Tindak pidana merupakan istilah yang berasal dari buku hukum Belanda
yaitu stafbaarfiet yang tersusun dari tiga suku kata yaitu staf yang artinya pidana
dan hukum, baar yang diartikan sebagai boleh, dan feit yang diterjemahkan
Hukum Pidana (KUHP) kata stafbaarfiet itu sendiri tidak diberi penjelasan,
namun biasanya kata tindak pidana disepadankan dengan kata delik, yang diambil
dari bahasa latin yaitu delicticum. Stafbaarfiet atau delik (delict) ketika diartikan
ke bahasa indonesia maka kata tersebut terdiri dari beberapa istilah. (Moeljanto,
Sementara (UUDS) Tahun 1950 khususnya terdapat pada pada pasal 14.
4. Hal yang diancam oleh hukum, Istilah ini digunakan pada Undang-Undang
5. Delik, merupakan istilah yang sangat sering digunakan, hal ini karana
Tindak pidana menurut Chairul Huda adalah sanksi pidana yang melekat
Chairul Huda jika ditinjau dari istilahnya, yang meliputi suatu tindak
dipertanggungjawabkan.
hal 61) adalah perbuatan seseorang dalam melawan hukum serta patut
dilakukan oleh seseorang serta patut dipidana karena dilakukan dengan kesalahan.
dampak atau akibat yang dilarang. Suatu perbuatan tidak dapat dipidana
bahwa pelaku dapat dipidana jika ada akibat yang timbul dari tindak
6. Delik Dolus, merupakan delik yang dikerjakan dengan senganja. Delik ini
“opzet”
perbuatan lain.
10. Delik berlansung, adalah delik yang memiliki ciri bahwa perbuatan yang
11. Delik tidak berlangsun, delik yang memiliki ciri bahwa perbuatan yang
12. Delik pengaduan, merupakan delik yang hanya dapat dilakukan jika
13. Delik aduan absout, adalah delik dimana pengaduan korban merupan
syarat mutlak yang harus dipenuhi agar suatu delik dapat dipidana atau
dilakukan penuntutan.
14. Delik aduan relatif, adalah delik yang seharusnya tidak termaksuk delik
aduan, namun sifatnya menjadi delik aduan karena antara pelaku dan
15. Delik biasa merupakan delik yang tanpa pengaduan korban pelakunya
dapat dituntut.
16. Delik yang Diskualifisier, adalah delik biasa yamg dibarengi dengan
17. Delik politik adalah delik yang didalamnya terdapat unsur politik.
atau fakta oleh perbuatan, terdapat perbuatan dan dampak yang ditimbulkan
Unsur tindak pidana pada umumnya dapat dibagi menjadi dua unsur
1. Unsur Subjektif, unsur subjektif adalah unsur yang bersumber dari dalam
diri pelaku tindak pidana. Dasar hukum pidana menyebutkan bahwa tidak
ada hukuman jika tidak ada kesalahan. Kesalahan yang dimaksud adalah
a. Tak berhati-hati.
2. Unsur Objektif
Jika unsur subjektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri si pelaku,
maka unsur objektif adalah unsur-unsur yang berasal dari luar diri si pelaku.
Beberapa ahli merincikan beberapa unsur yang terdapat diluar diri pelaku.
Lamintang (dalam Sambas dan Mahmud, 2019, hal 102) merinci unsur objektif
perihal ( keadaan) sah, keabsahan. Legal adalah kata dasar dari legalitas artinya
sesuatu yang sah dan diperbolehkan. Asas legalitas biasanya juga disebut dengan
tidak ada hukuman tanpa undang-undang. ( Ridwan HR, 2010, hal. 96)
undang dan keputusan harus mendapat persertujuan dari wakil rakyat dengan
Dalam hukum pidana asas legalitas adalah asas yang sangat funda mental.
