DOSEN PENGAMPU:
JAJANG RUSTANDI
SUMATERA SELATAN
Puji dan syukur atas kehadiran Allah SWT karena atas rahmat dan hidayahnya sehingga kita
masih dalam keadaan sehat walafiat dan khususnya saya sebagai penulis dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Saya sebagai penulis juga mengucapkan ribuan terimakasih
kepada ibu dosen mata kuliah psikologi belajar yang telah memberi bimbingan dan kesempatan
kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini tentunya jauh dari kata sempurna. Penulis menyadari masih terdapat banyak
kekurangan dan kesalahan pada makalah yang kam kerjakan, baik dari segi konsep, tata penulisan
dan lainnya. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para
pembaca sebagai bahan perbaikan dalam penulisan makalah saya selanjutnya.
Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
tentunya juga bermanfaat bagi kami sendiri, Amiin.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I.....................................................................................................................................4
PENDAHULUAN MATERI PERTAMA.............................................................................4
A. LATAR BELAKANG...............................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH...........................................................................................4
C. TUJUAN....................................................................................................................4
BAB II....................................................................................................................................5
PEMBAHASAN MATERI PERTAMA ..............................................................................5
A. EFISIENSI BELAJAR..............................................................................................5
B. PENDEKATAN DAN METODE BELAJAR...........................................................5
C. METODE BELAJAR................................................................................................7
D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR.................................8
BAB III..................................................................................................................................14
PENDAHULUAN MATERI KEDUA..................................................................................14
A. LATAR BELAKANG...............................................................................................14
B. RUMUSAN MASALAH...........................................................................................14
BAB IV..................................................................................................................................15
PEMBAHASAN MATERI KEDUA.....................................................................................15
A. PENGERTIAN TRANSFER BELAJAR..................................................................15
B. BEBERAPA TEORI TRANSFER BELAJAR..........................................................16
C. PRINSIP-PRINSIP UMUM UNTUK MEMPEROLEH DAYA TRANSFER.........16
D. PERANAN GURU DALAM MENINGKATKAN TRANSFER.............................17
E. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA TRANSFER BELAJAR....17
BAB V...................................................................................................................................18
PENUTUP..............................................................................................................................18
KESIMPULAN......................................................................................................................18
SARAN..................................................................................................................................18
3
BAB I
PENDAHULUAN
MATERI PERTAMA:
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan efisiensi
2. Untuk mengetahui apa saja pendekatan dan metode dalam belajar
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
4
BAB II
PEMBAHASAN
MATERI KE-1:
A. Efisiensi Belajar
Pada umumnya orang melakukan usaha bekerja dengan harapan memperoleh hasil yang banyak
tanpa mengeluarkan biaya, tenaga dan waktu yang banyak pula, atau dengan kata lain efisien.
Efisiensi adalah sebuah konsep yang mencerminkan perbandingan terbaik antara usaha dengan
hasilnya (Gie,1985). Dengan demikian, ada dua macam efisiensi belajar yang dapat dicapai siswa,
yaitu efisiensi usaha belajar dan efisiensi hasil belajar.
a. Efisiensi usaha belajar
Suatu kegiatan belajar dapat dikatakan efisien apabila prestasi belajar yang diinginkan dapat
dicapai dengan usaha yang minimal. Usaha dalam hal ini sesuatu yang digunakan untuk mendapat
hasil belajar yang memuaskan, seperti tenaga dan pikiran, waktu, peralatan belajar, dan lain-lain hal
yang relevan dengan kegiatan belajar.1
b. Efisiensi hasil belajar
Sebuah kegiatan belajaan dapat dikatakan efisien apabila dengan usaha belajar tertentu
memberikan prestasi belajar tinggi. Misalnya, seperti gambar dibawah ini yang memperlihatkan
bahwa diny adalah siswa yang juga efisien ditinjau dari prestasi yang dicapai, karena ia
menunjukkan perbandingan yang terbaik dari sudut hasil. Dalam hal ini, meskipun usaha belajar
diny sama besarnya dengan usaha dina dan dino (lihat kotak usaha belajar), ia telah memperoleh
prestasi yang optimal atau lebih tinggi dari pada prestasi dina dan dino.
