Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN PSIKOSOSIAL

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa

Di Susun Oleh :

Novie Tresnawati

C.0105.19.057

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR

CIMAHI

2022
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN CITRA TUBUH

1. Pengertian
Citra tubuh membentuk persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara internal maupun eksternal.
Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi
oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dari
pandangan orang lain (Potter & Perry, 2005).
Citra tubuh merupakan sikap individu terhadap tubuhnya baik disadari maupun tidak
disadari meliputi persepsi masa lalu dan sekarang megenai ukuran, bentuk, fungsi, penampilan
dan potensi tubuh (Sulisyiwati,2005).
Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang penampilan,struktur dan funsi
fisikindividu (SDKI Edisi 1, 2017)
Perubahan citra tubuh adalah suatu keadaan distress personal, yang didefinisikan oleh individu,
yang mengindikasikan bahwa tubuh mereka tidak lagi mendukung harga diri dan yang
disfungsional, membatasi interaksi social mereka dengan orang lain (suliswati, 2005)
Komponen Citra Tubuh
Ada beberapa ahli yang mengemukakan mengenai komponen citra tubuh. Salah satunya adalah
Cash (2000) yang mengemukakan adanya lima komponen citra tubuh, yaitu :
a. Appearance Evaluation (Evaluasi Penampilan), yaitu penilaian individu mengenai
keseluruhan tubuh dan penampilan dirinya, apakah menarik atau tidak menarik, memuaskan
atau tidak memuaskan.
b. Appearance Orientation (Orientasi Penampilan), perhatian individu terhadap penampilan
dirinya dan usaha yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan penampilan dirinya.
c. Body Areas Satisfaction (Kepuasan terhadap Bagian Tubuh), yaitu kepuasan individu
terhadap bagian tubuh secara spesifik, seperti wajah, rambut, payudara, tubuh bagian bawah
(pinggul, pantat, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), dan keseluruhan tubuh.
d. Overweight Preocupation (Kecemasan Menjadi Gemuk), yaitu kecemasan menjadi gemuk,
kewaspadaan individu terhadap berat badan, melakukan diet ketat, dan membatasi pola
makan.
e. Self-Clasified Weight (Persepsi terhadap Ukuran Tubuh), yaitu persepsi dan penilaian
individu terhadap berat badannya, mulai dari kekurangan berat badan sampai kelebihan berat
badan.
Komponen citra tubuh menurut Keaton, Cash, dan Brown (Tresnanari, 2001) mengatakan citra
tubuh berkaitan dengan dua komponen yaitu:
a. Komponen persepsi, bagaimana individu menggambarkan kondisi fisiknya yaitu mengukur
tingkat keakuratan persepsi seseorang dalam mengestimasi ukuran tubuh seperti tinggi atau
pendek, cantik atau jelek, putih atau hitam, kuat atau lemah.
b. Komponen sikap, yaitu berhubungan dengan kepuasan dan ketidakpuasan individu terhadap
bagian-bagian tubuh yang meliputi wajah, bibir, hidung, mata, rambut dan keseluruhan tubuh
yang meliputi proporsi tubuh, bentuk tubuh, penampilan fisik

2. Penyebab Gangguan Citra Tubuh


Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi seseorang tentang tubuh yang diakibatkan oleh
perubahan ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang sering kontak
dengan tubuh. Gangguan citra tubuh merupakan suatu keadaan ketika individu mengalami atau
beresiko untuk mengalami gangguan dalam penerapan citra diri seseorang (Lynda Juall,2006).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi citra tubuh


a. Sosialkultural: budaya serta adat-istiadatberpengaruh terhadap citra tubuh seseorang melihat
di Indonesia terdapat beraneka ragam budaya dan adat
b. Jenis kelamin: laki-laki dan perempuan memiliki citra tubuh yang berbeda tergantung dari
tiap-tiap individu.
c. Status hubungan
d. Agama

4. Tanda dan Gejala Terjadinya Gangguan Citra Tubuh


a. Menolak untuk menyentuh dan melihat bagian yang berubah
b. Tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh
c. Mengurangi kontak social sehingga terjadi menarik diri
d. Perasaan atau pandangan negative terhadap tubuh
e. Mengungkapkan keputusasaan
f. Mengungkapkan ketakutan ditolak
g. Menolak penjelasan tentang oerubahan tubuh

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Citra Tubuh


I. Kasus (masalah utama)
Gangguan Citra Tubuh
II. Proses terjadinya masalah
Ibu X tersiram air panas

Cacat wajah

Malu dengan kondisinya, takut menjadi bahan pembicaraan


Tidak mau berinteraksi dengan orang lain, tidak mau melihat wajahnya dicermin

Lebihbanyakmelamundanmenyalahkandirisendiri

III. Pohonmasalah

Isolasi sosial Harga diri rendah

Klien tidak mau berinteraksi Klien tidak mau melihat


dengan orang lain wajahya dicermin

Klien malu dengan kondisinya Klien kehilangan kepercayaan diri

Gangguan citra tubuh


Perubahan bentuk tubuh: cacat wajah

Kekerasan fisik
IV. Analisa Data
1. Data Mayor
Subyektif
 Mengungkapkan kecacatan? kehilangan bagian tubuh
Obyektif
 Kehilangan bagian tubuh
 Fungsi/struktur tubuh berubah /hilang
2. Data Minor
Subyektif
 Tidak mau mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh
 Mengungkapkan perasaan negative tentang perubahan tubuh
 Mengungkapkan kekhawatiran pada penolakan/reaksi orang lain
 Mengungkapkan perubahan gaya hidup
Obyektif
 Menyembunyikan/menunjukan bagian tubuh secara berlebihan
 Menghindari melihat dan /atau menyentuh bagian tubuh
 Respon nonverbal pada perubahan dan persepsi tubuh
 Fokus pada penampilan dan kekuatan masa lalu
 Hubungan social berubah

V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan Citra Tubuh

VI. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

1. GANGGUAN CITRA TUBUH


PRINSIP
TUJUAN STRATEGI PELAKSANAAN
TINDAKAN
Pasien mampu: 1) Asesmen gangguan SP 1 Pasien : Assesmen gangguan citra tubuh dan
1) citra tubuh dan menerima keadaan tubuh saat ini
mengidentifikas menerima keadaan 1) Bina hubungan saling percaya
i citra tubuhnya tubuh saat ini a) Mengucapkan salam terapeutik, memperkenalkan
2) mengidentifikas 2) Evaluasi asesmen diri, panggil pasien sesuai nama panggilan yang
i potensi (aspek gangguan citra disukai
positif) dirinya tubuh, manfaat b) Menjelaskan tujuan interaksi: melatih
3) mengetahui mengembangkan pengendalian ganggaun citra tubuh agar proses
cara-cara untuk harapan positif dan penyembuhan lebih cepat
meningkatkan latihan mengontrol 2) Membuat kontrak (inform consent) dua kali
citra tubuh perasaan pertemuan latihan pengendalian gangguan citra tubuh
4) melakukan ketidakberdayaan 3) Bantu pasien mengenal gangguan citra tubuhnya:
cara-cara untuk a) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan
meningkatkan menguraikan perasaannya.
citra tubuh b) Bantu pasien mengenal penyebab gangguan citra
5) berinteraksi tubuh
dengan orang c) Bantu klien menyadari perilaku akibat gangguan
lain tanpa citra tubuhnya
terganggu 4) Diskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya :
dulu dan saat ini, perasaan tentang citra tubuhnya dan
harapan terhadap citra tubuhnya saat ini.
5) Diskusikan potensi bagian tubuh yang lain.
6) Bantu pasien untuk meningkatkan fungsi bagian
tubuh yang terganggu.
7) Ajarkan pasien meningkatkan citra tubuh dengan
cara :
a) Gunakan protese, wig, kosmetik atau yang lainnya
sesegera mungkin, gunakan pakaian yang baru
(jika diperlukan)
b) Motivasi pasien untuk melihat bagian yang hilang
secara bertahap.
c) Bantu pasienmelihat, menyentuh bagian tubuh
yang terganggu

