Anda di halaman 1dari 11

Makalah FPI : Teori-Teori Pengembangan SDM

dalam Filsafat Pendidikan Islam

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, karena dengansegala
limpahan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawatpun
penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw  beserta keluarga
dan  sahabat sahabatnya. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen
pembimbing  Ibu Ifada Retno,   karena atas bimbingannya penulis mampu
menghadirkan sebuah makalah yang di harapkan mampu memberi hasanah
pengetahuan.
Tugas ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan
Islam. Dan juga kami mengucapkan terimakasih kepada:
1.    Ifada Retno E. ARA., M.Ag. selaku dosen pembimbing mata kuliah Filsafat
Pendidikan Islam.
2.    Orang tua yang telah banyak memberikan semangat dan arahan kepada kami
sehingga terwujudnya makalah ini.
3.    Seseorang yang selalu ada di hati kami, terima kasih atas kesetiaanmu serta
nasihat dan motivasi yang telah diberikan.
4.    Semua pihak yang tidak sempat kami sebutkan satu per satu yang turut
membantu kelancaran dalam penyusunan makalah ini.
Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memberikan hasanah
pengetahuan khususnya bagi para pembaca mengenai teori-teori pengembangan
SDM. Mudah mudahan makalah ini dapat  bermanfaat bagi para pembaca. Tholabul
ilmi amin.

Semarang, 8 April
2015   

Penyusun

DAFTAR ISI

Hal
aman

HALAMAN JUDUL
KATA
PENGANTAR ................................................................................................   1
DAFTAR
ISI ................................................................................................................   2
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar
Belakang ...............................................................................................    3

B.     Rumusan
Masalah ..........................................................................................    3

C.     Tujuan
Penulisan ............................................................................................    3

BAB II PEMBAHASAN
A.    Pentingnya Pengembangan
SDM ...................................................................    4

B.     Teori Idealisme-
Rasionalisme .........................................................................    5

C.     Teori
Realisme ................................................................................................    7

D.    Teori Pragmatisme-
Eksprimentalisme ............................................................    8

E.     Teori
Eksistensialisme ....................................................................................    9

F.      Teori
Islam.......................................................................................................   10

BAB III PENUTUP 


3.1  Kesimpulan ....................................................................................................  
 12

DAFTAR
PUSTAKA .................................................................................................   13

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Dalam peradaban manusia modern dikenal adanya tiga macam sumber daya,
yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya teknologi. Dari kesemua
sumber tersebut sangat besar pengarunya dalam kehidupan, apalagi yang berkaitan
dengan sumber daya manusia. Karena begitu pentingnya sumber daya manusia,  maka
sudah seharusnya kita untuk mengetahui bagaimana pengembangannya, terutama
pembahasan disini adalah pengembangan sumber daya manusia dalam teori-teori
aliran filsafat.
Filsafat pendidikan islam juga akan membahas tentang hal ini, akan tetapi
khusus yang berkenaan dengan aliran-aliran filsafat. Dan disini saya hanya diberi
kepercayaan untuk membahas masalah yang berkaitan dengan pengembangan sumber
daya manusia  dalam aliran  rasionalisme, realisme, pragmatisme, eksistensialisme,
dan yang terakhir menurut islam. Untuk lebih jelasnya, mari kita ikuti pembehasan
berikuut ini.
B.  Rumusan Masalah

Dilihat dari latar belakang di atas kita dapat merumuskan masalah, antara lain
sebagai berikut:

