Anda di halaman 1dari 48

ASUHAN KEBIDANAN COMPREHENSIF PADA NY L USIA 26 TAHUN

DENGAN BERKURANGNYA PRODUKSI ASI IBU BEKERJA DALAM


PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI DUSUN SENDANGADI
Baiq Rina Wulandari Email : baiq.rina7@gmail.com

Abstrak
Ibu yang aktif bekerja, upaya pemberian ASI Eksklusif seringkali
mengalami hambatan lantaran singkatnya masa cuti hamil dan melahirkan
mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI Eksklusif berakhir mereka sudah
harus kembali bekerja. Bagi ibu yang bekerja sebenarnya menyusui tidak perlu
dihentikan, jika memungkinakan bayi dapat dibawah ketempat bekerja atau ibu
bisa pulang ke rumah dan memberikan ASI pada bayinya . Namun hal ini sangat
sulit dilaksanakan karena sebagian besar tempat kerja saat ini belum menyediakan
sarana penitipan bayi atau pojok laktasi yaitu tempat ibu memberikan ASI kepada
bayinya. Alternatif lain yang dapat ibu lakukan yaitu dengan cara pompa ASI atau
pumping ASI.
Kata Kunci : Berkurangnya produksi ASI, Ibu bekerja, ASI Eksklusif
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Menyusui merupakan suatu proses yang alamiah dan salah satu
tugas dalam perawatan kesehatan anak (bayi), namun pada kenyataannya
tidak semua ibu dapat melaksanakan tugas tersebut dengan baik, tidak
berhasil menyusui atau menghentikan menyusui lebih dini. Kondisi ini
tidak hanya berdampak pada kesehatan bayi tetapi pada beberapa
perempuan juga dapat mengganggu konsep diri sebagai ibu, karena tidak
dapat berperan optimal dalam perawatan kesehatan bayinya. Gangguan
kesehatan jiwa berupa gangguan konsep diri yang dialami perempuan pada
usia produktif sering berhubungan dengan perannya sebagai ibu dan
pekerja (Hamid, 2018).
Ada berbagai macam faktor yang mempengaruhi proses menyusui,
salah satunya adalah kembali bekerja. Tempat bekerja memberikan
kontribusi kepada penurunan angka menyusui wanita bekerja (Murtagh &
Mounton, 2011). Searah dengan hal tersebut kebijakan pembangunan di
bidang kesehatan ditujukan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat pekerja. Akan
tetapi masih banyak dijumpai wanita pekerja belum mendapatkan hak
sesuai dengan kodratnya, khususnya dalam hal menyusui (Arno, 2014).
Ibu yang menyusui secara eksklusif mempunyai kontribusi yang
cukup besar terhadap peningkatan derajat kesehatan bayi terutama
menurunnya jumlah kematian bayi. Oleh karena itu sangat disayangkan
apabila sesudah persalinan ibu tidak memberikan ASI secara eksklusif atau
bahkan menghentikan sama sekali pemberian ASI kepada bayinya
(Afiyanti, 2014).
Menurut The World Health Report 2005, angka kematian bayi baru
lahir di Indonesia adalah 20 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka
kematian balita sebesar 46 per 1.000 kelahiran hidup. Berdasarkan
penelitian WHO tahun 2000 pada enam negara berkembang, resiko
kematian bayi antara 9-12 bulan meningkat 40% jika bayi tersebut tidak
disusui. Sementara pada bayi berusia dibawah dua bulan, angka kematian
ini meningkat menjadi 48%. (Roesli, 2008).
Cakupan ASI Eksklusif di dunia rata-rata sebesar 38%. Di Negara
berkembang termasuk negara Indonesia cakupan ASI Eksklusif secara
nasional, cakupan bayi mendapat ASI eksklusif sebesar 61,33 %. Angka
tersebut sudah melampaui target Renstra tahun 2017 yaitu 44%.
(Kemenkes, 2018).
Ibu yang aktif bekerja, upaya pemberian ASI Eksklusif seringkali
mengalami hambatan lantaran singkatnya masa cuti hamil dan melahirkan
mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI Eksklusif berakhir mereka
sudah harus kembali bekerja. Bagi ibu yang bekerja sebenarnya menyusui
tidak perlu dihentikan, jika memungkinakan bayi dapat dibawah ketempat
bekerja atau ibu bisa pulang ke rumah dan memberikan ASI pada
bayinya . Namun hal ini sangat sulit dilaksanakan karena sebagian besar
tempat kerja saat ini belum menyediakan sarana penitipan bayi atau pojok
laktasi yaitu tempat ibu memberikan ASI kepada bayinya. Alternatif lain
yang dapat ibu lakukan yaitu dengan cara pompa ASI atau pumping ASI.
Ibu dapat memompa ASI sebelum pergi bekerja, kemudian ASI dapat
disimpan di freezer dan bisa diberikan kepada bayi saat bayi haus atau
lapar.(Azzisya, 2010).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan, di dapatkan studi
kasus pada Ny. L yaitu ibu bekerja dengan pemberian ASI Eksklusif pada
bayinya usia 5 bulan. Dari hasil wawancara dengan ibu, didapatkan
informasi bahwa selama bekerja ibu melakukan pumping ASI dan setelah
selesai pumping, ASI kemudian diambil oleh suami di tempat kerja untuk
diberikan ke bayinya. Dan selama 8 jam kerja ibu biasanya melakukan
pumping 2 kali. Ibu merasa produksi ASInya sudah mulai berkurang,
dilihat dari hasil pumping yang di dapatkan biasanya setiap pumping ibu
mendapatkan 180 cc akan tetapi dalam bulan ini terkadang mendapatkan
150 cc atau 120 cc. Hal ini membuat ibu khawatir tidak dapat memberikan
ASI kepada bayinya sampai 2 tahun, karena dari pengalaman anak 1 ibu
hanya dapat memberikan ASI selama 8 bulan karena produksi ASI
berhenti.
II. Tujuan
A. Tujuan Umum
Mengetahui Berkurangnya Produksi Asi Ibu Bekerja Dalam Pemberian
Asi Eksklusif
B. Tujuan Khusus
1. Diketahuainya cara pemberian ASI Eksklusif pada bayi Ny. L
2. Diketahuinya kuantitas ASI ibu bekerja Ny. L
3. Diketahuinya kualitas ASI ibu bekerja Ny. L
III. Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan dalam ruang lingkup pada ilmu dan teori tentang
Ibu Bekerja dalam pemberian ASI eksklusif. Objek penelitian ini yaitu ibu
bekerja yang memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Lokasi penelitian
ini yaitu di Rusunawa Jongke, Sendangadi. Waktu penelitian ini dilakukan
pada bulan November 2020
IV. Manfaat
A. Manfaat Teoritis
1. Diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan
informasi untuk ibu bekerja dalam memberikan ASI terhadap
anaknya, dan juga dapat dijadikan rujukan pengembangan
keilmuan dalam dunia kesehatan khususnya di bidang kebidanan
B. Manfaat Praktis
1. Bagi masyarakat, khususnya ibu bekerja diharapkan dapat
memberikan pengetahuan dan informasi mengenai betapa
pentingnya pemberian ASI Eksklusif untuk anak 0-6 bulan dan
dilanjutkan selama 2 tahun.
2. Bagi peneliti selanjutnya dapat digunakan sebagai referensi untuk
penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengalaman ibu
bekerja dalam memberian ASI terhadap anaknya.
V. Sumber Data
Dari hasil kunjungan dan wawancara dengan Ny. L didapatkan
informasi bahwa selama bekerja ibu melakukan pumping ASI dan setelah
selesai pumping, ASI kemudian diambil oleh suami di tempat kerja untuk
diberikan ke bayinya. Dan selama 8 jam kerja ibu biasanya melakukan
pumping 2 kali. Ibu merasa produksi ASInya sudah mulai berkurang,
dilihat dari hasil pumping yang di dapatkan biasanya setiap pumping ibu
mendapatkan 180 cc akan tetapi dalam bulan ini terkadang mendapatkan
120 cc. Hal ini membuat ibu khawatir tidak dapat memberikan ASI kepada
bayinya sampai 2 tahun, karena dari pengalaman anak 1 ibu hanya dapat
memberikan ASI selama 8 bulan karena produksi ASI berhenti.

BAB II
TINJAUAN TEORI

I. Konsep Dasar ASI Eksklusif


A. Pengertian ASI Eksklusif
ASI (Air Susu Ibu) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan
protein,lactose dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua
belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi
(Haryono dan Setianingsih, 2014). Pada usia 6 bulan pertama, bayi
hanya perlu diberikan ASI saja atau dikenal dengan sebutan ASI
eksklusif (Maryunani, 2010). ASI Eksklusif adalah air susu ibu yang
diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa
menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain
(Perbup Sleman no. 38 tentang IMD dan ASI Eksklusif, 2015).
Pemberian makanan yang baik dan tepat pada bayi sejak lahir
hingga usia dua 2 tahun merupakan salah satu upaya mendasar untuk
mencapai kualitas pertumbuhan dan perkembangan bayi serta untuk
memenuhi hak bayi atas ASI. Pola pemberian makan pada bayi lahir
sampai 2 tahun yang di rekomendasikan dalam Global Strategy on
Infant and Child Feeding adalah sebagai berikut : (1) Inisiasi Menyusu
Dini, (2) Menyusui secara ekslusif selama 6 bulan, (3) MP-ASI
diberikan mulai bayi berumur 6 bulan; dan (4) tetap menyusui hingga
anak berusia 24 bulan atau lebih (Kemenkes RI, 2014).
Menyusui adalah cara alami untuk memberikan asupan gizi,
imunitas dan memelihara emosional secara optimal bagi pertumbuhan
dan perkembangan bayi. Tidak ada susu buatan (Susu Formula) yang
dapat menyamai ASI baik dalam hal kandungan nutrisi, faktor
pertumbuhan, hormon dan terutama imunitas. Karena imunitas bayi
hanya bisa didapatkan dari ASI. (Kemenkes RI, 2014).

