Anda di halaman 1dari 23

TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI PADA PASIEN

DENGAN KLINIS OSTEOARTHRITIS GENU SINISTRA DI


INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM HAJI
SURABAYA

OLEH
AULIA ADISTY ALFA NISYA
152010383041

FAKULTAS VOKASI
D4 TEKNOLOGI RADIOLOGI PENCITRAAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021
HALAMAN PENGESAHAN
Telah diperiksa dan disetujui untuk memenuhi penugasan laporan studi
kasus Praktik Kerja Lapangan (PKL) Semester 3 Program D-IV Teknologi
Radiologi Pencitraan Fakultas Vokasi Universitas Airlangga.
Nama : Aulia Adisty Alfa Nisya’
NIM : 152010383041
Judul : Teknik Pemeriksaan Radiografi Pada Pasien Dengan Klinis
Osteoarthritis Genu Sinistra di Instalasi Radiologi RSU Haji
Surabaya.
Surabaya, 19 Desember 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan studi kasus
mandiri dalam pelaksaan Praktik Kerja lapangan dengan judul “Teknik
Pemeriksaan Radiografi Pada Pasien Dengan Klinis Ostroarthritis Genu
Sinistra di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Haji Surabaya”.
Dalam penyusunan laporan studi kasus ini penulis memperoleh banyak
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada Koordinator Program Studi D-IV Teknologi
Radiologi Pencitraan Universitas Airlangga, Instruktur Klinis Instalasi
Radiologi Rumah Sakit Umum Haji Surabaya, dan seluruh pihak yang telah
membantu dan memberi dukungan.
Penyusun menyadari bahwa laporan studi kasus ini masih memiliki
banyak kekurangan dan jauh dari sempurna karena keterbatasan ilmu
pengetahuan serta pengalaman yang dimiliki. Oleh karena itu, penyusun
berharap adaya kritik dan saran yang membangun agar laporan ini bisa lebih
baik lagi. Harapan penyusun semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang memerlukan.
Surabaya, 19 Desember 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………….....
KATA PENGANTAR………………………………………………………..
DAFTAR ISI…………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………..
1.3 Tujuan Masalah………………………………………………………….
1.4 Manfaat Masalah…………………………………………………………

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi Genu……………………………………………………………
2.2 Patologi Klinis……………………………………………………….......
2.3 Prosedur Pemeriksaan……………………………………………………
2.4 Teknik Pemeriksaan……………………………………………………..

BAB III PEMBAHASAN


3.1 Identitas Pasien…………………………………………………………..
3.2 Riwayat Patologis Pasien………………………………………………...
3.3 Prosedur Pemeriksaan…………………………………………………….
3.4 Teknik pemeriksaan Radiografi osteoarthritis genu……………………..
3.5 Pembahasan Masalah……………………………………………………..

