Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

SIROSIS HEPATIS DAN ASITES PERMAGNA

Disusun oleh :
Kenny Jhody S, S. Ked I4061211003

Dokter Pembimbing:
dr. Sony Y Wibisono, Sp. PD-KGH

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
RSUD DR SOEDARSO
PONTIANAK
2022
LEMBAR PERSETUJIAN

Telah disetujui referat dengan judul:


“SIROSIS HEPATIS DAN ASITES PERMAGNA”
Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam
RSUD dr. Soedarso Pontianak

Pontianak, Oktober 2022


Disetujui Oleh Penyusun

dr. Sony Y Wibisono, Sp. PD-KGH Kenny Jhody S, S. Ked


Dokter Spesialis Penyakit Dalam Dokter Muda
1. BAB I
PENYAJIAN KASUS

1.1. Identitas Pasien


Nama : An. M
No. RM : 1653XX
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir/ Usia : 12 Desember 1954 / 68 th
Agama : Islam
Alamat : Kubu Raya
Tanggal Masuk RS : 9 September 2022
Tanggal keluar RS : 15 September 2022
Pembiayaan : BPJS

1.2. Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak sejak 2 minggu yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak sejak ± 2 minggu yang lalu.
Keluhan sesak dirasakan pasien memberat dalam 1 minggu terakhir. Keluhan sesak
disertai badan yang cepat lelah dengan aktivitas fisik ringan yang membaik saat
pasien beristirahat, pasien juga mengeluhkan perut yang semakin besar sejak 1
bulan yang lalu, badan yang semakin kurus, perut terasa penuh dengan makan
sedikit. Keluarga pasien mengatakan ± 2 bulan yang lalu pasien pernah dirawat di
RS dr. Soedarso. Pasien juga mengeluhkan hal yang sama saat 2 bulan yang lalu
dan cairan diperut disedot sebanyak ± 10 liter. BAB (-) ± 4 hari selama dirawat,
biasanya BAB lancar. Buang air kecil (BAK) warnanya seperti teh, pasien lupa
sejak kapan warna urin berubah.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal riwayat hipertensi, diabetes melitus, stroke, kejang, dan
penyakit jantung.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan penyakit serupa pada keluarga pasien disangkal.
Riwayat Kebiasaan, Sosial dan Ekonomi.
Pasien merupakan seorang petani yang bekerja di ladang. Pasien tinggal
bersama istri dan 2 anaknya. Pasien memiliki riwayat merokok. Alkohol, Diabetes
Melitus, Hipertensi, Hiperkolesterolemia, penyakit jantung, dan penyakit ginjal
disangkal oleh pasien.

1.3.Pemeriksaan Fisik (12 September 2022)


Pemeriksaan Tanda Vital
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
Keadaan Umum : Tampak Sesak
Tekanan Darah : 93/ 68 mmHg
Nadi : 65 x/ menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36.3 oC
SpO2 : 99% dengan O2 6 lpm

Status Generalis
Kepala : Normocephal, atrofi musculus temporalis
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+)
Hidung : Sekret (-), napas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa bibir kering (+)
Leher : JVP Normal, Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-)
Thorax (Paru)
• Inspeksi : Pergerakan dada simetris statis dan dinamis, retraksi (-)
• Palpasi : Vokal fremitus sama kanan dan kiri
• Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
• Auskultasi : SND Vesikuler (+/+), ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Thorax (Jantung)
• Inspeksi : Ikuts kordis tidak terlihat
• Palpasi : Ikuts kordis teraba pada linea midclavicula sela iga 4
• Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
• Auskultasi : S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
• Inspeksi : Distensi (+)
• Auskultasi : Bising Usus (-)
• Palpasi : Perut terasa mengeras, Undulasi (+), nyeri tekan (+), limpa
dan hepar sulit dinilai
• Perkusi : Shifting dullness (+)
Ekstremitas : CRT<2s, akral hangat (+/+), edema tungkai kaki (+/+)

1.4.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hematologi
a. 9 September 2022
Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
Leukosit 2.98 103 /uL 4.5 – 11
Eritrosit 3.06 106 /uL 4.6 – 6.0
Hemoglobin 10.1 g/dL 12-16
Hematokrit 28.4 % 36-54
MCV 92.8 fL 82-92
MCH 33.0 pg 27.0 – 31.0
MCHC 35.6 g/dL 32.0-37.0
Trombosit 73 103 /uL 150-440
b. 12 September 2022
Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
Leukosit 3.46 103 /uL 4.5 – 11
Eritrosit 3.08 106 /uL 4.6 – 6.0
Hemoglobin 10.2 g/dL 12-16
Hematokrit 29.4 % 36-54
MCV 95.5 fL 82-92
MCH 33.1 pg 27.0 – 31.0
MCHC 34.7 g/dL 32.0-37.0
Trombosit 39 103 /uL 150-440
c. 26 September 2022
Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
Leukosit 3.08 103 /uL 4.5 – 11
Eritrosit 3.23 106 /uL 4.6 – 6.0
Hemoglobin 10.6 g/dL 12-16
Hematokrit 32.3 % 36-54
MCV 100.0 fL 82-92
MCH 32.8 pg 27.0 – 31.0
MCHC 32.8 g/dL 32.0-37.0
Trombosit 54 103 /uL 150-440

Kimia Klinik
a. 9 September 2022
Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
GDS 102 mg/ dL 70 – 150
Ureum 59.7 mg/ dL 13.0 – 43.0
Kreatinin 0.88 mg/ dL 0.60 – 1.40
SGOT 105.6 U/ L 1.0 – 40.0
SGPT 65.2 U/ L 1.0 – 45.0
ALB 1.7 g/ dL 3.8 – 5.5
b. 26 September 2022
Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
GDS 80 mg/ dL 70 – 150
Ureum 75.1 mg/ dL 13.0 – 43.0
Kreatinin 1.29 mg/ dL 0.60 – 1.40
SGOT 84.5 U/ L 1.0 – 40.0
SGPT 45.5 U/ L 1.0 – 45.0
ALB 2.3 g/ dL 3.8 – 5.5
Elektrolit
a. 10 September 2022
Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
Na+ 140.09 mmol/L 135-147
K+ 3.24 mmol/L 3.50-5.0
Cl- 101.58 mmol/L 95-105
Ca 1.10 mmol/L 1.00-1.50
b. 26 September 2022
Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
Na+ 132.71 mmol/L 135-147
K+ 4.37 mmol/L 3.50-5.0
Cl- 97.23 mmol/L 95-105
Ca 1.00 mmol/L 1.00-1.50

Kimia Klinik 12 September 2022


Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
GDS 102 mg/ dL 70 – 150

Albumin setiap 24 jam (September 2022)


Albumin
Tanggal
Hasil Satuan Nilai Normal
11 2.3
12 2.1
13 2.1 gr/ dL 3.8 – 5.5
14 2.5
26 2.3

Thorax PA
Hasil Foto Thorax AP:
Inspirasi kurang adekuat
Jantung ukuran tidak membesar
Aorta elongasi. Mediastinum superior tidak melebar
Trakea relatif di tengah. Kedua hilus tidak menebal
Tampak kesuraman laterobasal di hemithorak kanan.
Lengkung diafragma dan sinus kostofrenikus kanan letak tinggi.
Tulang-tulang dinding dada yang tervisualisasi optimal kesan intak.