B. Manfaat Pemberian ASI Eksklusif


ASI memiliki banyak manfaat selain bermanfaat untuk bayi
namun dapat pula bagi ibu bayi yang menyusui. Manfaat ASI bagi bayi
yaitu:
1. Menurut UNICEF (2013) seorang anak yang diberikan ASI
memiliki kesempatan untuk bertahan hidup tiga kali lebih besar
dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan ASI.
2. ASI dapat mencerdaskan mental maupun kognitif bayi, memiliki
risiko yang lebih kecil dari terserangnya infeksi diare, otitis media,
infeksi saluran pernafasan dan lain-lain (Haryono, 2014).
3. ASI merupakan makanan alami yang baik untuk bayi, praktis,
ekonomis, mudah dicerna, zat gizi yang ideal sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan pencernaan bayi, dapat juga
melindungi dari infeksi gastrointestinal. ASI tidak mengandung
beta-lactoglobulin yang dapat menyebabkan alergi pada bayi.

Manfaat ASI bagi ibu yang menyusui untuk bayinya yaitu


dengan menyusui mengurangi perdarahan post partum. ASI juga dapat
mengurangi kemungkinan terjadi kanker payudara pada masa yang akan
datang. Menyusui dapat pula mengurangi kemungkinan terjadi kanker
ovarium, dan penurunan risiko diabetes tipe 2 (Gupta, 2016).

Ibu yang memberikan ASI eksklusif pada bayinya juga efektif


menurunkan berat badan dibandingkan dengan yang tidak memberikan
ASI eksklusif yaitu terdapat perbedaan 0.02 kg (Hermayanti,D., 2010).

C. Komposisi ASI
Komposisi ASI tidak sama dari waktu ke waktu. Faktor-faktor
yang mempengaruhi komposisi ASI adalah stadium laktasi, ras,
keadaan nutrisi dan diit ibu. Air susu ibu menurut stadium laktasi
adalah kolostrom, ASI transisi/peralihan dan ASI matur (Fikawati dkk,
2015).

1. Kolostrom
Cairan pertama kali yang keluar dari kelenjar payudara,
mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat
dalam alveoli dan duktus dari kelenjar payudara sebelum dan
sesudah masa puerperium. Kolostrom keluar pada hari pertama
sampai hari keempat pasca persalinan. Cairan ini mempunyai
viskositas kental, lengket dan berwarna kekuning-kuningan. Cairan
kolostrom mengandung tinggi protein, mineral garam,vitamin A,
nitrogen, sel darah putih dan antibodi yang tinggi dibandingkan
dengan ASI matur. Selain itu, kolostrom rendah lemak dan
laktosa.Protein utamanya adalah immunoglobulin (IgG, IgA, IgM)
berguna sebagai antibodi untuk mencegah dan menetralisir bakteri,
virus, jamur dan parasit. Volume kolostrom antara 150-300 ml/24
jam. Meskipun kolostrom hanya sedikit volumenya, tetapi volume
tersebut mendekati kapasitas lambung bayi yang berusia 1-2 hari.
Kolostrom berfungsi sebagai pencahar ideal yang dapat
mengeluarkan zat-zat yang tidak terpakai dari usus bayi baru lahir
dan mempersiapkan kondisi saluran pencernaan agar siap
menerima makanan yang akan datang (Nugroho, 2011).
2. ASI Peralihan
Merupakan peralihan dari kolostrom sampai menjadi ASI
matur. ASI peralihan keluar sejak hari ke 4-10 pasca
persalinan.Volumenya bertambah banyak dan ada perubahan warna
dan komposisinya. Kadar immunoglobulin menurun, sedangkan
kadar lemak dan laktosa meningkat (Nugroho, 2011)
3. ASI Matur
ASI yang keluar dari hari ke 10 pasca persalinan sampai
seterusnya.Komposisi relative konstan (adapula yang menyatakan
bahwa komposisi ASI relative mulai konstan pada minggu ke 3
sampai minggu ke 5), tidak mudah menggumpal bila dipanaskan.
ASI pada fase ini yang keluar pertama kali atau pada 5 menit
pertama disebut sebagai foremilk. Foremilk lebih encer, kandungan
lemaknya lebih rendah namun tinggi laktosa, gula protein, mineral
dan air (Nugroho, 2011). Selanjutnya setelah foremilk yang keluar
adalah hindmilk. Hindmilk kaya akan lemak dan nutrisi sehingga
membuat bayi merasa lebih cepat kenyang. Bayi akan lebih
lengkap kecukupan nutrisinya bila mendapatkan keduanya yaitu
foremilk maupun hindmilk (Nugroho, 2011).
Tabel. 1 Kandungan yang terdapat di dalam ASI

