Sinusitis Dentogen Maksilaris Dextra
Sinusitis Dentogen Maksilaris Dextra
MAKSILARIS DEXTRA
L A P O RA N K A S U S
Pembimbing
DR. GUSTI AYU TRISNA, SP. THT-KL
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
• Manifestasi klinis
Mayor Minor
Diagnosis memerlukan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dengan dua kriteria minor pada
pasien dengan gejala lebih dari 7 hari.
• Pemeriksaan fisik
• Tampak pembengkakan di daerah pipi dan kelopak
mata bawah sisi yang terkena.
• Pada rinoskopi anterior, mukosa konka tempak hiperemi
dan edema, selain itu tampak mukopus atau nanah di
meatus media.
• Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring.
• Dengan pemeriksaan tranluminasi, sinus yang sakit
akan terlihat suram atau gelap.4,8 Akan lebih bermakna
hasilnya bila hanya salah satu sisi sinus saja yang sakit,
sehingga terlihat sekali perbedaanya antara yang
suram atau sakit dengan yang normal.4,8
• Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan radiologi, yaitu foto Waters, PA, dan lateral.
Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa
atau air- fluid level pada sinus yang sakit.4,8 CT scan
merupakan tes yang paling sensitive dalam
mengungkapkan kelainan anatomis selain melihat adanya
cairan dalam sinus, tetapi karena mahal, CT scan tidak
dipakai sebagai skrining dalam mendiagnosis sinusitis. 1
• Pemeriksaan kultur, sample diambil dari sekret dari meatus
medius atau meatus superior.4,8 Pasien harus dirujuk ke
otolaringologis untuk aspirasi maksila dan kultur, bila tidak
sembuh dengan pengobatan antibiotika yang sesuai dan
adekuat.
DIAGNOSIS BANDING
• Medikamentosa
• Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti
amoksisilin. Jika diperkirakan bakteri telah resisten atau
memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan
amoksisilin klavulanat atau jenis sefalosporin generasi
ke-2. Pada sinusitis antibiotik diberikan selama 10-14 hari
meskipun gejala klinik telah hilang.4
• Dekongestan baik oral maupun topikal
• Antihistamin serta kortikosteroid diberikan lebih khusus
untuk penderita sinusitis yang dicetuskan karena
keadaan rhinitis alergi
• Antihistamin memiliki efek untuk mengurangi rhinore,
dan menghilangkan obstruksi
• Tindakan non invasif
• Diatermi dengan gelombang pendek, digunakan pada
sinusitis subakut sebanyak 5-6 kali pada daerah yang
sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus. Bila
belum membaik dilakukan pungsi sinus dan irigasi
sinus yang harus dilakukan oleh ahli THT
• Tindakan pembedahan
• Dilakukan bila pengobatan konservatif gagal, yaitu
dengan mengangkat mukosa yang patologis dan
membuat drainase sinus yang terkena. Tipe
pembedahan yang dilakukan adalah antrostomi intra
nasal dan operasi Caldwell-Luc.8 Selain itu ada
pembedahan non radikal yaitu dengan Bedah Sinus
Endoskopi Fungsional (BSEF
KOMPLIKASI
• Komplikasi lokal
• Osteomielitis (Pott’s puffy tumor)
• Komplikasi orbital
• Inflamatori edema
• Abses orbital
• Abses subperiosteal
• Trombosis sinus cavernosus.