Kesan:
Aorta elongasi
Suspek efusi pleura kanan
Lengkung diafragma kanan letak tinggi, Dd/ ascites, organomegali

1.5. Diagnois
1. Efusi pleura kanan
2. Sirosis Hepatis
3. Ascites permagna
4. Trombositopenia
5. Hipoalbuminemia
6. Electrolit imbalance e.c. hipokalemia

1.6.Tatalaksana
12 September – 15 September 2022
1. Inf D10% 20 tpm
2. Inf Albumin 25% 100 cc
3. Inj Cefotaxime 3 x 1 gr (IV)
4. Lactulac syr 3 x 10 ml (PO)
5. Spironolacton 2 x 100 mg (PO)
6. Furosemide 2 x 1 tab (PO)
7. Onoiwa 3 x 2 tab (PO)
8. Fleet phosphosoda sekali minum
27 September – 28 September 2020
1. Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
2. Furosemid 2 x 40 mg (PO)
3. Spironolakton 2 x 200 mg (PO)
4. Inf Albumin 1 x 100ml (IV)
5. Cefotaxime 3 x 1gr (IV)
6. Lactulac syr 3 x 10cc (PO)
7. D10% + Aminoleban 20 tpm (IV)
8. Onoiwa 3 x 2 tab (PO)

1.7. Follow-up (S O A P)
1. Senin, 12 September 2022. Pukul 06.00
S/ Sesak (+), perut semakin membesar, makan hanya bisa sedikit, perut cepat
terasa penuh, cepat lelah, badan semakin kurus, tidak bisa BAB sudah 4 hari,
BAK seperti teh, kaki bengkak (+), Nyeri pada perut.
O/ KU: TSB RR: 24 x/ menit
TD: 120/ 70 mmHg T: 36.2 oC
HR: 71 x/ menit SpO2: 99% dengan O2 6 lpm
Mata: CA (+/+), SI (+/+)
Pulmo: SND Ves (+/+), Rh (+/+)
Abdomen: Distensi (+), Undulasi (+), BU(-), Hepar dan lien
sulit dinilai
Ekstremitas: Edema tungkai bawah (+/+)
• Kimia Klinik (9//9/22) • Hematologi (12/9/22)
Ureum 59.7 HGB 10.2
SGOT 105.6 PLT 39
SGPT 65.2 • Elektrolit (10/9/22)
ALB(12/9) 2.1 K+ 3.24
• Thorax PA:
Aorta Elongasi
Suspek efusi pleura kanan
Lengkung diafragma kanan letak tinggi, Dd/ ascites,
organomegali

A/ Efusi Pleura
Sirosis Hepatis
Asites permagna
Hipoalbuminemia
Trombositopenia
Electrolit imbalance e.c. hipokalemia
P/ Inf D10% 20 tpm
Inf Albumin 25% 100 cc
Inj Cefotaxime 3 x 1 gr (IV)
Lactulac syr 3 x 10 ml (PO)
Spironolacton 2 x 100 mg (PO)
Furosemide 2 x 1 tab (PO)
Onoiwa 3 x 2 tab (PO)
R/ Pungsi asites

2. Senin, 12 September 2022. Pukul 12.00


S/ Pasien post pungsi asites dari jam 10.40 – 11.10 sebanyak ± 13L
O/ TD pre Pungsi: 136/ 78 mmHg HR: 80 x/ menit
TD Post Pungsi: 109/ 65 mmHg HR: 100 x/ menit
A/ Post pungsi asites e.c. Asites Permagna
P/ Guyur Asering
Bolus D40% 2 flc (IV)

3. Selasa, 13 September 2022


S/ Sesak (-), Nyeri perut (-), bengkak di kaki (+), belum ada BAB sudah 5
hari, Nafsu makan sudah mulai baik.
O/ KU: TSR RR: 22 x/ menit
TD: 110/ 58 mmHg T: 36.3 oC
HR: 80 x/ menit SpO2: 98%
Mata: SI (+/+)
Pulmo: SND Ves (+/+), Rh (+/+)
Abdomen: Datar (+), BU (-)
Ekstremitas: Edema tungkai bawah (+/+)
• Kimia Klinik (13//9/22)
Albumin 2.1 gr/ dL
GDS 87 mg/ dL
A/ Efusi Pleura
Sirosis Hepatis
Post pungsi asites e.c. Asites permagna
Hipoalbuminemia
Trombositopenia
Electrolit imbalance e.c. hipokalemia
P/ Inf D10% 20 tpm
Inf Albumin 25% 100 cc
Inj Cefotaxime 3 x 1 gr (IV)
Lactulac syr 3 x 10 ml (PO)
Spironolacton 2 x 100 mg (PO)
Furosemide 2 x 1 tab (PO)
Onoiwa 3 x 2 tab (PO)
Fleet phosphosoda sekali minum

4. Rabu, 14 September 2022


S/ Sesak (-), Nyeri perut (-), bengkak di kaki (-), sudah bisa BAB total 2x
konsistensi lembek, badan cepat lelah
O/ KU: TSR RR: 18 x/ menit
TD: 110/ 60 mmHg T: 36.3 oC
HR: 76 x/ menit SpO2: 98%
Mata: SI (+/+)
Pulmo: SND Ves (+/+), Rh (-/-)
Abdomen: Datar (+), BU (-),
Ekstremitas: Edema tungkai bawah (-/-)
• Kimia Klinik (14//9/22)
Albumin 2.5 gr/ dL

A/ Efusi Pleura
Sirosis Hepatis
Post pungsi asites e.c. Asites permagna
Hipoalbuminemia
Trombositopenia
Electrolit imbalance e.c. hipokalemia
P/ Inf D10% 20 tpm
Inf Albumin 25% 100 cc
Inj Cefotaxime 3 x 1 gr (IV)
Lactulac syr 3 x 10 ml (PO)
Spironolacton 2 x 100 mg (PO)
Furosemide 2 x 1 tab (PO)
Onoiwa 3 x 2 tab (PO)

5. Kamis, 15 September 2022


S/ Sesak (-), Nyeri perut (-), bengkak di kaki (-), BAB (+), badan masih cepat
lelah
O/ KU: TSR RR: 18 x/ menit
TD: 114/ 59 mmHg T: 36.3 oC
HR: 76 x/ menit SpO2: 98%
• Kimia Klinik (15//9/22)
Albumin 3 gr/ dL
A/ Efusi Pleura
Sirosis Hepatis
Post pungsi asites e.c. Asites permagna
Hipoalbuminemia
Trombositopenia
Electrolit imbalance e.c. hipokalemia
P/ Inf D10% 20 tpm
Inf Albumin 25% 100 cc
Inj Cefotaxime 3 x 1 gr (IV)
Lactulac syr 3 x 10 ml (PO)
Spironolacton 2 x 100 mg (PO)
Furosemide 2 x 1 tab (PO)
Onoiwa 3 x 2 tab (PO)
R/ Pasien pulang tanggal 15 September 2022
6. Kamis, 27 September 2022
S/ Pasien datang kembali dengan keluhan sesak dan perut membesar. Pasien
post pungsi ulang tanggal 26 September 2022 oleh dokter muda Dwi Ayu dan
Ling Ling, didapatkan ascites sebanyak 7L
O/ KU: TSB RR: 15 x/ menit (Kusmaul)
TD: 114/ 65 mmHg T: 36.8 oC
HR: 70 x/ menit SpO2: 90 - 95%
Kepala: Atrofi musculus temporalis sinistra
Mata: SI (+/+)
Pulmo: SND Ves (↓/↓), Rh (-/-)
Abdomen: datar, supel, NT seluruh regio abdomen, schuffner
3-4
Ekstremitas: Edema tungkai bawah (+/+). Flapping tremor (+)
• Kimia Klinik (26//9/22) • Hematologi (12/9/22)
Ureum 75.1 HGB 10.6
SGOT 84.5 PLT 54
SGPT 45.5 • Elektrolit (10/9/22)
ALB 2.3 Na+ 132.71

Pre parasintesis Post parasintesis


A/ Sirosis Hepatis
Post pungsi asites e.c. Asites permagna
Ensefalopati Hepatikum
Hipoalbuminemia
Trombositopenia
Electrolit imbalance e.c hiponatremia
P/ Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
Furosemid 2 x 40 mg (PO)
Spironolakton 2 x 200 mg (PO)
Inf Albumin 1 x 100ml (IV)
Cefotaxime 3 x 1gr (IV)
Lactulac syr 3 x 10cc (PO)
D10% + Aminoleban 20 tpm (IV)
Onoiwa 3 x 2 tab (PO)

7. Jumat, 28 September 2022


S/ Terjadi penurunan kesadaran pada pasien. Sejak subuh sudah tidak mau
berbicara dan menghiraukan sekitar. Keluarga meminta untuk pasien di bawa
pulang
O/ Kes: Apatis RR: 14 x/ menit (Kusmaul)
TD: 123/ 67 mmHg T: 36.8 oC
HR: 101 x/ menit SpO2: 97% O2 4 lpm
Kepala: Atrofi musculus temporalis sinistra
Mata: SI (+/+)
Pulmo: SND Ves (↓/↓), Rh (-/-)
Abdomen: datar, supel, schuffner 3-4
Ekstremitas: Edema tungkai bawah (+/+).

