Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

METODE ISOLASI SENYAWA ALKALOID

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2

Cici Adelia (1948201025)


Divva Luxmawan (1948201037)
Jelita Marantika (1948201054)
Rona Tresna Utami (1948201104)
Khairiyah Sari (1948201056)
Suci Aulia Santri (19482011121)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ABDURRAB

PEKAN BARU

2022

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...............................................................................................................................i
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................1
1.3 Tujuan...............................................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................2
2.1 Definisi Alkaloid..............................................................................................................2
2.2 Pemurnian Alkaloida........................................................................................................3
BAB III.......................................................................................................................................6
PEMBAHASAN........................................................................................................................6
3.1 Ekstrasi Alkaloid..............................................................................................................6
3.2 Fraksinasi Alkaloid...........................................................................................................9
3.3 Karakterisasi Alkaloid....................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki kekayaan hayati yang beraneka ragam dan memiliki manfaat
bagi kehidupan. Tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia memungkinkan dapat
ditemukannya berbagai jenis senyawa kimia. Beberapa diantara senyawa kimia telah
banyak ditemukan dapat membantu perkembangan kimia organik bahan alam
(Supratman, 2008). Keanekaragaman hayati Indonesia yang menjadikannya sebagai
lahan utama bagi mereka yang mengembangkan penemuan berbagai senyawa kimia yang
ditemukan di alam. Hal ini memerlukan penelitian khusus untuk melakukan isolasi
senyawa kimia yang terkandung pada bahan alam tertentu, guna untuk menambah
pengetahuan tentang proses isolasi dan senyawa kimia. Kandungan senyawa kimia dalam
bahan alam tertentu dapat digunakan dalam bidang kesehatan. Berbagai tumbuhan dapat
dijadikan sebagai sumber obat seperti kelompok sayur-sayuran, buah-buahan, bumbu
dapur dan bunga-bungaan serta tumbuhan liar (Zacky dalam Isa 2008).
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di
alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam
berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar alkaloid terdapat pada tumbuhan
dikotil sedangkan untuk tumbuhan monokotil dan pteridofita mengandung alkaloid
dengan kadar yang sedikit.
Selanjutnya dalam Meyer’s Conversation Lexicons tahun 1896 dinyatakan
bahwa alkaloid terjadi secara karakteristik di dalam tumbuh-tumbuhan, dan sering
dibedakan berdasarkan kereaktifan fisiologi yang khas. Senyawa ini terdiri atas karbon,
hidrogen, dan nitrogen, sebagian besar diantaranya mengandung oksigen. Sesuai dengan
namanya yang mirip dengan alkali (bersifat basa) dikarenakan adanya sepasang elektron
bebas yang dimiliki oleh nitrogen sehingga dapat mendonorkan sepasang elektronnya.
Sejarah alkaloid hampir setua peradaban manusia. Manusia telah menggunakan
obat-obatan yang mengandung alkaloid dalam minuman, kedokteran, teh, tuan atau tapal,
dan racun selama 4000 tahun. Tidak ada usaha untuk mengisolasi komponen aktif dari
ramuan obat-obatan hingga permulaan abad ke sembilan belas.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan alkaloid?
2. Bagaimana cara ekstraksi alkaloid?
3. Bagaimana cara pemisahan alkaloid?
4. Bagaimana cara karakterisasi alkaloid?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa itu alkaloid.
2. Mengetahui cara ekstraksi alkaloid
3. Mengetahui cara pemisahan alkaloid
4. Mengetahui cara karakterisasi alkaloid.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Alkaloid
Senyawa kimia terutama senyawa organik hasil metabolisme dapat dibagi dua
yaitu yang pertama senyawa hasil metabolisme primer, contohnya karbohidrat, protein,
lemak, asam nukleat, dan enzim. Senyawa kedua adalah senyawa hasil metabolisme
sekunder, contohnya terpenoid, steroid, alkaloid dan flavonoid.
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di
alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam
berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar alkaloid terdapat pada tumbuhan
dikotil sedangkan untuk tumbuhan monokotil dan pteridofita mengandung alkaloid
dengan kadar yang sedikit. Selanjutnya dalam Meyer’s Conversation Lexicons tahun
1896 dinyatakan bahwa alkaloid terjadi secara karakteristik di dalam tumbuh-tumbuhan,
dan sering dibedakan berdasarkan kereaktifan fisiologi yang khas. Senyawa ini terdiri
atas karbon, hidrogen, dan nitrogen, sebagian besar diantaranya mengandung oksigen.
Sesuai dengan namanya yang mirip denganalkali (bersifat basa) dikarenakan adanya
sepasang elektron bebas yang dimiliki oleh nitrogen sehingga dapat mendonorkan
sepasang elektronnya. Kesulitan mendefinisikan alkaloid sudah berjalan bertahun-tahun.
Definisi tunggal untuk alkaloid belum juga ditentukan. Trier menyatakan bahwa sebagai
hasil kemajuan ilmu pengetahuan, istilah yang beragam senyawa alkaloid akhirnya harus
ditinggalkan (Hesse, 1981).
Garam alkaloid dan alkaloid bebas biasanya berupa senyawa padat, berbentuk
kristal tidak berwarna (berberina dan serpentina berwarna kuning). Alkaloid sering kali
optik aktif, dan biasanya hanya satu dari isomer optik yang dijumpai di alam, meskipun
dalam beberapa kasus dikenal campuran rasemat, dan pada kasus lain satu tumbuhan
mengandung satu isomer sementara tumbuhan lain mengandung enantiomernya
(Padmawinata, 1995). Ada juga alkaloid yang berbentuk cair, seperti konina, nikotina,
dan higrina. Sebagian besar alkaloid mempunyai rasa yang pahit. Alkaloid juga
mempunyai sifat farmakologi. Sebagai contoh, morfina sebagai pereda rasa sakit,
reserfina sebagai obat penenang, atrofina berfungsi sebagai
antispamodia, kokain sebagai anestetik lokal, dan strisina sebagai stimulan syaraf (Ikan,
1969). Alkaloid telah dikenal selama bertahun-tahun dan telah menarik perhatian
terutama karena pengaruh fisiologinya terhadap mamalia dan pemakaiannya di bidang
farmasi, tetapi fungsinya dalam tumbuhan hampir sama sekali kabur. Beberapa pendapat
mengenai kemungkinan perannya dalam tumbuhan sebagai berikut (Padmawinata,1995):

1. Alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan asam
urat dalam hewan (salah satu pendapat yang dikemukan pertama kali, sekarang tidak
dianut lagi).
2. Beberapa alkaloid mungkin bertindak sebagai tandon penyimpanan nitrogen
meskipun banyak alkaloid ditimbun dan tidak mengalami metabolisme lebih lanjut
meskipun sangat kekurangan nitrogen.

2
3. Pada beberapa kasus, alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari serangan
parasit atau pemangsa tumbuhan. Meskipun dalam beberapa peristiwa bukti
yang mendukung fungsi ini tidak dikemukakan, mungkin merupakan
konsep yang direka-reka dan bersifat ‘manusia sentris’.
4. Alkaloid dapat berlaku sebagai pengatur tumbuh, karena dari segi struktur,
beberapa alkaloid menyerupai pengatur tumbuh. Beberapa alkaloid
merangasang perkecambahan yang lainnya menghambat.
5. Semula disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena sebagian besar
bersifat basa, dapat mengganti basa mineral dalam mempertahankan kesetimbangan
ion dalam tumbuhan. Sejalan dengan saran ini, pengamatan menunjukkan bahwa
pemberian nikotina ke biakan akar tembakau meningkatkan pengambilan nitrat.
Alkaloid dapat pula berfungsi dengan cara pertukaran dengan kation tanah.

Sampai saat ini sangat sedikit sekali alkaloid yang ditemukan pada tumbuhan
tingkat rendah. Kemungkinan hanya satu atau dua famili dari jamur saja yang
mengandung alkaloid, seperti ergot. Pada golongan alkaloid indol, bufotenin, juga
ditemukan dalam jamur yaitu spesies Amanita mappa, selain yang ditemukan pada
tumbuhan (Piptadenia pergrina) dan katak (Bufovulgaris). Pada garis besarnya,
campuran senyawa nitrogen yang ditemukan pada jamur dan mikroorganisme dapat
dianggap sebagai alkaloid, tetapi hal ini tidaklah biasa. Contoh lain senyawanya adalah:
gliotoksin (jamur Trichodermaviride), pyosianin (bakteri Pseudomonas aeruginosa) dan
erythromisin hasil dari Streptomyces (Ikan, 1969). Semua alkaloid mengandung paling
sedikit sebuah nitrogen yang biasanya bersifat basa dan dalam sebagian besar atom
nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Batasan mengenai alkaloid
seperti dinyatakan di atas perlu dikaji dengan hati-hati. Karena banyak senyawa
heterosiklik nitrogen lain yang ditemukan di alam bukan termasuk alkaloid. Misalnya
pirimidin dan asam nukleat, yang kesemuanya itu tidak pernah dinyatakan sebagai
alkaloid (Achmad, 1986).

2.2 Pemurnian Alkaloida


Metode pemurnian dan karakterisasi alkaloid umumnya mengandalkan sifat
kimia alkaloid yang paling penting yaitu kebasaannya, dan pendekatan khusus harus
dikembangkan untuk beberapa alkaloid (misalnya rutaekarpina, kolkisina, risinina) yang
tidak bersifat basa. Alkaloid biasanya diperoleh dengan cara mengekstrasi bahan
tumbuhan memakai asam yang melarutkan alkaloid sebagai garam, atau bahan tumbuhan
dapat dibasakan dengan natrium karbonat dan sebagainya lalu basa bebas diekstraksi
dengan pelarut organik seperti kloroform, eter, dan sebagainya. Beberapa alkaloid
jadian/sintesis dapat terbentuk jika kita menggunakan pelarut reaktif. Untuk alkaloid
yang dapat menguap seperti nikotina dapat dimurnikan dengan cara penyulingan uap dari
larutan yang dibasakan. Larutan dalam air yang bersifat asam dan mengandung alkaloid
dapat dibasakan kemudian alkaloid diekstraksi dengan pelarut organik sehingga senyawa
netral dan asam yang mudah larut dalam air tertinggal dalam air (Padmawinata, 1995).
Garam alkaloid berbeda sifatnya dengan alkaloid bebas. Alkaloid bebas biasanya tidak
larut dalam air (beberapa dari golongan pseudo dan protoalkaloid larut), tetapi mudah

3
larut dalam pelarut organik agak polar (seperti benzena, eter, kloroform). Dalam bentuk
garamnya, alkaloid mudah larut dalam pelarut organik polar (Cordell, 1981).
Hingga kini belum ada pendefinisian tunggal dan penggolongan yang jelas dari
alkaloid. Dalam bukunya, Matsjeh (2002) menerangkan beberapa klasifikasi alkaloid,
diantaranya yaitu berdasarkan lokasi atom nitrogen di dalam struktur alkaloid dan
berdasarkan asal mula kejadiannya (biosintesis) dan hubungannya dengan asam amino.
Berdasarkan lokasi atom nitrogen di dalam struktur alkaloid, alkaloid dapat dibagi atas 5
golongan:

