Anda di halaman 1dari 5

WELLNESS AND HEALTHY MAGAZINE

Volume 3, Issue 1, February 2021, p. 1 – 5


ISSN 2655-9951 (print), ISSN 2656-0062
0062 (online)

Sengatan Landak Laut: Sebuah Studi Laporan Kasus


Niluh Ayu Sri Saraswati
Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
Email: niluhsaras@gmail.com

ARTICLE INFO ABSTRACT

Seiring dengan peningkatan minat masyarakat terhadap aktivitas air,


Keyword: baik pada bidang komersial (pekerjaan sebagai nelayan) maupun
Sea urchin bidang rekreasional seperti permainan water sport,, snorkeling dan
Sting diving,, timbulah beberapa masalah medis baru, yang terutama berasal
Lesions dari intrusi agresif manusia ke lingkungan laut. Sengatan landak laut
Pain merupakan salah satu contoh kasus medis yang cukup sering terjadi
Treatment
saat melakukan aktivitas air di daerah pantai/laut. Laporan kasus ini
akan membahas sebuah kasus kejadian sengatan landak laut lau yang
*) corresponding author cukup sering terjadi terutama pada daerah pesisir pantai (Singaraja,
Bali), yang berfokus pada pembahasan gejala dan tanda, serta
Niluh Ayu Sri Saraswati penanganan yang direkomendasikan. Sengatan landak laut, dimana
Universitas Udayana biasanya duri-duri
duri landak laut akan menusuk jaringan kulit,
kul akan
Email: niluhsaras@gmail.com menghasilkan luka tusuk dengan sisa duri dan menimbulkan rasa
nyeri. Rasa nyeri biasanya akan menetap untuk sementara waktu.
DOI: https://doi.org/10.30604/well.142312021
Meskipun kejadian sengatan landak laut cukup sering ditemukan,
namun data publikasi mengenai kejadian, efek tusukan, dan
pengobatannya
engobatannya masih minim. Pada laporan kasus pasien ini,
penanganan utama yang direkomendasikan ialah merendam luka
dengan air hangat (untuk membuat komponen proinflamasi menjadi
tidak aktif) dan membuang/ekstraksi duri yang masih tersisa pada
jaringan kulit
it untuk menghindari komplikasi. Selain itu, pemberian
terapi simtomatik pada pasien, juga direkomendasikan.

This is an open access article under the CC–


–BY-SA license.

PENDAHULUAN
Seiring dengan peningkatan minat masyarakat terhadap aktivitas air, baik pada bidang
komersial (pekerjaan sebagai nelayan) maupun bidang rekreasional seperti permainan water sport,
snorkeling dan diving,, timbulah beberapa masalah medis baru, yang terutama berasal dari intrusi
agresif manusia ke lingkungan laut. Sengatan landak laut merupakan salah satu contoh kasus medis
yang cukup sering terjadi saat melakukan aktivitas air di daerah pantai, perairan da
dangkal,
ngkal, maupun
laut (Haddad Junior, 2012; Reckziegel et al., 2015; Schwartz et al., 2019)
2019).

https://wellness.journalpress.id/wellness Email: wellness.buletin@gmail.com


Wellness and Healthy Magazine, 3(1), February 2021, – 2
Niluh Ayu Sri Saraswati

Landak laut atau yang lebih sering dikenal dengan bulu babi merupakan hewan laut berbentuk
bulat yang masuk ke dalam filum Enchinodermata, kelas Enchinoidea. Landak laut merupakan
hewan yang umumnya tidak agresif, bergerak dengan lambat, dan memiliki duri pada seluruh
permukaan tubuhnya. Biasanya hewan ini dapat ditemukan pada bebatuan di area pesisir pantai dan
pada batu koral di perairan dangkal (Gallagher, 2017; Haddad Junior, 2012; Schwartz et al., 2019).
Duri pada landak laut tersusun dari kalsium karbonat yang menempel pada tegument/matriks di
tubuhnya, dimana duri tersebut dapat mengandung racun. Adapun substansi racun yang telah
teridentifikasi antara lain: steroid, serotonin, glikosida, substansi kolinergik, histamin, dan substansi
yang menyerupai bradikinin. Hanya sebagian kecil spesies landak laut yang diketahui memiliki
racun pada durinya (Haddad Junior, 2012).
Sengatan landak laut sebagian besar menimbulkan tanda dan gejala akut berupa rasa nyeri,
kemerahan, dan bengkak yang terlokalisasi pada area perlukaan. Selain itu, duri yang masuk juga
dapat menimbulkan pendarahan dan luka yang berwarna biru kehitaman (Smith, 2002). Epitel yang
melapisi duri mengandung komponen proinflamasi yang dapat mencetuskan reaksi imun (Sciani et
al., 2017). Sekitar 80% sengatan landak laut terjadi pada area kaki, 15% pada area tangan, dan 5%
pada area tubuh lainnya (Dahl et al., 2010; Haddad Junior, 2012). Apabila tidak ditangani dengan
baik, duri yang masuk dapat menimbulkan komplikasi seperti terbentuknya jaringan granuloma,
neuropati, artropati, hingga kerusakan tulang. Selain itu, apabila landak laut yang menyengat
merupakan jenis yang beracun, dapat timbul gejala berupa nyeri yang menjalar, mati rasa, hipotensi,
ketulian, dispnea, hingga dapat mengakibatkan kematian (Haddad Junior, 2012; Schwartz et al.,
2019).

