Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS II

PUSKESMAS SUKAMULYA / CE 3-8A


SUSPEK OSTEOARTHRITIS

Dibuat Oleh:
Anderson Cenweikiawan / 01071170145
Pembimbing:
dr. Dian

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
KARAWACI, TANGERANG
2019
BAB I
Ilustrasi kasus
1.1 Identitas Pasien

Nama pasien : Tn.G

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur pasien : 60 Tahun

Agama : Muslim

Alamat :-

Status : Sudah menikah

Pekerjaan : Pensiunan kontraktor rumah

1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis terhadap pasien di Puskesmas
Sukamulya, Tangerang pada tanggal 19 Februari 2019 pada pukul 09.10 WIB.

Keluhan Utama : Pasien mengeluh nyeri pada lutut kanan sejak 2 minggu yang
lalu.
Riwayat Pasien Sekarang :
Pasien umur 60 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan nyeri lutut kanan
yang dirasakan pada pagi hari. Nyeri lutut kanan dikatakan sudah berlangsung sejak 2
minggu terakhir ini. Rasa nyeri semakin parah dan mengganggu aktivitas sehari-hari.
Rasa nyeri pasien dikatakan seperti ditusuk-tusuk dan tidak menjalar ke bagian lain.
Nyeri diperparah dengan melakukan pekerjaan seperti naik tangga dan mengangkat
barang. Rasa nyeri membaik saat di istirahatkan. Skala nyeri yang dikatakan oleh
pasien bernilai 8 dari 10. Selain nyeri pada lututnya, tidak ditemukan adanya
kemerahan tetapi ditemukan adanya bengkak pada lutut kanan. Selain bengkak pada
lutut kanan pasien, terdapat juga rasa kaku di lututnya. Rasa kaku pada lutut sebelah
kanan dirasakan pasien sejak bengkak pertama kali muncul yaitu dari 2 minggu yang
lalu. Pasien merasakan kaku di pagi hari saat bangun tidur sekitar 15-20 menit. Ketika
rasa kaku ini muncul, pasien tidak bisa menggerakkan lututnya dan hanya beristirahat
di tempat tidur sampai lutut kanan pasien dapat digerakkan. Pasien tidak ditemukan
adanya keluhan seperti demam, lemas dan penurunan berat badan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak mengetahui adanya riwayat diabetes, jantung, hipertensi dan
kolestrol. Pasien juga tidak pernah menjalani operasi dan rawat inap. Pasien juga
menyangkal adanya trauma pada kaki atau lutut. Pasien juga mengakui sedang tidak
dalam pengobatan apapun dan tidak perah sakit berat sehingga dirawat di rumah sakit
untuk jangka waktu yang lama.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit keluarga dan keluarga tidak pernah
mengalami hal yang serupa.

Riwayat Alergi:
Pasien menyangkal adanya riwayat alergi seperti alergi kepada makanan seafood
atau terpapar debu.

Riwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan :


Pasien datang ke puskesmas menggunakan kartu BPJS dan mengakui bahwa telah
merokok sebanyak 3 batang setiap hari sejak usia 18 tahun. Pasien juga sangat jarang
mengkonsumsi makanan tinggi purin seperti sayur kangkung dan seafood. Pasien
mengatakan tidak pernah mengkonsumsi obat terlarang dan jarang meminum
minuman beralkohol.

1.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Tingkat kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 70 Kg
Tinggi badan : 157 cm
BMI : 28.4
Tanda-tanda vital
Pernafasan : 17x/menit
Nadi : 80x/menit
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Suhu : 37˚C
Kulit keseluruhan  Tidak ada sianosis, ikteris, kemerahan
 Tidak ada edema
 Tidak ditemukan petekie

Kepala dan wajah Rambut  Rambut tersebar secara merata


 Rambut hitam, kuat, tidak mudah rontok

Kulit  Tidak ada lesi, ruam, bekas luka, masa,


kepala deformitas, sianosis dan kemerahan

Fungsi  Pergerakan kepala normal dan tidak ada


keterbatasan gerak (range of motion)

Mata  Tidak ada konjungtiva anemis, sclera ikteris, ataupun bekas


luka
 Jarak antar mata simetris
 Mata tidak cekung

Hidung  Septum nasal berada di tengah, tidak ada deviasi


 Tidak ada bekas luka, polip/masa lain dalam lubang hidung,
pendarahan, deformitas