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan………………………………………………………………
4.2 Saran…………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Osteoarthritis atau OA merupakan penyakit sendi degenerative yang
berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Osteoarthritis juga disebut
dengan pengapuran, merupakan salah satu masalah kedokteran yang sering
terjadi dan menimbulkan gejala pada orang usia lanjut maupun setengah baya.
Osteoarthritis terjadi para setiap orang dari segala etnis, dan lebih sering
menyerang pada wanita dan merupakan penyebab paling sering pada
penyebab disabilitas jangka panjang pada pasien dengan usia lebih dari 65
tahun.
WHO (World Health Organization) melaporkan bawah 40% penduduk
dunia yang lansia menderita OA dari jumla tersebut 80% diantaranya
mengalami keterbatasa gerak sendi. Prosentase Osteoarthritis di Indonesia
cukup tinggi yaitu 5% pada usia .40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun dan
65% pada usia >61 tahun. Degenerasi sendi yang menyebabkan sindrom
klinisi osteoarthritis muncul paling sering pada sendi tangan, pinggul, kaki,
dan spine. Prevalensi kerusakan sendi sinoval ini meningkat dengan
pertambahan usia. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang usia lanjut di Indonesia
menderita cacat karena OA. Oleh karena itu, tantangan terhadap dampak OA
akan semakin besar karena semakin bayaknya populasi yang berusia tua.
Salah satu kasus yang penulis temukan pada saat Praktik Kerja Lapangan
(PKL) di RSU Haji Surabaya adalah pemeriksaan radiografi pada pasien
osteoarthritis genu sinistra dengan poyeksi AP (AnteroPosterior) dan Lateral.
OA atau osteoarthritis adalah gangguang sendi yang bersifat kronis yang
ditandai adanya degenerasi tulang rawan sendi, hipertrofii pada tepi tulang,
dan perubhana pada membrane sinovial (Felson, 2012, dan Soeroso, 2015).
Gangguan ini disertai dengan nyeri, biasanya setelah aktivotas
berkepanjangan, dan kekauan khusunya pada pagi hari atau setelah inaktivitas
(Dorland, 2010).
Osteoarthritis menyumbang sekitar 50% dari seluruh penyakit
muskoskeletal yang merupakan kondisi terbesar dalam kelompok penyakit
muskoskeletal, selain rheumatoid arthritis dan osteoporosis (Soeroso 2014,
WHO 2004). Temuan radiografi OA genu didapatkan kira-kira 30% pada laki-
laki dan pada wanita yang memiliki usia lebih dari 65 tahun. Sekitar 85% dari
mereka yang menderita OA akan memiliki keterbatasan dalam bergerak, dan
25% tidak dapat melakukan pekerjaan berat dalam kehidupan sehari-harinya.
Pada 10-15% orang yang berusia lebih dari 60 tahun menderita beberapa
derajat OA Prevalensi OA genu secara radiologis di Indonesia cukup tinggi,
yaitu 15,5% pada pria, dan 12,7% oada wanita (Amin Z 2015, WHO,2004).
Di Indonesia pada tahun 2006, penderita osteoarthritis mencapai 5% pada
usia dibawah 40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia diatas
60 tahun. Di Provinsi Jawa Timur 33,6% penduduk mengalami gangguan
persendian termasuk osteoarthritis dan angka ini lebih tinggi dari prevalensi
nasional yaitu 22,6%. Sedangkan berdasarkan laporan data kesakitan tahun
2014 prevalensi penyakit pada sistem otot dan jaringan pengikat termasuk
osteoarthritis mencapai 77.541 penderita dan pada tahun 2015 prevalensinya
meningkat menjadi 122.737 penderita (Riskesdas, 2007). Dengan kondisi
klinis tersebut, maka seorang radiographer harus menguasai berbagai macam
pemeriksaan radiografi sesua dengan klinis pasien. Oleh sebab itu, penulis
tertarik untuk mengangkat studi kasus dengan judul “Teknik Pemeriksaan
Radiografi Pada Pasien dengan Klinis Osteoarthritis Genu Sinistra di
Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Haji Surabaya.”
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pemeriksaan radiografi pada kasus Osteoarthritis Genu
Sinistra di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya?
1.3 Tujuan Masalah
Tujuan dibuatnya laporan studi kasus ini adalah guna untuk mengetahui
bagaimana pemeriksaan radiografi pada kasus osteoarthritis genu di Rumah
Sakit Umum Haji Surabaya
1.4 Manfaat Penulisan
1. Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan masukan dan saran yang berguna untuk perbaikan
rumah sakit khususnya Instalasi Radiologi dan Radiografer mengenai
pemeriksaan radiografi pada pasien dengan klinis osteoarthritis genu
sinistra di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Haji Surabaya.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan pengetahuan lebih kepada mahasiswa mengenai
