Anda di halaman 1dari 16

MERDEKA BELAJAR: KAJIAN FILSAFAT TUJUAN PENDIDIKAN

DAN IMPLIKASINYA

Abstrak: Merdeka belajar adalah sebuah ide yang memberi peluang kebebasan
kepada para pendidik dan juga peserta didik untuk dapat memilih sistem
pembelajaran yang diinginkan. Tujuan adalah agar terciptanya suasana belajar dan
sistem pendidikan yang lebih bermakna serta memprioritaskan dari segi
keterampilan dan juga pengalaman belajar. konsep merdeka belajar memberikan
keleluasaan dan kebebasan yang lebih besar kepada para pelaku pendidikan agar
dapat merancang dan mengelola pembelajaran. Pelaku pendidikan tersebut mulai
dari lembaga pendidikan, pendidik, sampai peserta didiknya. Agar konsep
merdeka belajar tersebut bisa diaplikasikan dengan baik dan benar, maka idealnya
harus dilihat dari perspektif filsafat pendidikan untuk dapat melihat
kesesuaiannya. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengkaji konsep
merdeka belajar dari sudut pandang filsafat pendidikan yang berbeda supaya bisa
menggambarkan akan keberagaman pandangan.

Kata Kunci: Merdeka Belajar, Filsafat Pendidikan, Tujuan Pendidikan

Abstract: Freedom to learn is an idea that gives educators and students the
freedom to choose the learning system they want. The aim is to create a learning
atmosphere and education system that is more meaningful and prioritizing skills
and learning experiences. The concept of independent learning provides greater
flexibility and freedom for educational actors to be able to design and manage
learning. The education actors start from educational institutions, educators, to
students. In order for the concept of independent learning to be applied properly
and correctly, ideally it should be viewed from the perspective of educational
philosophy to be able to see its suitability. The purpose of writing this article is to
examine the concept of independent learning from the point of view of different
educational philosophies in order to illustrate the diversity of views.
Keywords: Freedom of Learning, Educational Philosophy, Educational Goals
PENDAHULUAN

Pendidikan mempunyai tujuan untuk menciptakan generasi muda penerus


bangsa yang cerdas dan juga memiliki karakter yang berbudi pekerti luhur.
Karena pendidikan bisa dikatakan sebagai pendorong kemajuan peradaban suatu
bangsa. Hal ini tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945 yang menegaskan
bahwa upaya mencerdaskan kehidupan bangsa adalah tanggung jawab negara,
dimana salah satu upaya tersebut adalah melalui pendidikan. Menurut pendapat
Aiman

, perubahan bangsa dan negara yang lebih baik diharapkan akan terjadi melalui
sistem pendidikan yang baik juga.

Lembaga pendidikan seperti sekolah dan juga guru sebagai pendidik di


sekolah dalam konsep merdeka belajar akan berhadapan dengan berbagai macam
tantangan yang semakin besar dan juga berbagai tuntutan pada zaman sekarang
ini. Hal ini tentu saja dalam rangka mempersiapkan para peserta didik untuk dapat
menghadapi macam-macam perubahan yang terjadi dengan semakin cepat.
Perubahan yang sangat signifikan terutama dalam bidang IPTEK menjadi
tantangan tersendiri bagi sebuah lembaga terutama lembaga pendidikan agar
dapat menyelenggarakan pendidikan yang disesuaikan dengan perkembangan
zaman. Menurut Cooley dalam 2, perlunya perhatian akan terjadinya pergeseran
nilai moral yang terjadi di masyarakat yang disebabkan oleh tujuan dari
pendidikan yang selalu berorientasi pada penekanan pembentukan moral dan
karakter dari peserta didik tersebut.

Kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan sekarang ini dikenal dengan istilah Merdeka Belajar. Merdeka
Belajar ini pertama kali dikemukakan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
Nadiem Makarim pada awal masa jabatannya. Merdeka Belajar rencananya akan
mulai diterapkan dalam satuan pendidikan dasar, menengah, sampai perguruan
tinggi. Merdeka belajar ini merupakan respon terhadap masalah-masalah dalam
pendidikan yang terjadi di Indonesia. Merdeka belajar tersebut diharapkan akan
menjadi solusi untuk memperbaiki kondisi pendidikan sekarang ini yang dianggap
masih belum ideal bagi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Konsep
Merdeka belajar tersebut isinya adalah beberapa keputusan kebijakan pendidikan
yang menjadi solusi untuk memperbaiki kondisi pendidikan di Indonesia.

Oleh karena itu, dalam Merdeka belajar ada lima hal yang menjadi fokus
perhatian, yaitu 1) Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), 2) Ujian Nasional
(UN), 3) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), 4) Peraturan Penerimaan
Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi, dan 5) kampus merdeka. Merdeka belajar
dapat mengakomodasikan keadilan bagi peserta didik, meringankan beban kerja
guru, dan menyesuaikan kebijakan kampus dengan perkembangan zaman.
Menurut3, merdeka belajar diharapkan bukan sekadar branding tetapi juga untuk
mengenalkan kebijakan-kebijakan baru.
Harapan yang sangat besar adalah melalui pendidikan tersebut maka dapat
melahirkan sesuatu yang inovatif, kreatif dan mampu mencetak generasi bangsa
yang akan membawa perubahan besar. Oleh karena itu, pemerintah telah
menyisihkan dan mengalokasikan sejumlah dana untuk mempersiapkan sarana
maupun sarana sebagai salah satu upaya peningkatan kualitas pendidikan di
Indonesia. Indonesia memiliki sumber daya manusia yang jumlahnya sangat
banyak, akan tetapi tidak diimbangi dengan meratanya pendidikan di Indonesia
sehingga terjadilah kesenjangan pendidikan yang mengakibatkan terjadinya
kesenjangan sosial dan juga ekonomi.

Tujuan pendidikan selalu dipengaruhi oleh falsafah hidup masyarakat


negara tersebut, misalnya Filsafat idealis meletakkan berbagai tujuan seperti
pendidikan untuk realisasi diri. Kaum pragmatis tidak percaya pada tujuan
pendidikan yang pasti. Filosofi yang berlaku dalam kehidupan masyarakat
tercermin dalam tujuan pendidikan negara itu. Berdasarkan pemikiran filsafat,
tujuan pendidikan didasarkan pada aliran idealisme, materialisme, pragmatisme,
realisme, eksistensialisme, humanisme, dan perenialisme.

Oleh karena itu menurut,4 dengan memahami dan juga menerapkan cara
pandang berbagai macam aliran filsafat pendidikan serta dihubungkan dengan
kebijakan merdeka belajar tersebut, maka diharapkan pendidikan di Indonesia
mempunyai arah dan tujuan yang jelas. Selain itu, pendidikan di Indonesia
diharapkan akan menjadi lebih maju, dan berkualitas serta sesuai dengan harapan
masyarakat Indonesia yang searah dengan amanat yang terkandung dalam UUD
1945.
Adapun beberapa artikel yang telah dianalisis terkait dengan konsep merdeka
belajar dalam pandangan filsafat pendidikan yaitu tulisan dari5 yang menjelaskan
tentang Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka Dalam Pandangan Filsafat
Pendidikan Humanisme. Dimana aliran Humanisme sebagai salah satu aliran
dalam filsafat pendidikan yang menekankan pada proses kognitif afektif dalam
belajar, teori ini memadukan kapabilitas dan potensi manusia sehingga ia bisa
mandiri memilih dan mengatur hidupnya. Dengan demikian, tujuan pendidikan
MBKM yang diharapkan untuk mengembangkan hard skills dan soft skills,
menyiapkan mahasiswa lebih siap dan relevan dengan kebutuhan perkembangan
zaman, menyiapkan lulusan sebagai pemimpin masa depan bangsa yang unggul
dan berkepribadian dapat dicapai secara optimal. Kedua, penelitian yang
dilakukan oleh,6 menjelaskan konsep merdeka belajar memiliki arah dan tujuan
yang sama dengan konsep aliran filsafat pendidikan progresivisme John Dewey.
Dalam penelitiannya tersebut disimpulkan bahwa aliran progresivisme yang
dipelopori oleh John Dewey merupakan aliran filsafat pendidikan yang
menghendaki adanya perubahan praktik pendidikan ke arah yang lebih maju,
berkualitas dan modern secara cepat serta memberikan manfaat yang nyata bagi
peserta didik dalam menghadapi persoalan kehidupan di masa yang akan datang
sesuai dengan perkembangan zaman. Progresivisme menghendaki adanya
kemerdekaan dan keleluasaan lembaga pendidikan mengeksplorasi kecerdasan
dan kemampuan peserta didik sesuai dengan potensi, minat dan kecenderungan
masing-masing peserta didik secara demokratis, fleksibel dan menyenangkan.
Antara konsep “merdeka belajar” yang dicetuskan oleh Mendikbud Nadiem
Anwar Makarim memiliki kesejajaran dengan konsep pendidikan progresivisme
John Dewey, yang mana keduanya sama-sama menekankan adanya kemerdekaan
dan keleluasaan lembaga dan Pembelajaran pendidikan dalam mengeksplorasi
secara maksimal kemampuan, kecerdasan dan potensi peserta didik dengan cara
yang fleksibel, natural, luwes, menyenangkan dan demokratis.

