Anda di halaman 1dari 2

Merdeka belajar menjadi salah satu program inisiatif dari Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan yang sekarang bertransformasi menjadi Mendikbudristek yang memiliki cita-cita


untuk menciptakan kadaan belajar yang aman, nyaman dan suasana yang riang gembira. Tujuan
merdeka belajar yakni agar para peserta didik, guru, serta orang tua dapat menemukan suasana
yang menyenangkan.(Wahib, 2022).
Merdeka Belajar merupakan sebuah gebrakan baru untuk dapat merubah sistem
pendidikan nasional yang selama ini terkesan monoton (Nasution, 2020).
Merdeka belajar menurut Mendikbud Nadiem berawal dari keinginan agar keluaran atau
output pendidikan dapat menghasilkan kualitas yang lebih baik dan tidak lagi menghasilkan
peserta didik yang cuma pandai menghafal saja, tapi juga mempunyai kemampuan analisis yang
kuat, tajam, serta akurat, penalaran serta pemahaman yang komprehensif dalam belajar untuk
mengembangkan diri (Rizal Maula, Eka Oktavianingsih, 2021).
Merdeka belajar merupakan suatu perkara yang pokok, menjelma sebagai prasyarat untuk
dapat terpenuhinya capaian-capaian belajar yang lain. Tanpa kemerdekaan belajar, peserta didik
tidak dapat belajar dengan efektif. Tanpa kemerdekaan belajar, pendidikan budi pekerti tidak
dapat menggapai tujuannya sebab semua perilaku tidak dilandasi kesadaran. Jadi dapat dikatakan
bahwa kemerdekaan belajar dahulu, gemar belajar kemudian (Hendri, 2020).
Berdasarkan pendapat di atas bahwa dapat dikatakan merdeka belajar adalah proses
pembelajaran secara lahiriah dan bathiniah guna mencapai kemerdekaan. Substansi dari
merdeka belajar merupakan menggali kemampuan terbesar peserta didik dan guru guna
melakukan inovasi serta mengembangkan kualitas pada pembelajaran secara mandiri. Mandiri
bukan hanya mengikuti proses birokrasi pendidikan, namun betul-betul inovasi pendidikan.

Tidak latah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam mengadakan program


merdeka belajar. Setidaknya kebijakan ini lahir dari 3 aliran filsafat. Aliran filsafat tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Aliran Progresivisme, memandang proses pembelajaran ditekankan pada pembentukan
kreativitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural) dengan
memperhatikan pengalaman peserta didik, sehingga diharapkan dapat tercipta perubahan
pada diri peserta didik dengan indikator adanya perkembangan tingkat kemajuan baik
dalam bentuk pemikiran maupun sikap.
b. Aliran Konstruktivisme melihat pengalaman langsung peserta didik (direct experiences)
sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini pengetahuan adalah hasil
konstruksi atau bentukan manusia. Aliran ini memiliki kesamaan dengan aliran
Empirisisme yang mengatakan bahwa sumber pengetahuan adalah pengalaman
(Apposteriory) panca indera. Pengetahuan terbentuk karena pemanfaatan panca indera
melalui mata untuk melihat, hidung untuk mencium, telinga untuk mendengar, lidah
untuk merasa dan kulit untuk meraba. Dari pengalamanpengalaman indera itulah
kemudian manusia belajar sehingga menghasilkan suatu pengetahuan dan pengalaman.
c. Aliran Humanisme melihat peserta didik dari segi keunikan/karakteristik, potensi dan
motivasi yang dimilikinya. Suatu pembelajaran akan berhasil jika dapat menciptakan
perubahan pada diri peserta didik, baik kognitif, afektif maupun psikomotorik dengan
mempertimbangkan kondisi peserta didik yang memiliki potensi dan karakteristik yang
berbeda-beda (Muslikh, 2020)

Anda mungkin juga menyukai