Anda di halaman 1dari 11

SIYASAH DAULIYAH

“Makalah Ini DiSusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Tersetruktur Mata Kuliah Fiqih
Siyasah”

Dosen pengampu;

Rahmi Nurtsani Priyatna, S.Sy.,M.H

DiSusun oleh :
Ridwan Jalaludin
Yadi Sutiana

PRODI AHWAL Al-SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARIAH


INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM
CIAMIS – JAWA BARAT
2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alakum wr. wb
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya
penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas akhir dari mata kuliah Fiqih
Siyasah dengan judul “Siyasah Dauliyah”
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu, khususnya kepada dosen Fiqih Siyasah yang telah banyak memberikan
ilmu sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Ciamis,19 November 2022

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................ii

DAFTAR ISI .....................................................................................................................iii


BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................1
A. Latar Belakang ...............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan ............................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2
A. Pengertian Siyasah Dauliyah..........................................................................................2
B. Dasar-Dasar Siyasah Dauliah.........................................................................................2
C. Hubungan Internasional dalam Masa Damai Dan pada masa Perang ...........................5
D. Netralitas Penghentian Perang........................................................................................5

BAB III PENUTUP...........................................................................................................7

A. Kesimpulan....................................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................8

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Islam pada hakekatnya bertumpu pada perdamaian abadi, meskipun
dalam praktek terjadi penggunaan kekuatan dalam skala tertentu.Bagi kaum
muslimin,penggunaan kekuatan dalam hubungan internasional hanyalah sebagai alat
untuk mempertahankan diri dari serangan musuh dan penyempurna dakwah Nabi
kepada umatnya. Awal peristiwa hubungan internasional umat Islam dengan negara
lain terjadi pada masa Rasul ketika beliau mengirimkan surat permintaan kepada
Kaisar Persia untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.Pada saat itu,surat yang
diajukan oleh Rasulullah diabaikan oleh Kaisar Persia dan dicabik-cabik di depan
utusan Rasul bahkan lebih jauh utusan Rasulullah kemudian dibunuh oleh sekutu
Romawi dari suku Arab yang tunduk kepada bangsa Romawi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Yang Di Maksud Siyasah Dauliyah?


2. Apa Saja Dasar-Dasar Siyasah Dauliyah?
3. Bagaimana Cara Penghentian Ketika Perang ?

C. Tujuan penulisan

1. Untuk Mengetatahui Apa Yang Di Maksud Siyasah Dauliah.


2. Untuk Mengetahui Dasar-Dasar Siyasah Dauliyah
3. Untuk Mengetahui Cara Penghentian Ketika Perang

iv
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Siyasah Dauliyah

Siyasah dauliyah merupakan rangkaian dari dua kata yang memiliki makna
masing-masing.Makna kata siyasah secara etimologi adalah mengatur, mengendalikan
atau membuat keputusan.Sedangkan kata siyasah secara istilah adalah segala
perbuatan yang membawa manusia lebih dekat kepada kemashlahatan dan lebih jauh
dari kemafsadatan. Sekalipun Rasulullah tidak menetapkannya dan bahkan Allah
SWT tidak menentukannya.1 Adapun kata dauliyah secara etimologi berasal dari kata
daala-yaduulu-daulah (Negara, kerjaan, dan kekuasaan) memiliki ragam makna,
diantaranya hubungan antarnegara, kedaulatan, kekuasaan, dan kewenangan. Dari
ragam makna kata dauliyah, makna yang relevan dengan kajian ilmu hubungan
internasional dalam Islam adalah hubungan antar negara.2

Dengan demikian dapat diartikan siyasah dauliyah berarti sebagai kekuasaan


kepala Negara untuk mengatur hubungan Negara dalam hal hubungan internasional,
Yang pada intinya mengatur segala aspek terkait dengan politik hukum internasional.3

