Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 1

DI SUSUN OLEH :

DIMAS MASRSANJAYA (19100029)


NANDO JULIAN PITER (19100047)
JUNIAR PRITAMI .J (19100022)

UNIVERSITAS PROF DR.HAZAIRIN, SH BENGKULU


FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
2021/2022

i
LEMBAR PENGESAHAN

Sehubung dengan telah selesainya Tugas IRIGASI 1 " Yaitu Perencanaan


Pondasi Tiang Pancang Pada Jembatan” maka dengan ini saya bermaksud kepada
dosen pengampuh mata kuliah IRIGASI 1 Prodi Teknik Sipil Universitas Prof. Dr.
Hazairin, SH Bengkulu yaitu Bapak ARIS SAPUTRA S.T,M.T untuk dapat
mengesahkan tugas yang telah saya selesaikan.
Disahkan Oleh :

Dosen pembimbing mata kuliah IRIGASI 1

Disusun Oleh:

Nama NPM Tanda tangan

DIMAS MARSANJAYA (19100029)

NANDO JULIAN PITER (19100047)

JUNIAR PRITAMI .J (19100022)

Mengetahui :

Asisten Dosen Bengkulu, Desember 2021

Dosen Mata Kuliah IRIGASI 1

ASWANTU FAJRI S.T ARIS SAPUTRA S.T,M.T

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyusun laporan Praktikum
Irigasi dan Bangunan Air. Sholawat serta salam kami ucapkan kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga serta sahabat–sahabatnya yang telah membawa kita
dari zaman kebodohan menuju alam yang penuh ilmu pengetahuan seperti
sekarang ini.
Penulisan laporan Praktikum Irigasi dan Bangunan Air ini dimaksudkan untuk
memenuhi persyaratan kurikulum guna menyelesaikan studi Strata 1 pada jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu
Selama melaksanakan Praktikum Irigasi dan Banguna Air, maupun dalam `dan
bimbingan serta petunjuk-petunjuk yang senantiasa sangat bermanfaat tak lupa
kami ucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak ARIS SAPUTRA S.T,M.T., selaku Dosen mata ku;iah

IRIGASI 1 Fakultas Teknik Universitas. Prof. Dr. Hazairin, SH


Bengkulu
2. Bapak ASWANTU FAJRI S.T asisten Dosen mata kuliah
IRIGASI 1 Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Prof. Dr.
Hazairin, SH Bengkulu

Dengan segenap kerendahan hati dan keterbatasan kemampuan saya, saya


selaku penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna menyempurnakan laporan ini.
Harapan saya selaku penyusun, semoga laporan ini dapat bermanfaat nantinya
sebagai referensi dalam bidang Teknik Sipil dan terutama untuk kelanjutan studi
penyusun.
Bengkulu Februari 2011

1
Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….i
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………….ii
BAB I……………………………………………………………………………...1
A. PENDAHULUAN………………………………………………………..1
BAB II…………………………………………………………………………….4
B. PENGAIRAN………………………………………………………...4
a. Penegertian Pengairan……………………………………….. 4
b. Tujuan Penelitian……………………………………………...4
c. Sumber Air Pengairan…………………………………………8
d. Cara Pemberian Air Pengairan………………………………. 9
e. Bangunan pada Jaringan Irigasi ata Sarana JaringanIrigasi….11
f. Kebutuhan Air Pengairan……………………………………22
g. Syarat-Syarat petak Pengairan…...…………………………..23
h. Satuan Pengairan dan satuan petak pengairan…..…………...23
i. Pemberian secara giliran……………………………………..23
j. Sistem saluran………………………………………………..25
BAB III………………………………………………………………………….26
C. PERENCANAAN…………………………………………………...26
a. Menentukan lokasi bending………………………………….26
b. Saluran primer………………………………………………..27
c. Saluran sekunder……………………………………………..28
d. Tampang saluran……………………………………………..28
BAB IV…………………………………………………………………………..31
D. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN……………………..31
a. Sumber air……………………………………………………31
b. Metode pemberian air irigasi dan drainasi…………………...32

2
c. Sistem saluran ……………………………………………….33
d. Macam bangunan pelengkap………………………………...33
e. Kebutuhan pengairan………………………………………...34
f. Urutan pekerjaan perencanaan……………………………....35
BAB V…………………………………………………………………………..39
E. HITUNGAN KLIMITOLOGI……………………………………...39
BAB VI………………………………………………………………………....41
F. HITUNGAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL……………...41
BAB VII……………………………………………………………………..…42
G. MENGHITUNG KEBUTUHAN AIR……………………………..42
BAB VIII……………………………………………………………………….43
H. MENGHITUNG REDUKSI VARIASI……………………………43
BAB IX………………………………………………………………………....44
I. MENGHITUNG KAPASITASSALURAN………………………..44
BAB X………………………………………………………………………….49
J. HITUNGAN BANGUNAN TERJUNAN…………………………49
BAB XI………………………………………………………………………...51
K. VOLUME GALIAN DAN TIMBUNAN…………………………51
PEMBAHASAN………………………………………………………………58
KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………..59

3
BAB I
PENDAHULUAN

Pada zaman dahulu, air relatif belum menimbulkan masalah karena secara
kuantitatif dan kualitatif, air masih baik atau sehat sehingga masih dapat
memenuhi keperluan kebutuhan air untuk umat manusia. Hal ini disebabkan
kebutuhan masyarakat terhadap air masih sangat terbatas dan air belum tercemar
oleh aktivitas manusia seperti pembuangan air limbah keluarga, limbah pabrik
yang dibuang ke sungai tanpa melalui proses pengolahan air limbah. Pada saat itu
air mudah didapat dan tidak sebagai barang ekonomis.
Dengan meningkatnya jumlah penduduk pada saat ini, semakin bertambah
pula kebutuhan air baik dalam segi jumlah ataupun kualitasnya. Oleh karena itu,
diperlukan suatu pengaturan agar memenuhi kebutuhan air dalam berbagai
bidang, waktu, tempat dan jumlahnya dapat dicapai serta dipertahankan dengan
baik sehingga kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat dapat tercipta dan
terpelihara.
Ketersediaan dan kebutuhan air adalah suatu dasar yang melatarbelakangi
tumbuhnya Ilmu Irigasi, khususnya untuk mengatasi kebutuhan air bagi lahan-
lahan persawahan di Indonesia.
Cara penyediaan air irigasi dan cara pemberian yang jitu hanya dapat
diketahui melalui suatu kajian yang cermat pada masalah-masalah irigasi, dengan
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan kegiatan-kegiatan
penyediaan dan pemberian air secara efektif dan efisien. Masalah yang sering
dijumpai untuk wilayah Indonesia yaitu memiliki keragaman distribusi ruang dan
waktu.
Distribusi ruang dari jumlah air, kualitas air dan jumlah air. Kualitas air dan
kebutuhan air bersifat dinamis. Distribusi tersebut selalu membutuhkan rumusan
ulang pada periode tertentu karena adanya perkembangan sarana penyediaan air.
Pertentangan kepentingan dalam penggunaan sumber daya air, memerlukan
penyelesaian terpadu. Sehingga pertentangan kepentingan tersebut berpengaruh
pada penyelesaian persoalan irigasi. Di dalam aspek irigasi itu sendiri, Indonesia

4
memiliki beragam persawahan, perkebunan, pekarangan, lahan kering, lahan
rawa, daerah padang rumput dibeberapa pulau dan sebagainya.
Beberapa hal yang merupakan dasar pemikiran dalam mengatur kebutuhan
air bagi manusia adalah sebagai berikut :
1. Air merupakan salah satu unsur utama dalam kehidupan manusia serta
sangat penting dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.
2. Kemajuan tingkat kehidupan manusia dan budaya suatu bangsa
berhubungan langsung dengan kemampuan bangsa tersebut dalam menjaga
kelestarian, mengembangkan serta memanfaatkan sumber air yang dimiliki.
3. Walaupun air dapat dijumpai di setiap tempat, tetapi secara kuantitatif
masih sangat terbatas. Demikian juga halnya apabila dilihat dari segi
ketersediaannya menurut waktu dan musim dan letak geografi suatu tempat.
Selain itu kualitas air sering tidak sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu
sangat mustahil kebutuhan manusia akan air dapat terpenuhi dengan baik
apabila tidak dilakukan pengolahan air secara baik. Tetapi ada suatu hal yang
menguntungkan, yaitu bahwa air merupakan kekayaan alam yang tidak dapat
hilang dan akan dapat kembali sesuai dengan siklus hidrologinya.
4. Meskipun air sangat berguna bagi kehidupan manusia dan
kesejahteraannya, air dapat juga menjadi musuh utama bagi manusia yang
dapat mengancam kelangsungan hidup manusia. Oleh karena itu, kita harus
selalu berusaha agar air dapat berperan sebagai unsur yang bermanfaat yang
akan menjadikan kehidupan kita lebih baik.
Adapun program pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengairan yang
diambil sejak Pelita I berlandaskan pada :
1. Masalah Penduduk.
2. Masalah Pangan.
3. Pengembangan Industri.
4. Penyediaan air minum, penggelontoran kota.
5. Dan sebagainya.

5
BAB II
PENGAIRAN

2. 1. Arti Pengairan
Ilmu pengairan atau teknik irigasi adalah merupakan cabang dari ilmu
pengetahuan bidang ilmu teknik sipil yang khususnya mempelajari tentang
pengairan atau teknik irigasi untuk kebutuhan umat manusia.
Dalam arti umum pengairan adalah suatu usaha untuk mengatur dan
memanfaatkan air yang mencakup bidang-bidang irigasi, drainasi, reklamasi,
kolmatasi, pengaturan dan pengendalian banjir.
Dalam arti khusus pengairan adalah suatu usaha untuk mengatur dan
memanfaatkan air yang tersedia baik dari sungai maupun dari sumber air yang
lain dengan menggunakan sistem tata saluran untuk kepentingan pertanian.
Adapun sistem tata saluran untuk kepentingan pertanian yang dimaksud
meliputi :
a. Bangunan-bangunan dan saluran-saluran untuk mengalirkan air yang tersedia
yang diperlukan untuk pertanian.
b. Bangunan-bangunan dan saluran-saluran untuk membagi-bagikan air ke lahan
pertanian.
c. Bangunan-bangunan dan saluran-saluran untuk membuang air yang telah
dipergunakan.

2. 2. Tujuan Penelitian
2. 2. 1. Tujuan Pokok
1. Membasahi tanah untuk kebutuhan pertanian.
Membasahi tanah adalah memberi air pada lahan pertanian agar dicapai suatu
kondisi tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Adapun kebutuhan air bagi
tanaman :
- Perlu unsur hara.
- Bahan pembentuk badan tanaman.
- Memungkinkan terjadinya proses biokimia yang dapat mengubah zat-zat
tertentu menjadi bahan makanan.

