Surya Pradita - UTS HK Perundang-Undangan - 1804554001
Surya Pradita - UTS HK Perundang-Undangan - 1804554001
NIM : 1804554001
DPR dalam sistem ketatanegaraan Indonesia merupakan lembaga perwakilan politik. Secara
kelembagaan, DPR secara keanggotaan merupakan anggota dalam MPR. Pasal 20A UUDNRI
Tahun 1945 jo Pasal 25 UU no. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dean Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dikatakan bahwa DPR memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu fungsi legislasi,
fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Fungsi legislasi yaitu membentuk UU yang dibahas
bersama Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Fungsi anggaran yaitu menyusun
dan menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) bersama Presiden
dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Fungsi pengawasan yaitu melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan UUDNRI Tahun 1945, UU, serta peraturan-peraturan
pelaksananya.
Pasal 40 UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dean Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dijelaskan bahwa kedudukan DPD dari struktur ketatanegaraan Indonesia adalah
lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Oleh karena
sebagai lembaga negara, maka DPD sejajar kedudukannya dengan lembaga negara lainnya
(MPR, DPR, Presiden-Wakil Presiden, BPK, MA, dan MK).
Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, maupun
Angkatan Udara, sehingga bisa dikatakan juga bahwa Presiden merupakan panglima
tertinggi. Terkait dengan pembentukan produk hukum, Presiden memiliki kewenangan
untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada DPR, melakukan pembahasan
dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR dan mengesahkannya menjadi Undang-
Undang. Wakil Presiden merupakan pembantu kepala negara sekaligus kepala pemerintahan
Republik Indonesia sehingga secara umum tugas dan wewenang Wakil Presiden yaitu
membantu Presiden di dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.
9. Ketetapan MPR mempunyai kedudukan yang kuat di dalam hierarki yang sekaligus berada di
bawah UUD 1945. Menurut Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 sebagai pengganti dari
Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966, kedudukan TAP MPR dalam hierarki peraturan
perundang-undangan di Indonesia masih berada di bawah UUD 1945 dan di atas Undang-
Undang. Hal tersebut berarti, bahwa TAP MPR masih mempunyai fungsi sebagai pelaksana
aturan-aturan pokok yang ada di dalam UUD 1945 dan sekaligus mengarahkan haluan
negara yang tertuang di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). TAP MPR Nomor
III/MPR/2000, Ketetapan MPR masih mempunyai kedudukan sebagai bagian dari hierarki
peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, setelah dilakukan perubahan terhadap UUD
1945. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, ini berarti Ketetapan MPR kembali mempunyai kedudukan dalam
hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Implikasi-nya sungguh sangat besar
dan signifikan, karena Ketetapan MPR kembali menjadi sumber hukum formal dan material.
Ketetapan MPR harus kembali menjadi rujukan atau salah satu rujukan selain UUD 1945
bukan hanya dalam pembentukan perundangundangan di negeri ini, melainkan juga dalam
pembentukan kebijakan-kebijakan publik lainnya. DPR dan Pemerintah (Presiden) mutlak
harus memperhatikan Ketetapan MPR yang masih berlaku, bahkan merujuk kepadanya
dalam pembentukan undangundang dan peraturan perundang-undangan di bawahnya.
Indonesia menganut sistem hierarkis, yaitu bahwa peraturan perundang-undangan yang
berada lebih bawah tidak boleh bertentangan dengan yang berada di atasnya. Demikian juga
dengan pembentukan Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah
mutlak harus mendasarkan secara formal dan material kepada Ketetapan MPR. TAP MPR
yang masih dianggap berlaku tertuang dalam Pasal 2 dan Pasal 4, dengan total sebanyak 13
TAP MPR yang masih berlaku. TAP MPR yang masih berlaku tersebut, adalah :
1. Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS.1966 Tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia,
pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh Wilayah Indonesia bagi Partai
Komunis Indonesia dan larangan setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau
Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
2. Ketetapan MPR No. XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi
Ekonomi.
3. Ketetapan MPR No V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat di Timor Timur.
4. Ketetapan MPRS No. XXIX/MPRS/1966 tentang Pengangkatan Pahlawan Ampera. (dalam
perkembangan terakhir telah terbentuk UU No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda
Jasa, dan Tanda Kehormatan)
5. Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
KKN.
6. Ketetapan MPR No. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah,
Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan,
serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam NKRI.
7. Ketetapan MPR No. V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan
Nasional.
8. Ketetapan MPR No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Indonesia.
9. Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri.
10. Ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
11. Ketetapan MPR No. VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.
12. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan
Pemberantasan dan Pencegahan KKN.
13. Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolahan
Sumber Daya Alam.