B. Dasar-Dasar Siyasah Dauliyah

a) Asas Kemanggulan Manusia


Asas ini menegaskan bahwa umat manusia merupakan satu kesatuan manusia
karena sama-sama mahluk Allah.SWT walaupun berbeda suku bangsa,warna
kulit,tanah air dan agama.Perbedaan merupakan kenyataan alami yang tidak dapat
ditolak manusia.Asas kesatuan diambil dari ayat al-qur’an Qs.Al-Baqarah ayat
213. Yang artinya:
“Manusia itu adalah umat yang satu (setelah timbul perselisihan).Maka allah
mengutus para nabi sebagai pemberi peringatan dan allah menurunkan
bersama mereka kitab yang benar untuk memberi keputusan diantara manusia

1
H.A Djazuli, Fiqh Siyasah Implementasi Kemashalatan Umat Dalam Rambu-
rambu Syariah, (Jakarta,Kencana 2009), h. 25.
2
Ija Suntana, Politik Hubungan Internasional Islam (Siyasah Dauliyah) (Bandung :
Pustaka Setia, cet I 2015) ,h. 15.
3
ibid.

v
tentang perkara yang mereka perselisihkan.Tidaklah berselisih tentang kitab
itu melainkan kitab yang telah di datangkan kepada mereka keterangan-
keterangan yang nyata,karena dengki antara mereka sendiri.Maka allah
memberi petunjuk orang-orang yang beriman pada kebenaran tentang hal
yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-nya.Dan allah selalu
memberi petunjuk orang yang di kehendaki-nya.Kepada jalan yang lurus
(Qs.Al-Baqarah ayat 213)”

b) Asas Persamaan
Asas persamaan menekankan bahwa setiap bangsa di dunia harus
menempatkan bangsa lain sebagai pemilik derajat yang sama. Hubungan
antarbangsa tidak diperkenankan sedikit pun mempertimbangkan asal-usul, ras,
agama, bahasa, dan status sosial dalam menentukan hak membangun hubungan
internasional. Isi kesepakatan hubungan atau kerja sama harus menempatkan
setiap bangsa dalam posisi sederajat dalam hak dan kewajiban.

c) Asas Keadilan
Asas keadilan menghendaki agar setiap bangsa ditempatkan pada
kedudukannya, tidak dilanggar hak-haknya. Setiap butir perjanjian yang
dirumuskan menetapkan bahwa setiap Negara bertanggung jawab atas risiko dan
akibat setiap tindakan yang dilakukannya. Dengan kata lain, tidak hanya satu pihak
yang menanggung risiko,sedangkan pihak lain bebas risiko. Butir
perjanjian(memorandum) tidak membolehkan satu Negara atau bangsa dituntut
atas perbuatan yang tidak dilakukannya.

d) Asas Musyawarah
Asas musyawarah mengajarkan bahwa kesepakatan semua dalam suatu
perjanjian merupakan hasil dari berbagai keinginan yang telah disepakati oleh
kedua belah pihak. Asas musyawarah menghendaki agar konten butir-butir
perjanjian tidak bersifat tirani. Asas musyawarah merupakan pintu pembuka bagi
peserta atau actor perjanjian untuk mengakses, mengkritik, dan meluruskan redaksi
perjanjian yang selaras dengan kepentigan bangsanya. Selain itu, asas musyawarah
menekankan pada actor perjanjian agar bertanggung jawab atas kesepakatan yang
dibuatnya.

