Oleh
Dr. Lalu Muhammad Nurul Wathoni, M.Pd.I.
1 Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2016), hlm. 3
mengabaikan belajar tuntas, dan yang tidak kalah penting yang mereka abaikan
adalah aspek-aspek akademis, psikologis, sosiologis dan budaya dalam
pembelajaran.
Seorang pemikir pendidikan seperti Robert Gagne2, justru aspek-aspek ini
yang menjadi titik tekan (entry point) bagi keberhasilan sebuah pembelajaran. Hasil
belajar (achievement/performance), yang optimal sangat ditentukan dari kompetensi
dan profesionalitas seorang guru di kelas. Indikasi sederhana mengukur
kompetensi dan profesionalitas ini, dapat dilakukan dengan melihat kesiapan dan
kematangan seorang guru di kelas dan tanggungjawabnya dalam menunaikan
tugas profesinya.
Guru memegang peranan yang sangat menentukan bagi keberhasilan
pembelajaran di kelas. Cooper3 mengidentifikasi ada sepuluh jenis kecakapan
yang menjadi peryaratan dasar jika seorang guru akan beridiri di depan kelas.
Pertama, guru harus dapat berperan sebagai pembuat keputusan. Kedua, guru
harus dapat sebagai perencana pembelajaran. Ketiga, guru harus berperan sebagai
penentu tujuan pembelajaran, Keempat, guru harus memiliki kecakapan
menyampaikan pelajaran, Kelima guru harus cakap bertanya untuk
mendinamikakan kelas, Keenam, guru harus memahami konsep pengajaran dan
pembelajaran, Ketujuh, guru harus cakap berkomunikasi, Kedelapan guru harus
memahami konsep pengajaran dan mampu mengendalikan kelas, Kesembilan,
guru harus dapat mengakomodir seluruh kebutuhan peserta belajar, kesupuluh,
guru harus dapat melakukan evaluasi.
Kesepuluh kecakapan dasar yang dikemukakan, pada dasarnya juga
merupakan potensi dasar yang harus dimiliki sebagai kompetensi seorang guru,
“guru yang akan memasuki kelas dan mengajar dengan tanpa kesiapan, maka dia harus siap
keluar tanpa kehormatan dan kewibawaan”. Hal ini adalah wajar, karena siswa, dapat
menilai dan melihat langsung para gurunya yang siap mengajar atau tidak.
Seorang guru, harus memiliki sejumlah kiat dalam melakukan
pembelajaran. Kiat yang dimiliki, bukan saja untuk mencapai tujuan
pembelajaran, tetapi lebih jauh dari itu adalah dalam rangka menumbuhkan minat
belajar siswa. Seorang guru yang berkompetensi, cerdas dan professional
memiliki seperangkat seorang guru yang berkompetensi, cerdas dan professional
2Gagne, Paschological Prinsiple in System Development. (New York : Hore, Rinehart and Watso. Pub.
Robert Gagne, 1989), hlm. 62
3 Cooper, Classroom Teaching Skill. (USA : Health and Company, 1990), hlm. 127
memiliki seperangkat kita khusus dalam kelas. Dengan itu pula dia akan menjadi
guru yang dirindukan kehadirannya di kelas. Kalau demikian halnya, seberat
apapun bidang studi yang diajarkan, akan diminati dan dianggap diringan oleh
siswa.
Nyatanya tidak semua guru mampu melakukan hal di atas, mungkin karena
banysknya pekerjaan smpingan yang dilakukan selain menjalankan tugas sebagai
guru, mungkin juga tidak memiliki pengetahuan yang memadai untuk mendesain
pembelajaran secara sistematis, atau mungkin menganggap bahwa pembelajaran
yang hendak dilakukan sudah dapat dikuasai sehingga merasa tidak perlu didesain
atau direncanakan.
Anggapan seperti ini telah berimbas pada kepercayaan diri sebagian
pendidik unutk melaksanakan pembelajaran tanpa bermodalkan rancangan
pelaksanaan pembelajaran (RPP), silabus, atau sumber-sumber belajar yang
memadai. Akibatnya, pembelajaran cendrung dilaksanakan dengan menggunakan
metode langsung (direct method) berupa ceramah yang sering tidak terkontrol, baik
dalam kaitannya dengan penggunaan waktu maupun penyampaian materi yang
terkadang “gawur” tanpa arah yang jelas.
Selain itu, pembelajaran cenderung berorientasi konten dan mengabaikan
tujuan; penyajian materi pembelajaran diberikan berdasarkan pengetahuan
pendidik, bukan berlandaskan pada kebutuhan peserta didik; metode dan strategi
pembelajaran monoton dan hanya berlangsung searah, bukan memaksimalkan
berbagai sumber belajar untuk menjangkau masing-masing individu peserta
didik; penggunaan media dan teknologi pembelajaran masih bersifat
konvensional dan penilaiannya hanya berorientasi hasil, bukan proses. Empat
level penilaian seperti yang dijelaskan oleh Kirkpatrick4, yang mencakup reaksi,
pemahaman dalam belajar, perilaku, dan hasil belajar belum menjadi bagian yang
integral dalam pelaksanaan pembelajaran.