Telinga  Tidak ada bekas luka, deformitas, pus, pendarahan

Sinus  Tidak ada nyeri tekan

Gigi, mulut dan  Bibir simetris, merah, lembab (tidak kering), tidak ada sianosis.
tenggorokan  Gigi utuh, tidak ada karies, tidak ada kavitas, ada sedikit plak,
dan kehitaman
 Mukosa mulut lembab (tidak kering), tidak ada ulkus, tidak ada
nodul/masa
 Faring tidak tampak kemerahan
 Uvula intak di tengah
 Tonsil tidak tampak kemerahan dan tidak ada pembesaran
(T1T1).

Leher  Tidak ada bekas luka atau ruam


 Trakea intak di tengah, tidak ada deviasi
 Tidak ada pembesaran tiroid
 Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Jantung Inspeksi  Dada simetris, tidak ada caput medusae

Palpasi  Iktus kordis teraba normal, tidak ditemukan


thrill, heave, maupun lift
Perkusi  Batas kanan jantung berada pada intercostal
space (ICS) 4 linea parasternal dextra
 Batas kiri jantung berada pada intercostal
space (ICS) 4 linea parasternal sinistra
 Batas punggung jantung berada pada
intercostal space (ICS) 3 midclavicular sinistra

Auskultasi  Bunyi jantung regular, mumur (-), gallop (-)


dan suara S3 dan S4 (-).

Paru-paru Inspeksi  Pengembangan dada simetris, tidak terdapat


deformitas pada dada maupun bekas luka

Palpasi  Tactile fremitus terdengar di seluruh lapang


dada

Perkusi  Perkusi lapang paru terdengar sonor di seluruh


lapang paru

Auskultasi  Suara nafas terdengar vesikuler pada seluruh


lapang paru
 Tidak ditemukan rales, ronchi, stridor,
wheezing, maupun pleural friction rub

Abdomen Inspeksi  Tidak ada distensi abdomen, lesi, ruam, bekas


luka, striae, caput medusa, spider navy, masa

Auskultasi  Tidak ada bruit aorta abdominalis maupun


bruit arteri renalis
 Tidak ada clicking sound maupun metallic
sound
 Suara bising usus sebanyak 6 kali dalam 1
menit

Perkusi  Perkusi timpani di seluruh bagian abdomen

Palpasi  Ditemukan tidak ada nyeri tekan pada


hypochondriac kiri dan pada epigastrium
 Tidak ada hepatomegaly maupun
spleenomegali

Ekstremitas Inspeksi  Tidak ada genu vagus maupun genu varum,


tremor
 Tidak ada clubbing finger
 Ditemukan adanya bengkak pada lutut bagian
kanan

Palpasi  Ekstremitas tidak ada kenaikan suhu


 Tidak ada edema
 Capillary Refill Time< 2 detik

Range of  Ditemukan adanya nyeri dan suara krepitasi


movement ketika lutut kanan digerakan ke atas dan
bawah.
 Ditemukan adanya keterbatasan pergerakan
pada lutut kanan.

1.4 Status Lokalis


Genu Dextra : Look : Kulit terlihat merah dan tidak terdapat edema
Feel : Lutut kiri terasa hangat dan terdapat nyeri tekan
Move : Gerakan lutut terbatas ke arah ventral dan dorsal

Genu Sinistra : Look : Kulit tidak terlihat merah atau edem


Feel : Lutut tidak hangat atau nyeri saat ditekan
Move : Gerakan lutut dalam batas normal