1.    Pentingnya pengembangan SDM?

2.    Bagaimanakah teori pengembangan SDM menurut teori rasionalisme?

3.    Bagaimanakah teori pengembangan SDM menurut teori realisme?

4.    Bagaimanakah teori pengembangan SDM menurut teori pragmatisme?

5.    Bagaimanakah teori pengembangan SDM menurut teori eksistensialisme?

6.    Bagaimanakah teori pengembangan SDM menurut teori menurut islam?

C.  Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penyusunan makalah ini, antara lain sebagai berikut:


1.    Untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam

2.    Agar mengetahui tentang teori-teori pengembangan SDM

3.    Memberi hasanah kepada para pembaca atau khususnya bagi peserta didik.
BAB II

PEMBAHASAN

A.  Teori-Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Filsafat


Sebelum sampai kepada pembahasan mengenai teori pengembangan sumber
daya manusia dalam aliran-aliran filsafat, terlebih dahulu sekilas akan dibahas tentang
pengembangan sumber daya manusia.
Teori pengembangan manusia seperti; kekuatan fisik manusia,
pengetahuannya,  keahliannya atau ketarampilannya, semangat dan kreativitasnya,
kepribadiannya serta kepemimpinannya. Telah menjadi suatu kesepakatan para ahli,
bahwa sumber daya  manusia merupakan aset penting, bahkan dianggap paling
penting diantara sumber-sumber daya yang lainnya dalam memajukan suatu
masyarakat atau bangsa. Namun dalam kenyataannya, sumber daya manusia baru
menjadi aset penting dan berharga apabila sumber daya manusia tersebut mempunyai
kualitas yang tinggi.[1]
Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi, ada suatu
jalan pemecahan yang harus ditempuh, yakni melalui pendidikan dan pelatihan.
Pendidikan dan pelatihanlah yang akan meningkatkan kemauan, kemampuan, dan
kesempatan bagi seseorang untuk berperan dalam kehidupannya, secara individu
maupun masyarakat.
Lemahnya sumber daya manusia, dapat dikarenakan beberapa macam sebab,
antara lain  seperti budaya masyarakat, struktur masyarakat, atau rekayasa yang
sengaja diterapkan pada masyarakat tertentu. Gejala yang tampil dari lemanya sumber
daya manusia adalah:
ü Lemahnya kemauan, merasa tidak mampu, tidak percaya diri, dan merasa rendah
diri.
ü Lemanya kemampuan, terbatasnya pengetauan,terbatasnya keterampilan,dan
terbatasnyapengalaman.
ü Terbatasnya kesempatan, kurang memenuhi kebutuhan yang diperlukan, sulit
ditingkatkan, tidak mampu menggunakan kesempatan, dan peluang yang diberikan.
Sebenarnya ada beberapa langkah yang harus dilakukan demi tercapainya
pengembangan sumber daya manusia. Pertama: informasi-informasi yang luas,
aktual, dan hangat agar dapat membuka ketertutupan pandangan dan wawasan, dan
pada tahap selanjutnya akan menimbulkan gairah untuk melakukan sesuatu yang
diperlukan (tumbuh kemauan dan keinginan berprestasi). Kedua: motivasi dan arahan
yang dapat menumbuhkan semangat untuk melaksanakan sesuatu atau beberapa tugas
pekerjaan dengan adanya kepercayaan diri yang kuat, sehingga ada gairah untuk
mewujudkan suatu tujuan (peningkatan produktivitas dan kemampuan
diri). Ketiga: metodologi dan system kerja yang dapat memberikan cara penyelesaian
masalah dengan efektif dan efesien, secara terus-menerus (manusia potensial, actual,
dan fungsional).
B.  Teori Rasionalisme
Rasonalisme adalah suatu aliran filsafat yang muncul pada zaman modern,
yang menekankan bahwa dunia luar adalah sesuatu yang riil. Rasionalisme memiliki
suatu keyakinan bahwa sumber pengetahuan terletak pada rasio manusia melalui
persentuhannya  dengan dunia nyata di dalam berbagai pengalaman empirisnya.[2]
Rasio adalah subjek yang berfikir sekaligus objek pemikiran. Daripadanya
keluar akal aktif, karena ia merupakan sesuatu yang pertama diciptakan. Akal
manusia merupakan salah satu potensi jiwa, biasanya disebut dengan rational soul. Ia
ada dua macam, yaitu: pertama  praktis,  ini bertugas mengendalikan badan dan
mengatur tingkah laku. Kedua adalah teoritis, yakni khusus berkenaan dengan
persepsi dan epistemologi, karena akal praktis inilah yang menerima persepsi-persepsi
indrawi dan meringkas pengetahuan-pengetahuan universal dari padanya dengan
bantuan akal aktif.
Dengan akal kita bisa menganalisa dan membuktikan, dengan akal pula kita
mampu menyingkap realita-realita ilmiah, karena akal merupakan salah satu
pengetahuan. Tidak semua pengetahuan diwahyukan, tetapi ada pula yang harus
didedukasi oleh akal melalui eksprimen.