A/ Sirosis Hepatis
Post pungsi asites e.c. Asites permagna
Ensefalopati Hepatikum
Hipoalbuminemia
Trombositopenia
Electrolit imbalance e.c hiponatremia
P/ Pasien APS
1.8.Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad malam
Ad Functionam : Dubia ad malam
Ad Sanationam : Dubia ad malam
2. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Anatomi Hati
Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1.500 gr. 2 %
berat badan orang dewasa normal. Hati merupakan organ lunak yang lentur dan
tercetak oleh struktur sekitar. Hati memiliki permukaan superior yang cembung dan
terletak di bawah kubah merupakan atap dari ginjal, lambung, pankreas dan usus.
Hati memiliki dua lobus yaitu kiri dan kanan. Setiap lobus hati terbagi menjadi
struktur-struktur yang disebut lobulus, yang merupakan unit mikroskopi dan
fungsional organ.

Gambar 2.1 Permukaan hati anterior1


Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fissura
segmentalis yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial
dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum
falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen. Permukaan
hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan
posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang
merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong hati. Dibawah peritoneum
terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan kapsula Glisson, yang
meliputi seluruh permukaan organ; kapsula ini melapisi mulai dari hilus atau porta
hepatis di permukaan inferior, melanjutkan diri ke dalam massa hati, membentuk
rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu.1
Hati memiliki maksimal 100.000 lobulus. Di antara lempengan sel hati terdapat
kapiler-kapiler yang disebut sebagai sinusoid. Sinusoid dibatasi oleh sel fagostik
dan sel kupffer. Sel kupffer fungsinya adalah menelan bakteri dan benda asing lain
dalam darah.

Gambar 2.2 Permukaan hati posterior.1


Hati terbagi menjadi 8 segmen berdasarkan percabangan arteri hepatis, vena
porta dan duktus pankreatikus sesuai dengan segi praktisnya terutama untuk
keperluan reseksi bagian pada pembedahan. Pars hepatis dekstra dibagi menjadi
divisi medialis dekstra (segmentum anterior medialis dekstra dan segmentum
posterior medialis dekstra) dan divisi lateralis dekstra (segmentum anterior lateralis
dekstra dan segmantum posterior lateralis dekstra). Pars hepatis sinistra dibagi
menjadi pars post hepatis lobus kaudatus, divisio lateralis sinistra (segmantum
posterior lateralis sinistra dan segmantum anterior lateralis sinistra) dan divisio
medialis sinistra (segmentum medialis sinistra). 1
Gambar 3.3 Pembagian Segmen Hati.1

2.2. Fisiologi Hati


Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperan pada hampir
setiap fungsi metabolik tubuh, dan khususnya bertanggung jawab atas lebih dari
500 aktivitas berbeda. Untunglah hati memiliki kapasitas cadangan yang besar, dan
hanya dengan 10-20% jaringan yang berfungsi, hati mampu mempertahankan
kehidupan. Destruksi total atau pembuangan hati mengakibatkan kematian dalam
10 jam. Hati memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Pada sebagian besar
kasus, pengangkatan sebagian hati, baik karena sel sudah mati atau sakit, akan
diganti dengan jaringan hati yang baru.2
Fungsi Keterangan
Pembentukan dan ekskresi empedu
• Metabolisme garam Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak dan
empedu vitamin yang larut dalam lemak di usu.
• Metabolisme pigmen Bilirubin, pigmen empedu utama, merupakan hasil akhir
empedu metabolisme pemecahan sel darah merah yang sudah tua; proses
konjugasinya.
Metabolisme
Karbohidrat Hati memegang peranan penting dalam mempertahankan
• Glikogenesis kadar glukosa darah normal dan menyediakan energi untuk
• Glikogenolisis tubuh. Karbohidrat disimpan dalam hati sebagai glikogen.
• Glukoneogenesis
Metabolisme Protein
• Sintesis protein Protein serum yang disintesis oleh hati termasuk albumin
serta α dan β globulin (γ globulin tidak). Faktor pembekuan
darah yang disintesis oleh hati adalah fibrinogen (I),
protrombin (II), dan faktor V, VII, VIII, IX, dan X. Vitamin
K diperlukan sebagai kofaktor pada sintesis semua faktor ini
kecuali faktor V.
• Pembentukan urea Urea dibentuk semata-mata dalam hati dari NH3, yang
kemudian diekskresi dalam kemih dan feses.
• Penyimpanan protein NH3 dibentuk dari deaminsasi asam amino dan kerja bakteri
(asam amino) usus terhadap asam amino.
Metabolisme lemak
• Ketogenesis Hidrolisis trigliserida, kolesterol, fosfolipid, dan lipoprotein
(diabsorbsi dari usus) menjadi asam lemak dan gliserol.
• Sintesis kolesterol Hati memegang peranan utama pada sintesis kolesterol,
sebagian besar diekskresi dalam empedu sebagai kolesterol
atau asam kolat.
• Penyimpanan lemak
Penyimpanan vitamin Vitamin yang larut lemak (A, D, E, K) disimpan dalam hati;
dan mineral juga vitamin B12, tembaga dan besi.
Metabolisme steroid Hati menginaktifkan dan mensekresi aldosteron,
glukokortikoid, estrogen, dan testosteron.
Detoksifikasi Hati bertanggung jawab atas biotransformasi zat-zat
berbahaya menjadi zat-zat tidak berbahaya yang kemudian
dieksresi oleh ginjal (misalnya obat-obatan)
Ruang penampung Sinusoid hati merupakan depot darah yang mengalir kembali
dan fungsi penyaring dari vena kava (payah jantung kanan); kerja fagositik sel
Kupffer membuang bakteri dan debris dari darah.
2.3. Sirosis Hepatis
Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Hal ini akibat nekrosis
hepatoselular.3
Sirosis merupakan komplikasi penyakit hati yang ditandai dengan
menghilangnya sel-sel hati dan pembentukan jaringan ikat dalam hati yang
ireversibel. WHO memberi batasan histologi sirosis sebagai proses kelainan hati
yang bersifat difus (hampir merata), ditandai fibrosis dan perubahan bentuk hati
normal ke bentuk nodul-nodul yang abnormal.4 Sirosis berbeda dengan fibrosis,
Pembentukan nodul tanpa fibrosis, seperti dalam transformasi parsial, bukan
merupakan sirosis.5
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata dan sirosis
hati dekompensata. Sirosis hati kompensata artinya belum adanya gejala klinis yang
nyata dan merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik, sedangkan sirosis hati
kompensata yang di tandai gejala – gejala dan tanda klinis yang jelas.3
Epidemiologi
Sirosis adalah penyebab kematian ke 12 di Amerika Serikat, terhitung hampir
32.000 kematian setiap tahun.6 Lebih dari 40% pasien sirosis asimomatis.3 Menurut
laporan Rumah Sakit Umum Pemerintah di Indonesia, rata-rata prevalensi sirosis
hati adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam atau rata-
rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat. Perbandingan prevalensi
sirosis pada pria: wanita adalah 2,1 : 1 dan usia rata-rata 44 tahun.4 Perlemakan hati
akan mengakibatkan steatohepatitis non-alkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan
berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%.3