1. Alkaloid heterosiklis
2. Alkaloid dengan nitrogen eksosiklis dan amina alifatis
3. Alkaloid putressina, spermidina, dan spermina
4. Alkaloid peptida
5. Alkaloid terpena

Dari lima golongan di atas, alkaloid heterosiklis adalah yang terbesar dan yang
terkecil adalah alkaloid putressina, spermidina, dan spermina. Ini dapat dilihat dari
jumlah anggota dari masing-masing golongan seperti diterangkan di bawah ini:

1. Alkaloid heterosiklis

Alkaloid heterosiklis merupakan alkaloid dengan atom nitrogennya terdapatdalam cincin


heterosiklis. Alkaloid hetrosiklis dibagi menjadi:

a. Alkaloid pirolidin
b. Alkaloid indol
c. Alkaloid piperidin
d. Alkaloid piridin
e. Alkaloid tropan dan basa yang berhubungan
f. Alkaloid histamin, imidazol dan guanidin
g. Alkaloid isokuinolin
h. Alkaloid kuinolin
i. Alkaloid akridin
j. Alkaloid kuinazolin
k. Alkaloid izidin

1. Alkaloid dengan nitrogen eksosiklis dan amina alifatis


a) Eritrofleum
b) Fenilalkilamina
c) Kapsaisin
d) Alkaloid dari jenis kolkina
2. Alkaloid putressina, spermidina, dan spermina
3. Alkaloid peptida
4. Alkaloid terpena dan steroid

4
Sedangkan berdasarkan asal mulanya (biogenesis) dan hubungannya dengan asam
amino, alkaloid dibagi menjadi tiga kelas, yaitu: (1) Truealkaloid, (2) Proto alkaloid, dan
(3)  Pseudo alkaloid. Ciri-ciri dari ketiga kelas alkaloid adalah sebagai berikut:

1) True alkaloid
Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; toksik, perbedaan keaktifan fisiologis yang
besar, basa, biasanya mengandung atom nitrogen di dalam cincin heterosiklis,
turunan asam amino, distribusinya terbatas dan biasanya terbentuk di dalam
tumbuhan sebagai garam dari asam organik. Tetapi ada beberapa alkaloid ini yang
tidak bersifat basa, tidak mempunyai cincin heterosiklis dan termasuk alkaloid
kuartener yang lebih condong bersifat asam. Contoh dari alkaloid ini adalah
koridin dan serotonin.
2) Proto alkaloid
Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri mempunyai struktur amina yang sederhana, di
mana atom nitrogen dari asam aminonya tidak berada di dalam cincin heterosiklis,
biosintesis berasal dari asam amino dan basa, istilah biologycal amine sering
digunakan untuk alkaloid ini. Contoh dari alkaloid ini adalah meskalina dan
efedrina.
3) Pseudo alkaloid
Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; tidak diturunkan dari asam amino dan
umumnya bersifat basa. Contohnya adalah kafeina.

5
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Ekstrasi Alkaloid

Ekstraksi
Pada tahap ekstraksi sampel berupa serbuk halus daun alpukat diekstraksi dengan cara
maserasi menggunakan pelarut metanol. Tahap Maserasi dilakukan selama 4 x 24 jam, setiap
24 jam dilakukan penyaringan dan dimaserasi kembali dengan memakai metanol yang baru.
Maserat yang diperoleh disatukan dan dievaporasi pada suhu 30-400C dengan menggunakan
alat penguap vakum dan diperoleh ekstrak kental metanol.
Tahap selanjutnya, ekstrak kental metanol disuspensi dengan metanol-air dan dipartisi
dengan pelarut n-heksan, diperoleh fraksi n-heksan dan fraksi air. Fraksi n-heksan
dievaporasi menghasilkan ekstrak n-heksan. Fraksi air dipartisi dengan pelarut etil asetat
diperoleh fraksi air dan fraksi etil asetat. Hasil Partisi dari fraksi-fraksi dievaporasi pada suhu
30-40°C sampai diperoleh ekstrak air dan ekstrak etil asetat. Masing-masing ekstrak diuji
fitokimia.

Uji Fitokimia
Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat
didalam sampel tumbuhan tersebut dengan menggunakan modifikasi metode Farnsworth
(Sermakkani dan V. Thangapandian 2010). Daun alpukat diuji fitokimia untuk melihat
kandungan metabolit sekunder. Uji Fitokimia meliputi uji flavonoid, uji alkaloid, uji steroid,
terpenoid dan saponin.
a. Uji Flavonoid
Ekstrak kental metanol 0,1 gr diencerkan dengan menggunakan metanol 10 mL dan
dibagi menjadi 4 tabung reaksi yang berbeda. Tabung pertama sebagai kontrol, tabung
kedua ditambahkan lempengan Mg dan larutan HCl pekat, tabung ketiga ditambahkan
H2SO4 pekat, tabung keempat ditambahkan NaOH pekat. Hasil uji positif flavonoid
jika terjadi perubahan warna larutan (Harbone, 1987). Pada jurnal didapatkan hasil
positif dari ekstrak etil asetat dan n-heksan hasil dari fraksinasi menunjukkan positif
Flavonoida.
b. Uji Alkaloid
Ekstrak kental metanol sebanyak 0,1 gr dilarutkan dengan 10 mL kloroform amoniak
lalu hasilnya dibagi menjadi dua bagian yang sama. Untuk bagian pertama
ditambahkan asam sulfat (H2SO4) 2 N perbandingan volumenya sama. Lapisan asam
diambil dan dibagi menjadi tiga bagian dan dilakukan pengujian menggunakan
pereaksi fitokimia yaitu pereaksi Mayer, pereaksi Dragendroff, dan pereaksi Wagner.
Untuk bagian kedua diuji menggunakan pereaksi Hager. Hasil uji positif mangandung
alkaloid jika terbentuk endapan. Ekstrak etil-asetat dan ekstrak n-hexan menunjukkan
hasil positif karena ada endapan hijau diperkirakan ini ialah kompleks kalium-
alkaloid.
c. Uji Steroid, terpenoid, Saponin