ASI
Komposisi Kolostrom ASI Transisi Asi Matur
Protein (g%) 4,1 1,6 1,2
Lemak (g%) 2,9 2,9 3,7
Laktosa (g%) 3,5 3,5 7
Kalori (kcal/100ml) 57 63 65
Natrium (g%) 48 29 15
Kalium (g%) 74 64 57
Kalsium (g%) 39 46 35
Fosfor (g%) 14 20 15
Sumber : Nugroho, 2011
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI
Produksi ASI dapat meningkat atau menurun tergantung stimulasi
pada kelenjar payudara. (Haryono dan Setianingsih, 2014). Beberapa
faktor yang mempengaruhi produksi ASI antara lain :
1. Frekuensi menyusui
Menyusui direkomendasikan sedikitnya 8 kali perhari pada periode
awal setelah melahirkan.Frekuensi menyusui ini berkaitan dengan
kemampuan stimulasi hormone dalam kelenjar payudara (Nugroho,
2011).
2. Berat lahir
Berat lahir bayi berkaitan dengan kekuatan untuk mengisap,
frekuensi dan lamanya menyusui yang kemudian akan
mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam
memproduksi ASI (Nugroho, 2011).
3. Umur kehamilan saat melahirkan
Bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu)
sangat lemah dan tidak mampu mengisap secara efektif sehingga
produksi ASI lebih rendah daripada bayi yang lahir tidak
prematur.Lemahnya kemampuan mengisap pada bayi prematur
disebabkan berat badan yang rendah dan belum sempurnanya
fungsi organ (Nugroho, 2011).
4. Umur dan paritas
Ibu yang melahirkan bayi lebih dari satu kali, produksi ASI pada
hari keempat setelah melahirkan lebih tinggi dibanding ibu yang
melahirkan pertama kali (Nugroho, 2011).
5. Stress dan penyakit akut
Pengeluaran ASI akan berlangsung baik apabila ibu merasa rileks
dan nyaman. Keadaan ibu yang cemas dan stres akan mengganggu
proses laktasi karena produksi ASI terhambat. Penyakit infeksi
kronik dan akut dapat mempengaruhi produksi ASI (Nugroho,
2011).
6. Konsumsi rokok
Merokok akan menstimulasi pelepasan adrenalin sehingga
menghambat pelepasan oksitosin. Dengan demikian volume ASI
akanberkurang karena kerja hormon prolaktin dan hormon
oksitosin terganggu (Nugroho, 2011).
7. Konsumsi alkohol
Meskipun minuman alkohol dosis rendah disatu sisi dapat membuat
ibu rileks sehingga membantu pengeluaran ASI namun disisi lain
etanol dapat menghambat produksi oksitosin (Nugroho, 2011).
8. Pil kontrasepsi Pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestin
apabila dikonsumsi oleh ibu menyusui akan menurunkan volume
dan durasi ASI, namun apabila pil kontrasepsi hanya mengandung
progestin saja makan tidak akan mengganggu volume ASI
(Nugroho, 2011).
9. Makanan ibu
Seorang ibu yang kurang gizi akan mengakibatkan turunnya jumlah
ASI bahkan pada akhirnya produksi ASI dapat terhenti. Hal ini
disebabkan pada masa kehamilan jumlah pangan dan gizi yang
dikonsumsi ibu tidak memungkinkan untuk menyimpan cadangan
lemak dalam tubuhnya yang kelak akan digunakan sebagai salah
satu komponen ASI dan sebagai sumber energy selama proses
menyusui (Haryono dan Setianingsih, 2014).
10. Dukungan suami dan keluarga lain
Dukungan suami dan keluarga akan membuat perasaan ibu menjadi
bahagia, senang, sehingga ibu akan lebih menyayangi bayinya yang
pada akhirnya akan mempengaruhi pengeluaran ASI lebih banyak
(Haryono dan Setianingsih, 2014).
11. Perawatan payudara
Perawatan payudara dapat dimulai ketika kehamilan masuk 7-8
bulan. Payudara yang terawatt baik akan mempengaruhi produksi
ASI lebih banyak sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi.
Perawatan payudara yang baik juga akan membuat puting tidak
mudah lecet ketika diisap bayi. Pada masa 6 minggu terakhir masa
kehamilan perlu dilakukan pengurutan payudara. Pengurutan
payudara akan menghambat terjadinya penyumbatan pada duktus
laktiferus sehingga ASI akan keluar dengan lancer (Haryono dan
Setianingsih, 2014).
12. Jenis persalinan
Ibu dengan persalinan normal dapat segera menyusui bayinya
setelah melahirkan.ASI sudah keluar pada hari pertama
persalinan.Sedangkan pada persalinan sectio caesaria (sesar)
seringkali ibu merasa kesulitan menyusui segera setelah lahir,
terutama pada ibu yang diberikan anestesi (bius) umum. Ibu
relative tidak bisa menyusui bayinya pada satu jam pertama setelah
melahirkan. Kondisi luka operasi di perut ibu juga dapat
menghambat proses menyusui (Haryono dan Setianingsih, 2014).
13. Rawat gabung
Rawat gabung bayi dengan ibu setelah melahirkan akan
meningkatkan frekuensi menyusui. Bayi akan mendapatkan ASI
lebih sering sehingga timbul refleks oksitosin yang akan
merangsang refleks prolaktin untuk memproduksi ASI kembali.
Selain itu refleks oksitosin juga akan membantu proses fisiologis
involusi rahim yaitu proses pengembalian ukuran rahim seperti
sebelum hamil (Haryono dan Setianingsih, 2014)
E. Memaksimalkan Kualitas dan Kuantitas ASI
Cara yang terbaik untuk menjamin pengeluaran ASI adalah dengan
cara setiap selesai menyusui memastikan bahwa buah dada benar-benar
menjadi kosong. Pengosongan payudara akan merangsang kelenjar
payudara untuk memproduksi ASI lebih banyak lagi. Agar proses
menyusui berjalan lancar, hal penting yang perlu dipenuhi adalah
kelancaran produksi ASI (Haryono dan Setianingsih, 2014). Beberapa
upaya untuk memproduksi ASI lebih banyak dan meningkatkan kualitas
ASI adalah sebagai berikut :
1. Menimbulkan kepercayaan diri ibu Kepercayaan diri dan
keyakinan bahwa ibu memiliki kemampuan untuk memberikan ASI
sangat penting karena akan mempengaruhi hormone oksitosin yang
berperan dalam produksi ASI. Kepercayaan diri ibu dapat
ditumbuhkan dengan cara menambah pengetahuan seputar ASI dan
menyusui (Fikawati dkk, 2015). Keyakinan dan kepercayaan diri
yang kuat merupakan faktor determinan penting yang mendorong
keberhasilan pemberian ASI (Nirwana, 2014).
2. Menyusui dengan benar Teknik menyusui dengan posisi dan
perlekatan yang dianjurkan akan memaksimalkan produksi ASI
(Fikawati dkk, 2015).
3. Menghindari penggunaan dot/kempeng Tekstur dot/empeng dan
payudara sangat berbeda, karena dot/empeng terbuat dari karet.Bila
bayi sudah terlanjur diberikan dot/empeng kemungkinan bayi
menolak untuk disusui terutama bila produksi ASI masih sedikit
(Lestari, D. 2013).
4. Tidak memberikan susu formula dan makanan lain kepada bayi
Pemberian susu formula dan makanan lain pada bayi akan mebuat
bayi merasa kenyang sehingga mengurangi konsumsi ASI yang
berarti mengurangi proses isapan bayi ke payudara. Padahal isapan
bayi dapat merangsang hormon oksitosin untuk memproduksi ASI
dan hormon prolaktin untuk mengeluarkan ASI. Disamping itu
pemberian makanan dini akan meningkatkan terjadinya infeksi
pada bayi seperti diare dan meningitis (Fikawati dkk, 2015).
5. Memberikan ASI sesering mungkin Memberikan ASI kepada bayi
berarti merangsang isapan bayi ke payudara ibu. Makin banyak
ASI yang dikeluarkan maka akan makin banyak memproduksi ASI
(Fikawati dkk, 2015).
6. Memperbanyak konsumsi makanan bergizi Asupan makanan ibu
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi komposisi dan
produksi ASI (Fikawati dkk, 2015).
7. Melakukan pemijatan punggung Pemijatan punggung berguna
untuk merangsang pengeluaran hormon oksitosin.Pemijatan
membuat kerja hormon oksitosin menjadi lebih optimal dan
pengeluaran ASI menjadi lancer (Fikawati dkk, 2015).
8. Ibu selalu rileks Rileks akan membuat ibu lebih tenang sehingga
memunculkan refleks oksitosin yang dapat merangsang produksi
ASI (Fikawati dkk, 2015).
9. Menyiapkan peralatan ASI perah bila ibu bekerja atau bepergian
bersama bayi. Ibu yang bekerja hendaknya memompa ASI nya
untuk disimpan sebagia ASI perah didalam kulkas. Apabila ibu
bepergian bersama bayi dan ingin menyusui bayi di tempat umum
dapat menyiapkan peralatan untuk menutupi payudara ibu saat
menyusui sehingga menghindari rasa malu (Fikawati dkk, 2015).
10. Dukungan keluarga dan tenaga kesehatan Berbagai penelitian
menyebutkan bahwa dukungan suami dan keluarga sangat penting
dalam menunjang keberhasilan ibu memberikan ASI eksklusif pada
bayinya (Fikawati dkk, 2015).
11. Berkonsultasi pada petugas kesehatan apabila ASI tidak banyak
keluar Apabila hal-hal pada poin sebelumnya sudah dilakukan
tetapi produksi ASI masih sedikit, ibu dapat berkonsultasi dengan
petugas kesehatan. Biasanya petugas kesehatan akan memberikan
galaktogen yang merupakan makan, herbal, atau obat yang dapat
meningkatkan produksi ASI (Fikawati dkk, 2015).
F. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif
Pemberian ASI untuk bayi ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi dalam produksi ASI dan keberhasilan pemberian ASI
secara eksklusif untuk bayi bayi selama enam bulan. Beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi produksi dan keberhasilan pemberian ASI
eksklusif yaitu:
1. Makanan Ibu : asupan makanan yang ibu konsusmsi sebelum
melahirkan dan pada saat sudah melahirkan terutama pada saat
sedang menyusui memiliki pengaruh dalam produksi ASI. Nutrisi
dan cairan merupakan faktor yang berpengaruh dalam produksi
ASI selama pemberian ASI eksklusif karena apabila nutrisi dan
cairan pada ibu cukup maka akan mengahasilkan produksi ASI
yang cukup pula (Nurliawati,S.2010). Makanan yang seimbang
harus mengandung komponen seperti:
a. Karbohidrat: makanan yang dapat mengahasilkan energi,
seperti nasi, roti, kentang, dan lain sebagainya.
b. Protein: makanan yang dapat berfungsi sebagai zat pembangun
bagi tubuh dan untuk memperbaiki jaringan tubuh yang rusak.
Contoh makanan berprotein yaitu daging merah rendah lemak,
kacang-kacangan, sayuran.
c. Lemak: makanan yang dapat memberikan tambahan energy,
namun sebaiknya tidak dikonsumsi berlebihan, seperti yang
mengandung santan.
d. Vitamin: buah-buahan, sayuran dapat melindungi tubuh dari
penyakit dan serat dapat melindungi dari sembelit dan beberapa
jenis kanker.
e. Mineral: air putih sangat baik untuk tubuh karena dapat
memperlancar pencernaan.
2. Dukungan Suami atau Keluarga: dukungan dari keluarga yang
rendah akan mengurangi motivasi dari ibu untuk memberikan ASI
eksklusif (Misriani, 2012).
3. Tingkat Stres (Psikologis): pada saat ibu sedang masa menyusui
harus dalam keadaan yang relaks dan tidak stress atau tidak
memiliki banyak pikiran karena apabila ibu memiliki banyak
pikiran dapat mengurangi produksi ASI (Rohani, 2010).
4. Pengetahuan Ibu: semakin tingginya pengetahuan ibu tentang ASI
akan mempengaruhi pemberian ASI eksklusif (Wadud, M, 2013).
5. Lingkungan Sekitar: lingkungan dapat menjadi salah satu faktor
yang berpengaruh dalam pemberian ASI eksklusif. Lingkungan
sekitar seperti sarana ruang menyusui di tempat umum ataupun
tenaga kesehatan seperti bidan, perawat, di puskesmas yang
mendukung ibu dalam pemberian ASI eksklusif juga memiliki
pengaruh yang besar dalam pemberian ASI eksklusif dibandingkan
yang kurang, karena dengan begitu dapat memberikan sebuah
dukungan pada ibu (Ida, 2012).
6. Status Pekerjaan Ibu: status pekerjaan ibu tidak memiliki hubungan
yang sangat bermakna dengan kualitas dari pemberian ASI
eksklusif selama enam bulan pada bayi (Ida, 2012). Seorang ibu
yang tidak bekerja atau hanya menjadi ibu rumah tangga memiliki
waktu yang lebih banyak untuk memberikan ASI pada bayinya di
rumah. Namun pada ibu yang bekerja diluar dengan jam kerja
antara 08.00-14.00 juga dapat memenuhi kebutuhan ASI bayinya
karena sudah memiliki simpanan ASI didalam kulkas (Hidajati,
2012). Rekomendasi untuk meningkatkan ASI eksklusif untuk itu
yang bekerja dengan memperpanjang cuti dan mendirikan tempat
penitipan anak untuk hari kerja. Terdapat suatu hubungan yang
signifikan dalam pemberian ASI eksklusif dengan status pekerjaan
ibu di wilayah kerja puskesmas Sayegan Yogyakarta (Azriani,
2012).
7. Dukungan Lingkungan Kerja: dukungan lingkungan kerja terdapat
tiga dukungan yang dapat mempengaruhi dalam pemberian asi
eksklusif, yaitu:
a. Fasilitas ruang pojok laktasi: Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 15 Tahun 2013 tentang tata cara penyedian fasilitas
khusus menyusui dan atau memerah ASI (DEPKES).
Ketersediaan tempat seperti pojok laktasi di lingkungan
terutama tempat bekerja mempengaruhi ibu memberikan ASI
eksklusif (Yuliarti, N, 2010). Ruangan pojok laktasi memiliki
kriteria yang ditentukan seperti dalam Peraturan Undang –
Undang Pasal 10 yaitu paling sedikit meliputi:
1) Terdapat ruangan khusus menyusui dengan ukuran 3x4
m2 dan/ atau dapat disesuaikan dengan jumlah pekerja
yang sedang menyusui.
2) Pintu dapat dikunci dan dapat dibuka atau ditutup dengan
mudah
3) Lantai semen atau keramik atau karpet
4) Terdapat ventilasi yang cukup
5) Bebas polusi dari udara luar (lingkungan kerja) yang
kurang baik
6) Lingkungan yang tenang
7) Penerangan diruangan cukup
8) Kelembapan ruangan berkisar antara 30 – 50%,
maksimum 60%
9) Tersedia tempat untuk mencuci tangan sebelum dan
sesudah menyusui atapun memerah ASI dan untuk
mencuci peralatan dengan air yang mengalir
(KEMENKES RI, 2014).
b. Dukungan Kebijakan : Seorang ibu yang melahirkan berhak
mendapakan cuti melahirkan yang dibayar selama tiga bulan
sesuai dengan kebijakan nasional. Ibu yang sedang menyusui
berhak mendapatkan waktu untuk istirahat untuk menyusui di
tempat bekerja. Waktu istirahat yang diberikan ditempat kerja
terutama bagi ibu yang menyusui ± 1 jam (Dwi,S. 2016).
Dukungan kebijakan juga terdapat pada kebijakan cuti
melahirkan selama satu setengah bulan sebelum dan sesudah
melahirkan, seperti dalam undang-undang Nomor 13 Tahun
2003 (Dwi,S. 2016).
c. Dukungan Pimpinanan Kerja : Dukungan pimpinan kerja
merupakan salah satu dukungan yang sangat dibutuhkan ibu
menyusui, karena dukungan pemimpin pada tempat kerja
memegang peran penting dalam keberhasilan pemberian ASI
eksklusif pada ibu menyusui. Keberhasilan pemberian ASI
eksklusif di tempat kerja dipengaruhi oleh peraturan yang
dibuat oleh seorang pemimpin. Pemimpin harus selalu
memberikan motivasi terhadap karyawannya yang sedang
menyusui untuk selalu memberikan ASI kepada anaknya,
pemimpin harus memberikan arahan terhadap karyawan untuk
selalu mengikuti kelas-kelas prenatal menyusui atau kelompok
ibu menyusui, pemimpin juga harus menyediakan waktu luang
untuk dilakukannya sosialisasi oleh tenaga medis seperti
perawat, dokter atau bidan untuk memberikan pendidikan
kesehatan terkait ASI eksklusif selama 6 bulan. Pemimpin juga
harus memberikan tempat pojok laktasi bagi pekerja, yang
didalamnya menyediakan alat-alat untuk pemberian ASI,
contohnya wastafel, lemari es untuk penyimpanan asi, kursi
yang nyaman, pompa asi dan tirai untuk melindungi privasi ibu
(Agam,I. 2011).