pemeriksaan radiografi pada pasien dengan klinis osteoarthritis genu.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Genu
Knee joint adalah salah satu sendi kompleks dalam tubuh manusia. Os.
Femur, Os. Tibia, Os. Fibula, dan Os. Patella disatukan menjadi satu
kelompok yang kompleks oleh ligament. (Ballinger, 2007)
Sendi merupakan perteuan antara dua atau beberapa tulang dari kerangka.
Terdapat tiga jenis sendi utama berdasarkan kemungkinan pergerkannya yaitu
sendi fibrus, sendi tulang rawan (cartilage), dan sendi sinovial (Ridwan
Harianto, 1991).
Sendi lutut dibentuk oleh epiphysis distalias os. Femur, epiphysis
proksimalis os. Tibia dan os. Patella, serta mempunya beberapa sendi yang
terbentuk daripada tulang yang berhubungan, yaitu os. Femur dan os. Patella
yang disebut dengan articulation patella femoral, antara os. Tibia dengan os.
Femur disebut disebut articlatio tibio femoral dan antara os. Tibia dengan os.
Fibula proximal disebut articulation tibio fibular proximal. Sendi lutut
merupakan suatu sendi yang disusun oleh beberapa tulang, ligament beserta
otot, sehingga dapat membentuk suatu kesatuan yang disebut dengan sendi
lutut atau knee joint.
Anatomi sendi lutut terdiri dari :
1. Tulang Pembentuk Sendi Lutut
a. Os. Femur
Merupakan tulang panjang terpanjang dan terbesar di dalam
kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan acetabulum
membentuk kepala sendi yang disebut dengan caput femoris. Pada
bagian proksimal dan distal column femoris terdapat taju yang disebut
trochanter major dan trochanter minor, di bagian ujung membentuk
persendian lutut dengan terdapat dua buah tonjolan yang disebut
dengan condylus medialis dan condylus lateralis, diantara kedua
condylus ini terdapat lekukan tempat letaknya os. Patella yang disebut
dengan fossa condylus (Syaifuddin, 2012).
b. Os. Tibia
Os. Tibia bentuknya lebih kecil pada bagian pangkal melekat pada os.
Fibula, pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang
pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut dengan os. Malleolus
medialis (Syaifuddin, 2012).
c. Os. Fibula
Merupakan tulang tulang panjang terbesar sesudah os. Femur yang
membentuk persendian lutut dengan os. Femur pada bagian
proksimalnya. Terdapat tonjolan yang disebut dengan os. Malleolus
lateralis atau mata kaki luar (Syaifuddin, 2012).
d. Os. Patella
Pada gerakan fleksi dan ekstensi patella akan bergerak pada os.
Femur. Jarak patella dengan os. Tibia saat terjadi gerakan adalah tetap
dan yang berubah hanya jarak antara patella dengan os. Femur. Fungsi
patella disamping sebagai perekatan otot-otot atau tendin adalah
sebagai pengungkit sendi lutut. Pada posisi fleksi lutut 90 derajat,
kedudukan patella di antara kedua condylus femur dan saat ekstensi
maka patella terletak pada permukaan anterior femur (Syaifuddin,
2012).
2. Ligamen Pembentuk Sendi Lutut
a. Ligament Cruriatum anterior
b. Meniscus lateralis
c. Ligament collateral fibula
d. Ligament capitis fibula posterior
e. Caput fibularis
f. Femur, condylus medial
g. Ligament meniscofemoralis posterior
h. Ligament collateral tibia
i. Ligament popliteum obliqum
j. Ligament cruriatum posterior
2.2 Patologi Klinis
1. Etiologi
Berdasarkan etiopatogenesisnya, OA dibedakan menjadi dua yaitu
osteoarthritis primer dan osteoarthritis sekunder. OA primer disebut juga
osteoarthritis idiopatik yaitu osteoarthritis yang kausanya tidak diketahui dan
tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan
lokal pada sendi. Sedangkan, osteoarthritis sekunder adalah osteoarthritis yang
didasari dengan adanya kelainan andokrin seperti acromegaly,
hyperparathyroidisme, inflamasi, post-tarumatik, kelainan metabolic, kelainan
pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro, serta imobilisasi yang terlalu
lama (Joern, 2010 Sudoyo, A.W, 2006).
Efek primer pada osteoarthritis idiopatik maupun osteoarthritis sekunder
adalah hilangnya kartilago sendi akibat perubahan fungsional kondrosit (sel-
sel yang bertanggung jawab atas pembentukan proteoglikan, yaitu glikoprotein
yang bekerja sebagai bahan seperti semen dalam tulan rawan dan kolagen)
(Kowalak J.P, 2011). OA merupakan penyakit homeostatis metabolism
kartilago dengan kerusakan proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum
jelas diketahui (Soeroso, 2014 & Sudoyo. A.W, 2006).
2. Epidimiologi
Osteoarthritis merupakan golongan penyakit sendi yang paling sering