6
Ekstrak kental metanol 0,1 g, dilarutkan dalam 10 mL dietil eter. Bagian ekstrak yang
larut dalam dietil eter diberi perlakuan uji dengan menggunakan pereaksi Lieberman
Bauchard (asam asetat anhidrida : asam sulfat pekat). Terbentuknya warna hijau
kebiruan menunjukkan adanya steroid, sedangkan warna merah kecoklatan
menunjukan uji ini positif mengandung terpenoid. Bagian yang tidak larut dalam
dietil eter, diuji dengan cara menambahkan aquadest panas sebanyak 2 mL. Hasil
menunjukkan adanya saponin, jika setelah penambahan aquadest panas terbentuk
buih/busa yang stabil (15 menit setelah penambahan aquadest panas). Filtrat yang
berada dibagian bawah buih/busa di ambil lalu ditambahkan HCl pekat, dilakukan
proses penguapan hingga kering dan terbentuk kerak. Dilanjutkan dengan uji
menggunakan pereaksi Liebarman Bauchard. Jika terdapat warna hijau kebiruan
menunjukkan adanya kandungan senyawa steroid. Untuk pembentukan warna merah
kecoklatan menunjukan adanya senyawa terpenoid. Dalam jurnal tidak mendapatkan
hasil positif pada uji ini.

Sebelum diekstraksi dilakukan destruksi terlebih dahulu, destruksi sendiri adalah


perlakuan untuk melarutkan atau mengubah sampel menjadi bentuk marteri yang dapat
diukur sehingga kandungan berupa unsur-unsur di dalamnya dapat dianalisis.
Dekstruksi: Daun Jambu keeling didestruksi basah dengan HCL dalam methanol lalu
kemudian dinetralisasi dengan penambahan basa NH4OH dan terjadi padatan berupa endapan
Ekstraksi: Endapan dikeringkan dan diektraksi dan direndam dalam khloroform dan
dipekatkan dengan alat rota-evaporator.
Ekstraksi dilakukan secara sinambung menggunakan alat soxlet dengan kepolaran
pelarut bertingkat yaitu dengan pelarut n-heksan, etil asetat dan metanol sehingga diperoleh
ekstrak cair dari ketiga pelarut. Berdasarkan hasil ekstraksi secara sinambung dengan
menggunakan alat soxhlet menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat dan metanol terhadap
daun senggugu (Clerodendron seratum), didapatkan berat masing-masing ekstrak pada tabel:

Dari hasil penelitian didapatkan hasil ekstraksi daun senggugu sebanyak 120 gr
diperoleh ekstrak nheksan sebanyak 16 gr (13.3%), ekstrak etil asetat 16 gr (13.3%), dan
Ekstrak metanol 62 gr (51.6%), pelarut-pelarut yang digunakan mempunyai kemampuan
untuk menarik senyawa yang terdapat dalam simplisia secara berbeda-berbeda.
Pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar, pelarut semi polar akan
melarutkan senyawa semi polar dan pelarut polar akan melarutkan senyawa polar. Dari hasil
ekstraksi, terdapat perbedaan berat yang dihasilkan dari masing-masing ekstrak. Di dalam

7
ekstrak kemungkinan terdapat senyawa dari golongan senyawa kimia yang berbeda-beda
sesuai kepolaranya.

1. ISOLASI, IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID TOTAL DAUN


TEMPUYUNG (Sonchus arvensis Linn) DAN UJI SITOTOKSIK DENGAN
METODE BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)
Yazid Murtadlo, Dra. Dewi Kusrini, M.Si, Dra. Enny Fachriyah, M.Si

Ekstraksi: Ekstrak etanol daun tempuyung mengandung alkaloid dan flavonoid (Wadekar,
J., Sawant, R., dkk.,2012). Akar tempuyung mengandung senyawa alkaloid total sebanyak
0,5 % (Anonim, 2011)

Isolasi Alkaloid Total: Serbuk daun tempuyung kering 650 g dimaserasi dengan pelarut
etanol 96% selama 24 jam. Kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga
diperoleh ekstrak kental dan ditambahkan asam asetat 10% hingga suasana menjadi asam.
Ekstrak larutan asam ini selanjutnya diekstraksi dengan etil asetat sehingga diperoleh dua
lapisan, lapisan etil asetat dan lapisan asam. Ke dalam lapisan asam kemudian ditambahkan
ammonium hidroksida pekat sampai suasana basa, dilanjutkan ekstraksi dengan etil asetat
kembali. Dari perlakuan ini diperoleh lapisan basa dan lapisan etil asetat. Lapisan etil asetat
inilah yang mengandung senyawa alkaloid total. Daun tempuyung yang sudah kering di
potong dan dihaluskan menggunakan blender untuk memperluas permukaan pada saat
maserasi. Sehingga senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada daun dapat teisolasi
dengan baik. Sebanyak 650 gram daun tempuyung yang sudah halus di maserasi
menggunakan pelarut etanol. Isolat yang didapatkan kemudian diuapkan pelarutnya
menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak yang diperoleh
sebanyak 8 garam. Kemudian dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui senyawa yang
terkandung pada ekstrak daun tempuyung. Hasil uji fitokimia memberikan uji positif terhadap
senyawa alkaloid, flavonoid, saponin dan negatif terhadap senyawa saponin, fenolik,
terpenoid dan steroid.

