Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH AGAMA

“TUGAS KEHIDUPAN MANUSIA”

Dosen Pembimbing : Drs. Mujilan, M.Ag.

Disusun oleh :
Kelompok 1
1. Atqiya Mustandhifa (P3.73.20.2.19.046)
2. Diva Novitasari (P3.73.20.2.19.049)
3. Gita Putri Oktavia (P3.73.20.2.19.053)
4. Khofifah Aqsha Rosyadi (P3.73.20.2.19.057)
5. Khoirunissa (P3.73.20.2.19.058)
6. Putri Zahrotusaniyah (P3.73.20.2.19.069)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas
makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam.
Agama sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat manusia dapat dikaji
melalui berbagai sudut pandang. Islam sebagai agama yang telah berkembang selama
empat belas abad lebih menyimpan banyak masalah yang perlu diteliti, baik itu
menyangkut ajaran dan pemikiran keagamaan maupun realitas sosial, politik, ekonomi dan
budaya.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing saya meminta
masukannya demi perbaikan pembuatan makalah saya di masa yang akan datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Jakarta, 19 Agustus 2018

Kelompok 1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
A. Hakikat Manusia .................................................................................................. 3
B. Proses Penciptaan Manusia .................................................................................. 5
C. Tujuan Penciptaan Manusia ................................................................................. 7
D. Kedudukan Manusia ............................................................................................. 8
E. Martabat Manusia ................................................................................................. 10
F. Alam Kehidupan Manusia .................................................................................... 12
G. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama ................................................................. 12

H. Tanggung Jawab Kehidupan Manusia ................................................................. 13

BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 16


A. Kesimpulan ........................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna dimuka bumi ini mempunyai perbedaan
dan kelebihan dengan makhluk-makhluk lain. Akal, merupakan sesuatu hal yang dimiliki oleh
manusia yang sangat berguna untuk mengatur insting serta ego manusia itu sendiri agar
tercapai tujuan kehidupannya.
Dengan akal, manusia bisa mempelajari makna serta hakikat kehidupan dimuka bumi ini,
tanpa akal, manusia tidak mempunyai perbedaan sedikitpun dengan makhluk yang lainnya.
Akal juga membutuhkan ilmu serta pengetahuan agar bisa berjalan dengan fungsinya, hakikat
manusia sebagai makhluk yang selalu membutuhkan ilmu pengetahuan. Hakikat manusia bisa
menjadi makhluk individual, makhluk sosial, makhluk peadegogis dan manusia sebagai
mahkluk yang beragama.

B. Rumusan Masalah
Makalah ini membahas pokok bahasan tentang :
1. Hakikat manusia
2. Proses penciptaan manusia.
3. Tujuan penciptaan manusia
4. Kedudukan manusia
5. Martabat manusia
6. Alam kehidupan manusia
7. Kebutuhan manusia terhadap agama
8. Tanggung jawab kehidupan manusia

C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami makna hakikat manusia.
2. Mahasiswa dapat menerapkan hakikat manusia di dunia pendidikan.
3. Mahasiswa dapat memahami martabat dan kedudukan sejatinya sebagai manusia
4. Mahasiswa dapat memahami proses dan tujuan terciptanya manusia
5. Mahasiswa dapat memahami Alam kehidupan manusia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Manusia
Hakikat manusia dapat diartikan sebagai berikut :
1. Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
2. Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual
dan sosial.
3. yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol
dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
4. Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah
selesai (tuntas) selama hidupnya.
5. Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan
dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
6. Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan
potensi yang tak terbatas
7. Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan
jahat.
8. Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia
tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam
lingkungan sosial.