peraturan hukum dapat diberlakukan terhadap tindak pidana yang terjadi. Jadi,
jika ada suatu tindak pidana yang terjadi maka harus diperhatikan apakah ada
ketentuan hukum yang mengatur dan dapat diberlakukan terhadap tindak pidana
didalamnya terdapat unsur suatu keaadaan ketidabenaran atau palsu pada suatu
objek yang mana objek tersebut seolah-olah benar adanya namun faktanya
memalsu adalah tindakan mengubah dengan cara apapun oleh orang yang tidak
memiliki hak atas sebuah surat yang dampaknya merubah sebagian atau
keseluruhan isi surat sehngga berbeda dengan isi surat semula. (Adami Chazawi,
2001, hal.3)
Tindak pidana pemalsuan surat telah diatur pada Bab XII buku II KUHP,
dari pasal 263 sampai dengan pasal 276 yang terdiri dari 7 macam jenis
bentuknya standart atau pokok, dimuat daam pasal 263 KUHP, yang Rumusannya
sebagai berikut:
(2) Dipidana dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja
memakai surat palsu atau dipalsukan seolah-olah asli, jika surat itu
dapat menimbulkan kerugian.
Berdasarkan pasal diatas maka yang membuat dan juga menggunakan
surat palsu secara sengaja maka dipidana paling lama 6 tahun penjara.
Namun perlu diketahui bahwa tidak semua surat dapat menjadi objek
pemalsuan, namun hanya terbatas pada 4 macam surat saja yaitu: surat yang
menimbulkan suatu hak, surat yang menimbulkan suatu perikatan, surat yang
dapat membesakan hutang dan surat yang digunakan sebagai bukti untuk suat hal.
atau diperberat pidana pemalsuan surat menjadi 8 tahun penjara terletak pada
266)
dimuat pada pasal 267 dan 268. Dokter adalah sifat pribadi yang melakat pada
subyek hukum tindak pidana ini. Hanya seorang yang memiliki kualitas seorang
dokter yang dapat melanggar pasal 267 ayat 1 dan 2 sedangkan orang yang tidak
mempunyai kualifikasi sebagai dokter tidak dapat dijerat dengan pasal 267.
Oleh sebab itu jika pelaku pemalsuan surat keterangan dokter yang
dilakukan oleh orang yang non dokter dapat dijerat dengan pasal 268 KUUHP
1. Unsur barang siapa, yaitu subjek hukum perseorangan, dalam hal ini
pada pasal 267 yang menjadi subjek hukumnya dibatasi pada dokter.
atau cacat. Maksud dari membuat surat keterangan dokter adalah yang
awalnya tidak ada surat apapun, kemudian dibuat surat yang isinya
keterangan dokter sudah ada sejak semula, namun isinya ada yang
kebenaran.
ayat 1 dan ayat 2 . jika keduanya diklasifikasi menjadi unsur objektif dan subjektif
maka unsur-unsurnya ialah sebagai berikut: (Chazawi dan ferdian 2019, hal.189)
Unsur objektif:
2) Memalsu;
unsur subjektif
5. Pemalsuan surat tertentu ( pasal 269, pasal 270 dan pasal 271)
Objek pada pasal 269 adalah jenis surat yang biasanya dikeluarkan oleh
yang ikeluarkan oleh lurah atau camat, dan juga surat keakuan baik yang
diterbitkan oleh pihak kepolisian. Sedangkan objek kejahatan pada pasal 270
adalah jenis surat seperti surat jalan atau perintah jalan yang dibuat dan
Pada pasal 274 ayat 1 dan 2 terdapat unsur sebagai berikut: (Adami
2) Memalsu;
unsur subjektif
benda.
Unsur objektif:
a. Perbuatannya: 1) memakai
unsur subjektif
Pejabat yang dimaksud sebagai penguasa yang sah adalah pejabat yang
tentang hak milik suatu benda, misalnya hak atas ternak yang dibuat oleh kepala
desa atau lurah setempat. Surat seperti ini dapat menjadi objek pemalsuan baik
Unsur objektif:
a. Perbuatannya: 1) Menyimpan
b. objeknya: 1) benda
unsur subjektif
Menyimpan juga tidak harus berada dalam kekuasaannya, dapat juga berada
dalam tangan orang lain atas permintaan atau perintahnya. ( Adami Chazawi,
2001, hal.137)
sebagai alat tukar informasi dari pihak satu ke pihak lainnya. Isi atau informasi
dari surat bisa berupa perintah, pernyataan pemberitahuan, alat bukti dan laporan.
