Anda di halaman 1dari 25

ANALISIS DAN EVALUASI UU NOMOR 2 TAHUN 2004

Oleh:
Raul Maulana
Universitas Islam Syekh Yusuf, Tangerang

E-mail:
raulmaulana@gmail.com

ABSTRACT
In the Analysis and Evaluation of Law Number 2 of 2004 concerning Industrial Relations
Dispute Settlement can be inventoried in various ways Significant problems need attention to be
criticized, both from In terms of legislation and implementation, including: (1) Problems with the
institutional authority of Mediation, Conciliation and Arbitration, which is not balanced in its
function and role as a medium of settlement industrial relations disputes (non-litigation). (2) The
number of cases that enter the PHI so that there is a buildup cases in MA that need to be
addressed and resolved. (3) The period of settlement of the case as stated in the Law PPHI, both
at the PHI level and at the Supreme Court cannot be implemented. (4) The number of P4P
decisions that have permanent legal force cannot be executed. (5) A notarized Collective
Agreement at the Court of Relations Industrial cannot be executed so it does not provide
certainty law.

Keywords: Evaluation Law, Industrial Relation

1. PENDAHULUAN kejadian atau peristiwa konflik atau


Latar Belakang perselisihan yang penting adalah solusi
Perselisihan atau perkara dimungkinkan untuk penyelesaiannya yang harus betul-
terjadi dalam setiap hubungan antar betul objektif dan adil. Penyelesaian
manusia, bahkan mengingat subjek perselisihan pada dasarnya dapat
hukumpun telah lama mengenal badan diselesaikan oleh para pihak sendiri, dan
hukum, maka para pihak yang terlibat di dapat juga diselesaikan dengan hadirnya
dalamnya pun semakin banyak1 . Dengan pihak ketiga, baik yang disediakan oleh
semakin kompleksnya corak kehidupan negara atau para pihak sendiri. Dalam
masyarakat, maka ruang lingkup kejadian masyarakat modern yang diwadahi
atau peristiwa perselisihanpun meliputi organisasi kekuatan publik berbentuk
ruang lingkup semakin luas, diantaranya negara, forum resmi yang disediakan oleh
yang sering mendapat sorotan adalah negara untuk penyelesaian perkara atau
perselisihan hubungan industrial. perselisihan biasanya adalah lembaga
Perselisihan hubungan industrial biasanya peradilan. Sejalan dengan kebutuhan
terjadi antara pekerja/buruh dan perusahaan masyarakat Indonesia, pada saat ini
atau antara organisasi buruh dengan penyelesaian hubungan industrial secara
organisasi perusahaan. Dari sekian banyak normatif telah mengalami banyak
perubahan, yang terakhir dengan
1
Di Indonesia Badan Hukum antara lain terdiri dari: diundangkannya Undang-undang Nomor 2
Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara, Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perusahaan Umum, Perusahaan Jawatan, Yayasan, Perselisihan Hubungan Industrial (UU
Koperasi

1
PPHI). Berdasarkan UU ini telah ada melalui pengadilan (non litigasi)
peradilan khusus yang menangani melainkan ke arbitrase sebagai
penyelesaian perselisihan hubungan alternative dispute solution.
industrial, yaitu Pengadilan Hubungan Demikian juga para pihak yang
Industrial (PHI), Seperti yang dimaksud oleh menyelesaikan perselisihan
UU PPHI ini, bahwa Perselisihan hubungan pemutusan hubungan kerja atau
industrial adalah perbedaan pendapat yang perselisihan hak tidak dapat
mengakibatkan pertentangan antara menyelesaikannya melalui arbitrase
pengusaha atau gabungan pengusaha dengan (mereka harus menempuh jalur PHI).
pekerja/serikat buruh karena adanya Padahal menurut Prof. A. Uwiyono
perselisihan mengenai hak, perselisihan 99,9% perselisihan perburuhan
kepentingan, perselisihan pemutusan adalah perselisihan pemutusan
hubungan kerja, dan perselisihan antara hubungan kerja dan perselisihan
serikat pekerja/serikat buruh dalam satu hak3.
perusahaan2. Sejak diberlakukannya UU 2. Menumpuknya perkara PPHI di PHI
PPHI ini dalam pelaksanaannya timbul (di Pengadilan Negeri) dan di
permasalahan hukum yang mengakibatkan Mahkamah Agung. Hal ini
proses penyelesaian perselisihan industrial disebabkan antara lain kurang
yang berlangsung lama dan ini berarti berfungsinya lembaga bipartit dan
mahal. Hal ini dapat disebabkan antara lain: lembaga mediasi dalam PPHI.
1. UU PPHI ini berparadigma konflik Secara yuridis lembaga mediasi
karena hanya memberikan lemah, karena pendapat mediator
kesempatan kepada pihak-pihak yang berupa anjuran tidak mengikat
yang ingin memenangkan perkara, para pihak, dan para pihak dapat
sedangkan pihakpihak yang ingin menolaknya, pada akhirnya perkara
menyelesaikan pesoalan tidak diberi tersebut bergulir ke PHI. Selain itu
keleluasaan dalam menggunakan ketentuan beracara yang berlaku
mekanisme yang ditawarkan oleh pada PHI adalah Hukum Acara
UU ini. Hal ini tercermin dari Perdata sebagaimana yang berlaku
perbedaan kewenangan Pengadilan pada Pengadilan dalam lingkup
Hubungan Industrial dibandingkan peradilan umum.
dengan kewenangan Arbitrase. 3. Adanya penyelesaian perselisihan
Menurut UU PPHI ini, PHI diberi hubungan industrial yang mencakup
kewenangan untuk menyelesaikan lintas kabupaten/kota maupun
semua jenis perselisihan hubungan provinsi, sehingga mediator
industrial (yaitu perselisihan hak, hubungan industrial yang
perselisihan kepentingan, berkedudukan di provinsi dan pusat
perselisihan pemutusan hubungan tidak memiliki kewenangan.
kerja, dan perselisihan antar serikat 4. Banyaknya putusan P4P (Panitia
pekerja. Pihak-pihak yang ingin Penyelesaian Perselisihan
memenangkan perkara jalurnya Perburuhan Pusat) yang telah
melalui pengadilan (litigasi), mempunyai kekuatan hukum tetap
sedangkan pihak-pihak yang ingin
menyelesaikan persoalan tidak 3
Prof. A. Uwiyono, Refleksi Masalah Hukum
Perburuhan Tahun 2005 dan Tren Hukum
2
Lihat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 loc.cit Perburuhan Tahun 2006 yang diambil dari internet
Pasal 1 ayat (1) tgl 3 Mei 2011

2
tidak dapat di eksekusi, hal ini terjadi Non Litigasi, dan Litigasi
karena tidak diatur secara tegas
dalam UU PPHI. Non Litigasi, adalah penyelesaian
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, perselisihan yang dilakukan di luar
Badan Pembinaan Hukum Nasional pengadilan. Penyelesaian ini umumnya
Kementerian Hukum dan HAM dilakukan secara musyawarah antara kedua
menganggap perlu untuk melakukan belah pihak (bipartit) yang berselisih yaitu
kegiatan Analisis dan Evaluasi terhadap pengusaha dengan buruh atau yang diwakili
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 oleh serikat pekerjanya. Bila dengan cara ini
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan belum bisa menyelesaikan perselisihan
Industrial. tersebut, maka musyawarah tersebut
difasilitasi oleh pemerintah baik melalui
TUJUAN PENELITIAN mediasi, konsiliasi atau arbitrase.
Kegiatan analisis dan evaluasi UU Nomor 2
Penyelesaian perkara melalui non litigasi ini
Tahun 2004 ini dimaksudkan untuk
menjadi salah satu pilihan untuk
melakukan inventarisasi, analisis dan
menyelesaikan perselisihan. Secara filosofis
evaluasi substansi dan permasalahan yang
penyelesaian ini lebih baik hasilnya, karena:
berkaitan dengan pelaksanaan serta
hasil penyelesaian non litigasi bisa diterima
peraturan perundangundangan yang terkait,
oleh masing-masing pihak; tidak ada yang
yang bertujuan untuk memberi masukan
merasa diciderai atau dirugikan; mampu
bagi penyempurnaan UU Nomor 2 Tahun
menghindarkan konflik berkepanjangan
2004.
antara pengusaha dengan buruh atau serikat
pekerjanya.
METODE PENELITIAN
Kegiatan ini menggunakan metode Pertanyaannya adalah apakah penyelesaian
pendekatan yuridis normatif melalui non litigasi ini telah mendapatkan proporsi
beberapa tahapan yang diawali dengan yang sebenarnya sebagai juru penyelesai.
tinjauan yuridis terhadap UU PPHI dan Kenyataannya yang terjadi di lapangan
peraturan-peraturan terkait, dilanjutkan bahwa penyelesaian non litigasi ini hanya
dengan penelaahan implikasi hukum, untuk sebagai prasyarat sajasebelum perselisihan
kemudian diintegrasikan dalam konteks tersebut diproses ke Pengadilan Hubungan
pembaruan hukum nasional. Industrial. Sebagaimana dikatakan
sebelumnya bahwa perselisihan hubungan
2. PEMBAHASAN industrial adalah perbedaan pendapat yang
Analisis dan Evaluasi UU No. 2 Tahun mengakibatkan pertentangan antara
2004 pengusaha dengan pekerja/serikat buruh.
Masalah kewenangan kelembagaan Mediasi, Pertentangan ini bisa berkepanjangan,
Konsiliasi dan Arbitrase, yang tidak karena masing-masing pihak memiliki
seimbang fungsi dan peranannya sebagai kepentingan yang berbeda. Bergantung pada
media penyelesaian perselisihan hubungan para pihak itu sendiri, sehingga penyelesaian
industrial. perselisihannya pun sulit dicapai. Dari
pengamatan kami di lapangan kesulitan ini
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004
umumnya datang dari tidak profesionalnya
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
pejabat yang duduk di kelembagaan non-
Industrial memberikan 2 (dua) pilihan cara
litigasi (mediasi, konsiliasi dan arbitrase).
menyelesaikan perselisihan hubungan
Padahal UU PPHI memberikan pilihan
industrial, yaitu dengan cara:

3
penyelesaian perselisihan yaitu selain Sehingga proteksi secara HUKUM pada
melalui non-litigasi juga bisa melalui tingkat Pelaksanaannya memang yang
litigasi. Tetapi hampir semua kasus seharusnya, tanpa memandang upaya-upaya
diselesaikan melalui litigasi dan hasilnya Pembelaan sekalipun hal itu dimungkinkan
sebagian besar dimenangkan oleh pihak oleh karena adanya prosesi Hukum yang
pengusaha. Inilah yang menyebabkan orang dapat digunakan untuk mencari
beranggapan bahwa UU PPHI penuh Pembenaran.
konflik. Pihak-pihak yang ingin
memenangkan perkara jalurnya melalui Berangkat dari itulah kami ingin memberi
pengadilan (litigasi), sedangkan pihak-pihak Pandangan dan Perluasan Pemikiran untuk
yang ingin menyelesaikan persoalan tidak menyatukan pendapat bahwa pada Pasal 2
melalui pengadilan (non litigasi). Undang–Undang Nomor 2 Tahun 2004 di
huruf a. (Perselisihan Hak), seharusnya
Sebagai contoh sekiranya dalam sebuah TIDAK DI PHI- KAN Mengingat:
perusahaan antara Serikat Pekerja dan
Pengusaha telah sepakat membuat Perjanjian Penetapan dan Pengaturan tentang HAK
Kerja Bersama (PKB). Sehingga dalam sudah dilindungi oleh Ketetapan Undang-
kondisi tertentu belum ada kesepahaman Undang dengan pengertian NORMATIF.
dalam satu hal. Bila merujuk kepada Artinya Hal-hal yang sudah bersifat
ketentuan UU No. 2 Tahun 2004 maka NORMATIF, jika didapat penyimpangan
ketidaksepahaman tersebut harus pada Pelaksanaannya maka Instansi yang
diselesaikan di Pengadilan Hubungan berwenang dalam Pembinaan di wilayah
Industrial menjadi perselisihan kepentingan, setempat memiliki Otoritas Bertindak dalam
pertanyaannya: apakah membuat PKB itu hal Eksekusi secara lansung. (ini
masuk dalam kategori perselisihan? dimungkinkan).