menimbulkan gangguan sendi, dan menduduki urutan pertama baik yang
pernah dilaporkan di Indonesia maupun di luar negeri. Dari sekian banyak
sendi dapat terserang OA, lutut merupakan sendi yang paling sering terserang.
Osteoarthritis lutut merupakan penyebab utama rasa sakit dan
ketidakmampuan beraktivitas dibandingkan dengan OA pada sendi lainnya
(Maharani, 2007).
Penelitian epidemiologi jari Joern at al (2010) menemukan bahwa orang
dengan kelompok umur 60-64 tahun yang menderita OA sebanyak 22%. Pada
pria dengan kelompok umur yang sama dijumpai 23% menderita osteoarthritis
pada lutut kanan, sementara 16,3% sisanya didapati menderita osteoarthritis
ada lutut kiri. Berbeda halnya dengan pada wanita yang terdistribusi merata
dengan insiden osteoarthritis pada lutut kanan sebanyak 24,2% dan pada lutut
kiri sebanyak 24,7% dan di beberapa negara eropa sekitar 18-25% laki-laki
dan 24-40% wanita antara usia 60-79 tahun pada sekitar 100 juta penderita
OA lutut (Joern, 2010).
3. Gejala Klinis
Pasien OA biasanya ditermukan pada pasien dengan usia lebih dari 40 tahun
dan OA lutut lebih banyak terjadi pada penderita dengan kelebihan berat
badan. Pada umumnya, pasien osteoarthritis mengatakan bahwa keluhan-
keluhan yang dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara
perlahan. Berikut merupakan keluhan yang dijumpai pada pasien :
a. Nyeri Sendi
Keluhan ini merupakan kelihan utama yang dialami oleh pasien. Nyeri
yang dirasakan biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit
berkurang dengan istirahat. Perubahan ini secara radiologis dapat
ditemukan masih OA masih tergolong dini. Berdasarkan hasil
konvensional x-ray didapat bahwa sumber nyeri yang timbul diduga
berasal dari adanya bentuk yang abnormal pada sendi sinovitis.
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan
sejalan dengan pertambahan rasa nyeri. Gangguan pergerakan pada
sendi disebabkan oleh adanya fibrosis pada kapsul, osteofit atau
irregularitas permukaan sendi (Soeroso, 2014).
c. Kaku pagi hari
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau
tidak melakukan melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi
atau mobil dalam waktu yang cukup lama bahkan setelah bangun tidur
di pagi hari.
d. Krepitasi atau rasa gemeratak dapat timbul pada sendi yang sakit
Gejala ini umum dijumpai pada pasien osteoarthritis lutut . pada
awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau
remuk.
e. Perubahan bentuk sendi (Deformitas)
Perubahan bentuk sendi ditemukan akibat kontraktur kapsul serta
instabilitas sendi karena kerusakan pada tulang rawan sendi.
4. Faktor Resiko
1. Umur
Faktor usia merupakan faktor terkuat dalam kasus osteoarthritis.
Prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat dengan bertambahnya
umur. OA hamper tidak pernah pada anak-anak, jarang pada umur di
bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun. Akan tetapi
harus diingat bahwa OA bukan akibat menua saja. Perubahan tulang
rawan sendi pada usia lanjut berbeda dengan perubahan pada OA.
2. Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA sendi lainnya.
Sedangkan laki-laki lebih sering terkena OA paha, pergelangan tangan,
dan leher. Secara keseluruhan di bawah 45 tahun freuensi OA kurang
lebih sama pada laki-laki dan wanita, tetapi di atas usia 50 tahun
setelah menopause, frekuensi OA lebih banyak pada wanita daripada
pria.
3. Genetic
Faktor herediterjuga berperan pada timbulnya OA, misalnya pada
seorang wanita dengan ibu yang mengalami OA pada sendi interfalang
distal (nodus Herbenden) akan mengalami 3 kali lebih sering OA pada
sendi-sendi tersebut. Hal ini terjadi karena adanya mutasi dalam gen
prokolagen II atau gen-gen structural lain untuk unsur tulang rawan
sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat atau
proteoglikan dikatan berperan dalam timbullnya kecenderungan
familian pada OA tertentu (Soeroso, 2014).
4. Kegemukan
Berat badan yang berlebih nyatnya berkaitan dengan meningkatnya
resiko untuk timbulnya OA baik pada wanita maupun pada pria.
Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan OA pada sendi
yang menanggung beban, tetapi juga padaOA sendi lain.
5. Cedera Sendi, Pekerjaan
Pekerjaan berat yang menggunakan seluruh sendi ataupun dengan
pemakaian satu sendi yang terus menerus berkaitan dengan
peningkatan resiko OA tertentu. Demikian juga cedera sendi berkaitan
dengan resiko terjadinya OA yang lebih tinggi, misalnya robeknya
meniscus, ketidakstabilan ligament.

