Anda di halaman 1dari 10

PERTEMUAN II:

MENGENAL DESAIN PEMBELAJARAN PAI

Oleh
Dr. Lalu Muhammad Nurul Wathoni, M.Pd.I.

A. PENDAHULUAN: Perlunya Desain pembelajaran


Sebuah pembelajaran sangat ditentukan keberhasilannya oleh
keterampilan guru dalam mendesain pembelajaran. Pembelajaran yang tidak
didesain secara sistematis tidak dapat memperoleh hasil yang maksimal.1 Maka
dengan tenaga pengajar yang kompentesial dan professional, akan terukur dari
sejauh mana dia dapat mendesain pembelajaran dan mengajarkannya dalam
sebuah proses pembelajaran di kelas, sehingga dapat mengantarkan peserta
didiknya mencapai hasil belajar yang optimal. Keberhasilan belajar sangat
ditentukan oleh tenaga pengajarnya, hal ini disebabkan, tenaga pengajar selain
sebagai desainer dan orang yang berperan dalam proses transformasi
pengetahuan dan keterampilan, juga dia memandu segenap proses pembelajaran.
Di tangannyalah, sebuah peristiwa belajar dapat berlangsung. Padanya pula,
pembelajaran akan diserahkan dan kemana peserta didik akan dibawa.
Guru sebagai pekerja profesional harus memiliki keterampilan desain
pembelajaran, selain itu harus memfasilitasi dirinya dengan seperangkat
pengalaman, keterampilan dan pengetahuan tentang keguruan sesuai keilmuan
yang tekuninya. Banyak guru dalam belajar, masih terkesan hanya gugur
kewajiban. Guru semacam ini, relatif tidak memerlukan suatu desain yang baik,
strategi, kiat dan berbagai metode tertentu di dalam mengajar. Baginya,
bagaimana sebuah peristiwa pembelajaran dapat berlangsung. Mereka tidak
peduli dengan latar belakang siswa dan karakteristinya, mereka merasa tidak perlu
membuat perencanaan mengajar, perencanaan dan pengembangan tujuan,
kompetensi dan indikator, pengembangan pesan, mereka mengabaikan
penggunaan berbagai media dalam pembelajaran, mereka mengabaikan di dalam
pembelajaran selain ada evaluasi sumatif dan formatif jugaharus dilakukan
evaluasi komprehensif dan alternatif yang lebih didasarkan pada portpolio dan
diutamakan penilaian kinerja peserta didik berbasis kelas, dan mereka juga

1 Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2016), hlm. 3
mengabaikan belajar tuntas, dan yang tidak kalah penting yang mereka abaikan
adalah aspek-aspek akademis, psikologis, sosiologis dan budaya dalam
pembelajaran.
Seorang pemikir pendidikan seperti Robert Gagne2, justru aspek-aspek ini
yang menjadi titik tekan (entry point) bagi keberhasilan sebuah pembelajaran. Hasil
belajar (achievement/performance), yang optimal sangat ditentukan dari kompetensi
dan profesionalitas seorang guru di kelas. Indikasi sederhana mengukur
kompetensi dan profesionalitas ini, dapat dilakukan dengan melihat kesiapan dan
kematangan seorang guru di kelas dan tanggungjawabnya dalam menunaikan
tugas profesinya.
Guru memegang peranan yang sangat menentukan bagi keberhasilan
pembelajaran di kelas. Cooper3 mengidentifikasi ada sepuluh jenis kecakapan
yang menjadi peryaratan dasar jika seorang guru akan beridiri di depan kelas.
Pertama, guru harus dapat berperan sebagai pembuat keputusan. Kedua, guru
harus dapat sebagai perencana pembelajaran. Ketiga, guru harus berperan sebagai
penentu tujuan pembelajaran, Keempat, guru harus memiliki kecakapan
menyampaikan pelajaran, Kelima guru harus cakap bertanya untuk
mendinamikakan kelas, Keenam, guru harus memahami konsep pengajaran dan
pembelajaran, Ketujuh, guru harus cakap berkomunikasi, Kedelapan guru harus
memahami konsep pengajaran dan mampu mengendalikan kelas, Kesembilan,
guru harus dapat mengakomodir seluruh kebutuhan peserta belajar, kesupuluh,
guru harus dapat melakukan evaluasi.
Kesepuluh kecakapan dasar yang dikemukakan, pada dasarnya juga
merupakan potensi dasar yang harus dimiliki sebagai kompetensi seorang guru,
“guru yang akan memasuki kelas dan mengajar dengan tanpa kesiapan, maka dia harus siap
keluar tanpa kehormatan dan kewibawaan”. Hal ini adalah wajar, karena siswa, dapat
menilai dan melihat langsung para gurunya yang siap mengajar atau tidak.
Seorang guru, harus memiliki sejumlah kiat dalam melakukan
pembelajaran. Kiat yang dimiliki, bukan saja untuk mencapai tujuan
pembelajaran, tetapi lebih jauh dari itu adalah dalam rangka menumbuhkan minat
belajar siswa. Seorang guru yang berkompetensi, cerdas dan professional
memiliki seperangkat seorang guru yang berkompetensi, cerdas dan professional