6
2. Mengatur suhu tanah
Air yang masuk ke lahan bisa menjadi pengatur terhadap keseimbangan
suhu tanah yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Dengan
adanya air diharapkan suhu tanah menjadi stabil dan toleransinya tidak terlalu
besar. Misalnya pada suatu daerah suhu tanah terlalu tinggi dan tidak sesuai untuk
pertumbuhan tanaman maka suhu tanah dapat disesuaikan dengan cara
mengalirkan air yang bertujuan merendahkan suhu tanah.
3. Membersihkan tanah
Seringkali akibat pestisida yang berlebihan mengakibatkan tanah mendapatkan
zat-zat yang merugikan pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, perlu adanya
upaya membersihkan zat-zat racun tersebut. Dalam hal ini pengairan dapat
berfungsi sebagai pembersih tanah pertanian dari racun atau unsur-unsur yang
merugikan tanaman, serta untuk menghilangkan tumbuh-tumbuhan yang tidak
dikehendaki. Dalam perkembangan selanjutnya dapat dipakai untuk mengurangi
atau menghilangkan pengaruh air asin di daerah pantai.
Dilakukan pada tanah yang tidak subur akibat adanya unsur-unsur racun dalam
tanah. Salah satu usaha misalnya, penggenangan air di sawah untuk melarutkan
unsur-unsur berbahaya tersebut kemudian air genangan dialirkan tempat
pembuangan.
4. Memupuk tanah
Kelangsungan optimalisasi pertumbuhan yang baik, selain membutuhkan
pemeliharaan yang baik, tanaman memerlukan tambahan zat-zat tumbuh yang
biasa didapat dari pupuk kandang maupun pupuk buatan (pemupukan). Maksud
memupuk tanah dalam pengairan adalah mengairi lahan pertanian dengan air yang
mengandung unsur-unsur hara yang diperlukan untuk kelangsungan hidup
tanaman. Unsur-unsur hara yang diperlukan oleh tanaman terkandung dalam
lumpur yang dibawa oleh air yamg dialirkan ke lahan pertanian. Dalam
perencanaan irigasi perlu diperhatikan hal-hal berikut :
- Bentuk-bentuk saluran.
- Sistem pengairan.
- Keadaan daerah yang dialiri.
- Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas sedapat mungkin diusahakan

7
- Aliran air melalui sumber air yang kaya akan unsur hara.
- Kecepatan aliran air ditempat pemupukan agak rendah, dengan membuat
selandai mungkin saluran-saluran sekunder, sehingga unsur-unsur hara yang
terbawa dapat mengendap.
- Memberantas hama
Optimalisasi pertumbuhan tanaman tidak akan seimbang dan biasa rusak
jika tanaman diserang oleh hama tanaman. Hama itu bisa berwujud walang sangit,
ulat, tikus, dan sebagainya. Sebagai contoh untuk memberantas hama di dalam
pertanian khususnya hama tikus, dapat diberantas dengan cara menggenangi
sawah (liang tikus), sehingga liang tikus terendam dan tikus keluar. Dengan cara
ini maka tikus lebih mudah dibunuh.
6. Mengatur tinggi muka air tanah
Pengairan dengan tujuan mengatur tinggi muka air dapat dilakukan bila air tanah
di areal pertanian terlalu rendah. Sebagaimana diketahui air dalam tanah naik ke
permukaan tanah (lapisan di atasnya) secara kapiler. Pada air tanah yang rendah
aliran kapilernya tidak dapat mencapai daerah akar tanaman, akibatnya akar-akar
tanaman tidak dapat menyerap air. Sebagai contoh, dengan perembesan melalui
dinding-dinding saluran, permukaan air tanah dapat dipertinggi dan
memungkinkan tanaman untuk mengambil air melalui akar-akar meskipun
permukaan tanah tidak dibasahi.
7. Mengatur pembagian air untuk irigasi
Seperti diketahui bahwa tanaman dalam setiap masa pertumbuhannya
memerlukan air yang berbeda. Untuk itu perlu diatur pembagian air sesuai
kebutuhan pada masa tumbuhan.
8. Membersihkan buangan air kota
Dengan menggunakan prinsip pengenceran air buangan, karena limbah dan air
buangan yang sering kali masuk ke saluran irigasi membahayakan pertumbuhan
tanaman. Hal ini dilakukan jika terdapat air yang mengandung zat-zat kimia yang
beracun yang berasal dari daerah kota atau limbah industri.
Kolmatasi
Yaitu menimbun tanah-tanah rendah dengan jalan mengalirkan air
berlumpur dan akibat endapan lumpur tanah rendah tersebut menjadi cukup tinggi

8
sehingga genangan yang terjadi selanjutnya tidak terlampau dalam, kemudian
dimungkinkan adanya usaha pertanian.

2. 2. 2. Tujuan khusus untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan :


1. Air minum dan air rumah tangga.
2. Untuk menyehatkan lingkungan.
3. Perikanan dan peternakan.
4. PLTA dan industri.
5. Pertanian.
6. Usaha perkotaan.
7. Peribadatan, dll.

2. 3. Sumber Air Pengairan


Air untuk keperluan pengairan dapat diambil dari berbagai
sumber,diantaranya :
2. 3. 1. Curah hujan
a. Bersifat tidak konstan dan sulit untuk diramalkan.
b. Tidak mengandung unsur hara atau mineral.
c. Tidak dapat dikuasai.
d. Murah.
2. 3. 2. Air Tanah
a. Jumlah relatif sedikit.
b. Banyak mengandung mineral.
c. Suhu konstan.
d. Cocok untuk suplai saja dan bukan merupakan sumber utama untuk pengairan.
e. Mahal.
2. 3. 3. Air Sungai
a. Relatif konstan.
b. Tidak banyak mengandung mineral.
c. Suhu lebih rendah dari suhu atmosfer.
d. Dapat dikuasai.
e. Dapat digunakan sebagai sumber pengairan.

9
f. Mahal.
g. Biasanya tercemar.
2. 3. 4. Air Waduk
a. Konstan.
b. Mengandung unsur hara atau mineral berkurang.
c. Dapat dikuasai.
d. Dapat digunakan sebagai sumber pengairan.
e. Mahal.
f. Berfungsi multi purpose.
2. 4. Cara Pemberian Air Pengairan
Secara garis besar dapat dibedakan menjadi 3 cara, yaitu: pemberian lewat
permukaan tanah, pemberian air langsung ke bawah permukaan, dengan
penyiraman yang dapat dilakukan dengan pancaran ataupun tetesan.
Cara pemberian air dalam praktek irigasi berbeda-beda tergantung dari kondisi
tanah, topografi, ketersedian air, jenis tanaman, iklim, kebiasaan petani, dll.
2. 4. 1. Pemberian air lewat permukaan
a. Peluapan penggenangan bebas
Air diberikan pada areal irigasi dengan jalan penguapan untuk penggenangan
meliputi daerah luas yaitu daerah pada kanan kiri sungai yang relatif
mempunyai permukaan datar. Pemberian air ini dilakukan pada waktu banjir
(air tinggi) dimana air diberi kesempatan meluap kekanan-kiri sungai,
penggenangan ini berlangsung bebas, menurut keadaan alam, berarti tidak
dikendalikan.
b. Peluapan penggenangan yang terkendalikan
Efisiensi pemberian air dengan cara peluapan penggenangan bebas hanya
rendah, jika untuk keadaan air dengan air yang tersedia tidak berlimpah, maka
dipakai cara peluapan penggenangan, tapi penggenangan itu dikendalikan. Cara
yang umum yang dipakai adalah penggunaan parit pemberi, kemudian dari parit
pada satu sisi suatu petak sawah, air dimasukkan ke petak tersebut melalui peluap-
peluap khusus yang telah ditentukan letaknya maupun ukurannya.
c. Sistem Kalenan

10
Dalam hal ini, penggenangan hanya diberikan pada kalenan-kalenan yang
umumnya dibuat dengan arah sejajar dengan lajur-lajur tanaman. Untuk
memberikan air dari parit pemberi pada kalenan-kalenan sebaiknya memakai
pipa-pipa atau menggunakan “level”.
d. Dengan petak penggenangan atau cekungan-cekungan
Cara ini umumnya hanya dipakai untuk mengairi tanaman buah-buahan,
kadang-kadang dibuat suatu petak penggenangan dengan satu petak berisi tiga
atau empat batang, tetapi dapat juga untuk tiap-tiap batang memiliki sendiri satu
cekungan air seperti gambar sketsa dibawah. Pengairan air ke petak penggenangan
atau ke cekungan-cekungan umumnya dengan sistem pengaliran lewat saluran
terbuka.
2. 4. 2. Pemberian air melalui bawah permukaan
Cara ini sering juga disebut pemberian air dengan cara resapan. Memang
pada tempat-tempat tertentu keadaan tanah asli dan keadaan topografi sesuai
untuk pemakaian cara ini. Cara yang dipakai bisa dengan sistem saluran terbuka,
dan air meresap ke kanan-kiri melalui dinding-dinding saluran. Umumnya pada
cara ini air diberikan pada tanah dibawah zona perakaran, di atas muka air tanah.
Oleh daya kapiler lengas tanah digerakkan memasuki zone perakaran dan dapat
dimanfaatkan oleh tanaman. Selain memakai cara resapan dengan saluran terbuka
seperti gambar diatas, kadang-kadang dipakai cara resapan dengan menggunakan
pipa-pipa yang dipasang di bawah permukaan tanah. Pipa yang digunakan adalah
pipa berevaporasi, atau pipa yang diberi lubang-lubang kecil tertentu, selanjutnya
kedalaman letak pipa diatur sesuai jenis tanah dan jenis tanaman, demikian pula
jarak antara pipa disesuaikan dengan keperluan bagi masing-masing tempat.
2. 4. 3. Pemberian air dengan penyiraman
a. Dengan pemancaran
Cara ini sering disebut “sprinkler irrigation”. Prinsip yang digunakan
yaitu memancarkan air ke udara, kemudian air yang dipancarkan tersebut jatuh ke
permukaan tanah menyerupai hujan. Cara pancaran ini mempunyai berbagai
variasi, antara lain penggunaan pipa berevaporasi dan penggunaan alat pancar
yang bisa berputar. Alat pancar kadang-kadang diletakkan diatas suatu kereta dan
bisa dibawa berpindah-pindah, maksudnya untuk memberikan penyiraman yang