3.2 Fraksinasi Alkaloid

1. ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA ALKALOID DARI DAUN


ALPUKAT (PERSEA AMERICANA MILL)

Pemisahan Uji Alkaloid, Steroid, Saponin,Terpenoid:


Ekstrak metanol yang akan dipisahkan, terlebih dahulu dianalisis menggunakan
kromatografi lapis tipis (KLT) untuk mencari eluen yang sesuai, sebagai fasa gerak pada
pemisahan kromatografi kolom. Selanjutnya ekstrak metanol sebanyak 4 gr dipisahkan
dengan kromatografi kolom dengan fase diam silika gel GF60 dan dieluasi berturut-turut
menggunakan pelarut organik seperti n-heksan, methanol, etil asetat dengan perbandingan
tertentu. Fraksi-fraksi yang diperoleh dari tahapan kromatografi kolom dilakukan proses
kromatografi lapis tipis kembali untuk mengabungkan fraksi-fraksi yang sama harga Rf-nya.

8
Pola noda akan terbentuk pada setiap fraksi. Jika isolat tetap menunjukan pola noda tunggal,
maka isolat telah murni.
Anilisis dengan KLT ini, fasa diam yang digunakan berupa silika gel (70-220 Mesh)
dan fasa gerak n-heksan : etil asetat dan etil asetat : metanol secara bergradien. Tahap
kromatografi kolom menghasilkan 220 fraksi dan dilakukan KLT. Didapatkan hasil
penggabungan yang memiliki harga Rf-nya yang terdiri dari N1 – N17 mendapatkan isolat
murni. Pemilihan fraksi N12 untuk di pisahkan mempertimbangkan beberapa hal yaitu berat
fraksi, pola noda hasil KLT dan fraksi ini menghasilkan kristal jarum berwarna hijau. Tahap
pemisahan kromatografi kolom fraksi N12 dengan berat 0,07 gr didapatkan 83 fraksi. Proses
Kromatografi kolom kedua ini dielusi secara bergradien 10 % dengan eluen n-heksan : etil
asetat dan etil asetat : metanol. Dari 83 fraksi ini di KLT dan dihitung nilai Rf dari setiap
fraksi. Berdasarkan hasil kromatografi kolom kedua ini, fraksi 7 menghasilkan kristal jarum.
Hasil Kromatografi lapis tipis terhadap fraksi ini menunjukkan pola noda tunggal pada eluen
n-heksan : etil asetat. Fraksi 7 yang berbentuk kristal jarum berwarna hijau dipisahkan
kembali untuk memperoleh isolat murni dengan manggunakan kromatografi lapis tipis
berbagai eluen.

Pemisahan Uji Fitokimia:


Ekstrak kental metanol dikromatografi lapis tipis dengan menggunakan perbandingan
eluen tertentu. Tahapan Kromatografi lapis tipis merupakan langkah awal mencari eluen yang
cocok untuk digunakan pada pemisahan kromatografi kolom. Kromatografi lapis tipis adalah
kromatografi serapan yang fasa diamnya berupa zat padat yang disebut adsorben (penyerap)
dan fasa gerak berupa zat cair (Gritter, 1991). Setelah diperoleh eluen yang cocok, ekstrak
kental metanol dipisahkan dengan kromatografi kolom.
Ekstrak Kental metanol dilakukan pemisahan dengan cara kromatografi kolom
gravitasi dengan menggunakan fasa diam berupa silika gel (70-220 Mesh) dan fasa gerak n-
heksan : etil asetat dan etil asetat : metanol secara bergradien. Tahap kromatografi kolom
menghasilkan 220 fraksi dan fraksi yang diperoleh dari kolom ini dilakukan kromatografi
lapis tipis. KLT ini dilakukan untuk menggabungkan fraksi-fraksi yang mempunyai nilai Rf
yang sama. Hasil Penggabungan fraksi terdiri dari N1 – N17. Dari hasil penggabungan fraksi,
fraksi N12 dipilih untuk dipisahkan lagi menggunakan kromatografi kolom gravitasi. Tujuan
dilakukan pemisahan kromatografi kolom kedua ini untuk mendapatkan isolat murni.
Pemilihan fraksi N12 untuk di pisahkan mempertimbangkan beberapa hal yaitu berat fraksi,
pola noda hasil kromatografi lapis tipis dan fraksi ini menghasilkan kristal jarum berwarna
hijau
Tahap pemisahan kromatografi kolom fraksi N12 dengan berat 0,07 gr menghasilkan
83 fraksi. Proses Kromatografi kolom kedua ini dielusi secara bergradien 10 % dengan eluen
n-heksan : etil asetat dan etil asetat : metanol. Dari 83 fraksi ini di KLT dan dihitung nilai Rf
dari setiap fraksi. Berdasarkan hasil kromatografi kolom kedua ini, fraksi 7 menghasilkan
kristal jarum. Hasil Kromatografi lapis tipis terhadap fraksi ini menunjukkan pola noda
tunggal pada eluen n-heksan : etil asetat. Fraksi 7 yang berbentuk kristal jarum berwarna
hijau dipisahkan kembali untuk memperoleh isolat murni dengan manggunakan kromatografi
lapis tipis berbagai eluen.