2Gagne, Paschological Prinsiple in System Development. (New York : Hore, Rinehart and Watso. Pub.
Robert Gagne, 1989), hlm. 62
3 Cooper, Classroom Teaching Skill. (USA : Health and Company, 1990), hlm. 127
memiliki seperangkat kita khusus dalam kelas. Dengan itu pula dia akan menjadi
guru yang dirindukan kehadirannya di kelas. Kalau demikian halnya, seberat
apapun bidang studi yang diajarkan, akan diminati dan dianggap diringan oleh
siswa.
Nyatanya tidak semua guru mampu melakukan hal di atas, mungkin karena
banysknya pekerjaan smpingan yang dilakukan selain menjalankan tugas sebagai
guru, mungkin juga tidak memiliki pengetahuan yang memadai untuk mendesain
pembelajaran secara sistematis, atau mungkin menganggap bahwa pembelajaran
yang hendak dilakukan sudah dapat dikuasai sehingga merasa tidak perlu didesain
atau direncanakan.
Anggapan seperti ini telah berimbas pada kepercayaan diri sebagian
pendidik unutk melaksanakan pembelajaran tanpa bermodalkan rancangan
pelaksanaan pembelajaran (RPP), silabus, atau sumber-sumber belajar yang
memadai. Akibatnya, pembelajaran cendrung dilaksanakan dengan menggunakan
metode langsung (direct method) berupa ceramah yang sering tidak terkontrol, baik
dalam kaitannya dengan penggunaan waktu maupun penyampaian materi yang
terkadang “gawur” tanpa arah yang jelas.
Selain itu, pembelajaran cenderung berorientasi konten dan mengabaikan
tujuan; penyajian materi pembelajaran diberikan berdasarkan pengetahuan
pendidik, bukan berlandaskan pada kebutuhan peserta didik; metode dan strategi
pembelajaran monoton dan hanya berlangsung searah, bukan memaksimalkan
berbagai sumber belajar untuk menjangkau masing-masing individu peserta
didik; penggunaan media dan teknologi pembelajaran masih bersifat
konvensional dan penilaiannya hanya berorientasi hasil, bukan proses. Empat
level penilaian seperti yang dijelaskan oleh Kirkpatrick4, yang mencakup reaksi,
pemahaman dalam belajar, perilaku, dan hasil belajar belum menjadi bagian yang
integral dalam pelaksanaan pembelajaran.
Di sinilah desain pembelajaran diperlukan sehingga setiap pembelajaran
termasuk pembelajaran PAI yang dilakukan dapat mencapai efektivitas dan
efisiensi. Dikatakan efektivitas karena pembelajaran yang telah didesain itu telah
dilakukan dengan benar (doing the things right) dan dikatakan efesiensi karena telah
melaksnakan pembelajaran yang benar (doing the right things).

4
Kirkpatrick, Evaluating Training Programs: The Four Levels, (San Fransisco: Berrett-Koehlers, 2006), hlm.
71
B. PENGERTIAN DESAIN PEMBELAJARAN DAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
1. Pengertian Desain Pembelajaran
Desain adalah sebuah istilah yang diambil dari kata Design yang berarti
perencanaan atau rancangan. Ada pula yang mengartikan dengan “Persiapan”.
Di dalam ilmu manajemen pendidikan atau ilmu administrasi pendidikan,
perencanaan disebut dengan istilah planning yaitu “persiapan menyusun suatu
keputusan berupa langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau
pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu”.5
Sedangkan menurut Wina Sanjaya, yang dimaksud desain adalah
rancangan, pola, atau model.6 Dan terdapat pula beberapa pengertian
mengenai desain pembelajaran (instructional design). Herbet Simon mengartikan
desain sebagai proses pemecahan masalah. Tujuan sebuah desain adalah
untuk mencapai solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan
memanfaatkan sejumlah informasi yang tersedia. Dengan demikian, suatu
desain muncul karena kebutuhan manusia untuk memecahkan suatu
persoalan. Melalui suatu desain orang bisa melakukan langkah-langkah yang
sistematis untuk memecahkan suatu persoalan yang dihadapi.7
Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang,
misalnya sebagai disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses.
Sebagai disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan teori
tentang strategi serta proses pengembangan pembelajaran dan pelaksanaan.
Sebagai ilmu, desain pembelajaran merupakan ilmu untuk menciptakan
spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasi
yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan
mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas.
Sebagai sistem, desain pembelajaran merupakan pengembangan sistem
pembelajaran dan system pelaksanaan termasuk sarana serta prosedur untuk
meningkatkan mutu belajar.
Sementara itu desain pembelajaran sebagai proses menurut Syaiful
Sagala adalah pengembangan pengajaran secara sistematik yang digunakan
secara khusus teori-teori pembelajaran unuk menjamin kualitas

5 Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 67


6 Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada MediaGroup,
2008), hlm. 65
7 Ibid, hlm. 65
pembelajaran. Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa penyusunan
perencanaan pembelajaran harus sesuai dengan konsep pendidikan dan
pembelajaran yang dianut dalam kurikulum yang digunakan.8 Dalam
pengertian yang lain desain pembelajaran dapat didefinisikan:
1. Proses untuk menentukan metode pembelajaran apa yang paling baik
dilaksanakan agar timbul perubahan pengetahuan dan keterampilan
pada diri pembelajar ke arah yang dikehendaki (Reigeluth);
2. Rencana tindakan yang terintegrasi meliputi komponen tujuan,
metode dan penilaian untuk memecahkan masalah atau memenuhi
kebutuhan (Briggs);
3. Proses untuk merinci kondisi untuk belajar, dengan tujuan makro
untuk menciptakan strategi dan produk, dan tujuan mikro untuk
menghasilkan program pelajaran atau modul atau suatu prosedur
yangterdiri dari langkah- langkah, dimana langkah-langkah tersebut di
dalamnya terdiri analisis, merancang, mengembangkan, menerapkan
dan menilai hasil belajar (Seels & Richey AECT 1994);
4. Suatu proses desain yang sistematis untuk menciptakan pembelajaran
yang lebih efektif dan efisien, serta membuat kegiatan pembelajaran
lebih mudah, yang didasarkan pada apa yang kita ketahui mengenai
teori-teori pembelajaran, teknologi informasi, sistematika analisis,
penelitian dalam bidang pendidikan, dan metode-metode manajemen
(Morisson, Ross & Kemp 2007).
Istilah pengembangan sistem instruksional (instructional system
development) dan desain instruksional (instructional design) sering dianggap sama,
atau setidak-tidaknya tidak dibedakan secara tegas dalam penggunaannya,
meskipun menurut arti katanya ada perbedaan antara “desain” dan
“pengembangan”. Kata “desain” berarti membuat sketsa atau pola atau
outline atau rencana pendahuluan. Sedang “Pengembangan” berarti membuat
tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih
efektif dan sebagainya.9
Dengan demikian dapat disimpulkan desain pembelajaran adalah praktek
penyusunan media teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat
terjadi transfer pengetahuan secara efektif antara pendidik dan peserta didik.