11
merata. Pada penggunaan alat pancar tetap, jarak antara pipa-pipa dan jarak antara
lubang-lubang diatur, agar terjamin kemerataan penyiraman.
Jarak pancar tentu saja tergantung dari besarnya tekanan, jadi makin besar
tekanan, untuk lubang yang sama berarti makin jauh jarak pancarnya. Cara ini
sampai sekarang belum dipakai secara luas pada praktek-praktek irigasi di
Indonesia.
b. Dengan cara tetesan
Cara ini sering disebut “trickle irrigation”, atau kadang-kadang disebut “drip
irrigation”. Sistem yang digunakan memakai pipa-pipa dan pada tempat-tempat
tertentu diberi perlengkapan untuk jalan keluarnya air menetes pada tanah.
Tempat untuk keluarnya tetes-tetes air tersebut diletakkan sedikit di atas tanah dan
jangan terlampau tinggi.
2. 5. Macam Bangunan pada Jaringan Irigasi atau Sarana Jaringan Irigasi
Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur fungsional
pokok, yaitu :
 Bangunan-bangunan utama (headwork) dimana air diambil dari sumbernya,
umumnya sungai atau waduk.
 Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak-petak
tersier.
 Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan
kolektif ; air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan ke sawah-sawah dan kelebihan air
ditampung di dalam suatu sistem pembuangan di dalam petak tersier.
 Sistem pembuang yang ada di luar daerah irigasi untuk membuang kelebihan
air lebih ke sungai atau saluran-saluran alamiah.
2. 5. 1. Bangunan Utama
Bangunan utama (headwork) dapat didefinisikan sebagai kompleks
bangunan yang direncanakan di dan sepanjang sungai atau aliran air untuk
membelokkan air ke dalam jaringan saluran agar dapat dipakai untuk keperluan
irigasi. Bangunan utama bisa mengurangi kandungan sedimen yang berlebihan,
serta mengukur banyaknya air yang masuk.
Bangunan utama terdiri dari bangunan-bangunan pengelak dengan peredam
energi, satu atau dua pengambilan utama, pintu bilas, kolam olak, dan (jika

12
diperlukan) kantong lumpur, tanggul banjir pekerjaan sungai dan bangunan-
bangunan pelengkap.
Bangunan utama dapat diklasifikasikan ke dalam sejumlah kategori,
bergantung kepada perencanaannya. Berikut ini akan dijelaskan beberapa
kategori.
a. Bendung atau bendung gerak
Bendung (weir) atau bendung gerak (barrage) dipakai untuk meninggikan
muka air sungai sampai pada ketinggian yang diperlukan agar air dapat dialirkan
ke saluran irigasi dan petak tersier. Ketinggian itu akan menentukan luas daerah
yang diairi (command area). Bendung gerak adalah bangunan yang dilengkapi
dengan pintu yang dapat dibuka untuk mengalirkan air pada waktu terjadi banjir
besar dan ditutup apabila aliran kecil. Di Indonesia, bendung adalah bangunan
yang paling umum dipakai untuk membelokkan air sungai untuk keperluan irigasi.
b. Pengambilan bebas
Pengambilan bebas adalah bangunan yang dibuat di tepi sungai yang
mengalirkan air sungai ke dalam jaringan irigasi, tanpa mengatur tinggi muka air
di sungai. Dalam keadaan demikian, jelas bahwa muka air di sungai harus lebih
tinggi dari daerah yang diairi dan jumlah air yang dibelokkan harus dapat dijamin
cukup.
c. Pengambilan dari waduk
Waduk (reservoir) digunakan untuk menampung air irigasi pada waktu
terjadi surflus air di sungai agar dapat dipakai sewaktu-waktu terjadi kekurangan
air. Jadi, fungsi utama waduk adalah untuk mengatur aliran sungai.
Waduk yang berukuran besar sering mempunyai banyak fungsi seperti untuk
keperluan irigasi, tenaga air pembangkit listrik, pengendali banjir, perikanan dan
sebagainya. Waduk yang berukuran lebih kecil dipakai untuk keperluan irigasi
saja.
d. Stasiun pompa
Irigasi dengan pompa bisa dipertimbangkan apabila pengambilan secara
gravitasi ternyata tidak layak dilihat dari segi teknis maupun ekonomis. Pada
mulanya irigasi pompa hanya memerlukan modal kecil, tetapi biaya
eksploitasinya mahal.

13
2. 5. 2. Jaringan irigasi
a. Saluran irigasi
1. Jaringan irigasi utama
 Saluran primer membawa air dari jaringan utama ke saluran sekunder dan ke
petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada
bangunan bagi yang terakhir, lihat juga Gambar 2.1.
 Saluran sekunder membawa air dari saluran primer ke petak-petak tersier yang
dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung saluran ini adalah pada
bangunan sadap terakhir.
 Saluran pembawa membawa air irigasi dari sumber air lain (bukan sumber
yang memberi air pada bangunan utama proyek) ke jaringan irigasi primer.
 Saluran muka tersier membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak tersier
yang terletak di seberang petak tersier lainnya. Saluran ini termasuk dalam
wewenang dinas irigasi dan oleh sebab itu pemeliharaannya menjadi tanggung
jawabnya.
2. Jaringan saluran irigasi tersier
Saluran tersier membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan utama ke
dalam petak tersier lalu ke saluran kuarter. Batas ujung saluran ini adalah boks
bagi kuarter yang terakhir.
 Saluran kuarter membawa air dari boks bagi kuarter melalui bangunan sadap
tersier atau parit sawah ke sawah-sawah.

b. Saluran pembuang
1. Jaringan saluran pembuang tersier
Saluran pembuang kuarter terletak di dalam satu petak tersier, menampung
air langsung dari sawah dan membuang air tersebut ke dalam saluran pembuang
tersier.
Saluran pembuang tersier terletak di dan antara petak-petak tersier yang
termasuk dalam unit irigasi sekunder yang sama dan menampung air, baik dari
pembuang kuarter maupun dari sawah-sawah. Air tersebut dibuang ke dalam
jaringan pembuang sekunder.

14
b. 2. Jaringan saluran pembuang utama
 Saluran pembuang sekunder menampung air dari jaringan pembuang tersier
dan membuang air tersebut ke pembuang primer atau langsung ke jaringan
pembuang alamiah dan ke luar daerah irigasi.
 Saluran pembuang primer mengalirkan air lebih dari saluran pembuang
sekunder ke luar daerah irigasi. Pembuang primer sering berupa saluran
pembuang alamiah yang mengalirkan kelebihan air tersebut ke sungai, anak
sungai atau ke laut.

2. 5. 3. Bangunan bagi dan sadap


a. Bangunan bagi terletak di saluran primer dan sekunder pada suatu titik
cabang dan berfungsi untuk membagi aliran antara dua saluran atau lebih.
b. Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder ke
saluran tersier penerima.
c. Bangunan bagi dan sadap mungkin digabung menjadi satu rangkaian
bangunan.
d. Boks-boks bagi di saluran tersier membagi aliran untuk dua saluran atau lebih
(tersier, subtersier dan / atau kuarter).

2. 5. 4. Bangunan-bangunan pengukur dan pengatur


Aliran akan diukur di hulu (udik) saluran primer, di cabang saluran jaringan
primer dan di bangunan sadap sekunder maupun tersier. Peralatan ukur dapat
dibedakan menjadi alat ukur aliran-atas bebas (free overflow) dan alat ukur aliran
bawah (underflow). Beberapa dari alat-alat pengukur dapat juga dipakai untuk
mengatur aliran air.
Peralatan berikut dianjurkan pemakaiannya:
 Di hulu saluran primer
Untuk aliran besar alat ukur ambang lebar dipakai untuk pengukuran dan
pintu sorong atau radial untuk pengatur.
 Di bangunan bagi / bangunan sadap sekunder

15
Pintu Romijn dan pintu Crump-de Gruyter dipakai untuk mengukur dan
mengatur aliran. Bila debit terlalu besar, maka alat ukur ambang lebar dengan
pintu sorong atau radial bisa dipakai seperti untuk saluran primer.
 Bangunan sadap tersier
Untuk mengatur dan mengukur aliran dipakai alat ukur Romijn atau jika
fluktuasi di saluran besar dapat dipakai alat ukur Crump-de Gruyter. Di
petak-petak tersier kecil di sepanjang saluran primer dengan tinggi muka air
yang bervariasi, dapat dipertimbangkan untuk memakai bangunan sadap pipa
sederhana.

2. 5. 5. Bangunan pengatur muka air


Bangunan-bangunan pengatur muka air mengatur/mengontrol muka air di
jaringan irigasi utama sampai batas-batas yang diperlukan untuk dapat
memberikan debit yang konstan kepada bangunan sadap tersier.
Bangunan pengatur mempunyai potongan pengontrol aliran yang dapat
disetel atau tetap. Untuk bangunan-bangunan pengatur yang dapat disetel
dianjurkan untuk menggunakan pintu (sorong, radial atau lainnya).
Bangunan-bangunan pengatur diperlukan di tempat-tempat di mana tinggi
muka air di saluran dipengaruhi oleh bangunan terjun atau got miring (chute).
Untuk mencegah meninggi atau menurunnya muka air di saluran, dipakai
mercu tetap atau celah kontrol trapesium (trapezodial notch).
2. 5. 6. Bangunan pembawa
Bangunan-bangunan pembawa membawa air dari ruas hulu ke ruas hilir
saluran. Aliran yang melalui bangunan ini bisa superkritis atau sub kritis.
Bangunan pembawa dengan aliran superkritis
Bangunan pembawa dengan aliran superkritis diperlukan di tempat-tempat di
mana lereng medannya lebih curam daripada kemiringan maksimum saluran.
a. 1. Bangunan terjun
Dengan bangunan terjun, menurunnya muka air (dan tinggi energi) dipusatkan
disatu tempat. Bangunan terjun bisa memiliki terjun tegak atau terjun miring.
Jika perbedaan tinggi energi mencapai beberapa meter, maka konstruksi got
miring perlu dipertimbangkan.

