Anda di halaman 1dari 2

1.

Adapun prinsip-prinsip dari pembaruan agraria tersebut sebagaimana dirumuskan


dalam Ketetapan MPR RI No. IX/MPR/2001 adalah sebagai berikut.
a. Memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
c. menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasi keanekaragaman dalam
unifikasi hukum;
d. mensejahterakan rakyat, terutama melalui peningkatan kualitas sumber daya
manusia Indonesia;
e. mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum, transparansi dan optimalisasi
partisipasi rakyat;
f. mewujudkan keadilan termasuk kesetaraan gender dalam penguasaan, pemilikan,
penggunaan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sumber daya agraria/sumber daya
alam;
g. memelihara keberlanjutan yang dapat memberi manfaat yang optimal, baik untuk
generasi sekarang maupun generasi mendatang, dengan tetapmemperhatikan daya
tampung dan daya dukung lingkungan;
h. melaksanakan fungsi sosial, kelestarian, dan fungsi ekologis sesuai dengan
kondisi sosial budaya setempat;
i. meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antarsektor pembangunan dan
antardaerah dalam pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya
alam
j. mengakui, menghormati, dan melindungi hak masyarakat hukum adat dan
keragaman budaya bangsa atas sumber daya agraria/sumber daya alam;
k. mengupayakan keseimbangan hak dan kewajiban negara, pemerintah (pusat,
daerah provinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat), masyarakat dan
individu;
l. melaksanakan desentralisasi berupa pembagian kewenangan di tingkat nasional,
daerah provinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat, berkaitan dengan
alokasi dan pengelolaan SDA

Ida Nurlinda dalam disertasinya merangkum 12 (dua belas) prinsip Pembaruan


Agraria tersebut menjadi tiga, yakni: keadilan, demokrasi, dan berkelanjutan11.
Ketiga prinsip ini juga menjiwai UUPA sebagaimana ditegaskan dalam prinsip
dasarnya. Dengan mendasarkan pada falsafah UUPA dan prinsip-prinsip PA,
penyusunan RUU Pertanahan dilakukan untuk melengkapi dan menjabarkan hal-hal
yang belum diatur dalam UUPA dan mempertegas penafsiran yang tidak sesuai
dengan falsafah dan prinsip-prinsip PA. RUU tentang Pertanahan sebagai lex specialis
diharapkan dapat menjadi “jembatan antara” untuk meminimalisasi ketidaksinkronan
peraturan perundang-undangan sektoral terkait bidang pertanahan. Dalam jangka
panjang diharapkan terbentuk undang-undang yang secara komprehensif mengatur
tentang sumber daya alam sebagai lex generalis yang merupakan perwujudan hukum
di bidang sumber daya alam sebagai satu sistem.
2. UU 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah atau disebut juga Undang-Undang tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, dan juga dapat
disebut Undang-Undang Hak Tanggungan mendefinisikan bahwa Hak Tanggungan
atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah (Hak Tanggungan)
adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Lebih mudahnya
dalam Penjelasan Atas UU 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta
Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah disebutkan bahwa Hak Tanggungan
adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.

Anda mungkin juga menyukai