Anda di halaman 1dari 12

FORMULASI PERKADERAN DI ERA DIGITAL SEBAGAI PENGUATAN

INSAN ULIL ALBAB

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beberapa dekade ini perkembangan teknologi terjadi sangat pesat dan arus
informasi mengalir secara bebas. Hal ini sebagai akibat dari arus globalisasi yang
diterima oleh seluruh negara negara di dunia. Perkembangan zaman yang begitu
cepat dan tanpa batas ini akan membawa dampak baik positif maupun negatif bagi
kondisi suatu masyarakat. Kader HMI diharapkan mampu dalam menjawab segala
tantangan zaman di era globalisasi. Seorang kader HMI haruslah mampu mebawa
pembaharuan pembaharuan dari berbagai bidang yang ditekuninya sehingga dapat
membantu kehidupan masyarakat
Suatu perubahan adalah keharusan di diri HMI agar suatu proses
peningkatan kualitas personal juga sosial mampu mencapai kondisi idealisme
keislaman juga keindonesiaan guna mengarahkan pada peradaban secara
integralistik, transendental, humanis dan inklusif. Arah tersebutlah yang kemudian
memberanikan para kader untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan
serta prinsip-prinsip demokrasi tanpa melihat perbedaan keyakinan dan
mendorong terciptanya penghargaan Islam sebagai sumber kebenaran yang paling
hakiki.
Kemudahan akses informasi yang merupakan konsekuensi dari pesatnya
perkembangan teknologi digital menuntut kemampuan kader HMI dalam
memilih, memilah, dan menyebarkan informasi. Hal ini karena internet sebagai
jejaring informasi dan komunikasi dalam dunia digital digunakan oleh beragam
latar belakang pengguna dengan beragam tujuan dan kepentingan.
Melihat dari tujuan HMI, maka HMI mengiginkan seluruh kadernya dapat
menjadi insan ulil albab. Dengan menjadi insan ulil albab diharapkan kader HMI
mampu berkontribusi dalam Mewujudkan masyarakat madani atau masyarakat
yang diridhoi Allah SWT. Kata ulil albab secara sederhana dapat diartikan sebagai
orang yang berakal atau orang yang berpikir. Pengertian ini tidak salah apabila
kita meninjau dari segi bahasa Indonesia. Namun secara lebih mendalam maknan
ulil albab yaitu orang yang berpikir tetapi juga selalu berdzikir.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan permasalahan
dalam pada makalah ini adalah sebagai berikut.
1) Apa yang dimaksud dengan Era Digital?
2) Apa yang dimaksud dengan Ulil Albab
3) Bagimana Arah perkaderan HMI?
4) Bagaimana Relevansi Perkaderan HMI dan Era digital dalam penguatan
Insan Ulil albab?
1.3 Tujuan
Berdasarkan uraian tujuan diatas maka rumusan permasalahan dalam pada
makalah ini adalah sebagai berikut.
1) Untuk Mengetahui Pengertian Era Digital
1) Untuk Mengetahui Pengertian Ulil Albab
2) Untuk Mengetahui Arah perkaderan HMI
3) Untuk Mengetahui Relevansi Perkaderan HMI dan Era digital dalam
penguatan Insan Ulil albab
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Era Digital
Digital adalah sebuah konsep pemahaman dari perkembangan Zaman
mengenai Teknologi dan Sains, dari semua yang bersifat manual menjadi otomatis
,dan dari semua yang bersifat rumit menjadi ringkas. Digital adalah sebuah
metode yang Complex, dan fleksibel yang membuatnya menjadi sesuatu yang
pokok dalam kehidupan manusia. Teori Digital selalu berhubungan dengan
Media. Media adalah sesuatu yang terus berkembang (Wahyudi, 2021).
Teknologi menjadi alat yang mampu membantu sebagian besar kebutuhan
manusia. Lima karakteristik digital, yakni numerik representasi, modularitas,
otomatisasi, variabilitas dan transcoding, teori digital selalu berkaitan erat dengan
media, karena media selalu berkembang seiring dengan majunya teknologi, dari
media lama hinggah media terbaru, sehinggah mempermudah manusia dalam
segalah bidang yang berkaitan dengan digital. Tantangan pada era digital telah
pula masuk ke dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial budaya,
pertahanan, keamanan, dan teknologi informasi itu sendiri. Era digital terlahir
dengan kemunculan digital, jaringan internet khususnya teknologi informasi
komputer. Media baru era digital memiliki karakteristik dapat dimanipulasi,
bersifat jaringan atau internet. Media massa beralih ke media baru atau internet
karena ada pergeseran budaya dalam sebuah penyampaian informasi. Kemampuan
media era digital ini lebih memudahkan masyarakat dalam menerima informasi
lebih cepat (Wahyudi, 2021).