16
a. 2. Got miring
Daerah got miring dibuat apabila trase saluran melewati ruas medan dengan
kemiringan yang tajam dengan jumlah perbedaan tinggi energi yang besar. Got
miring berupa potongan saluran yang diberi pasangan (lining) dengan aliran
superkritis, dan umumnya mengikuti kemiringan medan alamiah.
b. Bangunan pembawa dengan aliran subkritis
b. 1. Gorong-gorong
Gorong-gorong dipasang di tempat-tempat dimana saluran lewat di bawah
bangunan (jalan, rel kereta api) atau apabila pembuang lewat di bawah saluran.
Aliran di dalam gorong-gorong umumnya aliran bebas.
b. 2. Talang
Talang dipakai untuk mengalirkan air irigasi lewat di atas saluran
lainnya, saluran pembuang alamiah atau cekungan dan lembah-lembah. Aliran
di dalam talang adalah aliran bebas.
b. 3. Sipon
Sipon dipakai untuk mengalirkan air irigasi dengan menggunakan gravitasi
di bawah saluran pembuang, cekungan, anak sunagi atau sungai. Sipon juga
dipakai untuk melewatkan air di bawah jalan, jalan kereta api, atau bangunan-
bangunan yang lain. Sipon merupakan saluran tertutup yang direncanakan
untuk mengalirkan air secara penuh dan sangat dipengaruhi oleh tinggi tekan.
b. 4. Jembatan Sipon
Jembatan sipon adalah saluran tertutup yang bekerja atas dasar tinggi
tekan dan dipakai untuk mengurangi ketinggian bangunan pendukung di atas
lembah yang dalam.
b. 5. Flum (Flume)
Ada beberapa tipe flum yang dipakai untuk mengalirkan air irigasi
melalui situasi-situasi medan tertentu, misalnya:
Flum tumpu (bench flume), untuk mengalirkan air di sepanjang lereng bukit yang
curam.
 Flum elevasi (elevated flume), untuk menyeberangkan air irigasi lewat di atas
saluran pembuang atau jalan air lainnya.

17
 Flum, dipakai apabila batas pembebanan tanah (right of way) terbatas atau jika
bahan tanah tidak cocok untuk membuat potongan melintang saluran
trapesium biasa.
Flum mempunyai potongan melintang berbentuk segi empat atau setengah bulat.
Aliran dalan flum adalah aliran bebas.
b. 6. Saluran tertutup
Saluran tertutup dibuat apabila trase saluran terbuka melewati suatu
daerah di mana potongan melintang harus dibuat pada galian yang dalam
dengan lereng-lereng tinggi yang tidak stabil. Saluran tertutup juga dibangun di
daerah-daerah permukiman dan di daerah-daerah pinggiran sungai yang
terkena luapan banjir. Bentuk potongan melintang saluran tertutup atau saluran
gali-dan-timbun adalah segi empat atau bulat. Biasanya aliran di dalam saluran
tertutup adalah aliran bebas.
b. 7. Terowongan
Terowongan dibangun apabila keadaan ekonomi/anggaran
memungkinkan untuk saluran tertutup guna mengalirkan air melewati bukit-
bukit dan medan yang tinggi. Biasanya aliran di dalam terowongan adalah
aliran bebas.

2. 5. 7. Bangunan lindung
Bangunan lindung diperlukan untuk melindungi saluran baik dari dalam
maupun dari luar. Dari luar bangunan itu memberikan perlindungan terhadap
limpasan air buangan yang berlebihan dan dari dalam terhadap aliran saluran
yang berlebihan akibat kesalahan eksploitasi atau akibat masuknya air dari luar
saluran.
a. Bangunan pembuang silang
Gorong-gorong adalah bangunan pembuang si;ang yang paling umum
digunakan sebagi lindungan-luar.
Sipon dipakai jika saluran irigasi kecil melintas saluran pembuang yang
besar. Dalam hal ini, biasanya lebih aman dan ekonomis untuk membawa air
irigasi dengan sipon lewat dibawah saluran pembuang tersebut.

18
Overchute akan direncana jika elevasi dasar saluran pembuang di sebelah
hulu saluran irigasi lebih besar daripada permukaan air normal di saluran.
b. Pelimpah (Spillway)
Ada tiga tipe lindungan-dalam yang umum dipakai, yaitu saluran pelimpah,
sipon pelimpah dan pintu pelimpah otomatis. Pengatur pelimpah diperlukan
tepat di hulu bangunan bagi, di ujung hilir saluran primer atau sekunder dan
di tempat-tempat lain yang dianggap perlu demi keamanan jaringan.
Bangunan pelimpah bekerja otomatis dengan naiknya muka air.
c. Bangunan penguras (wasteway)
Bangunan penguras, biasanya dengan pintu yang dioperasikan dengan tangan,
dipakai untuk mengosongkan seluruh ruas saluran bila diperlukan. Untuk
mengurangi tingginya biaya, bangunan ini dapat digabung dengan bangunan
pelimpah.
d. Saluran pembuang samping
Aliran buangan biasanya ditampung di saluran pembuang terbuka yang
mengalir paralel di sebelah atas saluran irigasi. Saluran-saluran ini membawa
air ke bangunan pembuang silang atau jika debit relatif kecil dibanding aliran
air irigasi, ke dalam saluran irigasi itu melalui lubang pembuang.

2. 5. 8. Jalan dan jembatan


Jalan-jalan inspeksi diperlukan untuk inspeksi, eksploitasi dan pemeliharaan
jaringan irigasi dan pembuang oleh Dinas Pengairan. Masyarakat boleh
menggunakan jalan-jalan inspeksi ini untuk keperluan-keperluan tertentu saja.
Apabila saluran dibangun sejajar dengan jalan umum didekatnya, maka tidak
diperlukan jalan inspeksi di sepanjang ruas saluran tersebut. Biasanya jalan
inspeksi terletak di sepanjang sisi saluran irigasi. Jembatan dibangun untuk
saling menghubungkan jalan-jalan inspeksi dengan jalan umum.

2. 5. 9.Bangunan pelengkap
Tanggul-tanggul diperlukan untuk melindungi daerah irigasi terhadap banjir
yang berasal dari sungai atau saluran pembuang yang besar. Pada umumnya

19
tanggul diperlukan di sepanjang sungai di sebelah hulu bendung atau di
sepanjang saluran primer.
Fasilitas-fasilitas eksploitasi diperlukan untuk eksploitasi jaringan irigasi
secara efektif dan aman. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain meliputi : kantor-
kantor di lapangan, bengkel, perumahan untuk staf irigasi, jaringan
komunikasi, patok hektometer, papan eksploitasi, papan duga dan sebagainya.

Bangunan-bangunan pelengkap yang dibuat di dan sepanjang saluran meliputi :


a. Pagar, rel pengaman dan sebagainya, guna memberikan pengaman sewaktu
terjadi keadaan-keadaan gawat.
b. Tempat-tempat cuci, tempat mandi ternak dan sebagainya, untuk memberikan
sarana untuk mencapai air di saluran tanpa merusak lereng.
c. Kisi-kisi penyaring untuk mencegah tersumbatnya bangunan (sipon dan
goromg-gorong panjang) oleh benda-benda hanyut.
d. Jembatan-jembatan untuk keperluan penyeberangan bagi penduduk.
2. 6. Kebutuhan Air Pengairan
2. 6. 1. Pengaruh Kebutuhan Air
1. Kebutuhan air sungai ditentukan oleh:
 Macam tanah dan struktur tanah.
 Jenis tanaman.
 Tujuan dan cara pengairan.
 Dalamnya air tanah.
 Sistem giliran dan pembagian golongan yang dipakai.
 Cara pengolahan tanah.
 Konfigurasi air tanah.
2. Pemakaian tanah
Adapun air bagi tanaman dipakai untuk:
 Kebutuhan untuk melangsungkan metabolisme atau mempertahankan hidup.
 Kebutuhan untuk pertumbuhan.
 Kebutuhan untuk produksi.
3. Kebutuhan Air Primer

20
Yaitu kebutuhan air bagi tanaman tiap satuan dari daerah penanaman yang
penentuannya berdasarkan:
 Pada musim hujan dianggap semua lahan ditanami padi.
 Jika areal ditanami tebu, luas areal dikurangi dengan areal tersebut.
 Memperhitungkan kehilangan air hujan dan kemungkinan adanya giliran.
 Keadaan iklim.
 Curah hujan.
 Keadaan cuacanya.
 Penguapan.
 Memperhitungkan kehilangan air akibat:
1. Eksploitasi yang kurang sempurna.
2. Daerah datar, miring dan bergelombang
2. 7. Syarat-syarat Susunan Petak Pengairan
Setiap bidang tanah harus dapat menerima air dengan sebaik-baiknya, maka perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Luas petak sedapat mungkin diseragamkan.
b. Pemberian air untuk suatu petak tersier harus melalui satu tempat yang dapat
diukur dan diatur dengan baik.
c. Batas petak tersier harus jelas dan tegas.
d. Semua sawah dalam petak tersier itu harus dapat menerima air dari tempat
pemberian air.
e. Petak tersier diharapkan merupakan satu kesatuan yang dimiliki satu desa saja.
f. Kelebihan air yang tidak berguna harus dapat dibuang dengan melalui saluran
drainasi yang terpisah dengan saluran pemberi.
g. Batas-batas petak tersier diusahakan menggunakan batas alam.

2. 8. Satuan Air Pengairan dan Satuan Luas Petak


Satuan air pengairan adalah satuan volume tiap satuan luas petak dalam selang
waktu tertentu, atau satuan yang menyatakan debit air untuk melayani suatu
satuan luas. Umumnya dinyatakan dalan liter/detik/hektar atau dalam satuan
meter3/detik/hektar. Satuan luas petak adalah satuan luas areal yang dapat dialiri
oleh debit tertentu. Satuan ini dinamakan “duty of water”, banyak digunakan di

21
Amerika Serikat, umumnya dinyatakan dalam second foot atau dalam acre (1acre
= 4074). Satuan luas petak yang biasa digunakan di Indonesia adalah ha (hektar),
1ha = 10.000 m2.

2. 9. Pemberian Secara Giliran


Pada pemberian air secara bergiliran permulaan tanaman tidak serentak tetapi
bergiliran menurut jadwal, dengan maksud penggunaan air dengan efisien,
sehingga memperkecil kapasitas saluran pembawa dan sering sekali untuk
pelayanan irigasi menurut variasi debit yang tersedia pada tempat penangkap
pasir.
2. 9. 1 Giliran Bebas
Giliran bebas timbul karena keadaan sosial ekonomi masyarakat, terbatasnya
tenaga kerja, kurangnya alat pertanian yang seringkali dipengaruhi oleh kebiasaan
penduduk setampat. Giliran tidak disengaja namun menimbulkan keuntungan
bahwa banyaknya aliran maksimum untuk seluruh daerah menjadi lebih sedikit,
pintu-pintu air menjadi kecil, terutama keuntungan ini terasa pada awal dan akhir
musim hujan, karena persediaan air berangsur-angsur berkurang sehingga sesuai
dengan kebutuhan pada giliran tersebut.
2. 9. 2 Giliran Tekhnis
Giliran tekhnis digolongkan menjadi 3 yaitu:
a. Giliran tekhnis dengan petak tersier utuh.
b. Giliran tekhnis dengan petak terbagi.
c. Giliran tekhnis dengan giliran kompleks.
Timbulnya disengaja atau diatur dengan maksud untuk menyesuaikan kebutuhan
air dengan air yang tersedia. Cara giliran tekhnis diusahakan agar direduksi
sebesar-besarnya tetapi mencapai produksi semaksimal mungkin.

