Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

ZAKAT FITRAH DIGANTI DENGAN UANG


Tugas ini disusun guna memenuhi tugas:
Mata Kuliah: Fiqih Kontemporer
Dosen Pengampu: Najwa Mu’minah, M. A
Semester: 4 PAI A

Disusun oleh:
Okfita Nur Aisha (19101620)

PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) AN NUR
YOGYAKARTA
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayahnya
kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah Sejarah Islam
Indonesia yang berjudul “Bolehkan Zakat Fitrah Diganti Dengan Uang?”,
Alhamdulillah dengan tepat waktu.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah
Fiqih Kontemporer yang telah memberikan arahan dalam pembuatan makalah ini.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa kelompok
kami atas kerja sama dalam penyelesaiaan makalah ini. Kami berharap semoga
makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, banyak
kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah ini, maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan makalah ini.

Bantul, 25 April 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................2
A. Zakat Fitrah...........................................................................................................2
B. Landasan Hukum Zakat Fitrah..........................................................................2
C. Hukum Menunaikan Zakat Fitrah Dengan Uang..............................................3
BAB III PENUTUP...................................................................................................6
Kesimpulan...............................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................7

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zakat fitrah yaitu zakat berupa makanan pokok di daerah setempat
atau makanan untuk orang dewasa, seperti gandum, jagung, kurma, beras,
atau sebagainya. Para ulama sepakat bahwa zakat fitrah tidak boleh kurang
dari satu sha’ (2,4 kg) dan waktu pelaksanaannya dari mulai awal Ramadhan
sampai menjelang salat Ied.
Zakat fitrah biasanya dibayarkan dengan menggunakan bahan
makanan pokok, kalau di indonesia biasanya menggunakan beras, tetapi
sebagian masyarakat ada yang membayar dengan menggunakan uang yang
sebanding dengan harga makanan pokok tersebut. Lalu apakah boleh zakat
fitrah ditunaikan dengan uang?
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu zakat fitrah?
2. Bagaimana hukum zakat fitrah?
3. Bagaimana jika menunaikan zakat fitrah dengan uang?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu zakat fitrah.
2. Untuk mengetahui hukum zakat fitrah.
3. Untuk mengetahui hukum menunaikan zakat fitrah dengan uang.

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Zakat Fitrah
Zakat fitrah disebut juga zakatul abdan karena yang dizakati adalah orangnya
itu sendiri. Zakat fitrah wajib bagi setiap muslim laki-laki atau perempuan, tua,
muda, maupun anak-anak yang mempunyai kelebihan dari nafkah keluarga.
Pelaksnaan zakat fitrah pada malam idul fitri dan paling lambat pagi hari idul
fitri sebelum didirikannya sholat Ied lewat dari itu dianggap sebagai shodaqoh
biasa bukan zakat.
Makna zakat fitrah, yaitu zakat yang sebab diwajibkannya adalah pada bulan
Ramadhan. Dipergunakan pula sedekah itu zakat fitrah, seolah-olah sedekah dari
fitrah atau asal kejadian, sehingga wajibnya zakat fitrah untuk mensucikan diri
dan membersihkan perbuatan.1 Zakat fitrah merupakan sejumlah harta yang
wajib dikeluarkan oleh lakilaki, perempuan, tua atau muda, dan anak-anak setiap
mukallaf (orang Islam, baliq dan berakal) dan setiap orang yang nafkahnya
ditanggung oleh dengan syarat-syarat tertentu.2
Zakat fitrah yaitu zakat berupa makanan pokok di daerah setempat atau
makanan untuk orang dewasa, seperti gandum, jagung, kurma, beras, atau
sebagainya. Para ulama sepakat bahwa zakat fitrah tidak boleh kurang dari satu
sha’ (2,4 kg) dan waktu pelaksanaannya dari mulai awal Ramadhan sampai
menjelang salat Ied.3
Menurut kesepakatan ulama, penanggungannya adalah masing-masing
individu karena zakat badan atau zakat diri bukan zakat harta atau benda. Anak
kecil yang masih dalam tanggungan orang tuanya dan budak yang tidak
berharta, ditanggung oleh tuannya.4

1
Muhammad Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Jakarta: Litera Antar Nusa, 1987), hlm 920.
2
El-Madani, Fiqh Zakat Lengkap, Segalahal Tentang Kewajiban Zakat Dan Cara Membaginya,
(Jakarta: Diva Pres, 2013), hlm 139.
3
Aden Rosadi, Zakat Dan Wakaf: Konsepsi Regulasi Dan Implementasi, (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2019), hal 36
4
Ibid.