8 Saiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2005), hlm. 136
9 Harjanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 95
Proses ini berisi penentuan status awal dari pemahaman peserta didik,
perumusan tujuan pembelajaran, dan merancang "perlakuan" berbasis-media
untuk membantu terjadinya transisi. Idealnya proses ini berdasar pada
informasi dari teori belajar yang sudah teruji secara pedagogis dan dapat
terjadi hanya pada siswa, dipandu oleh guru, atau dalam latar berbasis
komunitas.

2. Pengertian Pendidikan Agama Islam


Berbicara tentang pengertian pendidikan agama tidak dapat
dipisahkan dengan pengertian pendidikan pada umumnya, sebab pendidikan
agama merupakan bagian integral dari pendidikan secara umum. Pendidikan
dapat didepinisikan dengan aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan
kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu
rohani (pikir, karsa, rasa, cipta dan budinurani) dan jasmani (panca indera
serta keterampilan-kterampilan).10
Menurut Carter V. Good tersebut bahwa pendidikan mengandung
pengertian suatu : proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk
sikap dan prilaku yang berlaku dalam masyarakatan dan proses sosial dimana
seseorang dipengaruhi suatu lingkungan yang terpimpin (misalnya sekolah)
sehingga ia dapat mencapai kecakapan sosial dan mengembangkan
pribadinya.11
Pendidikan Islam itu, setidak-tidaknya tercakup dalam delapan
pengertian, yaitu al-tarbiyah al-diniyah (pendidikan keagamaan), ta’lim al-din
(pengajaran keagamaan), al- ta’lim al-islamiyah (pengajaran keislaman), Tarbiyah
al- muslimin (pendidikan orang-orang Islam), al-tarbiyah fi al-islam (pendidikan
dalam Islam), al-tarbiyah ‘inda al-muslimin (pendidikan di kalangan orang-orang
Islam), al-tarbiyah al-islamiyah (pendidikan Islami).
Di dalam Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) PAI dijelaskan
bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa
dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam
melalui bimbingan, pengajaran dan/atau latihan dengan memperhatikan
tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar

10 Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, (Surabaya: Usaha Nasional,
1987), hlm. 7
11 Djumaransyah, Filsafat Pendidikan, (Malang : Bayu Media, 2006), hlm. 24
umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
Pendidikan agama Islam sebagai usaha sadar, yakni suatu kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan latihan yang dilakukan secara berencana dan sadar atas tujuan
yang hendak dicapai.12
Sedangkan menurut Zakiyah Derajat, pendidikan agama Islam adalah
suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat
memahami ajaran Islam secara menyeluruh lalu menghayati tujuan yang
akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pendangan
hidup.13
Pendapat Al-Ghazali tentang pendidikan pada umumnya sejalan
dengan trend-trend agama dan etika. Al-Ghazali juga tidak melupakan
masalah-masalah duniawi, karena ia beri ruang dalam sistem pendidikannya
bagi perkembangan duniawi. Tetapi dalam pandangannya, mempersiapkan
diri untuk masalah- masalah dunia itu hanya dimaksudkan sebagai jalan
menuju kebahagiaan hidup di alam akhirat yang lebih utama dan kekal. Dunia
adalah alat perkebunan untuk kehidupan akhirat, sebagai alat yang akan
mengantarkan seseorang menemui Tuhannya. Ini tentunya bagi yang
memandangnya sebagai alat dan tempat tinggal sementara, bukan bagi orang
yang memandangnya sebagai tempat untuk selamanya.
Akan tetapi pendapat Al-Ghazali tersebut, di samping bercorak
agamis yang merupakan ciri spesifik pendidikan Islam, tampak pula
cenderung kepada sisi keruhanian. Maka sasaran pendidikan menurut Al-
Ghazali, adalah kesempurnaan insani di dunia dan akhirat. Dan manusia akan
sampai kepada tingkat kesempurnaan itu hanya dengan menguasai sifat
keutamaan melalui jalur ilmu. Keutamaan itulah yang akan membuat dia
bahagia di dunia dan mendekatkan dia kepada Allah SWT. sehingga ia menjadi
bahagia di akhirat kelak.14