Maka Dengan mengkaji merdeka belajar dan kampus merdeka dari


sudut pandang filsafat pendidikan yang berbeda akan memberikan keragaman
pandangan dalam literatur, khususnya dalam kajian filsafat pendidikan.
Keberagaman pandangan akan dapat mengungkap sisi merdeka belajar secara
lebih dalam dan komprehensif. Untuk itu, fokus masalah dalam tulisan ini adalah
mengkaji tentang merdeka belajar: kajian filsafat tujuan pendidikan dan
implikasinya.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan


metode studi kepustakaan (library research). Dalam memperoleh informasi yang
terkait dengan konsep merdeka belajar dan konsep filsafat pendidikan, maka
memerlukan beberapa literatur, buku-buku, artikel dan referensi lain yang sesuai
dengan penulisan artikel ini. Informasi yang didapat dari literatur yang terkait
akan menjelaskan tentang bagaimana konsep merdeka belajar tersebut. Menurut
M. Nazir dalam7 metode studi kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data
yang menggunakan kajian penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur,
catatan-catatan dan laporan-laporan yang berhubungan dengan masalah yang
dipecahkan.

Studi kepustakaan digunakan agar dapat mempertajam konsep teoritis dan


juga memperkaya informasi tentang karya ilmiah dan penelitian yang sejenis.
Berbagai informasi yang telah didapatkan dari berbagai literatur dapat dijadikan
sebagai kajian konsep merdeka belajar dalam pandangan filsafat pendidikan
sebagai sumber yang sesuai dengan permasalahan yang terjadi saat ini, serta
mampu memberikan pandangan yang berbeda dan pemutakhiran dari berbagai
bahan sejenis yang ditulis oleh beberapa penulis sebelumnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Tujuan Merdeka Belajar

Merdeka belajar mengandung arti adanya kemerdekaan berpikir. Nadiem


Makarim mengemukakan bahwa esensi kemerdekaan berpikir harus dimulai
terlebih dulu oleh para pendidik. Pandangan seperti ini harus dilihat sebagai suatu
upaya untuk menghormati perubahan dalam pembelajaran di lembaga Pendidikan
baik di sekolah dasar, menengah maupun perguruan tinggi.

Kampus Merdeka adalah sebuah kebijakan pendidikan yang baru


diberlakukan oleh Menteri Nadiem Makarim pada jenjang pendidikan Tinggi.
Secara umum tujuannya adalah memberikan keleluasaan serta kebebasan kepada
perguruan tinggi, untuk mempermudah birokrasi, khususnya pada proses
akreditasi, akselerasi perguruan tinggi supaya proses memperoleh status PTN-BH
berjalan dengan cepat, selain itu memberi kewenangan untuk membuka program
studi baru.

