Sumber : https://www.detik.com/jatim/hukum-dan-kriminal/d-6450739/teror-gangster-surabaya-kombinasi-
masalah-ekonomi-dan-pembuktian-diri
Dalam artikel tersebut disebutkan bahwa fenomena sosial maraknya teror gangster remaja di Surabaya, membuat
warga takut untuk melakukan aktivitas di malam hari. Sikap patalogis mereka sudahmasuk dalam kategori
kriminalitas.
Disebutkan juga bahwa aparat serta anggota TNI sudah melakukan penangkapan dan memberikan hukuman kepada
pelaku untuk memberikan efek jera. Namun, ada seorang soisolog dari suatu perguruan tinggi di
Surabaymemberikan komentar tentang fenomenaini dan juga solusinya.
Menurutnya tindakan membrikan hhukuman tidak cukup untuk menghilangkan fenomena ini. Alasannya adalah
karena penyebab sebenarnya adalah pengakuan sosial yang di inginkan oleh remaja anggota gangster itu. Dia juga
menjelaskan bahwa fenomena seperti ini terjadi pada remja yang bersal dari ekonomi menengah kebawah. Bukan
karena kondisi ekonominya akan tetapi, remaja merasa tidak adil dengan kehidupan yang mereka dapatkan sehingga
mereka mengambil jalan kekerasan untuk mencari eksisensi dan diakui oleh masyarakat.
Sederhananya seandainya ada penangan yang tepat dalam menyalurkan patologis mereka itu ini hanyalah masalah
remaja pada umumnya yang cenderung ingin diakui. Jadi, seandainya diberikan hukum pun belum tentu efektif dan
menjamin kejadian seperti ini tidakakan berulang lagi karena, ini masalah sosial masalah psikis pada remaja yang
pasti akan dilalui.
Menurutnya langkah yang tepat dalam menangani kasus remaja tersebut adalah memberikan bimbinangan serta
binaan untuk mengalihkan sikap patologis anak tersebut. Seandainya anak ingin diakui dengan kemampuan
berkelahinya dan kekuatannya maka, bisa dibina untuk mengikuti kegiatan bela diri yang resmi sampai berhasil dan
mendapatkan pengakuan secara baik oleh masyarakat karena prestasinya.
Intinya adalah hendaknya aparatur serta TNI melakukan pendekatan untuk mengetahhui sebab sebenarnya tanpa
mengesampingkan kebutuhan psikologis anak. Hukum tetap berjalan sebagai bentuk tanggung jawab mereka
namun, sebagai langkah preventif supaya tdak berulang maka para remaja tersebut harus diberikan kegiatan positif
untuk menyalurkan sikap patologisya.
Metode : Ceramah
Sumber : https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-59335162
Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa kasus pelcehan seksual pada anak dibawah umur sedang marak terjadi saat
pandemi COVID-19. Salah satu ksus yang memprihatinkan adalah pemerkosaan dua anak berusia 5 dan 7 tahun
tahun di Padang Sumatra Barat. Mirisnya pelaku pemerkosaan merupakankeluarga serta tetangga korban. Pelaku
berjumlah tujuh orang, dan dari ketujuh pelaku tersebut ada kakak serta paman korban.
Kondisi korban memprihatinkan, diduga anak kurang mendapatkan kasih sayang keluarga. Mental anak juga sudah
terganggu naumn, dalam artikel tidak dijelskan gangguan mental seperti apa yang dialami oleh korban. Ditemukan
juga fakta lain bahwa anak tidak bersekolah dan hubungan kedua korban tersebut dengan orangtua juga tidak baik.
Pemerintah setempat berpendapat bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual oleh keluarga
sendiri adalah, karena kurangnya edukasi yang diberikan. Pemerintah mengeluhkan anggaran untuk KPAI yang
dipotong bahkan distop oleh pemerintah sehingga, menghambat penyelanggaraan kegiatan penyuluhan tentang
kekerasan seksual.
Kesimpulan dari kasus diatas adalah, kurangnya program psikoedukasi tentang kekerasan seksual menjadi salah satu
faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual oleh keluarga sendiri. Hal ini dikarenakan, kurangnya peringatan
kepada masyarakat tentang akibat dari kekerasan seksual sehingga, masyarakat merasa bahwa akibat dari kejahatan
seksual ini tidaklah buruk baik bagi korban ataupun diri sendiri. Masyarakat cenderung meremehkan dan
kemungkinan besar ada yang enggan untuk melapor.
Sasaran : Masyarakat umum
Metode : Ceramah