3. Perbedaan Pendidikan Islam dengan Pendidikan Agama Islam (PAI)


Banyak orang merancukan pengertian istilah ―pendidikan Islam dan
―pendidikan agama Islam‖. Kedua istilah ini dianggap sama, sehingga ketika
seseorang berbicara tentang pendidikan Islam ternyata isinya terbatas pada

12 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: Rosda Karya, 2004), hlm. 75-76
13 Zakiyah Derajat, Pendidikan Agama dan Pembinaan Mental (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 6
14 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001),

hlm. 86-87
pendidikan Agama Islam, atau sebaliknya ketika seseorang berbicara tentang
pendidikan agama Islam justru yang dibahas di dalamya adalah tentang
pendidikan Islam. padahal kedua istilah tersebut memiliki substansi yang
berbeda.15
Menurut Ahmad Tafsir16 dan Muhaimin17 yang membedakan antara
pendidikan Islam dan pendidikan agama Islam (PAI). PAI dibakukan sebagai
nama kegiatan mendidikkan agama Islam. PAI sebagai mata pelajaran, dalam
hal ini PAI sejajar dengan mata pelajaran matematika, IPA, IPS, PPKn,
PJOK, dan mata pelajaran lainnya.
Sedangkan pendidikan Islam adalah nama system, yaitu system
pendidikan yang Islami, yang memiliki komponen-komonen yang secara
keseluruhan mendudkung terwujudnya sosok Muslim yang diidealkan.
Pendidikan Islam ialah pendidikan yang teoriteorinya disusun berdasarkan al-
Qur‘an dan al-Hadits.

C. KARAKTERISTIK DESAIN PEMBELAJARAN YANG BAIK


Mendesain pembelajaran bukanlah sesuatu pekerjaan yang dilakukan
secara tiba-tiba, bukan pula suatu perencanaan tanpa prosedur sitematis,
melainkan harus merujuk pada model-model desain yang memilki karakteristik
yang jelas. Bagaimanapun bentuk dan modelnya suatu desain pemebelajaran,
karakteristik utama dapat diklasifikasi ke dalam enam bagian, yakni (1) student
centered; (2) goal oriented; (3) focus on meaniful performance; (4) assumes outcome can be
measured in a reiable and valid way; (5) empirical, iterative, and self correction; dan (6) a
team effort.18
Desain pembelajaran harus berorientasi pada pesrta didik, berorintasi
pada tujuan, terfokus pada pengembangan dan peningkatan kinerja, hasil belajar
dapat diukur dengan cara yang valid dan terpercaya. Selain itu desain
pembelajaran mengandung hal-hal yang empiris, berulang, dapat dikoreksi
sendiri, dan merupakan usaha yang dilakukan secara bersama.

15 Wathoni, Integrasi Pendidikan Islam Dan Sains: Rekonstruksi Paradigma Pendidikan Islam, (Ponorogo:
Penerbit CV Uwais Inspirasi Indonesia Ponorogo, 2018), hlm. 42
16 Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 31
17 Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam Mengurai Benag Kusut DuniaPendidikan, (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 4


18
Reiser and Dempsey, Trends dan Issues in Instructional Design and Technology, (New York: Pearson, 2012), hlm.
10-11
Selanjutnya silahkan mahasiswa mendikusikan dan menguraikan enam
bagian di atas kemudian memaparkannya secara lisan. Yaitu menjelaskan tentang
(1) Desain Pembelajaran Berpusat Pada Siswa; (2) Desain Pembelajaran
Berorientasi Tujuan; (3) Desain Pembelajaran Terfokus Pada Pengembangan
atau Perbaikan Kinerja Peserta Didik; (4) Desain Pembelajaran Mengarahkan
Hasil yang Dapat Diukur Melalui Cara yang Valid dan Dapat Dipercaya; (5)
Desain Pembelajaran Bersifat Empiris, Berulang, dan Dapat Dikoreksi Sendiri;
dan (6) Desain Pembelajaran Adalah Uapaya Tim.