Merdeka belajar sering dimaknai sebagai kebebasan dalam arti yang


sebenarnya. Permasalahan yang masih dihadapi adalah masih adanya
pengekangan khususnya dalam bidang pendidikan, para pendidik dan peserta
didik belum dapat merasakan otonomi yang cukup luas dalam menentukan arah
kebijaksanaan dalam belajar dan mengajar karena masih diatur oleh regulasi atau
aturan yang membuat rencana proses pelaksanaan dan evaluasi yang dilaksanakan
terkesan terbatas dan mengikat.
Sedangkan menurut pendapat Saleh dalam10 Konsep merdeka belajar menjadikan
pendidik dan peserta didik sebagai subjek dalam sistem pembelajaran, artinya
guru tidak lagi dijadikan sebagai sumber kebenaran oleh siswa. Akan tetapi
pendidik dan peserta didik melakukan kolaborasi untuk menjadi penggerak dan
mencari kebenaran. Dimana posisi peserta didik di kelas bukan untuk
menyeragamkan pendapat atau paham kebenaran atau untuk menurut pada apa
yang dikatakan oleh guru. Namun harus bisa menggali kebenaran, mempunyai
daya pikir yang kritis dalam melihat perkembangan zaman dan fenomena yang
sedang terjadi. Terbukanya peluang dan berkembangnya internet, maka teknologi
informasi menjadi sebuah momentum untuk mendukung kemerdekaan dalam
belajar. Maka hal ini diharapkan dapat merubah sistem pendidikan yang kaku atau
rigid dan dapat memberikan kebebasan untuk belajar dengan mandiri kreatif serta
berinovasi yang dilakukan oleh semua unit pendidikan. Sehingga guru dan
peserta didik memiliki pengalaman tersendiri di dalam sebuah lingkungan
pendidikan.
sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup tanpa bantuan dari orang lain.
Selanjutnya yang dimaksud dengan hakikat pendidikan menolong adalah
menjadikan manusia sebagai manusia yang sebenarnya. Hal ini bertujuan supaya
mengarahkan pendidikan manusia kepada perbuatan yang benar dan
mengembangkan potensi manusia agar memiliki kompetensi dalam hidupnya.

Adapun beberapa aliran filsafat yang membahas pendidikan diantaranya


yaitu:

1. Aliran Idealisme

Idealisme adalah sebuah pemikiran filosofis yang memberikan pengaruh


besar terhadap dunia pendidikan selama beberapa abad. Sebagai sebuah filsafat,
ideaLisme kurang memberikan pengaruh secara langsung terhadap pendidikan
pada abad ke-20 dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Akan tetapi, ide-
ide yang terdapat dalam aliran idealisme masih saja berpengaruh ke dalam
pemikiran pendidikan barat secara tidak langsung.

Sistem pendidikan sangat erat kaitannya dengan filsafat, karena menurut


pendapat Ornstein dalam12 menyatakan bahwa tanpa adanya filsafat maka
pendidik akan kehilangan pedoman ketika akan merancang, melaksanakan, dan
meningkatkan kualitas pendidikan. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Zais
dalam13 yang menjelaskan bahwa kajian filsafat adalah knowledge of the good life
yaitu membantu pendidik dalam memahami hakikat hidup yang baik bagi
individu dan masyarakat. Karena kehidupan yang baik merupakan dasar dari
pendidikan dan kurikulum. Selain itu filsafat dapat membantu para penyusun
kurikulum untuk bisa mengembangkan dan menentukan kriteria tujuan, proses,
dan sasaran kurikulum Pendidikan. Inilah yang menjadi alasan kuat mengapa
filsafat disebut sebagai salah satu fondasi kurikulum.