vi
e) Asas Kebebasan
Asas kebebasan memberikan kewenangan kepada para pihak yang terlibat
kerja sama untuk melakukan perbuatan apa pun yang tidak merugikan pihak
lain.Berdasarkan asas kebebasan, semua pihak yang memiliki hak dan kewajiban
yang sama. Asas kebebasan mengajarkan bahwa setiap pihak memiliki kebebasan
untuk bertindak tanpa merasa takut ditangkap selama tidak bertentangan debgab
peraturan internasional yang berlaku. Tindakan seseorang tidak boleh dihukum,
kecuali karena alasan hukum internasional yang disepakati.
f) Asas Kehormatan Manusia
Asas kehormatan manusia menghendaki agar suatu bangsa tidak merendahkan
bangsa lainnya. Asas kerhomatan manusia ini menolak terhadap klaim superior dan
inferior bangsa. Seluruh manusia terhormat secara fitrah. Asas kehormatan
manusia merupakan landasan yang harus dipegang dalam hubungan internasional.
g) Asas Toleransi
Asas toleransi menghendaki agar setiap perjanjian memuat kesepakatan untuk
saling menghargai perbedaan, kekurangan, dan kelebihan tiap-tiap peserta
perjanjian. Asas toleransi ini mengajarkan bahwa perbedaan hal-hal yang sangat
mendasar tidak dapat dianggap sebagai pengahalang untuk melakukan kerja sama.
Perbedaan keyakinan dan peribadatan dalam beragama harus disikapi secara
terbuka dan diberikan ruang yang bebas dalam setiap perjanjian. Tidak
diperkenankan terdapat naskah perjanjian yang isinya melarang salah satu pihak
untuk berbeda dalam berkeyakinan.4
h) Asas Kerja Sama
Asas kerja sama (al-ta‟awwun) mengajarkan sebuah perjanjian internasional
harus ada kesepakatan bahwa para pihak yang terlibat dalam perjanjian harus
berkontribusi secara fisik, baik biaya, tenaga (teknologi) maupun manfaat. Setiap
biaya atau tenaga yang dikeluarkan oleh satu pihak harus dibalas oleh mitra
perjanjian dengan manfaat yang setara.5

4
ibid
5
Beni ahmad saebani,fiqih siyasah terminologi dan lintasan sejarah politik islam sejak nabi
muhamad.SAW.Hingga al-khulafa ar-rasiddin (bandung CV.pustaka setia 2014),h. 122

vii
C. Hubungan Internasional dalam Masa Damai Dan pada masa Perang

Hubungan Internasional dalam Islam pada hakekatnya bertumpu pada


perdamaian abadi, meskipun dalam praktek terjadi penggunaan kekuatan dalam sekala
tertentu.Bagi kaum muslimin,penggunaan kekuatan dalam hubungan internasional
hanyalah sebagai alat untuk mempertahankan diri dari serangan musuh dan
penyempurna dakwah Nabi kepada umatnya.
Awal peristiwa hubungan internasional umat Islam dengan negara lain terjadi pada
masa Rasul ketika beliau mengirimkan surat permintaan kepada Kaisar Persia untuk
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
a) Hubungan Internasional dalam Masa Damai bahwa ketika terjadi konflik antara
umat Islam dengan lawan mereka, maka terlebih dahulu mereka diharuskan untuk
mengadakan perjanjian damai yang dinamai al-ṣulḥ.Perjanjian inilah yang
kemudian menjadi dasar perdamaian antara kedua belah pihak yang
bersengketa dalam perang. Dengan diadakannya perjanjian tersebut, maka umat
Islam telah diwajibkan untuk mengikuti dan menghormati perjanjian damai
tersebut secara seksama.Intinya, perdamaian merupakan unsur utama yang
menyusun proses tersebut ke arah yang di inginkan.

b) Hubungan internasional pada masa perang mengatur hubungan negara Islam


dengan bangsa agresor atau al-harbiyyunyang memulai melakukan agresi terhadap
kaum Muslimin yang berada di sebuah agama islam.6
D. Netralitas Penghentian Perang
Apabila peperangan telah berlangsung, maka sedapat mungkin dicari cara bentuk
penghentiannya, makin cepat berhenti adalah makin baik, karena makin sedikit
korban, dan seperti telah diuraikan bahwa perang itu dilarang, karena kondisi darurat
sesuai Kata kaidah fiqh:

“Kemudaratan harus dihilangkan.”

“Sedapat mungkin kemudaratan itu harus ditolak.”