D. RANGKUMAN
Desain adalah proses untuk menentukan kondisi belajar. Proses desain
system pembelajaran menghasilkan suatu rencana blueprint unutk mengarahkan
pengembangan pembelajaran. Blueprint disebut prototype, suatu versi fungsional
dari satuan pembelajaran biasanya masih dalam bentuk yang belum selesai,
dimana evektifitas dan efisiensinya masih perlu diuji. Terdapat empat kawasan
desain, yakni: (1) desain system pembelajaran, (2) desain pesan, (3) desain strategi
pembelajaran, (4) desain karakteristik peserta didik.
Desain pembelajaran diperlukan agar pembelajaran yang dilakukan dapat
mencapai efektivitas dan efisiensi. Bukan pembelajaran yang mengandalkan
metode ceramah yang sering tidak terkontrol dan terkadang “ngawur” tanpa arah
yang jelas. Efektif berarti melakukan sesuatu dengan benar (doing the things right),
dan efisiensi berarti melaksnakan sesuatu yang benar (doing the right things).
Karakteristik pembelajaran antara lain: (1) berpusat pada siswa; (2) desain
pembelajaran berorientasi tujuan; (3) terfokus pada pengembangan atau
perbaikan kinerja peserta didik; (4) mengarahkan hasil yang dapat diukur melalui
cara yang valid dan dapat dipercaya; (5) bersifat empiris, berulang, dan dapat
dikoreksi sendiri; dan (6) uapaya besama dalam tim.

E. LATIHAN
Jawablah pertnyaan-pertnyaan berikut berdasarkan bacaan di atas!
1. Apa yang dimaksud dengan desain, pembelajaran, desain pembelajaran dan
Pendidikan Agama Islam menurut saudara?
2. Apa perbedaan Pendidikan Islam dengan Pendidikan Agama Islam?
3. Mengapa desain pembelajaran itu penting unutk dipelajari?
4. Apa yang dimkasud dengan desain pembelajaran harus berorientasi tujuan?
Jelaskan menurut pendapat Anda sendiri!
5. Uaraikan karakteristik desain pembelajaran!

F. REFERENSI
Cooper. 1990. Classroom Teaching Skill. USA: Health and Company
Derajat, Zakiyah. 1975. Pendidikan Agama dan Pembinaan Mental. Jakarta: Bulan
Bintang.
Djumaransyah. 2006. Filsafat Pendidikan, Malang Bayu Media
Gagne, Robert M. 1989. Paschological Prinsiple in System Development. New York:
Hore, Rinehart and Watso. Pub. Robert Gagne
Harjanto. 2008. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Muhaimin. 2004. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Rosda Karya
Muhaimin. 2006. Nuansa Baru Pendidikan Islam Mengurai Benag Kusut
DuniaPendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Nata, Abuddin. 2001. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Reiser and Dempsey. 2012. Trends dan Issues in Instructional Design and Technology.
New York: Pearson.
Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Sagala, Saiful. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
Tafsir, Ahmad. 2005. Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tim Dosen FIP-IKIP Malang. 1987. Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan.
Surabaya: Usaha Nasional
Wathoni, Lalu Muhammad Nurul. 2018. Integrasi Pendidikan Islam Dan Sains:
Rekonstruksi Paradigma Pendidikan Islam. Ponorogo: Penerbit CV Uwais
Inspirasi Indonesia Ponorogo

Anda mungkin juga menyukai