2. 10. Pengolahan Air pada Tingkat Tersier


Dalam pengolahan air pada tingkat tersier diperlukan syarat-syarat sebagai
berikut:
a. Adanya data kebutuhan air bagi tanaman dan adanya data curah hujan yang
cukup.

22
b. Pengelompokkan petak kwarter dalam petak-petak tersier perlu diatur secara
baik.
c. Para petani pemakai air harus sudah aktif menjadi nilai ekonomis air irigasi dan
memiliki rasa tanggung jawab bersama.

2. 11. Sistem Saluran


2. 11. 1. Saluran punggung
Artinya:
 Terletak pada punggung topografi.
 Jalannya menyilang tegak lurus tranche.
Saluran yang biasanya berupa saluran sekunder yang maksudnya agar kita dapat
mengairi sawah di kedua lerengnya.
2. 11. 2. Saluran Tranche
Saluran ini jalannya hampir sejajar dengan garis tranche. Saluran yang biasanya
saluran tranche adalah saluran primer. Pembuatan saluran yang searah dengan
garis supaya sawah yang diairi lebih luas.
Kebaikan saluran tranche:
1. Kemiringan saluran kecil atau bisa diatur sesuai dengan kebutuhan.
2. Tidak diperlukan bangunan pematah energi.
Kelemahan saluran tranche:
1. Saluran ini melewati lembah, sehingga perlu bangunan pelengkap seperti:
talang, siphon, gorong-gorong, dan bahkan sering memotong aliran sungai.
Saluran harus berliku-liku dan panjang sekali, karena harus mengikuti arah
tranche.

BAB III
PERENCANAAN

23
BAB III
PERENCANAAN

Lahan pertanian adalah suatu lahan yang dipakai untuk menanam berbagai
macam tanaman pokok seperti : padi, palawija, dan lain-lain. Kebutuhan yang
semakin besar akan makanan seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang
semakin berkembang, melampaui jumlah ketersediaan jumlah makanan yang
bertambah secara aritmatikal. Hal ini membutuhkan suatu penanganan yang
serius. Penanganan yang dimaksud bisa berwujud program-program ekstensifikasi
maupun intensifikasi pertanian. Intensifikasi pertanian yang salah satunya adalah
pengairan/irigasi menjadi mutlak untuk mendapatkan perhatian secara sungguh-
sunggguh.
Untuk pengembangan suatu daerah menjadi daerah pertanian irigasi
diperlukan sebagai berikut :
a. Peta topografi daerah.
b. Jumlah air yang dapat dimanfaatkan berdasarkan debit sumber air.
c. Keadaan air terutama menyangkut kualitasnya.
d. Keadaan tanah daerah pengairan untuk memperkirakan banyaknya air
“Water Avability” dan keseimbangan air “Water Balance”.
e. Kebutuhan air pada areal irigasi (water requirement) sesuai dengan jenis
tanaman, dan pada perencanaan ini didasarkan kebutuhan air pada
tanaman padi.
f. Data klimatologi.
g. Data-data lain yang berhubungan dengan pelaksanaan rencana
pembangunan daerah menjadi daerah irigasi.

3.1. Menentukan Lokasi Bendung


Bendung yang merupakan bangunan penyadap, dibangun dengan menentukan
faktor-faktor sebagai berikut :
a. Tinggi tempat diusahakan agar daerah yang dapat diairi seluas mungkin
sehingga lokasi bendung dipilih daerah yang cukup tinggi.

24
b. Debit air, jika sungai yang dibendung merupakan pertemuan 2 sungai atau
lebih maka bendung diletakan di sebelah hilir titik pertemuan untuk
memperoleh debit yang lebih besar.
c. Kandungan Lumpur, banyaknya Lumpur mempersulit pemeliharaan sehingga
lokasi bendung dipilih daerah yang sungainya belum banyak mengalami
pengotoran.
d. Terjadinya tanah-tanah tandus, dengan dibendungnya aliran sungai debit
disebelah hilir akan berkurang, sehingga memungkinkan daerah sebelumnya
yang terendam air akan menjadi kering.
e. Tanah longsor, umur dari bendung ditentukan oleh pemeliharaan dan keadaan
lingkungannya maka pembangunan bendung ditanah yang mudah longsor
dapat mempengaruhi kekuatan bendung.

3.2. Saluran Primer


Saluran primer atau saluran induk dibuat dengan arah garis trache dan dimulai
dari bangunan penyadap dan bagian awal dibuat saluran penangkap
pasir/lumpur, kemudian bangunan penguras berlubang dengan bangunan
pengambilan, dari bangunan penguras dibuat saluran penguras yang hampir
sejajar dengan sungai untuk memudahkan pengurasan lumpur.
Dalam pembuatan saluran primer hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
a. Panjangnya, diusahakan agar panjang saluran tidak berlebihan karena harus
berkelok-kelok mengikuti garis trache.
b. Saluran primer kemungkinan melewati jurang-jurang atau memotong aliran
sungai, sehingga perlu dipertimbangkan adanya banyak saluran yang harus
dibangun.
c. Untuk mengurangi masuknya air hujan dan longsornya tanah ke dalam saluran
maka pada bagian tepi sungai dibuat saluran penampang/penahan (berm).
d. Dimensi saluran ditentukan berdasarkan banyaknya air yang dibutuhkan
areal irigasi dengan memperhatikan faktor kehilangan air, baik di petak sawah
maupun disepanjang saluran.

25
3.3. Saluran Sekunder
Saluran sekunder dibuat menyilang tegak lurus garis trache dan diletakan pada
punggung topografi, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
a. Saluran sekunder merupakan batas petak tersier sehingga penentuan bentuk
persegi panjang, memanjang ke arah aliran dengan perbandingan 3/2.
b. Menghindari perpotongan aliran sekunder dengan jalan raya, jalan kereta api,
desa dan sebagainya. Jika tidak mungkin potongan dibuat tegak lurus.
c. Bangunan pembagi dan pelengkap disatukan untuk memudahkan operasinya
dan penghematan.
d. Perbedaan tinggi tempat yang besar (kemiringan tanah) memerlukan banyak
terjunan yang akan memperbesar biaya.

3.4. Tampang Saluran


3.4.1.Tampang Memanjang Saluran
Pada saluran primer maupun sekunder dibuat tampang memanjang untuk
mengetahui :
a. Elevasi muka air asli.
b. Elevasi dasar saluran.
c. Panjang saluran yang sesuai dengan panjang daerah irigasi.
d. Elevasi muka air saluran sesuai dengan bentuk tampang saluran.
e. Tinggi timbunan/galian yang maksimum.
f. Tinggi muka air minimum sebagai pengontrol.
g. Jumlah bangunan terjunan yang diperlukan diperhitungkan berdasarkan
tinggi hilang oleh bangunan terjunan sebagai berikut :
 Selisih tinggi karena kemiringan saluran.
 Tinggi yang hilang pada bangunan pembagi.
 Tinggi yang hilang pada alat ukur.
 Selisih tinggi.
 Bangunan pelengkap.
h. Tinggi muka air minimum ditentukan oleh tinggi petak sawah,
genangan, bak pemberi.

26
3.4.2.Tampang Melintang Saluran
Dimensi saluran baik saluran primer maupun saluran sekunder berdasarkan
kebutuhan air maksimum yang diperlukan menurut luas daerah yang diairi.
Untuk saluran primer berdasarkan seluruh daerah irigasi yang dilayani dan
saluran sekunder berdasarkan atas petak tersier yang diairi dengan memperhatikan
banyaknya air yang hilang karena rembesan, bocoran, dan sebagainya tergantung
pada bentuk dan saluran (tampang dan panjang).
Pada perentangan jaringan irigasi banyaknya air yang hilang di saluran
diambil sebagai berikut: Untuk saluran terpanjang diambil 0,675,untuk saluran
terpendek 0,885, diantara keduanya diadakan interpolasi linier.

Tabel.III.1. Penentuan Dimensi Saluran Berdasarkan Klasifikasi Debit


Q = Debit (m3/det) B/h Kemiringan Talud
0,00 – 0,30 1,00 1:1
0,30 – 0,50 1,50 1:1
0,50 – 1,50 2,00 1:1
1,50 – 3,00 2,50 1 : 1,5
3,00 – 4,50 3,00 1 : 1,5
4,50 – 6,00 3,50 1 : 1,5
6,00 – 7,50 4,00 1 : 1,5
7,50 – 9,00 4,50 1 : 1,5
9,00 – 11,00 5,00 1 : 1,5
11,00 – 15,00 6,0 1 : 1,5
15,00 – 25,00 8,0 1 : 2,0
25,00 – 40,00 10,0 1 : 2,0
40,00 – 80,00 12,0 1 : 2,0
\

27
2

Rumus : I =
V dengan R =
A
2

C R P

Keterangan :
V = 0,41 . Q 0,225
= kecepatan aliran (m/det)
Q = kapasitas saluran (m3/det)
I = kemiringan dasar saluran
C = konstanta chezy (45m1/2/det)
A = luas tampang bawah (m)
R = jari-jari hidrolis
P = keliling basah

28
BAB IV
HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN

4.1. Sumber Air


Air untuk keperluan pengairan dapat diambil dari berbagai sumber, misalnya :
sungai, mata air, air tanah, danau, waduk, saluran lalu lintas dan lain sebagainya.
Sedangkan bangunan air dipengaruhi oleh tempat asal pengambilan air tersebut
sehingga perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
4.1.1. Pada sungai :
 Tinggi air tidak tetap.
 Kadar pasir dan Lumpur tidak tetap.
 Debit sungai tidak tetap.
4.1.2. Pada saluran lalu lintas
 Tinggi muka air tidak banyak berubah.
 Air tidak berlumpur maupun berpasir.
4.1.3 Pada mata air
 Debit tetap.
 Air tidak berlumpur.
4.1.4.Pada danau
 Pengambilan air jauh di bawah permukaan air saluran.
 Air tidak berlumpur.
 Debit dapat disesuaikan dengan persediaan.
Agar sawah yang diairi luas maka tempat pengambilan air harus tinggi.

4.2. Metode Pemberian Air Irigasi dan Metode Drainasi


Cara pemberian air irigasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga cara :
4.2.1. Pemberian lewat permukaan :
 Peluapan penggenangan bebas.
 Peluapan penggenangan kembali.
 Sistem kalenan.
 Petak penggenangan atau cekungan-cekungan.