2.2 Ulul Albab


Ulul Albab adalah istilah khusus yang dipakai AlQur’an untuk menyebut
sekelompok manusia pilihan semacam intelektual. Istilah Ulul Albab 16 kali
disebut dalam Al-Qur’an. Namun, sejauh itu Al-Qur’an sendiri tidak menjelaskan
secara definitive konsepnya tentang ulul albab. Ia hanya menyebutkan tanda-
tandanya saja. Karena itulah, para mufassir kemudian memberikan pengertian
yang berbeda-beda tentang ulul albab. Imam Nawawi, misalnya, menyebut bahwa
ulul albab adalah mereka yang berpengetahuan suci, tidak hanyut dalam derasnya
arus. Dan yang terpenting, mereka mengerti, menguasai dan mengamalkan ajaran
Islam. Sementara itu, Ibn Mundzir menafsirkan bahwa ulul albab sebagai orang
yang bertaqwa kepada Allah, berpengetahuan tinggi dan mampu menyesuaikan
diri di segala lapisan masyarakat, elit ataupun marginal (Wahyudi, 2021).
Dalam kamus Al-Munawwir, secara etimologi, kata ulul albâb terdiri dari
dua suku kata yaitu ûlu merupakan sinonim dari kata dhawu artinya yang
empunya (untuk jama’ berjenis lakilaki). Albâb ialah bentuk jama’ dari lubbu
yang artinya isi, inti, sari, bagian terpenting. Ia merupakan antonim “kulit”.
Menurut Yusuf Qardhawi, dalam konteks ini al-Qur’ân menunjukkan bahwa
manusia terdiri atas dua bagian yaitu kulit dan isi. Bentuk fisik adalah kulit,
sedangkan akal adalah isi. Sedangkan secara terminologi, dalam Al-Qur’ân Al-
Karim dan Terjemahan, Zaini Dahlan, ulul albâb adalah orang yang berakal
cerdik, dapat mengambil pelajaran, berpikir cerdas, orang yang menggunakan
akal, orang yang berpikir tajam (Herawati,2015)