II. IBU BEKERJA


A. Definisi Ibu Bekerja
Menurut Encyclopedia of Children’s Health, ibu bekerja adalah
seorang ibu yang bekerja di luar rumah untuk mendapatkan
penghasilan di samping membesarkan dan mengurus anak di rumah.
Arfiana,N (2014), ibu bekerja adalah ibu yang memiliki anak dari
umur 0-18 tahun dan menjadi tenaga kerja.
B. Dampak Ibu Bekerja Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Anak
Status ibu bekerja tentu saja memilki dampak terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak, khususnya anak balita. Dampak
tersebut dibagi menjadi dua yaitu dampak positif dan dampak negatif.
1. Dampak Positif Ibu Bekerja
Ibu yang bekerja akan memiliki penghasilan yang dapat
menambah pendapatan rumah tangga. Mereka yang bekerja lebih
memiliki akses dan kuasa terhadap pendapatan yang dihasilkan
untuk digunakan untuk keperluan anak mereka . Para ibu akan
lebih memilih membeli sesuatu seperti makanan bergizi berimbang
yang dapat menunjang pemenuhan kebutuhan pangan anak mereka.
Jika kebutuhan pangan anak terpenuhi, maka status gizi anak pun
menjadi baik (UNICEF, 2017).
McIntosh dan Bauer (2006), juga mengatakan bahwa dengan
pendapatan rumah tangga yang ganda (suami dan istri bekerja),
banyak wanita lebih mampu menentukan banyak pilihan untuk
keluarga mereka di dalam hal nutrisi dan pendidikan. Pendapat
yang sama juga dikemukakan oleh Gennetian et al. (2009), bahwa
ibu yang bekerja memiliki kemampuan untuk membeli makanan
berkualitas tinggi, kebutuhan rumah tangga lainnya dan biaya
kesehatan. Walaupun ibu bebas memilih untuk membeli makanan,
hal ini tergantung pendidikan ibu tentang gizi. Ibu yang tidak tamat
pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) tentunya akan berbeda
dalam hal memilih makanan dengan ibu yang tamat pendidikan
SMA. Mereka yang memiliki pengetahuan cukup tentang gizi,
akan memilih makanan yang memiliki nutrisi lebih baik, yaitu
makanan yang mengandung makronutrien dan mikronutrien yang
berguna bagi tubuh.
Para ibu yang berpendidikan juga lebih mudah untuk
mengakses layanan kesehatan yang lebih modern dan memahami
pesan-pesan kesehatan yang disampaikan oleh lembagalembaga
kesehatan (Moestue dan Huttly, 2008). Selain penampilan
makanan yang dapat menambah selera makan anak, faktor gizi
juga harus dipertimbangkan dalam memilih makanan. Maka dari
itu, jika seorang ibu yang bekerja tidak dapat mempergunakan
penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan anak dengan baik dan
bijaksana, akan timbul efek negatif (Sediaoetama, 2008).
Menurut Sediaoetama (2008), pemenuhan kebutuhan gizi
baiknya dimulai dari anak balita (bawah lima tahun), karena pada
usia ini pertumbuhan dan perkembangan anak menentukan tingkat
kecerdasan otak pada saat anak tersebut dewasa. Ali Khomsan
(2010) juga mengatakan bahwa, periode perkembangan otak anak
yang rawan gizi dimulai dari saat dalam kandungan ibunya hingga
berusia dua tahun. Jika pada saat mengandung gizi ibu terpenuhi,
maka anak akan terhindar dari cacat bawaan. Mereka pun lebih
aktif daripada anak dengan ibu gizi kurang saat kehamilan.
Ibu yang kurang gizi saat kehamilan biasanya akan
melahirkan anak dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Dampak positif ibu bekerja dapat juga dilihat dari efek yang
didapat apabila anak mereka dititipkan di tempat penitipan anak.
Mereka yang dititipkan di tempat penitipan anak yang
memperkerjakan pengasuh terlatih, memiliki interaksi sosial yang
baik, perkembangan kognitif yang pesat, dan lebih aktif jika
dibandingkan dengan anak yang hanya berada di rumah bersama
ibunya yang tidak bekerja. McIntosh dan Bauer (2006) mengatakan
bahwa, anak dengan ibu yang bekerja memiliki tingkat intelejensi
lebih tinggi.
2. Dampak Negatif Ibu Bekerja
Seperti yang telah disebutkan di atas, jika seorang ibu yang
bekerja tidak memiliki kuasa penuh atas penghasilannya, maka
kebutuhan pangan anak kurang terpenuhi. Akibatnya anak mereka
akan mengalami gizi kurang bahkan menjadi gizi buruk. Anak
menjadi lebih pendek daripada anak lain seusianya dan lebih rentan
terkena penyakit seperti infeksi (Glick, 2002).
Status gizi kurang atau gizi buruk yang dialami balita juga
dapat terjadi akibat memendeknya durasi pemberian Air Susu Ibu
(ASI) oleh ibu karena harus bekerja (Glick, 2002). Banyak dari
mereka yang kembali bekerja saat anak mereka masih di bawah
umur 12 bulan (Engle, 2000). Hogart et al. (2000) dalam Reynolds
(2003) juga mengatakan bahwa sekitar satu pertiga dari ibu yang
bekerja saat mengandung, kembali bekerja penuh waktu saat anak
mereka berusia 11 bulan. Mereka kembali bekerja pada saat awal
kehidupan bayi mereka, yaitu saat-saat kritis di mana
perkembangan otak sedang berlangsung dan membutuhkan ASI
sebagai nutrisi utama.
Rekomendasi dari WHO, ASI eksklusif sebaiknya diberikan
dalam enam bulan pertama kelahiran, diteruskan sampai umur 1-2
tahun (Ong et al., 2001). Sedangkan rekomendasi dari The
American Academy of Pediatrics (AAP), diharapkan para ibu
untuk memberikan ASI eksklusif enam bulan setelah kelahiran dan
diteruskan sampai anak berumur satu tahun (Murtagh dan Anthony
D, 2011). Ong et al. (2001), dalam penelitiannya mendapatkan
bahwa faktor pendidikan ibu juga mempengaruhi lamanya durasi
pemberian ASI oleh ibu-ibu yang bekerja. Akibat jam kerja, waktu
kebersamaan atau quality time antara ibu dan anak pun akan
berkurang (Glick, 2002). Sehingga perkembangan mental dan
kepribadian anak akan terganggu, mereka lebih sering mengalami
cemas akan perpisahan atau separation anxiety (Mehrota, 2011),
merasa dibuang dan cenderung mencari perhatian di luar rumah
(Mehrota, 2011), serta kenakalan remaja (Tjaja, 2008). Hal ini
dikarenakan akibat jadwal kerja yang terlalu sibuk, mengakibatkan
para ibu tidak dapat mengawasi dan ikut berpartisipasi dalam
setiap kegiatan anak (Fertig et al., 2009).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Soekirman (1985)
dalam Glick (2002), ibu yang bekerja selama lebih dari 40 jam
perminggunya memiliki dampak negatif bagi tumbuh kembang
anak. Selain kualitas, kuantitas interaksi antara ibu dan anak juga
akan berkurang (AAP, 1984). Menurunnya frekuensi waktu
kebersamaan ibu dan anak juga disebabkan oleh tipe kerja ibu. Ibu
yang memiliki pekerjaan yang dikategorikan berat dapat
mengalami kelelahan fisik. Akibatnya sesampainya ibu di rumah
terdapat kecenderungan mereka lebih memilih untuk berisitirahat
daripada mengurus anaknya terlebih dahulu.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fertig et al.
(2009), ibu yang bekerja tidak dapat mengatur pola makan anak,
membiarkan anak-anak mereka makan makanan yang tidak sehat,
selalu menghabiskan waktu di depan televisi, dan kurang
beraktivitas di luar rumah. Hal ini berakibat status gizi anak
menjadi lebih atau obesitas (Fertig et al., 2009). Jarak rumah
dengan tempat kerja juga menjadi faktor pengganggu. Mereka
yang bekerja di luar negeri tentunya frekuensi berjumpa dengan
anak dan suami mereka lebih sedikit daripada para ibu yang
bekerja di tanah air. Keharmonisan di dalam keluarga pun akan
berkurang (Tjaja, 2008). Menurut Joekes (1989) dalam Glick
(2002), ibu bekerja di negara berkembang lebih memilih untuk
mencari pengasuh pengganti untuk anak balita mereka. Anak
mereka biasanya dijaga oleh anak yang lebih tua atau oleh kerabat
dikarenakan keterbatasan finansial. Keterlibatan anak yang lebih
tua sebagai pengasuh pengganti, dapat menyebabkan anak tersebut
putus sekolah (Glick, 2002). Glick (2002) juga mengatakan bahwa,
kebanyakan dari mereka yang menjadi pengasuh pengganti adalah
anak perempuan yang lebih tua. Jika anak perempuan dalam suatu
keluarga harus putus sekolah demi menjaga adiknya yang berumur
di bawah lima tahun, maka rantai gizi buruk pun akan terulang
kembali. Mereka yang tidak berpendidikan, tidak memiliki
pengetahuan cukup tentang gizi yang berakibat fatal bagi status
gizi anak apabila mereka menjadi ibu kelak.
Lapangan pekerjaan bagi mereka yang tidak berpendidikan
hanya sebatas di sektor informal seperti pembantu rumah tangga
yang gajinya tentu tidak lebih tinggi dari sektor formal seperti
pegawai kantoran. Selain anak perempuan yang lebih tua, para
kerabat ibu juga sering menjadi pengasuh pengganti. Diantaranya
adalah ibu mereka sendiri atau sang nenek yang sudah memiliki
pengalaman dalam hal mengurus anak. Status gizi anak dapat
menjadi baik apabila pengasuh pengganti memiliki pengalaman
dan pendidikan tentang mengasuh anak dan pengelolaan gizi anak
(Glick, 2002). Pengalaman pengasuh pengganti dapat menjadi
faktor perancu. Sedangkan di negara maju, di mana sudah tersedia
jasa tempat penitipan anak atau daycare centre, para ibu lebih
memilih menitipkan anak mereka di sana saat mereka harus
bekerja.