1.5 Pemeriksaan Penunjang


Pasien belum melakukan pemeriksaan penunjang apapun.
1.6 Resume
Pasien datang ke puskesmas dengan keluhan nyeri lutut kanan yang dirasakan
pada pagi hari. Nyeri lutut kanan dikatakan sudah berlangsung sejak 2 minggu
terakhir ini. Rasa nyeri semakin parah dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Rasa
nyeri pasien dikatakan seperti ditusuk-tusuk dan tidak menjalar ke bagian lain. Nyeri
diperparah dengan melakukan pekerjaan seperti naik tangga dan mengangkat barang.
Rasa nyeri membaik saat di istirahatkan. Skala nyeri yang dikatakan oleh pasien
bernilai 8 dari 10. Selain nyeri pada lututnya, terdapat bengkak pada lutut kanan
pasien. Tidak ditemukan adanya kemerahan tetapi ditemukan adanya bengkak pada
lutut kirinya. Selain bengkak pada lutut kiri pasien, terdapat juga rasa kaku di
lututnya. Rasa kaku pada lutut sebelah kiri dirasakan pasien sejak bengkak pertama
kali muncul yaitu dari 2 minggu yang lalu. Pasien merasakan kaku di pagi hari saat
bangun tidur sekitar 15-20 menit. Ketika rasa kaku ini muncul, pasien tidak bisa
menggerakkan lututnya dan hanya beristirahat di tempat tidur sampai lutut kiri pasien
dapat digerakkan. Pasien tidak ditemukan adanya keluhan seperti demam, lemas dan
penurunan berat badan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya nyeri dan suara
krepitasi ketika lutut bagian kanan digerakan keatas dan kebawah.

1.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diangnosis : Suspek Osteoarthritis
Diagnosis Banding : Rheumatoid Arthritis dan Gout
1.8 Tatalaksana
a). Terapi Non Obat
Terapi non obat terdiri dari edukasi, penurunan berat badan, terapi fisik dan
terapi kerja. Pada terapi edukasi kita edukasi pasien untuk melindungi sendinya
dari trauma untuk memperlambat perjalanan penyakit. Evaluasi pola bekerja dan
aktivitas sehari-hari membantu untuk menghilangkan tegangan berat badan pada
sendi yang sakit. Tongkat atau alat pembantu berjalan dapat mengurangi berat
badan badan yang harus ditanggu oleh sendilutut dan panggul.
Penurunan berat badan merupakan salah satu faktor yang penting terutama
pada pasien-pasien obesitas. Mengurangi beban pada sendi yang terserang OA dan
meningkatkan kelincahan pasien waktu bergerak.
Terapi fisik dan terapi kerja bertujuan agar penderita dapat melakukan
aktivitas optimal dan tidak tergantung pada orang lain.Terapi ini terdiri dari
pendinginan, pemanasan dan latihan penggunaan alat bantu. Dalam terapi fisik
dan terapi kerja dianjurkan latihan yang bersifat penguatan otot, memperluas
lingkup gerak sendi dan latihan aerobik.
b). Terapi Obat
Terapi ini bertujuan untuk mengendalikan timbulnya sinovitis. Obat-obat
analgetik dapat menghilangkan nyeri seperti asetaminofen, aspirin dan ibuprofen
cukup untuk menghilangkan rasa nyeri.
Obat anti inflamasi non-steroid diberikan apabila cara diatas tidak berhasil
mengurangi nyeri. Obat ini digunakan untuk menghilangkan nyeri dan mengontrol
sinovitis.
1.9 Saran
Saran yang dapat diberikan adalah mengurangi mengangkat barang yang berat
jika bisa melakukan terapi kerja. Menggunakan alat bantu lutut ketika bekerja dan
mengubah latihan fisik menjadi latihan yang tidak menumpuh berat badan seperti
berenang.

1.10 Prognosis
Ad Vitam : Dubia Ad Bonam
Ad Functionam : Dubia Ad Bonam
Ad Sanactionam : Dubia Ad Bonam

BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi
Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana keseluruhan
struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan kerusakan
tulang rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari
lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula
sendi, timbulnya peradangan, dan melemahnya otot–otot yang menghubungkan
sendi. (Felson, 2008). Dalam Perhimpunan Reumatologi Indonesia Osteoartritis
secara sederhana didefinisikan sebagai suatu penyakit sendi degeneratif yang
terjadi karena proses inflamasi kronis pada sendi dan tulang yang ada disekitar
sendi tersebut (Hamijoyo, 2007).
2.2 Epidemiologi