2.3 Arah perkaderan HMI


Melihat kondisi realitas menampakkan manusia semakin jauh dari
fitrahnya. Orientasi materi dengan pemajuan kepada indra dan akal menyebabkan
adanya perubahan nilai kemanusiaan dan ideologi sosial. Hal ini sering
bertentangan dengan cita-cita kultural dan nilai-nilai Islam. Kebenaran bukan lagi
atas dasar nilai-nilai Islam tetapi dengan paradigma posivistik yang
mengakibatkan manusia mengalami split dan kepincangan dalam mengidentifikasi
dan mendefinisikan realitas. Manusia pun akhirnya menyembah “tuhantuhan”
buatannya sendiri. Jadi musuh manusia tidak lagi “tuhan” secara kasat mata
seperti pemimpin zalim yang mudah ditaklukkan, namun persepsi atau cara
pandangnya dalam memahami realitas kehidupan. Banyak bentuk persepsi dan
cara pandang yang positivistik telah menghegomoni kehidupan manusia hingga
menjadi makhluk yang tidak merdeka, antara lain feodalisme dan aristokrasi,
kediktatoran dan kolonialisme, kapitaslisme dan materialisme, dan liberalisme dan
neo liberalisme (PB HMI, 2020)
Hal ini dapat dilihat pada sistem pendidikan yang tidak lagi menjadi
sistem yang memanusiakan manusia, malah menjadi sistem pembunuh karakter
diri manusia. Mahalnya pendidikan dan dominasi pragmatisme pada orientasi
pendidikan, berdampak pada perubahan orientasi hidup ke arah hegemoni
materialisme. Ilmu pengetahuan dan teknologi digunakan sebagai alat dominasi
satu kaum terhadap kaum lainnya. Alat dominasi si “kuat” dan si “lemah.” Hal
tersebut menjadikan kaum-kaum subordinat semakin jauh dari ilmu dan teknologi
itu sendiri. Dan semakin rendah pula ketahanan kehidupan mereka di muka bumi
ini. Dampaknya terlihat pada generasi manusia kontemporer yang semakin
permissif dalam berinteraksi dan berorientasi pada hasil semata daripada proses.
Hal ini akan menyuburkan eksploitasi kehidupan manusia dan alam
semesta yang membawa kerusakan di mana-mana. Ruh inilah yang menjadi
semangat HMI sebagai organisasi perkaderan yang diimplementasikan dalam
pedoman perkaderan. Melalui pengelolaan yang terarah, teratur dan sistematis,
muatan ideologi, manajemen dan sistemnya akan menghasilkan kader paripurna
dengan komitmen moral yang mantap, kemampuan intelektual yang berkualitas,
sikap keberpihakan yang tegas, kemampuan manajerial yang baik dan
kepemimpinan yang adil dan tangguh dalam menghadapi berbagai orientasi hidup.
Kemampuan ini menjadi senjata ampuh bagi kader dalam menghadapi relitasnya
melalui formula perkaderan yang terdiri dari Pendidkan, Aktifitas, dan Jaringan.
Beberapa muatan perkaderan HMI adalah sebagai berikut:
 Muatan Ideologi berisi nilai-nilai ideal universal seperti keadilan,
persaudaraan persamaan kebebasan, kasih sayang, kearifan dan sebagainya
yang kesemuanya itu merupakan nilai-nilai dasar pesan ajaran Islam.
 Muatan ini berisi beberapa aspek yang akan membentuk kepribadian kader
seperti sikap, mentalitas, intelektualitas, kebiasaan dsb-nya.
 Muatan epistemologi berisi seputar kaidah-kaidah sains sebagai muatan
yang memberikan landasan keilmuan bagi kader.
 Muatan sosiologis-politis berisi seputar berbagai persoalan sosial, budaya,
politik, ekonomi, sejarah dan budaya. Dengan muatan ini, maka kader
HMI diharapkan mampu mengembangkan wawasan sosial yang luas,
kepekaan dan kepedulian sosial yang tinggi, apresiatif terhadap berbagai
fenomena sosial kemasyarakatan (keumatan).
 Muatan Organisatoris Muatan organisatoris berisi berbagai aspek yang
berkaitan dengan seluk beluk keorganisasian HMI khususnya, misalnya
mengangkat perkem-bangan dan peranperan kesejarahan perjuangannya,
dinamika organisasinya, konstitusinya, perkaderannya dan sebagainya.
 Muatan Skill-Profesionalitas Muatan ini berisi pengetahuan praktis yang
bersifat strategis atau pun teknis yang mampu membekali kader guna
mengembangkan profesi secara profesional yang berdaya bagi
pengembangan organisasi dan masa depan pribadi kader, misalnya
jurnalistik, kewirausahaan, teknologi informasi dan sebagainya (PB HMI,
2020).

2.4 Ulil Albab Sebagai Citra Kader HMI


Pembentukan pribadi kader yang sesuai dengan insan cita HMI bertujuan
agar seluruh kader HMI memiliki pribadi yang baik yang dapat mendorong
terwujudnya tujuan HMI secara umum. Setiap organisasi, khususnya organisasi
kemahasiswaan pasti selalu berusaha untuk membentuk kadernya menjadi sosok
ideal bagi organisasi tersebut. Begitu juga dengan organisasi kemahasiswaan
HMI. Sosok ulil albab merupakan sosok yang ideal bagi kader HMI. Hal ini
sesuai dengan tujuan HMI, yakni terwujudnya mahasiswa Islam menjadi insan ulil
albab yang turut bertanggung jawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang
diridhoi Allah SWT. Maka daripada itu seluruh kegiatan yang ada di HMI selalu
berorientasi pada pembentukan diri kader menjadi insan ulil albab. HMI memiliki
tujuan “terbinanya mahasiswa Islam menjadi insan ulil albab yang turut
bertanggung jawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi Allah
SWT”. dari tujuan itu bisa kita lihat bahwa HMI menginginkan kadernya menjadi
insan ulil albab.
Menilik tujuan dari HMI, setidaknya ada dua frase yang dijalankan oleh
HMI. Yang pertama ialah frase perkaderan dan yang kedua adalah frase
perjuangan. Frase pertama HMI ada pada upaya HMI dalam mewujudkan
mahasiswa Islam menjadi insan ulil albab, sedangkan frase kedua tujuan HMI
terdapat pada mewujudkan tatanan masyarakat yang diridhoi Allah SWT.
Sehingga HMI memiliki cita – cita yakni menjadikan kadernya menjadi insan ulil
albab dan ikut mewujudkan tatanan masyarakat yang diridhoi Allah SWT
(Yuhanar, 2002).
Melihat dari tujuan HMI tadi, maka HMI mengiginkan seluruh kadernya
dapat menjadi insan ulil albab. Dengan menjadi insan ulil albab diharapkan kader
HMI mampu berkontribusi dalam Mewujudkan masyarakat madani atau
masyarakat yang diridhoi Allah SWT. Kata ulil albab secara sederhana dapat
diartikan sebagai orang yang berakal atau orang yang berpikir.
Secara umum terdapat 4 (empat) kriteria insan ulil albab. Keempat kriteria
tersebut yakni mu’abbit, mujtahid, mujahid dan mujadid.
 Mu’abbit adalah orang yang selalu taat beribada kepada Allah SWT. Ia
selalu merendahkan dirinya dan patuh melaksanakan perintah Allah.
 Mujtahid ialah orang yang selalu berpikir dalam setiap tindakannya.
 Mujahid adalah orang yang siap berjuang di jalan Allah. Tidak harus selalu
berjuang dengan perang saja, tetapi belajar, bekerja, membantu sesame
merupakan salah satu bentuk perjuangan di jalan Allah.
 Dan yang terakhir ialah mujadid yakni seorang pembaharu.