Etiologi
Penyebab tersering sirosis pada negara barat ialah alkoholik, sedangkan di
Indonesia terutama akibat infeksi virus Hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di
Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan
virus hepatitis C 30-40% dan sisanya termasuk kelompok virus bukan B dan C.3
Konsumsi alkohol dan autoimun juga dapat mempengaruhi terjadinya sirosis hati. 5
Penyakit perlemakan hati non alkoholik (NASH) yaitu terdapat lemak dalam
hepatosit (sel-sel hati) dapat menyebabkan komplikasi berupa peradangan atau
inflamasi hati atau fibrosis juga dapat menyebabkan terjadinya sirosis kriptogenik
(penyebab tidak diketahui pasti).4
Tabel 1. Sebab-sebab Sirosis dan/atau Penyakit Hati Kronik
Penyakit Infeksi
Bruselosis
Ekinokokus
Skistosomiasis
Toksoplasmosis
Hepatitis virus (Hepatitis B, Hepatitis C, Hepatitis D, Sitomegalovirus)
Penyakit Keturunan dan Metabolik
Defisiensi α1-antitrripsin
Sindrom Fanconi
Galaktosemia
Penyakit Gaucher
Penyakit simpanan glikogen
Hemokromatosis
Intoleransi fluktosa herediter
Tirosinemia herediter
Penyakit Wilson
Obat dan Toksin
Alkohol
Amiodaron
Arsenik
Obstruksi bilier
Penyakit perlemakan hati non alkoholik
Sirosis bilier primer
Kolangitis sklerotis primer
Penyebab lain atau Tidak terbukti
Penyakit usus inflamasi kronik
Fibrosis Kistik
Pintas Jejunoileal
Sarkoidosis