29
4.2.2. Pemberian air langsung ke bawah permukaan
 Dengan pengairan.
 Dengan pancaran sprinkle.
 Dengan tetesan atau drip.
Dalam praktek irigasi kebutuhan drainasi hampir selalu ada walaupun selamanya
pertumbuhan secara terus-menerus. Apabila air berlebihan tidak dibuang
keluar dari areal irigasi dalam waktu tertentu dapat menaikan muka air tanah.
Apabila perakaran sampai terendam maka pertumbuhan tanaman akan
terganggu.
Cara drainasi ini dibagi menjadi dua cara yaitu :
a. Drainasi pada keadaan khusus, disebut juga drainasi bawah tanah, yaitu dengan
memakai pipa-pipa di bawah permukaan tanah.
b. Drainasi umum, yaitu dengan membuat parit serta mengalirkan kelebihan air
dengan prinsip pengaliran pada saluran terbuka. Penentuan kapasitas saluran
drainasi berdasarkan pada hidrologi.
Pada masalah drainasi di pantai mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Kemiringan muka tanah relatif kecil demikian juga dengan kemiringan dasar
sungai.
b. Pasang surut air laut terasa pengaruhnya, kadang-kadang pengaruh tersebut
merupakan faktor dominan yang menyebabkan kesulitan.
c. Adanya rembesan air laut.
d. Seringkali sungai bermeander dan bercabang-cabang.
e. Bentuk sungai tidak stabil.
f. Elevasi muka tanah relatif rendah, beberapa bagian hampir sama dengan muka
air laut rata-rata.

4.3. Sistem Saluran


Pada suatu daerah irigasi teknis sering dijumpai klasifikasi saluran sebagai berikut
:
1. Saluran primer adalah saluran pertama yang mengambil air dari bendung
langsung. Saluran primer melayani daerah irigasi yang merupakan sekumpulan
dari petak-petak sekunder.

30
2. Saluran sekunder adalah cabang pertama dari saluran primer, kapasitasnya
lebih kecil dari saluran primer yang melayani petak sekunder yang terdiri atas
kumpulan petak tersier yang terdiri dari petak-petak kwarter dilayani oleh
saluran kwarter.

4.4. Macam Bangunan Pelengkap


Dalam sistem irigasi dijumpai bangunan pelengkap. Bangunan tersebut adalah :
1. Bangunan pembagi
Bangunan pembagi sederhana yang terdiri dari :
 Box tersier.
 Sub tersier dan kwarter.
Bangunan pembagi pada saluran dan sekunder yang terdiri dari :
 Alat pembendung untuk mengatur tinggi muka air pada saluran besar.
 Perlengkapan untuk jalan air yang melintasi hambatan.
 Konstruksi ini dapat berupa system saluran terbuka maupun system pengairan
tertutup.
 Bagian ini biasanya dilengkapi pintu pengatur debit.
 Konstruksi untuk mengatur debit yang melalui saluran.
2. Saluran pembagi dan drainasi
3. Bangunan pelengkap antara lain:
 Tanggul saluran bangunan pemberi.
 Bangunan pelimpah atau penguras.
 Bangunan terjunan.
 Syphon.
 Talang air dan Gorong-gorong.

4.5. Kebutuhan Pengairan


Definisi kebutuhan air menurut FAO (Food Agricultural Organization)
adalah tabel air yang dibutuhkan untuk memenuhi jumlah air yang hilang
melalui evapotranspirasi atau tanaman sehat, tumbuh pada areal yang luas pada
tanah yang menjamin cukup lengas tanah, kesuburan tanah dan lingkungan
hidup tanaman cukup baik.

31
4.6. Saluran Air Pengairan dan Satuan Luas Petak
1. Tabel air dinyatakan dalam : mm, cd, m.
2. Volume air untuk jenis tanaman selama masa tanam dinyatakan dalam: m.
3. Debit dinyatakan dalam : m/det/ha atau l/det/ha.
4. Luas petak dinyatakan dalam : hectare atau cusec/acre.

4.7. Pemberian Secara Golongan


Dalam system pemberian air secara golongan , permulaan tanam tidak serempak
tetapi bergilir menurut jadwal yang ditentukan. Maksud dari system ini adalah
efisiensi pembagian air maksimum/minimum tiap golongan tidak terbagi
bersamaan. Selain daripada itu dimensi saluran pembawa tidak terlalu besar
dan ekonomis
Ada tiga macam giliran teknis yaitu :
1. Pada petak tersier ada giliran.
2. Giliran dengan petak tersier utuh sebagai anggota golongan, dalam petak
tersier tidak ada giliran.
3. Giliran dengan penggolongan, anggota golongan adalah sekelompok petak
tersier.

4.8. Pengelolaan Air Pada Tingkat Tersier


Pengelolaan air pada tingkat tersier umumnya dilakukan oleh petani sendiri,
kontrol pemerintah terbatas pada saluran sekunder dan primer.
Untuk mencegah pemberian air berlebihan, pemakaian air yang bukan haknya
petani, maka perlu dibentuk suatu organisasi pemakai air yang mengikut
sertakan petani/pemakai air serta memberi kesadaran tentang nilai ekonomis
dari air tersebut.
Syarat-syarat yang dilakukan untuk hal tersebut di atas adalah sebagai berikut :
1. Adanya kebutuhan air bagi tanaman dan data curah hujan yang cukup.
2. Pengelompokan petak kwarter ke dalam petak tersier diatur dengan baik.
3. Adanya sarana tersier yang baik menurut kebutuhan suatu petak tersier.
4. Pada pemakai air harus ikut serta aktif, mengerti nilai ekonomis air irigasi dan
memiliki rasa tanggung jawab bersama.

32
Bila syarat-syarat itu terpenuhi maka dengan sendirinya pengaturan air pada
tingkat usaha tani relatif mudah.
4.9. Urutan Pekerjaan Perencanaan
1. Pengumpulan data yang terdiri dari :
a. Peta
 Peta Topografi.
 Peta Situasi.
 Peta Tata Guna Lahan.
 Peta Tanah atau Kontur.
 Peta Hidrologi dan Meteorologi.
b. Sungai
 Debit Sungai.
 Karakter Sungai.
c. Kebutuhan tanaman air
d. Curah Hujan
e. Keadaan Sosial Penduduk
2. Penentuan peta bangunan standar
a. Pada tempat yang tinggi.
b. Pada bagian sungai yang menyempit.
3. Penentuan saluran primer
4. Penentuan saluran sekunder
5. Penentuan petak tersier
6. Penentuan letak dan jenis bangunan pelengkap, nama petak, saluran dan
bangunan yang direncanakan.
7. Menghitung luas petak
8. Penentuan golongan sawah
9. Penentuan system giliran angka reduksi
10. Perhitungan kebutuhan air tiap petak tersier
11. Perhitungan debit saluran berdasarkan efisiensi sawah dan efisiensi saluran
dari hilir ke hulu.
12. Penggolongan type-type saluran
13. Perhitungan dimensi saluran

33
14. Perhitungan muka air maksimum dan minimum pada bangunan pembagi
15. Penggambaran tampang memanjang saluran primer dan sekunder
16. Penentuan bangunan terjunan
17. Penggambaran tampang melintang saluran
18. Perhitungan volume galian timbunan

Langkah-langkah pemberian nama:


1. Memperbesar Peta Topografi
Peta topografi skala 1 : 50.000 diperbesar menjadi 1: 20.000 selanjutnya
memindahkan garis kontur beserta bangunan yang ada.
2. Penetapan Lokasi Bendung dan Daerah Pengairan
Pada peletakan bendung diusahakan pada daerah yang lebih tinggi agar dapat
mengairi daerah-daerah pengairan di bawahnya, dan dapat mencapai daerah
yang luas.
3. Perencanaan Trace Saluran Irigasi dan Drainasi
 Dibuat saluran sepanjang 200 – 300 m untuk menangkap pasir dan lumpur dari
sungai, sedapat mungkin sejajar dengan sungai.
 Saluran primer sedapat mungkin menyusuri trace dan diusahakan sejauh
mungkin, sehingga daerah yang diairi sejauh mungkin.
 Saluran sekunder dibuat sebagai saluran punggung yang akan membawa air
dari saluran primer ke saluran sekunder. Saluran ini dibuat lebih tinggi dari
saluran di sekitarnya.
 Di dalam merencanakan bangunan pelengkap, siphon, talang, gorong-gorong
dan lainnya sedapat mungkin dihindari silang antara saluran pemberi dan
drainasi.
4. Pemberian Nama / Nomor Pada Kontur
 Saluran primer diberi nama sesuai dengan nama sungainya atau nama daerah
pengairannya, biasanya juga dengan nama orang.
 Saluran sekunder diberi nama menurut desa terdekat dengan permulaan
saluran, misalnya sekunder Bantul. Bisa juga dengan nama tertentu.

34
 Saluran sekunder dibagi menjadi ruas-ruas, misalnya: SSE 1, SSE 2 dan
seterusnya. SSE di sini artinya E merupakan singkatan saluran sekunder yang
dimaksud.
 Petak tersier diberi nama sesuai dengan bangunan yang memberi air dan posisi
di bawahnya misalnya :

E1 Ka

100 200

Nama petak : E1 Ka (kanan)


Luas petak : 100 ha (hektar)
Kebutuhan air saat rendaman penuh = 200 l/dt
Jadi petak tersebut dilayani oleh bangunan bagi F1 dan posisi sawah yang diari
adalah sebelah kanannya.

35
BAB V
HITUNGAN KLIMATOLOGI

DATA MEI
1. Temperatur ( T ) = 27,9 C
2. Kelembaban udara ( RH ) = 64,4 %
3. Kecepatan angin ( W ) = ( 9,4*0,621) = 5,84 mil/day
4. Lamanya sinar matahari ( n ) = 7,2 jam
HITUNGAN
1. SSD = n/N ( dilihat dari tabel 3 )
11,6
N
11,5
20°C 25°C 30°C

2. Ra / Radiation Rate (dilihat dari tabel II.3 )


16,8
Ra
14,3
20°C 25°C 30°C

Ra = 16,275 mm H2O/day

3. Koefisien Refleksi ( r ) = 25 % ( konstanta )


4. (1- r ) = ( 1- 0.25 ) =0,75

36
6.

