Anda di halaman 1dari 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/353452655

Tantangan Generasi Muda Sebagai Calon Legislator Dalam Menyongsong


Indonesia Emas 2045

Preprint · July 2021


DOI: 10.13140/RG.2.2.22971.54565

CITATIONS READS

0 910

1 author:

Boy Anugerah
School of Government and Public Policy - Indonesia
94 PUBLICATIONS   6 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Boy Anugerah on 26 July 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


1

Tantangan Generasi Muda Sebagai Calon Legislator Dalam


Menyongsong Indonesia Emas 2045
Oleh: Boy Anugerah, S.I.P., M.Si., M.P.P.

Diskursus Pemuda / Generasi Muda


Dalam UU NRI No. 40/2009 tentang Kepemudaan, pemuda didefinisikan sebagai
warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan
perkembangan, yang berusia 16 sampai 30 tahun. Dalam regulasi ini juga
disebutkan bahwa kepemudaan adalah berbagai hal yang berkaitan dengan potensi,
tanggung jawab, hak, karakter, kapasitas, aktualisasi diri, serta cita-cita pemuda.
Lebih lanjut, dalam UU NRI No. 40/2009 tentang Kepemudaan, disebutkan bahwa
pengelolaan pemuda di Indonesia oleh pemerintah meliputi berbagai aspek, yakni
sebagai berikut: (1) Pembangunan kepemudaaan (proses memfasilitasi kegiatan
para pemuda); serta (2) Pelayanan kepemudaan (penyadaran, pemberdayaan,
pengembangan kepemimpinan, kewirausahaan, serta kepeloporan pemuda).

Pembangunan kepemudaan di Indonesia berlandaskan pada asas ketuhanan YME,


kemanusiaan, kebangsaan, kebhinnekaan, demokratis, keadilan, partisipatif,
kebersamaan, kesetaraan, serta kemandirian (berlandaskan nilai-nilai Pancasila dan
UUD NRI 1945). Diskursus tentang pemuda dan kepemudaan, tidak terlepas dari
eksistensi generasi milenial. Generasi milenial disebut juga sebagai generasi Y,
yakni sekelompok orang yang lahir pada kisaran 1980-1995. Jika mengacu pada
saat ini, mereka yang berada pada kelompok milenial berusia antara 25-40 tahun.

Beberapa ciri khas dari generasi milenial adalah karakter yang optimis, idealis,
individualis, tumbuh dan besar pada saat era digital mulai berkembang (sangat
memahami teknologi), dan sangat menyukai tantangan. Selain generasi milenial, ada
juga generasi Z. Generasi Z adalah sekelompok orang yang lahir pada kisaran 1995-
2015 dan saat ini berusia pada rentang 5-25 tahun. Dalam diskursus mengenai
kepemudaan, pemahaman terhadap generasi milenial dan generasi Z sangat penting
karena pengelolaan pemuda oleh pemerintah akan sangat menyasar kedua generasi
ini sebagai subjek sekaligus objek pembangunan saat ini dan pada masa yang akan
datang.

Pemuda Dalam Perspektif Islam


Alquran dengan indahnya telah memberikan kisah teladan para pemuda gua
(Ashabul Kahfi) yang terkenal kokoh iman dan teguh pendirian dalam memegang
prinsip kebenaran. Allah SWT memujinya dalam ayat yang artinya, “Kami kisahkan
kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah para
pemuda yang beriman kepada Tuhannya, dan Kami tambahkan petunjuk kepada
mereka” (Q.S. Al-Kahfi [18]: 13). Teladan tentang kepemudaan juga dikisahkan
dengan baik di dalam Alquran dalam kisah masa remaja Nabi Ibrahim AS. Seperti

LUSOR Analysis _ July 2021


2

yang tertera dalam kalam-Nya, artinya, “Mereka menjawab, Kami mendengar


seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini, yang bernama Ibrahim” (Q.S. Al-
Anbiya [21]: 60).

Rasulullah SAW memberikan jaminan keselamatan di hari akhirat nanti, antara lain
kepada para pemuda yang menghabiskan masa mudanya untuk beribadah kepada
Allah SWT, pemuda yang gemar melakukan aktivitas ibadah di masjid, serta pemuda
yang mampu menahan gejolak hawa nafsunya tatkala berhadapan dengan godaan
syahwat perzinaan.