Rasionalisme menekankan bahwa kesempurnaan manusia tergantung pada
kualitas rasionya, sedangkan kualitas rasio manusia tegantung kepada penyediaan
kondisi yang memunkinkan berkembangnya rasio kearah yang memadai untuk
mencerna berbagai permasalahan kehidupan menuju penyempurnaan dan kemajuan.
[3] Pribadi-pribadi yang rasio adalah pribadi-pribadi yang mempunyai suatu
keyakinan atas dasar kesimpulan yang berlandaskan pada analisis mendalam terhadap
bebagai bukti yang dapat di percaya, sehingga terdapat hubungan yang rasional antara
ide dengan kenyataan empiric. Untuk keperluan ini, ditemukan tata logic yang baik
karena  sangat berguna bagi pengembangan rasionalitas tersebut.
Mengingat pengembangan rasionalitas manusia sangat tergantung kepada
pendayagunaan maksimal unsur ruhaniah individu yang sangat tergantung kepada
proses psikologik yang lebih mendalam sebagai proses mental, maka yang lebih
ditekankan oleh aliran rasionalisme ini dalam pengembangan sumber daya manusia
tidak lain adalah dengan menggunakan pendekatan mental discipline, yaitu suatu
pendekatan yang berupaya melatih pola dan sistematika berfikir seseorang atau
sekelompok orang melalui tata logik yang tersistematisasi sedemikian rupa, sehingga
ia mampu menghubungkan berbagai data atau fakta yang ada untuk menuju
pengambilan atau kesimpulan yang baik pula. Proses semacam ini memerlukan
penguta-penguatan melalui pendekatan individualistis yang mengacu pada
intelektualisti. Dan untuk keperluan ini memerlukan adanya upaya penyadaran akan
watak hakiki manusia yang rasional.[4]
Upaya penyadaran erat kaitannya dengan fungsionalisasi rasionalitas manusia
yang menjadi pertanda dirinya, terarah sedemikian rupa sehingga benar-benar dapat
memecahkan berbagai problem kemanusiaan itu sendiri. Oleh karena itu,
pendewasaan, intelektual melalui pembinaan berfikir reflektif-kritis-kretif yang akan
menumbuhkan konsep diri untuk membentuk sikap dirinya dalam memandang
persoalan-persoalan diberbagai realitas kehidupannya. Dengan adanya kemampuan
berfikir reflektif ini akan memudahkan seseorang mengambil keputusan yang akan
melahirkan kreatifitas dan inovasi dalam berbagai kajian yang ia sukai, di samping itu
juga dapat mengembangkan imajinasinya. Sehingga dengan demikian menjadikan
yang bersangkutan dapat mengelola ilmunya sebagai dasar bagi peningkatan dan
pengembangannya pada hal-hal yang lebih tinggi. Dengan berfikir reflektif, dapat
menjadikan subjeknya mampu memandang jauh ke depan menuju tatanan keilmuan
yang lebih baik dan sempurna.
Upaya penyadaran akan fungsi manusi sebagai makhluk rasioanal ini
merupakan tugas yang esensial bagi dunia pendidikan, karena memang eksistensinya
bersentuhan langsung dengan kemanusiaan itu sendiri. Dengan demikian,
penumbuhkembangkan berfikir reflektif, kritis, kreatif ini menurut aliran rasionalisme
merupakan kunci suksesnya suatu pendidikan.  Jika pengembangan dan
penyempurnaan rasionalitas akan dicapai melalui upaya pendidikan, maka diperlukan
semacam ekosistem rasional yang akan mendukung terciptanya kemampuan berfikir
rasional tersebut. Mengingat berfikir berkenaan dengan kebebasan mengeluarkan
pendapat dan fikiran, maka aspek kebebasan aspek penting dalam mewujudkan
manusia-manusia yang diinginkan.
Kebebasan adalah hak asasi manusia dan dengan kebebasan manusia
memperoleh jalan untuk mengembangkan potensi-potensinya. Kebabasan merupakan
sesuatu yang diperlukan bagi terbentuknya manusia-manusia yang mandiri, sehingga
ia pun mesti bertanggung jawab atas pilihan-pilihannya. Oleh karena itu, aliran ini
sangat menghargai asa demokrasi dalam pembentukan watak manusia.
Berdasarkan pemikiran ini, aliran rasioanalisme berpendapat bahwa tujuan
pendidikan pendidikan adalah semacam pertumbuhan dan perkembangan subjek didik
secara penuh berdasarkan bakat ilmu pengetahuan dan keterampilan yang luas untuk
kepentingan kehidupannya, sehingga ia pun dengan  mudah dapat menyesuiakan
diri  dengan masyarakat dan lingkungan.
Sebenarnya memang benar jika segala  sesuatu khususnya pengembangan
SDM itu tidak terlepas dari awalan rasio. Artinya, semua hal tidak akan bisa berjalan
tanpa adanya proses akal yang aktif pada setiap jiwa diri seseorang. Akan tetapi,
meskipun  demikian penganut ini tidak boleh mempunyai sifat egoisme karena tanpa
yang lain ia tidak akan bisa berdiri seutuhnya sebagaimana  yang diharapkan.

