KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, karena dengansegala
limpahan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawatpun
penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw beserta keluarga
dan sahabat sahabatnya. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen
pembimbing Ibu Ifada Retno, karena atas bimbingannya penulis mampu
menghadirkan sebuah makalah yang di harapkan mampu memberi hasanah
pengetahuan.
Tugas ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan
Islam. Dan juga kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ifada Retno E. ARA., M.Ag. selaku dosen pembimbing mata kuliah Filsafat
Pendidikan Islam.
2. Orang tua yang telah banyak memberikan semangat dan arahan kepada kami
sehingga terwujudnya makalah ini.
3. Seseorang yang selalu ada di hati kami, terima kasih atas kesetiaanmu serta
nasihat dan motivasi yang telah diberikan.
4. Semua pihak yang tidak sempat kami sebutkan satu per satu yang turut
membantu kelancaran dalam penyusunan makalah ini.
Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memberikan hasanah
pengetahuan khususnya bagi para pembaca mengenai teori-teori pengembangan
SDM. Mudah mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Tholabul
ilmi amin.
Semarang, 8 April
2015
Penyusun
DAFTAR ISI
Hal
aman
HALAMAN JUDUL
KATA
PENGANTAR ................................................................................................ 1
DAFTAR
ISI ................................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ............................................................................................... 3
B. Rumusan
Masalah .......................................................................................... 3
C. Tujuan
Penulisan ............................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pentingnya Pengembangan
SDM ................................................................... 4
B. Teori Idealisme-
Rasionalisme ......................................................................... 5
C. Teori
Realisme ................................................................................................ 7
D. Teori Pragmatisme-
Eksprimentalisme ............................................................ 8
E. Teori
Eksistensialisme .................................................................................... 9
F. Teori
Islam....................................................................................................... 10
DAFTAR
PUSTAKA ................................................................................................. 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam peradaban manusia modern dikenal adanya tiga macam sumber daya,
yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya teknologi. Dari kesemua
sumber tersebut sangat besar pengarunya dalam kehidupan, apalagi yang berkaitan
dengan sumber daya manusia. Karena begitu pentingnya sumber daya manusia, maka
sudah seharusnya kita untuk mengetahui bagaimana pengembangannya, terutama
pembahasan disini adalah pengembangan sumber daya manusia dalam teori-teori
aliran filsafat.
Filsafat pendidikan islam juga akan membahas tentang hal ini, akan tetapi
khusus yang berkenaan dengan aliran-aliran filsafat. Dan disini saya hanya diberi
kepercayaan untuk membahas masalah yang berkaitan dengan pengembangan sumber
daya manusia dalam aliran rasionalisme, realisme, pragmatisme, eksistensialisme,
dan yang terakhir menurut islam. Untuk lebih jelasnya, mari kita ikuti pembehasan
berikuut ini.
B. Rumusan Masalah
Dilihat dari latar belakang di atas kita dapat merumuskan masalah, antara lain
sebagai berikut:
C. Tujuan Penulisan
3. Memberi hasanah kepada para pembaca atau khususnya bagi peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
C. Teori Realisme
Pada hakikatnya kelahiran realisme sebagai suatu aliran dalam filsafat
merupakan sintesis antara filsafat idealisme Immanuel Kant di satu sisi, dan
empirisme John Lock disisi lainnya. Realisme ini kadanng kala disebut juga neo
rasionalisme. John Lock memandang bahwa tidak ada kebenaran yang bersifat
metafisik dan universal.[5] Ia berkeyakinan bahwa sesuatu dikatakan benar jika
didasarkan pada pengalaman-pengalaman indrawi. John Lock menyangkal kebenaran
akal, sedangkan menurut idealisme Immanue Kant, realisme termasuk salah satu
aliran klasik yang selalu disandarkan pada nama besar Aristoteles yang memandang
dunia dalam terma material. Segala sesuatu yang ada di hadapan kita adalah suatu
yang riil dan terpisah dari pikiran manusia, namun ia dapat memunculkan pikiran
dengan melalui upaya selektif terhadap berbagai pengalaman dan melalui pendayaan
fungsi akal. Jadi, realitas yang ada adalah dalam wujud natural, sehingga dapat
dikatakan bahwa segala sesuatu dapat digerakkan dari alam.
Dalam memandang kehidupan, realisme berpendapat bahwa kehidupan fisik,
mental, moral, dan spiritual biasanya ditandai atau terlihat dalam alam natural.