Oleh karena itu, upaya-upaya yang bermaksud untuk segera berhentinya peperangan
menjadi penting. Penghentian peperangan bisa terjadi dengan berbagai kemungkinan
anatara lain:

1. Peperangan bisa berhenti karena telah tercapainya tujuan perang, yaitu menyerahnya
musuh yang diperangi seperti: mneyerahnya kaum kafir Quraisy ketika Rasulullah
membebaskan kota Mekkah, contoh lain adalah menyerahnya Jerman dan Jepang

6
1Muhammad Abu Zahra, al-Islām wa ‘Alāqat al-Dauliyah diterjemahkan oleh Muhammad Zein Hassan, dengan
judul Hubungan-Hubungan Internasional Dalam Islam (Cet, I; Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 52.2Al-Mawardi,
al-Ahkām al-Ṣulṭāniyah wa al-‘Alāqah al-Dinīyah (Beirut: al-Maktabah al-Islāmiyah, 1996)

viii
kepada sekutu di dalam Perang Dunia II, mengakhiri peperangan yang terjadi waktu
itu.
2. Perang juga bisa berhenti karena adanya perjanjian damai, Al-Qur’an
menyatakan:“Dan jika mereka (musuh) cenderung kepada perdamaian, maka kamu
pun harus cenderung kepada perdamaian. Dan bertawakallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Dan jika manusia
bermaksud hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah menjadi
pelindungmu, Dialah yang memperkuat dengan pertolongannya dengan para
mukminin.” (Q.S. AlAnfal: 61-62)

Sikap netralisasi muslimin itu hanya dimungkinkan apabila terjadi perang antara dua
negara yang bersengketa yang salah satunya tidak ada perjanjian damai dengan negeri
muslim, atau mungkin keduanya mengadakan perjanjian damai dengan negeri
muslim, alasannya antara lain:

a) Karena hubungan pokok antara muslim dan non muslim adalah perdamaian, maka
selama tidak ada sebab yang mewajibkan perang perdamaian harus dipertahankan,
oleh karena itu sikap netral adalah sikap konsekuensi logis dari prinsip damai itu.
b) Karena perang dalam kasus ini adalah untuk tujuantujuan duniawi dan tidak ada
hubungannya dengan akhlak dan budi baik, kedua belah pihak adalah zalim. Imam
Malik pernah berkata: Biarkanlah Tuhan membalas kezaliman yang zalim, dan
kemudian Dia membalas kezaliman kedua-duanya.
3. Masuknya kaum muslimin dalam ranah peperangan , berarti menyokong yang zalim
atas yang zalim lainnnya, sedangkan menyokong kezaliman terlarang dalam Islam.

ix
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengan demikian dapat diartikan bahwa Siyasah Dauliyah berarti sebagai


kekuasaan kepala Negara untuk mengatur hubungan Negara dalam hal
hubungan internasional, masalah territorial, nasionalitas, ekstradisi,
persaingan, tawanan politik, pengusiran warga negara asing, selain itu juga
mengurusi kaum dzimmi, perbedaan agama, akad timbal balik dengan kaum
dzimmi, hudud dan qisash.

x
DAFTAR PUSTAKA

Abû Zahrah Muhammad, Al-Jarîmah wa al-„Uqûbah fî al-Fiqh al-Islâm,Alfabeta,


2010.
Ali Zainudin,Hukum Pidana Islam,Jakarta;Sinar Grafika,2015.Ash-Shiddieqy Hasbi,
Hukum antar golongan dalam fiqh Islam Jogjakarta,Bulan Bintang, 2014.
Bakri Umar Suryadi, Dasar-dasar Hubungan Internasional,Kencana:Depok2017
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan terjemahan,Bandung CV.Diponegoro,2010.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.2011.G.R, Berridge, Diplomacy Theory And Practice,
Palgrave Macmillan, London, 2005.
Djazuli H.A. Fiqh Siyasah Implementasi Kemaslahatan Umat dalamRambu-rambu
Syariah Jakarta Kencana Prenada Media Group, cetakan ke-3, 2007
Hadi Sutrisno, Metodelogi Riset,Yogyakarta: Gajah Mada University Press,2001.
Holsti KJ Internasional Politics Terjemahan M Tahir Azhary Jakarta Internasional
Bandung;Simbiosa Rekatama Media,2011
Iqbal Muhammad, Fiqh Siyasah Konstektualisasi Doktrin Politik Islam,Jakarta:
Prenadamedia Group. Edisi pertama,2014.Irfan, Nurul Masyarofah, Fiqih Jinayah,
Jakarta: Amzah, 2013.Jakarta:Sinar Grafika:2018

xi

Anda mungkin juga menyukai