SP2 : evaluasiassesmen gangguan citra tubuh,


manfaat mengembangkan harapan positif dan
latihan mengontrol perasaan ketidakberdayaan
1) Pertahankan rasa percaya pasien
a) Mengucapkan salam dan memberi motivasi
b) Assesmen ulang gangguan citra tubuh dan
kemampuan mengembangkan pikiran positif
2) Membuat kontrak ulang : latihan mengontrolperasaan
gangguan citra tubuh
3) Motivasi pasien untuk melakukan aktifitas yang
mengarah pada pembentukan tubuh yang ideal
4) Lakukan interaksi secara bertahap dengan cara :
a) Susun jadwal kegiatan sehari hari
b) Dorong melakukan aktifitas sehari-hari dan
terlibat dalam aktifitas dalam keluarga dan social
c) Dorong untuk mengunjungi teman atau orang lain
yang berarti/mempunyai nperan penting baginya
d) Beri pujian terhadap keberhasilan pasien
melakukan interaksi

Keluarga mampu SP1 keluarga : penjelasan kondisi pasien dengan


1) Mengenal 1) Mendiskusikan cara merawat :
masalah kondisi pasien 1) Bina hubungan saling percaya
gangguan citra gangguan citra a) Mengucapkan salam
tubuh pada tubuh,penyebab,pro terapeutik,memperkenalkan diri
anggota ses terjadi,tanda b) Menjelaskan tujuan interaksi:menjelaskan
keluarganya dan gejala,akibat gangguan citra tubuh pasien dan cra
2) Keluarga 2) Melatih keluarga merawat agar proses penyembuhan lebih
mampu merawat gangguan cepat
merawat citra tubuh pasien 2) Membuat kontrak dua kali pertemuan latihan
anggota 3) Melatih keluarga cara merawat gangguan citra tubuh pasien
keluarga yang melakukan follow 3) Bantu keluarga mengenal gangguan citra tubuh
mengalami up a) Menjelaskan gangguan citra
gangguan citra tubuh,penyebab,proses terjadi, tanda dan
tubuh gejala,serta akibatnya
3) Keluarga b) Menjelaskan cara merawat gangguan citra
mampu tubuh pasien: membantumengembangkan
memfollow up motivasi bahwa pasien untuk menerima
anggota kondisi tubuhnya yang telah dilatih perawat
keluarga yang pada pasien
mengalami 4) Seratakan keluaga saat melatih pasien
ketidakberdaya menggunakan protese
an
SP2 keluarga ;evaluasi peran keluarga merawat
pasien, mengatasi gangguan citra tubuh melalui
aktifitas yang mengarah pada pembentukan tubuh
yang ideal dan follow up
1) Pertahankan rasa percaya keluarga dengan
mengucapkan salam, menanyakan peran keluarga
merawat pasien dan kondisi pasien
2) Membuat kontrak ulang latihan lanjutan cara
merawat dan follow up
3) Menyertakan keluarga saat melatih pasien mengatasi
gangguan citra tubuh melalui aktifitas yang mengarah
pada pembentukan tubuh yang ideal
4) Diskusikan dengan keluarga follow up dan kondisi
pasien yang perlu di rujuk(penolakan terhadap
perubahan diri bersifat menetap dan tidak mau terlibat
dalam perawatan diti) dan cara merujuk pasien
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH SITUASIONAL

A. Masalah Keperawatan
Harga Diri Rendah Situasional

B. Pengertian
Harga diri (self esteem) merupakan salahsatu komponen dari konsep diri. Harga diri
merupakan penilaian pribadi berdasarkan seberapa baik prilaku sesuai dengan ideal diri
(stuart 2009). Harga diri rendah adalah keadaan dimana individu mengalami/beresiko
mengalami evaluasi diri negatif tentang kemampuan diri (Carpemito, 2007). Gangguan harga
diri dapat dijabarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan
diri, serta merasa gagal mencapai keinginan (Dalami dkk, 2009).
Harga diri rendah situasional terjadi bila seseorang mengalami trauma yang terjadi secara
tiba-tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan, cerai, putus sekolah, putus hubungan kerja,
perasaan malu karena sesuatu terjadi, misalnya korban pemerkosaan, dituduh KKN, dipenjara
secara tiba-tiba (Dalami dkk, 2009). Bila harga diri rendah situasional tidak diatasi dapat
menyebabkan harga diri rendah kronis.

C. Rentang Respon Konsep Diri


Adapun rentang respon gangguan konsep diri: harga diri rendah adalah transisi antara respons
konsep diri adaptif dan maladaptif. Penjabarannya adalah sebagai berikut.
a. Aktualisasi diri adalah pernyataan tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang
pengalaman yang sukses.
b. Konsep diri positif adalah individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
perwujudan dirinya.
c. Harga diri rendah adalah keadaan dimana individu mengalami atau berisiko mengalami
evaluasi diri negatif tentang kemampuan diri.
d. Kekacauan identitas adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek identitas
masa anak-anak kedalam kematangan kepribadian pada remaja yang harmonis.
e. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistik dan merasa asing dengan diri sendiri,
yang berhubungan dengan kecemasan, kesulitan membedakan diri sendiri dari orang lain
dan tubuhnya sendiri tidak nyata dan asing baginya.

D. Faktor Penyebab
1. Faktor predisposisi
Faktor yang mempengaruhi harga diri, meliputi penolakan orang tua, harapan orang
tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang memiliki tanggung jawab
personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang memengaruhi performa peran adalah steriotif peran gender, tuntutan peran
kerja, dan harapan peran budaya. Nilai-nilai budaya yang tidak dapat diikuti oleh
individu.
c. Faktor yang memengaruhi identitas pribadi, meliputi ketidakpercayaan orang tua,
tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial.
2. Stresor pencetus
Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal dan eksternal, yaitu sebagai berikut:
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiwa yang
mengancam kehidupan.
b. Ketergantungan peran, berhubungand engan peran atau posisi yang diharapkan dan
individu mengalaminya seperti frustasi. Ada tiga jenis transisi peran:
c. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan dengan
pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu
atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai, serta tekanan untuk menyesuaikan
diri.
1) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian.
2) Transisi peran sehat-sakit, terjadi akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan
sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh: kehilangan bagian tubuh: perubahan
ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi tubuh; perubahan fisik yang berhubungan
dengan tumbuh kembang normal, prosedur medis, dan keperawatan
E. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dari harga diri rendah pada seseorang berbeda-beda dan bervariasi antara
individu satu dengan lainnya, tetapi biasanya dimanifestasikan sebagai berikut.
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit/ tindakan, misalnya: malu karena
alopesia setelah dilakukan tindakan kemoterapi.
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri, menyalahkan, mengkritik, mengejek diri sendiri.
3. Merendahkan martabat: saya tidak bisa, saya bodoh, saya tidak tahu apa-apa, saya tidak
mampu.
4. Gangguan hubungan sosial.
5. Percaya diri kurang, sukar mengambil keputusan.
6. Mencederai diri
7. Mudah marah, mudah tersinggung
8. Apatis, bosan, jenuh dan putus asa
9. Kegagalan menjalankan peran, proyeksi (menyalahkan orang lain).
Asuhan Keperawatan
A. Analisa Data
 Data Mayor
Subyektif
- Menilai diri negatif (mis,tidak berguna, tidak tertolong)
- Merasa malu atau bersalah
- Melebih-lebihkan penilaian negatif tentang diri sendiri
- Menolak penilaian positif tentang diri sendiri
Obyektif
- Berbicara pelan dan lirih
- Menolak berinteraksi dengan orang lain
- Berjalan menunduk
- Postur tubuh menunduk
 Data Minor
Subyektif
- Sulit untuk berkonsentrasi
Obyektif
- Kontak matakurang
- Lesu dan tidak bergairah
- Pasif
- Tidak mampu membuat keputusan

B. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah Situsional
C. Rencana Tindakan Keperawatan

HARGA DIRI RENDAH SITUASIONAL


PRINSIP
TUJUAN STRATEGI PELAKSANAAN
TINDAKAN
Klien mampu: 1. Mendiskusikan SP1: Asesmen harga diri rendah dan latihan
1. meningkatkan harga diri rendah : melakukan kegiatan positif:
kesadaran penyebab, proses 1) Bina hubungan saling percaya
tentang terjadinya masalah, a) Mengucapkan salam terapeutik, memperkenalkan
hubungan tanda dan gejala diri, panggil pasien sesuai nama panggilan yang
positif antara dan akibat disukai
harga diri dan 2. Membantu pasien b) Menjelaskan tujuan interaksi: melatih
pemecahan mengembangkan pengendalian harga diri rendah agar proses
masalah yang pola pikir positif penyembuhan lebih cepat
efektif 3. Membantu 2) Membuat kontrak (inform consent) dua kali
2. melakukan mengembangkan pertemuan latihan pengendalian harga diri rendah
keterampilan kembali harga diri 3) Bantu pasien mengenal harga diri rendah:
positif untuk positif melalui a) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan
meningkatkan melalui kegiatan menguraikan perasaannya.
harga diri positif b) Bantu pasien mengenal penyebab harga diri rendah
3. melakukan c) Bantu klien menyadari perilaku akibat harga
pemecahan diri rendah
masalah dan d) Bantu pasien dalam menggambarkan dengan jelas
melakukan keadaan evaluasi diri yang positif yang terdahulu
umpan balik 4) Bantu pasien mengidentifikasi strategi pemecahan
yang efektif yang lalu, kekuatan, keterbatasan serta potensi yang
4. menyadari dimiliki
hubungan yang 5) Jelaskan pada pasien hubungan antara harga diri dan
positif antara kemampuan pemecahan masalah yang efektif
harga diri dan 6) Diskusikan aspek positif dan kemampuan diri
kesehatan fisik sendiri, keluarga, dan lingkungan
7) Latih satu kemampuan positif yang dimiliki
8) Latih satu kemampuan positif
Tekankan bahwa kegiatan melakukan kemampuan
positif berguna untuk menumbuhkan harga diri positif
SP 2 Pasien : Evaluasi assesmen harga diri rendah,
manfaat latihan melakukan kemampuan positif 1,
melatih kemampuan positif 2
1) Pertahankan rasa percaya pasien
a) Mengucapkan salam dan memberi motivasi
b)Asesmen ulang harga diri rendah dan
kemampuan melakukan kegiatan positif
2) Membuat kontrak ulang: cara
mengatasi harga diri rendah
3) Latih satu kemampuan positif
ke 2
4) Evaluasi efektifitas melakukan kegiatan positif untuk
meningkatkan harga diri
5) Tekankan kembali bahwa kegiatan melakukan
kemampuan positif berguna untuk
menumbuhkan
harga diri
Keluarga mampu: 2. Mendiskusikan SP1 keluarga: penjelasan kondisi pasien dan cara
1. mengenal kondisi pasien: merawat:
masalah harga penyebab, proses 1) Bina hubungan saling percaya
diri rendah terjadi, tanda dan a) Mengucapkan salam terapeutik, memperkenalkan
pada anggota gejala, akibat diri
keluarganya 3. Melatih keluarga b) Menjelaskan tujuan interaksi: menjelaskan harga
2. merawat merawat pasien diri rendah pasien dan cara merawat agar proses
anggota dengan harga diri penyembuhan lebih cepat
keluarga yang rendah 2) Membuat kontrak (inform consent) dua kali
mengalami 4. Melatih keluarga pertemuan latihan cara merawat pasien dengan harga
harga diri melakukan follow diri rendah
rendah up 3) Bantu keluarga mengenal HDR pada pasien:
3. memfollow up a) Menjelaskan harga diri rendah, penyebab, proses
anggota terjadi, tanda dan gejala, serta akibatnya
keluarga yang b) Menjelaskan cara merawat pasien dengan harga
mengalami diri rendah: menumbuhkan harga diri positif
harga diri melalui melakukan kegiatan positif
rendah c) Sertakan keluarga saat melatih latihan
kemampuan positi
SP 2 keluarga: evaluasi peran keluarga merawat
pasien, cara merawat dan follow up
1) Pertahankan rasa percaya keluarga dengan
mengucapkan salam, menanyakan peran keluarga
merawat pasien & kondisi pasien
2) Membuat kontrak ulang: latihan lanjutan cara
merawat dan follow up
3) Menyertakan keluarga saat melatih pasien melatih
kemampuan positif ke 2
4) Diskusikan dengan keluarga follow up dan
kondisi pasien yang perlu dirujuk (kondisi
pengabaian diri
dan perawatan dirinya) dan cara merujuk pasien
LAPORAN PENDAHULUAN
KETIDAKBERDAYAAN
A. Kasus
Ketidakberdayaan
B. Proses terjadinya
masalah
1. Pengertian

Ketidakberdayaan adalah presepsi seseorang bahwa tindakannya tidak akan mempengaruhi