B. Pendekatan dan Metode Belajar
1. Ragam pendekatan belajar
Banyak ragm pendekatan belajar yang bisa diajarkan kepada siswa untuk mempelajari bidang
studi atau materi pelajaran yang sedang mereka tekuni., dari yang paling klasik sampai yang paling
modern. Adapan pendekatan-pendekatan yang belajar yang dipandang representative (mewakili)
yang klasik dan modern itu ialah :
a. Pendekatan hukum jost
Menurut Robert (1998), salah satu asumsi penting yang mendasari Hukum Jost (Jost’ Law)
adalah siswa yang lebih sering mempratekkan materi pelajaran akan lebih mudah lagi mengingat
memori lama yang berhubungan dengan materi yang sedang ditekuni. Selanjutnya, berdasarkan
asumsi Hukum Jost itu maka belajar misalnya dengan kiat 4x2 adalah lebih baik dari pada 4x2
walaupun hasil perkalian kedua kiat itu sama.
Maksudnya, mempelajari sebuah materi khususnya yang panjang dan kompleks dengan korelasi
waktu 2 jam perhari selama 4 hari akan lebih efektif dari pada mempelajari matri tersebut dengan
alokasi waktu 4 jam sehari tapi hanya selama 2 hari saja. Perumpamaan pendekatan belajar dengan
cara mencicil seperti di atas hingga kii masih di anggap cukup berhasil guna terutama untuk materi-
materi yang bersifat hafalan.
8
Factor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek, yakni: 1) aspek fisiologis
(yang bersifat jasmaniah); 2) aspek psikologis (yang bersifat rohaniah).
a. Aspek fisiologi
Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-
organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intesitas siswa dalam
mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai pusing kepala berat
misalnyadapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun
kurang atau tidak berbekas. Untuk mempertahankan tonus jasmani agar tetap bugar, siswa sangat
dianjurkan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi. Selain itu, siswa juga dianjurkan
memilih pola istirahat dan olahraga ringan yang sedapat mungkin terjadwal secara tetap dan
berkesinambungan. Hal ini penting sebab keslahan pola makan-minum dan istirahat akan
menimbulkan reaksi tonus yang negatif dan merugikan semangat mental siswa itu sendiri.
b. Aspek psikologis
Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas
perolehan pembelajaran siswa. Namun, di antara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya
dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut : 1) tingkat kecerdasan/intelegensi siswa; 2)
sikap siswa; 3) bakat siswa; 4) minat siswa; 5) motivasi siswa.
a) Intelegensi siswa
Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi
rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat (reber, 1998). Jadi,
intelegensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja, melaiankan juga kualaitas organ-organ
tubuh lainnya. Akan tetapi, memang harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan
intelegensi manusia lebih menonjol dari pada peran organisasi tubuh lainnya, lantaran otak
merupakan “menara pengontrol” hamper seluruh aktivitas manusia.
Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa tak dapat diragukan lagi, sangat menentukan
tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin besar peluangnya untuk meraih sukses.
Sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin kecil peluangnya
untuk meraih sukses.
Selanjutnya, diantara siswa-siswa yang mayoritsnya berintelegensi normsl itu mungkin terdspst
dstu stsu dus orsng ysng tergolong gifted child atau talented child, yakni anak sangat cerdas dan
anak sangat berbakat (IQ diatas 130). Disamping itu, mungkin adapula siswa yang berkecerdasan
dibawah rata-rata (IQ 70 kebawah). Menghadapi situasi seperti ini, apa yang sebaiknya anda
lakukan ?