C. Lama Jam Kerja


Jam kerja adalah waktu untuk melakukan pekerjaan, dapat
dilaksanakan siang hari atau malam hari (Tim Penyusun KBBI, 2016).
Jam kerja bagi para pekerja di sektor swasta diatur dalam Undang-
Undang No. 13 tahun 2003. Ketentuan jam kerja ini telah diatur dalam
2 sistem, yaitu :
1. 7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6
hari kerja dalam 1 minggu.
2. 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5
hari kerja dalam 1 minggu.
Ibu yang bekerja adalah seorang ibu yang bekerja di luar rumah
yang memiliki penghasilan. Faktor bekerja saja belum berperan
sebagai timbulnya suatu masalah pada gizi, tetapi kondisi kerja yang
menonjol sebagai faktor yang mempengaruhi pemberian makanan,
gizi dan perawatan anak (Kemenkes RI, 2010).
Ibu yang bekerja seringkali mengalami hambatan dalam pemberian
ASI eksklusif karena jam kerja yang sangat terbatas dan kesibukan
dalam melaksanakan pekerjaan serta lingkungan kerja ibu yang tidak
mendukung apabila ibu memberikan ASI eksklusif nantinya akan
menggangu produktifitas dalam bekerja (Arif,N. 2009). Jam kerja ibu
dan jenis pekerjaan mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI
eksklusif. Ibu yang bekerja di administrasi atau kantor kemungkinan
memiliki waktu lebih lama untuk meyusui dibandingkan dengan ibu
yang bekerja full-time (Novayelinda, 2012). Kunci keberhasilan dari
ibu yang bekerja namun tetap memberikan ASI eksklusif, yaitu
dengan memberikan ASI perah/pompa pada bayi selama ibu bekerja
(Roesli, 2008).
Undang – Undang Perburuhan di Indonesia No. 1 tahun 1951
memberikan cuti melahirkan selama 12 minggu dan kesempatan
menyusui 2 x 30 menit dalam jam kerja (Wiji,R. 2013). Ibu yang
bekerja terutama di sektor formal, sering kali kesulitan memberikan
ASI eksklusif kepada bayinya karena keterbatasan waktu dan
ketersediaan fasilitas untuk menyusui di tempat kerja (Kemenkes RI,
2010). Secara ideal tempat kerja yang memperkerjakan perempuan
hendaknya memiliki tempat penitipan bayi/anak, dengan demikian ibu
dapat membawa bayinya ke tempat kerja dan dapat menyusui bayinya
setiap beberapa jam. Penelitian yang dilakukan oleh Rosyadi (2016)
didapatkan hasil bahwa ibu yang bekerja pada jam kerja shift,
cenderung tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Sistem
kerja shift menuntut ibu untuk lebih lama meninggalkan bayinya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kartika (2015) menyatakan bahwa ibu yang bekerja lebih dari delapan
jam tidak ada yang memberikan ASI eksklusif, sehingga ada
hubungan antara lama jam kerja ibu dengan pemberian ASI eksklusif.
BAB III
STUDI KASUS

Tanggal pengkajian     : 11 November 2020


Waktu                         : 12.30 WIB
1. Identitas Keluarga
Nama Ibu        : Ny.”L”                                  Nama suami    : Tn.”A”
Umur               : 26 Tahun                               Umur               : 27 Tahun
Suku/Bangsa   : Jawa/Indonesia                      Suku/ Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama             : Islam                                     Agama             : Islam
Pendidikan      : D3                                      Pendidikan      : S1
Pekerjaan        : Karyawan Swasta                  Pekerjaan         : Tidak Bekerja
Alamat            : Rusunawa Jongke, Sendangadi, Mlati, Sleman
2. Tipe Keluarga
Tipe keluarga Inti (The Nuclear Family), di dalam keluarga terdiri dari ibu, bapak
dan 2 anak
3. Genogram

Ny. L Tn. A

Anak. P Anak. U

Gambar 1. Genogram Keluarga Ny. L


4. Hubungan Antara Keluarga
Hubungan antara keluarga baik, saling mendukung bila ada yang sakit langsung
dibawa ke petugas kesehatan atau rumah sakit dan berbagi tugas dalam pekerjaan
rumah. Suami mendukung ibu untuk bekerja dan menggantikan tugas istri di
rumah, seperti memasak, membersihkan rumah, dan mengasuh anak.
5. Fungsi Keluarga
a. Keluarga afektif
Hubungan antara keluarga baik, mendukung bila ada yang sakit langsung
dibawa ke petugas kesehatan atau rumah sakit.
b. Fungsi sosial
Setiap hari keluarga selalu berkumpul di rumah, hubungan dalam keluarga
baik dan selalu mentaati norma yang baik.
c. Fungsi perawatan keluarga
Penyediaan makanan selalu dimasak terdiri komposisi, nasi, lauk pauk, dan
sayur dengan frekuensi 3 kali sehari dan bila ada anggota keluarga yang sakit
keluarga merawat dan mengantarkan ke rumah sakit atau petugas kesehatan.
Dalam setiap harinya suami Ny. L yang selalu memasak dan merawat bayi
karena tidak bekerja.
d. Fungsi reproduksi
Ny.L masih melakukan hubungan seksual karena masih reproduktif.
e. Fungsi ekonomi
Keluarga dapat memenuhi kebutuhan makan yang cukup, pakaian untuk anak
dan biaya untuk berobat.
6. Sifat Keluarga
a. Ny. L seorang yang pekerja keras, sabar dan selalu memberikan dukungan
kepada suami untuk bersama – sama memenuhi kebutuhan keluarganya.
b. Tn. A seorang suami yang mendukung istrinya untuk bekerja, dan membantu
istri dalam mengasuh bayi serta melakukan pekerjaan rumah.
c. An. P masih senang bermain dengan teman – teman sebayanya, pemalu saat
bertemu orang baru, tidak menangis saat ibunya kerja atau tidak mencari –
cari ibunya.
d. An. U masih bisa menangis saat merasa tidak nyaman dan haus.
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
a. Ny. L memiliki riwayat penyakit Diabetes Militus dan Hipertensi dari bapak,
tetapi sampai saat ini Ny. N belum pernah menderita penyakit tersebut, Ny. L
hanya pernah menderita penyakit batuk, panas, flu saja, dan tidak lama.
b. Tn. A memiliki riwayat kesehatan Asam Urat, dan sering kambuh sewaktu –
waktu.
c. An. P memilki riwayat kejang, dan sdah menderita kejang sebanyak 4
kali.terakhir pada bulan Oktober dengan Suhu 39,4 °C
d. An. U jarang menderita sakit, pernah demam saat imunisasi, akan tetapi
8. Analisis Data
No Data Subyektif Masalah Penyebab