hasil secara bermakna; suatu keadaan di mana individu kurang dapat mengendalikan kondisi
tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan (NANDA,2014). Menurut Townsend (2009),
ketidakberdayaan di mana individu dengan kondisi depresi, apatis dan kehilangan kontrol yang
diekspresikan oleh individu baik verbal maupun non verbal. Kondisi depresi merupakan salah
satu masalah yang berakibat pada konsisi psikososial dengan ketidakberdayaan. Kondisi
ketidakberdayaan pada individu terjadi bila individu tidak dapat mengatasi solusi dari
masalahnya, sehingga individu percaya hal tersebut diluar kendalinya untuk mencapai solusi
tersebut.
Dianalisa dari proses terjadinya, ketidakberdayaan bersal dari ketidakmampuan individu dalam
mengatasi masalah sehingga menimbulkan stres yang diawali dengan perubahan respon otak
dalam menafsirkan perubahan yang terjadi. Stres akan menyebabkan korteks serebri
mengirimkan sinyal menuju hipotalamus, kemudian ditangkap oleh sistem limbik dimana salah
satu bagian pentingnya adalah amigdala yang akan bertanggung jawab terhadap status
emosional individu terhadap akibat dari pengaktifan sistem hipotalamus pitutary adrenal
(HPA) dan menyebabkan kerusakan pada hipotalamus membuat seseorang kehilangan mood
dan motivasi sehingga kurang aktivitas dan malas melakukan sesuatu, hambatan emosi pada
klien dengan ketidakberdayaan, kadang berubah menjadi sedih atau murung, sehingga merasa
tidak berguna atau merasa gagal terus menerus. Dampak pada hormon glucocorticoid pada
lapisan luar adrenal sehingga berpengaruh pada metabolisme glukosa, selain gangguan pada
struktur otak, terdapat ketidakseimbangan neurotransmiter di otak. Neurotransmiter merupakan
zat kimiawi otak yang akan ditransmisikan oleh satu neuron ke neuron lain dengan rangsang
tersebut (Struart & Laraia,2005).
Ketidakberdayaan adalah Persepsi bahwa tindakan seseorang tidak akan mempengaruhi hasil
secara signifikan, persepsi kurang control pada situasi saat ini atau yang akan dating (SDKI
Edisi 1, 2017)
2. Tanda dan gejala
a. Data Mayor
1) Data subyektif :
Menyatakan frustasi atau tiadak mampu melaksanakan aktivitas sebelumnya
2) Data obyektif :
Bergantung pada orang lain
b. Data Minor
1) Data Subyektif
a) Merasa diasingkan
b) Menyatakan keraguan tentang kinerja peran
c) Menyatakan rasa malu
d) Merasa tertekan (depresi)
2) Data Obyektif
a) Tidak berpartisipasi dalam perawatan
b) Pengasingan
3. Faktor predisposisi dan presipitasi
a. Biologis
1) Adanya perubahan status kesehatan yang mendadak atau kondisi fisik yang
menyebabkan ancaman terhadap integritas diri (misalnya: ketidakmampuan fisiologis
atau gangguan terhadap kebutuhan dasar).
2) Mengalami hospitalisasi.
3) Cidera fisik yang mengharuskan immobilisasi dan menyebabkan intoleransi aktivitas
sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari (misalnya : tidak bisa berjalan pergi ke
kampus untuk bimbingan skripsi, tidak bisa mengetik dengan maksimal karena tangan
kanannya patah).
b. Psikologis
1) Pengalaman traumatis (khususnya dalam enam bulan terakhir) : cidera fisik yang
menyebabkan intoleransi aktivitas.
2) Gangguan konsep diri karena menganggap dirinya terancam oleh kegagalan dalam
mencapai tujuan sehingga menimbulkan perasaan frustasi.
3) Adanya ancaman terhadap konsep diri (harga diri dan perubahan peran).
4) Mengalami stres psikologis akibat tidak mampu mengontrol stimulus yang ada.
5) Kemampuan melakukan komunikasi verbal, berinteraksi dengan orang lain.
6) Kemampuan mengungkapkan masalah pada orang lain.
7) Tipe kepribadian yang dimiliki.
8) Adanya pengalaman tidak menyenangkan yang menyebabkan trauma
9) Motivasi: kurangnya dukungan dari orang lain.
10) Self kontrol rendah, ketidakmampuan melakukan kontrol diri ketika mengalami
kegagalan (terlalu sedih).
11) Kepribadian: menghindar, tergantung dan tertutup/menutup diri dan mudah
menyerah/pesimis.
12) Persepsi individu yang buruk tentang dirinya sendiri dan orang lain.
13) Riwayat kesulitan mengambil keputusan, tidak mampu berkonsentrasi.
c. Sosial budaya
1) Usia: Pada usia tersebut individu memiliki tingkat produktifitas yang tinggi, namu
ketika tekanan dan fungsinya tidak terjalani maka akan memberikan dampak yang besar
pada keputusan yang diambilnya.
2) Pembatasan aktifitas oleh tim medis/keluarga akibat penyakit/trauma yang diderita.
3) Kondisi pasien yang belum mampu menyelesaikan skripsinya.
4) Peran sosial: kurang mampu menjalankan perannya untuk berpartisipasi lingkungan
tempat tinggal dan kesulitan membina hubungan interpersonal dengan orang lain,
(mengungkapkan respon ketidakberdayaan dengan kesulitan dalam hubungan
interpersonal yang berakar dari keterbatasan fisiknya).
5) Agama dan keyakinan: kurangnya rasa percaya atas hal positif dari hikmah kejadian
yang diberikan Tuhan.
a) Kognitif
 Lapang pandang menjadi sempit.
 Kurang mampu menerima rangsang dari luar.
 Waspada dengan gejala fisiologis.
 Bingung.
 Takut akan konsekuensi yang abstrak.
 Cenderung menyalahkan diri sendiri.
 Berfokus pada diri sendiri.
 Kurang konsentrasi.
 Gangguan perhatian.
 Mengungkapkan ketidakmampuan karena perubahan dalam fungsi tubuh yang
mengalami gangguan.
 Mengungkapkan keluhan karena perubahan pada kejadian kehidupan.
 Sulit mengambil keputusan.
 Mengatakan takut kehilangan kontrol.
b) Afektif
 Gelisah.
Sedih yang mendalam hingga mengalami frustasi.
Menangis.
Mengalami penyesalan.
Merasa tidak berdaya.
Berfokus pada diri sendiri.
Merasa bingung.
Ragu dan tidak percaya diri.
Merasa khawatir.
Cenderung menyalahkan diri sendiri.
Apatis.
Pesimis.
Mudah marah.

c. Fisiologis
1) Tanda-tanda vital : Tekanan Darah, Nadi, Respirasi, suhu badan.
2) Berat badan.
3) Wajah murung dan muka berkerut.
4) Suara bergetar dan kadang melemah / pelan.
5) Gangguan pola tidur (tidur berlebihan).
6) Nafsu makan menurun/ hilang sama sekali.
7) Simpatik:
a) Anoreksia.
b) Mulut kering.
c) Wajah pucat.
d) Nadi dan tekanan darah turun.
e) Pupil menyempit.
f) Lemah.
g) Nafas pelan sesekali nafas dalam.
8) Parasimpatik:
a) Nyeri kepala (pusing).
b) Penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut nadi.
c) Letih.
d) Tidur berlebihan.
e) Lesu.

4. Sumber Koping
a. Personal ability
Pengetahuan klien tentang masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
1) Kemampuan klien mengatasi masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
2) Jenis upaya klien mengatasi masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
3) Kemampuan dalam memecahkan masalah.

b. Sosial support
1) Caregiver utama dalam keluarga.
2) Kader kesehatan yang ada di lingkungan tempat tinggal.
3) Peer group yang ada turut serta dalam memberi dukungan.

c. Material asset
1) Keberadaan asset harta benda pendukung pengobatan yang dimiliki (tanah, rumah,
tabungan) serta fasilitas yang membantunya selama proses gangguan fisiologis.
2) Mempunyai fasilitas Jamkesmas, SKTM, ASKES.
3) arak/ akses pelayanan kesehatan yang dikunjungi

d. Positive belief
1) Keyakinan dan nilai positif tentang ketidakberdayaan yang dirasakan: tidak ada.
2) Keyakinan dan nilai positif tentang pelayanan kesehatan yang ada.