7. Saturated (ea) = 25,4 ( Grafik 1 )


Actual ed = Rh x ea =64,4 x 25,4/100= 16,358

T = 9/5 x 27,9+ 32 = 82,22F

8. ta 4 (tabel 2)
15,65
ta 4
16,25
75°F 80,78°F 80°F

9 (0,56 - 0,092√ed) = (0,56 – 0,092 x 4,044) =0,188


n
10. (0,1 + 0,9 ) = (0,1 + 0,9 x 62,38%= 0,6614
N
11. Solv.Expr.= σa4 (0,56-0,092 √4,044) x (0,1+0,9. 62,38%) = 2,053
12. Item (6,385– 2,053) = 4,332
13. 0,35 (ea – ed) = 0,35 (25,4-16,358) = 3,165
14. (1 + 0,0098 W ) = ( 1 + 0,0098 x 5,8374) = 1,057
15. Ea = 0,35(9,042) x (1+0,0098. 5,8374) =3,346
16.  = 0,72 ( Grafik 2 )
17. H = 4,332 x 0,72 = 3,119
18. 0,27 Ea = 0,27 x 3,346 = 0,903
19.  + 0,27 = 0,72 + 0,27 = 0,99

20. mm/hari

37
BAB VI
HITUNGAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL

Rumus: Ep = Kc x ET
Dengan Ep = Evapotranspirasi Potensial
Kc = Koefisien tanaman padi (ketentuan dari soal)
ET = Evapotranspirasi (dari tabel hitungan evapotranspirasi)
Contoh Hitungan :
Bulan : MEI
Minggu :1
Kegiatan : Pengolahan tanah dan pembibitan
Kc = 1,1
ET = 4,080 mm/hari
Ep = 1,1 x 4,063
= 4,469 mm/hari

38
BAB VII
MENGHITUNG KEBUTUHAN AIR

Contoh hitungan :
Bulan = MEI
Minggu =1
1. R (curah hujan ) = (128,7/4) = 32,175 mm/mg (dari soal )
2. HE ( hujan efektif ) Tergantung dari nilai R
Tabel nilai HE
Curah hujan (mm/minggu) Hujan Efektif (mm/minggu)
< 5.0 0
5.0 - 22.5 (R - 5.0)/7
22.5 - 75.0 0.5 * (129 * R - 1680)^0.5/7
> 75.0 0.3 * (R - 75.0) + 45

Untuk R = 32,175 maka HE = 3,550


3. KA = 5,8 ( ketentuan dari soal )
4. Ep1 = 4,470 (dari hitungan evapotranspirasi potensial)
1. KAA’1 = Ep 1 + KA
= 4,470+ 5,8 = 10,270 mm/hari
2. K1 = KAA’1 – HE
= 10,270– 3,550= 6,719 mm/hari
3. K’1 = K1 x 0,1156 (lt / dt / ha)
= 6,719 x 0,1156 = 0,777 (lt / dt / ha)
4. K1 design = ( 1,41 x K’1 terbesar ) + K’1 terbesar minggu pertama
= ( 1,41 x 0,777) + 0,925
= 2,0128 lt / dt / ha

39
BAB VIII
MENGHITUNG REDUKSI VARIASI

Menghitung kebutuhan air


Kebutuhan air golongan I = K 1 design x A 1
Dengan K1 design = Kebutuhan air tiap hektar ( lt / dt/ ha )
A1 = Luas golongan I (ha)
Contoh hitungan :
Variasi V
Minggu I
Kegiatan pengolahan tanah dan pembibitan
K1 design = 1,926 (dari tabel kebutuhan air)
Luas golongan I = 1760,00m2
Kebutuhan air golongan I (minggu 1)= K1 design x Luas golongan I
= 1,926x 1760
= 3390,092 lt / dt
Menghitung α
α = Kebutuhan air total max
Σ A x K design max
Contoh hitungan :
Variasi V
Σ Kebutuhan air total max = 3390,092 lt/ dt
ΣA = A1
= 1760 ha
K design = 6,719
α = 3390,092
1760 x 1,926
= 1

40
BAB IX
PERHITUNGAN KAPASITAS SALURAN

Rumus – rumus yang dipergunakan dalam perhitungan kapasitas saluran adalah


sebagai berikut :
Rumus debit saluran :
Q petak = Q.P.A.I
=  .  . A . K mak
Q bangunan = Q petak / 
Q efektif = Q bangunan / f (x )
Keterangan :
 = Angka reduksi giliran
 = Effektifitas sawah yang dialiri
K mak = Kebutuhan air untuk tanaman saat rendaman penuh ( diambil
yang maksimum )
f(x) = Effisiensi saluran dihitung berdasarkan grafik fungsi
persamaan garis dua buah titik dengan panjang terbesar dan panjang terkecil
 = Effektivitas bangunan irigasi
Q eff = Effektivitas debit petak tersier
A = Luas petak tersier (Ha)
Q = Debit (L/dtk)

Contoh Hitungan Effisiensi Saluran

Saluran terpanjang : 1400 m


Saluran terpendek : 1000 m
Effiseinsi Saluran terpanjang : 0,890
Effiseinsi Saluran terpendek : 0,712

41
Contoh hitungan petak A 1 pada saluran primer
Data SSA 1 :
Petak yang dialiri
Luas Petak (A) = 191 Ha
Panjang ( L ) =1364 meter
1. Efisiensi Saluran =
=0,890

2. Q petak (ssa1) =  max    ASSA1  k max


αmax = Diambil yang terbesar dari 6 variasi golongan = 1000
β = Didapat dari soal = 0,875
Kmax = K design terbesar = 1,9262

Q petak (ssa1 = 1000 x 0,875 x 191 x 1,9262

= 321,914232lt/dtk
Q bangunan = Q petak / Efisiensi Bangunan Irigasi ()
γ = efisiensi bangunan irigasi ( di soal ) = 0.875
= 321,914232/ 0.875
= 367,901979lt/detik

Q efektif = Q bangunan /Efisiensi saluran


= 367,901979/ 0,7271300
= 505,964517lt/detik

DASAR PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN


Rumus Yang Dipakai :
a). V = 0,41 . Q 0,225
b). A = Q/V
c). A =h.(b+m.h)

42
b/h dapat dilihat pada table Stevens
d). P =b+2.h(1+m2)
e). R = A/P
f). I = V 2 / C2 . R
Keterangan :
V = Kecepatan Rencana ( meter / detik )
Q = Debit Rencana ( m 3 / detik )
b = Lebar Dasar Saluran
h = Tinggi Muka Air
m = Kemiringan Dinding Saluran
P = Keliling Basah ( meter )
R = Radius Hidrolik ( meter )
C = Konstanta Dinding Saluran
I = Kemiringan Saluran

TABEL STEVENS
Q = Debit (m3/det) B/h Kemiringan Talud
0,00 – 0,30 1,00 1:1
0,30 – 0,50 1,50 1:1
0,50 – 1,50 2,00 1:1
1,50 – 3,00 2,50 1 : 1,5
3,00 – 4,50 3,00 1 : 1,5
4,50 – 6,00 3,50 1 : 1,5
6,00 – 7,50 4,00 1 : 1,5
7,50 – 9,00 4,50 1 : 1,5
9,00 – 11,00 5,00 1 : 1,5
11,00 – 15,00 6,0 1 : 1,5
15,00 – 25,00 8,0 1 : 2,0
25,00 – 40,00 10,0 1 : 2,0
40,00 – 80,00 12,0 1 : 2,0

43
Qssa1 = 1,642434333 m3 /dt
b/h =1 b=h
m =1
V = 0,41 . Q 0.225
= 0,41 x1,642434333 0.225

= 0,458425387m / det
A =Q/V
= 1,642434333 / 0,4208
= 3,582773512m2
A =h.(b+m.h)
= h . (h + h )
3,582773512 = 2 h2
h2 = 3,582773512 / 2
h = 1,892821574 m
b = 2,185642091 m

Dipakai Ukuran :

h = 1,892821574 m
b = 2,185642091 m
P = b + 2x h  ( 1 + m2 )
= 2, 18562091 + 2 x 1,892821574  ( 1 + 12 )
= 5,276606778m
R =A/P
= 3,582773512/ 5,276606778 m
= 0,678991947
I = V2 / (C2 x R)
= 0,458425 2 / ( 45 2 x 0,678991947)
= 0,000152844 m ½ / dtk

44
BAB X
HITUNGAN BANGUNAN TERJUNAN
Penenentuan tinggi terjunan, dasar saluran dan tinggi muka air
1. Tinggi hilang:
 Antara m.a petak sawah dengan m.a saluran kwarter = 0,05 m
 Antara saluran tersier dengan saluran skunder = 0,15 m
 Bangunan pemberi = 0,15 m
 Tinggi hilang total (Δh ) = 0,35 m
2. Tinggi genangan air sawah = 0.1 m
3. Stripping = 0.1 m
4. Freeboard = 0.5 m
Dasar Perhitungan :

1. El Dasar Saluran maks = El MTA – Striping


2. El Dasar Saluran min = El Muka Air Min – Tinggi Air Saluran
3. El Dasar Sal. Rencana = El Dasar Sal Maks + El Dasar Sal Min
2
4. El Muka Air Rencana = El Dasar Sal Rencana + Tinggi muka air
5. El Muka Tanggul = El Muka Air Rencana + “freeboard”
6. El Muka air sawah = El Muka tanah asli + 0,1
7. El Muka air maks = El Muka dasar sal maks + Tinggi air sal
8. El Muka air min = El Muka air sawah + tinggi hilang
9. Tinggi harus hilang (h’) =IxL
10. Energi Hilang = El Dasar Sal (Hulu – Hilir) – h’
Energihilang
11. Tinggi Terjunan =
Jumlahterjunan

45
Contoh Perhitungan Bangunan Terjunan
Saluran Primer (SPA)

1. Type saluran = III


2. Tinggi muka air ( h ) = 1,22 m (dari tabel dimensi saluran )
3. Lebar dasar saluran ( b ) = 3,67m (dari tabel dimensi saluran )
4. I =0,0001665
5. L = 1000 m
6. ∆h’ =IxL
= 0,167 m
7. El muka tanah asli = 78,80 M
8. El dasar saluran maks = MTA – Striping
= 78,80 – 0,1
= 78,90 m
9. El dasar saluran min = MTA + T gnangn air sawah + T hilang – h
= 78,90 + 0,35 + 0,1 – 1,25
= 79,25 M
10. El dasar saluran rencana = 78,70 m
11. El muka air rencana = 78,70 + 1,22
= 79,92 m
12. El muka tanggul = 79,92 + 0,5
= 80,42m
13. Energi yang hilang = 80,42 – 79,62 - 0,167
= 0,97
14. Jumlah terjunan =1
15. Tinggi terjunan = 0,97

46
BAB XI
VOLUME GALIAN DAN TIMBUNAN

Pada dasarnya volume galian dan timbunan perhitungannya dilakukan


pada seluruh saluran dengan jarak 50 – 100 m. Hal ini dimaksudkan agar didapat
hasil yang lebih teliti.
Perhitungan volume galian dan timbunan sedapat mungkin seimbang.
Dalam lapangan perlu diatasi keadaan volume timbunan lebih besar dari pada
volume galian atau sebaliknya.

