Akhir-akhir ini istilah city branding menjadi sebuah trend yang dilakukan
beberapa kota untuk mengklaim sebuah identitas yang menjadi ciri khas dari suatu
daerah yang dimiliki. Keadaan ini sebagai upaya untuk menunjukan perbedaan
dengan kota-kota lain agar menjadi daya tarik tersendiri. Beberapa faktor bisa
dijadikan sebagai sebuah brand bagi daerah, sebagaimana menurut Anholt, (2007)
dalam Susanti (2018) bahwa city branding bisa diliat dari berbagai perpektif yang
dapat diwujudkan melalui beberapa hal diantaranya sebuah inovasi strategis serta
Secara sederhana kita bisa maknai city branding adalah sebuah upaya
budaya, potensi ekonomi, sumber daya alam, sejarah, dan sebagainya. Hal ini juga
sejalan dengan Helman dan Megantari dalam penelitianya yang menyebutkan city
branding adalah upaya untuk memberikan merek kepada kota agar mudah dikenali
dan dapat membentuk city image untuk memasarkan daerah baik secara lokal
maupun secara internasional (Helman & Megantari, 2018). jika dalam kajian studi
ilmu komunikasi city branding merupakan bagian dari public relation yang
berfungsi untuk membangun dan menjaga sebuah citra dari daerah (Susanti,
2018).
terhadap suatu kota semakin tinggi. 2) memperbaiki citra suatu kota yang dinilai
buruk oleh pengunjung atau penduduk kota itu sendiri hal ini harus diimbangi
tercapai.
dan domestik, hal ini karena wisatawan memandang merek yang merupakan
pembeda satu dengan lainnya sehingga memiliki daya tarik tersendiri. 4) menarik
investor untuk berinvestasi, hal ini merupakan tujuan lain dari city branding yang
dikenal luas oleh masyarakat dalam maupun luar negeri maka akan tercipta
sebuah transaksi yang dilakukan oleh pihak eksternal maupun internal dan
Sehubungan dengan timbal balik yang cukup besar dari upaya branding
banyak daerah yang melalukan hal tersebut, termasuk yang akan di kaji dalam
penelitian ini yaitu Aceh Barat yang mendeklarasikan diri sebagai kota “tauhid
sufi”. Jika diliat secara geografis Aceh Barat berada dalam wilayah pemerintahan
provinsi Aceh dan memiliki kekuatan syariat islam sebagai pendukung untuk
Jika kita bedah pengertian dari tauhid sendiri memiliki makna yaitu
keyakinan terhadap malaikat, ruh, kitab-kitab, serta hal-hal estatologis lain seperti
yang mendalami ilmu tasawuf dengan tujuan untuk mendekatkan diri dengan
tuhan. Secara kompleks, pengertian tauhid sufi bagi sufi adalah persatuan yang
sempurna dari ruh manusia dengan tuhan, lewat persatuan ini menjadi tujan utama
tasawuf yang diyakini dan ditekuni melalui ajaran ini kaum sufi berusaha untuk
Hanafi (2020) tauhid sufi adalah dapat menyaksikan bahwa selain Allah fana
dalam wujudnya baik pada saat ini ataupun sebelumnya, pada waktu hamba ada
maupun sebelum ada. Pada tauhid sufi seorang hamba tidak lepas dari wujud
Jika kita lihat kembali historis tauhid-tasawuf berawal pada tahun 1998
dimana pada saat Abuya Syech H. Amran Wali Al-khalidi Kembali ke sebuah
dalam ruang lingkup yang terbatas. Pada perjalannya pengajian ini mendapat
respon yang baik dimasyarakat hingga hari ke hari semakin bertambah jumlah
anggota yang hadir. Kekuatan pengajian ini kian di perkuat pada tahun 2014
pun sangat pesat hingga sampai ke ibu kota Provinsi Aceh dan Negara tetangga
seperti Malaysia (Sahlan, 2018). Pun demikian, Aceh Barat menjadi salah satu
bersama, dan agenda keagamaan lainnya yang menambah iman dan ketaqwaan
masyarkat. Serta disatu sisi pendapat dari dari Khaidir yang juga seorang
akademisi STAIN Darul Hikmah Meulaboh, bahwa keadaan ini adalah sebagai
Melalui latar kondisi inilah yang membuat peneliti menarik untuk melihat
bagaimana proses city branding yang dilakukan pemerintah Aceh Barat dalam
mewujudkan kota tauhid sufi. Peneliti ingin membedah lebih dalam tentang
bagaimana proses yang dilakukan untuk memujudkan hal tersebut, mulai dari
kendala yang di dapati terlebih saat ini sudah pergantian kepemimpinan Bupati
Aceh Barat, kemudian penulis juga ingin mengukur tentang sejauh mana
branding.