Merujuk pada betapa besar potensi sekaligus kerentanan yang dimiliki oleh pemuda,
maka dalam perspektif Islam, sudah menjadi tanggung jawab masyarakat Muslim
untuk melakukan pembinaan terhadap generasi muda dengan cara melibatkan
generasi muda tersebut ke dalam berbagai aktivitas yang positif dan konstruktif,
membina jiwa mereka secara rutin dengan siraman rohani, membentengi mereka
dengan tausiyah agar tidak terjebak ke dalam perbuatan nista, zina, dan kejahatan,
serta mengajari mereka dengan teladan kebaikan orang tua.

Dari berbagai kisah kepemudaan dalam sejarah Islam tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa dibutuhkan pemuda dengan karakter ke-Islaman yang kuat
seperti memegang teguh prinsip kebenaran, teguh pada pendirian, memiliki
keberanian, senantiasa beribadah kepada Allah SWT, membentengi diri mereka
dengan nilai-nilai agama yang kuat agar tidak terjerumus pada perilaku negatif,
berjiwa inovatif, serta memiliki kepemimpinan yang tinggi seperti yang ditunjukkan
Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya. Karakter-karakter tersebut diharapkan
dapat dimiliki oleh pemuda saat ini, khususnya pemuda Islam untuk menjawab
tantangan keagamaan, kebangsaan, dan kenegaraan yang semakin kompleks.

Sentralitas Peran Pemuda Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara


Para pemuda memiliki peranan yang sangat penting dalam dinamika kebangsaan
dan kenegaraan Indonesia, sejak revolusi fisik memperjuangkan kemerdekaan
(menghadapi kolonialisme Belanda dan Jepang), hingga dinamika pasca
kemerdekaan (orde lama, orde baru, era reformasi). Jejak awal peran pemuda dalam
sejarah perjuangan bangsa dapat dilacak pada pembentukan Budi Utomo pada 20
Mei 1908. Budi Utomo merupakan organisasi modern pertama pada masa
pergerakan yang menginspirasi dan mendorong terbentuknya organisasi-organisasi
pergerakan nasional lainnya. Budi Utomo didirikan oleh para pemuda, yakni
sekelompok mahasiswa kedokteran STOVIA. Ide kreatif dan visioner para
mahasiswa STOVIA inilah yang menjadi tonggak awal penetapan tanggal 20 Mei
sebagai hari kebangkitan nasional.

Peran pemuda pada masa perjuangan kemerdekaan semakin signifikan tatkala


gabungan pemuda dari berbagai daerah, suku, ras, agama, dan golongan, bersatu
padu mengikrarkan sumpah mereka pada 28 Oktober 1928, yang dikenal sebagai

LUSOR Analysis _ July 2021


3

Sumpah Pemuda. Pada hari itu, mereka berikrar untuk bertumpah darah satu,
berbangsa satu, serta berbahasa satu, yakni tanah, bangsa, dan bahasa Indonesia.
Sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928 menjadi tonggak sejarah yang merubah
cara pandang para pemuda dalam meraih kemerdekaan, dari perjuangan yang
bersifat lokal dan tidak terorganisir, menjadi perjuangan yang terorganisasi dan dan
terlepas dari sekat-sekat primordialisme.

Peran pemuda juga sangat krusial dalam detik-detik kemerdekaan Indonesia pada
17 Agustus 1945. Para pemuda seperti Soekarni, Wikana, Chaerul Saleh, dan Sayuti
Melik memiliki andil besar dalam mendorong para proklamator kemerdekaan, yakni
Bung Karno dan Bung Hatta, agar segera memproklamasikan kemerdekaan pasca
menyerahnya Jepang kepada Sekutu. Bagi para pemuda seperti Soekarni dan
Wikana yang terlibat dalam Peristiwa Rengasdengklok, proklamasi kemerdekaan
tidak perlu menunggu komando dari Jepang terlebih dahulu, apalagi Jepang terbukti
sudah menyerah. Dalam persepsi mereka, jangan sampai kemerdekaan nanti
terkesan seperti pemberian dari Jepang. Argumentasi inilah yang akhirnya
meyakinkan Bung Karno dan Bung Hatta untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan.