METODE
Pada studi ini akan dipaparkan sebuah kasus kejadian sengatan landak laut pada seorang
pasien saat sedang berenang di Pantai Lovina, Singaraja, Bali. Pasien secara lisan menyetujui
kasusnya dijadikan bahan pembelajaran dalam bentuk laporan kasus dan memperbolehkan fotonya
untuk dicantumkan pada laporan. Pada pasien dilakukan wawancara mengenai kejadian dan keluhan
setelah tesengat landak laut, observasi dan penanganan di UGD RSU Kertha Usada, Singaraja, Bali.

HASIL DAN PEMBAHASAN

GY, laki-laki, 28 tahun datang ke UGD RSU Kertha Usada pada tanggal 19 Juni 2020 pukul
19.20 WITA dengan keluhan nyeri pada kaki kirinya. Nyeri dirasakan sejak 1 jam yang lalu setelah
pasien tersengat landak laut ketika sedang berenang di pantai Lovina. Nyeri hanya di rasakan pada
daerah sengatan, yakni di sekitar jari kelingking punggung kaki kiri pasien. Rasa nyeri dikatakan
seperti tertusuk-tusuk. Nyeri akan mereda ketika pasien diam, dan akan memburuk apabila pasien
berjalan atau diberikan penekanan pada daerah perlukaan. Rasa nyeri juga diikuti dengan bengkak
dan kemerahan pada jari kelingking kaki kiri pasien. Pasien juga mengatakan bahwa terdapat
banyak duri landak laut yang tersisa di dalam kulitnya, sehingga membuat kaki pasien nampak
kehitaman. Pasien mengatakan, setelah tersengat landak laut, ia sempat pulang ke rumah dan
merendam kakinya dengan air hangat selama sekitar 15 menit dan mengetuk-ngetuk kakinya
dengan alat seadanya di rumah pasien untuk menghancurkan sisa duri. Namun karena rasa nyeri
yang tidak kunjung menghilang, pasien akhirnya memutuskan untuk ke UGD. Keluhan lain
disangkal oleh pasien. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik seperti asma, diabetes, dan
lainnya. Pasien juga tidak memiliki alergi terhadap obat dan makanan tertentu.
Saat di UGD, dilakukan pengecekan tanda-tanda vital pasien: tekanan darah 110/70 mmHg,
nadi 90x/menit, laju pernapasan 18x/menit, suhu 36,9oC, VAS 8/10. Status generalis pasien secara
umum normal, tidak terdapat sianosis pada bibir, rhonki dan wheezing pada suara paru juga tidak

Wellness and Healthy Magazine ISSN 2655-9951 (print), ISSN 2656-0062 (online)
Wellness and Healthy Magazine, 3(1), February 2021, – 3
Niluh Ayu Sri Saraswati