2.3 Prosedur Pemeriksaan Radiografi


1. Persiapan Pasien
Pada pasien Ny. M akan dilakukan pemeriksaan genu AP/Lat sinistra
dengan keadaan erect atau yang biasa disebut dengan AP Weight
Bearing dan untuk pemeriksaan Genu Lateral juga akan dilakukan
dengan keadaan pasien erect.
Sebelum dilakukan pemeriksaan, pasien diberikan instruksi untuk
mengganti celana yang dipakai dengan kain sarung pemeriksaan yang
sudah disediakan. Tujuannya adalah untuk mempermudah radiografr
saat melakukan positioning dan mempermudah pasien untuk bergerak
saat radiographer memberikan instruksi.
2. Persiapan Alat dan Bahan
1. Pesawat sinar-x
2. Kaset dan film yang sesuai
3. Marker L
4. Handscoon, masker, dan gown
5. Apron dan Sarung tangan Pb
6. Sarung atau baju ganti pasien
2.4 Teknik Pemeriksaan Radiografi
a. Proyeksi AP Weight Bearing
1. Persiapan pasien : Pasien diposisikan erect
2. Posisi pasien : pasien erect kedua tangan disamping badan
dan berpegangan pada pegangan di bucky
3. Posisi objek : Pasien berada di depan bucky dengan plate
berada di belakang tubuh pasien. Mid Sagital Plane tegak lurus
dengan plate DR.
4. Ukuran film :8
5. CR (Center Ray) : Tegak lurus horizontal
6. CP (Center point) : Os. Patella
7. Kolimasi : Batas atas distal os. Femur dan batas
bawah proksimal Cruris (Os. Tibia dan Os. Fibula)
8. Jarak kaset atau plate : 100 cm
9. Marker :L
10. Grid : Memakai grid
11. Eksposi : Ketika posisi kaki pasien sudah true AP
12. Kriteria gambaran : Distal Os. Femur, Proksimal Cruris, fosaa
intercondilar, os. Patella
13. Kriteria proyeksi : posisi patella tepat berada di tengah dan
menghadap ke arah depan, serta distal os. Femur ataupun
proksimal cruris tidak terpotong
b. Proyeksi Lateral - Mediolateral
1. Persiapan pasien : Pasien diposisikan berdiri dengan setengah
kuda-kuda
2. Posisi pasien : Pasien berdiri setengah kuda-kuda
menghadap ke arah kiri dengan posisi tangan berada ke atas
dengan beregangan pada pegangan bucky
3. Posisi objek : Pasien berada di depan bucky, dengan plate
atau kaset berada di samping pasien.
4. Ukuran film :8
5. CR (Center ray) : Tegak lurus horizontal
6. CP (Center point) : medial sendi sinovial atau medial condylus
os. Femur
7. Kolimasi : Distal os. Femur dengan catatan condylus
medial os. Femur tidak terpotong, proksimal cruris tidak terpotong.
8. Jarak kaset atau plate : 100 cm
9. Marker :L
10. Grid : Menggunakan grid
11. Eksposi : Ketika pasien sudah di posisi true lateral
12. Kriteria gambaran : Distal os. Femur dengan catatan condylus
medial os. Femur , proksimal cruris, os. Patella, fossa intercondilar
13. Kriteria proyeksi : Posisi patella berada sedikit bergeser kea
rah atas atau ke arah distal femor dengan catatan hasil proyeksi
menujukkan patella tidak terpotong
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Paparan Kasus


1. Identitas Pasien
1. Nama : Ny. Maria E.
2. Umur : 67 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. No. RM : 6939xx
5. Tanggal foto : 17 Desember 2021
6. Klinis : OA (Osteoarthritis) Genu
7. Jenis pemeriksaan : AP Weight Bearing dan Lateral erect

2. Riwayat Patologis Pasien


Pada hari Jumat, 17 Desember 2021 pasien bernama Ny. M usia 67
tahun datang ke Instalasi Radiologi Rumah Sakit Haji Surabaya dengan
klinis Osteoarthritis Genu dengan membawa surat permintaan foto dari
klinik orthopedic dan dokter ortho meminta foto Genu “S” AP/Lat. Pasien
memiliki keluhan, yaitu nyeri di lutut saat berjalan, bangun dari duduk,
dan berdiri terlalu lama. Sebelumnya, pasien memang sering mengalami
jatuh ataupun terpeleset. Bahkan di hari sebelumnya pasien sempat jatuh.

3.2 Persiapan Alat dan Bahan


1. Gown atau jaslab
2. Masker
3. Handscoon atau handrub
4. Sarung atau ganti baju pasien
5. Kaset atau Plate DR
6. Marker L
3.3 Persiapan Pemeriksaan
1. AP Weight Bearing Genu “S”
Sebelum memanggil pasien pastikan data pasien sudah diinput,
setelah itu panggil pasien dengan nama lengkap serta tanyakan lagi
sebagai bentuk validasi. Instruksikan pasien untuk mengganti celana yang
digunakan dengan kain sarung atau bila perlu mengganti dengan baju
pemeriksaan yang telah disiapkan oleh rumah sakit. Setelah pasien sudah
siap dengan baju atau kain sarung yang sudah disesuaikan, instruksikan
pasien untuk menaiki stand stool pada bucky DR setelah sebelumnya
pasien harus melepas alas kaki yang digunakan. Apabila ketinggian pasien
dirasa kurang mencakup bisa mensiasatinya dengan Styrofoam atau gabus
yang sudah di sediakan di ruangan x-ray untuk menopang dan
menambahkan tinggi dari tubuh pasien agar mencakup. Tetapi, kita bisa
memanfaatkan bucky dengan cara menaikkan bucky lebih tinggi agar
cahaya kolimasi bisa mencakup area yang akan diekspose.
Posisikan pasien menghadap ke arah tube x-ray, dengan kaki yang
menempel dan berada di depan bucky. Karena yang akan diekspose hanya
kaki kiri, maka sedikit regangkan kedua kaki pasien agar tidak terjadi
super-posisi saat diekspose. Posisikan kaki pasien true AP, dengan tanda
patella pasien berada di tengah fossa intercondylus dengan cara diraba di
bagian lututnya atau cara yang paling mudah dilihat adalah digiti 1 atau
ibu jari kaki kiri pasien menghadap ke arah ibu jari kaki kanan pasien.
sebelum diekspose, pastikan lagi kolimasinya agar objek yang akan
diekspose tidak terpotong dan pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak
dan tetap pada posisinya serta jangan lupa beri marker L. Setelah itu
radiographer masuk dan mengekspose apabila dari ruang operator masih
dirasa kurang kolimasinya, bisa diatur melalui komputer operator. Saat
mengekspose pintu operator harus benar-benar tertutup rapat dan pastikan
grid sudah terpasang serta pastikan focus hanya berada di satu titik saja.
2. Lateral Genu “S” Erect
Instruksikan pasien untuk berdiri menghadap ke arah kiri dengan posisi
true lateral. Setelah itu, instruksikan pasien untuk memudurkan kaki kanan
pasien, dan sedikit memajukan kaki kiri pasien dengan catatan area lutut
tidak keluar dari area plate DR. instruksikan pasien dengan memberi
contoh agar kaki kirinya sedikit ditekuk seperti posisi kuda-kuda, namun
kaki kanan bisa diluruskan saja atau sedikit menekuk namun tidak sampai
masuk ke arah cahaya kolimasi. Posisikan lagi kaki pasien hingga benar-
benar true lateral. Posisikan kembali CP dan kolimasinya serta marker L.
instruksikan pasien untuk menahan sebentar dan pada posisi yang tetap
tidak berubah posisi. Saat mengekspose pastikan pintu tertutup rapat dan
pastikan juga program sudah dipindah ke genu lateral dan grid sudah
terpasang. Pastikan juga fokusnya hanya di satu titik saja.
3.4 Prosedur Pemeriksaan
1. AP Weight Bearing Genu “S”
Pemeriksaan pasien Ny. M, dilakukan dengan menggunakan modalitas
fluoro DR maka dari itu, penulis tidak perlu untuk meletakkan atau
mengatur kaset lagi. Pasien diposisikan berdiri bucky persis di depan plate
fluoro DR. Pastikan pasien tidak bergerak dan pada posisi yang tetap. CR
(arah sinar) tegak lurus dengan bidang datar plate.
CP (center point) berada di patella atau di fossa intercondylar dengan D
100 cm. Kolimasinya yaitu, batas atas distal os. Femur dan batas bawah
proksimal cruris dengan faktor eksposi, kV : 59,8 mAs : 11,2
2. Lateral Genu “S” Erect
Pemeriksaan pasien Ny. M, dilakukan dengan menggunakan modalitas
fluoro DR maka dari itu, penulis tidak perlu untuk meletakkan atau
mengatur kaset lagi. Pasien diposisikan berdiri bucky persis di depan plate
fluoro DR. Pastikan pasien tidak bergerak dan pada posisi yang tetap. CR
(arah sinar) tegak lurus dengan bidang datar plate.
CP (center point) berada di medial fossa intercondylar dengan FFD 100
cm. Kolimasinya yaitu, batas atas distal os. Femur atau condylus medial
os. Femur dan batas bawah proksimal cruris dengan faktor eksposi, kV :
59,8 mAs : 9,4
3.5 Pembahasan Masalah
Teknik pemeriksaan AP Weight Bearing Genu dan Lateral Genu secara
erect sering bahkan selalu dilakukan di Instalasi Radiologi Rumah Sakit
Umum Haji Surabaya. Seperti yang kita ketahui, pada dasarnya kriteria dari
proyeksi AP/Lateral Genu yang baik adalah distal os. Femur dan proksimal
cruris tidak terpotong serta patella true AP dan untuk proyeksi Lateral patella
tidak terpotong dan berada sedikit mengeser kea rah distal os. Femur.
Pada dasarnya, pemeriksaan pasien dengan kasus OA dilakukan dengan
AP-Supine, karena untuk menghindari rasa nyeri berlebihan yang akan
dialami oleh pasien. Tetapi, untuk mendapatkan hasil foto yang akurat dan
informative setelah melihat kondisi pasien dan menanyakan validasi kekuatan
pasien untuk berdiri akhirnya penulis dan instruktur sepakat untuk
menggunakan weight bearing, penggunaan proyeksi ini juga agar kita bsa
mengetahui dengan jelas abnormal fossa intercondylar yang dialami pasien
dengan memanfaatkan berat badan pasien untuk melakukan foto ini. AP
Weight bearing dan AP – Supine sama-sama dilakukan untuk memeriksa dan
mengevaluasi sendi lutut pasien, namun apabila dengan menggunakan
proyeksi weight bearing informasi yang didepatkan dari hasil foto lebih
akurat, karena bisa melihat osteofit atau bentuk abnormal dari fossa
intercondylar dengan cukup jelas, ditambah lagi dengan riwayat pasien yang
sering jatuh atau terpeleset bisa sedikit memberikan tambahan informasi yang
tidak dijelaskan di surat permintaan.
Setelah hasil foto sudah didapatkan dan sudah dibaca oleh dokter spesialis
radiologi, dipastikan bahwa klinis OA Genu yang tertulis pada surat
permintaan dengan keluhan-keluhan yang sudah diberikan oleh pasien saat
pemeriksaan maka klinis tersebut adalah benar didukung oleh hasil foto yang
menunjukkan adanya seperti bentuk abnormal pada fossa intercondylar yang
ditandai adanya bentuk yang runcing pada fossa. Seperti yang dijelaskan
sebelumnya pada teori, bahwa osteoarthritis bisa muncul akibat seringnya
terjadi cedera atau trauma, usia, jenis kelamin, dan juga berat badan. Dari
kasus pasien Ny. M, bisa dipastikan teori tersebut sesuai dengan keadaan
lapangan.
Ny. M sering mengalami jatuh bahkan terpeleset yang menyebabkan
robeknya ligament yang terdapat di lutut dan menurut penulis, bisa jadi
robekan ligament terus-menerus tersebut tidak hanya di sendi lutut bisa jadi
juga berada di pergelangan kaki. Selain itu, usia dari Ny. M juga disebut usia
senja karena sudah lebih dari 50 tahun bahkan hamper 70 tahun, yang dimana
di umur tersebut wanita sudah mengalami menopause, sehingga hormone-
hormon esterogen wanita yang menumpuk tadi menyebabkan adanya
perubahan bentuk pada tulang yang mengkibatkan memunculkan OA pada
lutut, yang dimana kenyataan tersebut sesuai dengan teori bahwa OA bisa
muncul akibat adanya efek dari herediter akibat hormone wanita. Yang
terakhir adalah jenis kelamin, wanita memang sering bahkan lebih banyak
kasus osteoarthritis dialami oleh perempuan. Hal itu disebabkan karena,
wanita sering mengalami imobilisasi yang lama serta pekerjaan yang berat
sehingga beban seluruh tubuh akan bertumpu pada lutut. Sehingga lutut akan
menerima tumpuan beban yang besar dan memaksa untuk bekerja lebih keras
sehingga menyebabkan adanya pergesekan yang tidak normal sehingga
menyebabkan penyempitan pada celah sendi akibat menanggung beban yang
berat.
Dari proses pemeriksaan radiografi, terdapat kesamaan pada kedua
proyeksi ini yaitu, tangan pasien berada di samping tubuh namun tidak sampai
masuk ke arah cahaya kolimasi, pasien dalam kondisi erect dengan bertumpu
pada lutut dan memanfaatkan berat badan pasien. pemeriksaan, dilakukan
dengan melakukan proyeksi weight bearing terlebih dahulu lalu lateral, hal
tersebut dilakukan agar mempermudah mobilitas pasien dan mempercepat
waktu pemeriksaan. Selain itu, dengan mendahulukan proyeksi weigh bearing
AP radografer hanya perlu mengatur sekali kolimasinya dan saat proyeksi
lateral dilakukan radiographer hanya perlu memperbaiki posisi pasien agar
sesuai dan pas dengan arah sinar nanti, dan hanya menambahkan sedikit
kolimasi lebar agar patella tidak terpotong saat ekspose genu lateral. Selain
itu, pentingnya kita harus memasikan tidak ada kebocoran kolimasi x-ray yang
mampu merugikan pasien serta harus memastikan bahwa lantai ruangan
pemeriksaan bersih dari segala kabel yang menjuntai untuk menghindari
adanya konsleting listrik dan kebakaran.
Kesulitan dari pemeriksaan ini adalah, pasien yang mengeluh nyeri saat
dilakukan positioning dan pasien yang sedikit tidak kooperatif karena terus
berubah posisi sehingga radiographer harus memposisikan ulang dan
memberitahu beberapa kali agar tetap diam dalam posisi yang tetap.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam laporan ini dapat disimpulkan :
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Whitley, Stewart. 2005, CLARK’S POSITIONING IN RADIOGRAPHY
12thEDITION, London : Holder Headline Groups.
Philip, Frank Eugine, 2003, MERRIL’S ATLAS OF RADIOGRAPIC POSITION
AND RADIOLOGIC PROCEDURES 10thEDITION, Missouri : Mosby
Bontrager, Lampignano John, 2014, TEXTBOOK OF RADIOGRAPHIC
POSITIONING AND RELATED ANATOMY 8th EDITION, Missouri :
Elsevier Inc.
Winangun, 2019, JURNAL KEDOKTERAN : DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA
KOMPREHENSIF OSTEOARTHRITIS VOL. 5, Mataram : Fakultas
Kedokteran, Universitas Islam Al-Azhar
Hisyam, Ikmal. 2017, HUBUNGAN ANTARA USIA, INDEKS MASSA TUBUH,
DAN RIWAYAT PENYAKIT DIABETES MELITUS DENGAN
OSTEOARTHRITIS GENU BERDASARKAN FOTO POLOS PADA
PASIENDI RUMAH SAKIT DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO PERIODE
JUNI 2016 HINGGA JUNI 2017, Makassar : Fakultas Kedokteran,
Universitas Sultan Hassanudin

Anda mungkin juga menyukai