Menurut hemat kami membuat PKB HAK yang dimiliki oleh Pelaku Usaha
bukanlah sebuah perselisihan karena dalam Hal Kemudahan-kemudahan yang
membuat PKB merupakan sebuah proses diakomodir dalam Ketentuan Pemerintah
pembuatan perjanjian, maka sekiranya baik di tingkat Daerah maupun Pusat,
masih ada perbedaan harus diselesaikan terbukti banyak yang bisa didapatkan seperti
secara musyawarah, bukan diselesaikan segala macam Insentif mulai dari Pengadaan
melalui Pengadilan. Karyawan sampai dengan kewajiban Pajak
dan Retribusi lainnya yang bersifat untuk
Contoh lain misalnya, tentang perselisihan merangsang laju jalannya Usaha dengan
hak, sekiranya pengusaha ataupun pekerja tujuan Memakmurkan PENCAKER dan
tidak melaksanakan isi PKB, maka Masyarakat yang terkait dan berdekatan
seharusnya yang dioptimalkan adalah peran dengan domisili Perusahaan itu sendiri.
dan fungsi dari pengawasan ketenagakerjaan
sehingga bisa menghindari penyelesaian Sedangkan HAK yang dimiliki oleh Tenaga
yang berlarut-larut. Semestinya jika bicara Kerja pada umumnya hanya sebatas pada
HAK adalah hal yang amat sangat Privasi wilayah di Jaring Pengaman Sosial dan
sekali mengingat yang dinamakan HAK itu ditentukan berpedoman yang didasari
adalah kebutuhan dasar bagi proses dengan Penetapan UPAH MINIMUM, dan
Kehidupan yang amat sangat fundamental mengenai HAK-HAK lainnya amat sangat
dan bersifat Pribadi. bergantung pada KEBIJAKAN yang
berpedoman pada dasarnya PENERAPAN
KEBIJAKSANAAN & KEMAMPUAN
4
PERUSAHAAN yang jelas-jelas antara Di samping itu dalam setiap ada Perusahaan
Perusahaan yang satu dengan yang lain tentu yang baru akan didirikan dipersyaratkan
amat sangat berbeda. Artinya HAK Pekerja juga sewaktu Pengurusan Dokumen–
tidaklah ada Pembakuan yang bisa Dokumen Legal dari Perusahaan tersebut
diharapkan selain dari Pembakuan UPAH salah satunya adalah WAJIB LAPOR
yang besarannya dibatasi oleh Pemberlakuan KETENAGA KERJAAN atas Perintah
BESARNYA UPAH MINIMUM artinya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981,
mengenai Hak yang lainnya pada dasarnya disini jelas bahwa yang namanya HAK
didapat oleh karena BELAS KASIHAN dari kepada siapapun peruntukannya maka
Pimpinan Perusahaan dimaksud. kepadanya otomatis TERPROTEK
SECARA YURIDIS UNTUK
Jika mengenai HAk YANG MENIKMATINYA, sehingga tak patutlah
DIPERSELISIHKAN di Tingkat PHI yang untuk dipersoalkan sampai pada tingkat PHI.
nota bene Prosesinya memakan waktu yang Artinya Penetapan Keputusannya
panjang dan lama, maka hal ini amatlah seharusnya selesai sampai di tingkat Mutlak
IRONIS adanya, oleh karena Pemahaman Otoritas Dinas di Pemerintah Daerah
HAK yang juga dilindungi, bahkan Undang- setempat. Dengan begitu akan nampaklah
Undang yang Tingkatnya lebih Tinggi dari WIBAWA Eksistensi Penyelenggara
Undang-Undang apapun di Republik ini Pemerintahan di Daerah sebagai
yaitu UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) yang Kepanjangan Tangan Pemerintah Pusat dan
bunyinya adalah Tiap-tiap warga Negara Pemberdaya kondisi Kemampuan
berhak atas pekerjaan penghidupan yang Masyarakat terlihat (Kontribusi Nyata
layak bagi kemanusiaan, merupakan Aparatur Negara terhadap kepentingan
pekerjaan yang sia-sia dan tidak etis serta Daerah dengan segenap atributnya).
tidak MENG- INDONESIA, andaikan tetap
saja dilakukan maka para pelaku prosesinya Masih banyak lagi argumen yang bersifat
bagai seorang PESAKITAN yang senantiasa PHSYCOLOGIS yang MENGHENDAKI
hanya mencari PEMBENARAN ALASAN. untuk tidak memasukan PERSELISIHAN
HAK ke dalam agenda Penyelesaian melalui
REVITALISASI Pegawai Pengawas PHI karena alasan demi MORALITY
Ketenaga Kerjaan dan Para Pegawai EXIST. Dan masih banyak lagi contoh-
Penyidik yang ada di wilayah setempat contoh yang menarik untuk di bahas tentang
dimana Perusahaan itu berdomisili kejanggalan-kejanggalan di dalam
hendaknya merupakan alat control penyelesaian perselisihan ketenagakerjaan
Pemerintah yang memiliki Otiritas bertindak ini yang terkait dengan UU No.2 Tahun
terhadap Pelanggaran-pelanggaran HAK 2004, namun demikian dari contoh tersebut
yang bersifat NORMATIF dan sudah tidak diatas dapat ditarik suatu benang merah
diperlukan lagi UPAYA PEMBELAAN bahwa penyelesaian non litigasi jauh lebih
terhadap Para Pelanggar oleh karena suatu baik. Sehingga perlu adanya penguatan jalur
hal yang sudah dipatentkan, Dengan non litigasi sebagai juru penyelesai, dan
demikian Peranan dan keterlibatan PHI perlu dicari alternatif-alternatif memperkuat
dalam menyelesaikan Perselisihan Hak non litigasi, misalnya:
merupakan Perbuatan yang NISTA dan
sesungguhnya adalah MEMALUKAN, sama Dengan mengkaji ulang kualitas dan syarat-
halnya dengan MENTERPURUKAN syarat untuk pejabat maupun pengusaha
HARKAT & MARTABAT BANGSA. yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan di seluruh tingkatan

5
sehingga lebih banyak permasalahan  Dibuatkan Kemudahan dalam proses
ketenagakerjaan dapat diselesaikan di luar Pelaksanaannya.
pengadilan hubungan industrial, selanjutnya  Dan hal lain yang dapat dianggap
fungsi pengadilan hubungan industrial hanya sebagai pendukung Penyelesaian
untuk kasus-kasus tertentu saja. Selain itu Kasus berdasarkan kesepakatan para
secara yuridis lembaga mediasi lemah, Pihak.
karena pendapat mediator yang berupa
anjuran tidak mengikat para pihak dan para Selanjutnya untuk dapat lebih memiliki
pihak dapat menolaknya, sehingga sengketa Dominasi Penggunaan Media tersebut di
tersebut bergulir ke PHI. Juga ketentuan atas diperlukan Sosialisasi dan Penyuluhan
beracara (litigasi) yang berlaku pada PHI ke setiap Dinas-Dinas di seluruh Kota dan
adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku Kabupaten serta Lembaga-Lembaga lainnya
pada pengadilan dalam lingkup peradilan yang terkait dengan Penggunaannya,
umum (pasal57). sehingga Pengadilan dan Mediasi Bukan
lagi merupakan Jalur Penyelesaian Kasus
Untuk dapat berfungsi dan mempunyai Nilai yang memiliki Dominasi Tinggi untuk
dalam Eksistensinya maka Media dimaksud dipilih sebagai langkah Penyelesaian Kasus
haruslah didudukan dengan KEKUATAN Perselisihan Hubungan Industrial di
PENUH dari segi: Indonesia.
 Otorisasi dalam Praktek Kerjanya. Peninjauan Beban Materiil dalam Proses
 Legalitas Hasil Kerjanya yang Penyelesaian Masalah
bernuansa Absolut.dan tidak Sesuai dengan Filosofi didirikannya
berlanjut. Pengadilan Hubungan Industrial
 Keputusan yang ditetapkan setara bahwasanya untuk tujuan Memudahkan,
dengan Keputusan Pengadilan yang Meringankan dan Mempercepat Proses
memilki Kukuatan Hukum Tetap. Penyelesaian Perselisihan Hubungan
 Para Pelaku Prosesnya memiliki Industrial yang terjadi apapun itu bentuk
Kredibilitas dan Kapabilitas yang persengketaannya. Namum pada
Handal. kenyataannya masih saja ada yang terkesan
 Para Pelaku Prosesnya dapat berpikir menyulitkan, mahal, dan lambat.
dengan Orientasi Netralitas tinggi.
Hal ini semata-mata bukan oleh karena
 Memenuhi Uji Kompetensi yang
ketidak-pastian Hukum sebagai Produk yang
Memadai serta Profesional.
diragukan Akurasinya, tetapi lebih
 Porsi Materi Perselisihan yang disebabkan oleh adanya celah proses dan
menjadi Tanggung Jawabnya dibuat toleransi mekanisme yang tercipta dan ADA
berimbang. kemungkinan diciptakan untuk membuka
 Bobot Materi Seleksi Awal bagi Para ruang-ruang Bargaining dalam
Pejabat Media tersebut dibuat sesuai memenangkan Perkaranya. Dengan kondisi
dengan Profesi yang ditekuni yang demikian tersebut pada gilirannya ada
terkhusus di bidang ketenagakerjaan Oknum yang memiliki peluang bermain dan
dan Hukum yang mengaturnya main-main serta memainkan proses Hukum
secara akurat. yang semestinya menjadi tidak semestinya
 Ditentukan Batasan waktu sebagai terjadi, endingnya dari upaya ini adalah
Target Penyelesaian Kasus. biaya yang tak terduga kemudian
meninggikan biaya tentunya.