Dalam diri manusia terdapat alat-alat potensial dan potensi-potensi dasar yang harus
diperhatikan dalam pendidikan, Abdul fatah Jalal (1977;103), mengkaji ayat-ayat al-Qur’an
yang berkaitan dengan alat-alat potensial yang dianugerahkan Allah kepada manusia sebagai
berikut;
Al-lams dan al-syum (alat peraba dab alat pembau), seperti dalam Qs. Al-An’am;7, dan
Qs.Yusuf; 94
Al-Sam’u (alat pendengaran), seperti; Qs. Al-Isra’;36, al-Mu,minun; 78
Al-Abshar (penglihatan) seperti; Qs.al-A’raf; 185, Yunus; 101 dan As-Sajdah; 27)
Al-Aql (akal atau daya fikir), seperti; Ali Imran; 191, al-An’am; 50, Ar-Ra’d; 19, dan Thaha;
53-54.
Al-Qalb (kalbu), seperti Qs. Al-Hajj; 46, Qs.Muhammad; 24, Asy-Syu’ara; 192-194.
Dalam diskursus para filosof Islam, manusia mempunyai bermacam-macam alat potensial
yang mempunyai kemampuan yang sangat unik, menurut mereka terdapat tiga macam jiwa
dalam diri manusia yang didalamnya terdapat beberapa potensi/daya yaitu; a) Jiwa
tumbuh-tumbuhan (al-nafs al-nabatiyah), mempunyai tiga daya yaitu; daya makan, daya
tumbuh, dan daya membiak. b) Jiwa binatang (al-nafs al-hayawaniyah), mempunyai dua
daya, yaitu; daya penggerak (al-muharrikah) berbentuk nafsu (al-syahwah), amarah (al-
ghadlab) dab berbentuk gerak tempat (al-harkah al-makaniyah), dan daya mencerap (al-
mudrikah), berbentuk indera indera lahir (penglihatan, pendengaran, penciuman, dst.) dan
indera bathin (indera penggambar, indera pengreka, indera pengingat, dst.) c) Jiwa
manusia (al-nafs al-insaniyah), yang hanya mempunyai daya pikir yang disebut dengan akal.
Akal terbagi menjadi dua; akal praktis, yang menerima arti-arti yang berasal dari materi yang
sifatnya particulars, dan akal teoritis, yang menangkap arti-arti murni, yang tak pernah ada
dalam materi, seperti Tuhan, roh, malaikat, dst. Akal ini bersifat metafisis yang mencurahkan
perhatian pada dunia immateri dan menangkap keumuman.
Selanjutnya, dalam diri manusia juga terdapat potensi-potensi dasar antara lain berupa
fitrah. Fitrah mempunyai beberapa pengertian, dan para ahli di kalangan Islam pun telah
memberikan berbagai macam formulasinya tentang fitrah, sehingga dapat disimpulkan bahwa
fitrah adalah merupakan potensi-potensi dasar manusia yang memiliki sifat kebaikan dan
kesucian untuk menerima rangsangan (pengaruh) dari luar menuju pada kesempurnaan dan
kebenaran. Disamping fitrah, terdapat juga potensi lainnya, yaitu nafsu yang mempunyai
kecenderungan pada keburukan dan kejahatan (qs. 12:53), untuk itu fitrah harus tetap
dikembangkan dan dilestarikan. Fitrah dapat tumbuh dan berkembang apabila disuplay oleh
wahyu, sebab itu diperlukan pemahaman al-Islam secara kaffah (universal). Semakin tinggi
tingkat interaksi seseorang kepada al-Islam, semakin baik pula perkembangan fitrahnya.
Dengan demikian komponen-komponen fitrah yang merupakan potensi-potensi dasar manusia
adalah meliputi hal-hal sebagai berikut :
a) Bakat dan kecerdasan, kemampuan pembawaan yang potensial mengacu pada
perkembangan kemampuan akademis (ilmiah), dan keahlian (profesional) dalam berbagai
kehidupan
b) Insting atau ghorizah, suatu kemampuan berbuat tanpa melalui proses belajar-mengajar,
misalnya instink melarikan diri karena perasaan takut, ingin tahu (curiosity), merendahkan
diri karena perasaan mengabdi, dst.
c) Nafsu dan dorongan-dorongan (drives), misalnya nafsu lawwamah yang mendorong pada
perbuatan tercela, nafsu amarah yang mendorong pada perbuatan merusak, membunuh, nafsu
birahi (eros) mendorong pada pemuasan seksual, dan nafsu muthmainnah (religios) yang
mendorong ke arah ketaatan pada Yang Maha Kuasa.
d) Karakter atau tabiat, merupakan kemampuan psikologis manusia yang terbawa sejak lahir,
yang berkaitan dengan tingkah laku moral, sosial serta etis seseorang, berhubungan dengan
personalitas (kepribadian) seseorang.
e) Heriditas atau keturunan, merupakan faktor menerima kemampuan dasar yang diwariskan
oleh orang tua
f) Intuisi, kemampuan psikologi manusia untuk menerima ilham Tuhan, biasanya hanya
dirasakan oleh orang yang bersih atau ahli sufi. Selanjutnya komponen-komponen dasar fitrah
tersebut dapat digambarkan dalam diagram berikut;

B. Proses penciptaan manusia


Dalam pandangan Islam, manusia itu makhluk yang mulia dan terhormat di sisi-Nya,
yang diciptakan Allah dalam bentuk yang amat baik. Manusia diberi akal dan hati, sehingga
dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah, berupa Al-Qur’an menurut sunah rasul.
Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Allah menciptakan manusia dalam keadaan
sebaik-baiknya (at-Tiin : 95:4). Namun demikian, manusia akan tetap bermartabat mulia
kalau mereka sebagai khalifah (makhluk alternatif) tetap hidup dengan ajaran Allah (QS. Al-
An’am : 165). Karena ilmunya itulah manusia dilebihkan (bisa dibedakan) dengan makhluk
lainnya, dan Allah menciptakan manusia untuk berkhidmat kepada-Nya, sebagaimana
firman Allah dalam surat Adz-Dzariyat (51) : 56.
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
(Adz-Dzariyat (51) : 56).