2.4 Relevansi Perkaderan HMI dan Era digital dalam penguatan Insan Ulil
albab

Untuk mencapai tujuan mulia tersebut tentu diperlukan suatu

proses dan usaha-usaha yang terukur yakni melalui perkaderan yang

sistematis. Dalam konteks Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), maka

pengertian perkaderan adalah usaha organisasi yang dilaksanakan


secara sadar dan sistematis selaras dengan pedoman perkaderan

HMI. Dengan demikian proses perkaderan tersebut diharapkan HMI

melahirkan kader muslim, intelektual professional yang berakhlakul

karimah serta mampu mengemban amanah Allah sebagai khalifa fil

ardh dalam upaya mencapai tujuan organisasi (Jafrun, 2019).

Sebagai organisasi yang telah lama mengambil peran penting

dalam kehidupan umat dan kehidupan bangsa, HMI telah

membuktikan kapasitasnya sebagai organisasi yang mampu

menjawab berbagai macam tantangan zaman. Mulai dari masa awal

mula kemerdekaan hingga saat ini. Dalam lintasan sejarah HMI ada

beragam problematika yang melanda mulai dari konflik horizontal

maupun vertical. Namun semua persoalan diatas mampu dilewati dan

dijawab oleh HMI. Tak heran jika Jenderal Soedirman, mengatakan HMI

adalah Harapan Masyarakat Indoneisa (HMI) dalam satu momentum

milad HMI di Jogjakarta.

Kini, usia HMI sudah memasuki 75 tahun, diibaratkan dengan

usia manusia sudah tua. Namun HMI harus tetap menunjukkan

keproduktifannya dalam menjawab tantangan zaman. Sayyidina Ali bin

Abu Thalib berpesan; “Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya,

karena mereka hidup bukan di zamanmu.” Inilah hikmah klasik yang

berlaku hari ini tak terkecuali bagi HMI. Heracletos (540 – 480 seb. M)

Filsuf Yunani kuno mengatakan, “Nothing endures but change”. Tidak

ada yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri. Karena

perubahan itu sendiri mutlak adanya (azhar 2022)


Oleh karena itu, sebagai organisasi yang berstatus

kemahasiwaan dan berfungsi sebagai organisasi kader, yang tidak bisa

mengelak dari perkembangan zaman. Menjadi sebuah keharusan, HMI

bisa beradaptasi dan melewati tantangan digital dengan tidak

menegasikan prinsip perjuangan HMI, yakni nilai keislaman dan

keindonesiaan. Akbar Tandjung dalam buku Membangun Konsensus

mengatakan bahwa kedua prinsip itu (keislaman-keindoneisaan) tidak

boleh dipisahkan dalam perjuangan HMI. Bagi HMI memisahkan Islam

dan Indonesia justru akan membelah visi, misi, komitmen dan

keperibadiannya.

Sebagai organisasi mahasiswa terbesar senantiasa HMI

membawa misi besar tentang keumatan dan kebangsaan. HMI harus

mampu bertahan dengan kondisi apapun, maka pola perkaderan

menjadi penting untuk kita benahi sesuai dengan perkembangan

dunia digital saat ini. Metode lama yang dipakai dalam setiap training

HMI telah usang (offline) karena proses perkaderan sejatinya tidak bisa

dipahami pada proses training formal saja jauh lebih penting daripada

itu adalah pembinaan kualitas kader di komisariat, cabang dan

seterusnya itu yang paling dasar.