C.  Teori Realisme
Pada hakikatnya kelahiran realisme sebagai suatu aliran dalam filsafat
merupakan sintesis antara filsafat idealisme Immanuel Kant di satu sisi, dan
empirisme John Lock  disisi lainnya. Realisme ini kadanng kala disebut juga neo
rasionalisme. John Lock memandang bahwa tidak ada  kebenaran yang bersifat
metafisik dan universal.[5] Ia berkeyakinan bahwa  sesuatu dikatakan benar jika
didasarkan pada pengalaman-pengalaman indrawi. John Lock menyangkal kebenaran
akal, sedangkan menurut idealisme Immanue Kant, realisme termasuk salah satu
aliran klasik yang selalu disandarkan pada nama besar Aristoteles yang memandang
dunia  dalam terma material. Segala sesuatu yang ada di hadapan kita adalah suatu
yang riil dan terpisah dari pikiran manusia, namun ia dapat memunculkan pikiran
dengan melalui upaya selektif terhadap berbagai pengalaman dan melalui pendayaan
fungsi akal. Jadi, realitas yang ada adalah dalam wujud natural, sehingga dapat
dikatakan bahwa segala sesuatu dapat digerakkan dari alam.
Dalam memandang kehidupan, realisme berpendapat bahwa kehidupan fisik,
mental, moral, dan spiritual biasanya ditandai atau terlihat dalam alam natural.
Dengan demikian terlihat  realisme  sesungguhnya lebih cendrung untuk mengatakan
sesuatu itu sebagai sesuatu itu sendiri dari pada sesuatu itu sebagai apa mestinya. Oleh
karena itu, dalam mengembangkan SDM aliran ini berangkat dari cara manusia
memperoleh pengetahuan.
Menurut aliran realisme, sesuatu dikatakan benar jika memang riil dan secara
substantive ada. Suatu teori dikatakan benar apabila adanya kesesuaian dengan
harapan dapat diamati dan semuanya perfeck. Aliran ini menyakini bahwa adanya
hubungan interaksi antara pikiran manusia dan alam semesta tidak akan
mempengaruhi sifat dasar dunia. Objek-objek yang diketahui adalah nyata dalam
dirinya sendiri, bukan hasil persepsi dan bukan pula hasil olahan akal manusia. Dunia
tetap ada sebelum  pikiran menyadari dan ia tetap akan ada setelah pikiran tidak
menyadarinya. Jadi menurut realisme ada atau tidak adanya akal pikiran manusia,
alam tetap  riil dan nyata dalam hukum-hukumnya.
Bagi kelompok realisme, ide atau proposisi adalah benar ketika eksistensinya
berhubungan dengan segi-segi dunia. Sebuah hipotesis tentang dunia tidak dapat
dikatakan benar semata-mata karena ia koheren dengan pengetahuan. Jika
pengetahuan baru itu berubungan dengan yang lama, maka hal itu hanyalah lantaran
yang lama itu memang benar, yaitu desebabkan pengetahuan lama koresponden
dengan apa yang terjadi dengan kasus itu.
Dengan demikian, pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang
koresponden dengan dunia sebagaimana apa adanya. Dalam perjalanan waktu, ras
manusia telah dikonfirmasi secara berulang-ulang, menanamkan pengetahuan tertentu
kepada anak yang sedang tumbuh merupakan tugas yang paling penting.