ditemukan. Pada area digiti V dorsal pedis sinistra nampak daerah eritema, edema, dengan banyak
sisa duri landak laut yang berwarna kehitaman pada luas area 4 cm x 3 cm. Daerah tersebut teraba
hangat dan terasa semakin nyeri apabila diberikan penekanan.
Pasien kembali diminta untuk merendam kakinya dengan air hangat selama sekitar 30 menit
di UGD, setelah itu dilakukan sterilisasi luka menggunakan betadine, lalu dilakukan insisi dan
ekstraksi sisa duri landak laut dengan menggunakan anestesi lokal yakni lidokain 2%, diinjeksikan
pada area digiti V dorsal pedis sinistra. Namun ada beberapa sisa duri yang sudah hancur dan tidak
dapat dikeluarkan. Luka insisi kemudian diberikan tulle dan ditutup dengan kassa steril. Pasien juga
diberikan injeksi ketorolac 30 mg dan injeksi anti tetanus (tetagam 250 IU). Pasien kemudian
dipulangkan dengan pemberian obat asam mefenamate (dikonsumsi bila nyeri), dexamethasone 2 x
0,5 mg untuk 3 hari, serta pemberian antibiotik cefadroxil 2 x 500 mg untuk 5 hari. Pasien diberikan
informasi dan edukasi bahwa lukanya harus dikontrol dan dibersihkan setiap 2 – 3 hari agar tidak
terjadi infeksi. Selain itu, pasien juga diedukasi untuk segera ke dokter apabila terdapat tanda-tanda
reaksi imun yang buruk seperti bentol-bentol pada seluruh tubuh, bengkak pada bibir dan mata,
sesak dan sulit bernapas.
Pada kasus tersebut didapatkan bahwa sengatan landak laut dialami oleh pasien ketika
berenang di Pantai Lovina, Singaraja, Bali (perairan yang dangkal), sesuai dengan ekosistem landak
laut yakni pada bebatuan di pesisir pantai maupun batu koral di perairan yang dangkal (Haddad
Junior, 2012; Schwartz et al., 2019). Selain itu, diketahui bahwa sengatan landak laut terjadi pada
area kaki, sesuai dengan 80% area sengatan landak laut yang paling banyak ditemui (Dahl et al.,
2010; Haddad Junior, 2012). Dimana secara spesifik, pasien tersengat di daerah dorsal pedis
sinistra.
Pasien mengeluhkan adanya nyeri, kemerahan, dan bengkak pada area sengatan landak laut.
Selain itu, pasien juga mengatakan sisa duri yang ada pada lapisan kulit memberikan warna
kehitaman pada kulit. Dimana keluhan tersebut merupakan tanda dan gejala akut pada sengatan
landak laut (Smith, 2002). Pada pasien tidak ditemukan tanda dan gejala akibat sengatan landak laut
beracun seperti nyeri yang menjalar, maupun mati rasa sehingga dapat diketahui bahwa
kemungkinan landak laut yang menyengat pasien merupakan tipe yang tidak beracun.

Gambar 1.
GY, laki-laki, 28 tahun dengan sengatan landak laut pada digiti V dorsal pedis sinistra.
Sebelum pasien datang ke UGD, pasien sudah sempat merendam kakinya dengan air hangat
dirumah selama 15 menit. Penanganan awal tersebut sudah tepat dilakukan oleh pasien, fungsi dari
merendam area sengatan dengan air hangat ialah untuk membuat racun dan komponen
proinflamatori pada duri landak laut yang masuk ke dalam jaringan tubuh menjadi tidak aktif.
Adapun durasi perendaman yang disarankan ialah selama 30 – 90 menit (Schwartz et al., 2019).
Beberapa publikasi telah membahas mengenai penanganan awal sengatan landak laut yang dapat
dilakukan di rumah, namun bukti rekomendasinya masih terbatas. Adapun beberapa penanganan
awal yang dapat dilakukan seperti menggunakan alat cukur dan krim cukur untuk memotong duri
yang muncul di permukaan kulit dan merendam air dengan cuka, sari lemon, alkohol, atau larutan