Osteoartritis merupakan penyebab ketidakmampuan pada orang Amerika


dewasa. Prevalensi osteoartritis di Eropa dan America lebih besar dari pada
prevalensi di negara lainnya. The National Arthritis Data Workgroup (NADW)
memperkirakan penderita osteoartritis di Amerika pada tahun 2005 sebanyak 27
juta yang terjadi pada usia 18 tahun keatas. Data tahun 2007 hingga 2009
prevalensi naik sekitar 1 dari 5 atau 50 juta jiwa yang didiagnosis dokter
menderita osteoartritis (Murphy dan Helmick, 2012). Estimasi insiden
osteoartritis di Australia lebih besar pada wanita dibandingkan pada laki-laki dari
semua kelompok usia yaitu 2,95 tiap 1000 populasi dibanding 1,71 tiap 1000
populasi (Woolf dan Pfleger, 2003). Di Asia, China dan India menduduki
peringkat 2 teratas sebagai negara dengan epidemiologi osteoartritis tertinggi
yaitu berturut-turut 5.650 dan 8.145 jiwa yang menderita osteoartritis lutut
(Fransen et. al, 2011). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 hasil
dari wawancara pada usia ≥ 15 tahun rata-rata prevalensi penyakit sendi/rematik
sebesar 24,7%. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi
dengan prevalensi OA tertinggi yaitu sekitar 33,1% dan provinsi dangan
prevalensi terendah adalah Riau yaitu sekitar 9% sedangkan di Jawa Timur angka
prevalensinya cukup tinggi yaitu sekitar 27% (Riskesdas, 2013). Sekitar 32,99%
lansia di Indonesia mengeluhkan penyakit degeneratif seperti asam urat,
rematik/radang sendi, darah tinggi, darah rendah, dan diabetes (Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2013). 56, 7% pasien di poliklinik
rheumatologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta didiagnosis menderita
osteoartritis (Soenarto, 2010). Gejala OA lutut lebih tinggi terjadi pada wanita
dibanding pada laki-laki yaitu 13% pada wanita dan 10% pada laki-laki. Murphy,
et.al mengestimasikan risiko perkembangan OA lutut sekitar 40% pada laki-laki
dan 47% pada wanita. Oliveria melaporkan rata-rata insiden OA panggul, lutut
dan tangan sekitar 88, 240, 100/100.000 disetiap tahunnya. Insiden tersebut akan
meningkat pada usia 50 tahun keatas dan menurun pada usia 70 tahun (Zhang dan
Jordan, 2010). Studi kohort di Framingham, 6,8% orang berusia 26 tahun ke atas
memiliki gejala osteoartritis pada tangan dengan rata-rata laki-laki 3,8% dan
wanita 9,2%. NADW memperkirakan 13 juta populasi di Amerika yang berusia
26 tahun keatas memiliki gejala OA pada tangan, OA pada lutut diperkirakan
sebanyak 9,3 juta (4,9%) dan OA pada panggul sebanyak 6,7%. Johnston Country
Osteoarthritis (JoCo OA) Project, sebuah studi tentang OA pada lutut dan
panggul 43,3% pasien mengeluhkan rasa nyeri dan kekakuan pada sendi. Hal ini
disebabkan penebalan pada kapsul sendi dan perubahan bentuk pada osteofit.

2.3 Etiologi
Berdasarkan etiopatogenesisnya OA dibagi menjadi dua, yaitu OA primer dan
OA sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik yang mana penyebabnya
tidak diketahui dan tidak ada hubunganya dengan penyakit sistemik, inflamasi
ataupun perubahan lokal pada sendi, sedangkan OA sekunder merupakan OA
yang ditengarai oleh faktor-faktor seperti penggunaan sendi yang berlebihan
dalam aktifitas kerja, olahraga berat, adanya cedera sebelumnya, penyakit
sistemik, inflamasi. OA primer lebih banyak ditemukan daripada OA sekunder
(Davey, 2006).
2.4 Patofisiologi
Berdasarkan penyebabnya, OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan
OA sekunder. OA primer, atau dapat disebut OA idiopatik, tidak memiliki
penyebab yang pasti ( tidak diketahui ) dan tidak disebabkan oleh penyakit
sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder, berbeda
dengan OA primer, merupakan OA yang disebabkan oleh inflamasi, kelainan
sistem endokrin, metabolik, pertumbuhan, faktor keturunan (herediter), dan
immobilisasi yang terlalu lama. Kasus OA primer lebih sering dijumpai pada
praktik sehari-hari dibandingkan dengan OA sekunder ( Soeroso, 2006 ).
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak
dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan
keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang
penyebabnya masih belum jelas diketahui ( Soeroso, 2006 ). Kerusakan tersebut
diawali oleh kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa
mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera ( Felson, 2008 ).
Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu : Kapsula
dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya . Kapsula
dan ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada rentang gerak (Range of
motion) sendi (Felson, 2008). Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar
kartilago pada permukaan sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago
akibat gesekan. Protein yang disebut dengan lubricin merupakan protein pada
cairan sendi yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini akan berhenti
disekresikan apabila terjadi cedera dan peradangan pada sendi (Felson, 2008).
Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu mekanoreseptor
yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang dikirimkannya
memungkinkan otot dan tendon mampu untuk memberikan tegangan yang cukup
pada titik-titik tertentu ketika sendi bergerak (Felson, 2008).
Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari pelindung
sendi. Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan
akselerasi yang cukup pada anggota gerak untuk menyelesaikan tugasnya.
Kontraksi otot tersebut turut meringankan stres yang terjadi pada sendi dengan
cara melakukan deselerasi sebelum terjadi tumbukan (impact). Tumbukan yang
diterima akan didistribusikan ke seluruh permukaan sendi sehingga meringankan
dampak yang diterima. Tulang di balik kartilago memiliki fungsi untuk menyerap
goncangan yang diterima (Felson, 2008).
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan
sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika
bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi sebagai
penyerap tumbukanyang diterima sendi. Perubahan pada sendi sebelum timbulnya
OA dapat terlihat pada kartilago sehingga penting untuk mengetahui lebih lanjut
tentang kartilago (Felson, 2008).
Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen tipe
dua dan Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul –
molekul aggrekan di antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah molekul
proteoglikan yang berikatan dengan asam hialuronat dan memberikan kepadatan
pada kartilago (Felson, 2008).
2.5 Gejala
OA dapat mengenai sendi-sendi besar maupun kecil. Distribusi OA dapat
mengenai sendi leher, bahu, tangan, kaki, pinggul, lutut.

 Nyeri : Nyeri pada sendi berasal dari inflamasi pada sinovium, tekanan pada
sumsum tulang, fraktur daerah subkondral, tekanan saraf akibat osteofit,
distensi, instabilnya kapsul sendi, serta spasme pada otot atau ligamen. Nyeri
terjadi ketika melakukan aktifitas berat. Pada tahap yang lebih parah hanya
dengan aktifitas minimal sudah dapat membuat perasaan sakit, hal ini bisa
berkurang dengan istirahat.
 Kekakuan sendi : kekakuan pada sendi sering dikeluhkan ketika pagi hari
ketika setelah duduk yang terlalu lama atau setelah bangun pagi dengann
durasi kurang dari 1 jam.
 Krepitasi : sensasi suara gemeratak yang sering ditemukan akibat gesekan
antar tulang. Hal ini dikarenakan kartilago yang terdegredasi.
 Pembengkakan pada tulang biasa ditemukan terutama pada tangan sebagai
nodus Heberden (karena adanya keterlibatan sendi Distal Interphalangeal
(DIP)) atau nodus Bouchard (karena adanya keterlibatan sendi Proximal
Phalangeal (PIP)). Pembengkakan pada tulang dapat menyebabkan penurunan
kemampuan pergerakan sendi yang progresif.
 Deformitas sendi : pasien seringkali menunjukkan sendinya perlahan-lahan
mengalami pembesaran, biasanya terjadi pada sendi tangan atau lutut.

2.6 Pemeriksaan penunjang


Untuk menentukan diagnostik OA selain melalui pemeriksaan fisik juga
diperlukan pemeriksaan penunjang seperti radiologis dan pemeriksaan
laboratorium. Foto polos dapat digunakan untuk membantu penegakan diagnosis
OA walaupun sensivitasnya rendah terutama pada OA tahap awal. USG juga
menjadi pilihan untuk menegakkan diagnosis OA karena selain murah, mudah
diakses serta lebih aman dibanding sinar-X, CT-scan atau MRI (Amoako dan
Pujalte, 2014).
-Radiologi
Setiap sendi yang menyangga berat badan dapat terkena osteoartritis, seperti
panggul, lutut, selain itu bahu, tangan, pergelangan tangan, dan tulang belakang
juga sering terkena. Gambaran radiologi OA sebagai berikut:
Pembentukan osteofit: pertumbuhan tulang baru yang terbentuk di tepi sendi.
Lutut :
  Sering terjadi hilangnya kompartemen femorotibial pada rongga sendi.

  Kompartemen bagian medial merupakan penyangga tubuh yang utama,


tekanannya lebih besar sehingga hampir selalu menunjukkan penyempitan paling
dini.