5. Mekanisme Koping
a. Konstruktif
1) Menilai pencapaian hidup yang realistis.
2) Kreatif dalam mencari informasi terkait perubahan status kesehatannya sehingga
dapat beradaptasi secara normal.
3) Mampu mengembangkan minat dan hobi baru sesuai dengan perubahan status
kesehatan dan peran yang telah dialami.
4) Peduli terhadap orang lain disekitarnya walaupun mengalami perubahan kondisi
kesehatan.
b. Destruktif
1) Mengungkapkan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah atau meminta bantuan.
2) Menggunakan mekanisme pertahanan yang tidak sesuai.
3) Ketidakmampuan memenuhi peran yang diharapkan (mengalami ketegangan peran,
konflik peran).
4) Mengungkapkan kesulitan dalam berkeinginan mencapai tujuan.
5) Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti makan minum, kebersihan diri,
istirahat dan tidur dan berdandan
6) Perubahan dalam interaksi sosial (menarik diri, bergantung pada orang lain).
7) Enggan mengungkapkan perasaan yang sebenarnya.

C. Analisa Data
a. Data Mayor
1) Data subyektif :
Menyatakan frustasi atau tiadak mampu melaksanakan aktivitas sebelumnya
2) Data obyektif :
Bergantung pada orang lain
b. Data Minor
1) Data Subyektif
a) Merasa diasingkan
b) Menyatakan keraguan tentang kinerja peran
c) Menyatakan rasa malu
d) Merasa tertekan (depresi)
2) Data Obyektif
a) Tidak berpartisipasi dalam perawatan
b) Pengasingan

D. Diagnosa Keperawatan
Ketidakberdayaan

E. Rencana Tindakan Keperawatan


 Pasien
 Tujuan
- Membina hubungan saling percaya
- Mengenali dan mengekspresikan emosinya
- Memodifikasi pola kognitif yang negative
- Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan perawatannya
sendiri
- Termotivasi untuk aktif mencapai tujuan yang realistis
 Prinsip Tindakan

- Mendiskusikan ketidakberdayaanya : penyebab, proses terjadinya masalah, tanda dan


gejala dan akibat
- Membantu mengembangkanpola pikir positif
- Melatih mengontrol perasaan ketidakberdayaan
 Strategi Pelaksanaan
- Latih mengembangkan harapan positif (afirmasi positif

SP1: Assesmen ketidakberdayaan dan latihan berpikir positif


- Bina hubungan saling percaya
 Mengucapkan salam terapeutik, memperkenalkan diri, panggil pasien sesuai
nama panggilan yang disukai
 Menjelaskan tujuan interaksi: melatih pengendalian ketidakberdayaan agar
proses penyembuhan lebih cepat
- Membuat kontrak (inform consent) dua kali pertemuan latihan pengendalian
ketidakberdayaan
 Bantu pasien mengenal ketidakberdayaan:
 Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya.
 Bantu pasien mengenal penyebab ketidakberdayaan
 Bantu klien menyadari perilaku akibat ketidakberdayaan
 Bantu Bantu klien untuk mengekspresikan perasaannya dan identifikasi area-area
situasi kehidupannya yang tidak berada dalam kemampuannya untuk mengontrol
 Bantu klien untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat berpengaruh
terhadap ketidak berdayaannya
 Diskusikan tentang masalah yang dihadapi klien tanpa memintanya untuk
menyimpulkan
 Identifikasi pemikiran yang negatif dan bantu untuk menurunkan melalui interupsi
atau subtitusi
 Bantu pasien untuk meningkatkan pemikiran yang positif
 Evaluasi ketepatan persepsi, logika dan kesimpulan yang dibuat pasien
 Identifikasi persepsi klien yang tidak tepat, penyimpangan dan pendapatnya yang
tidak rasional
SP2: evaluasi asesmen ketidakberdayaan, manfaat mengembangkan harapan positif
dan latihan mengontrol perasaan ketidakberdayaan
- Pertahankan rasa percaya pasien
 Mengucapkan salam dan memberi motivasi
 Asesmen ulang ketidakberdayaan dan kemampuan mengembangkan pikiran postif
- Membuat kontrak ulang: latihan mengontrol perasaan ketidakberdayaan

- Latihan mengontrol perasaan ketidakberdayaan melalui peningkatan kemampuan


mengendalikan situasi yang masih bisa dilakukan pasien (Bantu klien
mengidentifikasi area-area situasi kehidupan yang dapat dikontrolnya. Dukung
kekuatan – kekuatan diri yang dapat di identifikasi oleh klien) misalnya klien masih
mampu menjalankan peran sebagai ibu meskipun sedang sakit.
 Keluarga
 Tujuan

- mengenal masalah ketidakberdayaan pada anggota keluarganya


- merawat anggota keluarga yang mengalami ketidakberdayaan
- memfollow up anggota keluarga yang mengalami ketidakberdayaan
 Prinsip Tindakan

- Mendiskusikan kondisi pasien: ketidakberdayaan, penyebab, proses terjadi, tanda dan


gejala, akibat
- Melatih keluarga merawat ketidakberdayaan pasien
- Melatih keluarga melakukan follow up

 Strategi Pelaksanaan
SP1 keluarga: penjelasan kondisi pasien dan cara merawat:
- Bina hubungan saling percaya
 Mengucapkan salam terapeutik, memperkenalkan diri
 Menjelaskan tujuan interaksi: menjelaskan ketidakberdayaan pasien dan cara
merawat agar proses penyembuhan lebih cepat
- Membuat kontrak (inform consent) dua kali pertemuan latihan cara merawat
ketidakberdayaan pasien
- Bantu keluarga mengenal ketidakberdayaan:
 Menjelaskan ansietas, penyebab, proses terjadi, tanda dan gejala, serta akibatnya
 Menjelaskan cara merawat ketidakberdayaan pasien: membantu mengembangkan
motivasi bahwa pasien dapat mengendalikan situasi dan memotivasi cara afirmasi
positif yang telah dilatih perawat pada pasien
- Sertakan keluarga saat melatih afirmasi positif

SP 2 keluarga: evaluasi peran keluarga merawat pasien, cara latihan mengontrol


perasaan ketidakberdayaan dan follow up
- Pertahankan rasa percaya keluarga dengan mengucapkan salam, menanyakan peran
keluarga merawat pasien & kondisi pasien
- Membuat kontrak ulang: latihan lanjutan cara merawat dan follow up
- Menyertakan keluarga saat melatih pasien latihan mengontrol perasaan tidak berdaya
- Diskusikan dengan keluarga follow up dan kondisi pasien yang perlu dirujuk (klien
tidak mau terlibat dalam perawatan di Rumah Sakit) dan cara merujuk pasien
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPUTUSASAAN

A. Pengertian
Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang melihat keterbatasan atau tidak
ada alternatif atau pilhan pribadi yang tersedia dan tidak dapat memobilisasi energy yang
dimilikinya (NANDA, 2005).
Keputusasaan adalah kondisi individu yang memandang adanya keterbatasan atau tidak
tersedianya alternative pemecahan pada masalah yang dihadapi. (SDKI, Edisi 1 2017)
Keputusasaan merupakan status emosional yang berkepanjangan dan bersifat subyektif yang
muncul saat individu tidak melihat adanya alternatif lain atau pilihan pribadi untuk mengatasi
masalah yang muncul atau untuk mencapai apa yang diiginkan serta tidak dapat mengerahkan
energinya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan .
B. Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala menurut, Keliat (2005) adalah:
1. Ungkapan klien tentang situasi kehidupan tanpa harapan dan terasa hampa (“saya tidak dapat
melakukan”)
2. Sering mengeluh dan Nampak murung.
3. Nampak kurang bicara atau tidak mau berbicara sama sekali
4. Menunjukkan kesedihan, afek datar atau tumpul.
5. Menarik diri dari lingkungan.
6. Kontak mata kurang.
7. Mengangkat bahu tanda masa bodoh.
8. Nampak selalu murung atau blue mood.
9. Menunjukkan gejala fisik kecemasan (takikardia, takipneu)
10. Menurun atau tidak adanya selera makan
11. Peningkatan waktu tidur.
l2. Penurunan keterlibatan dalam perawatan.
13. Bersikap pasif dalam menerima perawatan.
14. Penurunan keterlibatan atau perhatian pada orang lain yang bermakna.
C. Faktor penyebab
Beberapa faktor penyebab orang mengalami keputusasaan yaitu :
1. Faktor kehilangan
2. Kegagalan yang terus menerus
3. Faktor Lingkungan
4. Orang terdekat ( keluarga )
5. Status kesehatan ( penyakit yang diderita dan dapat mengancam jiwa)
6. Adanya tekanan hidup
7. Kurangnya iman

D. Pohon masalah

Ketidakberdayaan

Keputusasaan

Harga diri rendah


(Keliat, 2005)
E. Penatalaksaan medis
1. Psikofarmaka
Terapi dengan obat-obatan sehingga dapat meminimalkan gangguan keputusasaan.

2. Psikoterapi
adalah terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan terapi
psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai realitas sudah kembali
pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi ini bermacam-macam bentuknya antara lain
psikoterapi suportif dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar
penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya.
3. Terapi Psikososial
Dengan terapi ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan
sosialnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga
tidak menjadi beban keluarga. Penderita selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya
masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka.
4. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan ternyata masih bermanfaat bagi penderita gangguan jiwa. Dari penelitian
didapatkan kenyataan secara umum komitmen agama berhubungan dengan manfaatnya di
bidang klinik. Terapi keagamaan ini berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang,
berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan, kajian kitab suci dsb.
5. Rehabilitasi
Program rehabilitasi penting dilakukan sebagi persiapan penempatan kembali kekeluarga dan
masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga (institusi) rehabilitasi misalnya di
suatu rumah sakit jiwa. Dalam program rehabilitasi dilakukan berbagai kegiatan antara lain;
terapi kelompok, menjalankan ibadah keagamaan bersama, kegiatan kesenian, terapi fisik
berupa olah raga, keterampilan, berbagai macam kursus, bercocok tanam, rekreasi, dsbnya.
Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung antara 3-6 bulan. Secara berkala
dilakukan evaluasi paling sedikit dua kali yaitu evaluasi sebelum penderita mengikuti program
rehabilitasi dan evaluasi pada saat si penderita akan dikembalikan ke keluarga dan ke
masyarakat.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Analisa Data
1. Data Mayor
Subyektif
Mengungkapkan keputusasaan
Obyektif
Berperilaku pasif
2. Data Minor
Subyektif
a. Sulit tidur
b. Selera makan menurun
Obyektif
a. Afek datar
b. Kurang inisiatif Meninggalkan lawan bicara
c. Kurang terlibat dalam aktivitas perawatan
d. Mengangkat bahu sebagai respon pada lawan bicara
B. Diagnosa Keperawatan
Keputusasaan
C. Rencana Tindakan Keperawatan

DIAGNOSA KEPERAWATAN: KEPUTUSASAAN


PRINSIP
TUJUAN STRATEGI PELAKSANAAN
TINDAKAN
Pasien: 1) Diskusi SP I : Assesmen keputusasaan dan latihan berfikir
1) Mampu tentang positif melalui penemuan harapan dan makna
mengenal kejadian yang hidup
membuat putus asa,
masalah perasaan/pikiran/ 1) Bina hubungan saling percaya
keputusasaanny perilaku yang c) Mengucapkan salam terapeutik, memperkenalkan
a berubah diri, panggil pasien sesuai nama panggilan yang
2) Mampu 2) Latihan berfikir disukai
memberdayaka positif melalui d) Menjelaskan tujuan interaksi: melatih
n diri dalam penemuan harapan pengendalian perasaan putus asa agar proses
aktivitas dan makna hidup penyembuhan lebih cepat
3) Mampu 3) Latihan melakukan 2) Membuat kontrak (inform consent) dua kali
menggunakan aktivitas untuk pertemuan latihan pengendalian perasaan putus asa
keluarga menumbuhkan 3) Bantu pasien mengenal keputusasaan:
sebagai sumber harapan dan makna a) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan
daya hidup menguraikan perasaan sedih/ kesendirian/
keputusasaannya.
b) Bantu pasien mengenal penyebab putus asa
c) Diskusikan perbedaan antara perasaan dan pikiran
klien terhadap kondisinya dengan kondisi real
kondisi klien
d) Bantu pasien menyadari perilaku akibat putus asa
e) Dukung klien untuk mengungkapkan pengalaman
yang mendukung pikiran, perasaan dan perilaku
positif
4) Latih restrukturisasi pikiran melalui latihan berpikir
positif dengan mengidentifikasi harapan dan
penemuan makna hidup
SP 2 Pasien : Evaluasi assesmen keputusaan,
manfaat berfikir positif, dan latihan melakukan
aktivitas untuk menumbuhkan harapan dan makna
hidup
1) Pertahankan rasa percaya pasien
a) Mengucapkan salam dan memberi motivasi
b) Asesmen ulang keputusasaan dan kemampuan
melakukan restrukturisasi pikiran
2) Membuat kontrak ulang: cara mengatasi keputusaaan
3) Diskusikan aspek positif diri sendiri, keluarga, dan
lingkungan
4) Diskusikan kemampuan positif diri sendiri
5) Latih satu kemampuan positif
6) Tekankan bahwa kegiatan melakukan kemampuan
positif berguna untuk menumbuhkan harapan dan
makna hidup
Keluarga mampu: 1)Mendiskusikan SP1 keluarga: penjelasan kondisi pasien dan cara
1) mengenal kondisi pasien: merawat:
masalah keputusaan, 1) Bina hubungan saling percaya
keputusasaan penyebab, proses a) Mengucapkan salam terapeutik,
pada anggota terjadi, tanda dan memperkenalkan diri
keluarganya gejala, akibat b) Menjelaskan tujuan interaksi: menjelaskan
2) merawat 2)Melatih keluarga keputusasaan pasien dan cara merawat agar
anggota merawat pasien proses penyembuhan lebih cepat
keluarga yang dengan ansietas 2) Membuat kontrak (inform consent) dua kali
mengalami 3)Melatih keluarga pertemuan latihan cara merawat pasien dengan
keputusasaan melakukan follow keputusasaan
3) memfollow up up 3) Bantu keluarga mengenal putus asa pada pasien:
anggota a) Menjelaskan keputusasaan, penyebab, proses
keluarga yang terjadi, tanda dan gejala, serta akibatnya
mengalami b) Menjelaskan cara merawat pasien dengan putus
keputusasaan asa: menumbuhkan harapan positif melalui
restrukturisasi pikiran melalui penemuan harapan
dan makna hidup serta melatih kemampuan positif
c) Sertakan keluarga saat melatih restrukturisasi
pikiran dan latihan kemampuan positif
SP 2 keluarga: evaluasi peran keluarga merawat
pasien, cara merawat dan follow up
1) Pertahankan rasa percaya keluarga dengan
mengucapkan salam, menanyakan peran keluarga
merawat pasien & kondisi pasien
2) Membuat kontrak ulang: latihan lanjutan cara
merawat dan follow up
3) Menyertakan keluarga saat melatih pasien melatih
kemampuan positif
4) Diskusikan dengan keluarga follow up dan kondisi
pasien yang perlu dirujuk (muncul ide bunuh diri atau
perilaku pengabaian diri) dan cara merujuk pasien
LAPORAN PENDAHULUAN

ANSIETAS

A. MASALAH
Kecemasan
B. PROSES TERJADINYA MASALAH

1. Definisi

Cemas (ansietas) adalah sebuah emosi dan penglaman subjektif dri seseorang.
Pengertian lain cemas adalah suatu keadaan yang membuat seseorng tidak nyaman
dan terbagi dalam beberapa tingkatan. Jdi, cemas berkaitan dengan persaan tiidak
pasti dan tidak berdaya. (Kususmawati, 2010)

Cemas adalah kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang
tidak jelas dan spesifiknakibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu
melakukan tindakan untuk menghadapi ancama (SDKI Edisi 1, 2017)

2. Penyebab

a. Faktor Predisposisi (pendukung)

Ketegangan dalam kehidupan dapat berupa hal-hal sebagai berikut:

1) Peristiwa traumatik

2) Konflik emosional

3) Gangguan konsep diri

4) Frutasi

5) Gangguan fisik

6) Pola mekanisme koping keluarga

7) Riwayat gangguan kecemasan

8) Medikasi

b. Faktor Presipitasi

1) Ancaman terhadap integritas fisik

a) Sumber internal

b) Sumber eksternal
2) Ancaman terhadap harga diri

a) Sumber internal

b) Sumber eksternal

3. Jenis

a. Kcemasan Ringan

Kecemasan ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu
individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir,
bertindak, merasakan, dan melindungi diri sediri.

b. Kecemasan Sedang

Kecemasan sedang merupakan perasaan yang mengganggu bahwa sesuatu yang


benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.

c. Kecemasan Berat

Kecemasan berat yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman,
memperlihatkan respon takut dan distress.

d. Panik

Individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena kehilangan


kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.
(Prabowo, 2014)

4. Rentang Respon
a. Kecemasan Ringan
Menurut Videbeck (2008), respon dari kecemasan ringan adalah sebagai berikut:
1) Respon fisik dari kecemasan ringan adalah:
a) Ketegangan otot ringan
b) Sadar akan lingkungan
c) Rileks atau sedikit gelisah
d) Penuh perhatian
e) Rajin
2) Respon kogniif dari kecemasan ringan adalah:
a) Lapang persepsi luas
b) Terlihat tenang, percaya diri
c) Perasaan gagal sedikit
d) Waspada dan memperhatikan banyak hal
e) Mempertimbangkan informasi
f) Tingkat pembelajaran optimal
3) Respon emosional dari kecemasan ringan adalah:
a) Perilaku otomatis
b) Sedikit tidak sadar
c) Aktivitas mandiri
d) Terstimulasi
e) Tenang
b. Kecemasan Sedang
Menurut Videbeck (2008), respon dari kecemasan sedang adalah sebagai berikut:
1) Respon fisik dari kecemasan sedang adalah:
a) Ketegangan otot sedang
b) Tanda-tanda vital meningkat
c) Pupil dilatasi, mulai berkeringat
d) Sering mondar-mandir, memukul tangan
e) Suara berubah: bergetr, nada suara tinggi
f) Kewaspadaan dan ketegangan meningkat
g) Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
2) Respon kognitif dari kecemasan sedang adalah:
a) Lapang persepsi menurun
b) Tidak perhatian secara selektif
c) Fokus terhadap stimulus meningkat
d) Rentang perhatian menurun
e) Penyelesaian masalah menurun
f) Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
3) Respon emosional dari kecemasan sedang adalah:
a) Tidak nyaman
b) Mudah tersinggung
c) Kepercayaan diri goyah
d) Tidak sabar
e) Gembira
c. Kecemasan Berat
Menurut Videbeck (2008), respon dari kecemasan berat adalah:

1) Respon fisik kecemasan berat adalah:


a) Ketegangan otot berat
b) Hiperventilasi
c) Kontak mata buruk
d) Pengeluaran keringat meningkat
e) Bicara cepat, nada suara tinggi
f) Tindakan tanpa tuuan dan serampangan
g) Rahang menegang, mngertakan gigi
h) Mondar-mandir, berteriak
i) Meremas tangan, gemetar
2) Respon kognitif kecemasan berat adalah:
a) Lapang persepsi terbatas
b) Proses berpikir terpecah-pecah
c) Sulit berpikir
d) Penyelesaian masalah buruk
e) Tidak mampu mempertimbangkan informasi
f) Hanya memperhatikan ancaman
g) Preokupasi dengan pikiran sendiri
h) Egosentris
3) Respon emosional kecemasan berat adalah:
a) Sangat cemas
b) Agitasi
c) Takut
d) Bingung

e) Merasa tidak adekuat


f) Menarik diri
g) Penyangkalan
h) Ingin beban
d. Panik
Menurut Videbeck (2008), respon dari panik adalah sebagai berikut:

1) Respon fisik dari panik adalah:


a) Fight, fight, atau freeze
b) Ketegangan otot sangat berat
c) Agitasi motorik kasar
d) Pupil dilatasi
e) Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
f) Tidak dapat tidur
g) Hormon stress dan neurotransmitter berkurang
h) Wajah menyeringai, mulut ternganga
2) Respon kognitif dari panik adalah:
a) Persepsi sangat sempit
b) Pikiran tidak logis, terganggu
c) Kepribadian kacau
d) Tidak dapat menyelesaikan masalah
e) Fokus pada pikiran sendiri
f) Tidak rasional
g) Sulit memahami stimulus eksternal
h) Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
3) Respon emosional dari panik adalah:
a) Merasa terbebani
b) Merasa tidak mampu, tidak berdaya
c) Lepas kendali
d) Mengamuk, putus asa
e) Marah, sangat takut
f) Mengharapkan hasil yang buruk
g) Kaget, takut, lelah
5. Proses Terjadinya Masalah
a. Faktor Predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan. Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat
berupa:
1) Peristiwa traumatik, yang daapt memicu terjadinya kecemasan berkitan
dengan krisis yang dilami individu baik krisis yang dialami individu baik
krisis perkembangan maupun situasional
2) Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan
baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan
dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir
secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
4) Frusatasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil
keputusan yang berdampak terhadap ego.
5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman
terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
6) Pola mekanisme koping keluarga atau ola keluarga menangani stress akan
mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konfllik yang dialami
karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga
7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon
individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
8) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang
mengandung benzodiazepin, karena benzodiazepin dapat menekan
neurotransmitter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol
aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

b. Faktor Presipitasi
Stressor presipitas adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan. Stressor presipitasi dikelompokkan menjadi
dua bagian, yaitu:
1) Ancaman terhadap integritas fisik, meliputi:
a) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun,
regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya: hamil)
b) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,
polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya
tempat tinggal.
2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internl dan eksternal

a) Sumber internal, kesulitan dalam hubungann interpersonal di rumah dan


tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman
terhadap integritas fisik jug dapat mengancam harga diri.
b) Sumber eksternal, kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan
status pekrjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

6. Tanda dan Gejala


Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas, antara
lain sebagai berikut:
1) Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.
2) Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3) Takut sendirian, takut pada keramaian, dan banyak orang
4) Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan
5) Gangguan konsntrasi dan daya ingat.
Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran
berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan
perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.
7. Akibat

Dapat berasal dari sumber internal dan eksternal dapat diklsifikasikan dalam dua
jenis:

1) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang


akan terjadi atau menurunkan kapasitas untuk mlakukan aktivitas hidup sehari-
hari. Pada ancaman ini stressor yang berasal dari sumber eksternal adalah faktor-
faktor yang dpat menyebabkan gangguan fisik (misal: infeksi virus, polusi udara).
Sedangkan yang menjadi sumber internalnya adalah kegagalan mekanisme
fisiologi tubuh (misal: sistem jantung, sistem imun, pengaturan suhu dan
perubahan fisiologis selama kehamilan).
2) Ancaman terhadap sistem diri seseorag dapat membahayakan identitas, harga diri
dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang. Ancaman yang berasal dari sumber
eksternal yaitu kehilangan orang yang berarti (meninggl, perceraian, pindah
kerja), dan ancaman yang berasal dari suber internal berupa gangguan
interpersonal di rumah, tempat kerja atau menerima peran baru.
8. Mekanisme Koping

Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor


utama yang membuat pasien berperilaku patologis atau tidak. Mekanisme koping
untuk mengatasi kecemasan sedang, berat, dan panik membutuhkan banyak energi.
Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis,
yaitu:

a. Task Oriented Reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang
ingin dicapai dengan melakukan koping ini dalah individu mencoba menghadapi
kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk
mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
1) Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan
pemenuhan kebutuhan
2) Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk
memindahkan seseorang dari sumber stress
3) Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan
personal seseorang.
b. Ego Oriented Reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu
sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk
melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya
mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk
menili penggunaan mekanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak
adaptif, perlu dievalusi hal-hal berikut:
1) Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan
pasien
2) Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri tersebut apa
pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian
3) Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap
kemajuan kesehatan pasien
4) Alasan pasien menggunakan mekanisme pertahanan.

9. Penatalaksanaan

Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahan dan terapi
memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencakup fisik
(somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial atau psikoreligius. Selengkapnya
seperti pada uraian berikut:

a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara:

1) Makan makanan yang bergizi dan seimbang

2) Tidur yang cukup

3) Cukup olahraga
4) Tidak merokok

5) Tidak minum minuman keras.


b. Terapi psikofarmaka

Merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang


berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neurotransmitter (sinyal penghantar
saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang
sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam,
clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate, dan
alprazolam.

c. Terapi somatik

Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala atau akibat dari
kecemasan yang berkepanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik
(fisik) itu dapat dibrikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh
yangbersangkutan.

d. Psikoterapi

Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain:

1) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan


agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan
serta percaya diri.
2) Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai
bahwa ketidakmampuan mengatasi kecemasan.
3) Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudan memperbaiki kembali (re-
konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
4) Psikoterapi kognitif, untuk memulihakn fungsu kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
5) Psikoterapi psikodinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu
menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
6) Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor
keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat
dijadikan sebagai faktor pendukung.

e. Terapi psikoreligius

Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan


kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbaga problem kehidupan yang
merupakan stressor psikososial.
10. Analisa Data

1. Data Mayor
a. Data Subyektif
1) Merasa bingung
2) Merasa khawatir dengan akibat dari kodisi yang dihdapi
3) Sulit berkonsentrasi
b. Data Obyektif
1) Tampak gelisah
2) Tampak tegang
3) Sulit tidur
2. Data Minor
a. Data Subyektif
1) Mengeluh pusing
2) Anoreksia
3) Palpitasi
4) Merasa tidak berdaya
b. Data Obyektif
1) Frekuensinafas meningkat
2) Frekuensi nadi meningkat
3) Tekanan darah meningkat
4) Diaforesis
5) Muka tampak pucat
6) Suara bergetar
7) Kontak mata buruk
8) Sering berkemih
9) Berorientasi pada masa lalu

11. Diagnosa Keperawatan


Cemas

12. Rencana Asuhan Keperawatan


 Pasien
 Tujuan
1) Mengenal ansietas
2) Mengatasi ansietas melalui tehnik relaksasi
3) Memperagakan dan menggunakan rehnik relaksasi untuk mengatasi ansietas
 Prinsip Tindakan
1) Mendiskusikan ansietas: penyebab,proses terjadi,tanda dan gejala,akibat
2) Melatih tehnik relaksasi fisik,pengendalian pikiran dan emosi
 Strategi Pelaksanaan
SP 1 : assesmen ansietas dan latihan relaksasi
1) Bina hubungan saling percaya
a) Mengucapkan salam terapeutik,memperkenalkan diri,panggil pasien
sesuai nama panggilan yang disukai
b) Menjelaskan tujuan interaksi:melatih pengendalianansietas agar
proses penyembuhan lebih cepat
2) Membuat kontrak (inform consent) dua kali pertemuan latihan pengendalian
ansietas
3) Bantu pasien mengenal ansietas
a) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya
b) Bantu pasien mengenal penyebab ansietas
c) Bantu klien menyadari perilaku akibat ansietas
4) Latih tehnik relaksasi
a) Tarik napas dalam
b) Mengerutkan dan mengendurkan otot-otot (distraksi)
SP 2 : evaluasi assesmen ansietas, manfaat tehnik relaksasi dan latihan
hipnotis diri sendiri (latihan 5 jari) dan kegiatan spiritual
1) Pertahankan rasa percaya pasien
a) Mengucapkan salam dan memberi motivasi
b) Assesmen ulang ansietas dan kemampuan melakukan tehnik
relaksasi
2) Membuat kontrak ulang:latihan pengendalian ansietas
3) Latihan hipnotis diri sendiri (5 jari)dan kegiatan spiritual
 Keluarga
 Tujuan
1) Mengenal masalah ansietas pada anggota keluarganya
2) Merawat anggota keluarga yang mengalami ansietas
3) Memfollow up anggota keluarga yang mengalami ansietas
 Prinsip Tindakan
1) Mendiskuskan kondisi pasien:ansietas,penyebab,proses terjadi,tanda dan
gejala,akibat
2) Melatih keluarga merawat ansietas pasien
3) Melatih keluarga melakukan follow up
 Strategi Pelaksanaan
SP 1 Keluarga : penjelasan kondisi pasien dan cara merawat
1) Bina hubungan saling percaya
a) Mengucapkan salam terapeutik,memperkenalkan diri
b) Menjelaskan tujuan interaksi:menjelaskan ansietas pasien dan cara
merawat agar proses penyembuhan lebih cepat
2) Membuat kontrak (inform consent) dua kali pertemuan latihan cara
merawat pasien ansietas
3) Bantu keluarga mengenal ansietas:
a) Menjelaskan ansietas,penyebab,proses terjadi,tanda dan gejala,serta
akibatnya
b) Menjelaskan cara merawat ansietas pasien:tidak menambah masalah
(stres) dengan sikap positif,memotivasi cara relaksasi yang telah
dilatih perawat pada pasien
c) Sertakan keluarga saat melatih tehnik relaksasi pada pasien dan
minta untuk memotivasi pasien melakukannya
SP 2 keluarga : evaluasi peran keluarga merawat pasien, cara merawat
dan follow up
1) Pertahankan rasa percaya keluarga dengan mengucapkan
salam,menanyakan peran keluarga merawat pasien & kondisi pasien
2) Membuat kontrak ulang : latihan lanjutan cara merawat dan follow up
3) Menyertakan keluarga saat melatih pasien hipnotis diri sendiri (5 jari)
dan kegiatan spriritual
4) Diskusikan dengan keluarga follow up dan kondisi pasien yang perlu di
rujuk (lapang persepsi menyempit, tidak mampu menerima informasi,
tanda-tanda fisik semakin meningkat) dancara merujuk pasien

Anda mungkin juga menyukai