Sengatan Landak Laut: Sebuah Studi Laporan Kasus


Wellness and Healthy Magazine, 3(1), February 2021, – 4
Niluh Ayu Sri Saraswati

amonia (Dahl et al., 2010). Pasien juga mengatakan bahwa sebelum ke UGD, ia sudah mengetuk-
ngetuk kakinya menggunakan alat seadanya untuk menghancurkan sisa duri yang ada di kulitnya.
Namun, menghancurkan duri yang masuk ke dalam jaringan tubuh sebaiknya tidak dilakukan,
karena duri dapat menginvasi jaringan lebih dalam sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan
komplikasi yang lebih berbahaya (Coombs & Mutimer, 1986).
Duri landak laut yang berada di dalam jaringan kulit kaki pasien, kemudian diekstraksi
menggunakan forsep. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyarankan apabila duri landak laut
berjumlah minimal dan terletak pada area dermis atau subkutikular, maka sebaiknya dilakukan
insisi dan ekstraksi, atau ekstraksi menggunakan punch biopsy (Cardenas-de la Garza et al., 2019;
Sjøberg & De Weerd, 2010). Sisa duri juga dapat dihilangkan dengan cara pembedahan yakni insisi
ellips pada daerah yang terkena sengatan, lalu dilakukan ekstraksi duri (Burnett et al., 2002).
Sebelum melakukan ekstraksi, dilakukan sterilisasi untuk mencegah terjadinya infeksi, lalu
dilakukan anestesi lokal demi kenyamanan pasien saat dilakukan insisi dan ekstraksi duri. Banyak
sisa duri yang sudah hancur dan tidak dapat diekstraksi, sehingga dibiarkan menyerap dengan
sendirinya. Duri landak laut yang masuk ke jaringan kulit dapat diserap oleh tubuh dengan
sendirinya dalam kurun waktu minimal 3 minggu dan penyerapan terlama dilaporkan mencapai 1,5
tahun (Schwartz et al., 2019).
Pasien juga diberikan injeksi obat anti nyeri berupa ketorolac untuk meminimalisir rasa nyeri,
baik akibat sisa duri landak laut yang telah hancur maupun akibat tindakan ekstraksi. Selain itu,
injeksi obat anti tetanus berupa tetagam 250 IU juga diberikan kepada pasien, karena ketika
ditanyakan mengenai riwayat pemberian obat anti tetanus sebelumnya, pasien mengatakan kurang
mengetahui mengenai hal tersebut. Pemberian obat anti tetanus direkomendasikan untuk diberikan
kepada pasien dengan sengatan landak laut yang belum pernah mendapatkan 3 dosis serial anti
tetanus, pemberian obat anti tetanus yang sudah lebih dari 10 tahun terakhir, atau pasien yang
riwayat pemberian anti tetanus sebelumnya tidak diketahui secara jelas (Dahl et al., 2010;
Gallagher, 2017).
Pasien kemudian dipulangkan dengan pemberian terapi simptomatik berupa obat untuk
mengurangi keluhan nyeri yakni asam mefenamate, serta keluhan bengkak yakni steroid. Obat-
obatan tersebut tidak diberikan secara rutin, melainkan menyesuaikan dengan keluhan pasien.
Selain itu, pasien juga diberikan antibiotik berupa cefadroxil. Dimana cefadroxil merupakan
golongan sefalosporin generasi pertama. Pemberian rutin antibiotik disarankan apabila pasien
memiliki keluhan infeksi sistemik. Adapun pemberian antibiotik broad spectrum tidak
direkomendasikan karena tidak sesuai untuk marine organisms, spesifiknya Vibrio
parahaemolyticus. Antibiotik lini pertama yang disarankan untuk diberikan kepada pasien ialah
sefalosporin generasi pertama atau klindamisin yang dikombinasi dengan florokuinolon atau
tetrasiklin (Diaz & Lopez, 2015; Hornbeak & Auerbach, 2017). Pada pasien diberikan antibiotik
karena saat datang ke UGD, luka pasien kotor (terdapat sisa-sisa pasir di sekitar sisa duri landak
laut yang tertancap di jaringan bawah kulit) serta pada pasien juga dilakukan insisi dan ekstraksi
sisa duri (membuat perlukaan). Pasien disarankan untuk kontrol lukanya setiap 2 – 3 hari untuk
mencegah infeksi lokal, serta diberikan informasi dan edukasi mengenai gejala-gejala sistemik
akibat sengatan landak laut yang mengancam nyawa.

KESIMPULAN DAN SARAN


Sengatan landak laut merupakan kejadian yang cukup sering ditemukan pada daerah pantai,
perairan dangkal, dan laut (Haddad Junior, 2012; Reckziegel et al., 2015; Schwartz et al., 2019).
Tanda dan gejala yang umumnya ditemui pada kasus sengatan landak laut berupa nyeri, bengkak,
dan kemerahan pada daerah sengatan (Smith, 2002). Penanganan utama yang direkomendasikan
berupa merendam area yang terkena sengatan menggunakan air hangat selama 30 – 90 menit, yang
bertujuan untuk membuat racun yang ada pada duri landak laut menjadi tidak aktif (Schwartz et al.,

Wellness and Healthy Magazine ISSN 2655-9951 (print), ISSN 2656-0062 (online)
Wellness and Healthy Magazine, 3(1), February 2021, – 5
Niluh Ayu Sri Saraswati

2019), kemudian melakukan ekstraksi sisa duri (Burnett et al., 2002; Cardenas-de la Garza et al.,
2019; Sjøberg & De Weerd, 2010). Pemberian medikamentosa seperti anti tetanus, antibiotik, dan
obat-obatan simptomatik dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien (Dahl et al., 2010; Diaz &
Lopez, 2015; Gallagher, 2017; Hornbeak & Auerbach, 2017).

DAFTAR PUSTAKA

Burnett, J. W., Waxman, D. A., Smith, S. A., Kontos, M. C., Sgarbossa, E., Gallagher, E. J., &
Geiderman, J. M. (2002). Bolus ejection: A method for removing sea urchin spines [1].
Annals of Emergency Medicine, 39(1), 94–95. https://doi.org/10.1067/mem.2002.120747
Cardenas-de la Garza, J. A., Cuellar-Barboza, A., Ancer-Arellano, J., Ramos-Cavazos, C. J.,
Vazquez-Martinez, O. T., & Ocampo-Candiani, J. (2019). Classic dermatological tools:
Foreign body removal with punch biopsy. Journal of the American Academy of
Dermatology, 81(4), e93–e94. https://doi.org/10.1016/j.jaad.2018.10.038
Coombs, J., & Mutimer, K. L. (1986). ECHl NO1 DEA TENOSYNOVITIS.
Dahl, W. J., Jebson, P., & Louis, D. S. (2010). Sea urchin injuries to the hand: a case report and
review of the literature. The Iowa Orthopaedic Journal, 30, 153–156.
Diaz, J. H., & Lopez, F. A. (2015). Skin, soft tissue and systemic bacterial infections following
aquatic injuries and exposures. American Journal of the Medical Sciences, 349(3), 269–275.
https://doi.org/10.1097/MAJ.0000000000000366
Gallagher, S. A. (2017). Echinoderm Envenomation Treatment & Management. Medscape.
https://emedicine.medscape.com/article/770053-overview
Haddad Junior, V. (2012). Observation of initial clinical manifestations and repercussions from the
treatment of 314 human injuries caused by black sea urchins (Echinometra lucunter) on the
southeastern Brazilian coast. Revista Da Sociedade Brasileira de Medicina Tropical, 45(3),
390–392. https://doi.org/10.1590/s0037-86822012000300021
Hornbeak, K. B., & Auerbach, P. S. (2017). Marine Envenomation. Emergency Medicine Clinics of
North America, 35(2), 321–337. https://doi.org/10.1016/j.emc.2016.12.004
Reckziegel, G. C., Dourado, F. S., Neto, D. G., & Haddad Junior, V. (2015). Injuries caused by
aquatic animals in Brazil: An analysis of the data present in the information system for
notifiable diseases. Revista Da Sociedade Brasileira de Medicina Tropical, 48(4), 460–467.
https://doi.org/10.1590/0037-8682-0133-2015
Schwartz, Z., Cohen, M., & Lipner, S. R. (2019). Sea urchin injuries: a review and clinical
approach algorithm. Journal of Dermatological Treatment, 0(0), 1–7.
https://doi.org/10.1080/09546634.2019.1638884
Sciani, J. M., Zychar, B., Gonçalves, L. R., Giorgi, R., Nogueira, T., & Pimenta, D. C. (2017).
Preliminary molecular characterization of a proinflammatory and nociceptive molecule from
the Echinometra lucunter spines extracts. Journal of Venomous Animals and Toxins
Including Tropical Diseases, 23(1), 1–8. https://doi.org/10.1186/s40409-017-0133-8
Sjøberg, T., & De Weerd, L. (2010). The usefulness of a skin biopsy punch to remove sea urchin
spines. ANZ Journal of Surgery, 80(5), 383. https://doi.org/10.1111/j.1445-
2197.2010.05296.x
Smith, M. L. (2002). Skin problems from marine echinoderms. Dermatologic Therapy, 15(1), 30–
33. https://doi.org/10.1046/j.1529-8019.2002.01502.x

Sengatan Landak Laut: Sebuah Studi Laporan Kasus

Anda mungkin juga menyukai