(Wikipedia).
dokter untuk pasien dengan tujuan tertentu tentang kesehatan atau penyakit pada
pasien dan atas permintaan pasien atau permintaan pihak lain yang diatur dalam
membuktikan kebenarannya jika diminta. Hal ini diatur telah diatur dalam kode
terhadap pasien, maka ia harus melakukan pemeriksaan fisik serta tanya jawab
tentang apa yang dirasakan pasienya. Hal ini agar dokter tidak asal-asalan dalam
pembuatan surat telah diatur dalam Undang-Undang nomor 29 tahun 2004 poin ke
8 tentang praktek kedokteran yaitu “ dokter atau okter gigi yang mempunyai surat
3. Surat keterangan lahiran, untuk pendataan bayi yang baru lahir, yang berisi
sakit.
Menurut Astuti (2009) Dokter adalah orang yang memiliki wewenang dan
kesehatan.
bekerja dengan profesional dan memiliki kemampuan dan tanggung jawab dalam
wewenang dari dokter, hal ini tertulis dalam pasal 32 Undang-Undang nomor 38
medik (Presiden, 2014) Pernyataan mengenai “Dokter atau dokter gigi dapat
dilimpahkan kepada perawat ( Istiomah, Erawanti, & Putra, 2020) maksudnya jika
perawat turut menjadi orang yang bertanggung jawab atas kerugiannya. (Wati &
Nuraini, 2019). Terdapat pemahaman yang universal yaitu surat tertulis ketika
seorang dokter melimpahkan tanggung jawab atau wewenang kepada pasien, surat
tertulis terebut dibutuhkan agar tidak terjadi kekeliruan dalam pembuktian hukum
Ada dua jenis pelimpahan wewenang oleh dokter kepada perawat yaitu:
(Merdekawatil, 2021).
berada pada orang yang memberikan delegasi yaitu dokter. (Amir &
Purnama, 2021).
hanya menggunakan lisan atau bahkan hanya melalui sambungan telepon tanpa
adanya surat tertulis. Hal ini sering terjadi ketika dokter tidak berada ditempat
praktik.
undangan secara jelas, namun hal tersebut bukan menjadi masalah yang berarti
jika dapat dipertanggung jawabkan serta tidak berdampak buruk bagi pasien.
(Anam.2018).
Pelimpahan wewenang oleh dokter kepada perawat baik secara delegatif
maupun mandat harus dilakukan secara tertulis, karena hal ini berkaitan dengan
hukum yang terkait dengan hak dan kewajiban perawat dan dokter dalam
menjalankan wewenangnya.
Pelaksanaan Praktik kedokteran, pasal 23 ayat (1). Bagi perawat, ketika menerima
diberikan secara tertulis oleh dokter sebagai tenaga medis kepada perawat
ranah hukum hukum, karena pelimpahan secara tertulis apat menjadi alat bukti
yang sah jika mengacu pada macam alat bukti pada acara pidana yang dianut di
Indonesia.
kekuatan hukum yang lemah kareana tidak diatur secara jelas dalm Undang-
Undang. Menurut macam alat bukti pada acara pidana pelimpahan wewenang atau
tanggung jawab secara lisang yang terjadi disuatu ruangan yang dilengkapi
5.1. Penyertaan
melibatkan lebih dari satu orang (Prasetyo, 2018). Roni Wiyanto (2016)
sebagai berikut:
Pasal 55 KUHP
Pasal 56 KUHP
berpendapat bahwa untuk menentukan siapa yang menjadi pelaku tindak pidana,
pada umumnya dapat diketahui dari jenis tindak pidana, sebagai berikut:
Secara umum, para pakar berpendapat bahwa “Pelaku adalah orang yang
memenuhi semua unsur dari perumusan delik” (Marpaung, 2005, hal. 79).
(2018) adalah “Orang yang melakukan perbuatan dengan perantaraan orang lain,
sedang perantara itu hanya digunakan sebagai alat. Dengan demikian, ada dua
pihak, yaitu pembuat langsung (manus ministra atau auctor physicus), dan
pembuat tidak langsung (manus domina atau auctor intellectualis)” (hal. 207).