D.  Teori Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari dua kata yaitu pragma dan isme. Pragam berasal dari
bahasa Yunani yang berarti tindakan atau action. Sedangkan pengertian isme sama
dengan pengertian isme-isme yang lainnya yang merujuk pada cara berpikir atau
suatu aliran berpikir. Dengan demikian filsafat pragmatisme beranggapan bahwa
fikiran itu mengikuti tindakan.
Pragmatisme menganggap bahwa suatu teori dapat dikatakan benar apabila
teori itu bekerja. Ini berararti pragmatisme dapat digolongkan ke dalam pembahasan
tentang makna kebenaran atau theory of thurth. Hal ini dapat kita lihat dalam buku
William James yang berjudul The Meaning of Thurth. Menurut James kebenaran
adalah sesuatu yang terjadi pada ide. Menurutnya kebenaran adalah sesuatu yang
tidak statis dan tidak mutlak. Dengan demikian kebenaran adalah sesuatu yang
bersifat relatif. Hal ini dapat dijelaskan melalui sebuah contoh. Misalnya ketika kita
menemukan sebuah teori maka kebenaran teori masih bersifat relatif sebelum kita
membuktikan sendiri kebenaran dari teori itu.
Tokoh aliran Pragmatis adalah Ibnu Khaldun. Sedangkan tokoh Pragmatisme
Barat yaitu John Dewey. Bila filsafat pendidikan Islam berkiblat pada pandangan
pragmatisme John Dewey, tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan adalah segala
sesuatu yang sifatnya nyata, bukan hal yang di luar jangkauan pancaindera.[6]
Dari pemikiran Ibnu Khaldun di atas, maka ide pokok pemikiran aliran
Pragmatis antara lain:
Ø Manusia pada dasarnya tidak tahu, namun ia menjadi tahu karena proses belajar,
Ø Akal merupakan sumber otonom ilmu pengetahuan, dan
Ø Keseimbangan antara pengetahuan duniawi dan ukhrawi.

E.  Teori Eksistensialisme
Dari sudut estimologi eksistensialisme berasal dari kata eks yang berarti di
luar dan sistensi yang berati berdri sendiri atau menempatkan, jadi secara
luas eksistensi dapat diartikan sebagai, berdiri sendiri sebagai dirinya sekaligus keluar
dari dirinya. Eksistensialisme merupakan suatu aliran dalam filsafat yang menekankan
pada manusia, dimana manusia dipandang sebagai suatu dunia dengan kesadaran. Jadi
pusat renungan eksistensialisme adalah manusia konkret.
Ada beberapa ciri eksistensialisme, yaitu selalu melihat manusia berada,
ekssistensi diartikan secara dinamis sehingga ada unsur berbuat dan menjadi, manusia
dipandang sebagai suatu realitas yang terbuka dan belum selesai dan berdasarkan
pengalaman yang konkret. Jadi dapat disimpulkan bahwa eksistensialisme
memandang manusia sebagai suatu yang tinggi, dan keberadannya itu selalu
ditentukan oleh dirinya, karena hanya manusialah yang dapat bereksistensi, yang
sadar akan dirinya dan tahu bagaimana cara menempatkan dirinya. Ilmu-ilmu yang
berkaitan eksistensialisme yaitu sosiologi dan antropologi.
Eksistensialisme bisa dialamatkan sebagai saanlah satu reaksi dari sebagian
terbesar reaksi terhadap peradaban manusia yang hampir punah akibat perang dunia
kedua.[7]Dengan demikian  Eksistensialisme pada hakikatnya adalah merupakan
aliran filsafat yang bertujuan mengembalikan keberadaan umat manusia sesuai
dengan keadaan hidup asasi yang dimiliki dan dihadapinya.
Secara singkat Kierkegaard memberikan pengertian Eksistensialisme adalah
suatu penolakan terhadap suatu pemikiran abstrak, tidak logis atau tidak ilmiah.
Eksistensialisme menolak segala bentuk kemutlakan rasional.[8] Dengan demikian
aliran ini hendak memadukan hidup yang dimiliki dengan pengalaman, dan siuasi
sejarah yang dialami, dan tidak mau terikat oleh hal-hal yang sifatnya abstrak serta
spekulatif. Baginya, segala sesuatu dimulai dari pengalaman pribadi, keyakinan yang
tumbuh dari dirinya dan kemampuan serta keluasan jalan untuk mencapai keyakinan
hidupnya.
Atas dasar pandangan itu, sikap dikalangan kaum Eksistensialisme atau
penganut aliran ini seringkali nampak aneh atau lepas dari norma-norma umum.
Kebebasan untuk freedom to, adalah lebih banyak menjadi ukuran dalam sikap dan
perbuatannya.