Dengan demikian terlihat realisme sesungguhnya lebih cendrung untuk mengatakan
sesuatu itu sebagai sesuatu itu sendiri dari pada sesuatu itu sebagai apa mestinya. Oleh
karena itu, dalam mengembangkan SDM aliran ini berangkat dari cara manusia
memperoleh pengetahuan.
Menurut aliran realisme, sesuatu dikatakan benar jika memang riil dan secara
substantive ada. Suatu teori dikatakan benar apabila adanya kesesuaian dengan
harapan dapat diamati dan semuanya perfeck. Aliran ini menyakini bahwa adanya
hubungan interaksi antara pikiran manusia dan alam semesta tidak akan
mempengaruhi sifat dasar dunia. Objek-objek yang diketahui adalah nyata dalam
dirinya sendiri, bukan hasil persepsi dan bukan pula hasil olahan akal manusia. Dunia
tetap ada sebelum pikiran menyadari dan ia tetap akan ada setelah pikiran tidak
menyadarinya. Jadi menurut realisme ada atau tidak adanya akal pikiran manusia,
alam tetap riil dan nyata dalam hukum-hukumnya.
Bagi kelompok realisme, ide atau proposisi adalah benar ketika eksistensinya
berhubungan dengan segi-segi dunia. Sebuah hipotesis tentang dunia tidak dapat
dikatakan benar semata-mata karena ia koheren dengan pengetahuan. Jika
pengetahuan baru itu berubungan dengan yang lama, maka hal itu hanyalah lantaran
yang lama itu memang benar, yaitu desebabkan pengetahuan lama koresponden
dengan apa yang terjadi dengan kasus itu.
Dengan demikian, pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang
koresponden dengan dunia sebagaimana apa adanya. Dalam perjalanan waktu, ras
manusia telah dikonfirmasi secara berulang-ulang, menanamkan pengetahuan tertentu
kepada anak yang sedang tumbuh merupakan tugas yang paling penting.
D. Teori Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari dua kata yaitu pragma dan isme. Pragam berasal dari
bahasa Yunani yang berarti tindakan atau action. Sedangkan pengertian isme sama
dengan pengertian isme-isme yang lainnya yang merujuk pada cara berpikir atau
suatu aliran berpikir. Dengan demikian filsafat pragmatisme beranggapan bahwa
fikiran itu mengikuti tindakan.
Pragmatisme menganggap bahwa suatu teori dapat dikatakan benar apabila
teori itu bekerja. Ini berararti pragmatisme dapat digolongkan ke dalam pembahasan
tentang makna kebenaran atau theory of thurth. Hal ini dapat kita lihat dalam buku
William James yang berjudul The Meaning of Thurth. Menurut James kebenaran
adalah sesuatu yang terjadi pada ide. Menurutnya kebenaran adalah sesuatu yang
tidak statis dan tidak mutlak. Dengan demikian kebenaran adalah sesuatu yang
bersifat relatif. Hal ini dapat dijelaskan melalui sebuah contoh. Misalnya ketika kita
menemukan sebuah teori maka kebenaran teori masih bersifat relatif sebelum kita
membuktikan sendiri kebenaran dari teori itu.
Tokoh aliran Pragmatis adalah Ibnu Khaldun. Sedangkan tokoh Pragmatisme
Barat yaitu John Dewey. Bila filsafat pendidikan Islam berkiblat pada pandangan
pragmatisme John Dewey, tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan adalah segala
sesuatu yang sifatnya nyata, bukan hal yang di luar jangkauan pancaindera.[6]
Dari pemikiran Ibnu Khaldun di atas, maka ide pokok pemikiran aliran
Pragmatis antara lain:
Ø Manusia pada dasarnya tidak tahu, namun ia menjadi tahu karena proses belajar,
Ø Akal merupakan sumber otonom ilmu pengetahuan, dan
Ø Keseimbangan antara pengetahuan duniawi dan ukhrawi.
E. Teori Eksistensialisme
Dari sudut estimologi eksistensialisme berasal dari kata eks yang berarti di
luar dan sistensi yang berati berdri sendiri atau menempatkan, jadi secara
luas eksistensi dapat diartikan sebagai, berdiri sendiri sebagai dirinya sekaligus keluar
dari dirinya. Eksistensialisme merupakan suatu aliran dalam filsafat yang menekankan
pada manusia, dimana manusia dipandang sebagai suatu dunia dengan kesadaran. Jadi
pusat renungan eksistensialisme adalah manusia konkret.