1. Hepatitis B
Hepatitis B merupakan infeksi virus yang menyebabkan peradangan dan
kerusakan pada hati. Infeksi kronis dapat menyebabkan kerusakan dan peradangan,
fibrosis, dan sirosis. Virus hepatitis B menyebar melalui kontak dengan darah yang
terinfeksi, seperti kecelakaan jarum suntik, penggunaan narkoba suntikan, atau
menerima transfusi darah sebelum pertengahan 1980-an. Hepatitis B juga dapat
menyebar melalui kontak seksual dengan orang yang terinfeksi dan dari ibu yang
terinfeksi ke anak selama persalinan. Sayangnya, banyak orang menyadari bahwa
mereka memiliki hepatitis B kronis ketika mereka mengalami gejala sirosis.
Penyakit ini dapat dicegah dengan vaksin hepatitis B yang dapat diberikan pada
bayi baru lahir, anak-anak, dan orang dewasa yang berisiko tinggi terkena hepatitis
B.
2. Hepatitis C
Hepatitis C disebabkan oleh infeksi virus yang menyebabkan peradangan, atau
pembengkakan, dan kerusakan pada hati. Virus hepatitis C menyebar melalui
kontak dengan darah yang terinfeksi, seperti dari kecelakaan jarum suntik,
penggunaan narkoba suntikan, atau menerima transfusi darah sebelum tahun 1992.
Hepatitis C sering menjadi kronis akibat infeksi virus jangka panjang. Hepatitis C
kronis menyebabkan kerusakan pada hati yang selama bertahun-tahun atau puluhan
tahun dapat menyebabkan sirosis. Sayangnya, banyak orang pertama kali
menyadari bahwa mereka memiliki hepatitis C kronis ketika mereka mengalami
gejala sirosis
3. Alkoholisme
Alkoholisme adalah penyebab paling umum kedua dari sirosis di Amerika
Serikat. Kebanyakan orang yang mengonsumsi alkohol tidak mengalami kerusakan
pada hati. Namun penggunaan alkohol berat selama beberapa tahun membuat
seseorang lebih mungkin mengembangkan penyakit hati terkait alkohol. Jumlah
alkohol yang dibutuhkan untuk merusak hati bervariasi setiap orang. Penelitian
menunjukkan bahwa kurang dari dua minuman sehari untuk wanita dan tiga
minuman sehari untuk pria tidak dapat melukai hati, namun minum lebih banyak
dari jumlah ini akan mengarah ke lemak dan terjadi peradangan di hati dan bila
minum lebih dari 10-12 tahun dapat menyebabkan sirosis beralkohol.7,8
4. Penyakit hati berlemak nonalkohol (NAFLD) dan steatohepatitis nonalkohol
(NASH)
Dalam NAFLD, lemak menumpuk di hati, namun penumpukan lemak bukan
karena penggunaan alkohol. Ketika lemak disertai peradangan dan kerusakan sel
hati, kondisi inilah yang disebut steatohepatitis nonalcohol (NASH) dengan
"steato" yang berarti lemak, dan "hepatitis" yang berarti peradangan hati.
Peradangan dan kerusakan dapat menyebabkan fibrosis, yang akhirnya dapat
menyebabkan sirosis.6
5. Penyakit yang merusak, menghancurkan, atau memblokir saluran empedu
Beberapa penyakit dapat merusak, menghancurkan, atau memblokir saluran
yang membawa empedu dari hati ke usus kecil sehingga menyebabkan empedu
kembali ke hati dan menyebabkan sirosis.
Pada orang dewasa, yang paling umum dari penyakit ini adalah sirosis bilier
primer, penyakit kronis yang menyebabkan saluran empedu kecil di hati menjadi
meradang dan rusak dan akhirnya hilang. Kolangitis sklerosis primer adalah
penyakit yang menyebabkan iritasi, jaringan parut, dan penyempitan saluran
empedu yang lebih besar dari hati.
Pada bayi dan anak-anak, penyebab kerusakan atau hilangnya saluran empedu
yang dapat menyebabkan sirosis:
- Alagille syndrome: Kumpulan gejala yang menunjukkan gangguan
pencernaan genetik dan menyebabkan hilangnya saluran empedu pada masa
bayi.
- Atresia bilier: Kondisi yang mengancam jiwa yang mempengaruhi bayi baru
lahir di mana saluran empedu hilang. Penyebabnya tidak diketahui. Atresia
bilier adalah alasan paling umum untuk transplantasi hati pada anak-anak
- Cystic fibrosis: Penyakit keturunan pada paru-paru, usus, pankreas, dan
saluran empedu di mana tubuh tidak menghasilkan cukup cairan dan lendir
menjadi tebal dan menghalangi saluran empedu kecil. Penyumbatan saluran
empedu ini dapat menyebabkan sirosis.
Penyumbatan saluran empedu jangka panjang oleh batu empedu dapat
menyebabkan sirosis. Sirosis juga dapat berkembang jika saluran empedu salah
diikat atau terluka selama operasi pada kantong empedu atau hati. 6
6. Penyakit herediter yang mempengaruhi hati.
Penyakit herediter yang mengganggu cara hati memproduksi, memproses, dan
menyimpan enzim, protein, logam, dan zat lain dapat menyebabkan sirosis.
Penyakit-penyakit ini termasuk kekurangan alfa-1 antitrypsin, hemochromatosis,
penyakit Wilson, galactosemia, dan penyakit penyimpanan glikogen
Patogenesis
Pada sirosis, hubungan antara darah dan sel-sel hati hancur. Meskipun sel-
sel hati yang selamat atau dibentuk baru mungkin mampu untuk menghasilkan dan
mengeluarkan unsur-unsur dari darah, mereka tidak mempunyai hubungan yang
normal dan intim dengan darah, dan ini mengganggu kemampuan sel-sel hati untuk
menambah atau mengeluarkan unsur-unsur dari darah. Sebagai tambahan, luka
parut dalam hati yang bersirosis menghalangi aliran darah melalui hati dan ke sel-
sel hati. Sebagai suatu akibat dari rintangan pada aliran darah melalui hati, darah
tersendat pada vena portal, dan tekanan dalam vena portal meningkat, suatu kondisi
yang disebut hipertensi portal. Karena rintangan pada aliran dan tekanan-tekanan
tinggi dalam vena portal, darah dalam vena portal mencari vena-vena lain untuk
mengalir kembali ke jantung, vena-vena dengan tekanan-tekanan yang lebih rendah
yang membypass hati. Hati tidak mampu untuk menambah atau mengeluarkan
unbsur-unsur dari darah yang membypassnya. Merupakan kombinasi dari jumlah-
jumlah sel-sel hati yang dikurangi, kehilangan kontak normal antara darah yang
melewati hati dan sel-sel hati, dan darah yang membypass hati yang menjurus pada
banyaknya manifestasi-manifestasi dari sirosis.
Hipertensi portal merupakan gabungan antara penurunan aliran darah porta
dan peningkatan resistensi vena portal. Hipertensi portal dapat terjadi jika tekanan
dalam sistem vena porta meningkat di atas 10-12 mmHg. Nilai normal tergantung
dari cara pengukuran, terapi umumnya sekitar 7 mmHg. Peningkatan tekanan vena
porta biasanya disebabkan oleh adanya hambatan aliran vena porta atau
peningkatan aliran darah ke dalam vena splanikus. Obstruksi aliran darah dalam
sistem portal dapat terjadi oleh karena obstruksi vena porta atau cabang-cabang
selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan tahanan vaskuler dalam hati yang terjadi
dengan atau tanpa pengkerutan (intra hepatik) yang dapat terjadi presinusoid,
parasinusoid atau postsinusoid dan obstruksi aliran keluar vena hepatik (supra
hepatik).
Hipertensi portal adalah sindroma klinik umum yang berhubungan dengan
penyakit hati kronik dan dijumpai peningkatan tekanan portal yang patologis.
Tekanan portal normal berkisar antara 5-10 mmHg. Hipertensi portal timbul bila
terdapat kenaikan tekanan dalam sistem portal yang sifatnya menetap di atas harga
normal.
Hipertensi portal dapat terjadi ekstra hepatik, intra hepatik, dan supra
hepatik. Obstruksi vena porta ekstra hepatik merupakan penyebab 50-70%
hipertensi portal pada anak, tetapi dua per tiga kasus tidak spesifik penyebabnya
tidak diketahui, sedangkan obstruksi vena porta intra hepatik dan supra hepatik
lebih banyak menyerang anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun yang tidak
mempunyai riwayat penyakit hati sebelumnya.
Penyebab lain sirosis adalah hubungan yang terganggu antara sel-sel hati
dan saluran-saluran melalui mana empedu mengalir. Pada sirosis, canaliculi adalah
abnormal dan hubungan antara sel-sel hati canaliculi hancur/rusak, tepat seperti
hubungan antara sel-sel hati dan darah dalam sinusoid-sinusoid. Sebagai akibatnya,
hati tidak mampu menghilangkan unsur-unsur beracun secara normal, dan mereka
dapat berakumulasi dalam tubuh. Dalam suatu tingkat yang kecil, pencernaan
dalam usus juga berkurang.
Manifestasi Klinis
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang sering ditemukan
secara tidak sengaja. Gejala sirosis hati terbagi menjadi sirosis hati kompensata
(gejala awal) seperti mudah lelah, lemah, selera makan berkurang, perut kembung,
mual, berat badan menurun, impotensi, testis mengecil, ginekomastia, hilangnya
gairah seksual. Gejala sirosis hati dekompensata terjadi gejala lebih menonjol
terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi
hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam subfebris, gangguan pembekuan
darah seperti perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus, air kemih
warna teh pekat, muntah darah dan/ melena serta perubahan mental meliputi mudah
lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi hingga koma.3
Temuan klinis sirosis meliputi:3,4,6
1. Spider telangiektasi atau spider angiomata yaitu suatu lesi vaskuler terdiri dari
arteriola pusat yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering
ditemukan pada bahu, dada, punggung, muka dan lengan atas. Tanda ini bisa
juga ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan ditemukan pada orang
sehat.
2. Eritema palmaris yaitu warna merah pada thenar dan hipothenar telapak tangan.
Tanda ini tidak spesifik pada sirosis dansering ditemuka pada orang hamil,
Reumatoid artritis, dan keganasan hematologi.
3. Perubahan kuku Muchrche berupa pita putih horizontal yang dipisahkan dengan
warna kuku. Sering pada hipoalbuminemia dan sindrom nefrotik.
4. Clubbing finger sering pada sirosis bilier. Kontraktur dupuytren akibat fibrosis
fasia palmaris yaitu terjadinya fleksi jari-jari tangan. Tanda ini juga bisa
ditemukan pada alkoholisme dan diabetes.
5. Ginekomastia akibat peningkatan androstenedione dan estradiol sebagai akibat
sekunder dari sirosis. Selain itu ditemukan juga hilangnya rambut dada pada
laki-laki dan cepat berhentinya menstruasi pada Wanita
6. Hipogonadisme, dengan gejala seperti impotensi, infertilitas, hilangnya
dorongan seksual, dan atrofi testis (mengecilnya buah zakar). Tanda ini
menonjol pada sirosis alkoholik.
7. Ukuran hepar dapat menjadi normal, membesar atau mengecil. Hati teraba keras
dan nodular.
8. Splenomegali sering ditemukan pada sirosis yang penyebabnya non alkoholik.
Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.
9. Asites terjadi akibat hipertensi porta dan hypoalbuminemia. Caput medusa juga
sebagai akibat hipertensi porta.
10. Pembengkakan atau penumpukan cairan pada kaki (edema)
11. Vetor hepatikum yaitu bau nafas yang khas disebabkan peningkatan konsentrasi
dimetil sulfit akibat pintasan portosistemik yang berat.
12. Jaundice yaitu menguningnya kulit, mata, dan selaput lendir akibat
hyperbilirubinemia (2-3 mg/dl). Air kemih warnanya gelap seperti air teh.
13. Asterisis bilateral tapi tidak singkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari
tangan, dorsoflesi tangan
14. Tanda lain yang menyertai diantaranya demam yang tidak tinggi akibat nekrosis
hepar, batu pada vesika velea akibat hemolysis, pembesaran kelenjar parotis
terutama pada sirosis alkoholik. Kebingungan atau keterlambatan dalam
berpikir, lemah, warna tinja pucat / tinja menjadi hitam, kehilangan nafsu
makan, mual & muntah darah, mimisan & gusi berdarah, kehilangan berat
badan.
Gambaran laboratorium
Untuk menegakkan diagnosis diperlukan tes laboratorium seperti SGOT dan
SGPT yang meningkat, di mana SGOT lebih tinggi daripada SGPT. Alkali
phosphatase mengikat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal. GGT (Gamma
Glutamil Transpeptidase) juga meningkat pada penyakit hati alkoholik kronik.
Bilirubin normal pada sirosis hati kompensata dan meningkat pada sirosis hati
dekompensata. Konsentrasi albumin menurun sesuai dengan perburukkan sirosis
sedangkan globulin meningkat.
Waktu protrombin yang memanjang mencerminkan derajat tingkatan disfungsi
sintesis hati sehingga banyak menyebabkan perdarahan pada banyak organ tubuh.
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites. Anemia pada sirosis
dapat dalam berbagai macam jenis. Anemia dengan trombositopenia, leukopenia
dan neutropenia akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta
sehingga terjadi hipersplenisme.
Pemeriksaan radiologi barium meal/enema dapat melihat varises untuk
konfirmasi adanya hipertensi porta. Dengan USG, pada sirosis yang lanjut hati
mengecil, nodular, irregular. Selain itu USG juga dapat melihat asites, splenomegali,
thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, karsinoma hati. Pemeriksaan yang lain
harganya sangat mahal.3
Derajat penyakit sirosis hati9
Derajat penyakit SH atau tingkat keparahan SH dapat dinilai dengan
modifikasi kriteria Child-Turcotte-Pugh. Kriteria ini menilaiderajat penyuakit SH
berdasarkan adanya ensefalopati hepatikum, asites, pemeriksaan kadar albumin dan
bilirubin serum serta waktu prothrombin atau International Normalized Ratio (INR).
Sesuai kriteria tersebut pasien SH diklasifikasikan menjadi tiga yaitu Child A, B
dan C.1 Klasifikasi sirosis modifikasi kriteria Child-Turcotte-Pugh:
Klasifikasi Child-Turcotte Pugh (Garcia Tsao G dan Bosch J, 2010)
Nilai
Parameter
1 2 3
Ensefalopati Terkontrol
Tidak ada Kurang terkontrol
dengan terapi
Asites Terkontrol
Tidak ada Kurang terkontrol
dengan terapi
Bilirubin (mg/
<2 2-3 >3
dL)
Albumin (gr/ L) >3.5 1.8-3.5 <2.8
INR <1.7 1.7-2.2 2.2
Keterangan:
Jumlah nilai 5-6: Child A (gangguan fungsi hati ringan)
Jumlah nilai 7-9: Child B (gangguan fungsi hati sedang)
Jumlah nilai 10-15: Child C (gangguan fungsi hati berat)
Diagnosis
Diagnosis sirosis hati stadium kompensata sangat sulit ditegakkan. Stadium
kompensata dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang teliti, pemeriksaan
laboratorium biokimia atau serologi, dan pencitraan. Sedangkan, penegakkan
diagnosis sirosis hati stadium dekompensata mudah diketahui karena gejala dan
tandanya sudah dikenali dengan adanya komplikasi.
Gold standard diagnosis sirosis hati adalah biopsi hati melalui perkutan,
transjugular, laparoskopi, atau biposi jarum halus. Biopsi tidak usah dilakukan
apabila manifestasi klinis, hasil laboratorium, dan radiologinya cenderung merujuk
pada sirosis hati. Biopsi hati dapat berakibat fatal, seperti perdarahan dan kematian.
Tatalaksana
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa:
1. Simtomatis
2. Suportif, yaitu:
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang. Seperti cukup kalori,
protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba
dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi
bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan
pengobatan IFN seperti a) kombinasi IFN dengan ribavirin, b) terapi induksi
IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari.
A) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3x
seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan
(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan
untukjangka waktu 24-48 minggu.
B) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang
lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang
dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan
atau tanpa kombinasi dengan RIB.
C) Terapi dosis interferon setiap hari.
Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari
sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti:
a. Asites
Dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas:
- Istirahat
- Diet rendah garam
Untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam dan
penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat.
- Diuretik
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah
garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1
kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretik
adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan encephalopaty hepatic, maka
pilihan utama diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah,
serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis
maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan
furosemid.
b. Spontaneous bacterial peritonitis
Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III
(Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral.
Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan
Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu.
Dapat juga diberikan Siprofloksasin 500 mg/hari per oral sebagai profilaksis
pada pasien risiko tinggi SBP, yaitu pasien dengan hipoalbumin, peningkatan
PT atau INR, dan albumin pada cairan asites rendah
c. Hepatorenal syndrome
Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian elekterolit diuretik
yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan,
perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa
restriksi cairan, garam, potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan
yang nefrotoksik.
Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asifosis intra seluler.
Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan
perdarahan dan shock. TIPS hasil jelek pada Child’s C, dan dapat
dipertimbangkan pada pasien yang akan dilakukan transplantasi. Pilihan terbaik
adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal
d. Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus
Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering
dinomorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu.
Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan
pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan:
- Pasien diistirahatkan dan dipuasakan
- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi
- Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali
kegunaannyayaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es,
pemberian obat-obatan, evaluasi darah
- Pemberian obat-obatan berupa antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin K,
Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin
- Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka
menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan
Tindakan Skleroterapi / Ligasi atau Oesophageal Transection.
e. Ensefalopati Hepatik
Prinsip penggunaan ada 3 sasaran:
1. Mengenali dan mengobati factor pencetus
2. Intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxin-
toxin yang berasal dari usus dengan jalan:
- Diet rendah protein
- Pemberian antibiotik (neomisin)
- Pemberian lactulose/ lactikol
3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter
- Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)
- Tak langsung (Pemberian AARS)

Komplikasi
1. Edema dan asites
Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal untuk
menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama
berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki dan
kaki-kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini
disebut edema atau pitting edema. (Pitting edema merujuk pada fakta bahwa
menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki dengan
edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa
waktu setelah pelepasan dari tekanan. Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak
garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut
antara dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites)
menyebabkan pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang
meningkat.
2. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)
Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk
bakteri-bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu
jumlah yang sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan
bakteri-bakteri yang masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan
jalan mereka kedalam vena portal dan ke hati dimana mereka dibunuh. Pada sirosis,
cairan yang mengumpul di dalam perut tidak mampu untuk melawan infeksi secara
normal. Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan mereka
dari usus kedalam ascites. Oleh karenanya, infeksi didalam perut dan asites, dirujuk
sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi. SBP
adalah suatu komplikasi yang mengancam nyawa.
Beberapa pasien-pasien dengan SBP tidak mempunyai gejala-gejala, dimana
yang lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut,
diare, dan memburuknya asites. Didiagnosis SBP apabila terdapat netrofil
>250/mm3 pada sampel cairan asites.
3. Perdarahan dari Varises-varises kerongkongan (Oesophageal Varices)
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke
jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi
portal). Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan
darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih rendah
untuk mencapai jantung. Vena-vena yang paling umum yang dilalui darah untuk
membypass hati adalah vena-vena yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan
(esophagus) dan bagian atas dari lambung.
Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan
yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan
lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan
gastric varices; lebih tinggi tekanan portal, lebih besar varices-varices dan lebih
mungkin seorang pasien mendapat perdarahan dari varices-varices kedalam
kerongkongan (esophagus) atau lambung.
Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana
saja didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang.
Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname karena
perdarahan yang secara aktif dari varices-varices kerongkongan mempunyai suatu
risiko yang tinggi mengembangkan spontaneous bacterial peritonitis.
4. Hepatic encephalopathy
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan
penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus.
Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri
membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini
kemudian dapat diserap kedalam tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya,
ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur
beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana mereka
dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi (dihilangkan racunnya).
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi
dari otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur
waktu siang hari daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal)
adalah diantara gejala-gejala paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-gejala
lain termasuk sifat lekas marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi atau
melakukan perhitungan-perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau
tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang
parah/berat menyebabkan koma dan kematian
5. Hepatorenal syndrome
Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan
hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana
fungsi dari ginjal-ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi dalam ginjal-
ginjal, yaitu, tidak ada kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai gantinya, fungsi
yang berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam cara darah mengalir
melalui ginjal-ginjalnya. Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan
yang progresif dari ginjal-ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan
menghasilkan jumlah-jumlah urin yang memadai walaupun beberapa fungsi-fungsi
penting lain dari ginjal-ginjal, seperti penahanan garam, dipelihara/dipertahankan.
6. Hepatopulmonary syndrome
Jarang, beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat
mengembangkan hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat mengalami
kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang dilepas pada sirosis yang
telah berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi secara abnormal. Persoalan dasar
dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah mengalir melalui pembuluh-pembuluh
darah kecil dalam paru-paru yang berhubungan dengan alveoli (kantung-kantung
udara) dari paru-paru. Darah yang mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar
alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli.
Sebagai akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan
tenaga.
7. Hyperspleenism
Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter) untuk
mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan platelet-
platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan darah) yang lebih
tua. Darah yang mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam vena portal
dari usus-usus. Ketika tekanan dalam vena portal naik pada sirosis, ia bertambah
menghalangi aliran darah dari limpa. Darah tersendat dan berakumulasi dalam
limpa, dan limpa membengkak dalam ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk
sebagai splenomegaly. Adakalanya, limpa begitu bengkaknya sehingga ia
menyebabkan sakit perut.
Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih banyak
sel-sel darah dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka dalam darah
berkurang. Hypersplenism adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
kondisi ini, dan itu behubungan dengan suatu jumlah sel darah merah yang rendah
(anemia), jumlah sel darah putih yang rendah (leucopenia), dan/atau suatu jumlah
platelet yang rendah (thrombocytopenia). Anemia dapat menyebabkan kelemahan,
leucopenia dapat menjurus pada infeksi-infeksi, dan thrombocytopenia dapat
mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang diperpanjang
(lama).
8. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)
Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko kanker
hati utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer) merujuk pada fakta
bahwa tumor berasal dari hati. Suatu kanker hati sekunder adalah satu yang berasal
dari mana saja didalam tubuh dan menyebar ke hati.
Prognosis10
Model prediktif untuk prognosis sirosis memperkirakan kelangsungan
hidup sepuluh tahun pada pasien dengan sirosis kompensasi sebesar 47%, tetapi ini
turun menjadi 16% setelah peristiwa dekompensasi terjadi. Skor atau klasifikasi
Child-Turcotte-Pugh (CTP) menggunakan albumin serum, bilirubin, PT, asites, dan
ensefalopati hepatik untuk mengklasifikasikan pasien dengan sirosis ke dalam kelas
A, B, dan C. Tingkat kelangsungan hidup satu dan dua tahun untuk kelas-kelas ini
adalah 100% dan 85% (A), 80% dan 60% (B), serta 45% dan 35% (C). Model skor
penyakit hati stadium akhir (MELD) adalah model lain yang digunakan untuk
memprediksi mortalitas jangka pendek pasien sirosis. Menggunakan serum
bilirubin, kreatinin, dan INR untuk memprediksi kematian dalam tiga bulan ke
depan. Berdasarkan skor MELD (lebih baru skor MELDNa), prioritas alokasi organ
untuk transplantasi hati untuk pasien dengan sirosis diputuskan di AS.
Transplantasi hati diindikasikan pada sirosis dekompensasi yang tidak
merespon pengobatan medis. Tingkat kelangsungan hidup satu tahun dan lima
tahun setelah transplantasi hati masing-masing sekitar 85% dan 72%. Kekambuhan
penyakit hati yang mendasarinya dapat terjadi setelah transplantasi. Efek samping
jangka panjang dari obat imunosupresan adalah penyebab lain morbiditas pada
pasien transplantasi. 72%. Kekambuhan penyakit hati yang mendasarinya dapat
terjadi setelah transplantasi. Efek samping jangka panjang dari obat
imunosupresan adalah penyebab lain morbiditas pada pasien transplantasi.