Setiap calon guru dan guru professional sepantasnya menyadari bahwa keluarbiasaan intelegensi
siswa, baik yang positif seperti superior maupun yang negative seperti borderline, lazimnya
menimbulkan kesulitan belajar siswa yang bersangkutan. Disatu sisi siswa yang cerdas sekali akan
merasa tidak medapatkan perhatian yang memadai dari sekolah karna pelajaran yang disajikan
terlampau mudah baginya. Akibatnya, ia menjadi bosan dan frustasi karena tuntutan kebutuhan
keingintahuannya (curiosity) merasa dibendung secara tidak adil. Di sisi lain,
Siswa yang bodoh sekali akan merasa sangat payah sekali mengikuti sajian pelajaran karna terlalu
sukar baginya. Karenanya siswa itu sangat tertekan, dan akhirnya merasa bosan dan frustasi eperti
yang dialami rekannya yang luar biasa positif tadi.
9
Untuk menolong siswa yang berbakat, sebaikknya anda menaikkan kelasnya setingkat lebih
tinggi dari pada klasnya sekarang. Kelak, apabila ternyata dikelas barunya itu dia mash merasa
terlalu mudah juga, siswa tersebut dapat dinaikkan sethingga dia mendapatkan kelas yang satu
tingkat lebih tinggi lagi. Begitu seterusnya, hingga ia mendapatkan kelas yang tingkat kesulitan
mata pelajara sesuai dengan tingkat intelegensinya. Apabila cara tersebut sulit ditempuh, alternative
lain dapat diambil misalnya dengan cara menyerahkan siswa tersebut kepada lembaga pendidikan
khusus untuk para sswa berbakat.
Sementara itu, untuk menolong siswa yang berkecenderungan dibawah normal, tak dapat
dilakukan sebaliknya yakni dengan menurunkan kekelas yang lebih rendah. Sebab, cara penurunan
kelas seperti ini dapat menimbulkan masalah baru yang bersifat psiko-sosial yang tidak hanya
mengganggu dirinya saja, tetapi juga mengganggu adik-adik barunya.
Oleh karena itu, tindakan yang dipandang lebih bijaksana adalah dengan cara memindahkan
siswa penyandang intelegensi tersebut kelembanga pendiddikan khusus untuk anak-anak
penyandang “kemalangan” IQ. Sayangnya, lembaga pendidikan khusus anak-anak malang, seperti
juga lembaga pendidikan khusus anak-anakkcermelang, di Negara kita baru ada di kota-kota besar
tertentu saja.
b) Sikap siswa
Sikap adalah gejala internal yang berdemensi afektif berupa kecendruangan untuk mereaksi atau
merespon dengan cara yang relative tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya baik secara
positif maupun negative. Sikap siswa yang positif, teruma kepada dan mata pelajaran yang anda
sajikan merupakan pertanda wal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap
negative siswa terhadap guru dan mata pelajaran anda, apalagi jika diiringa kebenciaan dengan guru
atau kepada mata pelajaran anda dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut. Selain itu,
sikap terhadap ilmu pengetahuan yang bersifat conserving, walaupun mungkin tidak menimbulkan
kesulitan belajar, namun prestasi yang dicapai siswa akan kurang memuaskan.
Untuk mengantisipasi munculnya sikap negative siswa seperti tersebut, guru dituntut untuk
terlebih dahulu menunjukkan sikap positif terhadap dirinya sendiri dan terhadap mata pelajaran
yang menjado haknya. Dalam hal bersikap positif terhadap mata pelajarannya, seorang guru sangat
dianjurkan untuk senantiasa menghargai dan mencintai profesingya. Guru yang demikian tidak
hanya menguasai bahan-bahan yang terdapat dalam bidang studinya, tetapi juga mampu
menyakinkan para siswa akan manfaat bidang studi itu bagi kehidupan mereka. Dengan menyakini
manfaat bidang studi tertentu, siswa akan merasa membutuhkannya, dan dari perasaan butuh itulah
diharapkan muncul sikap positif terhapa bidang studi tersebut sekalgus terhadap guru yang
mengajarkannya.
c) Bakat siswa
Secara umum, bakat(attitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan pada masa yang aka nada. Dengan demikian, sebetulnya seiap orang pasti
memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapat prestasi sampai ketingkat tertentu sesuai
dengan kapasitas masing-masing. Jadi, secara umum bakat itu irip dengan intelegensi itulah
sebabnya seorang anak yang berintelegensi sangan cerdas(superior) atau cerdas luar
biasa(verysuperior) disebut juga sebagai talentedchild yankni anak berbakat.