Pasca kemerdekaan, peran pemuda tidak surut sedikitpun dalam membela bangsa
dan negara. Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya misalnya, tidak terlepas dari
peran pemuda dari berbagai kalangan (termasuk pemuda santri dan ulama) yang
berupaya mempertahankan kemerdekaan dari upaya Belanda untuk merebut
kembali kemerdekaan Indonesia dengan cara membonceng tentara Sekutu (Inggris).
Heroisme para pemuda dan masyarakat pada momen tersebut dikenang sebagai
hari pahlawan.

Pada masa Orde Baru, peran pemuda lebih banyak bergerak dalam tataran mengisi
kemerdekaan dengan pembangunan nasional di segala bidang kehidupan.
Pemerintahan Orde Baru pada masa Presiden Soeharto juga sangat memahami
pentingnya penguatan sumber daya manusia. Oleh sebab itu, pada masa itu, banyak
para pemuda Indonesia yang dikirim ke luar negeri untuk menimba ilmu sebanyak-
banyaknya di negeri orang dan kembali ke Indonesia untuk mendarmabaktikan
ilmunya bagi kemajuan bangsa. Salah satu kisah sukses dalam pembinaan pemuda
pada masa ini adalah sosok B.J. Habibie yang dikenal sebagai pelopor
kedirgantaraan di tanah air, hingga menjadi tokoh nasional (mantan presiden dan
bapak bangsa).

Eksistensi para pemuda dalam sejarah kebangsaan dan kenegaraan Indonesia juga
tidak terlepas dari suksesi dan pergantian rezim kekuasaan. Pada masa Orde Lama,
terjadi gelombang aksi mahasiswa yang mengajukan Tritura (Tri Tuntutan Rakyat)
dengan memprotes Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Kabinet Soekarno yang
dianggap tidak cakap mengurus negara. Pada masa Orde Baru, para pemuda yang
berstatus mahasiwa menyerukan Golput pada Pemilu 1972 dan menggelar

LUSOR Analysis _ July 2021


4

demonstrasi besar-besaran pada Januari 1974 sebagai protes kepada pemerintah


yang dianggap pro-asing. Yang paling monumental adalah aksi para pemuda-
mahasiswa pada Mei 1998 yang menurunkan rezim diktator Soeharto sehingga
Indonesia bergerak menuju era yang lebih baik, era reformasi.

Indonesia Emas 2045

Pada 2045 mendatang, Indonesia akan memasuki usia satu abad atau seratus tahun
sebagai sebuah bangsa-negara yang merdeka dan berdaulat, terhitung sejak
proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Usia seratus tahun adalah usia
yang monumental mengingat dalam rentang usia tersebut ada banyak sekali
ancaman dan tantangan yang dihadapi oleh Indonesia, mulai dari pemberontakan G-
30S/PKI pada 1965, agresi militer Belanda yang hendak merebut kemerdekaan,
krisis ekonomi dan politik 1998, upaya pemisahan diri Aceh dan Papua, hingga
pandemi COVID-19 saat ini yang menimbulkan krisis multidimensi.

Dalam menyongsong usia seratus tahun tersebut, tentu pemerintah diharapkan


dapat menyusun visi-misi dan strategi pembangunan nasional yang bersifat jangka
panjang. Inilah yang dinamakan sebagai Visi Indonesia Emas 2045. Formulasi visi
tersebut tentu saja mengacu pada tujuan nasional Indonesia yang termaktub dalam
Preambul UUD NRI 1945 Alinea keempat, yakni melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut serta melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Pada tataran teknis, Visi Indonesia Emas 2045 terdiri atas empat pilar. Pertama
adalah pembangunan sumber daya manusia dan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kedua, pembangunan ekonomi secara
berkelanjutan. Ketiga, pemerataan pembangunan. Keempat, pemantapan
ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan.