6
Karenanya untuk mengantisipasi ketidak- Berangkat dari pemikiran itulah maka ada
benaran prosesi ini diperlukan adanya beberapa Pasal-Pasal yang layak dan patut
Pembatasan Nilai dan Jenis Perkara melalui mendapatkan apresiasi untuk dipertegas
pengaturan Pelaksanaan yang terschedule melalui Penegasan Penjelasan Pasal-Pasal
secara Proporsional & Profesional terhadap tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
Kasus yang terjadi, agar dapat menutup
ruang dan peluang yang dapat dipermainkan,  Pasal 1: Ketentuan Umum
disamping itu dengan adanya batasan Nilai Di sini masih perlu adanya
terhadap kasus dimungkinkan Penyelesaian perbaikan-perbaikan tentang definisi
Perselisihan dapat diakhiri dengan Elegan terutama yang menyangkut definisi
dan tidak berlarut memanjang. “Perselisihan”, baik perselisihan hak,
perselisihan kepentingan,
Upaya meringankan biaya ini sangat erat perselisihan PHK maupun
kaitannya dengan Pemberdayaan Eksistensi perselisihan antar Serikat Pekerja.
Lembaga Media Penyelesaian Perselisihan  Pasal 3 : Perundingan Bipartit
Hubungan Industrial seperti yang tersebut Jangka waktu 30 hari perundingan
yaitu Mediasi, Konsiliasi dan Arbitrase, bipartit dapat dikecualikan apabila
kenapa demikian? dise- pakati oleh kedua belah pihak.
 Pasal 6: Risalah Perundingan Bipartit
Jelas bahwa apabila Ketiga Komponen
Pada prinsipnya Risalah Perundingan
Media Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Bipartit ditandatangani oleh kedua
Industrial dimaksud memiliki Dominasi
belah pihak, tetapi dalam hal tertentu
Peranan Fungsi dan Tergunakan secara
apabila salah satu pihak tidak
mayoritas, maka Penyelesaian Perselisihan
bersedia risalah, setelah mekanisme
cenderung dapat dituntaskan melalui upaya
perundingan bipartit telah dipenuhi,
BIPARTIT, siapapun pada akhirnya akan
risalah dapat ditandatangani oleh
setuju bahwa penyelesaian Perselisihan
salah satu pihak.
melalui upaya BIPARTIT lebih murah dan
 Pasal 7 ayat (5): Perjanjian Bersama
hasilnya akan lebih Manusiawi dalam arti
Apabila Perjanjian Bersama
Tidak ada yang dilukai dan tidak ada yang
sebagaimana dimaksud dalam ayat
merasa dikalahkan.
(3) dan ayat (4) tidak dilaksanakan
Perlunya Uraian Dalam Penjelasan Pasal- oleh salah satu pihak, maka pihak
Pasal yang dirugikan dapat mengajukan
Signifikasi Perlunya uraian dalam permohonan eksekusi kepada
Penjelasan terhadap Pasal-Pasal pada Pengadilan Hubungan Industrial
Undang-undang No.2 Tahun 2004 tentang pada Pengadilan Negeri di wilayah
PHI ini menjadi amat sangat dipentingkan, Perjanjian Bersama didaftar untuk
mengingat adanya perbedaan dalam mendapat penetapan eksekusi. Pada
menafsirkan makna yang terkandung dalam prinsipnya Risalah Perundingan
pasal-pasal sebagai bahan baku dasar Bipartit ditandatangani oleh kedua
penerapan Keputusan dapat dieliminir belah pihak, tetapi dalam hal tertentu
melalui Uraian di Penjelasan sehingga apabila salah satu pihak tidak
lahirnya Keputusan yang ditetapkan sebagai bersedia menandatangani risalah,
dasar Penyelesaian Perselisihan manjadi setelah mekanisme perundingan
Elegan, diterima oleh para Pihak dan bipartit telah dipenuhi, risalah dapat
rasional tentunya. ditandatangani oleh salah satu pihak.

7
 Pasal 8: Menyempurnakan Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh
Kompetensi Relatif Mediator juta rupiah).
Memberikan kewenangan mediator  Pasal 115: Jangka Waktu
pusat dalam hal lintas provinsi dan Penyelesaian
kewenangan mediator provinsi Jangka waktu penyelesaian PHK
dalam hal lintas kabupaten/kota pada MA agar sesuai dengan hukum
dalam perselisihan yang terjadi di acara yang berlaku.
satu kabupaten/kota.  Pasal 124: Aturan Peralihan
 Pasal 26: Honorarium Konsiliator Aturan Peradlihan tidak mengatur
Honorarium konsiliator hendaknya secara tegas kewenangan kepada
tidak dibebankan kepada negara Pengadilan Hubungan Industrial,
tetapi dimungkinkan untuk untuk pelaksanaan putusan P4 Pusat
dibebankan pada para pihak. Perlu yang telah mempunyai kekuatan
dipertimbangkan keberadaannya hukum tetap. Untuk itu perlu
demi efektifitas dan efisiensi ditambahkan ketentuan yang
peranannya. memberikan kewenangan kepada
 Pasal 83: Pengajuan Gugatan PHI untuk
Diberikan ruang bagi hakim untuk melaksanakan/mengeksekusi putusan
mempertimbangkan ada atau tidak P4 Pusat tersebut.
adanya risalah penyelesaian melalui  Pasal 5, 13, 14, 23, 24
mediasi atau konsiliasi guna Perlu dilakukan sinkronisasi karena
penyelesaian kasus sepanjang dalam prakteknya terjadi multi tafsir.
mekanisme penyelesaian kasus  Pasal 57
sudah ditempuh/dilakukan oleh para Perlu adanya peninjauan ulang
pihak dan atau salah satu pihak. apakah acara yang bertele-tele perlu
 Pasal 103: Jangka Waktu diterapkan di Pengadilan Hubungan
Pemeriksaan Industrial (PHI).
Jangka Waktu Pemeriksaan Perkara
di tingkat Pengadilan HI sesuai Jenis-jenis Perselisihan Hubungan
dengan Hukum Acara yang berlaku. Industrial
 Pasal 109: Putusan Akhir dan 1. PERSELISIHAN HAK
Bersifat Tetap Perselisihan ini adalah Perselisihan
Putusan Akhir dan Bersifat Tetap di yang timbul karena tidak
tingkat Pengadilan Hubungan terpenuhinya HAK, akibat adanya
Industrial bagi perselisihan perbedaan pelaksanaan atau
kepentingan, antar SP/SB dalam satu penafsiran terhadap ketentuan
perusahaan, perselisihan pemutusan Perundang-undangan, Perjanjian
hubungan kerja yang melibatkan Kerja, Peraturan Perusahaan, atau
pekerja kurang dari 100 orang dan Perjanjian Kerja Bersama.
perselisihan hak yang lain selain 2. PERSELISIHAN KEPENTINGAN
yang lahir dari UU. Perselisihan ini adalah Perselisihan
 Pasal 110: Tingkat Kasasi yang timbul dalam Hubungan Kerja
Untuk tingkat kasasi diusulkan hanya karena tidak adanya Kesesuian
yang melibatkan kasus-kasus dengan Pendapat mengenai pembuatan atau
nilai gugatan lebih dari Pembuatan syarat-syarat kerja yang
ditetapkan dalam Perjanjian Kerja

8
atau Peraturan Perusahaan atau sengketa. Mekanisme melalui mediasi
Perjanjian kerja Bersama. diindikasikan kuat akan menjadi pilihan
3. PERSELISIHAN PHK yang paling disukai oleh para pihak. Karena
Perselisihan ini adalah Perselisihan dalam mekanisme mediasi semua jenis
yang timbul akibat tidak adanya sengketa diakomodasi, dan tentunya
Kesesuaian Pendapat mengenai membawa konsekuensi tersendiri akan
Pengakhiran Hubungan Kerja yang munculnya ketidakpuasan bagi para pihak
dilakukan oleh salah satu Pihak. yang bersengketa.
4. PERSELISIHAN ANTAR
SERIKAT PEKERJA Dalam konteks hubungan industrial,
Perselisihan antara SP dengan SP kerapkali PHK dapat terjadi baik PHK yang
lainnya hanya dalam satu dilakukan oleh pengusaha ataupun PHK
Perusahaan, karena tidak adanya yang dilakukan oleh pekerja/buruh. Dalam
kesesuaian paham mengenai konteks yang lebih luas, terjadinya PHK
keanggotaan, pelaksanaan Hak dan selalu didahului dengan perselisihan hak
kewajiban keserikat pekerjaan. dan/atau perselisihan kepentingan. Tidak
pernah PHK terjadi secara tiba-tiba tanpa
CATATAN: ada persoalan yang mendahului sebelumnya.
Sulitnya menentukan jenis perselisihan. Dari sini tidak bisa dipahami dasar
Pembedaan jenis perselisihan terutama argumentasi bahwa perselisihan PHK
perselisihan hak, perselisihan kepentingan, dijadikan suatu perselisihan yang berdiri
dan perselisihan PHK membawa sendiri, terkecuali dalam hal bahwa kedua
konsekuensi tersendiri dalam strategi belah pihak telah sepakat untuk adanya PHK
memilih mekanisme penyelesaian sengketa. namun belum terdapat kesepakatan dalam
Dalam situasi khusus, mungkin mudah bagi penentuan besaran jumlah pesangon yang
para pihak untuk melakukan identifikasi akan diterima oleh pekerja/buruh. Dalam
dalam menentukan jenis perselisihan. Tetapi konteks ini, perselisihan PHK seharusnya
dalam banyak kasus akan sulit untuk tidak dijadikan suatu bentuk perselisihan
menentukan identifikasi jenis perselisihan. tersendiri
Seperti misalnya dalam perselisihan PHK
adalah sangat umum terkait juga dengan Mekanisme Penyelesaian Perselisihan
perselisihan hak dan atau perselisihan Hubungan Industrial (Pasal 5 Bab II)
kepentingan. Misalnya perselisihan hak
Penyelesaian Melalui Bipartit
yang diikuti dengan perselisihan PHK atau
perselisihan kepentingan yang diikuti Adalah proses penyelesaian perselisihan
dengan perselisihan PHK atau yang lebih melalui perundingan antara Pekerja / Buruh
ekstrim perselisihan hak yang diikuti dengan atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh dengan
perselisihan kepentingan yang kemudian Pengusaha untuk menyelesaikan
diikuti pula dengan perselisihan PHK. Perselisihan. Penyelesaian melalui
perundingan ini bersifat WAJIB.
Oleh karena itu pembedaan jenis
perselisihan malah memperumit proses Alur Proses Penyelesaian Bipartit
pemilihan mekanisme penyelesaian. Sangat
jarang ditemui ada jenis sengketa yang Pekerja/Buruh atau SP/SB melakukan
berdiri sendiri. Dari sini sebetulnya rumit perundingan dalam kurun waktu 30 hari.
bagi para pihak menentukan strategi
pemilihan mekanisme penyelesaian