10
Dalam perkembanan selanjutnya, bakat kemudian dapat diartikan sebagai kemampuan individu
untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan pelatihan.
Seorang siswa yang berbakat dalam bidang elektro, misalnya akan jauh lebih mudah menyerap
informasi, pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan bidang tersebut disbanding
dengan siswa lainnya. Inilah yang kemudian disebut bakat khusus(specific attitude)yang konon tak
dapat dipelajari karena merupakan karunia inborn(pembawaan sejak lahir)
Sehubung dengan hal diatas, bakat akan dapat memengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar
bidang-bidang studi tertentu. Oleh karena adalah hal yang tidak bijaksana apabali orang tua
memaksakan kehendaknya untuk menyekolahkan anaknya pada jurusan keahlian tertentu tanpa
mengetahui terlebih dahulu bakat yang dimiliki anaknya itu. Pemaksaan kehendak terhadap seorang
siswa dan juga ketidak sadaran siswa terhadap bakatnya sendiri sehingga iya memilih jurusan
keahlian tertentu yang sebenarnya bukan bakatnya, akan berpengaruh buruk terhadap kinerja
akademik atau prestasi belajarnya.
d) Minat siswa
Secara sederhana, minat(interst) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau
keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (1988), minat tidak termasuk istilah popular
dalam psikologi karena tergantungnya yang banyak pada faktor-faktor internal lainnya seperti
memusatkan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
Namun terlepas dari masalah popular atau tidak, minat seperti yang dipahami dan dipakai oleh
orang selama ini dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang
studi tertentu. Umpamanya, seorang siswa yang menruh minat besar terhadap matematika akan
mumusatkan perhatiaanya lebih banyak dari pada siswa lainnya. Kemudian karena pemusatan
perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa tadi untuk belajar lebih
giat, dan akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan. Guru dalam kaitan ini seyogiyanya
membangkitkan minat siswa untuk menguasai pengetahuan yang terkanding dalam bidang studinya
dengan cara yang lebih kurangnya sama dengan kiat membangun sikap positif seperti terurai
dimuka.
e) Motivasi siswa
Pengertian dasar motivasi ialah keadaan internal organisme baik manusia ataupun hewan-hewan
yang mendorongnya berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya untuk
bertingkah laku secara terarah.
Dalam perkembangan selanjutnya, motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
motivasi intrinsic dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsic adalah hal dan keadaan yang berasal
dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Termasuk
dalam motivasi intrinsik siswa adalah perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap
materi tersebut, misalnya untuk kehidupan masa depan siswa yang bersangkutan.
Adapun motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang
juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Pujian hadiah, peraturan/tata tertib sekolah,
suri te;adan orang tua, guru dan seterusnya merupakan contoh-contoh konkret motivasi ekstrinsik
yang dapat menolong siswa untuk belajar. Kekurangan atau ketiadaan motivasi, baik yang bersifat
internal maupun yang bersifat eksternal, akan menyebabkan kurang bersemangatnya iswa dalam
melakukan proses belajar materi-materi pelajaran baik disekolah maupun dirumah.
11
Dalam perspeltif kognitif, motivasi yang lebih signivikan bagi siswa adalah motivasi intrinsic
karena lebih murni dan langgeng serta tidak bergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain.