 Asal Usul Manusia


Manusia dalam pandangan antropologi
Pada awalnya di dunia ini hanya ada satu sel yang kemudian berkembang dan
mengalami percabangan-percabangan. Percabangan ini mengakibatkan adanya variasi
mahluk hidup di dunia ini. Menurut Charles Darwin dalam teori Evolusinya, manusia
merupakan hasil evolusi dari kera yang mengalami perubahan secara bertahap dalam waktu
yang sangat lama. Dalam perjalanan waktu yang sangat lama tersebut terjadi seleksi alam.
Semua mahluk hidup yang ada saat ini merupakan organisme-organisme yang berhasil lolos
dari seleksi alam dan berhasil mempertahankan dirinya. Dalam teorinya ia mengatakan
“Suatu benda (bahan) mengalami perubahan dari yang tidak sempurna menuju kepada
kesempurnaan”. Kemudian ia memperluas teorinya ini hingga sampai kepada asal-usul
manusia.
Dapat disimpulkan bahwa manusia dalam pandangan Antropologi terbentuk dari satu sel
sederhana yang mengalami perubahan secara bertahap dengan waktu yang sangat lama
(evolusi). Berdasarkan teori ini, manusia dan semua mahluk hidup di dunia ini berasal dari
satu moyang yang sama. Nenek moyang manusia adalah kera. Teori Evolusi yang
dikenalkan oleh Charles Darwin ini akhirnya meluas dan terus dipakai dalam antropologi
Teori ini mempunyai kelemahan karena ada beberapa jenis tumbuhan dan hewan yang tidak
mengalami evolusi dan tetap dalam keadaan seperti semula. Misalnya sejenis
biawak/komodo yang telah ada sejak berjuta-juta tahun yang lalu dan hingga kini tetap ada.
Jadi dapat kita katakan bahwa teori yang dianggap ilmiah itu ternyata tidak mutlak karena
antara teori dengan kenyataan tidak dapat dibuktikan.

Manusia dalam pandangan islam


Dalam Agama Islam, segala sesuatunya telah diatur dengan baik dan digambarkan
dalam kitab suci Al-Quran. Tidak luput olehNya, bagaimana proses pembentukkan manusia
yang juga digambarkan sejelas-jelasnya. Dalam Al-Quran jika dipadukan dengan hasil
penelitian ilmiah menemukan titik temu mengenai asal usul manusia ini.
Terwujudnya alam semesta ini berikut segala isinya diciptakan oleh Allah dalam
waktu enam masa. Keenam masa itu adalah Azoikum, Ercheozoikum, Protovozoikum,
Palaeozoikum, Mesozoikum, dan Cenozoikum. Dari penelitian para ahli, setiap periode
menunjukkan perubahan dan perkembangan yang bertahap menurut susunan organisme
yang sesuai dengan ukuran dan kadarnya masing-masing (tidak berevolusi).
Manusia dikaruniakan oleh Allah akal untuk berfikir. Dengan akal, manusia mampu
membedakan antara yang haq (benar) dengan yang bathil (salah). Dengan akal pula, manusia
mampu merenungkan dan mengamalkan sesuatu yang benar tersebut. Dengan karunia akal,
manusia diharapkan dapat memilah dan memilih nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan
keindahan.
Disamping memiliki akal, manusia selalu terlahir dengan 3 naluri yang pasti ada
dalam dirinya, yaitu :
1. Naluri untuk mensucikan sesuatu : naluri untuk beragama dan menyebah sesuatu yang lebih
dari pada dirinya.
2. Naluri untuk mempertahankan eksistensi diri : manusia punya kecenderungan marah, sedih,
senang dll.
3. Naluri untuk melestarikan dirinya : naluri kasih sayang.