9
2. ISOLASI SENYAWA ALKALOID DARI EKSTRAK METANOL DAUN
TUMBUHAN JAMBU KELING

Pemisahan Alkaloid: Daun jambu Keling (Eugenia cumini (L.) Druce)


Ekstrak pekat khloroform sebanyak 2g di lakukan pemisahan dengan cara
khromatografi kolom. Menggunakan fasa diam silika gel 60 sebanyak 60 gram. Fasa gerak
khloroform : metanol dengan menaikkan kepolaran bertingkat. Fraksi yang keluar kolom
khromatografi ditampung menggunakan vial serta dimonitor dengan khromatografi lapis
tipis. Fraksi dengan Rf yang sama dan positip dengan pereaksi Mayer yang ditandai dengan
munculnya warna putih, digabung. Selanjutnya, diuapkan pelarutnya. Kemudian fraksi ini
direkristalisasi untuk memperoleh kristal murni. Dari hasil destruksi dan netralisasi didapat
padatan lalu pemisahan dengam pemurnian serbuk Daun jambu Keling (Eugenia cumini (L.)
Druce) diperoleh kristal berwarna kuning dengan titik leleh 293⁰C-295⁰C.
3. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID DARI DAUN
TUMBUHAN SENGUGU (Clerodendron serratum Spreng)

Fraksinasi (pemisahan) Metanol dari Senyawa Alkaloida


Ekstrak aktif difraksinasi (dilakukan pemisahan) dengan metode kromatografi cair
vakum (KCV) dengan penyerapan silika gel. Fase gerak menggunakan larutan n-heksana
100%, n-heksana 80%, n-heksana 60%, n-heksana 40%, n-heksana 20%, etil asetat 100%, etil
asetat 80%, etil asetat 60%, etil asetat 40%, etil asetat 20%, dan methanol 100%. Masing-
masing persentase diberikan volume larutan sebanyak 100 ml. Fraksi yang aktif diuji secara
bioautografi dan diisolasi senyawa aktifnya (Picman et al. 1998 dalam Salni 2003).

4. ISOLASI, IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID TOTAL DAUN


TEMPUYUNG (Sonchus arvensis Linn) DAN UJI SITOTOKSIK DENGAN
METODE BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)

Isolasi Alkaloid Total :


Serbuk daun tempuyung kering 650 g dimaserasi dengan pelarut etanol 96% selama
24 jam. Kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental
dan ditambahkan asam asetat 10% hingga suasana menjadi asam. Ekstrak larutan asam ini
selanjutnya diekstraksi dengan etil asetat sehingga diperoleh dua lapisan, lapisan etil asetat
dan lapisan asam. Ke dalam lapisan asam kemudian ditambahkan ammonium hidroksida
pekat sampai suasana basa, dilanjutkan ekstraksi dengan etil asetat kembali. Dari perlakuan
ini diperoleh lapisan basa dan lapisan etil asetat. Lapisan etil asetat inilah yang mengandung
senyawa alkaloid total.

Pemisahan Alkaloid Total :


Isolat alkaloid diidentifikasi dengan pereaksi Dragendorrf. Setelah itu dianalisis
menggunakan kromatografi lapis tipis untuk mencari eluen yang cocok untuk mengisolasi
alkaloid murni dengan KLT preparatif dan untuk mengetahui jumlah komponen yang ada
pada isolate alkaloid total. Fase gerak KLT menggunakan eluen etil asetat : etanol : n-heksan
(2:1:30), sedangkan fase diamnya menggunakan silica gel 60GF254.

10
3.3 Karakterisasi Alkaloid
1. ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA ALKALOID DARI DAUN
ALPUKAT (PERSEA AMERICANA MILL)

Karakterisasi Senyawa Isolasi: Karakterisasi dari senyawa hasil isolasi dapat dilakukan
dengan menggunakan analisis spektrofotometer Infra Red (IR) dan spektrofotometer UV-
Vis.

Spektrofotometer Infra Red (IR):


Berdasarkan analisis spektrum infra red (IR) dari isolat fraksi 7, kemungkinan
terdapat beberapa gugus fungsi seperti gugus fungsi N-H pada daerah serapan bilangan
gelombang 3311,55 cm-1emiliki intensitas kuat. Adanya pita tajam dengan intensitas kuat
mengindikasikan keberadaan uluran gugus C-H pada serapan bilangan gelombang 2921,96
cm-1 dan 2850,59 cm-1 dan dapat didukung oleh adanya C-H alifatik (tekuk) dengan bilangan
gelombang 1467,73 cm-1 dan 1433,01 cm-1. Berikut ini spektrum Infrared dari fraksi 7 yang
disajikan dalam gambar 1.
Regangan C=C muncul didaerah bilangan gelombang 1506,30 cm -1. Regang Gugus
C=O (keton) intensitas kuat muncul pada daerah serapan bilangan gelombang 1641,31 cm -1
dan diperkuat oleh gugus C=O lainnya yang ditemukan di daerah serapan bilangan
gelombang 1735,81 cm-1. Gugus C-N regang ditemukan pada daerah serapan 1130,21 cm -1;
1068,49 cm-1; 1012,56 cm-1. Gugus ini memiliki intensitas kuat dan pita tajam. Gugus C-N
lainnnya dengan intensitas lemah berada didaerah serapan bilangan gelombang 1240,14 cm -1
dan 1176,50 cm-1. Hal ini diperkuat dengan adanya gugus N-C=O pada serapan 580,53 cm -1.

Gugus C-H aromatik berada di serapan gelombang 910,34 cm-1, 846,69 cm-1 dan 719,40 cm-1.
Gambar 1: Spektrum Infra Red dari Isolat

11
Interpretasi data spektrum infra red (IR) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1: Interpretasi data Infra Red (IR) isolat Fraksi 7

Bilangan Gelombang (cm-1)


No Alkaloid Pustaka Bentuk Intensitas Kemungkinan
Isolat ** „ * dan “ Pita Gugus
1. 3311,55 3425,3 3300-3500” Tajam Kuat Fungsi
Regang -N-H
2. 2921,96 2927,7 2700-3000” Tajam Kuat Regan
2850,59 C-H
3. 1735,81 1658,7 1650-1900” Lebar Lemah Regang C=O
4. 1641,31 1562,2 1540-1870* Tajam Kuat Tekuk C=O
5. 1506,30 1500-1675” Lebar Lemah Regang C=C
6. 1467,73 1423,4 1300-1475” Tajam Kuat Tekuk
1433,01 C-H Alifatik
7. 1369,37 Tajam Kuat Tekuk C-H
1336,58 1309,6 # 1300-1475”