Prinsip perhitungan volume galian dan timbunan :


1. Pemotongan di A pada bentang SXn ( pemotongan di bagian hulu )
digunakan hitungan luas tampang di bagian hulu.

b`
Timbunan b`

h`

h
Galian

A1 = luas tampang saluran di bagian hulu


=h.(b+m.h)

A2 = luas tampang tanggul di bagian hulu


= h’. [( b’+ m . h’ ) + ( b’ + m . h’ )]
= 2h’. ( b’+ m . h’ )

47
2. Pemotongan di B pada SXm ( pemotongan di bagian hilir ).
Dengan hitungan luas tampang di bagian hilir :
b`
Timbunan b`

h`

h
Galian

A’1 = luas tampang saluran di bagian hilir


= h.(b+m.h)
A’2 = luas tampang tanggul di bagian hilir
= h’. [( b’+ m . h’ ) + ( b’ + m . h’ )]
= 2 h’. ( b’+ m . h’ )
m = 1,5 ( untuk tanah biasa )
L = jarak antar potongan pada bentang SXn

Keterangan :
b = Lebar galian
h = Tinggi galian
b` = Lebar timbunan = Lebar tanggul
= 1 m untuk saluran sekunder
= 1.5 m untuk saluran primer
h` = tinggi timbunan

Untuk Luasan

A galian (A1) = h ( b + m.h )


A timbunan (A2) = 2 { h` (b` + m.h) }

48
Maka besarnya volume

Vol Galian =
AGalianatas
 A Galianbawah

L
2

Vol Timbunan =
ATimbunanatas
 A Timbunanbawah

L
2

Contoh Hitungan Volume Pekerjaan Tanah


Saluran Primer (SP A)
Sta = Diambil tiap jarak 200 m, dimulai dari 0
Elevasi muka tanah asli = dilihat dari layout
= 78,80m
Elevasi dasar saluran = dilihat dari tabel hitungan bangunan terjun
= 78,70 m
Elevasi muka tanggul = dilihat dari tabel hitungan bangunan terjun
= 79,62m
Lebar dan ketinggian = dilihat dari tabel hitungan bangunan terjun
lebar ( b ) = 3,67 m
tinggi ( h ) = 0,10 m
Tinggi galian = elevasi muka tanah asli - elevasi dasar saluran
= 78,80 – 78,70
= 0,10 m
Tinggi timbunan = elevasi muka tanggul-elevasi muka tanah asli
= 79,62 – 78,80
= 0,82 m
Panjang ( L ) = diambil setiap 200 m

49
Luas Galian ( m2 )
A galian I = t galian. ( lebar ( b ) + m x t.galian )
= 0,10 x (3,67 + 1 x 0,10)
= 0,38 m2

A galian II = t galian. ( lebar ( b ) + m x t.galian )


= 0,14 x (3,67 + 1 x 0,14)
= 0,53 m2

A galian III = t galian. ( lebar ( b ) + m x t.galian )


= 0,18 x (3,67 + 1 x 0,18)
= 0,69 m2

A galian IV = t galian. ( lebar ( b ) + m x t.galian )


= 0,22 x (3,67 + 1 x 0,22)
= 0,86 m2

A galian V =t galian. ( lebar ( b ) + m x t.galian )


= 0,26 x (3,67 + 1 x 0,26)
= 1,02m2

A galian VI = t galian. ( lebar ( b ) + m x t.galian )


= 0,30 x (3,67 + 1 x 0,30)
= 1,19 m2

50
Luas Timbunan ( m2 )

A timbunan I = 2.{t timbunan(lebar timbunan + m x h timbunan)}


= 2 x { (0,60 x ( 0,1 + 1 x 0,60 )}
= 0,84 m2

A timbunan II = 2.{t timbunan(lebar timbunan + m x h timbunan)}


= 2 x { (0,23 x ( 0,1 + 1 x 0,23)}
= 0,1518 m2

A timbunan III= 2.{t timbunan(lebar timbunan + m x h timbunan)}


= 2 x { (0,69 x ( 0,1 + 1 x 0,69)}
= 1,0902 m2

A timbunan IV= 2.{t timbunan(lebar timbunan + m x h timbunan)}


= 2 x { (0,50 x ( 0,1 + 1 x 0,50)}
= 0,6 m2

A timbunan V = 2.{t timbunan(lebar timbunan + m x h timbunan)}


= 2 x { (0,90 x ( 0,1 + 1 x 0,90)}
= 1,8 m2

A timbunan V = 2.{t timbunan(lebar timbunan + m x h timbunan)}


= 2 x { (0,65 x ( 0,1 + 1 x 0,65)}
= 0,975 m2

Volume Galian (m3)

51
V galian I = A galian rata-rata I dan II x Panjang saluran
= ( A galian I + A galian II )/2 x 200
= ( 0,38 + 0,53 )/2 x 200
= 91,09 m3

V galian II = A galian rata-rata II dan III x Panjang saluran


= ( A galian II + A galian III )/2 x 200
=( 0,53 + 0,69 )/2 x 200
= 122,71m3

V galian III = A galian rata-rata III dan IV x Panjang saluran


= ( A galian III + A galian IV )/2 x 200
=( 0,69 + 0,86 )/2 x 200
= 154,96 m3

V galian IV = A galian rata-rata IVdan V x Panjang saluran


= ( A galian IV + A galian V )/2 x 200
=( 0,86 + 1,02)/2 x 200
= 187,86 m3

V galian V = A galian rata-rata Vdan VI x Panjang saluran


= ( A galian V + A galian VI )/2 x 200
=( 1,02 + 1,19 )/2 x 200
= 221,40m3

Total V galian SP I = ( V galian I + V galian II +.....+ V galian V


= 778,02 m

Volume Timbunan (m3)

52
V timbunan I = A timbunan rata-rata I dan II x Panjang saluran
= ( A timbunan I + A timbunan II )/2 x 200
= (0,84 + 0,1518)/2 x 200
= 99,,18 m3

V timbunan II = A timbunan rata-rata II dan III x Panjang saluran


= ( A timbunan II + A timbunan III )/2 x 200
= (0,1518 + 1,0902 )/2 x 200
= 124,20 m3

V timbunan III = A timbunan rata-rata III dan IV x Panjang saluran


= ( A timbunan III + A timbunan IV )/2 x 200
= (1,0902 + 0,6 )/2 x 200
= 169,02m3

V timbunan IV = A timbunan rata-rata I dan II x Panjang saluran


= ( A timbunan IV + A timbunan V )/2 x 200
= (0,6 + 1,8 )/2 x 200
= 240,00 m3

V timbunan V = A timbunan rata-rata I dan II x Panjang saluran


= ( A timbunan V + A timbunan VI )/2 x 200
= (1,8 + 0,975 )/2 x 200
= 277,50 m3

Total V timbunan = ( V timbunan I + ….......... + V timbunan V)


= 909,90 m3

53
BAB XII
PEMBAHASAN
A. Saluran Primer

a. Elevasi muka tanah asli dan elevasi dasar saluran rencana.


b. Sesuai dengan besar debitnya, elevasi muka air rencana dan muka tanggul pada
saluran satu dengan lainnya berbeda. Semakin besar debit pada suatu saluran
menjadikan semakin besar pula.
c. Dalam pembuatan saluran secara nyata baik elevasi muka air rencana maupun
elevasi muka tanggul tidak ada yang turun secara tiba-tiba , hal ini tampak pada
hitungan antara 2 saluran yang berbeda debitnya maka elevasi muka air rencana
maupun elevasi tanggul pada 2 saluran yang berbeda, elevasi pada bagian hilir
mengikuti bagian hulu saluran sebelumnya, karena debit saluran sebelumnya :
- Lebih besar.
- Saluran sebaiknya lebih besar dimensinya dari hitungan rencana daripada lebih
kecil dari hitungan rencana.

B. Saluran Sekunder

Untuk masalah elevasi muka tanah asli, elevasi dasar saluran rencana, elevasi
muka air rencana maupun elevasi muka tanggul, ketentuannya sama dengan
ketentuan pada saluram primer.

54
BAB XIII
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan peta topografi yang ada kita bisa membuat rancangan jaringan
irigasi dengan skala 1 : 20.000.
a. Bendung terletak pada ketinggian = 78,80 m.
b. Saluran Primer terdiri dari 1 buah bangunan bagi sadap disebelah kiri bendung
dan 1 buah bangunan bagi disebelah kanan bendung.
c. Terdapat 8 saluran sekunder.
d. Penggambaran Lay out dengan skala 1 : 20.000.
2. Berdasarkan perhitungan Evapotranspirasi 4 bulan (Mei – Agustus) dengan
Evapotranspirasi masing-masing:
a. Bulan mei = 4,063 mm/hari.
b. Bulan juni = 4,035 mm/hari.
c. Bulan Juli = 3,735 mm/hari.
d. Bulan Agustus = 3,136 mm/hari.
3. Berdasarkan perhitungan kapasitas saluran:
a. Saluran Primer = 6249,809431lt/dt.
b. Saluran Sekunder = 1614,513948lt/dt.
4. Berdasarkan perhitungan tinggi terjunan dan dasar saluran, pada saluran primer
tidak terdapat bangunan terjunan dan pada saluran sekunder terdapat banyak
bangunan terjunan.
5. Berdasarkan volume pekerjaan galian timbunan :
Untuk saluran primer
a. Volume Galian = 3704,76 m3
b. Volume Timbunan = 3848,55 m3

Untuk saluran sekunder


a. Volume Galian = 4447,30 m3
b. Volume Timbunan = 4694,44 m3

55
Volume galian < Volume timbunan jadi masih memerlukan tanah lagi untuk
timbunan.
6. Bendung diletakkan pada elevasi tertinggi, hal ini agar dapat mengairi semua
lahan yang ditentukan.
7. Dalam perencanaan saluran primer, perbedaan elevasi antara hulu dengan hilir
jangan terlalu besar, agar tidak terjadi pemborosan lahan dan tidak ada bangunan
terjunan. Dan juga perbedaan elevasi antara hulu dan hilir yang terlalu sedikit
yang mengakibatkan harus adanya timbunan pada saluran primer akan
membutuhkan biaya lebih mahal. Apabila hal ini terjadi maka yang dirubah
adalah elevasi dasar saluran dicari antara elevasi dasar saluran maksimal dan
elevasi dasar saluran minimal, sehingga elevasi dasar saluluran rencana tidak
harus di tengah-tengah elevasi dasar saluran maksimal dan elevasi dasar saluran
minimal.
8. Saluran drainasi berada di lembah, sehingga dapat langsung berfungsi tanpa
harus melakukan penggalian.

B. Saran

1. Dalam perencanaan sebaiknya menggunakan data-data yang valid sehingga


hasil perhitungan sesuai dengan apa yang disyaratkan.
Untuk mendapatkan hasil laporan yang mendekati sempurna, sebaiknya buku
panduan praktikum dilengkapi ketentuan-ketentuan (peraturan) yang jelas dan
akurat

56

Anda mungkin juga menyukai