 Penciptaan Manusia Menurut Al-Qur’an


Al-Qur’an menyatakan proses penciptaan manusia mempunyai dua tahapan yang
berbeda, yaitu: Pertama, disebut dengan tahapan primordial. Manusia pertama, Adam a.s.
diciptakan dari al-tin (tanah), al-turob (tanah debu), min shal (tanah liat), min hamain
masnun (tanah lumpur hitam yang busuk) yang dibentuk Allah dengan seindah-indahnya,
kemudian Allah meniupkan ruh dari-Nya ke dalamA diri (manusia) tersebut (Q.S, Al
An’aam (6):2, Al Hijr (15):26,28,29, Al Mu’minuun (23):12, Al Ruum (30):20, Ar Rahman
(55):4). Kedua, disebut dengan tahapan biologi. Penciptaan manusia selanjutnya adalah
melalui proses biologi yang dapat dipahami secara sains-empirik. Di dalam proses ini,
manusia diciptakan dari inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang tersimpan
dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian nuthfah itu dijadikan darah beku (‘alaqah)
yang menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut kemudian dijadikan-Nya segumpal
daging (mudghah) dan kemudian dibalut dengan tulang belulang lalu kepadanya ditiupkan
ruh (Q.S, Al Mu’minuun (23):12-14). Hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim
menyatakan bahwa ruh dihembuskan Allah swt. ke dalam janin setelah ia mengalami
perkembangan 40 hari nuthfah, 40 hari ‘alaqah dan 40 hari mudghah.
Penciptaan manusia dan aspek-aspeknya itu ditegaskan dalam banyak ayat. Beberapa
di antaranya sebagai berikut:
1. Manusia tidak diciptakan dari mani yang lengkap, tetapi dari sebagian kecilnya (spermazoa).
2. Sel kelamin laki-lakilah yang menentukan jenis kelamin bayi.
3. Janin manusia melekat pada rahim sang ibu bagaikan lintah.
4. Manusia berkembang di tiga kawasan yang gelap di dalam rahim.

Sebelum proses pembuahan terjadi, 250 juta sperma terpancar dari laki-laki pada satu
waktu dan menuju sel telur yang jumlahnya hanya satu setiap siklusnya. Sperma-sperma
melakukan perjalanan yang sulit di tubuh si ibu sampai menuju sel telur karena saluran
reproduksi wanita yang berbelok2, kadar keasaman yang tidak sesuai dengan sperma,
gerakan ‘menyapu’ dari dalam saluran reproduksi wanita, dan juga gaya gravitasi yang
berlawanan. Sel telur hanya akan membolehkan masuk satu sperma saja.
Artinya, bahan manusia bukan mani seluruhnya, melainkan hanya sebagian kecil
darinya. Ini dijelaskan dalam Al-Qur’an :
“Apakah manusia mengira akan dibiarkan tak terurus? Bukankah ia hanya setitik mani yang
dipancarkan?” (QS Al Qiyamah:36-37).

C. Tujuan penciptaan manusia


Pada dasarnya setiap penciptaan pastilah memiliki tujuan. Layaknya manusia yang
diciptakan untuk beribadah mematuhi setiap perintah-Nya dan menjahui semua larangan-
Nya.
Seperti firman Allah dalam Al-Quran surat Adz Dzaariat ayat 56.

ِ ‫ﻨﺲ ﺇِﻵَ ﻟِڍـ َ ْﻌﺐۥد‬


‫ۥون‬ َ ‫ٱﻹ‬ ُ ‫َومـَﺎﺨَ لَ ْق‬
ْ ِ ‫ـتﺍُ ْل ِج َّن َو‬

“Dan tidak Ku-ciptakan jin dan manusia melainka untuk menyembah kepada-Ku.”
Misi penciptaan manusia adalah untuk penyembahan kepada sang pencipta, Allah SWT.
Pengertian penghambaan kepada Allah tidak boleh diartikan secara sempit dengan hanya
membayangkan aspek ritual yang tercermin dalam sholat saja. Penyembahan berarti
ketundukan manusia kepada hukum-hukum Allah dalam menjalankan kehidupan di muka
bumi ini, baik yang menyangkut hubungan vertical maupun horizontal.
Penyembahan manusia kepada Allah lebih mencerminkan kebutuhan manusia
terhadap terwujudnya sebuah kehidupan dengan tatanan yang baik dan adil. Oleh karena itu
penyembahan tersebut harus dilakukan secara sukarela tanpa paksaan, hanya karena Allah
(penyembahan yang sempurna dari seorang manusia akan menjadikan dirinya sebagai
khalifah di muka bumi). Keseimbangan alam dapat terjaga dengan hukum-hukum alam yang
kokoh. Keseimbangan pada kehidupan manusia dapat terjaga dengan tegaknya hukum.
Hukum kemanusiaan yang telah Allah tekankan. Kekacauan kehidupan manusia tidak
sekedar akan menghancurkan tatanan kehidupan kemanusiaan mereka sendiri, tetapi juga
dapat menghancurkan bagian-bagian alam semesta yang lain.
Maka jelaslah kesatuan manusia dan alam semesta ini dapat terjaga dengan baik jika
manusia dapat menjalankan fungsi kekhalifahannya dimuka bumi ini. Manusia dibekali akal
selain naluri yang membedakan dengan hewan. Dan akal pula yang sering kali membuat
manusia memiliki agenda sendiri ketika melakukan penciptaan, bahkan tak jarang
bertentangan dengan misi penciptaan dirinya. Islam merupakan sistem hidup yang tidak
memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Apa yang kita lakukan di dunia menjadi
rujukan dimana kelak Allah SWT akan menempatkan kita, surge atau neraka. Para seniman,
budayawan muslim, serta para ulama yang dimotori oleh Djamaludin Malik menyatakan,
bahwa yang disebut dengan kebudayaan, kesenian Islam ialah manivestasi dari rasa, cipta
dan karsa manusia muslim dalam mengabdi kepada Allah untuk kehidupan umat manusia.