8. 1240,14 Lebar Lemah Regang C-N


1176,50 1112,9# 1020-1250*

9. 1130,21 1110,9 Tajam Kuat Regang C-N


1068,49 1020-1250*
1012,56

10. 910,34 Tajam Kuat Tekuk C-H


846,69 Aromatik
719,40
- 650-1000”

1 580,53 621,9 570-630* Tajam lemah -N-C=O


1.
Ket : ** Jurnal Santi (2010), * Silverstein, dkk (1984) dan “ Creswell, dkk (2005)
# Skripsi Yusuf (2011)

12
Spektrofotometer UV-Vis: Hasil spektrum spektrofotometer UV-Vis isolat fraksi 7
memberikan serapan pada panjang gelombang 238,5 nm dengan absorbansi 0,405. Serapan
panjang gelombang 238,5 nm diakibatkan oleh adanya transisi elektron n  π* dan nσ*.
Dugaan ini diperkuat oleh interpretasi data IR yang menghasilkan gugus C=O dan N-H
yang memiliki elektron sunyi. Senyawa yang mengalami transisi elektron nσ*
disebabkan oleh adanya kromofor yang tidak terkonjugasi yang dapat mengabsorbsi cahaya
pada panjang gelombang sekitar 200 nm. Sedangkan untuk senyawa yang memiliki transisi
nπ* dapat menunjukkan adanya gugus N-H dan mengabsorbsi didaerah ultraviolet
kuarsa (200-400 nm) Penyebab terjadinya transisi elektron n σ* dan nπ* adalah
kromofor. Kromofor adalah suatu gugus atom yang menyebabkan terjadinya absorbsi
cahaya. Transisi nσ* memerlukan energi terbesar dan memiliki panjang gelombang
berbanding terbalik dengan energy (Creswell dkk,2005). Sedangkan untuk transisi nπ*
meliputi transisi elektron-elektron tak berikatan ke orbital anti ikatan (π*).Serapan ini
terjadi pada panjang gelombang cahaya yang besar dan intensitasnya rendah
(Sastroamidjojo,2001). Berikut ini spektrum UV-Vis dari isolate Fraksi 7:

Gambar 2. Spektrum UV-Vis dari Isolat Fraksi 7

SIMPULAN: Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa


isolat fraksi 7 dari daun alpukat (Persea Americana Mill) yang ada dalam ekstrak kental
metanol diduga merupakan senyawa alkaloid aromatik. Senyawa alkaloid aromatik memiliki
karakteristik: N-H (3311,55 cm-1), C-H alifatik (2921,96 cm-1), C-N (1130,21 cm-1), C=O
(1735,81 cm-1), C-H aromatik, gugus N-C=O (580,53 cm-1), dan didukung oleh data
spektrofotometer UV-Vis dengan serapan panjang gelombang 238,5 nm serta hasil dari
transisi elektron nπ* dan nσ* yang mengindikasikan adanya gugus C=O dan gugus N-H.

2. ISOLASI SENYAWA ALKALOID DARI EKSTRAK METANOL DAUN


TUMBUHAN JAMBU KELING

13
Karakterisasi Senyawa Hasil Isolasi: Terhadap kristal hasil isolasi dilakukan analisis
Spektroskopi IR, 1H- NMR dan 13C-NMR dan penentuan titik leleh untuk menentukan
senyawa hasil isolasi.

Hasil Dan Pembahasan:

Gambar 1. FTIR Isolasi Daun Jambu

Dari hasil destruksi dan netralisasi dan didapat padatan lalu pemisahan dan pemurnian serbuk
daun jambu Keling (Eugenia cumini (L.) Druce) diperoleh kristal berwarna kuning dengan
titik leleh 293°C – 295°C. Analisa Spektrum IR (Gambar 1). Pada daerah paling utama dari
senyawa alkaloid munculnya bilangan gelombang 1635,78 cm-1 dengan puncak tajam
menunjukkan serapan kharakteristik N-C=C dari rentangan -C=C atau vinil serta bilangan
1541,26 –1508,47 cm-1 dengan puncak lemah menunjukkan serapan kharakteristik –NH 3,

NH2 dari – NH+ sedangkan pada bilangan gelombang 3443,25 cm -1 dengan puncak melebar
menunjukkan adanya vibrasi O-H dengan puncak tajam menunjukkan vibrasi C=O pada
bilangan gelombang 2959,07 cm-1.

Analisa spektrum 1H-NMR (Gambar 2) terlihat adanya pergeseran kimia 1,18 – 1,28 ppm
multiplet –CH3, pergeseran kimia pada daerah 1,97 –2,07 ppm terdapat puncak kuartet ini
menunjukkan adanya proton dari karbon CH3 –(C=C) pergeseran kimia 3,29 –5,41 ppm
merupakan puncak multiplet ini menunjukkan proton yang terikat pada atom N, H(N)-
aromatis dan juga pada 6,14 ppm adanya atom N yang terjadi pada senyawa alkaloid.

14
KESIMPULAN: Isolasi daun tumbuhan jambu keling (Eugenia Cumini (L.) Druce).
Mengandung senyawa alkaloida dan diperoleh kristal berwarna kuning berbentuk jarum dan
mempunyai titik Lebur 293°C– 295°C. yang diduga strukturnya mirip golongan
indolalkaloid.