Dorongan mencapai prestasi dan dorongan memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk masa
depan, umpmanya memberi pengaruh lebih kuat dan relative lebih langgeng dibandingkan dengan
dorongan hadiah atau dorongan keharusan dari orang tua dan guru.
2. Faktor eksternal siswa
Seperti faktor internal siswa, faktor ekstenal siswa juga terdiri atas dua macam, yakni faktor
lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
a. Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para tenaga kependidikan(kepala sekolah dan
wakil-wakilnya) dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi semangat belajar seorang
siswa. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan
memperlihatkan suri teladan yang baik dan khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin
membaca dan berdiskusi, dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar
siswa.
Selanjutnya, yang termasuk lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga juga
teman-teman sepermainan disekitar perkampungan siswa tersebut. Kondisi masyarakat
dilingkungan kumuh yang serba kekurangan dan anak-anak penganggur, misalnya, akan
sangat memengaruhi aktivitas belajar. Paling tidak, siswa tersebut akan menemukan
kesulitan ketika memerlukan teman belajar atau berdiskusi atau meminjam alat-alat belajar
tertentu yang kebetulan belum dimilikinya.
Lingkungan sisoal yang lebih banyak memengaruhi kegiatan belajar iyalah orang tua dan
keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sift orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan
keluarga, dan demografi keluarga(letak rumah), semuanya dapat memberi dampak baik atau
buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa. Contohnya : kebiasaan
yang diterapkan orang tua siswa dalam mengelola keluarga yang keliru eperti kelalaian
orang tua dalam memonitor kegiatan anak, dapat menimbulkan dampak lebih buruk lagi.
Dalam hal ini, bukan saha anak tidak mau belajar melainkan juga ia cenderung berperilaku
menyimpang, terutama perilaku menyimpang yang berat seperti anti sosial.
b. Lingkungan nonsosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya,
rumah tempat tinggal siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar
yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini dipandang turut menetukan tingkat keberhasilan
belajar siswa.
Contohnya: kondisi rumah yang sempit dan berantakan serta kemampuan yang terlalu padat
dan tak memiliki sarana umum untuk kegiatan remaja(seperti lapangan voli) akan
mendorong siswa untuk berkeliaran ketempat-tempat sebensrnya tidsk psntas dikunjungi.
Kondisi rumah diperkampungan seperti itu jelas berpengaruh burk terhadap kegiatan belajar
siswa.
Khusus mengenai waktu yang disenangi untuk belajar(study time preference) seperti pagi
atau sore hari, seseorang ahli bernama J. Bigger (1980) berpendapat bahwa belajar pada pagi
hari lebih efektif dari pada belajar pada waktu-waktu lainnya. Namun, menurut penelitian
beberapa ahli elearning style(gaya belajar), hasil belajar itu tergantung pada waktu secara
mutlak, tetapi bergantung pada pilihan waktu yang cocok dengan kesiap-siagaan siswa.
Diantara siswa yang siap belajar pada pagi hari, ada pula yang siap pada siang hari, bahkan
tengah malam. Perbedaan antara waktu dan kesiapan belajar inilah yang menimbulkan
perbedaan studytime preference antara seorang siswa dengan siswa lainnya.
12
Akan tetapi, menurut hasil penelitian mengenar kinerja baca(reading performance)
sekolompok siswa di sebuah Universitas di Australia selatan, tidak ada perbedaan yang
berarti antara hasil membaca pada pagi dan hasil membaca pada sore hari. Selain itu
keeratan korelasi antara studytime preference dengan hasil membaca pun sulit dibuktikan.
Bahkan mereka yang lebih senang belajar pada pagi hari dan dites sore hari, ternyata
hasilnya tetap baik. Sebaliknya, ada pula yang ada diantara mereka yang lebih suka belajar
pada sore hari dan dites pada saat yang sama, namun hasilnya tidak memuaskan.
Dengan demikian, waktu yang digunakan siswa untuk belajar yang sleama ini sering
dipercaya berpengaruh terhadapa prestasi belajar siswa tak perlu dihiraukan. Sebab, bukan
waktu yang penting dalam belajar melainkan kesiapan sistem memori siswa dalam
menyerap, mengelola, dan menyimpan item-item informasi pengetahuan yang dipelajari
siswa tersebut.
13
BAB III
PENDAHULUAN
MATERI KE-2 : TRANSFER BELAJAR
A. Latar Belakang
Transfer belajar berarti pemindahan atau pengalihan hasil belajar dari mata pelajaran yang satu
ke mata pelajaran yang lain atau dari kehidupan sehari-hari diluar lingkungan sekolah. Adanya
pemindahan atau pengalihan ini menunjukkan bahwa ada hasil belajar yang bermanfaat dalam
kehidupan sehari-hari maupun dalam memahami materi pelajaran yang lain.
Hasil belajar yang diperoleh dan dapat dipindahkan tersebut, dapat berupa
pengetahuan,kemahiran intelektual, keterampilan otoric atau afektif .Sehubungan dengan
pentingnya transfer belajar maka guru dalam proses pembelajaran harus membekali si belajar
dengan kemampuan-kemampuan yang nantinya akan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, tantangan bagi pengajaran adalah untuk secara serempak meningkatkan
transfer belajar dalam mendukung kegiatan pembelajaran. Untuk melakukan ini, para guru,
pertama-tama, harus memahami hakikat transfer belajar.
B. Rumusan Masalah
14
BAB IV
PEMBAHASAN
MATERI KE-2: TRANSFER BELAJAR
3 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, 2008, Jakarta : Rineka Cipta, hal 222
4 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, 2007, Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, hal 167
5 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, 2008, Jakarta : Rineka Cipta, hal 222-223
6 M Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, 2007, Bandung : Pt Remaja Rosdakarya, hal 108
15
4. Transfer Lateral, yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar
pengetahuan/keterampilan yang sederajat.
7 http:// srisukopujilestari.nlogspot.com/2011/07/transfer-belajar.html
16
Memberi kesempatan kepada anak-anak untuk mempraktekkannya ke dalam situasi-siuasi
yang lebih kompleks dan banyak ragamnya.
Prinsip-prinsip belajar yang telah dibentuk dan diperoleh melalui kejadian dalam kelas akan
sangat menguntungkan dalam proses belajar, dan sekaligus dapat mempertinggi daya transfer,
manakala anak didik besikap positif terhadap kejadian-kejadian itu, misalnya, rasa simpati pada
guru, rasa aman dan bahagia dalam kelas, akan tetapi juga sangat merugikan dalm proses belajar
jika anak didik antipati terhadap gurunya atau kurang senang pada suatu mata pelajaran tertentu. 8
D. Peranan Guru dalam Meningkatkan Transfer
Kurikulum sekolah yang telah banyak meyajikan sejumlah mata pelajaran yang untuk dipelajari
oleh anak didik, adalah menuntut sejumlah guru yang masing-masing memegang mata pelajaran,
sesuai dengan keahliannya agar dengan mudah dan jelas menanamkan pengertian tentang kaidah,
prinsip, dalil dalam mata pelajaran tersebut dalam struktur kognitif anak didik, sehingga hasil
belajar dalam mata pelajaran itu dapat ditransfer untuk memperoleh pengetahuan/ keterampilan
dalam mempelajari mata pelajaran yang lain.
Kesamaan unsur-unsur tententu dalam mata pelajaran tertentu dapat ditransfer secara timbal
balik. Agar transfer dalam belajar terjadi, prinsip korelasi mutlak diperlukan jembatan penghubung
antara materi pelajaran yang telah dikuasai sebelumnya dalam mata pelajaran yang berbeda.
Pemberian mata pelajaran dengan penjelasan yang lebih mendekati realitas kehidupan sehari-
hari, membuat hasil belajar lebih bermakna. Mata pelajaran tidak lagi dianggap terpisah, tetapi
merupakan bagian dari kehidupan. Anak didik tidak lagi menganggap mata pelajaran sebagai teori
tanpa guna, tetapi dianggap sebagai mata pelajaran yang hasil dari mempelajarinya dapat digunakan
untuk memecahkan berbagai masalah kehidupan di luar sekolah.
Guru harus menjelaskan bahwa mata pelajaran yang dipelajari di sekolah akan bernilai guna
dalam kehidupan masyarakat. Penguasaan mata pelajaran agama dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT dalam menjalani jembatan kehidupan yang fana.
Penjelasan tentang nilai guna mata pelajaran akan meningkatkan transfer dalam belajar. Itulah hasil
belajar yang produktif, tepat guna, dan berguna bagi masyarakat dan anak itu sendiri. 9
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Transfer Belajar
Taraf Intelegensi dan Sikap
Faktor ini berasal dari anak didik dan berkisar pada masalah kapasitas dasar (kemampuan
dasar), sikap, minat belajar dan lain sebagainya. Kapasitas dasar atau kemampuan anak itu sangat
membantu timbulnya transfer belajar. Anak yang pandai cenderung memiliki transfer yang tinggi.
Siswa yang belajar dengan intensif untuk menggunakan hasil belajarnya (baik dalam rangka
bidang studi maupun di luarnya), yang termotivasi yang merasa senang dalam belajar di sekolah
dan yang mampu mengolah dengan baik dan secara mendalam, akan jauh lebih siap untuk
mengadakan transfer belajar, dibanding dengan siswa yang kurang termotivasi, kurang senang dan
kurang mampu mengolah dengan baik.
Kemampuan mengolah berkaitan dengan kemampuan belajar, terutama komponen kemampuan
intelektual. Siswa yang berkemampuan intelektual tinggi, lebih mampu untuk mengolah secara
mendalam dan secara menyeluruh dan pada umumnya lebih mampu pula untuk melihat
8 http:// srisukopujilestari.nlogspot.com/2011/07/transfer-belajar.html
9 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, 2008, Jakarta : Rineka Cipta, hal 229-230
17
kelonggaran/kemungkinan mengadakan transfer belajar, bahkan sebelum tenaga pengajar
menunjukkan kemungkinan itu.
Metode guru dalam mengajar
Proses belajar di sekolah berlangsung dalam interaksi dengan tenaga yang mengajar, yang
berlangsung dalam kelas dalam proses belajar mengajar. Guru yang berusaha mengajar dengan
fungsional, yaitu menghubung-hubungkan hasil belajar di bidang studi yang dipegangnya dengan
suatu bidang studi yang lain atau dengan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, menciptakan
kondisi eksternal yang menunjang terjadinya transfer belajar.
Usaha yang demikian, untuk sebagian tergantung sikap guru, untuk sebagian bergantung pada
bekal ilmu pengetahuan umum yang dimiliki guru itu. 10
Isi Mata Pelajaran
Hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain menjadi penengah yang dapat
menimbulkan transfer dalam belajar. Suatu mata pelajaran dapat dikuasai bisa dijadikan landasan
untuk menguasai mata pelajaran lain yang relevan, baik kaidah maupun prinsip-prinsipnya. 11
BAB V
10 http://mariabans.blogspot.com/2012/06/transfer-belajar.html
11 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi belajar, 2008, Jakarta : Rineka Cipta, hal 231
18
PENUTUP
C. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini , tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan karna terbatasnya Pengetahuan
dan kurangnya rujukan dan referensi , penulis berharap kapada para pembaca yang budiman
memberikan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan makalah ini. Melalui
penyusunan makalah ini, semoga mnejadikan sebuah sumber ilmu yang dapat dijadikan sebagai
bahan referensi dalam mengkaji mnegenai masalah yang diangkat pada makalah ini. Diharapkan
semua pihak yang membaca dapat mengambil manfaatnya.
19