Konsep pendidikan dapat dilihat dari dua aspek yaitu membantu dan juga
menolong. Yang dimaksud dengan hakikat pendidikan membantu adalah
membantu seorang individu menjadi manusia seutuhnya, dikarenakan manusia
2. Aliran Naturalisme

Aliran naturalisme berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan


mempunyai pembawaan baik, dan tidak satupun yang mempunyai pembawaan
buruk. Hasil perkembangannya di kemudian hari sangat ditentukan oleh
pendidikan yang diterimanya atau yang mempengaruhinya. “Jika pengaruh itu
baik maka akan baiklah ia akan tetapi jika pengaruh itu buruk, akan buruk pula
hasilnya”. Sesuai dengan pernyataan15 yaitu sebagai berikut: ”semua anak adalah
baik pada waktu baru datang dari sang pencipta, tetapi semua rusak di tangan
manusia”. Oleh karena itu sebagai pendidik Rousseau mengajukan “pendidikan
alam” artinya anak hendaklah dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri menurut
alamnya, manusia atau masyarakat jangan banyak mencampurinya. Rousseau
juga berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan orang dewasa dapat merusak
pembawaan anak yang baik itu, aliran ini juga disebut “negativism”. Jadi dengan
kata lain pendidikan tidak diperlukan. Yang dilaksanakan adalah menyerahkan
anak didik ke alam, agar pembawaan yang baik itu tidak menjadi rusak oleh
tangan manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan.

Intinya bahwa hirarki tujuan pendidikan naturalistik merupakan


pembalikan lengkap dari tujuan tradisional sekolah, terutama, menyempurnakan
kekuatan tertinggi manusia melalui studi sastra, filsafat, dan klasik. Naturalis,
seperti yang digambarkan Herbert Spencer, pertama-tama memandang murid dari
sisi fisik. Dimana pikiran dan tubuh keduanya harus dirawat dan seluruh
keberadaan siswa dibuka sebagai satu kesatuan. Seorang anak menjadi buruk
karena dia lemah, jadikanlah dia kuat dan dia akan menjadi baik.

3. Aliran Pragmatisme

Secara etimologis, kata pragmatisme berasal dari bahasa Yunani


“pragma”, ada pula yang menyebut dengan istilah “pragmatis”, yang berarti
tindakan atau aksi. Keraf dalam16) menyatakan bahwa Pragmatisme berarti filsafat
atau pemikiran tentang tindakan. Filsafat ini mengemukakan bahwa benar
tidaknya suatu teori bergantung pada berfaedah tidaknya teori itu bagi manusia
dalam penghidupannya. Artinya bahwa ukuran segala bentuk perbuatan adalah
manfaatnya dalam praktek dan hasil yang memajukan hidup. Benar tidaknya
sesuatu hasil pikir, dalil maupun teori, dinilai menurut manfaatnya dalam
kehidupan atau menurut berfaedah tidaknya teori itu dalam kehidupan manusia.
Atas dasar itu, tujuan kita berpikir adalah memperoleh hasil akhir yang dapat
membawa hidup kita lebih maju dan lebih berguna. Sesuatu yang menghambat
hidup kita adalah tidak benar.

Tujuan pendidikan menurut pragmatisme bersifat dinamis. Menurut para


pragmatis, fokus utama pendidikan bukanlah warisan sosial masa lalu, tetapi
kehidupan yang baik di masa sekarang dan di masa depan. Standar kebaikan
sosial terus berubah, sehingga harus diuji dan diverifikasi melalui pengalaman
yang berubah. Hidup tidak berhenti dan selalu ada kebutuhan untuk perbaikan.

Kaum pragmatis percaya bahwa tujuan selalu ditentukan oleh individu


bukan oleh organisasi atau struktur apa pun. Mungkin pernyataan terbaik tentang
apa yang disebut tujuan pendidikan pragmatis dapat ditemukan dalam tulisan
John Dewey. Tujuan pendidikan adalah untuk mengajarkan anak-anak untuk
merasa nyaman di lingkungan belajar mereka sejauh anak-anak menjalani
hidupnya. Dewey percaya pada jenis lingkungan yang tidak dianggap sebagai
persiapan untuk hidup, tetapi kehidupan. Dia percaya bahwa pendidik harus
mengetahui hal-hal yang memotivasi dan menarik minat anak-anak dan
merencanakannya dengan tepat. Dewey percaya bahwa tujuan harus tumbuh dari
kondisi yang ada, bersifat tentatif, dan memiliki pandangan akhir.