3. ISOLASI, IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID TOTAL DAUN TEMPUYUNG


(Sonchus arvensis Linn) DAN UJI SITOTOKSIK DENGAN METODE BSLT (Brine
Shrimp Lethality Test)

Gambar II. (A), (B) Hasil KLT dengan berbagai campuran eluen (C) KLT dua dimensi
pada lampu UV λ365 nm

Pada gambar II menunjukan isolat yang dihasilkan sudah murni. Hal ini dapat dilihat
dari hasil KLT dengan berbagai campuran eluen (A) n-heksan : etil asetat : etanol (30:2:1),
(B) kloroform : aseton : methanol (20:3:2), dan KLT dua dimensi dengan eluen (1) n-heksan :
etil asetat : etanol (30:2:1), (2) kloroform : aseton : methanol (20:3:2) pada lampu UV λ 365 nm
menghasilkan noda tunggal yang berwarna biru.
Isolat alkaloid murni kemudian dianalisis menggunakn spektrofotometer UV-Vis,
FTIR, dan LC-MS. Hasil analisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis didapatkan serapan
pada panjang gelombang 225 nm, 253 nm, 352 nm merupakan serapan dari ikatan
terkonjugasi dan merupakan serapan alkaloid yang mempunyai kerangka dasar isokuinolin,
menurut cordrell (1981) alkaloid yang mengandung kerangka dasar isokuinolin mempunyai

15
panjang gelombang pada daerah 230 nm, 266 nm, 351 nm. Hasil spektrofotometer UV-Vis
dapat dilihat pada gambar III sebagai berikut:

Gambar III Spektra UV-Vis isolat alkaloid daun tempuyung

Hasil analisis menggunakan spektrofotometer FTIR memberikan bilangan gelombang


sebesar 3448,72 cm-1 (vibrasi ulur OH), 1627,92 cm -1 (vibrasi ulur C=N) yang diperkuat
dengan serapan 1103,28 cm-1 (vibrasi tekuk C-N yang simetri dengan vibrasi ulur C-O),
2924,09 cm-1 dan 2854,65 cm-1 (vibrasi ulur C-H alifatik), 1472,67 cm-1 dan 1347,4 cm-1
(gugus C-H), 1720,50 cm-1 (vibrasi ulur C=O), 1650,92 cm-1 (vibrasi ulur C=C terkonjugasi),
794,67 cm-1 (C-H alifatik keluar bidang). Hasil spektrofotometer FTIR dapat dilihat pada
gambar IV.

16
Gambar IV. Spektogram FTIR isolatalkaloid daun tempuyung

Hasil analisis menggunakan LC-MS menunjukan adanya tiga puncak, ini berarti isolat
belum murni. Pada T 2,6 menghasilkan spektogram MS alkaloid daun tempuyung dengan
berat molekul sebesar 444 g/mol. Hasil spektrofotometer LC-MS dapat dilihat pada gambar
V sebagai berikut:

17
Gambar V. Spektrogram LC-MS isolatalkaloid daun tempuyung

Berdasarkan hasil analisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis, FTIR dan LC-MS


dapat diketahui suatu senyawa alkaloid yang terkandung dalam daun tempuyung termasuk
alkaloid dengan keranangka dasar isokuinolin yang mempunyai panjang gelombang 225nm,
253 nm, 352 nm, memiliki gugus fungsi C=N, O-H, C-O, C=C terkonjugasi, C=O, CH 2, CH3
dan berat molekul senyawa sebesar 444,84 g/mol. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk
mengetahui bentuk struktur dari senyawa alkaloid ini.
Hasil uji aktifitas sitotoksik daun tempuyung menggunakan metode BSLT diperoleh
harga LC50 dari ekstrak etanol dan isolat alkaloid total masing-masing sebesar 61,410 ppm
dan 523,634 ppm. Ini berarti bahwa ekstrak etanol bersifat sedikit toksik dan isolat alkaloid
total bersifat tidak toksik.
Tabel 1. Hasil Uji Sitotoksik

KESIMPULAN: Alkaloid yang terkandung dalam daun tempuyung mempunyai kerangka


dasar isokuinolin dengan panjang gelombang 225 nm, 253 nm dan 352 nm yang mempunyai
gugus fungsi C=N, O-H, C-O, C=C, C=O, CH 2, CH3 dan mempunyai berat molekul sebesar
444,84 g/mol. Uji aktifitas sitotoksik menggunakan metode BSLT diketahui bahwa ekstrak
etanol bersifat sedikit toksik dan isolat alkaloid total bersifat tidak toksik.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam.
Alkaloid biasanya diperoleh dengan cara mengekstrasi bahan tumbuhan memakai asam yang
melarutkan alkaloid sebagai garam, atau bahan tumbuhan dapat dibasakan dengan natrium
karbonat dan sebagainya lalu basa bebas diekstraksi dengan pelarut organik seperti
kloroform, eter, dan sebagainya. Alkaloid dapat diperoleh dengan cara ekstraksi dan

18
fraksinasi. Karaketerisasi dari alkaloid juga dapat dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer Infra Red dan Spektrofotometer Uv-Vis.

4.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber
yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan.

DAFTAR PUSTAKA

Cordell, A. (1981). Introduction to Alkaloid, A Biogenetic Approach, A Wiley Interscience


Publication. New York: John Wiley and Sons, Inc.
Hesse, M. (1981). Alkaloid Chemistry. Toronto: John Wiley and Sons, Inc.
Ikan, R. (1969). Natural Product A Laboratory Guide. Jerussalem: Israel: Universities Press.
Matsjeh, S. (2002). Kimia Hasil Alam Senyawa Metabolit Sekunder Tumbuhan Flavonoid,
Terpenoid dan Alkaloid. Jogjakarta: Jurusan Kimia FMIPA UGM.

19
Padmawinata, K. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: Penerbit ITB
(Terjemahan dari Robinson, T. 1991. The organic Constituens of Higher Plant, 6 th
edition).

20

Anda mungkin juga menyukai