Tulang belakang :

  Terjadi penyempitan rongga diskus.

  Pembentukan tulang baru (spuring/pembentukan taji) antara vertebra yang


berdekatan sehingga dapat menyebabkan keterlibatan pada akar syaraf atau
kompresi medula spinalis.

  Sklerosis dan osteofit pada sendi-sendi apofiseal invertebrata.

Panggul :

Penyempitan pada sendi disebabkan karena menyangga berat badan yang


terlalu berat, sehingga disertai pembentukan osteofit femoral dan asetabular.
Sklerosis dan pembentukan kista subkondral. Penggantian total sendi panggul
menunjukkan OA panggul yang sudah berat.

Tangan :

  Biasanya mengenai bagian basal metakarpal pertama.

  Sendi-sendi interfalang proksimal ( nodus Bouchard ).

  Sendi-sendi interfalang distal ( nodus Heberden ).

2.7 Klasifikasi
Menurut Kellgren dan Lawrence osteoartritis dalam pemeriksaan radiologis
diklasifikasikan
Grade 0: Normal, Tidak tampak adanya tanda-tanda OA pada radiologis.
Grade 1 : Ragu-ragu, tanpa adanya osteosit.
Grade 2: Ringan, osteofit yang pasti, tidak terdapat ruang antar sendi.
Grade 3: Sedang, osteofit sedang, terdapat ruang antar sendi yang cukup besar.
Grade 4: Berat atau parah, osteofit besar, terdapat ruang antar sendi yang lebar
dengan sklerosis pada tulang subkondral.
American College of Rheumatology (1987) mendeskripsikan
kesehatan seseorang berdasarkan derajat keparahan. Antara lain sebagai
berikut:

Derajat 0 : Tidak merasakan tanda dan gejala.

Derajat 1 : Terbentuk taji kecil, nyeri dirasakan ketika beraktifitas cukup berat,
tetapi masih bisa dilokalisir dengan cara mengistirahatkan sendi yang terkena
osteoartritis.
Derajat 2 : Osteofit yang pasti, mungkin terdapat celah antar sendi, nyeri
hampir selalu dirasakan, kaku sendi pada pagi hari, krepitus, membutuhkan
bantuan dalam menaiki tangga, tidak mampu berjalan jauh, memerlukan
tenaga asisten dalam menyelesaikan pekerjaan rumah.
Derajat 3-4 : Osteofit sedang-berat, terdapat celah antar sendi, kemungkinan
terjadi perubahan anatomis tulang, nyeri disetiap hari, kaku sendi pada pagi
hari, krepitus pada gerakan aktif sendi, ketidakmampuan yang signifikan
dalam beraktivitas (Woolf dan Pfleger, 2003).

2.8 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pada OA untuk mengurangi tanda dan gejala OA,
meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kebebasan dalam pergerakan sendi,
serta memperlambat progresi osteoartritis. Spektrum terapi yang diberikan
meliputi fisioterapi, pertolongan ortopedi, farmakoterapi, pembedahan,
rehabilitasi.
a. Terapi konservatif
Terapi konservatif yang bisa dilakukan meliputi edukasi kepada pasien,
pengaturan gaya hidup, apabila pasien termasuk obesitas harus mengurangi berat
badan, jika memungkinkan tetap berolah raga (pilihan olah raga yang ringan
seperti bersepeda, berenang).

b.Fisioterapi
Fisioterapi untuk pasien OA termasuk traksi, stretching, akupuntur, transverse
friction (tehnik pemijatan khusus untuk penderita OA), latihan stimulasi otot,
elektroterapi.

c.Pertolonganortopedi
Pertolongan ortopedi kadang-kadang penting dilakukan seperti sepatu yang bagian
dalam dan luar didesain khusus pasien OA, ortosis juga digunakan untuk
mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi sendi (Michael et. al, 2010).

d.Farmakoterapi
- Analgesik / anti-inflammatory agents.

COX-2 memiliki efek anti inflamasi spesifik. Keamanan dan kemanjuran dari
obat anti inflamasi harus selalu dievaluasi agar tidak menyebabkan toksisitas.
Contoh:

Ibuprofen : untuk efek antiinflamasi dibutuhkan dosis 1200-2400mg sehari.

Naproksen : dosis untuk terapi penyakit sendi adalah 2x250 - 375 mg sehari. Bila
perlu diberikan 2x500mg sehari.