2.4. Asites
Ascites merupakan komplikasi dari sirosis hati yang paling sering terjadi.
Berupa akumulasi patologis cairan di dalam rongga peritoneum. 11,12 Kelainan
pertama yang berkembang adalah hipertensi portal pada kasus sirosis. Tekanan
portal meningkat di atas ambang kritis dan kadar oksida nitrat yang bersirkulasi
meningkat, menyebabkan vasodilatasi. Ketika keadaan vasodilatasi menjadi lebih
buruk, kadar plasma dari hormon retensi natrium vasokonstriktor meningkat, fungsi
ginjal menurun, dan cairan asites terbentuk, mengakibatkan dekompensasi hati.
Melalui produksi cairan protein oleh sel tumor yang melapisi peritoneum,
karsinomatosis peritoneal juga dapat menyebabkan asites. Pada gagal jantung high-
output atau low-output atau sindrom nefrotik, volume darah arteri efektif menurun,
dan vasopresin, renin-aldosteron, dan sistem saraf simpatis diaktifkan,
menyebabkan vasokonstriksi ginjal dan retensi natrium dan air. 9
Sekitar 50% pasien sirosis hati mengalami ascites.13 Ada 3 tingkatan ascites
yang terjadi pada pasien sirosis hati, yaitu mild ascites, moderate ascites, dan large
ascites.14 Komplikasi ascites terberat yang dialami oleh pasien sirosis hati adalah
ascites permagna. Beberapa jenis ascites permagna adalah severe/large ascites serta
ascites refrakter. Ascites permagna dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu non-tense
dan tense ascites. Non-tense ascites adalah jenis ascites permagna yang tidak
menekan diafragma (pasien tidak mengalami sesak). Sedangkan tense ascites
adalah jenis ascites permagna yang menekan diafragma sehingga pasien mengalami
sesak.
Pengobatan ascites bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien dan
mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat seperti Spontaneous Bacterial
Peritonitis (SBP) dan sindrom hepatorenal.15 Terdapat perbedaan dalam
penatalaksanaan terapi pada pasien sirosis hati dengan ascites ringan (mild dan
moderate) dengan ascites permagna (large ascites). Secara garis besar
penatalaksanaan ascites pada pasien sirosis hati adalah dengan diet natrium 2000
mg/hari dan diuretik spironolakton oral dengan atau tanpa furosemid.2 Terapi
tersebut biasanya digunakan pada jenis ascites mild dan moderate. Efektivitas
spironolakton pada pasien sirosis hati dengan moderate ascites sebanding dengan
efektivitas kombinasi spironolakton dan furosemid. 16 Penggunaan kombinasi
diuretik pada pasien sirosis hati non-azotemia lebih dipilih karena lebih efektif
dibandingkan diuretik tunggal.16,17 Pasien sirosis dengan ascites jenis mild dan
moderate jarang dilakukan tindakan parasentesis. Parasentesis hanya dilakukan jika
diet natrium dan terapi diuretik tidak memberikan respon penurunan ascites yang
bermakna dan ascites sudah mendesak diafragma.18,19 Berbeda dengan jenis ascites
ringan, pada jenis ascites permagna harus dilakukan tindakan parasentesis.
Parasentesis adalah prosedur pengambilan cairan peritoneal. 20 Beberapa penelitian
menyebutkan terapi efektif yang digunakan untuk ascites permagna adalah
parasentesis, saline, dan diuretik furosemid (baik oral maupun intravena).14,21
Tindakan parasentesis pada penatalaksanaan ascites permagna ini harus diikuti
dengan pembatasan natrium dan diuretik. Pada ascites permagna, diuretik yang
biasanya digunakan adalah kombinasi spironolakton dan furosemide. 14 Di RSUP
Dr. Sardjito sendiri parasentesis biasanya tidak langsung diberikan pada pasien
sirosis ascites permagna. Penggunaan kombinasi diuretik pada pasien ini (baik jenis
tense maupun non-tense) masih menjadi pilihan utama dibandingkan dengan
parasentesis. Sampai saat ini, belum ada penelitian mengenai efektivitas kombinasi
spironolakton dan furosemide pada pasien sirosis dengan ascites permagna baik
jenis tense maupun non-tense.
Selain efektivitas, monitoring efek samping diuretik pada pasien sirosis hati
sangat diperlukan dan menjadi perhatian khusus. Beberapa efek samping dari
diuretik seperti hipokalemia dan hipotensi diketahui berpotensi memicu terjadinya
ensefalopati hepatik yang dapat memperparah sirosis hati. Hiperkalemia merupakan
efek samping yang sering terjadi dari penggunaan spironolakton. Hipokalemia
merupakan efek samping furosemid yang sering terjadi. Pada sirosis hati,
hipokalemia dapat menyebabkan ensefalopati hepatik. Penggunaan diuretik juga
dapat menyebabkan hiponatremia yang meningkatkan resiko terjadinya sindrom
hepatorenal.16
3. BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis, pasien mengeluh perut membesar dan kaki