• Komplikasi intrakranial
• Meningitis
• Abses Subperiosteal
BAB III
L APORAN KASUS
IDENTITAS
• Status Generalis
• Keadaan umum : Baik
• Kesadaran : Compos Mentis
• Tanda vital :
•
TD : 120/90 mmHg
•
Nadi : 86 x/menit
•
Respirasi : 19 x/menit
•
Temperatur : 36,8 oC
No. Pemeriksaan Hidung Hidung Kanan Hidung Kiri
1. Hidung luar Bentuk normal, hiperemi (-), nyeri tekan Bentuk normal, hiperemi (-), nyeri tekan (-)
(-),
2. Vestibulum nasi Massa (-) hiperemis (-) ulkus (-) Massa (-) hiperemis (-) ulkus (-)
3. Cavum nasi Bentuk dalam batas normal, pucat (-) Bentuk dalam batas normal, hiperemi (-)
4. Meatus nasi media perdarahan (-) secret (+) kuning- perdarahan (-) secret (-), massa (-)
kehijauan, massa (-)
5. Konka nasi inferior Kongesti (-) hiperemis (-) hipertropi (-) Kongesti (-) hiperemis (-) edema (-)
- media hipertropi (-)
6. Septum nasi Deviasi (-) hiperemis (-) Deviasi (-) hiperemis (-)
7. Transluminasi Maxila dextra tidak tampak jernih Maxilla sinistra tampak tidak jernih
Frontalis dextra jernih Frontalis sinintra jernih
No. Area Hasil Pemeriksaan
1. Bibir & mulut Mukosa bibir & mulut basah, berwarna merah muda (N)
2. Geligi Ada lubang atau tanda infeksi pada gigi rahang atas, M2 Sinistra
•
Terapeutik
• Pro. Irigasi Sinus Maksilaris Sinistra
• Tablet Cefadroxil 500 mg 2 x 1 tablet dalam sehari selama
5- 7 hari
• Tablet Ambroxol 3 x 1 dalam sehari selama 5-7 hari
•
Edukasi
• Diet nutrisi TKTP
PROGNOSIS
• Dubia ad bonam
FOTO WATER’S
BAB IV
P EM B AHA S AN
• Adanya hidung berbau dan sakit kepala adalah
tanda penting dalam diagnosis sinusitis, yang
didapatkan pada pasien ini. Pemeriksaan fisik
mengungkapkan adanya banyak discharge
kuning kehijauan pada hidung, yang juga ada
pada pemeriksaan yang dilakukan pada pasien
ini. Selain itu, pasien ini juga terdapat karies gigi
pada beberapa giginya yang juga menjadi salah
satu faktor penyebab sinusitis maksilaris
• Pada pasien ini dipertimbangkan dengan irigasi karena
belum ada perbaikan setelah pasien diberikan
pengobatan medikamentosa sebelumnya. Pemberian
antibiotika golongan broad spectrum untuk atasi infeksi
yang disebabkan bakteri. Mukolitik agent seperti
ambroxol diberikan untuk mengencerkan mukus yang
kental pada sinus.
• Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk
menunjang diagnosis, rontgen Waters di sarankan untuk
menilai ada tidaknya sumbatan pada sinus, apakah
bersifat cairan atau massa/polip. Kultur bakteri dan tes
resistensi diperlukan untuk menentukan jenis antibiotik
yang tepat atasi factor etiologi dari infeksi sinus
DAFTAR PUSTAKA
1. Van David C. ENT Emergencies Disorders of The Ear, Nose, Sinuses, Oropharynx, & Mouth. in: Stone C,
Humprhries R, editors. Current Emergency diagnosis and treatment 4th editions (Lange current series). Mc Graw Hill,
Philadelphia, 2004, p 348-350.
2. Johnson Jonas T, Ferguson Berylin J. Paranasal Sinuses. in: Cummings CW, Frederickson JM, Harker LA, Krause CJ,
Richardson M, editors. Otolaryngology-Head and Neck Surgery. Mosby, St Luois-Missouri, 1998, p 1059-1118.
3. Handley John G, Tobin Evan, Tagge bryan. The Nose and Paranasal Sinuses. in: Rakel Robert E, editors. Textbook
of family practice 6th editions. WB Saunders Company, Philadelphia, 2001, p 446-453.
4. Mangunkusumo Endang, Rifki nusjirwan. Sinusitis. in: Soepardi Efiaty A, Iskandar Nurbaiti, editor. Buku ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok edisi 4. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2000, p 121-125.
5. Shames Richard S, Kishiyama Jeffrey L. Disorders of The Immune System. in: McPhee Stephen J, Lingappa
Vishwanath R, Ganong William F, editors. Pathophysiology of Disease: An Introduction to Clinical Medicine 4th
editions. Mc Graw Hill, Philadelphia, 2003, p 31-57.
6. Dykewicz Mark S, Corren Jonathan. Rhinitis, Nasal Polyps, Sinusitis, and Otitis Media. in: Adelman Daniel C,
Casale Thomas B, Corren Jonathan, editors. Manual of Allergy and Immunology: diagnosis and therapy 4th editions.
Lippincott Williams & Wilkins Publishers, New York, 2002, p 316-324.
7. Adams, L george. Penyakit-penyakit nasofaring dan orofaring. Dalam: Adams L, Boies L, Higler P. Boies buku ajar
penyakit THT Edisi keenam. Jakarta: EGC, 1997, h 320-355
8. Suardana W, et al. Rhinologi. in: Suardana W, Bakta M, editor. Pedoman Diagnosis dan Terapi. RSUP
Sanglah, Denpasar, 2000. h 1-13
9. Pracy R, Siegler J, Stell PM. Sinusitis Akuta. in: Pelajaran Ringkas Telinga, Hidung, Tenggorok. Gramedia, Jakarta,
1985, p 81-91.
10. Fokkens W, Lund V, Mullol J. European Position Paper on Nasal Polyps. 2007. p 1-10
11. Schwartz G, White S. Complications of Acute and Chronic Sinusitis and Their management; dalam Sinusitis from
Microbiology to Management. Brook I. New York : Taylor and Francis Group. 2006; hal : 269-88.
TERIMA KASIH