-  Glucocorticoids

Injeksi glukokortikoid intra artikular dapat menghilangkan efusi sendi akibat


inflamasi.
Contoh: Injeksi triamsinolon asetonid 40mg/ml suspensi

hexacetonide 10 mg atau 40 mg.

-  Asam hialuronat

-  Kondroitin sulfat

e. Pembedahan

-  Artroskopi merupakan prosedur minimal operasi dan menyebabkan rata


infeksi yang rendah (dibawah 0,1%). Pasien dimasukkan ke dalam kelompok 1
debridemen artroskopi, kelompok 2 lavage artroskopi, kelompok 3 merupakan
kelompok plasebo hanya dengan incisi kulit. Setelah 24 bulan melakukan
prosedur tersebut didapatkan hasil yang signifikan pada kelompok 3 dari pada
kelompok 1 dan 2.

-  Khondroplasti : menghilangkan fragmen kartilago. Prosedur ini digunakan


untuk mengurangi gejala osteofit pada kerusakan meniskus.

2.9 Faktor resiko


- Perbedaan ras
Perbedaan ras menunjukkan distribusi sendi OA yang terkena, misalnya rata-
rata wanita dengan Ras Afrika-Amerika terkena OA lutut lebih tinggi daripada
wanita ber ras Kaukasia. Ras Afrika hitam, China, dan Asia-Hindia
menunjukkan prevalensi OA panggul dari pada ras Eropa-Kaukasia.

- Usia
Gejala dan tanda pada radiologi OA lutut sangat banyak dideteksi sebelum
usia 40 tahun. Bertambahnya usia, insiden OA juga semakin meningkat.
Insiden meningkat tajam pada usia sekitar 55 tahun.
- Faktor genetik
Faktor genetik merupakann faktor penting. Anak perempuan dengan ibu yang
memiliki OA berisiko lebih tinggi dari pada anak laki-laki karena OA
diwariskan diwariskan kepada anak perempuan secara dominan sedangkan
pada laki-laki diwariskan secara resesif. Selain itu genetik menyumbang
terjadinya OA pada tangan sebanyak 65%, OA panggul sebanyak 50%, OA
lutut sebanyak 45%, dan 70% OA pada cervical dan spina lumbar.

- Obesitas
Obesitas merupakan faktor penting terkait perkembangan OA pada lutut tetapi
hubungan ini lebih kuat pada wanita. Risiko.Terjadinya OA dua kali lebih
besar pada orang dengan berat badan berlebih dari pada kelompok orang
dengan berat badan normal. Selain itu dilihat dari perubahan radiologis,
obesitas merupakan prediktor ketidakmampuan yang progresif. Tetapi
hubungan ini tidak jelas pada OA panggul dan OA tangan.
-Trauma
Trauma pada sendi merupakan faktor risiko berkembangnya penyakit OA. Hal
ini dikarenakan kemungkinan adanya kerusakan pada mayor ligamen, tulang
pada sekitar sendi tersebut. Trauma merupakan faktor risiko pada OA lutut
karena kerusakannya bisa menyebabkan perubahan pada meniskus, atau
ketidakseimbangan pada anterior ligamen krusial dan ligamen kolateral.

- Aktivitas
Penggunaan sendi dalam aktivitas berat yang berlangsung lama menjadi faktor
risiko berkembangnya penyakit OA. Pekerjaan seperti kuli angkut barang,
memanjat menyebabkan peningkatan OA lutut, hal ini biasanya terjadi pada
laki-laki. Selain itu kebiasaan yang membungkuk terlalu lama seperti petani,
atau tukang cuci meningkatkan risiko terjadinya OA panggul. Altet olahraga
wanita ataupun lelaki menunjukkan faktor risiko besar terjadinya OA lutut dan
panggul (Sambrook et. al, 2005).

BAB III
Analisa Kasus
Pada anamnesis pasien laki-laki berumur 60 tahun datang dengan keluhan
nyeri di lutut kanan sejak 2 minggu yang lalu sebelum datang ke puskesmas. Rasa
nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan tidak menjalar ke bagian lain. Rasa nyeri
mencapai skala 8 dari 10. Nyeri diperparah oleh aktivitas kerja dan membaik jika
beristirahat. Ditemukan bengkak pada lutut kanan dan tidak ada kemerahan dan
kenaikan suhu. Kaku di lutut kiri pada pagi hari dirasakan sekitar 15-20 menit. Pasien
mengakui bahwa dia memiliki riwayat penyakit keluarga yaitu nenek dengan penyakit
diabetes. Pasien juga menyatakan bahwa pasien telah merokok sejak usia 18 tahun,
jarang mengkonsumsi minuman beralkohol dan tidak pernah menggunakan obat-
obatan terlarang.
Pada pemeriksaan fisik pasien tersebut ditemukan adanya bengkak pada lutut
kaki sebelah kanan yang menghasilkan suara bunyi krepitasi saat lutut sebelah kanan
dicoba untuk digerakan dan pergerakan dari lutut kanan menunjukan sedikit
keterbatasan.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan oleh pasien ini adalah
pemeriksaan radiologi dan laboratorium. Pemeriksaan radiologi dapat menjalani
sinar-x atau USG. USG lebih banyak digunakan oleh pasien karena harga terapi yang
menjangkau dan lebih aman digunakan dibandingkan dengan sinar-x. Pemeriksaan
laboratorium yaitu pemeriksaan darah lengkap untuk menghilangkan diagnosis
banding lain nya.
Pada pasien ini ditemukan adanya nyeri lutut kanan yaitu salah satu sendi yang
termasuk dalam sendi yang menumpu berat badan secara besar. Selain nyeri, lutut
pasien terdapat bengkak yang tidak ditemukan adanya kemerahan. Kekakuan pada
kaki kiri di pagi hari yang kurang dari 30 menit, tidak ditemukannya gejala sistemik
seperti demam, lemas, penurunan berat badan dan penurunan nafsu makan ditambah
dengan tidak merasakan nyeri pada sendi kecil seperti PIP, DIP yang mengalami
gangguan pada 2 atau 3 lebih sendi sehingga ini menyingkirkan diagnosis banding
Rheumatoid Arthritis dan memperkuat diagnose Osteoarthritis. Tidak terdapat
deformitas pada lutut pasien, ketika osteoarthritis telah berprogresi maka deformitas
dapat terlihat di lutut. Selain itu, terdapat faktor resiko dimana pada saat muda pasien
bekerja sebagai kontraktor pembangunan rumah yang banyak menggunakan sendi
yang menumpu berat badan berat. Gout arthritis dapat disingkirkan dari diagnosis
banding karena pada anamnesis tidak ditemukan nyeri pada sendi kecil seperti MTP
1. Selain itu pasien tidak terdapat kebiasaan diet tinggi purin seperti kacang-kacangan
sebelum gejala nyeri ini muncul.
Penanganan yang dilakukan oleh Puskesmas Sukamulya sudah cukup baik
dimana pasien diberikan edukasi tentang penyakitnya dengan baik dan cara
menangani nyeri tersebut. Saran yang diberikan adalah pasien dapat mengkonsumsi
obat peredah nyeri seperti ibuprofen dan melakukan pemeriksaan penunjang yaitu
USG atau sinar-x dan pemeriksaan laboratorium untuk menegakan diagnosa
Osteoarthritis lebih lanjut.

REFERENSI
1. [Internet]. Eprints.undip.ac.id. 2018 [cited 6 November 2018].
Available from:
http://eprints.undip.ac.id/44826/3/Maya_Yanuarty_2201011011012
5_Bab2KTI.pdf.
2. Osteoarthritis - Symptoms and causes [Internet]. Mayo Clinic. 2018
[cited 2 November 2018]. Available from:
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/osteoarthritis/symp
toms-causes/syc-20351925
3. Osteoarthritis: Practice Essentials, Background, Anatomy [Internet].
Emedicine.medscape.com. 2018 [cited 6 November 2018].
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/330487-
overview
4. [Internet]. Repository.usu.ac.id. 2018 [cited 7 November 2018].
Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/56672/Chap
ter%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y
5. Kumar V, Abbas A, Aster J, Robbins S, Cornain S, Nasar I. Buku
ajar patologi Robbins.
6. Sherwood L, Ward C. Human physiology.
7. Kasper DL, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,
Loscalzo J, editors. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 19 th
ed. Vol 2. McGraw Hill Education; 2015.
8. Purnawan Junadi, Atiek S. Soemasto, Husna Amelz. Kapita selekta
kedokteran. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.

Anda mungkin juga menyukai