F.   Teori Menurut Islam


Strategi pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan oleh  Nabi
Muhammad SAW meliputi: (1)merencanakan dan menarik sumber daya manusia
yang berkualitas, (2)mengembangkan sumber daya manusia agar berkualitas,
(3)menilai kinerja sumber daya manusia, (4)memberikan motivasi, dan (5)memelihara
sumber daya yang berkualitas.[9] Sejalan dengan langkah yang diambil Nabi
Muhammad tersebut, Mujamil Qomar mengungkapkan bahwa manajemen sumber
daya manusia mencakup tujuh komponen, yaitu: (1)perencanaan pegawai,
(2)pengadaan  pegawai, (3)pembinaan dan pengembangan pegawai, (4)promosi dan
mutasi, (5)pemberhentian pegawai, (6)kompensasi, dan (7)penilaian pegawai.[10]
Dalam upaya membangun sumber daya manusia yang Qur’ani dan unggul,
diperlukan adanya aktualisasi nilai-nilai Al-Qur’an. Sebagaimana yang dikemukakan
oleh Said Agil Husin al-Munawar  bahwa secara normatif, proses aktualisasi nilai-
nilai Al-Qur’an dalam pendidikan meliputi tiga dimensi atau aspek kehidupan yang
harus dibina dan dikembangkan oleh pendidikan yaitu:[11]
a.    Dimensi Spiritual, yakni iman, takwa, dan akhlak yang mulia. Dimensi ini
ditekankan kepada akhlak. Terbinanya akhlak yang baik dapat menjadikan
terbentuknya individu dan masyarakat dalam kumpulan suatu masyarakat yang
beradab.
b.    Dimensi Budaya, yakni kepribadian yang mantap dan mandiri, tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan. Dimensi ini menitikberatkan pembentukan
kepribadian muslim sebagai individu yang diarahkan kepada peningkatan dan
pengembangan faktor dasar dan faktor ajar (lingkungan) dengan berpedoman pada
nilai-nilai ke-Islaman.
c.    Dimensi Kecerdasan, merupakan dimensi yang dapat membawa kemajuan,
yaitu cerdas, kreatif, terampil, disiplin, dll. Dimensi kecerdasan dalam pandangan
psikologi merupakan suatu proses yang mencakup tiga proses yaitu analisis,
kreativitas, dan praktis. Tegasnya dimensi kecerdasan ini berimplikasi bagi
pemahaman nilai-nilai Al-Qur’an dalam pendidikan. Dari uraian di atas, hemat
penulis, kunci dari segala upaya membangun SDM yang unggul serta Qur’ani yaitu
pendidikan.
Pendidikan merupakan wadah untuk mendidik, membina, membimbing,
melatih, mengembangkan, mengolah, mengelola serta mendayagunakan SDM.
Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan akhlak, pendidikan intelektual, dan
pendidikan budaya, yang dilandasi oleh sumber ajaran Islam. Secara rinci, upaya yang
dapat dilakukan yaitu:
a.    Menanamkan akhlakul mahmudah melalui teladan dan pembiasaan;
b.    Mengembangkan pola pikir dengan mempertimbangkan kebaikan atau
keburukan tentang suatu hal tertentu;
c.    Membangun dan mengembangkan mental SDM yang mandiri, dan  berjiwa
kompetitif;
d.   Saling tolong menolong dalam kebaikan;
e.    Menghayati nilai-nilai moral yang berlaku;
f.     Menerapkan proses humanisasi:
g.    Menanamkan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan, informasi, teknologi;
h.    Mengaplikasikan nilai-nilai Islam ke dalam proses pendidikan;
i.      Mengaplikasikan metode tilawah, taklim, tazkiyyah, dan hikmah seperti yang
telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Dapat diambil suatu kesimpulan bahwa masing-masing aliran tersebut