4. Aliran Realisme

Realisme merupakan aliran filsafat yang berbeda dengan aliran filsafat


idealisme. Menurut Gandhi dalam17 menyebutkan bahwa aliran realisme sebagai
pelengkap adanya aliran filsafat idealisme. Realisme tidak percaya pada tujuan
umum pendidikan. Menurut mereka, tujuan adalah spesifik untuk setiap individu
dan perspektifnya. Dan masing-masing memiliki perspektif yang berbeda. Tujuan
pendidikan seharusnya adalah untuk mengajarkan kebenaran daripada keindahan,
untuk memahami kehidupan praktis saat ini. Tujuan pendidikan, menurut kaum
realis sosial, adalah untuk mempersiapkan manusia praktis dalam kehidupan
dunia.

5. Aliran Eksistensialisme

Eksistensialisme merupakan ajaran filsafat yang melihat segala gejala


berpangkal pada keberadaan (eksistensi). Eksistensi merupakan salah satu cara
manusia berada di dunia. Yang mana cara wujudnya manusia berbeda dengan cara
wujudnya benda-benda materi. Dimana keberadaan benda-benda materi
berdasarkan ketidaksadaran akan dirinya sendiri, dan juga tidak ada komunikasi
antara satu dengan yang lainnya. Namun manusia berbeda dengan materi,
manusia berada bersama dengan manusia lainnya sama sederajat. Benda-benda
materi akan bermakna karena manusia. Hal ini sesuai dengan pendapat19
eksistensialisme lahir karena ingin menempatkan kembali diri manusia pada
tempat yang sebenarnya. Manusia sebagai subjek sekaligus sebagai objek.
Manusia tidak sama dengan materi, manusia tidak hanya akal dan manusia
memerlukan kebahagiaan, ketenangan dan kedamaian. Aliran ini berfokus pada
pengalaman-pengalaman individual. Eksistensialisme juga memberi individu
suatu jalan berpikir mengenai kehidupan
6. Aliran Humanisme

Epistemologi memberikan petunjuk untuk menentukan tujuan pendidikan


humanistik. Karena akal atau intelek adalah kualitas manusia yang paling mulia,
maka para pendidik harus memusatkan upaya mereka pada pengembangan daya
intelektual. Memang benar para humanis ternama, seperti Vives dan Erasmus,
menyebut pembentukan karakter sebagai tujuan pendidikan. Dalam konteks
pengajaran di kelas, bagaimanapun, pendidikan moral jelas diberikan peran kecil.
kegiatan kelas diarahkan hampir secara eksklusif untuk membangun keterampilan
intelektual-verbal dalam diri siswa. Menurut pendapat20 humanisme pendidikan
mengadopsi sebagian besar dari prinsip-prinsip progresivisme, yaitu keterpusatan
pada anak, peran guru yang tidak otoritatif, pemfokusan pada subjek didik yang
terlibat aktif dan tekanan pada sisi pendidikan kooperatif dan demokratis.

Bagi kaum humanis, tujuan utama Pendidikan yang berbeda dari


pengertian luas tentang pendidikan yang dilaksanakan di rumah, gereja, dan
lembaga-lembaga sosial, adalah penanaman kecerdasan siswa. Tujuan pendidikan
harus menumbuhkan keinginan siswa untuk belajar dan mengajari mereka cara
belajar. Siswa harus memiliki motivasi diri dalam studi mereka dan keinginan
untuk belajar sendiri
7. Aliran Perenialisme

Perenialisme adalah filosofi pendidikan yang berpusat pada guru yang


berfokus pada ide-ide abadi dan kebenaran universal. Untuk memperjelas,
perenialisme menyarankan bahwa fokus pendidikan haruslah ide-ide yang telah
bertahan selama berabad-abad dengan keyakinan bahwa ide-ide itu relevan dan
bermakna hari ini seperti ketika mereka ditulis. Filosofi pendidikan ini bertujuan
untuk mempersiapkan siswa menghadapi kehidupan dengan mengembangkan
kualitas intelektual dan moral mereka melalui penekanan pengetahuan dan makna
pengetahuan, berfungsi untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa
dalam pencarian mereka untuk kebebasan individu, hak asasi manusia dan
tanggung jawab melalui alam.