9
Dalam perundingan dibuat risalah MEDIATOR yang Netral dan merupakan
perundingan yang ditanda tangani kedua Pegawai Dinas Tenaga Kerja (DISNAKER).
belah pihak yang memuat, identitas para
pihak, tanggal dan tempat perundingan, Mediator, adalah pegawai instansi
pokok masalah, pendapat para pihak dan pemerintah yang bertanggungjawab di
kesimpulan; Apabila perundingan bidang ketenagakerjaan yang memenuhi
menghasilkan kesepakatan maka dibuat syarat-syarat sebagai mediator yang
Perjanjian Bersama (PB) dan ditandatangani ditetapkan oleh menteri.
para pihak; Perjanjian bersama tersebut
Tugas Mediator, memberi anjuran tertulis
didaftarkan ke Pengadilan Hubungan
kepada pihak yang berselisih dan membantu
Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri;
membuat perjanjian bersama apabila telah
Apabila salah satu pihak melakukan ingkar
tercapai kesepakatan antara pihak yang
janji, maka bisa dimintakan eksekusi kepada
berselisih.
PHI.
Tugas Mediator meliputi penyelesaian
Dalam hal Perundingan Bipartit gagal, maka
perselisihan hak, perselisihan kepentingan,
salah satu atau kedua belah pihak
perselisihan PHK dan perselisihan antar
mencatatkan perselisihan tersebut pada
serikat pekerja/serikat buruh dalam satu
Kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker)
perusahaan.
setempat dengan melampirkan Bukti
Perundingan Bipartit. Mediator menyelesaikan tugasnya dalam
waktu 30 (tiga puluh) hari kerja, meliputi
Setelah menerima pencatatan dari para pihak
kegiatan:
yang berselisih, petugas dari Kantor
DISNAKER tersebut wajib menawarkan Penelitian tentang duduknya perkara: 7 hari
kepada para pihak untuk memilih alternatif
penyelesaian, yaitu : Sidang Mediasi/Konsiliasi: 10 hari

Jika Perselisihan Kepentingan, melalui: Pembuatan anjuran berdasarkan sikap para


MEDIASI pihak: 10 hari
KONSILIASI
ARBITRASE Membantu membuat perjanjian bersama: 3
Jika Perselisihan PHK, melalui: hari Alur Proses Mediasi
MEDIASI Setelah menerima Pelimpahan Perselisihan,
KONSILIASI maka Mediator wajib menyelesaikan
Jika Perselisihan antar Serikat Pekerja, tugasnya selambatnya 30 (tiga puluh) hari
melalui: kerja terhitung mengadakan sidang
MEDIASI MEDIASI.
KONSILIASI
ARBITRASE Mediator dapat memanggil satu saksi ahli
guna diminta dan didengar kesaksiannya
Penyelesaian Melalui Mediasi/Konsiliasi jika diperlukan, saksi atau saksi ahli harus
Adalah proses penyelesaian perselisihan menunjukan serta membukakan buku-buku
hak, perselisihan kepentingan, perselisihan atau surat-surat yang diperlukan.
PHK dan perselisihan antar SP/SB dalam
suatu Perusahaan melalui musyawarah yang
ditengahi oleh seorang atau lebih

10
Apabila tercapai kesepakatan, maka dibuat PPHI ini berperan sangat aktif dan tidak
Perjanjian Bersama yang ditandatangani pasif serta menjadi titik sentral bagi para
kedua belah Pihak serta didaftarkan ke PHI. pihak, karena filosofi yang dianut oleh
mediasi dalam UU PPHI adalah filosofi
Apabila salah satu Pihak melakukan ingkar “zero sum game”
janji, maka bisa diminta Eksekusi kepada
PHI. Penyelesaian Melalui Konsiliasi
Adalah proses penyelesaian perselisihan
Apabila tidak tercapai Kesepakatan, maka kepentingan, perselisihan PHK, atau
Mediator mengeluarkan anjuran tertulis perselisihan antar serikat pekerja/serikat
yang dilimpahkan kepada kedua belah buruh dalam satu
Pihak.
perusahaan melalui musyawarah yang
Apabila anjuran telah diterima oleh kedua ditengahi oleh seorang atau lebih
belah Pihak maka dibuat Perjanjian Bersama KONSILIATOR yang netral dan memenuhi
dan didaftarkan ke PHI. syarat-syarat sesuai dengan ketetapan
Menteri Tenaga Kerja dan wajib
Apabila Anjuran Mediator tidak diterima
memberikan anjuran tertulis kepada Pihak
salah satu Pihak, maka Pihak yang
yang berselisih.
bersangkutan dapat meneruskan Proses
Penyelesaian Perselisihan dengan Konsiliator, adalah seorang atau lebih yang
mengajukan gugatan kepada PHI. memenuhi syarat-syarat sebagai konsiliator
yang ditetapkan oleh menteri.
CATATAN:
Konsep mediasi yang diperkenalkan dalam Tugas Konsiliator meliputi penyelesaian
UU PPHI ini tidak akan menimbulkan perselisihan kepentingan, perselisihan PHK
mediasi yang memfasilitasi para pihak yang dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat
bersengketa untuk dapat berunding. Tetapi buruh dalam satu perusahaan.
mediator yang menjadi figur sentral
dikarenakan adanya bentuk quasi putusan Konsiliator menyelesaikan tugasnya dalam
“anjuran” yang dikeluarkan oleh mediator. waktu 30 (tiga puluh) hari kerja, meliputi
Dalam pengalaman praktis, mediasi yang kegiatan:
selama ini dipraktekkan melalui lembaga
tripartit lebih berfungsi sebagai quasi hakim  Penelitian tentang duduknya perkara:
dibandingkan bertindak sebagai fasilitator. 7 hari
Hal ini akan lebih rumit dengan munculnya  Sidang Mediasi/Konsiliasi: 10 hari
PERMA tentang mediasi yang  Pembuatan anjuran berdasarkan
mengharuskan adanya mediasi dalam sikap para pihak: 10 hari
pengadilan sebelum pemeriksaan pokok  Membantu membuat perjanjian
perkara. Jadi akan ada dua mediasi yang bersama: 3 hari
dua-duanya tidak memfasilitasi.
Alur Proses Konsiliasi
Di ranah hukum, mediasi tidak mengenal Para Pihak memilih Konsiliator dan
anjuran. Peran mediator hanya sebatas mengajukan penyelesaian secara tertulis
memfasilitasi, para pihaklah yang kepada Konsiliator tersebut.
diharapkan menemukan solusi atas
permasalahan yang sedang dihadapi. Peran Setelah menerima Pelimpahan Perselisihan,
mediator haruslah pasif. Mediasi dalam UU maka Konsiliator wajib menyelesaikan

11
tugasnya selambatnya 30 (tiga puluh) hari Alur Proses Arbitrase
kerja terhitung sejak menerima Pelimpahan Para Pihak bersepakat untuk memilih Proses
Perselisihan. Arbitrase.
Kesepakatan dituangkan dalam perjanjian
Konsiliator harus mengadakan Penelitian Arbitrase yang memuat Identitas para Pihak,
tentang Pokok Perkara dan mengadakan Pokok Persoalan, Jumlah Arbiter,
Sidang Konsiliasi. Pernyataan para Pihak untuk tunduk dan
menjalankan keputusan Arbitrase dan
Konsiliator dapat memanggil Saksi atau
Tempat, Tanggal Pembuatan Surat
Saksi Ahli, guna diminta dan didengar
Perjanjian dan Tanda Tangan Para Pihak.
keterangannya jika diperlukan Saksi atau
Saksi Ahli harus menunjukan serta Para Pihak memilih Arbiter dari daftar
membukakan buku-buku atau surat-surat Arbiter yang ditetapkan Menteri.
yang diperlukan. Para Pihak dapat memilih Majelis Arbiter,
maka para Pihak memilih Arbiternya
Apabila tercapai kesepakatan, maka dibuat
masing–masing dan masing-masing Arbiter
Perjanjian Bersama yang ditandatangani
akan menunjuk satu Arbiter sebagai Ketua
kedua belah Pihak serta didaftarkan ke PHI.
Arbiter. Dalam hal para Pihak tidak
Apabila salah satu Pihak melakukan Ingkar bersepakat dalam menunjuk Arbiter, maka
Janji, maka bisa diminta Eksekusi kepada Penunjukan diserahkan pada Ketua
PHI. Pengadilan Negeri dengan mengangkat
Arbiter dari daftar Arbiter.
Apabila Anjuran diterima oleh kedua belah
Pihak, maka dibuat Perjanjian Bersama dan Arbiter dan para Pihak harus membuat
didaftarkan ke PHI. Perjanjian Penunjukan Arbiter yang memuat
Identitas para Pihak dan Arbiter, Pokok
Apabila salah satu Pihak melakukan Ingkar Persoalan, Biaya Arbitrase dan Honorarium
Janji, maka bisa dimintakan Eksekusi arbiter, pernyataan para pihak untuk tunduk
kepada PHI. dan menjalankan Proses Arbitrase, tempat
dan tanggal Pembuatan Surat Perjanjian
Apabila anjuran tidak dapat diterima salah Serta tanda tangan para Pihak yang
satu Pihak, maka Pihak yang bersangkutan berselisih dan Arbiter, Pernyataan Arbiter
dapat meneruskan Proses Perselisihan atau Para Arbiter untuk tidak melampaui
dengan mengajukan gugatan ke PHI. Kewenangannya, dan Perrnyataan Arbiter
Penyelesaian Melalui Arbitrase bahwa Arbiter tidak mempunyai hubungan
Adalah suatu Proses Penyelesaian keluarga sedarah atau semenda sampai
Perselisihan Kepentingan dan Perselisihan derajat kedua dengan para pihak yang
antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam berselisih.
satu Perusahaan, di luar Pengadilan Arbiter yang telah ditunjuk, Apabila salah
Hubungan Industrial melalui kesepakatan satu Pihak atau para pihak telah menemukan
tertulis dari para Pihak yang berselisih untuk cukup bukti Otentik tentang keraguan bahwa
menyerahkan Penyelesaian Perselisihan Arbiter tidak secara bebas dan akan berpihak
kepada Arbiter dari daftar Arbiter yang dalam pengambilan keputusan maka dapat
ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja yang diajukan Hak Ingkar oleh Para Pihak, Hak
keputusannya mengikat para Pihak dan Ingkar dapat diajukan pada Ketua
bersifat Final. Pengadilan (apabila Arbiter diangkat oleh

12
ketua pengadilan), Arbiter Tunggal dan kewenangan Arbiter dan bertentangan
kepada Majelis Arbiter. dengan peraturan perundang- undangan.
Arbiter wajib menyelesaikan Perselisihan Litigasi
dalam waktu 30 (tiga puluh) hari dan dapat
diperpanjang satu kali untuk selama 14 hari. Adalah penyelesaian perselisihan hubungan
industrial melalui pengadilan, dilakukan
Penyelesaian melalui Arbitrase tetap diawali oleh Pengadilan Hubungan Industrial yang
upaya Perdamaian yang dilakukan oleh merupakan pengadilan khusus yang berada
Arbiter. pada lingkungan peradilan umum.
Apabila upaya perdamaian berhasil maka Penyelesaian secara Litigasi ini
dibuat Akta Perdamaian dan didaftarkan dipergunakan karena menurut anggapan
pada PHI dan dapat dimintakan Eksekusi bahwa penyelesaian secara litigasi bisa
apabila salah satu pihak tidak menjalankan secara cepat, tepat, murah dan adil untuk
Akta Perdamaian tersebut. menyelesaiakan masalah. Namun demikian
karena penyelesaian ini merupakan cara
Apabila tidak tercapai perdamaaian, Maka penyelesaian yang tanpa kompromi,
upaya Arbitrase dilanjutkan dengan sehingga bisa menimbulkan rasa cidera bagi
menjelaskan Pendirian masing-masing Pihak pihak-pihak yang berperkara, maka perlu
secara tertulis atau lisan dengan mengajukan perangkat yang baik untuk mendukungnya
alat bukti dari masing- masing Pihak. baik secara administrasi hingga aparaturnya,
sehingga perlu adanya penyempurnaan dari
Arbiter atau Majelis Arbiter berhak memberi
sisi undang- undangnya karena setelah
penjelasan tambahan secara tertulis,
diberlakukan secara efektif UU No. 2 Tahun
Dokumen atau bukti lainnya yang dianggap
2004 sejak tahun 2006 kelihatan sekali
perlu.
compang-campingnya disana sini. Sebagai
Jika diperlukan Arbiter atau Majelis Arbiter contoh:
dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk
Tentang persyaratan administrasi pengajuan
didengar keterangannya.
gugatan, ada terjadi multi tafsir dari perintah
Putusan sidang Arbitrase ditetapkan UU No. 2 Tahun 2004, misalnya pasal 83
berdasarkan peraturan perundang-undangan ayat (1) tentang “Risalah Mediasi/ Risalah
yang berlaku, perjanjian, kebiasaan, Konsiliasi”, hal ini ada yang menafsirkan
keadilan dan kepentingan umum. bahwa risalah mediasi atau konsiliasi itu
sama dengan “Anjuran”, ada pula yang
Putusan Arbitrase mengikat para pihak dan mengartikan bahwa mediator atau
bersifat akhir dan tetap. konsiliator disamping membuat anjuran juga
harus membuat “Risalah”, atau bahkan ada
Putusan Arbitrase dapat dimintakan yang berpendapat bahwa tanpa anjuran
pembatalannya ke MA, Apabila putusan kalau sudah ada risalah maka perkara
diduga mengandung bahwa Surat atau tersebut bisa dimohonkan gugatan ke
Dokumen selama Persidangan atau setelah Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
putusan dinyatakan palsu, Dokumen yang
menentukan disembunyikan lawan, Putusan Tentang gugatan/beracara, dengan
diambil dari tipu muslihat yang dilakukan berlakunya hukum acara perdata didalam
oleh satu pihak, Putusan melampaui acara pemeriksaan dipandang sangat bertele-
tele dan melelahkan terutama untuk para

13
pekerja yang notabene tidak mempunyai 3. Hakim AD HOC dari unsur
keahlian di bidang hukum, hal ini sangat Organisasi Pengusaha.
menyulitkan pihak pekerja. PHI Tingkat Kasasi akan memberikan
putusan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
Tentang pelaksanaan putusan sela terutama hari kerja terhitung sejak tanggal
tentang upah pekerja selama proses Penerimaan Permohonan Kasasi.
penyelesaian perselisihan, tidak pernah bisa
berjalan secara efektif baik secara putusan TAHAP PEMERIKSAAN DI
maupun implementasinya. PENGADILAN
Tentang eksekusi putusan akhir, pada PENETAPAN MAJELIS HAKIM
implementasinya ada suatu putusan yang Setelah kita memasukan Surat Gugatan,
sulit untuk dilaksanakan, bagaimana jika maka dalam waktu selambatnya tujuh hari
putusan yang amar putusannya kerja setelah menerima Surat Gugatan
memerintahkan pengusaha untuk tersebut, Ketua Pengadilan Negeri akan
mempekerjakan kembali pekerjanya yang menetapkan majelis hakim yang akan
selama proses perselisihan pekerja tersebut memeriksa dan memutuskan perselisihan.
di skorsing. Pertanyaannya adalah Selanjutnya dalam waktu selambatnya tujuh
bagaimana cara eksekusinya ? Bila hari kerja sejak penetapan Majelis Hakim,
pengusaha sudah tidak menghendaki pekerja maka akan diadakan sidang pertama.
tersebut untuk bekerja di perusahaannya.
PEMANGGILAN SIDANG
PENGADILAN HUBUNGAN Pemanggilan untuk datang ke Sidang
INDUSTRIAL (PHI) dinyatakan Sah, apabila disampaikan dengan
PHI adalah pengadilan yang terdiri dari: Surat Panggilan kepada Para Pihak dialamat
PHI Tingkat Pertama, memeriksa semua tempat tinggalnya atau apabila tempat
jenis perselisihan. tinggalnya tidak diketahui disampaikan
PHI Tingkat Kasasi, hanya memeriksa: 0 ditempat kediaman terakhir. Apabila Pihak
Perselisihan HAK yang dipanggil tidak ada ditempat
0 Perselisihan PHK tinggalnya atau tempat kediaman terakhir,
Hakim yang bertugas di PHI Tingkat Surat Panggilan disampaikan melalui kepala
Pertama, terdiri dari tiga unsur: Kelurahan atau Kepala desa yang daerah
1. Hakim Pengadilan Negeri. hukumnya meliputi tempat tinggal atau
2. Hakim AD HOC dari unsur Serikat tempat kediaman terakhir pihak yang
Buruh/Serikat Pekerja. dipanggil, apabila tempat tinggal atau
3. Hakim AD HOC dari unsur kediaman terakhir tidak diketahui, maka
Organisasi Pengusaha. Surat Panggilan ditempel pada tempat
Pengumuman di gedung PHI yang
PHI Tingkat Pertama wajib memberikan memeriksanya.
Putusan dalam waktu selambat- lambatnya
PEMERIKSAAN PENDAHULUAN
50 (lima puluh) hari kerja terhitung sejak
(SIDANG PERSIAPAN)
Sidang Pertama. Hakim yang bertugas di
Dalam Pemeriksaan Pendahuluan, Majelis
PHI Tingkat Kasasi terdiri dari tiga unsur:
Hakim berkewajiban memeriksa isi gugatan
1. Hakim Mahkamah Agung.
dan bila terdapat kekurangan, Hakim akan
2. Hakim AD HOC dari unsur Serikat
meminta Penggugat untuk menyempurnakan
Buruh/Serikat Pekerja.
isi gugatannya. Setelah surat gugatan
dinyatakan memenuhi syarat, maka
14
persidangan untuk memeriksa materi mengajukan gugatan satu kali lagi (pasal
gugatan dapat dimulai. 94).
PEMBACAAN GUGATAN PENGUGAT Bagaimana jika tergugat tidak hadir setelah
Setelah Gugatan Penggugat telah dinilai dua kali penundaan?
memenuhi Persyaratan Administratif, maka Jika ketidakhadiran tersebut diatas,
sidang pertama adalah pembacaan gugatan dilakukan oleh tergugat maka Majelis
penggugat. Bagaimana jika sewaktu dalam Hakim dapat memeriksa dan memutuskan
persidangan pertama diketahui bahwa perselisihan tanpa kehadiran tergugat.
Pekerja ternyata telah diskorsing tetapi tidak Putusan ini disebut Putusan VERSTEK
mendapatkan upah? (pasal 94).
Apabila secara nyata-nyata Pihak Pengusaha PENGAJUAN JAWABAN TERGUGAT
terbukti melakukan skorsing, tetapi tidak Terhadap surat gugatan penggugat, maka
melaksanakan kewajibannya sebagaimana Majelis Hakim akan memberikan hak
yang dimaksud dalam Pasal 155 ayat (3) UU terhadap tergugat untuk mengajukan Surat
No. 13 Tahun 2003, tentang Jawaban. Jawaban dari Tergugat biasanya
Ketenagakerjaan (kewajiban untuk berisikan tangkisan dan bantahan terhadap
membayar upah pekerja dan hak lainnya). semua dalil yang diajukan Tergugat. Prinsip
Maka Majelis Hakim harus menjatuhkan Hukum yang perlu diingat dalam jawab
putusan sela berupa permintaan kepada menjawab yaitu, segala sesuatu yang tidak
Pengusaha untuk membayar Upah dan Hak- benar harus dibantah, apabila tidak
Hak lainnya, yang biasa diterima disangkal atau dibantah, maka dianggap
pekerja/buruh yang bersangkutan. Putusan benar, dengan mengemukakan fakta-fakta
sela dapat dijatuhkan pada sidang pertama dan dasar-dasar Hukum yang nyata. Dalam
atau pada persidangan kedua. berperkara di Pengadilan Negeri, apabila
pihak tergugat ternyata merasa dirugikan
CATATAN: atas tindakan Penggugat, maka bersamaan
Bagaimana jika salah satu atau kedua belah dengan penyampaian memory jawaban
Pihak, tidak hadir pada Persidangan tergugat dapat mengajukan gugatan balik
Pertama? kepada Penggugat, yang disebut gugatan
Dalam hal salah satu Pihak atau para Pihak, Konvensi. Maka tergugat bukan saja hanya
tidak dapat menghadiri sidang tanpa alasan memberikan hanya memberikan jawaban
yang dapat dipertanggungjawabkan, ketua atau sangkalan terhadap gugatan penggugat,
majelis hakim menetapkan hari sidang melainkan juga mengajukan tuntutan atau
berikutnya, selama tujuh hari kerja terhitung gugatan balik terhadap penggugat awal, agar
sejak tanggal penundaan. Penundaan sidang dapat mengajukan tuntutan atau gugatan
karena ketidakhadiran salah satu atau para balik terhadap penggugat awal. Agar dapat
pihak diberikan dua kali penundaan (pasal mengajukan penggantian atas kerugian yang
93). dideritanya, dalam gugatan Rekonvensi,
maka posisi para pihak akan berubah.
Bagaimana jika Penggugat tetap tidak dapat
Penggugat awal (penggugat Konvensi) akan
hadir setelah dua kali Penundaan?
berubah menjadi tergugat Rekonvensi maka
Jika penggugat atau kuasa hukumnya yang
posisi para pihak akan berubah menjadi
sah setelah dipanggil secara patut, tidak
penggugat rekonvensi, mengingat Gugatan
datang menghadap pada sidang penundaan
konvensi ini dilakukan bersamaan dengan
terakhir, maka gugatannya dianggap gugur,
penyampaian jawaban, maka posisi kedua
akan tetapi penggugat masih berhak untuk
15
belah pihak menjadi rangkap yaitu, mengingat kedua belah pihak yang
Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi berperkara mempunyai kepentingan untuk
dan Tergugat Konvensi/Penggugat memenangkan suatu Perkara, maka
Rekonvensi. pembuktian dibebankan kepada kedua belah
pihak secara adil. Prinsip yang berlaku
PUTUSAN SELA dalam hukum acara Perdata adalah:
Putusan Sela merupakan putusan yang
dikeluarkan oleh Majelis Hakim sebelum “Barang siapa yang mendalilkan bahwa
pemeriksaan pokok perkara dilakukan. dirinya mempunyai hak atau sebagai pihak
Putusan sela dijatuhkan sehubungan dengan yang dirugikan, maka dia yang harus
adanya tuntutan PROVISIONAL, yaitu membuktikan dalil tersebut.”
suatu Tuntutan yang sifatnya segera untuk
dilakukan tindakan. Putusan tersebut bersifat Karena Hukum acara PHI menggunakan
sementara dan bisa saja berubah setelah Hukum Acara Perdata, maka jenis bukti
tuntutan pokok perkara dalam surat gugatan yang harus diperiksa adalah:
diputuskan. Putusan sela tidak dibuat secara BUKTI SURAT
terpisah, melainkan hanya dituliskan dalam BUKTI SAKSI
berita acara persidangan saja. Ketentuan PERSANGKAAN
mengenai Putusan sela dapat ditemukan PENGAKUAN
dalam pasal 96 UU PPHI. SUMPAH
KETERANGAN AHLI
PENGAJUAN REPLIK DAN DUPLIK PENGAJUAN KESIMPULAN
REPUK adalah tanggapan Penggugat Dalam prakteknya, pembuatan kesimpulan
terhadap Surat Jawaban dari Tergugat, bertujuan untuk membantu Majelis Hakim
DUPLIK adalah tanggapan tergugat dalam menilai dan memutuskan suatu
terhadap Replik penggugat. Jadi perkara. Karena sifatnya sebagai pelengkap,
sebagaimana halnya surat gugatan dan surat maka tanpa pembuatan kesimpulanpun
jawaban, Replik adalah kelanjutan dari Majelis Hakim harus tetap menilai dan
“jawab-menjawab” antara penggugat dan memutuskan Perkara. Oleh karena sifatnya
tergugat, karena merupakan kelanjutan dari yang demikian, maka pembuatan
jawab-menjawab, pengajuan Replik dan kesimpulan bukan merupakan sesuatu yang
Duplik dalam praktek sangat tergantung, wajib dilaksanakan karena yang wajib dalam
para Pihak yang berselisih dan tergantung proses gugat-menggugat hanyalah gugatan,
pada kebijakan Majelis Hakim untuk jawaban dan pembuktian. Dalam pengajuan
menilai perlu tidaknya Replik dan Duplik kesimpulan ini (sering juga digunakan
ini. Dengan adanya Putusan sela, maka istilah Konklusi), para pihak membuatnya
kewajiban tersebut harus sudah dilaksanakan bersifat tertulis yang isinya merangkum
sekalipun pemeriksaan terhadap pokok seluruh Proses yang telah dilaksanakan sejak
perkara belum dilakukan. persidangan pertama sampai dengan
pemeriksaan alat bukti.
PEMERIKSAAN ALAT BUKTI
Secara umum tujuan pembuktian adalah PEMBACAAN PUTUSAN
untuk meyakinkan hakim atas salah satu Dalam proses pemeriksaan di PHI, Majelis
kasus satu hak dengan cara memberikan Hakim wajib memberikan putusan dalam
kepastian akan kebenaran sesuatu hal waktu selambat-lambatnya 50 (lima puluh)
dengan cara memberikan kepastian akan hari kerja, terhitung sejak sidang pertama.
kebenaran suatu hal secara mutlak, Dalam pengambilan putusan, Majelis Hakim

16
mempertimbangkan Hukum, Perjanjian yang waktu 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkan
ada, Kebiasaan dan Keadilan. Putusan penetapan, menentukan Majelis Hakim,
dibacakan dalam sidang terbuka untuk Hari, Tempat dan Waktu Sidang, tanpa
umum. Jika pada saat pembacaan putusan melakukan Prosedur Pemeriksaan
salah satu pihak tidak hadir, maka ketua Pendahuluan. Berbeda dengan Pemeriksaan
Majelis Hakim memerintahkan Panitera biasa, didalam pemeriksaan cepat ini
pengadilan untuk menyampaikan tenggang waktu untuk jawaban dan
pemberitahuan putusan kepada Pihak yang pembuktian kedua belah Pihak diberi waktu
tidak hadir. tidak melebihi 14 (empat belas) hari kerja.
Terhadap perselisihan kepentingan dan CATATAN:
perselisihan antar Serikat Pekerja/ Serika Di dalam Perselisihan Hak dan Perselisihan
Buruh da-lam satu Perusahaan, Putusan PHI Pemutusan Hubungan Kerja, pihak yang
merupakan putusan akhir yang bersifat tetap. keberatan atau tidak menerima Putusan
Terhadap Perselisihan PHK dan Perselisihan Majelis Hakim dapat mengajukan Kasasi ke
HAK, Putusan PHI mempunyai kekuatan PHI tingkat kasasi. Caranya adalah dengan
Hukum Tetap, jika tidak diajukan KASASI menyatakan Kasasi pada saat Majelis Hakim
dalam waktu selambatnya 14 (empat belas) Tingkat Pertama membacakan putusannya
hari kerja: atau menyatakan Kasasi melalui bagian
 Bagi Pihak yang hadir pada saat kepaniteraan Pengadilan tenggang waktu:
pembacaan putusan, terhitung sejak  Bagi yang hadir pada saat
putusan dibacakan. pembacaan putusan 14 (empat belas)
 Bagi Pihak yang tidak hadir pada hari sejak putusan Majelis Hakim
saat pembacaan putusan, terhitung diputuskan.
sejak tanggal pemberitahuan  Bagi yang tidak hadir pada saat
putusan. pembacaan putusan: 14 (empat
belas) hari sejak putusan diketahui.
CATATAN: Untuk mengajukan Kasasi tidak cukup
Di dalam UU PPHI, Penggugat mempunyai hanya dengan menyatakan Kasasi secara
Hak untuk mengajukan permohonan agar lisan, tetapi juga harus menyampaikan
Pengadilan dapat melakukan Pemeriksaan secara tertulis/ menandatangani Akta
secara cepat. Dengan alasan adanya pernyataan kasasi di bagian kepaniteraan.
kepentingan Penggugat yang cukup Perlu diperhatikan bahwa permohonan
mendesak, misalnya seluruh Asset Kasasi tersebut sebaiknya dilengkapi dengan
Perusahaan akan dilelang karena Perusahaan memori Kasasi yang berisi keberatan anda
Pailit, sehingga ada kekawatiran jika terhadap Putusan Majelis Hakim pengadilan
Putusan tidak diputus secara cepat, maka tingkat pertama selanjutnya bagian
pihak Penggugat tidak akan mem- peroleh kepaniteraan PHI dalam waktu 14 (empat
hak atas pembayaran Pesangon. belas) hari kerja terhitung sejak tanggal
penerimaan permohonan Kasasi harus sudah
Setelah pengajuan permohonan pemeriksaan
menyampaikan berkas perkara kepada Ketua
secara cepat diajukan, maka dalam jangka 7
Mahkamah Agung. Setelah berkas perkara
(tujuh) hari setelah diterimanya
sampai kepada Makamah Agung, maka
permohonan. Ketua pengadilan negeri
Majelis Hakim Kasasi yang memeriksanya,
mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan
terdiri dari 1 (satu) Hakim Agung
atau tidak dikabulkannya penetapan
Mahkamah Agung dan 2 (dua) Hakim Ad
tersebut. Ketua Pengadilan dalam jangka
Hoc di Mahkamah Agung yang berasal dari
17
unsur Serikat Pekerja / Serikat Buruh dan selesai. Tetapi jika pihak yang telah ditegur,
Organisasi Pengusaha. Penyelesaian perkara tetap tidak bersedia melaksanakan Putusan.
kasasi pada Mahkamah Agung Selambatnya Maka pihak yang dimenangkan harus
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal mengajukan Surat Permohonan Sita dan
penerimaan permohonan Kasasi. Berbeda dilanjutkan dengan lelang, eksekusi kepada
dengan PHI tingkat pertama, proses Ketua Pengadilan Negeri. Berdasarkan
pemeriksaan di PHI tingkat Kasasi, hanya permohonan dari pihak yang dimenangkan
dilakukan pemeriksaan berkas-berkas yang ini, maka Ketua Pengadilan Negeri
telah/pernah diperiksa di PHI tingkat menunjukan juru sita yang akan bertugas
pertama. melakukan penyitaan dan selanjutnya
pelelangan terhadap barang-barang yang
TAHAP PELAKSANAAN PUTUSAN merupakan harta kekayaan dari Pihak-Pihak
PENGADILAN (EKSEKUSI PUTUSAN) yang dikalahkan sebagai pengganti
Tim sangat mengharapkan, agar para Pihak pelaksanaan Putusan yang tidak
yang suatu saat dikalahkan oleh pengadilan dilaksanakan secara sukarela tersebut.
dapat melaksanakan Putusan secara
sukarela. Sebab jika tidak, maka Prosesnya Banyaknya perkara yang masuk ke PHI
akan menjadi sangat panjang dan merugikan sehingga terjadi penumpukan perkara di MA
kedua belah Pihak, baik dari segi waktu, yang perlu ditangani dan diselesaikan.
tenaga dan biaya. Karena dalam UU PPHI
tidak ada sanksi Pidana bagi pihak yang Hasil pengamatan kami hal ini terjadi antara
tidak melaksanakan isi putusan PHI lain karena kurang berfungsinya lembaga
sedangkan dalam UU No 22 THN 1957 ada bipartit dan lembaga mediasi dalam PPHI.
sanksi Pidananya. Jika pihak yang Sebagaimana dikatakan dalam UU PPHI
dikalahkan bersedia melaksanakan Putusan penyelesaian perselisihan dapat dilakukan
secara sukarela, maka para Pihak dapat melalui litigasi dan non litigasi. Hal ini
melaksanakan. berarti tidak semua perkara hubungan
industrial harus diselesaikan di PPHI, jika
Putusan secara segera setelah putusan saja perselisihan itu dapat selesai di lembaga
dibacakan, akan tetapi jika ada Pihak yang bipartit. Secara yuridis lembaga mediasi
dikalahkan tidak bersedia melaksanakan lemah, karena pendapat mediator yang
secara sukarela, maka pihak yang berupa anjuran tidak mengikat para pihak
dimenangkan harus mengajukan surat dan para pihak dapat menolaknya, sehingga
permohonan pelaksanaan putusan kepada sengketa tersebut bergulir ke PHI. Selain itu
ketua Pengadilan Negeri. ketentuan beracara yang berlaku pada PHI
adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku
Terhadap surat permohonan tersebut pada pengadilan dalam lingkup peradilan
biasanya Ketua Pengadilan Negeri akan umum.
terlebih dahulu melakukan peneguran,
terhadap Pihak yang dikalahkan untuk Oleh karena itu tim memandang perlu
melaksanakan Putusan. Proses peneguran ini dilakukan uji-ulang kecakapan, baik bagi
dilakukan secara resmi di Kantor pejabat yang duduk di lembaga bipartit
Pengadilan, yang dihadiri oleh pihak yang maupun lembaga mediasi. Jangka waktu
dikalahkan, pihak yang dimenangkan dan penyelesaian perkara sebagaimana
Ketua Pengadilan Negeri. Jika pihak yang tercantum dalam UU PPHI, baik di tingkat
dikalahkan setelah ditegur ternyata bersedia PHI maupun di MA tidak dapat
melaksanakan putusan, maka perkara dilaksanakan.

18
Setidaknya ada 4 aspek yang menyebabkan  Pelaksanaan terhadap putusan PHI
hal ini terjadi, diantaranya adalah: yang telah mempunyai kekuatan
Aspek Hukum hukum tetap dilakukan oleh Juru
Pembatasan waktu tersebut tidak realistis, Sita;
bahkan bisa dimaknai sebagai bentuk  Tidak diatur secara tegas mengenai
membatasi indepedensi hakim; Tidak diatur Perpanjangan masa tugas hakim ad-
secara tegas (ada 2 (dua) cara) mengenai hoc yang direkomenasikan oleh
tatacara penyelesaian perselisihan hubungan Ketua Pengadilan Hubungan
industrial secara litigasi dan non litigasi; Industrial / Ketua MA (Pasal 67 ayat
Tidak diatur secara tegas mengenai (2));
mekanisme pelaksanaan eksekusi terhadap  Tidak diatur secara tegas mengenai
putusan yang mempunyai kekuatan hukum asuransi atau sosial security untuk
tetap; Tidak diaturnya mengenai: para hakim PHI dari unsur ad-hoc;
tidak diatur secara tegas mengenai
 Alat bukti dan beban pembuktian; batas usia menjadi hakim ad-hoc
 Mekanisme pemanggilan para pihak; disesuaikan dengan ketentuan UU
 Untuk kepentingan pemeriksaan, No.3 Tahun 2009 tentang Mahkamah
para pihak dapat mengajukan saksi Agung dan UU mengenai peradilan
atau majelis hakim bisa memanggil lainnya.
saksi ahli;
 Perlunya penjelasan kriteria saksi Kelembagaan
ahli dan saksi fakta; Tidak diatur secara tegas mengenai
 Beban biaya atas pemanggilan saknsi persyaratan hakim ad-hoc di MA harus
dan/atau saksi ahli, apakah melalui penjenjangan di PHI Provinsi;
dibebankan kepada para pihak yang Persyaratan pada setiap PHI harus 5 majelis,
berperkara atau kepada negara; perlu disempurnakan menjadi sekurang-
 Ketentuan mengenai biaya perkara kurangnya 1 majelis atau disesuaikan
direview kembali. dengan kebutuhan.
Tidak diatur secara tegas mengenai
Pelaku Hukum kewenangan PHI terhadap tenaga kerja
 Hakim yang ada di PHI tidak dengan hubungan hukum dalam melakukan
semuanya berpendidikan S1 Hukum; pekerjaan, kecuali telah diatur dengan
 Tidak diatur secara jelas mengenai undang-undang tersendiri, termasuk
legal standing Kuasa hukum pekerjaan berdasarkan kemitraan seperti
organisasi pekerja dan organisasi supir taksi, dokter, dan lain-lain sejenis.
pengusaha; Tidak diatur secara tegas mengenai eksekusi
 Tidak diatur secara jelas mengenai putusan MA terkait dengan putusan P4 Pusat
mekanisme pemberian kuasa hukum (sengketa TUN) yang sudah mempunyai
dari pekerja ke Pengurus Unit Kerja kekuatan hukum tetap, sehingga tidak dapat
dengan Hak Substitusi kepada dieksekusi.
federasi atau konfederasinya yang
terafiliasi. Pekerja yang Dalam perkara kasasi dengan obyek putusan
bersangkutan harus dibuktikan P4 Pusat, MA diberikan kewenangan dalam
dengan Kartu Tanda Anggota amar putusannya memberikan kewenangan
(KTA); kepada PHI tingkat provinsi untuk
menetapkan putusan P4 Pusat.

19
Sarana dan Prasarana juga keberadaannya bukan di Ibukota saja
Tidak tersedianya lahan/tanah Pemerintah (di daerah yang jauh dari pusat kota),
Daerah untuk pendirian gedung Pangadilan bahkan sampai ke pelosok daerah, tentunya
Hubungan Industrial; Tidak tersedianya diperlukan tenaga pembina dan biaya yang
anggaran biaya pembangunan gedung dan tidak sedikit jumlahnya, baik pembinaan
sarana perlengkapannya dalam APBN. secara umum maupun secara teknis,
bimbingan, pengayoman, dan pemberian
Selayaknya untuk menciptakan hubungan dorongan dalam rangka pertumbuhan
industrial yang harmonis antara pekerja organisasi yang sehat dan mandiri.
(buruh) dan pemberi kerja (pengusaha)
dalam memperjuangkan hak- haknya serta Hubungan industrial yang harmonis dapat
untuk mewujudkan penyelesaian tercipta jika terdapat keseimbangan dan
perselisihan hubungan industrial secara kesejajaran antara pekerja dan pemberi kerja
cepat, tepat, adil dan murah dibutuhkan dalam memperjuangkan hak-haknya. Selain
sarana dan prasarana yang memadai, itu, dengan keluarnya UU No. 2 Tahun 2004
misalnya disediakannya tempat yang dekat tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
untuk sidang pengadilan hubungan industrial Industrial juga dibutuhkan perhatian yang
dengan daerah industri yang padat, sehingga sungguh-sungguh dari pemerintah dalam
para pihak yang berperkara tidak terlalu jauh rangka memberikan kepastian hukum dan
untuk menghadiri sidang-sidang yang aturan main ketenagakerjaan.
diadakan oleh Hakim. Untuk menyediakan
tempat ini tentunya memerlukan biaya Sarana lainnya yang masih kurang adalah
ekstra yang harus disediakan oleh berkaitan dengan masih minimnya kegiatan
Pemerintah untuk menyewa tempat tersebut. pendidikan dan latihan yang dilakukan oleh
pemerintah, akibatnya organisasi pekerja
Selain itu adalah yang berkaitan dengan tidak dapat tumbuh secara sehat dan mandiri
fasilitas yang dimiliki oleh lembaga serta tidak dapat melaksanakan fungsinya
pengadilan itu sendiri seperti komputer, dengan baik seperti menumbuhkan
faksimili, dan sarana pelayanan lainnya kreativitas yang positif, memberikan
sebagai pendukung lambat atau cepatnya penghargaan dan kesempatan untuk
proses perkara tersebut. Sebagaimana mengembangkan diri agar dapat
dikatakan di atas bahwa proses beracara di melaksanakan fungsinya secara maksimal
Pengadilan Hubungan Industrial untuk mencapai tujuan organisasi, dan
menggunakan Hukum Acara Perdata. Dan sebagainya.
oleh karenanya proses yang dimulai dari
pembuatan/pendaftaran surat gugatan, upaya Bila dicermati ke depan, permasalahan-
damai, jawaban, replik, duplik, bukti permasalahan organisasi pekerja ini semakin
tertulis/saksi-saksi, konklusi dan putusan kompleks, oleh karena itu jika sarana dan
hakim dan sebagainya perlu perhatian prasarana tersebut kurang diperhatikan
khusus dari pemerintah agar tujuan undang- pemerintah dalam menciptakan organisasi
undang ini dapat terwujud. pekerja yang mandiri, maka sasaran
pembentukan organisasi pekerja yang
Di samping itu pula, pemerintah harus dibentuk melalui undang-undang ini sulit
melakukan pembinaan terhadap organisasi- untuk dicapai.
organisasi pekerja di perusahaan. Dalam
pembinaan terhadap organisasi pekerja yang Banyaknya Putusan P4P yang telah
jumlahnya cukup banyak, di samping itu mempunyai kekuatan hukum tetap tidak
dapat di eksekusi.
20
Ada 2 (dua) jenis Amar Putusan Pengadilan berbagai instansi terkait, sehingga
terhadap P4P, yaitu: memerlukan waktu yang lama;
 Putusan yang amarnya tidak berisi Pembentukan lembaga pengganti P4P secara
perintah kepada P4P untuk tripartit dapat menimbulkan masalah baru
menerbitkan keputusan. oleh karena banyaknya serikat
 Putusan yang amarnya pekerja/serikat buruh yang saling
memerintahkan P4P untuk menginginkan untuk duduk dalam lembaga
memperbaiki atau menerbitkan pengganti P4P tersebut.
keputusan baru.
Terhadap putusan pengadilan yang amarnya Usul Depnakertrans terhadap permasalahan
tidak berisi perintah kepada P4P untuk tersebut:
menerbitkan keputusan sebagaimana Untuk mengisi kekosongan hukum atas
tersebut pada angka 1, dalam praktek pelaksanaan eksekusi putusan Mahkamah
peradilan yang berjalan selama ini Agung atau Pengadilan Tinggi TUN yang
eksekusinya dimintakan fiat eksekusi kepada amarnya memerintahkan P4P untuk
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atau di memperbaiki atau menerbitkan keputusan
Pengadilan Negeri dimana eksekusi akan baru, agar Mahkamah Agung menerbitkan
dilaksanakan. Peraturan Mahkamah Agung sebagai
Terhadap putusan pengadilan yang amarnya penyempurnaan dari Ketentuan Peralihan
memerintahkan kepada P4P untuk Pasal 124 UU No.2 Tahun 2004 yang
memperbaiki atau menerbitkan keputusan bersifat sementara. Hal tersebut karena
baru sebagaimana tersebut pada angka 2, Mahkamah Agung mempunyai kewenangan
Mahkamah Agung mengusulkan agar sesuai dengan UU No.14 Tahun 1985
dibentuk lembaga baru di instansi tentang Mahkamah Agung sebagaimana
pemerintah sebagai pengganti P4P. telah dengan Undang-undang Nomor 3
Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas
Tanggapan Depnakertrans terhadap usulan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985
Mahkamah Agung, bahwa: tentang Mahkamah Agung; Terhadap
perkara yang belum diputus agar Majelis
Undang-undang yang menjadi dasar Hakim yang memeriksa dan mengadili
pembentukan P4P (UU No.22 Tahun 1957 perkara Keputusan P4P mengambil alih dan
tentang Penyelesaian Perselisihan menerbitkan putusan yang tidak
Perburuhan dan UU No.12 Tahun 1964 memerintahkan kepada P4P; Melakukan
tentang Pemutusan Hubungan Kerja Di amandemen terhadap beberpa pasal Undang-
Perusahaan Swasta) telah dicabut dengan undang Nomor 2 Tahun 2004.
UU No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial; Apabila Perjanjian Bersama (PB) yang telah
dibentuk lembaga pengganti P4P berpotensi diaktakan di PHI tidak dapat dieksekusi
menimbulkan masalah baru, karena putusan sehingga tidak memberikan kepastian
tersebut dapat dijadikan objek gugatan Tata hukum.
Usaha Negara (baru), sehingga
penyelesaiannya akan berlarut-larut; Payung Setiap perselisihan hubungan industrial
hukum pembentukan lembaga pengganti wajib diupayakan penyelesaiannya melalui
P4P yang berupa Peraturan Pemerintah perundingan Bipartit. Apabila perundingan
maupun Peraturan Presden harus dikaji bipartit tidak dicapai kesepakatan maka
secara mendalam dan dibahas dengan diselesaikan melalui mekanisme mediasi
atau konsiliasi. Dalam hal perundingan
21
bipartit/mediasi/konsiliasi dicapai hubungan industrial, yaitu dengan
kesepakatan maka kesepakatan tersebut cara : Non Litigasi, dan Litigasi
dituangkan dalam Perjanjian Bersama (PB). Secara filosofis penyelesaian Non-
PB tersebut wajib didaftarkan oleh Para
Litigasi ini lebih baik hasilnya,
Pihak ke Pengadilan Hubungan Industrial.
karena:
Apabila PB yang telah didaftarkan dan a) hasil penyelesaian non litigasi
diberikan akta sebagai bukti pendaftaran bisa diterima oleh masing-
melalui Penetapan PHI tersebut tidak masing pihak;
dilaksanakan maka Pihak yang dirugikan
b) tidak ada yang merasa diciderai
dapat mengajukan permohonan eksekusi ke
pengadilan PHI. atau dirugikan;
c) mampu menghindarkan konflik
Persoalan dalam praktek eksekusi atas akta berkepanjangan antara pengusaha
Penetapan PB tersebut tidak dapat dengan buruh atau serikat
dilaksanakan karena produk dari pengaktaan
pekerjanya.
PHI yang terkait dengan pendaftaran PB
3. Setidaknya ada 4 (empat) aspek
tersebut hanya berupa Penetapan Pengadilan
bukan Putusan Pengadilan. penyebab tidak terlaksananya jangka
waktu penyelesaian perkara yang
Selain itu kewajiban mendaftarkan PB direncanakan, yaitu:
dilakukan oleh “Para Pihak” sulit untuk a) aspek hukum;
dilaksanakan karena Para Pihak memiliki b) aspek pelaku hukum;
kepentingan yang tidak sama. c) aspek kelembagaan;
3. KESIMPULAN DAN SARAN d) aspek sarana dan prasarana.

KESIMPULAN SARAN
1. Secara normatif Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004 ini ditujukan 1. Perselisihan Hak (Pasal 2 Undang–
untuk memberikan perlindungan Undang Nomor 2 Tahun 2004 di
bagi pencari keadilan di bidang huruf a), seharusnya TIDAK DI-
hubungan industrial dalam hal PHI- KAN Mengingat:
penyelesaian perselisihan hubungan a) Penetapan dan Pengaturan
industrial melalui proses tentang HAK sudah dilindungi
penyelesaian yang tepat, cepat, adil oleh Ketetapan Undang–Undang
dan murah. Walau demikian pada dengan pengertian NORMATIF.
tahap implementasinya masih Artinya Hal-Hal yang sudah
banyak yang tidak sesuai; bersifat NORMATIF, jika
2. Undang-undang Nomor 2 Tahun didapat penyimpangan pada
2004 tentang Penyelesaian Pelaksanaannya maka Instansi
Perselisihan Hubungan Industrial yang berwenang dalam
memberikan 2 (dua) pilihan cara Pembinaan diwilayah setempat
menyelesaikan perselisihan memiliki Otoritas Bertindak
dalam hal Eksekusi secara
lansung. (ini dimungkinkan).

22
b) HAK yang dimiliki oleh Pelaku mengenai Hak yang lainnya pada
Usaha dalam Hal Kemudahan – dasarnya didapat oleh karena
Kemudahan yang diakomodir BELAS KASIHAN dari
dalam Ketentuan Pemerintah Pimpinan Perusahaan dimaksud.
baik di tingkat Daerah maupun d) Jika mengenai HAK YANG
Pusat, terbukti banyak yang bisa DIPERSELISIHKAN di Tingkat
didapatkan seperti segala macam PHI yang nota bene Prosesinya
Insentif mulai dari Pengadaan memakan waktu yang panjang
Karyawan sampai dengan dan lama, maka hal ini amatlah
kewajiban Pajak dan retribusi IRONIS adanya, oleh karena
lainnya yang bersifat untuk Pemahaman HAK yang juga
merangsang laju jalannya Usaha dilindungi, bahkan Undang-
dengan tujuan Memakmurkan Undang yang Tingkatnya lebih
PENCAKER dan Masyarakat Tinggi dari Undang-Undang
yang terkait dan berdekatan apapun di Republik ini yaitu
dengan domisili Perusahaan itu UUD 1945 Pasal 27 ayat (2)
sendiri. yang bunyinya adalah Tiap-tiap
c) Sedangkan HAK yang dimiliki warga Negara berhak atas
oleh Tenaga Kerja pada pekerjaan penghidupan yang
umumnya hanya sebatas pada layak bagi kemanusiaan ),
wilayah di Jaring Pengaman merupakan pekerjaan yang sia-
Sosial dan ditentukan sia dan tidak etis serta tidak
berpedoman yang didasari MENG- INDONESIA, andaikan
dengan Penetapan UPAH tetap saja dilakukan maka para
MINIMUM, dan mengenai HAK pelaku prosesnya bagai seorang
– HAK lainnya amat sangat PESAKITAN yang senantiasa
bergantung pada KEBIJAKAN hanya mencari PEMBENARAN
yang berpedoman pada dasarnya ALASAN.
PENERAPAN
KEBIJAKSANAAN & 2. UU PPHI, ini memperkenalkan
KEMAMPUAN kembali bentuk-bentuk Alternatif
PERUSAHAAN yang jelas – Penyelesaian Sengketa (APS) yang
jelas antara Perusahaan yang satu sebenarnya sudah diatur dalam
dengan yang lain tentu amat peraturan perundang- undangan yang
sangat berbeda. Artinya HAK lama. Namun sekali lagi para
Pekerja tidaklah ada Pembakuan pembuat UU PPHI ini tidak
yang bisa diharapkan selain dari memahami prinsip dasar dari
Pembakuan UPAH yang Alternatif Penyelesaian Sengketa
besarannya dibatasi oleh yang bersifat “kerelaan” serta “win-
Pemberlakuan BESARNYA win solution” dan bukan
UPAH MINIMUM artinya “kewajiban” serta “zero sum game”.
23
Dalam UU PPHI ini APS diatur mediasi/konsiliasi dan P4D/P4P
bersifat sebagai “kewajiban”, dengan arbitrase. Yang relatif baru
sehingga secara langsung malah dari UU PPHI hanyalah Pengadilan
membunuh sifat kerelaan dari para Hubungan Industrial (PHI) yang
pihak untuk menyelesaikan ditempatkan sebagai salah satu
sengketanya secara damai karena kamar dari peradilan umum.
peluang untuk mencari jalan tengah
menjadi hilang. Pemberian wadah Di masa depan, penggunaan prinsipil
dan pengaturan secara khusus APS dari APS ini sebaiknya memang
ini diindikasikan kuat tidak akan diatur dalam UU, namun
memberikan proses penyelesaian penggunaan teknis dan bagaimana
damai, malah bersifat sebagaimana bentuk-bentuk APS harus diatur
layaknya sidang pengadilan biasa dalam PKB antara pengusaha dan
dengan diaturnya hukum acara dalam serikat buruh/serikat pekerja.
mediasi, konsiliasi, dan arbitrase Sehingga para pihak dapat secara
yang akan menimbulkan praktek kreatif menentukan berbagai bentuk
“zero sum game”. UU PPHI ini juga dan mekanisme penyelesaian
tidak membuka kemungkinan adanya sengketa.
APS non permanen yang mempunyai
kekuatan eksekusi serta tidak Meski Arbitrase sudah dikenal dalam
mengakomodir penggunaan bentuk- UU yang lama, namun arbitrase
bentuk APS yang lain, seperti diperkenalkan lagi pada UU PPHI ini
“mekanisme enquiry, mediasi- dengan yurisdiksi hanya pada
arbitrase, mediasi-konsiliasi” dalam perselisihan kepentingan dan
proses penyelesaian sengketa. perselisihan antar serikat
buruh/serikat pekerja dalam satu
Mekanisme APS ini yang diatur perusahaan. UU ini juga melarang
dalam UU PPHI ini sebenarnya dengan tegas adanya bentuk arbitrase
hanyalah perbaruan dari peraturan lain yang dibentuk oleh para pihak
yang lama dan bukannya yang berselisih, dalam konteks ini
memperkenalkan mekanisme baru UU PPHI kalah maju dengan UU
yang lebih mudah dan cepat dalam tentang Arbitrase dan APS yang
proses penyelesaiannya. Kalau membolehkan adanya arbitrase non
disimak lebih jauh sulit untuk permanen selain BANI. Jika dalam
menemukan perbedaan prinsipil UU yang lama kemungkinan
antara mekanisme tripartit dengan dibentuknya arbitrase non permanen
mekanisme mediasi/konsiliasi atau masih dimungkinan (meskipun tidak
mekanisme P4D/P4P dengan pernah dipergunakan oleh para
arbitrase. Sulit untuk menemukan pihak), tetapi UU PPHI malah
perbedaan prinsipil selain perbedaan menutup sama sekali adanya
teknis antara tripartit dengan arbitrase non permanen. Dalam
24
konteks APS, harus dibuka peluang perlu diganti atau setidaknya
untuk diakomodasinya arbitrase non diubah/ditambah.
permanen sekali lagi untuk membuka
peluang damai bagi para pihak yang DAFTAR PUSTAKA
berselisih. Arbitrase non permanen Uwiyono, Aloysius, Refleksi Masalah
mengharuskan para pihak untuk Hukum Perburuhan Tahun 2005 dan Tren
bernegosiasi dari mulai hukum acara Hukum Perburuhan Tahun 2006 yang
hingga ke pilihan “wasit”-nya. Dan diambil dari internet tanggal 3 Mei 2011.
ini memaksa para pihak yang UU Nomor 1957 tentang Penyelesaian
berselisih untuk terus menerus perselisihan perburuhan/pekerja di Indonesia
berkomunikasi untuk mencari
berbagai titik temu. Lalu apa alasan UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Tata
tidak dibukanya arbitrase non Usaha Negara
permanen ?
Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia.
3. Untuk mendukung kelancaran tugas
Pengadilan Hubungan Industrial UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat
sebaiknya pemerintah menyediakan Pekerja/Serikat Buru.
gedung PHI di setiap provinsi
bahkan kalau perlu di tingkat UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Kabupaten/Kota. Ketenagakerjaan.

UU Nomor 12 Tahun 1964 tentang


4. Perlu ditingkatkan pengetahuan
Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan
ketenagakerjaan (hubungan
Swasta.
industrial/calon hakim) bagi
hakim/calon hakim yang ditugaskan
di pengadilan tersebut.

5. Undang-undang Nomor 2 Tahun


2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial

25

Anda mungkin juga menyukai