D. Kedudukan Manusia
Kedudukan manusia di dunia ini adalah sebagai khalifah di bumi. Tujuan penciptaan
manusia di atas dunia ini adalah untuk beribadah. Sedangkan tujuan hidup manusia di dunia
ini adalah untuk mendapatkan kesenangan dunia dan ketenangan akhirat. Jadi, manusia di atas
bumi ini adalah sebagai khalifah, yang diciptakan oleh Allah dalam rangka untuk beribadah
kepada-Nya, yang ibadah itu adalah untuk mencapai kesenangan di dunia dan ketenangan di
akhirat.
Apa yang harus dilakukan oleh khalifatullah itu di bumi? bagaimanakah manusia
melaksanakan ibadah-ibadah tersebut? Serta bagaimanakah manusia bisa mencapai
kesenangan dunia dan ketenangan akhirat tersebut? Banyak sekali ayat yang menjelaskan
mengenai tiga pandangan ini kepada manusia. Antara lain seperti disebutkan pada Surah Al-
Baqarah ayat 30:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui“. (Q.S. Al-Baqarah: 30)
Khalifah adalah seseorang yang diberi tugas sebagai pelaksana dari tugas-tugas yang
telah ditentukan. Jika manusia sebagai khalifatullah di bumi, maka ia memiliki tugas-tugas
tertentu sesuai dengan tugas-tugas yang telah digariskan oleh Allah selama manusia itu berada
di bumi sebagai khalifatullah.
Di samping peran dan fungsi manusia sebagai khalifah Allah, ia juga sebagai hamba
Allah. Seorang hamba berarti orang yang taat dan patuh kepada perintah tuannya, Allah SWT.
Esensi dari ‘Abd adalah ketaatan, ketundukan dan kepatuhan. Ketaatan, ketundukan dan
kepatuhan manusia itu hanya layak diberikan kepada Allah yang dicerminkan dalam ketaatan,
ketundukan dan kepatuhan kepada kebenaran dan keadilan.
Khalifah adalah seseorang yang diberi tugas sebagai pelaksana dari tugas-tugas yang
telah ditentukan. Jika manusia sebagai khalifatullah di bumi, maka ia memiliki tugas-tugas
tertentu sesuai dengan tugas-tugas yang telah digariskan oleh Allah selama manusia itu berada
di bumi sebagai khalifatullah.
Jika kita menyadari diri kita sebagai khalifah Allah, sebenarnya tidak ada satu
manusia pun di atas dunia ini yang tidak mempunyai “kedudukan” ataupun “jabatan”.
Jabatan-jabatan lain yang bersifat keduniaan sebenarnya merupakan penjabaran dari jabatan
pokok sebagai khalifatullah. Jika seseorang menyadari bahwa jabatan keduniawiannya itu
merupakan penjabaran dari jabatannya sebagai khalifatullah, maka tidak ada satu manusia pun
yang akan menyelewengkan jabatannya. Sehingga tidak ada satu manusia pun yang akan
melakukan penyimpangan-penyimpangan selama dia menjabat.
Jabatan manusia sebagai khalifah adalah amanat Allah. Jabatan-jabatan duniawi,
misalkan yang diberikan oleh atasan kita, ataupun yang diberikan oleh sesama manusia,
adalah merupakan amanah Allah, karena merupakan penjabaran dari khalifatullah. Sebagai
khalifatullah, manusia harus bertindak sebagaimana Allah bertindak kepada semua
makhluknya.
Makna sederhana dari khalifatullah adalah “pengganti Allah di bumi”. Setiap detik
dari kehidupan kita ini harus diarahkan untuk beribadah kepada Allah, seperti ditegaskan oleh
Allah di dalam firman-Nya:
Wa ma khalaqtul jinna wal insa illa li ya’budu.
“Tidak Aku ciptakan manusia dan jin kecuali untuk menyembah kepada-Ku.”
Maka dapat disimpulkan, pada dasarnya sepanjang hayat kita sebenarnya adalah
untuk beribadah kepada Allah. Dalam pandangan Islam, ibadah itu ada dua macam, yaitu:
ibadah primer (ibadah mahdhah) dan ibadah sekunder (ibadah ghairu mahdhah). Ibadah
mahdhah adalah ibadah yang langsung, sedangkan ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah
tidak langsung. Seseorang yang meninggalkan ibadah mahdhah, maka akan diberikan siksaan
oleh Allah. Sedangkan bagi yang melaksanakannya, maka akan langsung diberikan ganjaran
oleh Allah. Ibadah mahdhah antara lain: shalat, puasa, zakat, dan haji. Sedangkan ibadah
ghairu mahdhah adalah semua aktifitas kita yang bukan merupakan ibadah mahdhah tersebut,
antara lain: bekerja, masak, makan, dan menuntut ilmu.
Ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang paling banyak dilakukan dalam
keseharian kita. Dalam kondisi tertentu, ibadah ghairu mahdhah harus didahulukan daripada
ibadah mahdhah. Nabi mengatakan, jika kita akan shalat, sedangkan di depan kita sudah
tersedia makanan, maka dahulukanlah untuk makan, kemudian barulah melakukan shalat. Hal
ini dapat kita pahami, bahwa jika makanan sudah tersedia, lalu kita mendahulukan shalat,
maka dikhawatirkan shalat yang kita lakukan tersebut menjadi tidak khusyu’, karena ketika
shalat tersebut kita selalu mengingat makanan yang sudah tersedia tersebut, apalagi perut kita
memang sedang lapar.
Seperti itulah penggambaran kedudukan manusia dalam islam, manusia diciptakan
sebagai sesuatu yang sempurna dan sesuatu yang baik, akan menjadi apa saat mereka
menjalani kehidupan ini adalah pilihan mereka sendiri yang akan dipertanggung jawabkanya
di akhirat nanti.

E. Martabat manusia
Dihadapan Allah,manusia sama dengan makhluk Allah lainnya,seperti hewan,
tumbuh-tumbuhan, dan makhluk-makhluk lainnya, tetapi manusia diberikan anugerah khusus
berupa akal dan qalbu. Karena itu Allah menyebutkan bahwa manusia diciptakan dalam
ventuk yang terbaik sebagaimana firman Allah dalam QS.95(Al-Tin):4:
Allah SWT berfirman:
‫لَقَ ْد خَ لَ ْقنَا ااْل ِ ْن َسانَ فِ ۤ ْي اَحْ َس ِن تَ ْق ِوي ٍْم‬
laqod kholaqnal-insaana fiii ahsani taqwiim
"Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya," (QS. At-Tin
95: Ayat 4)
Sekalipun manusia telah Allah ciptakan dalam bentun yang terbauk dan dimuliakan
dibanding makhluk lainnya, tetapu martabat manusia ditentukan oleh nilai perbuatan dalam
kehidupannya. Martabat manusia tersebut adalah :
1. Muttaqun, orang yang bertaqwa,yaitu orang yang menaati aturan Allah dengan
mengerjakan perintah-Nya dan menjahui larangan-Nya.
2. Mukmin, orang yang betagama islam,yaitu orang yang mempercayai ke enam rukun iman
dan mengikrarkannya secara lisan, serta mengamalkan perintah-perintah Allah dengan
anggota badannya.
3. Muslim,orang yang beragama islam,yaitu orang yang menngikrarkan dua kalimat syahadat
disertai dengan ketaatan,kepatuhan, kepasrahan, dan ketundukan terhadap aturan-aturan
Allah.
4. Muhsin, orang yang berbuat baik, yaitu orang yang beramal untuk kebaikan hidup
dirinya,orang lain, dan makhluk lain.
5. Mukhlish, orang yang ikhlash, yaitu orang yang melakukan kegiatan dengan niat karena
Allah.
6. Mushlih, orang yang menciptakan kebaikan, yaitu orang yang beramal untuk memberikan
kemanfaatan hidup diri sendiri, orang lain, dengan makhluk lain.
7. Kafir, orang yang mengingkari atau menolak, yaitu orang yang mengingkari adanya Allah,
atau menolak perintah Allah.
8. Fasik, orang yang keluar dari kebenaran, yaitu orang yang srmula mukmin tetapi kemudian
tidak mau taat pada aturan Allah dan melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan
dengan aturan Allah.
9. Munafik, orang yang pura-pura beragama islam atau beriman, yaitu orang yang apabila
diberikan amanah berkhianat.
10. Musyrik, orang yang menyekutukan Allah, yaitu orang yang menyekutukan Allah dengan
selain Allah sebagai Tuhan, atau menyekutukan peribadahan kepada Allah dan selain kepada
Allah.
11. Murtad, orang yang kembali keluar atau keluar dari Islam, yaitu orang yang srmula
beragama Islam kemudian Keluar dari Islam, baik orang tersebut kemudian menganut agama
selain islam atau tidak beragama.

(Referensi : Mujilan,dkk.2018.Buku Ajar Matakuliah Pengembangan Kepribadian Agama


Islam "Membangun Pribadi Muslim Moderat". Jakarta: Midad Rahma Press)
F. Alam Kehidupan Manusia
1. Alam Rahim
Alam Barzah yaitu alam dimana Allah mengumpulkan semua ruh lalu satu
persatu ruh akan dihembuskan ke dalam rahim seorang ibu dan selama kurang lebih 9
bulan menetap dalam Rahim ibu, kemudian lahir ke dunia menjadi seorang bayi.
2. Alam Dunia
Alam dunia yaitu alam kehidupan setelah lahir ke dunia dengan keberagaman umur, ada
yang hidup hanya puluhan tahun, ada juga yang hidup hingga ratusan tahun sampai
meninggal dunia.
3. Alam Barzah
Alam Barzah yaitu masa penantian dimana penuh kesengsaraan bagi orang
beriman, alam ini akan berakhir saat hari kiamat.
4. Alam Akhirat
Alam akhirat yaitu alam kehidupan dimana semua manusia dibangkitkan, lali
dikumpulkannya manusia di padang Masyhar, setelah itu amal perbuatan manusia selama
di dunia akan ditimbang dan dibalas.

G. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama


Menurut kamus besar bahasa Indonesia, agama berarti ajaran, sistem yang
mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa
serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta
lingkungannya. Secara etimologis, kata Islam berasal dari bahasa Arab, diambil dsri derivasi
kata dasar salima-yaslamu-salamatan wasalaman, yaitu artinya "selamat, damai, tunduk,
patuh, pasrah, menyerahkan diri, rela, puas, menerima, sejahtera, dan tidak cacat" (Al-
Munawir, 1984 : 669). Secara terminologis Islam adalah agama atau peratura-peraturan
Allah yang diwahyukan kepada Nabi dam Rasul-Nya sebagai petunjuk bagi umat manusia
agar mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat (Zakky Mubarak Syamrakh, 2010 : 51).
Inti agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang berimplikasi pada kepercayaan
kepada aturan Tuhan bagi manusia. Kepercayaan tersebut tumbuh dalam kehidupan manusia
sejak pertama manusia diciptakan.
Suatu kepercayaan dikategorikan sebagai sebuah agama apabila memenuhi empat
kriteria, yaitu:
1. Adanya kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi asal dari segala yang ada;
2. Adanya ajaran ibadah yang mengatur pengabdian manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa
tersebut;
3. Adanya Nabi yang menerima wahyu Tuhan Yang Maha Esa, yang berisi ajaran-ajaran
Tuhan dalam sebuah Kitab Suci;
4. Adanya ajaran akhlak/moral untuk berbuat baik, yang berisi nilai-nilai kebaikan dan
bersumber pada nilai ke-Tuhanan yang Maha Esa tersebut.

Keselamatan, kedamaian, dan kesentosaan hidup manusia merupakan wujud rahmat,


kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Karena itu agama Islam yang diturunkan-Nya
kepada manusia melalui Rasulullah Muhammad SAW merupakan rahmat, kasih sayang
Allah yang harus diterima sebagai wujud ras syukur manusia kepada Allah. Kerasulan Nabi
Muhammad SAW yang menerima agama Islam untuk disampaikan kepada umat manusia,
juga disebut sebagai rahmat bagi manusia, dan bahkan bagi semua alam ini, seperti yang
difirmankan oleh Allah dalam QS. 21 (Al-Anbiya`) : 107
Manusia merupakan makhluk terbaik yang sudah diciptakan dan dikaruniakan
potensi yang terlengkap dibandingkan dengan potensi makhluk lainnya oleh Allah SWT.
Walaupun begitu, manusia tetap relatif yang artinya memiliki keterbatasan. Karena
relativitas tersebut, manusia tidak mampu mencapai kepastian yang mengandung kebenaran
mutlak. Sebab sejak awal manusia diciptakan, Allah SWT selalu memberikan petunjuk
kepada manusia untuk membimbing relativitas potensinya agar manusia tidak sesat, atau
mengalami kesulitan, serta kebimbangan dalam ketidakpastian. Allah SWT memberikan
petunjuk pada manusia melalui wahyu yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya. Petunjuk
yang diwahyukan tersebut disebut Agama, atau dalam istilah Al-Qur'an disebut syariah
yang berarti jalan kehidupan. Secara universal, manusia memiliki karakter yang sama. Oleh
karena itu Allah SWT menurunkan satu syariah, satu agama, sejak manusia pertama Allah
ciptakan sekaligus Rasul pertama, yaitu Rasulullah Adam As sampai manusia terakhir yang
hidup di bumi ini kepada Rasulullah Muhammad Saw. Syariah atau agama yang Allah
turunkan kepada semua manusia adalah Islam.