Tujuan Perenialisme dalam Pendidikan adalah untuk mengembangkan


daya pikir, menginternalisasi kebenaran-kebenaran yang bersifat universal dan
konstan dan untuk memastikan bahwa siswa memperoleh pemahaman tentang
ide-ide besar peradaban Barat. Ini adalah filosofi yang paling konservatif,
tradisional, dan fleksibel. Perenialisme merangsang siswa untuk berpikir kritis
dan penuh pertimbangan; menumbuhkan pikiran rasional.

Perenialisme adalah filosofi yang berpusat pada guru, di mana guru kurang
peduli dengan minat siswa dan lebih peduli dengan mentransfer pengetahuan dari
generasi yang lebih tua ke generasi yang lebih muda. Guru akan fokus pada
pentingnya membaca dan akan sering menggunakan pelajaran membaca yang
mendasari untuk membuat poin moral. Guru menggunakan sejarah, agama, sastra,
dan hukum sains untuk memperkuat ide-ide universal yang berpotensi
memecahkan masalah apa pun di era apa pun.

B. Kebijakan Merdeka dalam Perspektif Aliran Filsafat Pendidikan

Kemajuan dalam bidang pendidikan akan selalu terjadi, hal ini


dikarenakan sistem pendidikan selalu beradaptasi dengan kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi. Akan tetapi meskipun kemajuan pendidikan tersebut
akan selalu terjadi secara signifikan, yang perlu selalu diperhatikan adalah bangsa
Indonesia harus tetap menjaga eksistensi kebudayaan luhur bangsa, apalagi di era
globalisasi seperti sekarang. Kenyataannya, pendidikan merupakan salah satu
bagian dari budaya. Karena kebudayaan yang dimiliki oleh suatu bangsa
merupakan sebuah modal untuk mencapai suatu peradaban bangsa. Hal ini sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Normina dalam26 yaitu bahwa Pendidikan dan
kebudayaan merupakan sebuah kesatuan, pendidikan bersifat progresif, agar
adaptif terhadap perkembangan kebudayaan, karena pendidikan merupakan
wahana menyosialisasikan sekaligus menjadi cerminan dari nilai-nilai kebudayaan
bangsa.

Begitupun beberapa aliran filsafat pendidikan yang semuanya


menginginkan kemajuan dalam bidang pendidikan sesuai dengan sudut
pandangnya masing-masing. Misalnya aliran progresivisme, dimana menurut
aliran filsafat ini harus adanya proses adaptasi dari bidang pendidikan terhadap
perkembangan dalam berbagai aspek terutama aspek teknologi informasi dan
komunikasi. Progresivisme juga menghendaki agar keterampilan serta kreativitas
peserta didik, menjadi prioritas yang utama dalam proses pembelajaran. Hal ini
dikarenakan peserta didik dianggap memiliki modal utama dalam bidang
akademik untuk bisa menyelesaikan berbagai macam permasalahan hidup yang
dihadapi oleh dirinya sendiri. Sehingga pada prakteknya aliran progresivisme ini
menghendaki agar peserta didik menjadi subjek utama dalam proses pembelajaran
tersebut yang difasilitasi oleh pendidik. Menurut Ibrahim dalam27 Progresivisme
memandang bahwa tujuan pendidikan harus didasarkan pada masa depan, melalui
pengoptimalan minat dan bakat peserta didik, agar menjadi modal pengetahuan
dan keterampilan untuk memecahkan masalah yang dinamis dan kompleks, baik
masalah sendiri, maupun sosial.