1 DS : Kecemasan Ny. L  Kurangnya asupan


 Ibu mengatakan usia karena makanan yang
bayinya 5 bulan 15 hari Berkuranya bergizi
 Ibu mengatakan produksi ASI  Kurangnya jumlah
melakukan pumping ASI air putih yang di
saat bekerja minum dalam
 Ibu mengatakan kerja 8 setiap harinya
jam dan melakukan  Kurangnya
pumping 1- 2 kali. frekuensi pumping
 Ibu mengatakan saat saat kerja
pumping ASI, suami  penjadwalan dalam
yang datang mengambil pemberian ASI,
ASI ke tempat kerjanya. posisi dan
 Ibu mengatakan makanan perlekatan mulut
yang dikonsumsi tidak bayi yang salah
diperhatikan dengan baik, saat menyusui
seperti jarang dapat
mengkonsumsi sayur dan mempengaruhi
buah pengeluaran ASI,
 Ibu mengatakan makan dan kurangnya
3-4 kali sehari isapan bayi.
 Ibu mengatakan minum  Menghindari
air putih 4-5 gelas sehari penggunaan
 ibu mengatakan dot/empeng
suaminya yang merawat
bayi saat ibu kerja
DO :
 TD : 110/80 mmHg
 N : 80 x/m
 S : 36,6 °C
 RR : 22 x/m
 BB : 50,6 kg
 TB : 150 cm
 Pada pemeriksaan fisik
didapatkan hasil wajah
tidak pucat dan mata
tidak anemis.
Pemeriksaan payudara
ibu didapatkan payudara
simetris, puting susu
menonjol, tidak ada
pembengkakan, tidak ada
tanda-tanda infeksi,
adanya pengeluaran ASI,
tidak ada nyeri tekan.
Tabel.2 Analisis Data
9. Penentuan Prioritas Masalah
Ibu bekerja dengan berkurangnya produksi ASI dalam memberikan ASI Esklusif
pada bayinya.
BAB IV
IMPLEMENTASI ASUHAN KOMPREHENSIVE

Tabel Intervensi
PICOT PASIEN
P Ny “ L” P2A0Ah2 usia 26 tahun dengan berkurangnya produksi ASI
pada ibu bekerja dalam memberikan ASI Esklusif
Subjektif : ibu mengatakan produksi ASInya mulai berkurang dilihat
saat melakukan pumping
Objektif : KU=Baik, TD=110/80 mmHg, N=80x/menit, S=36,6°C,
R=22x/menit, Berat badan= 50,6 kg, Tinggi badan=150 cm. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan hasil wajah tidak pucat dan mata tidak
anemis. Pemeriksaan payudara ibu didapatkan payudara simetris,
puting susu menonjol, tidak ada pembengkakan, tidak ada tanda-
tanda infeksi, adanya pengeluaran ASI, tidak ada nyeri tekan,
pengeluaran ASI saat di perah 120 cc berwarna putih.
I 1. Menjelaskan kepada ibu bahwa keluhan yang dialami dapat
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor
menyusui yaitu seperti menjadwalkan dalam pemberian ASI,
posisi dan perlekatan mulut bayi yang salah saat menyusui dapat
mempengaruhi pengeluaran ASI, dan kurangnya isapan bayi.
Data Dasar: Menurut IDAI (2008)
2. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan seimbang, yang
mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral
Data Dasar : Enok Nurliawati (2010)
3. Menganjurkan ibu untuk tidak stres. Pada ibu yang sedang
menyusui harus dalam keadaan relaks dan tidak stres atau tidak
memiliki banyak pikiran, karena apabila ibu memiliki banyak
pikiran dapat mengurangi ASI
Data Dasar : Lestari (2010)
C Tidak ada
O 1. Ibu memahami keadaan dirinya
2. Ibu bersedia untuk mengkonsumsi makanan yang telah dianjurkan
3. Ibu bersedia untuk tidak belajar relaks
T Follow up hari ke 1 tanggal 11-11-2020, Jam; 12.30
PICOT PASIEN
P Ny “ L” P2A0Ah2 usia 26 tahun dengan berkurangnya produksi ASI
pada ibu bekerja dalam memberikan ASI Esklusif
Subjektif : ibu mengatakan produksi ASInya mulai berkurang dilihat
saat melakukan pumping
Objektif : KU=Baik, TD=110/80 mmHg, N=88x/menit, S=36,6°C,
R=24x/menit, Berat badan= 50,5 kg, Tinggi badan=150 cm. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan hasil wajah tidak pucat dan mata tidak
anemis. Pemeriksaan payudara ibu didapatkan payudara simetris,
puting susu menonjol, tidak ada pembengkakan, tidak ada tanda-
tanda infeksi, adanya pengeluaran ASI, tidak ada nyeri tekan,
pengeluaran ASI saat di perah 150 cc berwarna putih.
I 1. Menjelaskan kepada ibu bahwa keluhan yang dialami dapat
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor
menyusui yaitu seperti menjadwalkan dalam pemberian ASI,
posisi dan perlekatan mulut bayi yang salah saat menyusui dapat
mempengaruhi pengeluaran ASI, dan kurangnya isapan bayi.
Data Dasar: Menurut IDAI (2008)
2. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan seimbang, yang
mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral
Data Dasar : Enok Nurliawati (2010)
3. Menganjurkan ibu untuk tidak stres. Pada ibu yang sedang
menyusui harus dalam keadaan relaks dan tidak stres atau tidak
memiliki banyak pikiran, karena apabila ibu memiliki banyak
pikiran dapat mengurangi ASI
Data Dasar : Lestari (2010)
4. Menjelaskan kepada ibu Menyusui dengan benar Teknik
menyusui dengan posisi dan perlekatan yang dianjurkan akan
memaksimalkan produksi ASI
Data Dasar : Fikawati dkk (2015)
5. Menjelaskan kepada ibu untuk menghindari penggunaan
dot/kempeng Tekstur dot/empeng dan payudara sangat berbeda,
karena dot/empeng terbuat dari karet. Bila bayi sudah terlanjur
diberikan dot/empeng kemungkinan bayi menolak untuk disusui
terutama bila produksi ASI masih sedikit
Data Dasar : Fikawati dkk (2015).
C Tidak ada
O 1. Ibu memahami keadaan dirinya
2. Ibu bersedia untuk mengkonsumsi makanan yang telah dianjurkan
3. Ibu bersedia untuk tidak belajar relaks
4. Ibu senang telah diajarkan teknik menyusui yang benar dan akan
menerapkannya saat menyusui
5. Ibu bersedia untuk tidak memberikan dot/empeng
T Follow up hari ke 2 tanggal 17-11-2020, Jam 13.00
PICOT PASIEN
P Ny “ L” P2A0Ah2 usia 26 tahun dengan berkurangnya produksi ASI
pada ibu bekerja dalam memberikan ASI Esklusif
Subjektif : ibu mengatakan produksi ASInya mulai berkurang dilihat
saat melakukan pumping
Objektif : KU=Baik, TD=110/70 mmHg, N=84x/menit, S=36,0°C,
R=22x/menit, Berat badan= 50,5 kg, Tinggi badan=150 cm. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan hasil wajah tidak pucat dan mata tidak
anemis. Pemeriksaan payudara ibu didapatkan payudara simetris,
puting susu menonjol, tidak ada pembengkakan, tidak ada tanda-
tanda infeksi, adanya pengeluaran ASI, tidak ada nyeri tekan,
pengeluaran ASI saat di perah 180 cc berwarna putih.
I 1. Menjelaskan kepada ibu bahwa keluhan yang dialami dapat
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor
menyusui yaitu seperti menjadwalkan dalam pemberian ASI,
posisi dan perlekatan mulut bayi yang salah saat menyusui dapat
mempengaruhi pengeluaran ASI, dan kurangnya isapan bayi.
Data Dasar: Menurut IDAI (2008)
2. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan seimbang, yang
mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral
Data Dasar : Enok Nurliawati (2010)
3. Menganjurkan ibu untuk tidak stres. Pada ibu yang sedang
menyusui harus dalam keadaan relaks dan tidak stres atau tidak
memiliki banyak pikiran, karena apabila ibu memiliki banyak
pikiran dapat mengurangi ASI
Data Dasar : Lestari (2010)
4. Menjelaskan kepada ibu Menyusui dengan benar Teknik
menyusui dengan posisi dan perlekatan yang dianjurkan akan
memaksimalkan produksi ASI
Data Dasar : Fikawati dkk (2015)
5. Menjelaskan kepada ibu untuk menghindari penggunaan
dot/kempeng Tekstur dot/empeng dan payudara sangat berbeda,
karena dot/empeng terbuat dari karet. Bila bayi sudah terlanjur
diberikan dot/empeng kemungkinan bayi menolak untuk disusui
terutama bila produksi ASI masih sedikit
Data Dasar : Fikawati dkk (2015).
6. Menyarankan kepada ibu yang sedang bekerja untuk tetap
memberikan ASI eksklusif, yaitu dengan memberikan ASI
perah/pompa pada bayi selama ibu bekerja, dan dilakukan
pamping setiap 2- 3 jam sekali
Data Dasar : Roesli (2008).
C Tidak ada
O 1. Ibu memahami keadaan dirinya
2. Ibu bersedia untuk mengkonsumsi makanan yang telah
dianjurkan
3. Ibu bersedia untuk tidak belajar relaks
4. Ibu senang telah diajarkan teknik menyusui yang benar dan akan
menerapkannya saat menyusui
5. Ibu bersedia untuk tidak memberikan dot/empeng
6. Ibu bersedia untuk melakukan pamping setiap 2-3 jam disaat
kerja
T Follow up hari ke 3 tanggal 24-11-2020, Jam 13.00
Tabel. 3 intervensi

PEMBAHASAN

I. Pengkajian Data
A. Data Subjektif
Pada penelitian ini pengkajian dimulai pada tanggal 11 November
2020 jam 12.30 WIB. Dalam menggali informasi dari Ny.L,
didapatkan data subyektif yaitu Ny.L berusia 26 tahun, memiliki 2
anak mengatakan produksi ASI mulai berkurang. Produksi ASI
berkurang dirasakan semenjak bayi berumur 5 bulan. Ibu mengatakan
sudah memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya.
Permasalahan yang dirasakan ibu untuk saat ini adalah kekhawatiran
mengenai produksi ASI yang mulai berkurang tidak bisa memenuhi
kebutuhan bayi untuk menyusui. Waktu ibu lebih banyak berada di
tempat bekerja dari pada berada dirumah. Bayi ibu berumur 5 bulan 16
hari. Ibu tidak pernah memberikan susu formula kepada bayinya.
Selama bekerja ibu memerah ASI dan langsung diambil oleh suaminya
ditempat kerja .
B. Data Objektif
Pada pengkajian data obyektif didapatkan hasil TD=110/80 mmHg,
N=80x/menit, S=36,6°C, R=22x/menit, Berat badan= 60 kg, Tinggi
badan=150 cm. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil wajah tidak
pucat dan mata tidak anemis. Pemeriksaan payudara ibu didapatkan
payudara simetris, puting susu menonjol, tidak ada pembengkakan,
tidak ada tanda-tanda infeksi, adanya pengeluaran ASI, tidak ada nyeri
tekan.
II. Interpretasi Data
Asuhan kebidanan Ny. L pada ibu bekerja dengan berkurangnya produksi
ASI
III. Diagnosa Potensial
Tidak ada

