdosaan bangsa Yunani
(karena hal itu sudah bisa diasumsikan sebelumnya), tetapi pada keberdosaan bangsa
Yahudi (Moo).
Universalitas Dosa
(Roma 1:18 – 3:20)
Implikasi tersebut penting bagi Paulus sebelum ia menjelaskan secara panjang lebar
tentang pembenaran oleh iman (terutama 3:21-26). Pembenaran oleh iman
merupakan satu-satunya cara manusia bisa dibenarkan di hadapan Allah, karena
mereka semua telah dikuasai oleh dosa, sehingga tidak mungkin mengerjakan
kebenaran mereka sendiri.
Pembenaran Oleh Iman
(Roma 3:21-26)
Para sarjana umumnya menganggap bagian ini sebagai inti seluruh pembahasan dari 3:21-
4:25, bahkan inti seluruh Surat Roma. Bagian-bagian selanjutnya hanya merupakan
elaborasi dari salah satu aspek inti ayat 21-26. Berikut ini adalah beberapa karakteristik
yang menunjukkan kekhususan bagian ini:
Pengulangan kata kunci. Dalam 6 ayat ini kata benda “kebenaran Allah” muncul sebanyak
4 kali (ayat 21, 22, 25, 16). Kata kerja “membenarkan” muncul 2 kali (ayat 24, 26) dan
kata sifat “benar” muncul sekali (ayat 26).
Nuansa proklamatoris bagian ini.
Penekanan pada “tetapi sekarang” (Nuni. de.) yang diikuti oleh perfect.
Jumlah kata kerja yang minim dalam bagian ini (hanya ada 5 kata kerja finite).
Deretan prepositional phrase yang berurutan tanpa penggunaan kata sambung. Dalam
ayat 25-26 terlihat ...evn...eivj...dia....evn...pro.j...evn...eivj.
Dalam ayat 21-26 Paulus sudah menjelaskan beberapa aspek atau elemen penting
dalam konsep pembenaran oleh iman (terutama ayat 21-22). Dalam ayat 27-31 ia
sekarang secara khusus menjelaskan salah satu aspek tersebut, yaitu masalah iman.
Paulus ingin menjelaskan tentang implikasi dan dasar lain dari pembenaran oleh
iman di ayat 21-26.
Alur berpikir Paulus di ayat 27-31 dapat dideteksi dari penggunaan tiga pertanyaan
retorik di ayat 27, 29 dan 31. Masing-masing pertanyaan tersebut menjadi tiga
pokok pikiran dalam perikop ini, sebagaimana tampak dalam struktur berikut ini:
Implikasi pembenaran oleh iman: manusia tidak bisa bermegah (ayat 27-28)
Argumentasi bagi pembenaran oleh iman: Allah adalah Allah semua orang
(ayat 29-30)
Antisipasi: iman tidak membatalkan Taurat (ayat 31)
Abraham Dibenarkan Karena Iman
(Roma 4:1-25)
Bagian ini memiliki proposisi yang sama dengan 3:27-31, yaitu pembenaran oleh iman meniadakan
kemegahan manusia (3:27 dan 4:1-2). Kesamaan tema inilah yang menghubungkan dua bagian tersebut.
Ada dua tujuan utama Paulus dalam mengelaborasi hidup Abraham di pasal 4 :
1. Tujuan polemis.
Bangsa Yahudi bukan hanya menganggap Abraham sebagai bapa mereka tetapi juga sebagai model
kualifikasi relasi Allah dengan umat-Nya. Abraham dianggap sempurna dalam seluruh perbuatannya,
tidak berdosa dan tidak ada orang lain seperti Abraham dalam kemuliaan Ia bahkan dianggap telah
menaati Taurat dengan sempurna sebelum Taurat itu diberikan. Konsep seperti ini sangat mungkin
dijadikan senjata oleh orang-orang Yahudi untuk menolak konsep pembenaran hanya melalui iman.
Berangkat dari pemikiran seperti ini, Paulus ingin membuktikan bahwa semua pandangan tersebut
tidak sesuai dengan PL. Ia sedang menunjukkan bahwa Abraham bukan merupakan suatu
perkecualian dalam prinsip “pembenaran oleh iman meniadakan kemegahan manusia” (3:27-28).
2. Tujuan teologis.
Paulus memiliki beberapa tujuan teologis dengan menampilkan Abraham di sini :
▪ Untuk membuktikan bahwa berita yang ia sampaikan merupakan ajaran yang konsisten dengan
dan bersumber dari PL (bdk. 1:2; 3:10-18, 21).
▪ Untuk meletakkan dasar bagi inklusivitas Injil. Paulus bukan hanya membuktikan bahwa Abraham
dibenarkan karena iman (4:1-8). Ia justru lebih menekankan implikasi konsep di atas bagi
inklusivitas bangsa Yunani.
Abraham dibenarkan sebelum sunat → Abraham juga menjadi bapa bagi bangsa Yunani yang tidak
bersunat (4:11-12); Abraham diberi janji menjadi bapa banyak bangsa dan janji ini tidak didasarkan
pada Taurat, melainkan iman → Abraham juga menjadi bapa semua orang yang memiliki iman
seperti Abraham, meskipun mereka tidak memiliki Taurat (4:16).
Abraham Dibenarkan Karena Iman
(Roma 4:1-25)
Ayat 1-2. Frase dikaiwqe,ntej [participle] ou=n evk pi,stewj (EV’s “being therefore justified by
faith”) merupakan rangkuman dari pembahasan tentang pembenaran oleh iman di 1:18-4:25.
Frase ini diikuti oleh tiga kata kerja indikatif yang menunjukkan hasil dari pembenaran
tersebut, meskipun dari segi sintaks dua kata kerja terakhir posisinya tidak sepenting kata
kerja pertama.
1. Orang percaya memiliki damai dengan Allah (ayat 1).
Arti kata “damai” (eivrhnh) bersumber dari pemakaian di LXX (terjemahan untuk
~Alv'). Tidak seperti penggunaan kata eivrhnh di literatur Yunani sekuler yang hanya
mengindikasikan ketidakadaan perang atau pertikaian, eivrhnh di LXX lebih bermakna
positif: kemakmuran, kesejahteraan dan keselamatan orang benar. Yang lebih penting adalah
penggunaan kata eivrh,nh oleh para nabi untuk menggambarkan keselamatan yang akan
dilakukan Allah di akhir jaman (Yes 54:10; Yer 37:26; Yeh 34:25). Ayat PL yang terpenting
mungkin adalah Yes 52:7 (dikutip Paulus di 10:15): “Betapa indahnya kelihatan dari puncak
bukit-bukit kedatangan pembawa berita, yang mengabarkan berita damai (eivrhnh) dan
memberitakan kabar baik, yang mengabarkan berita selamat dan berkata kepada Sion:
"Allahmu itu Raja!". Dalam tulisan Paulus, kata eivrhnh bukan hanya menyiratkan
perasaan aman, meskipun hal itu tidak terpisahkan. eivrhnh merujuk pada situasi
eksternal manusia yang sifatnya objektif: orang percaya yang dulu adalah musuh Allah telah
diperdamaikan dengan diri-Nya (ayat 10). Allah membawa orang percaya pada relasi yang
baru dengan diri-Nya bahkan ketika mereka masih lemah dan berdosa (ayat 6-8).
Hidup Setelah Pembenaran
(Roma 5-8)
Ayat 5-8.
Paulus menegaskan kepastian pengharapan dengan frase “pengharapan tidak mengecewakan”.
Selanjutnya ia memberikan alasan (lihat o[ti yang berfungsi secara causal) mengapa
pengharapan orang percaya tidak mengecewakan, yaitu natur kasih Allah yang besar.
1. Kasih itu diberikan secara pribadi dan melimpah (ayat 5).
Keyakinan pengharapan tidak didasarkan pada persetujuan intelek terhadap kasih Allah
maupun sekadar demonstrasi kasih Allah di kayu salib (meskipun itu penting). Keyakinan ini
bersifat pribadi (subjektif) melalui karya Roh Kudus. Bentuk perfect evkke,cutai
(“dicurahkan”) menekankan kontinuitas hasil tindakan tersebut. Kontinuitas ini juga tampak
dari pilihan preposisi evn (“dalam”), bukan eivj (“ke dalam”). Selain itu, penggunaan
ungkapan “dicurahkan” mengindikasikan jumlah yang melimpah. Kasih Allah bukan hanya
diberikan, tetapi dicurahkan (bdk. Rom 3:15; Tit 3:6). Ide tentang kasih Allah yang melimpah
ini sesuai dengan penekanan Rom 5:6-8.
2. Kasih itu diberikan kepada yang tidak layak menerima (ayat 6-8).
Kesatuan pemikiran ayat 6-8 terlihat dari penggunaan kata avpoqnh,skw (“mati”) untuk
mengakhiri setiap ayat. Penekanan ayat 6-8 terletak pada ketidaklayakan pihak yang
menerima kasih Allah. Hal ini terlihat dari penggunaan frase “ketika kita masih lemah” (ayat
6) dan “ketika kita masih berdosa” (ayat 8). Inti yang ingin disampaikan Paulus terletak pada
perbandingan antara kasih Allah dengan kasih manusia (ayat 7).
ADAM & KRISTUS
(Tugas Akhir → Bagian dari UAS (no. 1) : Membuat laporan baca Skripsi Alm. Pdt. David Ndoen)
Bab I. Pendahuluan
Bab II. Akibat Ketidaktaatan Adam
Bab III. Superioritas Hasil Ketaatan Kristus Atas
Ketidaktaatan Adam
Bab IV. Relasi Taurat dan Dosa
Bab V. Penutup
Dua Perhambaan
(Roma 6:15-23)
Inti bagian ini tidak terletak pada kebebasan orang Kristen dari dosa, tetapi lebih pada
perhambaan orang Kristen kepada Allah.
1. Kata “hamba” atau “menghambakan diri” muncul 8 kali. Statistik ini diperjelas dengan
munculnya kata yang berhubungan dengan ketaatan sebanyak 3 kali.
2. Kebebasan dari dosa sudah dibahas di ayat 1-14.
3. Ayat 15-23 merupakan antisipasi terhadap kesalahpahaman yang mungkin timbul dari
pernyataan Paulus di ayat 14b (bdk. ayat 1 “Apakah kita akan berbuat dosa, karena kita
tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia?”). Sebagai sebuah
antisipasi, bagian ini tidak mungkin menekankan poin kebebasan lagi.
Dua ide ada dalam pikiran Paulus ketika ia memakai metafora dari dunia perbudakan.
1. Orang percaya telah mati untuk dosa dan itu berarti pembebasan dari budak dosa.
2. Mengingat pembebasan ini dilakukan oleh Allah, mereka sekarang menjadi budak Allah.
Dua Perhambaan
(Roma 6:15-23)