bengkak disertai dengan badan mudah terasa lemah, berat badan menurun, dan sulit
tidur. Dari pemeriksaan fisik didapatkan mata konjungtiva anemis, perut asites, dan
kedua kaki edema. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil SGOT, GGT,
ALP, Kolesterol, LDL, dan trigliserida yang tinggi dan nilai hemoglobin, albumin
dan HDL yang rendah. Pemeriksaan USG abdomen didapatkan hepatomegaly non
spesifik, bilateral chronic kidney disease, dan asites. Untuk pemeriksaan serologi
HbsAg dan Anti HCV non reaktif. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan penunjang maka didapatkan diagnosis
pasien yaitu sirosis hepatis.
Pada asites pasien harus melakukan tirah baring dan terapi diawali dengan
diet rendah garam. Konsumsi garam sebaiknya sebanyak 5,2gr atau 90mmol/hari.
Diet rendah garam juga disertai dengan pemberian diuretik. Diuretik yang diberikan
awalnya dapat dipilih spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali perhari.
Respon diuretik dapat dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5kg/hari tanpa
edema kaki atau 1kg/hari dengan edema kaki. Apabila pemberian spironolakton
tidak adekuat dapat diberikan kombinasi berupa furosemid dengan dosis 20-
40mg/hari. Pemberian furosemid dapat ditambah hingga dosis maksimal
160mg/hari. Parasintesis asites dilakukan apabila asites sangat besar. Biasanya
pengeluarannya mencapai 4-6L dan dilindungi dengan pemberian albumin. Pada
pasien ini telah diberikan kombinasi spironolakton 2x100mg dan furosemide
2x40mg.
Prognosis sirosis hati pada pasien berdasarkan Child Turcotte-Pugh adalah
buruk. Dengan nilai albumin serum (3), asites (3), ensefalopati (3). Untuk
pemeriksaan bilirubin serum dan Prothrombin Time atau INR tidak dilakukan
sehingga dapat diasumsikan nilainya 1. Jumlah dari kriteria tersebut adalah 11,
sehingga dapat disimpulkan prognosis pada pasien buruk.
Pasien ini sudah memiliki ensefalopati hepatik (EH) e.c sirosis hepatik. EH
menghasilkan suatu spektrum luas manifestasi neurologis dan psikiatrik
nonspesifik. Pada tahap yang paling ringan, EH memperlihatkan gangguan pada tes
psikometrik terkait dengan atensi, memori jangka pendek dan kemampuan
visuospasial. Dengan berjalannya penyakit, pasien EH mulai memperlihatkan
perubahan tingkah laku dan kepribadian, seperti apatis, iritabilitas dan disinhibisi
serta perubahan kesadaran dan fungsi motorik yang nyata. Selain itu, gangguan pola
tidur semakin sering ditemukan. Pasien dapat memperlihatkan disorientasi waktu
dan ruang yang progresif, tingkah laku yang tidak sesuai dan fase kebingungan akut
dengan agitasi atau somnolen, stupor, dan pada akhirnya jatuh ke dalam koma.
KESIMPULAN

Sirosis hepatis merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan


fibrosis jaringan parenkim hati tahap akhir, yang ditandai dengan pembentukan
nodul regeneratif yang dapat mengganggu fungsi hati dan aliran darah hati. Sirosis
adalah konsekuensi dari respon penyembuhan luka yang terjadi terus-menerus dari
penyakit hati kronis yang diakibatkan oleh berbagai sebab.
Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu
kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda-tanda
klinis ini pada penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan
fundamental tersebut. Kegagalan fungsi hati akan ditemukan dikarenakan
terjadinya perubahan pada jaringan parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan
penurunan perfusi jaringan hati sehingga mengakibatkan nekrosis pada hati.
Hipertensi porta merupakan gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular intra
hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem porta. Pemeriksaan penunjang
yang dapat mendukung kecurigaan diagnosis sirosis hepatis terdiri dari
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi.
Untuk penanganan pada pasien ini prinsipnya adalah mengurangi
progesifitas penyakit, menghindarkan dari bahan-bahan yang dapat merusak hati,
pencegahan, serta penanganan komplikasi. Pengobatan pada sirosis hati
dekompensata diberikan sesuai dengan komplikasi yang terjadi.
Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
diantaranya etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang
menyertai. Beberapa tahun terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai
pada pasien dengan sirosis adalah sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh, yang
dapat dipakai memprediksi angka kelangsungan hidup pasien dengan sirosis tahap
lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

1. F P, Waschke J. Sobotta atkas if human anatomy internal organs. 15th ed.


Elsevier;
2. Sherwood L. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. 8th ed. EGC. Jakarta;
2014.
3. Setiati S, Alwi I, Sudoyo A, Stiyohadi B, Syam A. Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid III. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014. 1132–53 p.
4. Sulaiman H, Akbar N, Lesmana L. Buku ajar ilmu penyakit hati. Sulaiman
A, Akbar N, Noer S, editors. Jakarta: Sagung Seto; 2012.
5. Dooley, Lok, Burroughs, Heathcote. Sherlock diseases of the liver and
biliary system. 12th ed. Singapura: Willey-Blackwell; 2011.
6. Cirrhosis | NIDDK [Internet]. [cited 2022 Oct 12]. Available from:
https://www.niddk.nih.gov/health-information/liver-disease/cirrhosis
7. Gyamfi MA, Wan YJY. Pathogenesis of alcoholic liver disease: the role of
nuclear receptors. Exp Biol Med (Maywood). 2010;235(5):547.
8. O’Shea RS, Dasarathy S, McCullough AJ, Shuhart MC, Davis GL, Franco J,
et al. Alcoholic liver disease. Hepatology. 2010;51(1):307–28.
9. Siti N. Sirosis hepatis. In: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alvi I, Simadibrata M,
editors. Buku ajar ilmu penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia; 2014. p. 668–73.
10. Fortea JI, Carrera IG, Puente A, Crespo J. Hepatic Cirrhosis. Med.
2021;13(6):297–307.
11. Privitera G, Figorilli F, Jalan R, Mehta G. Portosystemic Shunt Embolization
and Recurrent Ascites: A Single-Center Case Series. Gastroenterology.
2018;155(5):1649–50.
12. Lee J chan, Kim JS, Kim HW, Cho IK, Lee J, Jang ES, et al. Outcome of
endoscopic retrograde cholangiopancreatography in patients with clinically
defined decompensated liver cirrhosis. J Dig Dis. 2018;19(10):605–13.
13. Lee J, Han K, Ahn S. Ascites and spontaneous bacterial peritonitis: an Asian
perspective. J Gastroenterol Hepatol. 2009;24(9):1494–503.
14. Ginès P, Angeli P, Lenz K, Møller S, Moore K, Moreau R, et al. EASL
clinical practice guidelines on the management of ascites, spontaneous
bacterial peritonitis, and hepatorenal syndrome in cirrhosis. J Hepatol.
2010;53(3):397–417.
15. Kashani A, Landaverde C, Medici V, Rossaro L. Fluid retention in cirrhosis:
pathophysiology and management. QJM. 2008;101(2):71–85.
16. Mulyani T, Rahmawati F, Ratnasari N. Evaluation of spironolactone in
combination with furosemide in cirrhotic patients with permagna (large)
ascites. J Manaj DAN PELAYANAN Farm (Journal Manag Pharm Pract.
2017;7(2):97.
17. Angeli P, Fasolato S, Mazza E, Okolicsanyi L, Maresio G, Velo E, et al.
Combined versus sequential diuretic treatment of ascites in non-azotaemic
patients with cirrhosis: results of an open randomised clinical trial. Gut.
2010;59(1):98–104.
18. Sease J, Timm E, Stragand J. Portal hypertension and cirrhosis. In: DiPiro J,
Talbert R, Yee G, editors. Pharmacotherapy a pathophysiologic approach.
9th ed. McGraw Hill Professional; 2014.
19. Kuiper JJ, De Man RA, Van Buuren HR. Review article: Management of
ascites and associated complications in patients with cirrhosis. Aliment
Pharmacol Ther. 2007 Dec;26(SUPPL. 2):183–93.
20. Thomas MN, Sauter GH, Gerbes AL, Stangl M, Schiergens TS, Angele M,
et al. Automated low flow pump system for the treatment of refractory
ascites: a single-center experience. Langenbeck’s Arch Surg.
2015;400(8):979–83.
21. Licata G, Tuttolomondo A, Licata A, Parrinello G, Di Raimondo D, Di
Sciacca R, et al. Clinical Trial: High-dose furosemide plus small-volume
hypertonic saline solutions vs. repeated paracentesis as treatment of
refractory ascites. Aliment Pharmacol Ther. 2009 Aug;30(3):227–35.

Anda mungkin juga menyukai