HMI harus terbuka menghadapi era digital ini. Karenanya hari

ini dan kedepan pelaksanaan kegiatan-kegiatan atau training HMI

penting untuk kemudian memanfaatkan media digital karena sangat

relevan. Sehingga proses perkaderan dan agenda perkaderan tetap

terus berjalan dengan konsisten. Dari itu maka ruh HMI akan terus

hidup dan terjaga. HMI tidak tinggal nama. Untuk itu maka HMI harus
mau dan mampu berperan aktif berdialog secara aktif dengan

lingkungan melakukan penyesuaian-penyesuaian kedalam sikap dan

cara berpikir yang baru untuk kemudian diwujudkan ke dalam prilaku

sehari-hari dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara; baik dari perilaku perseorangan sebagai kader HMI

maupun perilaku kolektif sebagai organisasi.

HMI sebagai wadah yang menghimpun mahasiswa-mahasiswa

islam yang memiliki potensi besar dan nalar kritis tidak bisa larut

berkepanjangan membiarkan persoalan ini terjadi. Sebab setiap kader

HMI butuh ruang dan waktu untuk mengaktualisasikan potensi dirinya

dengan segala kurang dan lebihnya. Untuk menjadi seorang kader

yang memiliki kualitas insan cita membutuhkan ruang dan waktu yang

tidak sebentar dan mission HMI tidak akan tercapai jika problem ini

masih belum menemukan jawabannya. Sudah waktunya HMI

membuat tim khusus untuk melakukan riset terhadap problematika ini

sehingga endingnya menghasilkan alternatif-alternatif solusi dan

format baru yang mampu menjawab problematika perkaderan di

tengah pusaran teknologi digital dan pandemi ini (azhar, 2022).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Digital adalah sebuah konsep pemahaman dari perkembangan Zaman
mengenai Teknologi dan Sains, dari semua yang bersifat manual menjadi
otomatis, dan dari semua yang bersifat rumit menjadi ringkas. Tantangan pada era
digital telah pula masuk ke dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial
budaya, pertahanan, keamanan, dan teknologi informasi itu sendiri.
Melihat dari tujuan HMI tadi, maka HMI mengiginkan seluruh kadernya
dapat menjadi insan ulil albab. Dengan menjadi insan ulil albab diharapkan kader
HMI mampu berkontribusi dalam Mewujudkan masyarakat madani atau
masyarakat yang diridhoi Allah SWT. Kata ulil albab secara sederhana dapat
diartikan sebagai orang yang berakal atau orang yang berpikir.

Sebagai organisasi mahasiswa terbesar senantiasa HMI

membawa misi besar tentang keumatan dan kebangsaan. HMI harus

mampu bertahan dengan kondisi apapun, maka pola perkaderan

menjadi penting untuk kita benahi sesuai dengan perkembangan

dunia digital saat ini. Metode lama yang dipakai dalam setiap training

HMI telah usang (offline) karena proses perkaderan sejatinya tidak bisa

dipahami pada proses training formal saja jauh lebih penting daripada

itu adalah pembinaan kualitas kader di komisariat, cabang dan

seterusnya itu yang paling dasar. HMI harus terbuka menghadapi era

digital ini. Karenanya hari ini dan kedepan pelaksanaan kegiatan-

kegiatan atau training HMI penting untuk kemudian memanfaatkan

media digital karena sangat relevan.


DAFTAR PUSTAKA

Wahyudi, tian.2021. Penguatan Literasi Digital Generasi Muda Muslim Dalam


Kerangka Konsep Ulul Albab. Jurnal Penelitian dan Kajian Sosial
Keagamaan 18. No. 2. P-ISSN 2088-0871

Herawati, Azizah. 2015. Kontekstualisasi konsep ulul albab di era sekarang.


Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan 3, No.1

Ilyas, Yunahar.2002. Ulul Albab, Suara Muhammadiyah. Edisi 2. Yogyakarta:


UII Press

PB, HMI.2020. Konstitusi.Kendari

Jafrun.2019. Relevansi Kader HMI di era revolusi 4.0.web:


https://mediakendari.com/relevansi-kader-hmi-di-era-revolusi-4-0/40152/.
Diakses tanggal 9 agustus 2022.

Azhar. 2022. HMI Adaptif; Adaptasi Pola Perkaderan HMI Di Era Digital. Web :
https://www.beritaraya.id/2022/08/03/hmi-adaptif-adaptasi-pola-
perkaderan-hmi-di-era-digital/. Di akses onliene 9 agustus 2022

Anda mungkin juga menyukai