IV. Antispasi / Tindakan Segera


Tidak ada
V. Perencanaan
1. Jelaskan kepada ibu tentang faktor penyebab produksi ASI dapat
berkurang.
a. Jelasakan untuk ibu sering menyusui saat dirumah dan sering
memerah ASI saat kerja
b. Jelaskan cara menyusui yang benar
c. Jelaskan asupan makanan yang baik
d. Jelaskan untuk tidak memberikan dot/mpeng
e. Jelaskan untuk ibu harus tenang dan nyaman.
VI. Pelaksanaan
1. Menjelaskan kepada ibu tentang faktor penyebab produksi ASI dapat
berkurang.
a. Ibu harus mengerti bahwa produksi ASI dapat berkurang
diakibatkan karena kurangnya isapan bayi sehingga ibu harus
lebih sering menyusui bayi saat di rumah dan saat bekerja ibu
harus lebih sering memerah ASI setiap 2-3 jam sekali.
b. Ibu harus memperhatikan cara menyusui yang benar agar isapan
bayi kuat saat menyusui karena kesalahan pada posisi dan
perlekatan bayi pada saat menyusui dapat mempengaruhi kuatnya
isapan bayi.
c. Ibu harus memperhatikan asupan makanannya dengan baik, yaitu
dengan mengkonsumsi nasi, daging, ayam, telur, ikan, sayuran,
buah dan banyak minum air putih.
d. Ibu harus menghindari pemberian ASI menggunakan dot atau
memberikan bayi mpeng untuk menghindari bayi tidak mengenal
puting susu ibu lagi yang dapat mengakibatkan bayi akan lebih
senang di beri ASI menggunakan dot dibandingkan langsung dari
payudara ibu.di sarankan memberikan ASI menggunakan sendok.
e. Perasaan ibu harus lebih tenang dan nyaman saat menyusui
bayinya.
VII. Evaluasi
1. Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan tentang faktor
penyebab Produksi ASI dapat berkurang dan sudah menerapkannya.
a. Ibu sudah lebih sering menyusui bayinya, dan melakukan
pemerahan ASI setiap 2-3 jam sekali sesuai dengan yang
disarankan.
b. Ibu sudah menerapkan cara menyusui yang benar sesuai dengan
yang di ajarkan.
c. Ibu sudah memperhatikan asupan makanannya dan banyak
mengkonsumsi air putih, sebebelum menyusui ibu minum terlebih
dahulu.
d. Ibu sudah menghindari pemberian dot dan mpeng, dan
menjelaskan kepada suaminya agar tidak memberikan dot/ mpeng
saat menjaga bayi.
e. Ibu sudah bisa tenang dan nyaman saat menyusui bayinya.
2. Dari semua yang sudah diterapkan oleh ibu selama 3 minggu dari
tanggal 11 November 2020 sampai tanggal 24 November 2020 ibu
merasa produki ASInya sudah mulai bertambah yang awalnya setiap
memerah ASI ibu mendapatkan ± 120 cc – 150 cc, sekarang ibu selalu
mendapatkan ±180 cc setiap memerah ASI.
BAB V
PENUTUP
I. Kesimpulan

Setelah melakukan pengkajian data dan dilakukan asuhan kebidanan


menggunakan metode SOAP pola pikir Varney pada studi kasus yang
berjudul “Asuhan Kebidanan Comprehensif Pada Ny L Usia 26 Tahun
Dengan Berkurangnya Produksi Asi Ibu Bekerja Dalam Pemberian Asi
Eksklusif Di Dusun Sendangadi”, penulis menyimpulkan:

1. Pengkajian dilakukan pada Ny.L P2A0Ah2 umur 26 tahun bekerja


sebagai pegawai swasta di klinik X memiliki bayi An.U umur 5 bulan
15 hari mengatakan produksi ASI mulai berkurang. Sedangkan data
obyektif Pemeriksaan payudara ibu didapatkan payudara simetris,
puting susu menonjol, tidak ada pembengkakan, tidak ada tanda-tanda
infeksi, adanya pengeluaran ASI, tidak ada nyeri tekan.
2. Berdasarkan pengkajian penelitian didapatkan analisa kasus pada
Ny.L umur 26 tahun adalah ibu bekerja dengan produksi ASI mulai
berkurang.
3. Penatalaksanaan yang diberikan kepada ibu bekerja dengan kurangnya
produksi ASI adalah memberikan konseling mengenai penyebab
masalah produksi ASI mulai berkurang dan cara penanganannya,
menjelaskan kepada ibu untuk lebih sering menyusui bayi karena
dapat mempengaruhi produksi ASI dan tidak menjadwalkan
pemberian ASI.
4. Faktor penyebab berdasarkan pengkajian dalam penelitian ini bahwa
faktor penyebab terjadinya produksi ASI kurang adalah karena
kurangnya frekuensi memerah ASI saat bekerja dan kurangnya
memperhatikan asupan makanan dan minum ibu.

II. Saran
Ibu harus tetap menerapkan semua yang sudah dijelaskan dan diajarkan
oleh peneliti yaitu lebih sering menyusui bayinya dan memerah ASI saat
bekerja serta memperhatikan asupan makanannya agar tetap memproduksi
ASI yang banyak untuk bisa memberikan ASI Eksklusif pada bayinya
dilanjutkan sampai 2 tahun.
DAFTAR PUSTAKA

1. Afiyanti,Y., Rachmawati, I.N.(2014). Metodologi peneltitian kualitatif


dalam riset keperawatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
2. Afriana, N. (2014). Analisis Praktik Pemberian ASI eksklusif oleh ibu
bekerja di Instansi Pemerintahan DKI Jakarta Tahun 2004.
3. Agam,I.(2011).Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian Asi
Eksklusif Di Kelurahan Tamamaung Kecamatan Panakkukang Kota
Makassar. Makassar: Universitas Hasanudin.
4. Arif,N (2009). Panduan Ibu cerdas ASI dan Tumbuh kembang.
Yogyakarta: Media Pressindo.
5. Arno J, Broermann D, Gleason E, Ward AM. Changes to support
breast feeding in the work place. Amerika: NAEYC; 2014 [diunduh 12
November 2020]. Tersedia dari:
http://www.naeyc.org/policy/federal/bill-law.
6. Azzisya, S.(2010). Sukses Menyusui Meski Bekerja. Gema Insane,
Jakarta.
7. Azriani.(2012). Metode Skoring untuk Menilai Keberhasilan
Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bekasi. Jurnal Health, 2(4):212-
222
8. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman (2015). Peraturan Bupati Sleman
Nomor 38 Tahun 2015 tentang Inisiasi Menyusu Dini dan Pemberian
ASI Eksklusif
9. Dwi, S. (2016). Pengembangan Model Motivasi Jumanior (Juru
Pemantau Jentik Junior) Dalam Perilaku Psn (Pemberantasan Sarang
Nyamuk) Aedes Aegepty Berbasis Integrasi Model Lawrance Green
Dan Mc. Clelleand. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 9, 129-137
10. Fikawati, S.,dkk.(2015). Kajian Implentasi Dan Kebijakan Air Susu Ibu
Eksklusif Dan Inisiasi Menyusu Dini Di Indonesia. Makara, Kesehatan.
Vol. 14: 17-24
11. Gupta, M., Jinda, R.(2016). Assessment of Nutritional Status of under
Five Children attending outpatient department at a tertiary Care
Hospital: A study from North India. International Jpurnal of Scientific
Research and Education 4(5);5283-5287.
12. Hamid, S.A. (2018). Adaptasi psikososial masa kehamilan dan nifas,
Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol 1, No. 4, April.
13. Haryono R, Setianingsih, S.(2014). Manfaat Asi Eksklusif Untuk Buah
Hati Anda. Yogyakarta: Gosyen Publising.
14. Hermayanti, D.(2010). Persepsi Keluarga Tentang Pemberian Air Susu
Ibu (ASI) Eksklusif (Tinjauan Perspektif Gender untuk Mengantisipasi
Kasus Gizi Buruk). Jurnal Saintika Medika. Vol. 6: 27-34
15. Hidajati A.(2012). Mengapa seorang ibu harus menyusui? Jogjakarta:
Flashbook.
16. Ida.(2012). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI
Eksklusif 6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kemiri Muka Kota
Depok Tahun 2011. Depok: FKM UI
17. KBBI,(2016). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [Online]
Available at: http://kbbi.web.id/dengan [Diakses 21 Juni 2016]
18. Kementerian Kesehatan RI,(2010). Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Tahun 2010-2014. Jakarta.
19. Kementerian Kesehatan RI.(2014). Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2013. Jakarta: Kemenkes RI
20. Kemenkes RI.(2018). Data dan Informasi: Profil Kesehatan Indonesia
2017. Jakarta: Kemenkes
21. Lestari, D.(2013). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Air
Susu Ibu dan Pekerjaan Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif di
Kelurahan Fajar Bulan. Diakses 15 November 2020,
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/66.
22. Maryunani.(2010). Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta : CV. Trans Info
Media.
23. Misriani (2012). Faktor Resiko Kegagalan ASI Eksklusif pada bayi
yang tidak bekerja Di Puskesmas Baraka Kab. Enrekang Tahun 2011.
Jurnal FKM. Unhas Makasar. (Online 15 November 2020);
www.Uhas.ac.id/handle/5546/jurnal.pdf
24. Murtagh, L. & Mouton, Anthony D.(2011). Working Mother, Breast
Feeding, and the law. American Journal of Publick Healt, vol 101, no
2.
25. Nirwana A.B.(2014). ASI & Susu Formula Kandungan dan Manfaat
ASI dan Susu Formula. Yogyakarta: Nuha Medika.
26. Novayelinda R.(2012). Telaah Literatur: Pemberian ASI dan Ibu
Bekerja. Jurnal Ners Indonesia. 2 (2): 1-8, Maret 2012.
27. Nugroho, T. (2011). ASI dan Tumor Payudara. Yogyakarta: Nuha
Medika
28. Nurliawati, enok.,dkk.(2014). Faktor – Faktor Yang Berhubungan
Dengan Produksi ASI Pada Ibu Pasca Seksio Sesarea Di Wilayah Kota
Dan Kabupaten Tasikmalaya. Di akses pada:
Http://lontar.ui.ac.id./opac/themes/libri2/detail.jsp?id=20282685
29. Roesli, Utami. (2008). Inisiasi menyusu dini plus ASI eksklusif. Jakarta
: Pustaka Bunda
30. Rohani.(2010). Faktor-faktor yang meningkatkan risiko kegagalan
pemberian ASI eksklusif pada ibu bayi usia 6-9 bulan di Kota Mataram
Provinsi Nusa Tenggara Barat. [Tesis]. Universitas Udayana. Bali.
31. Rosyadi.(2016). Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Bekerja, Jam
Kerja Ibu Dan Dukungan Tempat Kerja Dengan Keberhasilan
Pemberian Asi Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I .di
akses http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/47204
32. UNICEF.(2013). ASI Eksklusif Tekan Angka Kematian Bayi Indonesia.
http://situs.kesrepro.info/kia/agu/2006/kia03.html
33. Unicef, WHO. 2017.World Bank Group. Levels and trends in child
malnutrition. Geneva
34. Wadud, M.(2013). Hubungan umur ibu dan paritas dengan pemberian
asi eksklusif pada bayi berusia 0-6 bulan di puskesmas Pembina
Palembang tahun 2013. Journal online:
http://poltekkespalembang.ac.id/userfiles/files/hubungan_umur_ibu_da
n_paritas_dengan_ pemberian_asi_eksklusif_pada_bayi_berusia_0.pdf.
Diakses tanggal 15 November 2020.
35. Wiji, R.N.(2013). ASI dan Pedoman Ibu Menyusui. Yogyakarta: Nuha
Medika.
36. Yuliarti, N.(2010). Keajaiban ASI, Makanan Terbaik untuk Kesehatan,
Kecerdasan, dan Kelincahan si Kecil. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
LAMPIRAN
Lampiran 1

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Kebutuhan belajar / diagnosa kebidanan :


Ibu bekerja dengan berkurangnya produksi ASI dalam memberikan ASI
Eksklusif pada bayinya.

1. Topik : Penyuluhan tentang ASI Eksklusif


2. Sasaran
a. Penyuluhan : keluarga Ny. L
b. Program : Ny. L
3. Tujuan
a. Tujuan umum
Mengetahui Berkurangnya Produksi Asi Ibu Bekerja Dalam Pemberian
Asi Eksklusif
b. Tujuan khusus
1. Diketahuainya cara pemberian ASI Eksklusif pada bayi Ny. L
2. Diketahuinya kuantitas ASI ibu bekerja Ny. L
3. Diketahuinya kualitas ASI ibu bekerja Ny. L
4. Materi
Terlampir ASI Eksklusif
a. Pengertian ASI eksklusif
b. Manfaat ASI eksklusif
c. Faktor – faktor yang mempengaruhi produksi ASI
5. Metode
Ceramah, diskusi, tanya jawab, demonstrasi
6. Media
Leaflet
7. Waktu
Hari : Selasa, 17 – 11 – 2020, Jam : 12.00 WIB
8. Tempat
Ruang tamu Ny. L
Place setting :

Ny. L R

Keterangan :
: Pasien
: Peneliti

: Sofa
9. Evaluasi
1. Ibu mengerti dengan penjelasan yang sudah diberikan terkait dengan
permasalahannya..
2. Ibu sudah mulai memperhatikan nutrinya dan minum air putih yang
banyak
3. Frekuensi menyusui saat dirumah lebih sering dan memerah ASI saat
bekerja setiap 2-3 jam sekali.
10. Sumber
1. Afriana, N. (2014). Analisis Praktik Pemberian ASI eksklusif oleh ibu
bekerja di Instansi Pemerintahan DKI Jakarta Tahun 2004.
2. Agam,I.(2011).Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian Asi
Eksklusif Di Kelurahan Tamamaung Kecamatan Panakkukang Kota
Makassar. Makassar: Universitas Hasanudin.
3. Arif,N (2009). Panduan Ibu cerdas ASI dan Tumbuh kembang.
Yogyakarta: Media Pressindo.
4. Azzisya, S.(2010). Sukses Menyusui Meski Bekerja. Gema Insane,
Jakarta
5. Fikawati, S.,dkk.(2015). Kajian Implentasi Dan Kebijakan Air Susu Ibu
Eksklusif Dan Inisiasi Menyusu Dini Di Indonesia. Makara, Kesehatan.
Vol. 14: 17-24

LEAFLET

ASI
ASI Eksklusif adalah Air Susu Ibu yang
diberikan pada bayi sejak lahir selama 6 bulan,
tanpa menambahkan atau mengganti dengan
makanan atau minuman lain.

EKSKLUSIF 3. UMUR KEHAMILAN


SAAT MELAHIRKAN
FAKTOR-FAKTOR YANG
Bayi yang lahir prematur
MEMPENGARUHI
kurang dari 34 minggu
PRODUKSI ASI
sangat lemah dan tidak
mampu mnghisap secara
efektif sehingga produksi
1. FREKUENSI MENYUSUI ASI lebih rendah
Menyusui daripada bayi yang
direkomendasikan normal.
sedikitnya 8 kali per hari
Manfaat Pemberian
atau setiap 2 jam sekali
ASI Eksklusif 4. UMUR dan PARITAS
pada periode awal
Ibu yang melahirkan bayi
setelah melahirkan.
lebih dari satu kali,
1. Kesempatan untuk
produksi ASI pada hari
bertahan hidup lebih 2. BERAT LAHIR
ke empat setelah
besar dibandingan Berat lahir bayi
melahirkan lebih tinggi
dengan yang tidak berkaitan dengan
dibandingkan dengan
mendaptkan ASI. kekuatan untuk
ibu yang melahirkan
2. ASI dapat menghisap, frekuensi,
pertama kali.
mencerdaskan mental dan lamanya menyusui
bayi. yang kemudian akan
3. Sebagai antibody yang mempengaruhi stimulasi
kuat untuk bayi. hormon oksitosin dalam
Lampiran 2

FOTO/DOKUMENTASI
Lampiran 3

ASKEB SOAP

Kajian I

Kunjungan pertama dilakukan pada tanggal 11 November 2020 , Jam 12.30 WIB
di tempat kerja.

S :- Ibu mengatakan produksi ASInya mulai berkurang


- Ibu mengatakan Bekerja di Klinik X
- Ibu mengatakan berkerja dari Jam 08.00 – 17.00 WIB
- Ibu mengatakan memerah ASI saat bekerja dan selama bekerja
memerah ASI 1- 2 kali saja
- Ibu mengatakan ini bayi keduanya usia 5 bulan 15 hari
- Ibu mengatakan tidak pernah keguguran
- Ibu mengatakan usianya 26 tahun

O : KU=Baik, TD=110/80 mmHg, N=80x/menit, S=36,6°C, R=22x/menit,


Berat badan= 50,6 kg, Tinggi badan=150 cm. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan hasil wajah tidak pucat dan mata tidak anemis. Pemeriksaan
payudara ibu didapatkan payudara simetris, puting susu menonjol, tidak
ada pembengkakan, tidak ada tanda-tanda infeksi, adanya pengeluaran
ASI, tidak ada nyeri tekan, pengeluaran ASI saat diperah 120 cc, berwarna
putih

A : Asuhan kebidanan Ny. L P2A0Ah2 usia 26 tahun pada ibu bekerja


dengan berkurangnya produksi ASI

P : - Jelasakan untuk ibu sering menyusui saat dirumah dan sering


memerah ASI saat kerja
- Menjelaskan cara menyusui yang benar
- Menjelaskan asupan makanan yang baik
- Menjelaskan untuk tidak memberikan dot/mpeng
- Menjelaskan untuk ibu harus tenang dan nyaman.

Kajian II

Kunjungan pertama dilakukan pada tanggal 17 November 2020 , Jam 13.00 WIB
di tempat kerja.

S :- Ibu mengatakan produksi ASInya sudah mulai ada peningkatan


- Ibu mengatakan memerah ASI setiap 2-3 jam sekali saat bekerja
- Ibu mengatakan mulai menjaga asupan makannya
- Ibu mengatakan selalu menyusi bayinya saat dirumah

O : KU=Baik, TD=110/80 mmHg, N=88x/menit, S=36,6°C, R=24x/menit,


Berat badan= 50,6 kg, Tinggi badan=150 cm. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan hasil wajah tidak pucat dan mata tidak anemis. Pemeriksaan
payudara ibu didapatkan payudara simetris, puting susu menonjol, tidak
ada pembengkakan, tidak ada tanda-tanda infeksi, adanya pengeluaran
ASI, tidak ada nyeri tekan, pengeluaran ASI saat diperah 150 cc, berwarna
putih

A : Ny. L dengan Produksi ASI sudah mulai bertambah

P : - Jelasakan untuk ibu sering menyusui saat dirumah dan sering


memerah ASI saat kerja
- Menjelaskan cara menyusui yang benar
- Menjelaskan asupan makanan yang baik
- Menjelaskan untuk tidak memberikan dot/mpeng
- Menjelaskan untuk ibu harus tenang dan nyaman.

Anda mungkin juga menyukai