KESIMPULAN DAN RISET MENDATANG

A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian Pustaka di atas dapat kita ambil beberapa kesimpulan bahwa
kebijakan merdeka belajar yang sudah dirancang dan dikembangkan oleh menteri
pendidikan dan kebudayaan Nadiem Makarim ini dapat dikaji dari berbagai aliran
filsafat pendidikan, diantaranya yaitu aliran idealisme, materialisme,
pragmatisme, realisme, eksistensialisme, humanisme dan perenialisme.
Dimana beberapa aliran tersebut jika dikaji lebih dalam tentu sesuai dengan
kebijakan merdeka belajar yang sudah mulai akan diterapkan dalam sistem
pendidikan di Indonesia. Kebijakan tersebut dirancang untuk menjawab berbagai
permasalahan pendidikan yang terjadi akhir-akhir ini. Sehingga dengan adanya
konsep merdeka belajar, maka harapan akan majunya sistem pendidikan di
Indonesia ini semakin besar dan bisa terwujud. Sehingga bisa menghasilkan
kualitas sumber daya manusia unggul yang bisa bersaing di dunia internasional.

B. Riset Mendatang

Diharapkan pada penelitian yang akan datang bisa lebih memperluas


kajian ruang lingkup penelitian yang berkaitan dengan merdeka belajar dilihat dari
berbagai sudut pandang aliran filsafat pendidikan dengan mengambil lebih banyak
kajian dari berbagai macam literatur yang lebih beragam baik dari penelitian
nasional maupun penelitian internasional. Sehingga kajian penelitian tersebut akan
bisa menambah khasanah serta wawasan mengenai sistem Pendidikan di
Indonesia terutama yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah tentang sistem pendidikan di Indonesia termasuk konsep merdeka
belajar.
DAFTAR PUSTAKA

A.H., Saidah. “Pemikiran Essensialisme, Eksistensialisme, Perenialisme, Dan


Pragmatisme Dalam PersPektif Pendidikan Islam” V, No. 2 (n.d.).

Amanudin, Amanudin. Pengantar Ilmu Pendidikan. Pamulang Tangerang Selatan


Banten: UnPam Press, 2019.

Dediknas. “Undang-Undang Reublik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang


Sistem Endidikan Nasional,” n.d.
http://eprints.ums.ac.id/30167/7/DAFTAR_PUSTAKA.pdf.

Hadi, N.F & K. “Analysis of the Relationship between ‘Merdeka Belajar’ and the
Progressivism Philosophy,” 2021.

Ilman Nafi’a, Zidni, M. Kuswandi, D. Kurniawari, and C. & Aulia, F. “Konsep


Merdeka Belajar Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan.” 1, No. 2 (n.d.).

Mustaghfiroh, S. “Konsep ‘Merdeka Belajar’ Perspektif Aliran Progresivisme


John Dewey.,” 2020.

Pangestu, D. A., Pascasarjana, P., Sejarah, P., Yogyakarta, U. N., Rochmat, S.,
Pascasarjana, P., Sejarah, P., & Yogyakarta, U. N.(2021) “Pendiri Bangsa
Philosophy Of Freedom To Learn In The Perspective Of Founding
Fathers,”

Rif’ati, Mas Ian. (2018) “Realisme Dalam Filsafat Pendidikan,” .


file:///C:/Users/Administrator/Downloads/REALISME_DALAM_FILSAF
AT_ PENDIDIKAN.pdf.

Rohmah, Lailatu. (2019)“Eksistensialisme Dalam Pendidikan,” July 1, 2019.

Rusdi. “Filsafata Idealisme (Imlikasinya Dalam Endidikan)” 13, No. 2


(Desember
2013).

Suryadi, A.N., and dan K. (2021). “Analisis Konsep Kampus Merdeka Dalam
Perspektif Aliran Filsafat Pendidikan Progresivisme Dan Perenialisme,”

Susilawati, N. (2021).“Merdeka Belajar Dan Kampus Merdeka Dalam Pandangan


Filsafat Pendidikan Humanisme” 2.

Wasitohadi, Wasitohadi. (2012). “PRAGMATISME, HUMANISME DAN


IMPLIKASINYA BAGI DUNIA PENDIDIKAN DI INDONESIA” 28,
No. 2

Anda mungkin juga menyukai