2
B. Landasan Hukum Zakat Fitrah
Hukum zakat fitrah menurut jumhur ulama adalah wajib, sedangkan menurut
pengikut Malik periode akhir dan ulama Irak adalah sunah. Perbedaan tersebut
disebabkan oleh adanya hadis-hadis yang dipahami berbeda, antara lain:
1. Hadis dari Abdullah bin Umar
‫عن ابن عمر رضيى هللا عنهما قال فرض النبي صي هللا عليه وسلم‬
‫ صاعا‬b‫صدقة الفطر اوقأل رمضان على الذكر واألنثى والحر والملوك‬
)‫من تمرأوصاعامن شعير (رواه البخاري والترمذى والنسائواحمد‬
“Dari Ibnu Umar ra., Nabi Saw. mewajibkan zakat fitrah setelah
puasa Ramadhan kepada orang Islam merdeka dan budak laki-
laki ataupun perempuan berupa satu sha’ kurma atau gandum”
(HR. Bukhari, At-Tirmidzi, Nasa’i, dan Ahmad).
Hadis tersebut dipahami bahwa perintah Rasulullah, dengan
adanya kalimat (‫)فرض‬, bisa menunjukkan wajib atau sunah.5
2. Hadis dari Qais bin Sa’ad
“Dari Qais bin Sa’ad berkata, Rasulullah Saw. pernah
memerintahkan kami membayar zakat fitrah sebelum turun ayat
tentang zakat. Setelah ayat tentang zakat turun, kami tidak
diperintahkan zakat fitrah dan tidak dilarang, namun kami tetap
melaksanakannya” (HR. Nasai, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Dapat dipahami dari hadis tersebut bahwa perintah zakat fitrah telah di-nask
oleh perintah zakat secara umum, setelah turun perintah zakat secara umum.
Rasulullah tidak memerintahkan lagi zakat fitrah, juga tidak melarangnya.6
C. Hukum Menunaikan Zakat Fitrah Dengan Uang
Ukuran besarnya zakat fitrah ialah satu sha’ (2,5 Kg). Menurut pendapat
Mazhab Hanafi, takaran 1 sha’ ialah 3,8 Kg. Sedangkan makanan yang wajib
dikeluarkan yang disebutkan dalam nash hadis ialah kurma, tepung, terigu,
gandum, aqit (sejenis keju), zahib (anggur). Madzhab Maliki dan Syafi’i

5
Aden Rosadi, Zakat Dan Wakaf: Konsepsi Regulasi Dan Implementasi, (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2019), hal 24.
6
Ibid.

3
memperbolehkan mengganti kelima jenis makanan tersebut dengan makanan
pokok lain seperti; beras, jagung atau sejenisnya. Sedangkan Hanafi,
pembayarannya dapat diganti dengan membayar harga dari makanan pokok
tersebut berupa uang (misal rupiah) dengan tujuan agar penggunaannya lebih
fleksibel.7
Imam at-Tsauri, Abu Hanifah dan Ashabnya berpendapat, bahwa
mengeluarkan harganya itu diperbolehkan (dalam bentuk uang). Hal itu
diriwayatkan pula dari Umar bin Abdul Aziz serta Hasan al-Basni 100 Riwayat
Ibnu Abu Syaibah dari Aun, ia berkata: "Aku telah mendengar surat Umar bin
Abdul Aziz yang dibacakan pada Abdi, Gubenur Basrah, bahwa diambil dari haj
pegawai kantor, masing-masing setengah dirham. Imam Hasan berkata, Tidak
mengapa dikeluarkan beberapa dirham untuk zakat fitrah. Abu Ishag berkata.
"Aku mendapatkan orang-orang membayar zakat fitrahnya pada bulan
Ramadhan beberapa dirham seharga makanannya".8
Di antara alasan yang memperkuat pendapat yang telah disebutkan di atas
adalah sabda Rasulullah. SAW "Cukupkan orang-orang miskin pada hari raya
ini, jangan sampai meminta-minta." Mencukupkan itu bisa dengan harganya,
bisa pula dengan makanannya. Kadangkala harganya itu lebih utama sebab
terlalu banyak makanan pada orang fakir menyebabkan kehendak untuk dijual,
sedangkan apabila harganya, si fakir bisa langsung mempergunakannya untuk
membeli segala keperluannya seperti makanan, pakaian dan kebutuhan lainya.9
Tingkat keutamaan itu tergantung pada kemanfaatan untuk fakir miskin.
Apabila makanan lebih bermanfaat baginya, maka tentu menyerahkan makanan
akan lebih utama. Apabila dengan uang lebih banyak manfaatnya, maka
menyerahkan uang akan lebih utama. Mesti diperhatikan pula dalam menghitung
itu kemanfaatan keluarga si fakirlmiskin secara keseluruhan bukan ia pribadi.
Terkadang si fakir/miskin mempunyai banyak anak mengambil uang untuk
dirinya atau untuk membeli kebutuhan yang sifatnya sekunder, sementara anak-
7
M. Fuat Hadziq, “Fiqih Zakat, Infaq, dan Sedekah”, Ekonomi Ziswaf, Eksa 4306/M1, hal 1.6
8
Ahmad Satori Ismail, Tim Penulis Fiqih Zakat Kontekstual Indonesia, (Jakarta: Badan Amil Zakat
Nasional) hal 98.
9
Ibid.

4
anaknya membutuhkan makanan pokok yang mengenyangkan. Maka
menyerahkan makanan kepada mereka tentu lebih utama.10
Menurut Hanafiyah, seseorang itu boleh memberikan zakat fitrah tersebut
dengan harganya, dirham, dinar, uang, barang, atau apa saja yang dia kehendaki
Karena, hakikatnya yang wajib adalah mencukupkan orang fakir miskin dari
meminta minta. Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW, “Cukupkanlah mereka
dari meminta-minta pada hari ini”.11

10
Ibid.
11
Ibid.

5
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ukuran besarnya zakat fitrah ialah satu sha’ (2,5 Kg). Menurut pendapat
Mazhab Hanafi, takaran 1 sha’ ialah 3,8 Kg. Sedangkan makanan yang wajib
dikeluarkan yang disebutkan dalam nash hadis ialah kurma, tepung, terigu,
gandum, aqit (sejenis keju), zahib (anggur). Madzhab Maliki dan Syafi’i
memperbolehkan mengganti kelima jenis makanan tersebut dengan makanan
pokok lain seperti; beras, jagung atau sejenisnya. Sedangkan Hanafi,
pembayarannya dapat diganti dengan membayar harga dari makanan pokok
tersebut berupa uang (misal rupiah) dengan tujuan agar penggunaannya lebih
fleksibel.

6
DAFTAR PUSTAKA

Qardawi, Muhammad Yusuf. 1987. Hukum Zakat. Jakarta: Litera Antar Nusa.
El-Madani. 2013. Fiqh Zakat Lengkap: Segalahal Tentang Kewajiban Zakat Dan
Cara Membaginya. Jakarta: Diva Pres.
Rosaldi, Aden. 2019. Zakat Dan Wakaf: Konsepsi Regulasi Dan Implementasi.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Hadziq, M. Fua. “Fiqih Zakat, Infaq, dan Sedekah”. Ekonomi Ziswaf, Eksa
4306/M1.
Ismail. Ahmad Satori. Tim Penulis Fiqih Zakat Kontekstual Indonesia. Jakarta:
Badan Amil Zakat Nasional.

Anda mungkin juga menyukai