Ada beberapa ciri eksistensialisme, yaitu selalu melihat manusia berada,
ekssistensi diartikan secara dinamis sehingga ada unsur berbuat dan menjadi, manusia
dipandang sebagai suatu realitas yang terbuka dan belum selesai dan berdasarkan
pengalaman yang konkret. Jadi dapat disimpulkan bahwa eksistensialisme
memandang manusia sebagai suatu yang tinggi, dan keberadannya itu selalu
ditentukan oleh dirinya, karena hanya manusialah yang dapat bereksistensi, yang
sadar akan dirinya dan tahu bagaimana cara menempatkan dirinya. Ilmu-ilmu yang
berkaitan eksistensialisme yaitu sosiologi dan antropologi.
Eksistensialisme bisa dialamatkan sebagai saanlah satu reaksi dari sebagian
terbesar reaksi terhadap peradaban manusia yang hampir punah akibat perang dunia
kedua.[7]Dengan demikian Eksistensialisme pada hakikatnya adalah merupakan
aliran filsafat yang bertujuan mengembalikan keberadaan umat manusia sesuai
dengan keadaan hidup asasi yang dimiliki dan dihadapinya.
Secara singkat Kierkegaard memberikan pengertian Eksistensialisme adalah
suatu penolakan terhadap suatu pemikiran abstrak, tidak logis atau tidak ilmiah.
Eksistensialisme menolak segala bentuk kemutlakan rasional.[8] Dengan demikian
aliran ini hendak memadukan hidup yang dimiliki dengan pengalaman, dan siuasi
sejarah yang dialami, dan tidak mau terikat oleh hal-hal yang sifatnya abstrak serta
spekulatif. Baginya, segala sesuatu dimulai dari pengalaman pribadi, keyakinan yang
tumbuh dari dirinya dan kemampuan serta keluasan jalan untuk mencapai keyakinan
hidupnya.
Atas dasar pandangan itu, sikap dikalangan kaum Eksistensialisme atau
penganut aliran ini seringkali nampak aneh atau lepas dari norma-norma umum.
Kebebasan untuk freedom to, adalah lebih banyak menjadi ukuran dalam sikap dan
perbuatannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat diambil suatu kesimpulan bahwa masing-masing aliran tersebut
mempunyai pandangan yang berbeda-beda tentang bentuk-bentuk pengembangan
sumber daya manusia. Yang mana rasionalisme mengatakan bahwa segala sesuatu
pengetahuan itu berasal dari rasio manusia, yaitu atas dasar kinerja otak setiap
individu. Begitu pula kaitannya dengan pengembangan sumber daya manusia, yang
semuanya akan terbentuk karena adanya rasio yang senantiasa berfikir, dan
membentuk sesuai dengan pola pikirnya.
Begitu sebaliknya dengan teori realisme, ia mengatakan bahwa semua itu
terjadi sesuai dengan keadaanya nyata alam ini, sehingga tanpa memerlukan rasio
untuk memikirkannya. Segala sesuatu yang ada di hadapan kita adalah suatu yang riil
dan terpisah dari pikiran manusia, namun ia dapat memunculkan pikiran dengan
melalui upaya selektif terhadap berbagai pengalaman dan melalui pendayaan fungsi
akal.
Akan tetapi pada dasarnya dapat dikatakan bahwa diantara aliran-aliran yang
ada terutama dua aliran di atas, itu semua tidak akan terlepas antara satu sama lainnya.
Karena dalam menggunakan aliran realisme pasti tidak akan terlepas dari pada yang
namanya rasio (rasionalisme), dan begitu pula dengan sebaliknya.
Ide pokok pemikiran teori pragmatisme antara lain:
Ø Manusia pada dasarnya tidak tahu, namun ia menjadi tahu karena proses belajar,
Ø Akal merupakan sumber otonom ilmu pengetahuan, dan
Ø Keseimbangan antara pengetahuan duniawi dan ukhrawi.
Sedangkan teori eksistensialisme memandang manusia sebagai suatu yang
tinggi, dan keberadannya itu selalu ditentukan oleh dirinya, karena hanya manusialah
yang dapat bereksistensi, yang sadar akan dirinya dan tahu bagaimana cara
menempatkan dirinya. Atas dasar pandangan itu, sikap dikalangan kaum
Eksistensialisme atau penganut aliran ini seringkali nampak aneh atau lepas dari
norma-norma umum.
Strategi pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW meliputi: (1)merencanakan dan menarik sumber daya manusia
yang berkualitas, (2)mengembangkan sumber daya manusia agar berkualitas,
(3)menilai kinerja sumber daya manusia, (4)memberikan motivasi, dan (5)memelihara
sumber daya yang berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA