Pada saat itu kegiatan yang banyak diselenggarakan sekolah-sekolah lain pada saat
pentas seni yaitu bazaar untuk berjualan makanan/minuman buatan siswa.
Kompetisi yang terjadi antar stand kelas adalah banyak-banyakan untung dari
penjualan. Bahkan ada sekolah yang mengadakan pesta rombong pada acara pensi.
Penjual makanan di jalanan, (bakso; misalnya) di booking diajak masuk stand
diatasnamakan stand bazar kelas. Menurut saya bazar seperti itu kurang
berhimpitan terhadap tujuan pendidikan.
Berdasar fakta yang terjadi tersebut saya membuat konsep seperti bazaar,
mendirikan stand. Akan tetapi tidak seperti bazaar yang diselenggarakan oleh
sekolah-sekolah lain itu. Konsep saya gagas adalah pameran yang memamerkan
produk hasil pembelajaran. Jadi, setiap mata pelajaran wajib mempunyai sebuah
produk pembelajaran yang bisa dipamerkan. Produk tersebut bisa berupa karya
barang ataupun tulisan. Sebagai contoh, dari mapel ekonomi mempunyai produk
buku besar, koleksi uang mainan kuno, dan lain lain. Bagi mata pelajaran yang
kesulitan membuat produk untuk dipamerkan, maka bisa berupa portofolio tugas
siswa yang menjadi barang display.
Selain berupa barang untuk dipamerkan siswa juga melakukan demo praktikum dari
materi pelajaran yang pernah diajarkan. Misalnya : Ada siswa demo praktik fisika
roket air. Ada demo praktik kimia lampu lava, siswa demo magic matematika dan
masih banyak lagi,
Pada tahun pertama pameran ini, cukup sukses. Semua mapel memiliki produk
untuk dipamerkan bahkan produk dari portofolio siswa pun dipamerkan di display
dengan menarik.
Pada tahun, berikutnya kegiatan tersebut dilaksanakan dengan pengembangan yang
lebih terkonsep dengan matang. Efek dari kegiatan tersebut tidak hanya siswa yang
meningkat motivasi belajarnya, guru mata pelajaran pun juga menjadi lebih kreatif
dalam memberikan tugas project yang menarik dan pantas untuk dipamerkan.
Kapan waktu kejadiannya? Situasi apa yang Anda hadapi saat itu? Pihak mana saja
yang Anda minta untuk bekerja sama dan mengapa? Gambarkan secara jelas!
Pada tahun 2009, saya menjadi guru di sebuah SMP swasta. Pada saat itu saya
mendapat tugas tambahan sebagai guru pembimbing OSN bidang Biologi.
Pada tahun itu saya berhasil mengantarkan 2 anak bimbingan saya lolos ke tingkat
nasional. Sedangkan bidang olimpiade yang lain, matematika dan fisika belum
beruntung bisa lolos ke tingkat nasional.
Pada ajang OSN di Makassar tahun 2008 tersebut, dua siswa bimbingan saya
memperoleh medali perunggu. Medali OSN pertama bagi sekolah saat itu. Tentunya
pihak Yayasan dan Kepala sekolah bangga dengan prestasi siswa tersebut.
Setelah keberhasilan tersebut, saya bersama guru fisika dan matematika berdiskusi
untuk menyusun strategi pola pembinaan untuk tahun berikutnya agar lebih tepat
tercapai tujuan, yaitu medali untuk ketiga bidang Biologi, Fisika dan Matematika.
Hasil dari diskusi kami adalah adalah dua point sebagai berikut;
1. Melembagakan OSN sebagai Ekskul yang secara rutin melakukan pertemuan (2jp)
setiap seminggu sekali.
Konsekuensi lembaga dari usulan pertama ini adalah; kami berhak menyeleksi siswa
sebagai anggota secara bertingkat, dan melaksanakan pembinaan seminggu sekali.
2. Memberikan waktu karantina (belajar persiapan lomba secara khusus ditempat
khusus sehingga tidak mengikuti pembelajaran di kelas) kepada siswa terpilih 2
minggu sebelum lomba.
Kesulitan apa saja yang Anda hadapi saat bekerja sama? Adakah penolakan
ataupun kegagalan yang Anda hadapi dalam situasi tersebut? Bagaimana respon
Anda dalam situasi tersebut? Upaya apa yang Anda lakukan untuk tetap fokus
mencapai tujuan yang telah direncanakan?
Hasil pengajuan kami di setujui oleh pihak yayasan dan kepala sekolah. Kami bertiga
menjalankan pola pembinaan yang telah kami rancang tersebut.
Hambatan yang muncul akibat pola pembinaan tersebut adalah, ketika kegiatan
karantina selama 2 minggu, siswa OSN tersebut ketinggalan tugas pelajaran lain. Hal
itu menjadi hambatan fokus siswa. Sedangkan guru mata pelajaran lain merasa
pelajaran yang diampunya juga merupakan pelajaran yang wajib diikuti. Akibat dari
itu, siswa merasa bahwa dia harus mengerjakan tugas mata pelajaran yang lain juga.
Itu yang menyebabkan fokus belajar siswa terhadap materi lomba jadi terganggu.
Selain itu, hambatan berikutnya adalah ketika penerimaan raport semester 1, nilai
rata-rata siswa peserta pembianan OSN turun. Orang tua siswa protes kepada kami
dan juga memberikan motivasi negatif kepada anaknya. Bahwa menurut orang tua
siswa, materi yang perlu dipelajari di sekolah itu tidak hanya materi olimpiade saja,
tetapi semua pelajaran harus baik nilainya.
Menghadapi hambatan tersebut yang saya lakukan adalah
1. Terhadap sesama guru
Meminta kelonggaran pengumpulan tugas terhadap siswa bimbingan OSN yang
sedang karantina.
2. Terhadap orangtua siswa
Kami memberikan pemahaman bahwa ada plus dan minus dari pola pembinaan
tersebut.
Upaya apa saja yang Anda lakukan untuk mendapatkan komitmen dari berbagai
pihak untuk bekerja sama?
Upaya menghadapi hambatan yang kami lakukan terhadap dua aspek tersebut
mendapatkan hasil persetujuan bersama untuk mendukung program pembinaan
dengan pola yang kami laksanakan tersebut.
1. Terhadap sesama guru
Meminta kelonggaran pengumpulan tugas terhadap siswa bimbingan OSN yang
sedang karantina. Proses permintaan kelonggaran tugas tersebut bukan sesuatu
yang mudah dan langsung bisa disetujui oleh beberapa guru. Kami meyakinkan
bahwa pada dasarnya siswa anggota klub sains adalah siswa dengan kemampuan
akademik tinggi, sehingga mereka mudah mengejar ketertinggalan materi lain.
Kami memohon dukungan dari guru mata pelajaran lain untuk turut memberikan
motivasi dan tidak melemahkan motivasi belajar siswa untuk tetap berkompetisi
menjadi juara di OSN.
2. Terhadap orangtua siswa
Kami memberikan pemahaman bahwa ada plus dan minus dari pola pembninaan
tersebut. Nilai plus nya adalah siswa diajak untuk mengenali potensinya sejak dini.
Hal itu merupakan sesuatu yang lebih baik daripada terlambat menegenalinya.
Dengan mengenal potensi lebih awal kita bisa membekali siswa lebih banyak untuk
berprestasi di bidang yang benar-benar menjadi passionnya. Dan resiko dari itu
adalah nilai raport siswa di mata pelajaran lain jadi menurun. Dan dari plus dan
minus tersebut lebih banyak plus nya, apalagi menurut teori multiple intelegent
bahwa siswa tidak bisa dituntut untuk cerdas di semua bidang kecerdasan.
Kepada orang tua, selain kami meminta dukungan motivasi positif, kami juga
memohon kerjasama untuk memfasilitasi siswa dengan penyediaan buku teks untuk
belajar dan biaya akomodasi setiap lomba.
Kami menjelaskan kepada kedua pihak tersebut bahwa kelompok ekskul Sains yang
kami bentuk ini adalah pioneer untuk target sebuah komunitas besar yaitu sekolah.
Pionerr dan target yang kami maksud adalah, melalui kelompok kecil pembinaan
OSN yang hanya 5 anak masing-masing mata pelajaran ini, kami membentuk
komunitas kecil yang memiliki me bisa budaya kemandirian belajar dan iklim
kompetisi yang sehat. Jika dalam komunitas ekskul ini kami bisa membentuknya,
maka diharapkan bisa mempengaruhi komunitas yang lebih besar (skeolah) untuk
bisa terbentuk budaya kemandirian belajar dan iklim kompetisi yang tinggi.
Bagaimana hasilnya?
Setelah tahun 2009 tersebut sekolah SMP kami menjadi sekolah dengan banyak
prestasi lomba mata pelajaran baik yang diselenggarakan dinas pendidikan,
lembaga swasta atau universitas. Prestasi lomba olimpiade rutin diraih oleh siswa-
siswa ekskul sains matematika. Prestasi puncak adalah diraihnya medali perak
(2010), medali emas (2011) OSN biologi dan Medali Perak OSN Fisika (2013).
Sekolah kami semakin dikenal dengan prestasi OSN-nya.
Selain hasil capaian berupa prestasi lomba, secara bersamaan iklim belajar dan
kompetisi yang terbentuk di komunitas sekolah kami menjadi lebih baik.
Kemandirian belajar siswa menjadi lebih tinggi dan motivasi untuk berprestasi siswa
di bidang selain bidang OSN pun juga menjadi lebih tinggi.
Meskipun saya dan teman guru pembina OSN sudah tidak lagi menjadi guru di SMP
Plus Ar-Rahmat, akan tetapi budaya kemandirian belajar dan iklim kompetisi masih
tampak sampai saat ini. Ketika Yayasan Pondok Pesantren Ar-rahmat membuka
jenjang SMA sebagai lanjutan dari SMPnya, Budaya kemandirian belajar dan Iklim
Kompetisi menjadi yang terbaik, telah mengantarkan SMA Plus Ar-rahmat di usianya
yang baru 7 tahun berdiri berada di peringkat 90 dari 100 terbaik SMA di Indonesia
versi LTMPT tahun 2021.
Kapan waktu kejadiannya? Permasalahan, tantangan, atau kompleksitas apa yang
Anda hadapi saat itu? Gambarkan secara jelas!
Permasalahan yang saya tulis pada bagian ini adalah pengalaman menyelesaikan
masalah disinformasi orang tua siswa tentang dakwaan terjadinya kekerasan fisik
terhadap siswa.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 2013. Pada saat itu, saya baru menjabat sebagai
wakil kepala sekolah bidang kesiswaan. Pada hari sabtu malam terakhir dari sebuah
acara perkemahan penerimaan tamu ambalan yang dilaksanakan di sekolah,
beberapa siswa kelas 12 yang bukan anggota dewan ambalan datang ke sekolah.
Tujuh siswa kelas 12 tersebut datang ke sekolah. Panitia perkemahan kelas 11 saat
itu tidak mampu menahan mereka untuk masuk wilayah perkemahan. Setelah
panitia melaporz saya meminta mereka untuk meninggalkan wilayah perkemahan.
Acara perkemahan saat itu adalah api unggun, tepatnya baru mau memulai upacara
penyalaan api.
Setelah selesai menyalakan api unggun, saya mengikuti beberapa tampilan dari
sangga. Saya kemudian didatangi panitia sie keamanan, bahwa ke 7 siswa kelas 12
tadi belum pulang. Dan mereka melihat dua orang dari 7 siswa tersebut muntah-
muntah di depan kantin sekolah. Setelah mendengar laporan tersebut saya
mendatangi mereka.
Ketika tahu saya datang medekati, mereka sontak berlarian menuju parkir. Setelah
saya kejar ke parkiran, saya hanya berhasil menangkap dua orang. Ketika saya tanya,
kenapa lari?, dan siapa yang sakit?, mereka menjawab dua orang nama teman
mereka. Ketika mendengar jawaban mereka, saya mencium aroma yang saya curigai
itu alkohol dari minuman keras yang keluar bersamaan napas mereka. Seketika saya
membentak menanyai mereka, apakah benar mereka baru saja meminum minuman
keras. Mereka terlihat ketakutan dan membantah. Mereka mengatakan bahwa
teman mereka yang muntah tadi sakit masuk angin.
Karena saya tidak memiliki bukti nyata saat itu, saya mengusir mereka untuk
meninggalkan wilayah sekolah.
Saya mendapatkan penguatan dari penjaga sekolah yang saat itu juga bersama
menanyai kedua siswa tersebut bahwa bau mulut tersebut benar adalah bau
minuman keras.
Pada hari senin setelah upacara, saya berkoordinasi dengan sie kedisiplinan dan
beberapa guru untuk melakukan interogasi terhadap kedua siswa tersebut.
Interogasi bertujuan untuk mendapatkan pengakuan dari mereka dan mendapatkan
informasi detail kejadian mabuk-mabukan, jika memang benar itu terjadi.
Singkat cerita, kedua orang tua siswa A dan Siswa B mengrim pesan singkat kepada
saya, bahwa mereka tidak terima kalau anaknya dipukuli dan menerima kekerasan.
Kedua orang tua siswa tersebut menanyakan identitas guru yang telah
menginterogasi mereka dan mengancam akan melaporkan ke polisi.
Sebagai Waka Kesiswaan yang baru saja menerima tugas, kejadian tersebut
merupakan peristiwa yang menantang dan kompleks karena terkait dengan orang
tua dan institusi kepolisian.
Upaya apa saja yang Anda lakukan untuk memahami situasi tersebut secara
komprehensif? Peluang dan kesempatan apa saja yang Anda identifikasi dalam
situasi tersebut untuk membantu Anda menghadapinya?
Setelah menerima pesan singkat tersebut saya berkoordinasi dengan tim
kedisiplinan yang saat itu bertugas menginterogasi langsung. Saya mengkonfirmasi
informasi dari orang tua siswa kepada tim interogasi. Saya mendapat jawaban
bahwa dipastikan bahwa saat itu benar-benar tidak terjadi kekerasan fisik. Informasi
itu cukup melegakan karena informasi yang diberikan siswa kepada orang tua tidak
benar.
Saya memiliki keyakinan bahwa setiap orang tua pasti menyayangi anaknya dan
ketika mendengar aduan anak akan merespon dengan mempercayai tanpa
konfirmasi. Informasi bahwa telah terjadi kekerasan terhadap siswa oleh guru
merupakan disinformasi yang harus diluruskan.
Saya mempunyai teman yang berprofesi sebagai dokter di sebuah rumah sakit
swasta dan seorang polisi yang berdinas di Polres. Satu hari sebelum saya
mengundang orang tua siswa ke sekolah, saya telah berdiskusi dengan kedua teman
tersebut. Dari diskusi saya dengan teman dokter menyatakan bahwa proses visum
tidak akan dilayani rumah sakit jika tidak atas permintaan polisi. Sedangkan hasil
diskusi dengan teman polisi adalah jika kasus sudah masuk ke meja kepolisian
maka akan panjang urusannya.
Pertimbangan-pertimbangan atau alternatif apa saja yang Anda hadirkan dalam
membuat keputusan? Informasi apa lagi yang Anda gunakan untuk memperkuat
keputusan Anda?
Saya kemudian mengundang orang tua siswa ketujuh tersebut ke sekolah untuk
mendapatkan penjelasan peristiwa sabtu malam dan proses interogasi. Dari ke tujuh
orang tua siswa yang kami panggil, enam orang tua siswa pada akhirnya menyadari
bahwa kabar kekerasan terhadap anak tidak benar dan bahkan meminta maaf atas
kesalahan anaknya yang telah minum-minuman keras. Serta ikhlas jika anaknya
memperoleh hukuman sesuai peraturan sekolah. Sedangkan satu orang tua siswa
yang datang dengan mengajak seorang yang kami duga adalah polisi berdasarkan
postur ciri-ciri fisiknya.
Orang tua tersebut yang sebelumnya mengancam akan melaporkan kejadian ini ke
polisi.
Saya menemui orang tua siswa tersebut bersama salah satu tim interogasi. Kami
menceritakan kejadian yang sebenarnya terjadi pada ruang kurikulum saat
interogasi. Kami memberikan kesempatan jika memang mau memvisumkan
anaknya dan melaporkan ke kepolisian. Hal itu kami lakukan karena kami yakin
orang tua tersebut hanya menggertak atau terbawa emosi.
Setelah kedua siswa tersebut dikeluarkan dari sekolah, beberapa orang tua siswa
yang kami hubungi via pesan singkat untuk menanyakan perkembangan sikap
anaknya di rumah. Dan orang tua siswa tersebut merespon positif dan berterima
kasih karena telah diingatkan untuk memberikan perhatian kepada anaknya dan
berterima kasih karena kedua siswa A dan B telah dikeluarkan karena selama ini
memberi pengaruh kurang baik bagi anak-anaknnya.
Kapan waktu kejadiannya? Masukan atau umpan balik apa yang secara spesifik
Anda dapatkan? Apa yang Anda rasakan saat menerima masukan atau umpan balik
tersebut?
Sebelum saya mengajar di SMA Negeri 1 Balen saya telah mengajar di SMP swasta
selama 5 tahun. SMP tersebut terkenal memiliki siswa pintar dan cerdas. Cara saya
mengajar di SMP tersebut masih terbawa di SMA Negeri 1 Balen sampai pada tahun
2012. Cara mengajar saya sebelumnya lebih banyak menggunakan LCD proyektor
yang berisi lebih banyak gambar dari pada tulisan. Ketika saya menjelaskan materi
yang terdapat pada gambar, pernyataan-pernyataan konsep penting saya sampaikan
secara lisan. Saya sangat jarang sekali menggunakan papan tulis untuk menuliskan
materi/konsep penting. Harapan saya, siswa secara mandiri mencatat penjelasan
yang dianggap penting di buku catatan masing-masing.
Sebagian siswa perempuan mengkritik cara mengajar saya. Mereka meminta saya
untuk menjelaskan dengan menuliskan materi di papan untuk disalin. Dan kemudian
dari materi yang ditulis di papan tersebut yang nantinya akan di keluarkan sebagai
bahan soal ujian. Saya dibandingkan dengan guru biologi sebelum saya yang
membelajarkan dengan cara tersebut dan mereka suka karena nilainya bagus.
Menurut saya saat itu, apa yang diusulkan oleh siswa tersebut bukanlah tipe belajar
yang baik. Cara tersebut sudah merupakan cara belajar jadul yang tidak melatih
kemandirian belajar dan melatih siswa untuk berpikir kritis dan kreatif. Terhadap
kritik dan saran tersebut saya mengabaikan karena saya merasa bahwa teknik
mengajar saya sudah tepat.
Bagaimana cara Anda menyikapi masukan dan umpan balik tersebut untuk
pengembangan diri Anda?
Meskipun di depan siswa saya mengatakan bahwa cara mengajar saya sudah tepat,
tetapi saya melakukan riset/observasi untuk mencoba mengikuti usulan siswa
tersebut.
Saya merasa cara mengajar yang saya lakukan selama ini baik-baik saja. Oleh
karena itu ketika mendapati kenyataan respon yang berbeda dari siswa di SMAN 1
Balen terhadap cara saya mengajar, saya merasa kurang nyaman terhadap kritik
tersebut.
Saat itu saya mengambil keputusan untuk membuka kritik dan saran atas cara saya
mengajar. Saya meminta setiap siswa yang remidi untuk menuliskan kritik dan saran
kepada saya sebagai tugas remidi yang kedua. Saya tidak langsung
memberitahukan kepada siswa untuk mengkritik dan memberi saran kepada saya.
Cara saya adalah dengan menulis sebuah esai/tulisan panjang yang semua saya
minta untuk memberi judul : Seandainya saya menjadi guru biologi. Harapan saya
saat itu saya bisa mengetahui guru biologi terbaik versi mereka masing-masing
seperti apa. Karena pasti masing-masing siswa memiliki guru favorit entah di SD,
SMP atau SMA. Saya berharap dari cerita yang mereka tulis saya bisa mengetahui
harapan mereka terhadap cara saya mengajar, cara saya berkomunikasi dan lain-
lain.
Bagaimana aplikasi hasil proses pembelajaran yang Anda sebutkan di dalam
pekerjaan Anda?
Aplikasi dari saran dan kritik siswa kemudian saya mencoba beberapa hal
diantaranya
1. Mengajarkan siswa membuat catatan berupa mindmapping
Saya mengajari teknik membuat mind mapping pada beberapa materi. Siswa
merasa senang karena tidak bosan. Akan tetapi strategi ini membutuhkan waktu
yang lebih lama karena selain konsep inti siswa juga lebih suka mengkreasikan
dengan warna-warni, gambar-gambar dan lain-lain.
2. Mengajarkan siswa untuk membuat peta konsep
Untuk menghindari kebosanan dengan mindmapping saya mengajari siswa untuk
membuat peta konsep. Kebanyakan dari siswa pada akhirnya menyusun peta
konsep akan tetapi sebagian siswa merasa kesulitan.
3. Mengajarkan siswa untuk membuat pertanyaan dan menjawabnya sendiri
Saya juga pernah mengaplikasikan model RQA (reading, questioning and answering).
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari siswa kebanyakan adalah pertanyaan dari
buku atau internet. Tipe pertanyaan juga monoton tidak jauh dari level pertanyaan C1
dan C2.
4. Membuat point materi untuk saya tulis di papan
Pada akhirnya saya mencoba untuk menjelaskan dengan menuliskan konsep penting
di papan tulis. Cara ini efektif untuk siswa SMAN 1 Balen. Siswa rajin menulis di
papan, meskipun secara kualitas pembelajaran tidak seperti yang saya harapkan
yaitu melatih berpikir kritis dan kreatif.
Saya masih terus belajar mengkompromikan idealisme saya dengan realita yang
saya hadapi untuk tetap mencapai tujuan saya yaitu membelajarkan keterampilan
berpikir siswa.
Kapan waktu kejadiannya? Siapa yang Anda kembangkan? Apa yang memotivasi
Anda melakukan pengembangan tersebut?
Peristiwa ini terjadi tahun 2011. Saat itu saya menjabat sebagai waka kurikulum di
tahun ketiga. Saya mengkader teman sejawat bernama Ibu Cahyaning Wahyu Siwi
yang saat itu menjabat sebagai Waka Sarpras. Meskipun sebagai sesama Wakil
Kepala Sekolah, pada saat itu bidang sarpras belum memiliki tugas yang berat,
karena pembagian tugas sebagai urusan sarana prasarana lebih banyak ditangani
langsung oleh kepala sekolah dan dibantu bendahara sekolah serta petugas pendata
aset. Pada saat itu saya bermaksud untuk mengkader beliau untuk menggantikan
saya di bidang kurikulum dan saya beralih ke bidang kesiswaan. Alasan saya adalah
bidang kesiswaan saat itu belum tergarap dengan baik. Bahkan saya sering terlibat
di bidang kesiswaan untuk urusan OSIS dan Lomba siswa. Sedangkan waka
kesiswaan yang menjabat saat itu adalah seorang guru BK yang akan diproyeksikan
untuk menangani dana BOS.
Hal apa yang menjadi fokus pengembangan? Ceritakan pula cara Anda membangun
kesepakatan guna mencapai hasil pengembangan yang diharapkan.
Fokus pengembangan Bu Siwi saat itu adalah kepercayaan diri untuk diterima oleh
teman-teman guru yang lain. Sebagai tugas utama waka kurikulum yang saat itu
tergambar di pikiran Bu Siwi adalah hal-hal yang bersinggungan dengan teman
sejawat. Hal tersebut dikeluhkan pertama kali ketika saya sampaikan bahwa dia
akan diproyeksikan di bidang kurikulum. Selain itu juga tentang kemampuan IT, dia
merasa tidak sepandai mengoperasikan beberapa software komputer seperti saya.
Saya merasa hal itu sebagai sesuatu yang wajar disebabkan karena beliau
sebelumnya bukan tipikal sebagai pimpinan atau sebagai pengambil keputusan-
keputusan meskipun kecil di sekolah. Berbeda dengan saya saat itu sebagai waka
kurikulum, beberapa keputusan kecil berani saya ambil. Misalnya terkait kedisiplinan
teman sejawat dalam kegiatan pembelajaran, menegur guru yang memiliki jam
mengajar, menghubungi guru yang tidak hadir di sekolah, melakukan supervisi
dokumen pembelajaran dan lain-lain.
Pada saat itu saya menyampaikan bahwa fokus Waka kurikulum adalah
menyediakan dokumen-dokumen kurikulum yang lengkap dan me-manaje proses
belajar mengajar agar berlangsung dengan baik.
Selama dokumen kurikulum lengkap, pengaturan jadwal pelajaran baik, menyediakan
dokumen kontrol pembelajaran dan lain-lain sudah cukup. Urusan Kedisiplinan
teman sejawat kita serahkan kepada kepala sekolah untuk menegur dan mengajak
disiplin. Sedangkan untuk keterampilan ber IT saya siap mengajari apapun yang
dibutuhkan.
Dukungan apa saja yang Anda berikan bagi orang tersebut? Hambatan apa yang
Anda temui dan bagaimana cara Anda mengatasinya? Upaya-upaya apa saja yang
Anda lakukan untuk mempertahankan motivasi orang tersebut?
Dukungan yang saya berikan adalah membantu mengkomunikasikan segala sesuatu
terkait guru / teman sejawat ketika dia membutuhkan bantuan untuk
menyampaikannya. Misalnya menagih RPP atau Setor Nilai, dll. Selain itu saya juga
mengajari cara membuat jadwal pelajaran, menggunakan aplikasi UN, membuat
format nilai otomatis, membuat format Kisi-kisi dan Kartu soal otomatis, serta
beberapa aplikasi atau prograam komputer lainnya.
Hambatan yang saya temui dalam pengkaderan ini adalah masalah gender.
Dikarenakan beliau adalah ibu-ibu yang harus mengurusi rumah tangga lebih banyak
daripada pria. Apalagi pada saat itu dia masih mempunyai anak kecil. Oleh karena itu
waktu yang tersedia untuk bekerja di luar jam sekolah/lembur terbatas. Padahal
pekerjaan Kurikulum sangat banyak dan seringnya dengan deadline yang sangat
mendesak.
Pada saat itu saya memberikan tawaran beberapa solusi atas permasalahan
keterbatasan waktu tersebut. Diantaranya untuk mencari pembantu rumah tangga,
mencari kontrakan rumah yang lebih dekat dengan sekolah, dan mengusulkan
kepada kepala sekolah untuk meminta asisten Waka Kurikulum. Pada saat itu semua
waka tidak memiliki asisten. Semua tugas Waka dikerjakan sendiri oleh waka
tersebut.
Demi menjaga motivasi bekerja saat itu, saya masih membantu dia untuk lembur di
sekolah. Dengan alasan bahwa saya juga punya anak kecil dan bisa meluangkan
waktu. Saya juga membantu mengambil keputusan-keputusan untuk ide-ide kecil
maupun besar. Misalnya dalam membuat SK Pembagian tugas. Pertimbangan-
pertimbangan siapa-siapa yang sebaiknnya menjadi wali kelas, pembagian jam
mengajar dan lain-lain.
Bagaimana hasilnya?
Pada satu tahun pertama menjalankan tugas sebagai waka kurikulum banyak
perubahan yang terjadi pada dia. Di tahun Kedua, dia sudah menjadi lebih percaya
diri untuk mengambil keputusan-keputusan terkait kurikulum. Dan sudah mulai
berani berkomunikasi terkait tugas dan kewajiban teman-teman guru. Prediksi saya
di awal proyeksi dia menjadi Waka Kurikulum dulu tepat, bahwa Bu Siwi adalah Guru
yang siap belajar dan cepat menyesuaikan diri dengan tugas baru. Pada saat ini di
tahun ke 6 beliau menjabat sebagai waka kurikulum beliau sudah matang untuk
menjadi pimpinan di sekolah.