H. Tanggung Jawab Kehidupan Manusia


A. Pengertian Tanggung Jawab
Menurut kamus umum Bahasa Indonesia tanggung jawab adalah keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya, sehingga bertanggung jawab berarti berkewajiban
menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan
menanggung akibatnya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau
perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tangung jawab juga berarti
berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
Tanggung jawab adalah ciri manusia beradab (berbudaya). Manusia merasa
bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruk perbuatannya itu, dan
menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengabdian atau pengorbanannya. Untuk
memperoleh atau meningkatkan kesadaran bertanggung jawab perlu ditempuh usaha
melalui pendidikan, penyuluhan, keteladanan, dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
B. Macam-Macam Tanggung Jawab
Manusia itu berjuang memenuhi keperluannya sendiri atau untuk keperluan pihak
lain. Untuk itu ia manghadapi manusia lain dalam masyarakat atau menghadapi
lingkungan alami. Dalam usahanya itu manusia juga menyadari bahwa ada kekuatan lain
yang ikut menentukan yaitu kekuasaan Tuhan. Dengan demikian tanggung jawab itu
dapat dibedakan menurut keadaan manusia atau hubungan yang dibuatnya. Atas dasar
ini, lalu dikenal beberapa jenis tanggung jawab, yaitu :
(a) Tanggung jawab terhadap diri sendiri
Tanggung jawab terhadap diri sendiri menuntut kesadaran setiap orang untuk
memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengembangkan kepribadian sebagai manusia
pribadi. Dengan demikian bisa memecahkan masalah-masalah kemanusiaan mengenai
dirinya sendiri.
(b) Tanggung jawab terhadap keluarga
Keluarga merupakan masyarakat kecil yang terdiri dari suami-istri, ayah-ibu, dan
anak-anak serta orang lain yang menjadi anggota keluarga. Tiap anggota keluarga wajib
bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung jawab ini menyangkut nama baik
keluarga. Tetapi tanggung jawab juga merupakan kesejahteraan, keselamatan. pendidikan,
dan kehidupan.
(c) Tanggung jawab terhadap Masyarakat

Pada hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain. Sesuai
dengan kedudukannya sebagai mahluk sosial. Karena membutuhkan manusia lain
maka ia hams berkomunikasi dengan manusia lain tersebut. Sehingga dengan demikian
manusia di sini merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai mempunyai
tanggung jawab seperti anggota masyarakat yang lain agar dapat melangsungkan hidupnya
dalam masyarakat tersebut.
(d). Tanggung jawab kepada Bangsa / Negara
Suatu kenyataan lagi, bahwa tiap manusia, tiap individu adalah warga negara suatu
negara. Dalam berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia terikat oleh norma-
norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara. Manusia tidak dapat berbuat semaunya
sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah, maka ia harus bertanggung jawab kepada negara.
(e). Tanggung jawab terhadap Tuhan
Tuhan menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab, melainkan
untuk mengisi kehidupannya manusia mempunyai tanggung jawab Iangsnng ternadap
Tuhan. Sehingga tindakan manusia tidak bisa lepas dari hukuman-hukuman Tuhan yang
dituangkan dalam berbagai kitab suci melalui berbagai macam agama. Pelanggaran dari
hukuman-hukuman tersebut akan segera diperingatkan oleh Tuhan dan jika dengan
peringatan yang keraspun manusia masih juga tidak menghiraukan maka Tuhan akan
melakukan kutukan. Sebab dengan mengabaikan perintah-perintah Tuhan berarti mereka
meninggalkan tanggung jawab yang seharusnya dilakukan manusia ternadap Tuhan sebagai
penciptanya, bahkan untuk memenuhi tanggung jawabnya, manusia perlu pengorbanan.
BAB III

KESILMPULAN

Manusia merupakan makhluk terbaik yang sudah diciptakan dan dikaruniakan potensi
yang terlengkap dibandingkan dengan potensi makhluk lainnya oleh Allah SWT. Manusia
diciptakan denagn tujuan agar beribadah kepada penciptanya, Allah SWT. Peribadahan berarti
pengabdian atau ketundukan diri manusia kepada Allah dengan mnaati hokum Allah dalam
menjalankan kehidupan dimuka bumi ini, baik yang berupa vertikal dengan Allah, maupun
horizontal dengan sesama manusia dan makhlk lainnya.
Dihadapan Allah,manusia sama dengan makhluk Allah lainnya,seperti hewan, tumbuh-
tumbuhan, dan makhluk-makhluk lainnya, tetapi manusia diberikan anugerah khusus berupa akal
dan qalbu.

Anda mungkin juga menyukai