Lebih lanjut, Teguh Prasetyo (2018) menjelaskan unsur-unsur pada
doenpleger dan hal-hal yang menyebabkan alat (pembuat materiil) tidak dapat
keadaan subjektif (batin: tanpa kesalahan atau tersesatkan) dan atau tidak berdaya
yang dengan sengaja turut berbuat atau turut mengerjakan terjadinya sesuatu. Oleh
karena itu, kualitas masing-masing peserta tindak pidana adalah sama” (Prasetyo,
2018, hal. 207). Lebih lanjut, Teguh Prasetyo (2018) menjelaskan yang dimaksud
peserta (medeplegers) adalah “Dua atau lebih orang bekerja sama secara sadar dan
melakukan perbuatan yang sangat penting bagi terwujudnya delik” (hal. 419).
medepleger, maka harus ada unsur-unsur turut serta melakukan, yaitu antara
peserta ada kerja sama yang diinsyafi, dan pelaksanaan tindak pidana secara
melibatkan dua orang atau lebih. Kedua, semua yang terlibat, benar-benar
Khusus berkaitan dengan ciri kedua, yakni harus adanya kerja sama fisik
antara para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan perbuatan pidana, terdapat tiga
terjadi. Hanya saja pada saat delik dilakukan oleh setiap pihak yang
dasarnya memang tidak atau belum memenuhi semua unsur delik yang
3. Di antara dua orang atau lebih yang terlibat kerja sama fisik pada saat
yang menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana dengan
dipidana jika tidak ada kesalahan” (geen straf zonder schuld). Seseorang yang
(2016) juga berpendapat bahwa “penilaian adanya kesalahan dalam hukum pidana
akan menentukan ada atau tidak adanya pertanggungjawaban pidana” (hal. 35).
“perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai
ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa yang melanggar
2015, hal. 144). Lebih lanjut, Mahrus Ali (2015) menjelaskan bahwa “melawan
tertulis atau nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat” (hal. 147) sebagaimana
hukum formil dan sifat melawan hukum materiil. Sifat melawan hukum formil
berikut:
bertanggung jawab sebagaimana diatur dalam Pasal 44 dan Pasal 45 KUHP. Pasal
a. Jiwanya cacat dalam pertumbuhan. Dalam hal ini yang dimaksud adalah
kurang sempurna akalnya (pikirannya) sehingga sifat dan perbuatannya
seperti kekanak-kanakan, seperti: idiot, buta, tuli, imbicil (dungu), atau
bisu sejak dilahirkan. Orang-orang yang digolongkan semacam ini disebut
abnormal.
b. Jiwanya terganggu karena penyakit. Dalam hal ini yang dimaksud adalah
orang-orang yang mengalami penyakit kejiwaan, seperti: orang gila,
penyakit syaraf (epilepsi), histeris, dan penyakit-penyakit jiwa lainnya.
Gangguan keadaan jiwa dalam golongan ini disebut penyakit patologis
(Wiyanto, 2016, hal. 189-190).
Sedangkan berdasarkan ketentuan Pasal 45 KUHP berkaitan dengan
pemidanaannya diatur dalam Pasal 45, 46, dan 47 KUHP (Prasetyo, 2018).
alasan pemaaf menurut Moeljatno (2008, hal. 148) adalah “alasan yang
bersifat melawan hukum jadi tetap merupakan perbuatan pidana, tetapi dia tidak
dipidana, karena tidak ada kesalahan”. Mahrus Ali (2015, hal. 181) juga
menjelaskan bahwa “dalam hukum pidana yang termasuk ke dalam alasan
penghapus kesalahan atau alasan pemaaf antara lain, daya paksa (overmacht)
(Pasal 48 KUHP), pembelaan terpaksa yang melampaui batas (Pasal 49 Ayat (2)
KUHP), dan pelaksanaan perintah jabatan tanpa wewenang yang didasari oleh
iktikad baik (Pasal 51 Ayat (2) KUHP)”. Dalam hal ini, apabila seseorang dalam
kesalahan, maka orang tersebut dapat dijatuhi pidana sebagaimana telah diatur
dalam undang-undang.