Disusun Oleh :
2021
Daftar Isi
Daftar Isi........................................................................................................................................... 2
BAB 1................................................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN......................................................................................................................... 3
BAB II................................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN............................................................................................................................ 6
2.1 Apa pendekatan yang diperlukan dalam studi budaya tuli ini ?............6
BAB III............................................................................................................................................. 10
PENUTUP................................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................... 11
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Studi budaya tunarungu, tentang orang-orang Tuli, cara hidup mereka,
dan sejarah mereka, antara lain, dapat dilihat sebagai bagian dari bidang
studi tertentu, yang oleh Banks (2003) disebut sebagai studi etnis atau
budaya (termasuk studi perempuan). Studi Chicano yaitu, untuk
beberapa nama). Pelajar tunarungu dan tunarungu, terlepas dari
penempatan akademis mereka-perumahan/sekolah harian, kelas
mandiri, atau ruang sumber daya-memiliki hak dan kebutuhan untuk
mengetahui warisan Tunarungu mereka. Penyandang tunarungu tidak
memandang diri mereka sebagai penyandang disabilitas sebaliknya,
mereka mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari kelompok
minoritas bahasa dan budaya, komunitas Tuli. Selain identitas
Tunarungu mereka, orang Tunarungu sering juga merujuk pada budaya
rumah tempat mereka dilahirkan, misalnya, Xhosa atau budaya Yahudi,
yang akan tercermin dalam bahasa tambahan dan kelompok
masyarakat yang mungkin mereka kenali. Dengan demikian jelaslah
bahwa identitas budaya itu kompleks dan setiap individu memiliki lebih
dari satu titik acuan budaya. Ketika membahas kebutuhan pembelajar
tunarungu dan tunarungu, ada banyak perspektif dan perlu ditangani.
Dari pengertian dua istilah diatas kami dapat menemukan arti dari
budaya tuli yaitu cara orang Tunarungu memahami pengalaman mereka
dan sumber daya yang mereka gunakan untuk melakukan ini. Namun,
semakin banyak kita belajar tentang penyandang tunarungu, komunitas
tunarungu, dan implikasi ketulian dalam konteks individu, semakin kita
menyadari bahwa menjawab pertanyaan ini adalah tugas yang sangat
kompleks. ditransmisikan sebagian besar melalui “tradisi lisan” (melalui
bahasa isyarat) dari satu generasi penyandang tunarungu ke generasi
berikutnya. Orang tuli terlibat dalam mendongeng, pertunjukan, dan
banyak bentuk transmisi budaya lainnya melalui media bahasa isyarat.
Kisah-kisah yang mereka ceritakan adalah bagian dari sastra
Tunarungu, yang merupakan kunci identitas dan budaya orang
Tunarungu. Kisah-kisah ini adalah pengalaman hidup yang umum
(paling sering tentang penindasan dan marginalisasi) yang dibagikan
oleh orang-orang Tunarungu di seluruh dunia. Kita perlu mengenali dan
memahami bagaimana komunitas Tunarungu (dan setiap individu unik)
berinteraksi dengan komunitas lain, terutama ketika mereka memiliki
keanggotaan yang sama.
Memelajari budaya tuli kami pilih dengan motivasi ingin lebih mengenal
skill kehidupan dan bagaimana keterampilan sosial pada anak
tunarungu dengan ketunaan ganda. Kami juga ingin mengedukasi
beberapa masyarakat terutama bagi para pendidik ataupun pengajar
agar mampu memberikan pelayanan pendidikan yang baik dan
maksimal bagi anak tunarungu ataupun anak tunarungu dengan
disabilitas ganda.
Makalah ini seluruhnya dibuat dengan refrensi dari buku Deaf Learners
Developments in Curriculum and Instruction dengan Donald F. Moores
and David S. Martin sebagai editor. Buku ini diambil dari berbagai
penelitian dengan beberapa scientist ahli. Makalah ini diambil dari
halaman 113-144 dengan judul Teaching About Deaf Culture yang ditulis
oleh Claudine Storbeck & Lucas Magongwa.
Pendekatan Kontribusi
Pendekatan Aditif
Pendekatan Transformasi
Pendekatan ini pada dasarnya berbeda dari dua pendekatan
sebelumnya dalam hal “bukan penambahan daftar panjang kelompok
etnis, pahlawan dan kontribusi, tetapi masuknya berbagai perspektif,
kerangka acuan, dan konten dari berbagai kelompok yang akan
memperluas wawasan siswa. Pemahaman tentang sifat, perkembangan
dan kompleksitas masyarakat” (Baker, 1994, 208). Pendekatan ini
adalah yang pertama secara langsung menantang pendekatan dikotomis
dan hierarkis terhadap budaya-kita vs mereka budaya kita vs budaya
mereka, dan memperkenalkan peserta didik pada beragam perspektif
dan wawasan.
Keterampilan Motorik
Oleh karena itu, kami berharap makalah yang kami susun ini dapat
membantu masyarakat luas untuk memelajari budaya tuli dengan lebih
mudah karena makalah ini kami susun dengan lebih terurut dan singkat.
Semoga, makalah ini juga bisa membantu banyak lembaga pendidikan
dalam hal memberikan layanan pendidikan anak tunarugu sehingga
dapat mencapai tujuan secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Storbeck, Claudine dan Magongwa, Lucas. 2006. Teaching About
Deaf Culture. Washington, DC. Gallaudet University Press.
Nick Palfreyman. 2015. Budaya Tuli Indonesia. Makalah