Penyusunan empat pilar Visi Indonesia Emas 2045 tersebut tidak hanya mengacu
pada tujuan nasional Indonesia saja, tapi juga memperhatikan lingkungan strategis
regional dan global yang sedang berkembang (Megatren Dunia). Megatren dunia
atau kecenderungan global tersebut antara lain: (1) demografi global, (2) urbanisasi
dunia, (3) perubahan geoekonomi dengan meningkatnya peranan emerging
countries terutama Asia, (4) integrasi perdagangan internasional, (5) perubahan
keuangan internasional, (6) meningkatnya kelas pendapatan menengah, (7)
meningkatnya persaingan mendapatkan sumber daya alam, (8) perubahan teknologi,
(9) perubahan iklim, serta (10) perubahan geopolitik.

Mengacu pada postur megatren dunia yang bersifat global seperti yang dipaparkan
di atas, dapat ditarik sebuah konklusi bahwa penetapan empat pilar pada Visi
Indonesia 2045 dengan segala rinciannya, merupakan upaya komprehensif

LUSOR Analysis _ July 2021


5

Pemerintah Indonesia melalui Bappenas / Kementerian PPN RI dalam merespons


dan memadukan antara APA YANG MENJADI TUJUAN NASIONAL dan FAKTOR-
FAKTOR EKSTERNAL YANG MEMPENGARUHI. Indonesia adalah bagian dari
sistem internasional dan masyarakat global. Upaya untuk merealisasikan Indonesia
Emas 2045 harus bisa beradaptasi dan mengakomodasi berbagai faktor yang
mempengaruhi sehingga tidak menjadi hambatan, melainkan tantangan yang bisa
diatasi dan peluang yang bisa dimanfaatkan.

Tantangan Generasi Muda Saat Ini Dalam Konteks Indonesia Emas 2045

Generasi muda saat ini hidup dalam era globalisasi, di mana akses terhadap
teknologi informasi dan komunikasi sangatlah mudah. Meskipun memiliki sisi positif,
namun jika generasi muda tidak dibekali dengan mentalitas agama dan kebangsaan
yang baik, kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi tersebut justru
membawa dampak negatif dalam kehidupan mereka.

Dampak negatif tersebut berupa menggejalanya konsumerisme akibat maraknya


aplikasi belanja daring, hilangnya budaya membaca buku karena membaca dapat
dilakukan melalui ponsel, hilangnya sikap paguyuban karena interaksi lebih banyak
dilakukan melalui media sosial, serta gampang terkontaminasi oleh hoaks dan kabar
bohong karena tidak mampu mencerna dengan baik informasi yang diterima melalui
media sosial yang dimiliki (post-truth dan disrupsi).

Generasi muda hari ini meskipun memiliki kecakapan yang sangat tinggi dalam hal
penggunaan teknologi, berbahasa asing, dan sains lainnya, tapi banyak tercerabut
dari sejarah kebangsaannya dan nilai-nilai budaya bangsanya. Sangat sedikit para
generasi muda yang tahu, apalagi paham, mengenai sejarah perjuangan bangsa,
menyanyikan lagu-lagu daerah, menikmati seni budaya daerah, dan sebagainya.
Mereka lebih paham budaya Barat, Jepang, dan Korea ketimbang budaya
bangsanya sendiri sebagai konsekuensi gempuran budaya asing tersebut dalam
berbagai kanal informasi tanah air (televisi, radio, media sosial).

Ancaman lainnya terhadap generasi muda Indonesia adalah dijadikannya mereka


sebagai objek kejahatan transnasional. Saat ini, upaya untuk menghancurkan
sebuah bangsa tidak lagi melalui perang konvensional seperti dahulu, melainkan
dengan menghancurkan generasi mudanya agar terlibat dalam konsumsi narkotika
dan obat-obatan terlarang, serta terjerumus pada aksi-aksi radikalisme, dan
terorisme. Generasi muda yang berasal dari keluarga tidak mampu, ekonomi lemah,
minim nilai-nilai kebangsaan dan keagamaan, sangat rentan terpapar oleh
kejahatan-kejahatan tersebut.