mempunyai pandangan yang berbeda-beda tentang bentuk-bentuk pengembangan
sumber daya manusia. Yang mana rasionalisme mengatakan bahwa segala sesuatu
pengetahuan itu berasal dari rasio manusia, yaitu atas dasar kinerja otak setiap
individu. Begitu pula kaitannya dengan pengembangan sumber daya manusia, yang
semuanya akan terbentuk karena adanya rasio yang senantiasa berfikir, dan
membentuk sesuai dengan pola pikirnya.
Begitu sebaliknya dengan teori realisme, ia mengatakan bahwa semua itu
terjadi sesuai dengan keadaanya nyata alam ini, sehingga tanpa memerlukan rasio
untuk memikirkannya. Segala sesuatu yang ada di hadapan kita adalah suatu yang riil
dan terpisah dari pikiran manusia, namun ia dapat memunculkan pikiran dengan
melalui upaya selektif terhadap berbagai pengalaman dan melalui pendayaan fungsi
akal.
Akan tetapi pada dasarnya dapat dikatakan bahwa diantara aliran-aliran yang
ada terutama dua aliran di atas, itu semua tidak akan terlepas antara satu sama lainnya.
Karena dalam menggunakan aliran realisme pasti tidak akan terlepas dari pada yang
namanya rasio (rasionalisme), dan begitu pula dengan sebaliknya.
Ide pokok pemikiran teori pragmatisme antara lain:
Ø Manusia pada dasarnya tidak tahu, namun ia menjadi tahu karena proses belajar,
Ø Akal merupakan sumber otonom ilmu pengetahuan, dan
Ø Keseimbangan antara pengetahuan duniawi dan ukhrawi.
Sedangkan teori eksistensialisme memandang manusia sebagai suatu yang
tinggi, dan keberadannya itu selalu ditentukan oleh dirinya, karena hanya manusialah
yang dapat bereksistensi, yang sadar akan dirinya dan tahu bagaimana cara
menempatkan dirinya. Atas dasar pandangan itu, sikap dikalangan kaum
Eksistensialisme atau penganut aliran ini seringkali nampak aneh atau lepas dari
norma-norma umum.
Strategi pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan oleh  Nabi
Muhammad SAW meliputi: (1)merencanakan dan menarik sumber daya manusia
yang berkualitas, (2)mengembangkan sumber daya manusia agar berkualitas,
(3)menilai kinerja sumber daya manusia, (4)memberikan motivasi, dan (5)memelihara
sumber daya yang berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA

al-Munwar, Said Agil. 2005. Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani dalm Sistem


Pendidikan Islam. Ciputat: Ciputat Press.
Anshari, Endang  Saifuddin. 2004. Wawasan Islam. Jakarta: Gema Insani.
Baginda, Mardiyah. (t. thn). Pengembangan Sumber Daya Manusia Melalui
Diklat Menurut Pandangan Al-Qur’an. Jurnal Ilmiah.
Basri, Hasan. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Hasan, Muhammad Thalhal. 2004. Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Lantabaro Press.
Ibrahim, Madkour. 1990. Aliran dan Teori Filsafat Islam, Yogyakarta: Bumi
Aksara.
Molina, Fernando R.. 1969. The Sourcess of Eksistensialism As Philosopy. New
Jearsy: Prentice-Hall.
Muhmidayeli, M. Ag. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Pekanbaru: LSFK2P.
Roubiczek, Paul. Existentialism For and Against. Cambridge: University Press.
Suyanto, M.. 2008. Muhammad Business Strategy & Ethics: Etika dan Strategi
Bisnis Nabi  Muhammad SAW. Yogyakarta: Andi Offset.

Anda mungkin juga menyukai