Di sinilah desain pembelajaran diperlukan sehingga setiap pembelajaran
termasuk pembelajaran PAI yang dilakukan dapat mencapai efektivitas dan
efisiensi. Dikatakan efektivitas karena pembelajaran yang telah didesain itu telah
dilakukan dengan benar (doing the things right) dan dikatakan efesiensi karena telah
melaksnakan pembelajaran yang benar (doing the right things).
4
Kirkpatrick, Evaluating Training Programs: The Four Levels, (San Fransisco: Berrett-Koehlers, 2006), hlm.
71
B. PENGERTIAN DESAIN PEMBELAJARAN DAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
1. Pengertian Desain Pembelajaran
Desain adalah sebuah istilah yang diambil dari kata Design yang berarti
perencanaan atau rancangan. Ada pula yang mengartikan dengan “Persiapan”.
Di dalam ilmu manajemen pendidikan atau ilmu administrasi pendidikan,
perencanaan disebut dengan istilah planning yaitu “persiapan menyusun suatu
keputusan berupa langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau
pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu”.5
Sedangkan menurut Wina Sanjaya, yang dimaksud desain adalah
rancangan, pola, atau model.6 Dan terdapat pula beberapa pengertian
mengenai desain pembelajaran (instructional design). Herbet Simon mengartikan
desain sebagai proses pemecahan masalah. Tujuan sebuah desain adalah
untuk mencapai solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan
memanfaatkan sejumlah informasi yang tersedia. Dengan demikian, suatu
desain muncul karena kebutuhan manusia untuk memecahkan suatu
persoalan. Melalui suatu desain orang bisa melakukan langkah-langkah yang
sistematis untuk memecahkan suatu persoalan yang dihadapi.7
Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang,
misalnya sebagai disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses.
Sebagai disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan teori
tentang strategi serta proses pengembangan pembelajaran dan pelaksanaan.
Sebagai ilmu, desain pembelajaran merupakan ilmu untuk menciptakan
spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasi
yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan
mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas.
Sebagai sistem, desain pembelajaran merupakan pengembangan sistem
pembelajaran dan system pelaksanaan termasuk sarana serta prosedur untuk
meningkatkan mutu belajar.
Sementara itu desain pembelajaran sebagai proses menurut Syaiful
Sagala adalah pengembangan pengajaran secara sistematik yang digunakan
secara khusus teori-teori pembelajaran unuk menjamin kualitas
8 Saiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2005), hlm. 136
9 Harjanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 95
Proses ini berisi penentuan status awal dari pemahaman peserta didik,
perumusan tujuan pembelajaran, dan merancang "perlakuan" berbasis-media
untuk membantu terjadinya transisi. Idealnya proses ini berdasar pada
informasi dari teori belajar yang sudah teruji secara pedagogis dan dapat
terjadi hanya pada siswa, dipandu oleh guru, atau dalam latar berbasis
komunitas.
10 Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, (Surabaya: Usaha Nasional,
1987), hlm. 7
11 Djumaransyah, Filsafat Pendidikan, (Malang : Bayu Media, 2006), hlm. 24
umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
Pendidikan agama Islam sebagai usaha sadar, yakni suatu kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan latihan yang dilakukan secara berencana dan sadar atas tujuan
yang hendak dicapai.12
Sedangkan menurut Zakiyah Derajat, pendidikan agama Islam adalah
suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat
memahami ajaran Islam secara menyeluruh lalu menghayati tujuan yang
akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pendangan
hidup.13
Pendapat Al-Ghazali tentang pendidikan pada umumnya sejalan
dengan trend-trend agama dan etika. Al-Ghazali juga tidak melupakan
masalah-masalah duniawi, karena ia beri ruang dalam sistem pendidikannya
bagi perkembangan duniawi. Tetapi dalam pandangannya, mempersiapkan
diri untuk masalah- masalah dunia itu hanya dimaksudkan sebagai jalan
menuju kebahagiaan hidup di alam akhirat yang lebih utama dan kekal. Dunia
adalah alat perkebunan untuk kehidupan akhirat, sebagai alat yang akan
mengantarkan seseorang menemui Tuhannya. Ini tentunya bagi yang
memandangnya sebagai alat dan tempat tinggal sementara, bukan bagi orang
yang memandangnya sebagai tempat untuk selamanya.
Akan tetapi pendapat Al-Ghazali tersebut, di samping bercorak
agamis yang merupakan ciri spesifik pendidikan Islam, tampak pula
cenderung kepada sisi keruhanian. Maka sasaran pendidikan menurut Al-
Ghazali, adalah kesempurnaan insani di dunia dan akhirat. Dan manusia akan
sampai kepada tingkat kesempurnaan itu hanya dengan menguasai sifat
keutamaan melalui jalur ilmu. Keutamaan itulah yang akan membuat dia
bahagia di dunia dan mendekatkan dia kepada Allah SWT. sehingga ia menjadi
bahagia di akhirat kelak.14
12 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: Rosda Karya, 2004), hlm. 75-76
13 Zakiyah Derajat, Pendidikan Agama dan Pembinaan Mental (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 6
14 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001),
hlm. 86-87
pendidikan Agama Islam, atau sebaliknya ketika seseorang berbicara tentang
pendidikan agama Islam justru yang dibahas di dalamya adalah tentang
pendidikan Islam. padahal kedua istilah tersebut memiliki substansi yang
berbeda.15
Menurut Ahmad Tafsir16 dan Muhaimin17 yang membedakan antara
pendidikan Islam dan pendidikan agama Islam (PAI). PAI dibakukan sebagai
nama kegiatan mendidikkan agama Islam. PAI sebagai mata pelajaran, dalam
hal ini PAI sejajar dengan mata pelajaran matematika, IPA, IPS, PPKn,
PJOK, dan mata pelajaran lainnya.
Sedangkan pendidikan Islam adalah nama system, yaitu system
pendidikan yang Islami, yang memiliki komponen-komonen yang secara
keseluruhan mendudkung terwujudnya sosok Muslim yang diidealkan.
Pendidikan Islam ialah pendidikan yang teoriteorinya disusun berdasarkan al-
Qur‘an dan al-Hadits.
15 Wathoni, Integrasi Pendidikan Islam Dan Sains: Rekonstruksi Paradigma Pendidikan Islam, (Ponorogo:
Penerbit CV Uwais Inspirasi Indonesia Ponorogo, 2018), hlm. 42
16 Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 31
17 Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam Mengurai Benag Kusut DuniaPendidikan, (Jakarta: PT
D. RANGKUMAN
Desain adalah proses untuk menentukan kondisi belajar. Proses desain
system pembelajaran menghasilkan suatu rencana blueprint unutk mengarahkan
pengembangan pembelajaran. Blueprint disebut prototype, suatu versi fungsional
dari satuan pembelajaran biasanya masih dalam bentuk yang belum selesai,
dimana evektifitas dan efisiensinya masih perlu diuji. Terdapat empat kawasan
desain, yakni: (1) desain system pembelajaran, (2) desain pesan, (3) desain strategi
pembelajaran, (4) desain karakteristik peserta didik.
Desain pembelajaran diperlukan agar pembelajaran yang dilakukan dapat
mencapai efektivitas dan efisiensi. Bukan pembelajaran yang mengandalkan
metode ceramah yang sering tidak terkontrol dan terkadang “ngawur” tanpa arah
yang jelas. Efektif berarti melakukan sesuatu dengan benar (doing the things right),
dan efisiensi berarti melaksnakan sesuatu yang benar (doing the right things).
Karakteristik pembelajaran antara lain: (1) berpusat pada siswa; (2) desain
pembelajaran berorientasi tujuan; (3) terfokus pada pengembangan atau
perbaikan kinerja peserta didik; (4) mengarahkan hasil yang dapat diukur melalui
cara yang valid dan dapat dipercaya; (5) bersifat empiris, berulang, dan dapat
dikoreksi sendiri; dan (6) uapaya besama dalam tim.
E. LATIHAN
Jawablah pertnyaan-pertnyaan berikut berdasarkan bacaan di atas!
1. Apa yang dimaksud dengan desain, pembelajaran, desain pembelajaran dan
Pendidikan Agama Islam menurut saudara?
2. Apa perbedaan Pendidikan Islam dengan Pendidikan Agama Islam?
3. Mengapa desain pembelajaran itu penting unutk dipelajari?
4. Apa yang dimkasud dengan desain pembelajaran harus berorientasi tujuan?
Jelaskan menurut pendapat Anda sendiri!
5. Uaraikan karakteristik desain pembelajaran!
F. REFERENSI
Cooper. 1990. Classroom Teaching Skill. USA: Health and Company
Derajat, Zakiyah. 1975. Pendidikan Agama dan Pembinaan Mental. Jakarta: Bulan
Bintang.
Djumaransyah. 2006. Filsafat Pendidikan, Malang Bayu Media
Gagne, Robert M. 1989. Paschological Prinsiple in System Development. New York:
Hore, Rinehart and Watso. Pub. Robert Gagne
Harjanto. 2008. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Muhaimin. 2004. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Rosda Karya
Muhaimin. 2006. Nuansa Baru Pendidikan Islam Mengurai Benag Kusut
DuniaPendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Nata, Abuddin. 2001. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Reiser and Dempsey. 2012. Trends dan Issues in Instructional Design and Technology.
New York: Pearson.
Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Sagala, Saiful. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
Tafsir, Ahmad. 2005. Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tim Dosen FIP-IKIP Malang. 1987. Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan.
Surabaya: Usaha Nasional
Wathoni, Lalu Muhammad Nurul. 2018. Integrasi Pendidikan Islam Dan Sains:
Rekonstruksi Paradigma Pendidikan Islam. Ponorogo: Penerbit CV Uwais
Inspirasi Indonesia Ponorogo