Pendidikan Sebagai Media Akselerasi Kualitas SDM Indonesia

Pendidikan merupakan pilar penting dan pilar utama dalam mewujudkan Indonesia
Emas 2045. Oleh sebab itu, investasi SDM yang bersifat jangka panjang untuk

LUSOR Analysis _ July 2021


6

mewujudkan SDM Indonesia yang unggul merupakan suatu keharusan untuk


dilakukan, terlebih lagi ada supporting system, yakni bonus demografi yang terjadi di
Indonesia.

Bonus demografi sendiri secara sederhana diartikan sebagai kondisi di mana jumlah
penduduk di suatu negara yang usia produktifnya jauh lebih besar dibandingkan
dengan penduduk usia tidak produktif. Bonus demografi ini apabila dikelola dengan
baik, maka akan memberikan keuntungan yang besar, namun jika tidak, dapat
berubah menjadi bencana demografi. Salah satu upaya untuk mengoptimalkan
bonus demografi adalah dengan melakukan penguatan manajemen di sektor
pendidikan.

Momentum bonus demografi harus dimanfaatkan untuk keluar dari middle income
trap menuju negara maju. Peluang ini harus benar-benar dimanfaatkan sebelum
terjaidnya aging population atau berakhirnya bonus demografi tersebut pada 2030.
Jepang dan Korea Selatan adalah dua contoh negara di Asia yang mampu
mengkonversi bonus demografi yang mereka miliki sebagai katalisator
pembangunan nasional. Di era 1980-an, kedua negara mampu menjadikan bonus
demografi sebagai landasan untuk tumbuh dan keluar sebagai negara maju di
kawasan, tentunya melalui pengelolaan SDM dengan baik dan berkesinambungan.

Persoalan mendasar yang dihadapi oleh Indonesia saat ini terkait bonus demografi
yang dimiliki adalah jumlah penduduk usia produktif yang masih didominasi oleh
lulusan setingkat SLTA, sedangkan lulusan perguruan tinggi masih sedikit. Oleh
sebab itu, untuk jangka panjang, pemerintah menargetkan rata-rata lama sekolah
akan ada peningkatan dari 8,3 tahun menjadi 12 tahun pada 2045 nanti. Pemerintah
juga menargetkan akan ada peningkatan porsi lulusan SLTA dan perguruan tinggi
dari saat ini sebesar 39,3 persen menjadi 50 persen pada 2025 dan 90 persen pada
2045.

Beberapa upaya konkret yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengakselerasi


pendidikan antara lain dengan mengeluarkan program merdeka belajar, kampus
merdeka, organisasi penggerak, penguatan pendidikan karakter, guru penggerak,
pemajuan kebudayaan, peningkatan program pendidikan tinggi berkualitas, link and
match antara pendidikan vokasi dengan industri dan dunia kerja, serta KIP kuliah.

Pemuda dan Cita-Cita Menjadi Legislator

Legislatif merupakan satu dari tiga pilar Trias Politika dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara yang fungsinya adalah sebagai mekanisme kontrol atau check and
balance terhadap pilar lainnya, baik eksekutif maupun yudikatif. Di Indonesia, fungsi
legislatif diemban oleh DPR RI dan DPD RI, serta DPRD di Tingkat
Provinsi/Kabupaten/Kota. Fungsi legislatif adalah menjalankan pengawasan

LUSOR Analysis _ July 2021


7

terhadap pemerintah, membuat undang-undang bersama pemerintah, serta fungsi


anggaran (budgeting).

Di Indonesia yang menganut sistem parlemen bikameral, mereka yang duduk di DPR
RI dan DPRD disebut sebagai legislator, sedangkan mereka yang duduk di DPD RI
disebut sebagai senator, seperti lazimnya negara-negara yang menganut sistem
presidensial dengan parlemen dua kamar. Berbeda dengan DPR RI yang berwenang
dalam formulasi undang-undang, DPD RI hanya berwenang dalam memberikan
usulan. Keberadaan DPD RI sendiri merupakan produk reformasi melalui
amandemen konstitusi, menggantikan utusan daerah dan utusan golongan pada
masa orde baru.

Jabatan sebagai legislator pada hakikatnya adalah jabatan yang mulia dan terhormat
mengingat eksistensi para legislator ditentukan oleh suara rakyat yang diberikan
melalui proses pemilihan umum yang berlangsung LUBER dan JURDIL sebagai
salah satu instrumen utama demokrasi. Menjadi legislator adalah menjadi
penyambung lidah rakyat karena mereka yang duduk sebagai legislator bertanggung
jawab untuk menjalankan amanah rakyat, membuat regulasi atau undang-undang
yang khidmat dan tunduk kepada konstitusi, serta semata-mata ditujukan kepada
rakyat sebagai pemberi suara.

Meskipun merupakan jabatan yang mulia dan terhormat, menjadi legislator belum
menjadi idea utama generasi muda. Generasi muda saat ini yang didominasi oleh
generasi Y dan Z meskipun memiliki kompetensi yang bagus, inovatif dan kreatif,
serta integritas dan idealisme yang kuat, akan tetapi cenderung bersifat apolitis atau
anti-politik. Tentu saja hal ini merupakan fenomena yang kontraproduktif mengingat
jabatan yang berat sebagai wakil rakyat pada hakikatnya sangat kompatibel dengan
modalitas yang dimiliki oleh generasi muda tersebut, yakni cerdas berkualitas dan
berintegritas.

Sikap generasi muda yang apolitis atau antipolitik tersebut memiliki berbagai
argumentasi yang didominasi oleh pandangan atau stigmatisasi yang buruk terhadap
dunia politik. Cara pandang seperti itu yang harus dirubah mengingat politik sejatinya
adalah good life and good for mankind (untuk kebaikan manusia), seperti yang
dipostulatkan oleh Aristoteles, seorang filsuf Yunani. Jika generasi muda yang
produktif dan berkualitas menolak untuk terjun ke politik, salah satunya seperti
menjadi legislator, maka politik Indonesia akan defisit individu-individu yang
berkualitas dan berintegritas karena generasi muda cenderung bergerak sentrifugal
(menjauhi) terhadap dunia politik.

Sistem politik Indonesia sejatinya memberikan kans yang besar bagi generasi muda
untuk terjun ke politik, utamanya menjadi legislator. Hal ini difasilitasi oleh partai-
partai politik yang moderat yang membutuhkan kader-kader muda berkualitas dan
berintegritas untuk membangun organisasi partai politik di satu sisi, serta

LUSOR Analysis _ July 2021


8

berkontribusi bagi negara melalui jabatan politik yang diperoleh melalui mekanisme
Pemilu. Hal ini bisa dirujuk dari strategi berbagai partai politik seperti PKB yang
memprioritaskan generasi muda milenial sebagai kader. Partai-partai politik juga
mengembangkan berbagai organisasi sayap sebagai wahana pematangan kadernya
yang didominasi oleh generasi muda. Artinya, kesempatan bagi generasi muda untuk
terjun ke dunia politik benar-benar dijembatani melalui infrastruktur politik yang ada.

Di DPR RI Periode 2019-2024 misalnya, cukup banyak legislator muda yang berusia
di bawah 30 tahun yang terpilih melalui Pemilu. Ada Marthen Douw dari Papua yang
mencalonkan diri melalui PKB dan terpilih sebagai legislator pada usia 29 tahun. Ada
juga Muhammad Rahul usia 23 tahun dari Gerindra, Hillary Brigitta Lasut usia 23
tahun dari Golkar, dan masih banyak lagi.

Terpilihnya anak-anak muda tersebut merupakan cermin bahwa sistem politik


Indonesia saat ini, baik partai politik maupun mekanisme Pemilu sangat open dan
mendukung terlibatnya generasi muda dalam dunia politik. Kombinasi antara tokoh-
tokoh senior dengan anak muda tersebut akan memberikan warna dan refreshment
politik yang bagus sehingga infrastruktur politik dan suprastruktur politik nasional
menjadi lebih dinamis dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi masing-masing.
Keterlibatan generasi muda Indonesia di masa yang akan datang dalam dunia politik
akan sangat ditentukan oleh cara pandang mereka sendiri tentang dunia politik, serta
kapasitas dan kemauan untuk berpartisipasi dan berkontribusi secara langsung.

*****

LUSOR Analysis _ July 2021

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai