Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Hernia adalah suatu kelemahan pada dinding otot perut di segmen usus atau struktur perut
menonjol. Hernia dapat juga penetreate melalui cacat lainnya di dinding perut, melalui
diafragma, atau melalui struktur lainnya dalam rongga perut. (Donna,2000)

Manifestasi klinik yang sering terjadi pada pasien dengan hernia yaitu obstruksi usus,
seperti muntah-muntah, sakit perut crampy, distensi, nyeri abdomen, panas, adanya tonjolan pada
area inguinal atau abdomen femoral, nausea, dan tachi cardi, disuria disertai hematuria dan sesak
nafas. Masalah keperawatan yang sering muncul pada kasus hernia diantaranya potensial injuri,
knowledge defisid, gengguan rasa nyaman, retaensi urine, dan potensial infeksi.

Bila hernia tidak diatasi secara cepat dan tepat maka akan terjadi komplikasi seperti
incareta, strangulate, perforasi, infeksi postop, scrotal edema, dehinse post operasi, dan
evisceration. Berdasarkan masalah tersebut diatas dan komplikasi yang mungkin terjadi pada
pasien hernia bila tidak dilakukan secara adekuat, maka perlu asuhan keperawatan secara
komprehensif yang mencakup kebutuhan biopsikososial spiritual yang terkait dengan masalah
tersebut.Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menyusun makalah ilmiah dengan judul “Askep
Hernia”.

1.2    Tujuan Penulisan


Dalam penulisan makalah ini, penulis mempunyai tujuan yang terdiri dari tujuan umum dan
tujuan khusus sebagai berikut
1.2.1        Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ilmiah ini adalah memberikan gambaran mengenai penerapan
asuhan keperawatan pada pasien hernia.
1.2.2        Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan makalah ilmiah ini adalah agar dapat menggambarkan tentang:
1.      Konsep dasar hernia,
2.      Pengkajian pada pasien dengan hernia
3.      Perumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan hernia
4.      Rencana asuhan keperawatan dan implementasi pada pasien dengan hernia.
1.3  Manfaat
Makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dalam pembelajaran maupun dalam penerapan
asuhan keperawatan di masyarakat

 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1    PENGERTIAN
Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga bersangkutan (Sjamsuhidajat, 1997, hal 700).
Hernia adalah penonjolan serat atau ruas organ atau jaringan melalui lubang yang
abnormal (Dorlan, 1994,hal 842)
Hernia adalah keluarnya bagian dalam dari tempat biasanya. Hernia scrotal adalah burut
lipat pada laki-laki yang turun sampai ke dalam kantung buah zakar (Laksman, 2002, hal 153).
Hernia scrotalis merupakan hernia inguinalis lateralis yang mencapai scrotum.
( Sjamsuhidajat, 1997, hal 717 )
Post adalah awalan yang menyatakan setelah atau di belakang. (Dorlan, 1994,hal 1477)
Operasi merupakan pembedahan, setiap tindakan yang dikerjakan oleh ahli bedah,
khususnya tindakan yang memakai alat-alat. (Ramali dan Pamoentjak, 2000, hal 244)
Dextra merupakan istilah yang menyatakan sesuatu yang berada disebelah kanan
dari dua struktur yang serupa atau yang berada disebelah kanan tubuh. (Dorlan, 1994,hal
517)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa post operasi hernia scrotalis dextra
adalah hernia inguinalis lateralis dimana penonjolan serat atau ruas organ atau jaringan yang
melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan mencapai scrotum
bagian kanan dan telah dilakukan tindakan pembedahan oleh ahli bedah.

2.2    KLASIFIKASI
Menurut Sachdeva ( 1996, hal 232-234) menklasifikasikan hernia sebagai berikut ;
1.      Hernia Reponiblis
Hernia yang dapat masuk kembali ketika penderita tidur terlentang atau dapat dimasukkan oleh
penderita atau ahli bedah.
2.      Hernia Ireponiblis
Apabila isinya tidak dapat dikembalikan ke dalam abdomen dan tidak tampak adanya
komplikasi.
3.      Hernia Obstruksi
Merupakan hernia ireponiblis yang berisi usus dimana lumennya mengalami onstruksi dari luar
atau adanya gangguan suplai darah dari usus.
4.      Hernia Strangulasi
Hernia akan mengalami strangulasi bila suplai darah terhadap isinya sangat terganggu yang
dapat mengakibatkan gangren.
Adapun tindakan yang digunakan untuk mengatasi hernia ada 2 macam yaitu;
1.      Tindakan konservatif
Yaitu tindakan dengan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk
mempertahankan isi hernia.
2.      Tindakan definitive
Tindakan definitive untuk mengatasi hernia berupa operasi yang dilakukan dibawah anestesi
umum atau spinal. Dengan melakukan insisi pada garis linear di atas kanalis inguinalis yaitu 1
inci diatas dan sejajar terhadap 2/3 medial ligamentum inguinalis. Adapun prinsip dasar operasi
hernia terdiri dari Herniotomi dan Herniorapi.
a.       Herniotomi
Merupakan operasi pemotongan untuk memperbaiki hernia.
b.      Herniorapi
Herniorapi yaitu dengan melakukan perbaikan pada dinding posterior tanpa menggunakan bahan
asesoris. Apabila dalam melakukan perbaikan dinding posterior menggunakan bahan asesoris
maka disebut dengan Hernioplasti.

2.3    ETIOLOGI
Hernia scrotalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat
(akuistik), hernia dapat dijumpai pada setiap usia, prosentase lebih banyak terjadi pada pria,
berbagai faktor penyebab berperan pada pembukaan pintu masuk hernia pada anulus internus
yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantung dan isi hernia, disamping itu disebabkan
pula oleh faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar
tersebut.
Faktor yang dapat dipandang berperan kausal adalah adanya peninggian tekanan di dalam
rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut karena usia, jika kantung hernia inguinalis
lateralis mencapai scrotum disebut hernia scrotalis.(Sjamsuhidajat , Jong, 1997, hal 706)
Penyebab lain yang memungkinkan terjadinya hernia adalah:
1.      Hernia inguinalis indirect, terjadi pada suatu kantong kongenital sisa dan prosesus vaginalis.
2.      Kerja otot yang terlalu kuat.
3.      Mengangkat beban yang berat.
4.      Batuk kronik.
5.      Mengejan sewaktu miksi dan defekasi.
6.      Peregangan otot abdomen karena meningkatkan tekanan intra abdomen (TIA) seperti: obesitas
dan kehamilan.
Indikasi pelaksanaan operasi adalah pada semua jenis hernia, hal ini dikarenakan
penggunaan tindakan konservatif hanya terbatas pada hernia umbilikalis pada anak sebelum usia
dua tahun dan pada hernia ventralis. Tindakan operasi dilakukan pada hernia yang telah
mengalami stadium lanjut yaitu;
1.      Mengisi kantong scrotum
2.      Dapat menimbulkan nyeri epigastrik karena turunnya mesentrium.
3.      Kanalis inguinalis luas pada hernia tipe ireponibilis.
Pada hernia reponibilis dan ireponibilis dilakukan tindakan bedah karena ditakutkan terjadinya
komplikasi, sedangkan bila telah terjadi strangulasi tindakan bedah harus dilakukan secepat
mungkin sebelum terjadinya nekrosis usus.
(Sachdeva, 1996, hal 235 – 236 ; Mansjoer, 2000, hal 315)

2.4    PATOFISIOLOGI
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus pada bulan ke-8 kehamilan,
terjadi desensus testis melalui kanal tersebut, akan menarik perineum ke daerah scrotum
sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei, pada
bayi yang baru lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut
tidak dapat melalui kanalis tersebut, namun dalam beberapa hal seringkali kanalis ini tidak
menutup karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering
terbuka, bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka dalam keadaan normal,
kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan.
Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia
inguinalis lateralis congenital. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup namun karena
merupakan lokus minoris persistence, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra
abdominal meningkat, kanalis tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateral
akuisita. Keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal adalah
kehamilan, batuk kronis, pekerjaan mengangkat beban berat, mengejan pada saat defekasi, miksi
misalnya pada hipertropi prostate.
Apabila isi hernia keluar melalui rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus
yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior kemudian hernia masuk ke dalam hernia
kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus, dan
bila berlanjut tonjolan akan sampai ke scrotum yang disebut juga hernia scrotalis.
Tindakan bedah pada hernia dilakukan dengan anestesi general atau spinal sehingga akan
mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) yang berpengaruh pada tingkat kesadran, depresi pada
SSP juga mengakibatkan reflek batuk menghilang. Selain itu pengaruh anestesi juga
mengakibatkan produksi sekret trakeobronkial meningkat sehingga jalan nafas terganggu, serta
mengakibatkan peristaltik usus menurun yang berakibat pada mual dan muntah, sehingga
beresiko terjadi aspirasi yang akan menyumbat jalan nafas.
Prosedur bedah akan mengakibatkan hilang cairan, hal ini karena kehilangan darah dan
kehilangan cairan yang tidak terasa melalui paru-paru dan kulit. Insisi bedah mengakibatkan
pertahanan primer tubuh tidak adekuat (kulit rusak, trauma jaringan, penurunan kerja silia, stasis
cairan tubuh), luka bedah sendiri juga merupakan jalan masuk bagi organisme patogen sehingga
sewaktu-waktu dapat terjadi infeksi.
Rasa nyeri timbul hampir pada semua jenis operasi, karena terjadi torehan, tarikan,
manipulasi jaringan dan organ. Dapat juga terjadi karena kompresi / stimulasi ujung syaraf oleh
bahan kimia yang dilepas pada saat operasiatau karena ischemi jaringan akibat gangguan suplai
darah ke salah satu bagian, seperti karena tekanan, spasmus otot atau hematoma.
(Mansjoer, 2000, hal 314 ; Sjamsuhidajat,1997, hal 704 ; Long,1996, hal 55 – 82).

2.5    MANIFESTASI KLINIK


Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha, benjolan
tersebut bisa mengecil dan menghilang pada saat istirahat dan bila menangis, mengejan,
mengangkat beban berat atau dalam posisi berdiri dapat timbul kembali, bila terjadi komplikasi
dapat ditemukan nyeri, keadaan umum biasanya baik pada inspeksi ditemukan asimetri pada
kedua sisi lipat paha, scrotum atau pada labia dalam posisi berdiri dan berbaring pasien diminta
mengejan dan menutup mulut dalam keadaan berdiri palpasi dilakukan dalam keadaan ada
benjolan hernia, diraba konsistensinya dan coba didorong apakah benjolan dapat di reposisi
dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak-anak, kadang cincin hernia dapat diraba
berupa annulus inguinalis yang melebar.
Pemeriksaan melalui scrotum, jari telunjuk dimasukkan ke atas lateral dari tuberkulum
pubikum, ikuti fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus pada keadaan normal
jari tangan tidak dapat masuk, bila masa tersebut menyentuh ujung jari maka itu adalah hernia
inguinalis lateralis, sedangkan bila menyentuh sisi jari maka itu adalah hernia inguinalis medialis
(Mansjoer, 2000, hal 314 ; Kusala, 2007, http://www.kalbe.co.id/files)
Pada umumnya terapi operatif merupakan terapi satu-satunya yang rasional. Beberapa
masalah yang sering terjadi pada fase post operasi antara lain; kesadaran menurun, sumbatan
saluran nafas, hipoventilasi, hipotensi , aritmi cardiak, shock, nyeri, distensi kandung kencing,
cemas, aspirasi isi lambung.
Tindakan operatif dilakukan dengan melakukan insisi pada tubuh sehingga tubuh
memerlukan waktu untuk penyembuhan luka. Luka bedah karena dilakukan dengan disertai
teknik asepsis pada umumnya penyembuhannya lancar dan cepat.
Ada empat fase penyembuhan luka; fase I penyembuhan luka, lekosit mencerna bakteri
dan jaringan rusak. Fibrin tertumpuk pada gumpalan yang mengisi luka dan pembuluh darah
tumbuh pada luka dari benang fibrin sebagai kerangka. Luka kekuatannya rendah tapi luka yang
dijahit akan menahan jahitan dengan baik. Pasien akan terlihat dan merasa sakit pada fase ini
yang berlangsung selama 3 (tiga) hari.
Fase II berlangsung 3 – 14 hari setelah pembedahan. Lekosit mulai menghilang, semua
lapisan epitel mulai beregenerasi selengkapnya dalam 1 (satu) minggu. Jaringan baru memiliki
sangat banyak jaringan vaskuler, jaringan ikat berwarna kemerah-merahan karena banyak
pembuluh darah dan mudah terjadi perdarahan, pasien akan terlihat lebih baik. Tumpukan
kolagen serabut protein putih akan menunjang luka dengan baik dalam 6 – 7 hari. Jadi jahitan
diangkat pada waktu ini, tergantung pada tempat dan luasnya bedah.
Pada fase III kolagen terus bertumpuk. Hal ini akan menekan pembuluh darah baru dan
arus darah menurun. Luka sekarang terlihat seperti berwarna merah jambu yang luas. Pada fase
ini yang kira-kira berlangsung dari minggu ke dua sampai minggu ke enam post operasi, pasien
harus menjaga agar tidak menggunakan otot yang terkena.
Fase terakhir, fase ke IV berlangsung beberapa bulan post operasi. Pasien akan mengeluh
gatal diseputar luka. Kolagen terus menimbun pada waktu ini, luka menciut dan menjadi tegang.
Bila luka dekat persendian akan terjadi kontraktur.
(Long,1996, hal 70 – 86)

2.6    KOMPLIKASI
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Antara lain
obstruksi usus sederhana hingga perforasi (lubangnya) usus yang akhirnya dapat menimbulkan
abses local, fistel atau peritonitis.
Sedangkan komplikasi operasi hernia dapat berupa cidera vena femoralis, nervus
ilioinguinalis, nervus iliofemoralis, duktus deferens, atau buli-buli bila masuk pada hernia geser.
Nervus ilioinguinalis harus dipertahankan sejak dipisahkan karena jika tidak, maka dapat timbul
nyeri pada jaringan parut setelah jahitan dibuka.
Komplikasi dini setelah operasi dapat pula terjadi, seperti hematoma, infeksi luka,
bendungan vena, fistel urine atau feses, dan residif. Komplikasi lama merupakan atrofi testis
karena lesi arteri spermatika atau bendungan pleksus pampiniformis, dan yang paling penting,
terjadinya residif (kekambuhan). Insiden dari residif begantung pada umur pasien, letak hernia,
teknik yang digunakan dalam pembedahan dan cara melakukannya.
(Sjamsuhidajat, 1997, hal 718-719)

2.7  PENCEGAHAN
Kelemahan otot bawaan tidak dapat dicegah, namun, latihan penguatan otot yang mungkin
dapat membantu. Menjaga berat badan normal, sehat secara fisik, dan menggunakan teknik
mengangkat yang tepat dapat mencegah herniasi. Awal pengakuan dan diagnosis herniasi sangat
membantu dalam pencegahan tercekik. Setelah herniasi terjadi, individu harus mencari perhatian
medis dan menghindari mengangkat dan tegang, yang berkontribusi pada cekikan.

Hernia inguinalis seringkali dapat didorong kembali ke dalam rongga perut. Tetapi jika
tidak dapat didorong kembali melalui dinding perut, maka usus bisa terperangkap di dalam
kanalis inguinalis (inkarserasi) dan aliran darahnya terputus (strangulasi). Jika tidak ditangani,
bagian usus yang mengalami strangulasi bisa mati karena kekurangan darah. Biasanya dilakukan
pembedahan untuk mengembalikan usus ke tempat asalnya dan untuk menutup lubang pada
dinding perut agar hernia tidak berulang. Obat-obatan biasanya diberikan untuk mengatasi nyeri
setelah penderita menjalani pembedahan. Kadang setelah menjalani pembedahan penderita
dianjurkan untuk memakai korset untuk menyokong otot yang lemah selama masa pemulihan.

2.8    PEMERIKSAAN PENUNJANG


1.    Pemeriksaan Fisik
a.    Inspeksi daerah inguinal dan femoral

Meskipun hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan viskus, atau sebagian
daripadanya, melalui lubang normal atau abnormal, 90% dari semua hernia ditemukan di daerah
inguinal. Biasanya, impuls hernia lebih jelas dilihat dari pada diraba. Suruhlah pasien memutar
kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Lakukanlah inspeksi daerah inguinal dan
femoral untuk melihat timbulnya benjolan mendadak selama batuk, yang dapat menunjukkan
hernia. Jika terlihat benjolan mendadak, mintalah pasien untuk batuk lagi dan bandingkan impuls
ini dengan impuls pada sisi lainnya. Jika pasien mengeluh nyeri selama batuk, tentukanlah lokasi
nyeri dan periksalah kembali daerah itu.

b.        Palpasi hernia inguinal


Palpasi hernia inguinal dilakukan dengan meletakkan jari telunjuk kanan pemeriksa didalam
skrotum diatas testis kiri dan menekan kulit skrotum kedalam. Harus ada kulit skrotum yang
cukup banyak untuk mencapai cincin inguinal eksterna. Jari harus diletakkan dengan kuku
menghadap keluar dan bantalan jari kedalam.
Tangan kiri pemeriksa dapat diletakkan pada pinggul kanan pasien untuk sokongan
yang lebih baik. Telunjuk kanan pemeriksa harus mengikuti korda spermatika dilateral masuk
kedalam kanal inguinal sejajar dengan ligamentum inguinal dan digerakkan ke atas ke arah
cincin inguinal eksterna, yang terletak superior dan lateral dari tuberkulum pubikum. Cincin
eksterna dapat diperlebar dan dimasuki oleh jari tangan.
Dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di dalam kanal inguinal,
mintalah pasien untuk memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Seandainya ada
hernia, akan terasa impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung atau bantalan jari pemeriksa. Jika ada
hernia, suruh pasien berbaring terlentang dan perhatikanlah apakah hernia itu dapat direduksi
dengan tekanan yang lembut dan terus menerus pada masa itu. Jika pemeriksaan hernia
dilakukan dengan kulit skrotum yang cukup banyak dan dilakukan dengan perlahan-lahan,
tindakan ini tidak menimbulkan nyeri. Uraian tentang ciri-ciri hernia akan dibahas berikutnya.

Setelah memeriksa sisi kiri, prosedur ini diulangi dengan memakai jari telunjuk kanan untuk
memeriksa sisi kanan. Sebagian pemeriksa lebih suka memakai jari telunjuk kanan untuk
memeriksa sisi kanan pasien, dan jari telunjuk kiri untuk memeriksa sisi kiri pasien. Cobalah
kedua teknik ini dan lihatlah cara mana yang anda rasa lebih nyaman.
Jika ada massa skrotum berukuran besar yang tidak tembus cahaya, suatu hernia inguinal indirek
mungkin ada didalam skrotum. Auskultasi massa itu dapat dipakai untuk menentukan apakah ada
bunyi usus didalam skrotum, suatu tanda yang berguna untuk menegakkan dignosis hernia
inguinal indirek.
- Foto ronsen spinal
- Elektromiografi
- Venogram epidural
- Fungsi lumbal
- Tanda leseque (tes dengan mengangkat kaki lurus ke atas)
- Scan CT
- MRI
- Mielogram
2.      Pemeriksaan darah
a.       Lekosit ; peningkatan jumlah lekosit mengindikasikan adanya infeksi.
b.      Hemoglobin ; Hemoglobin yang rendah dapat mengarah pada anemia/kehilangan darah.
c.       Hematokrit ; peningkatan hematokrit mengindikasikan dehidrasi
d.      Waktu koagulasi ; Mungkin diperpanjang, mempengaruhi hemostasis intraoperasi/pascaoperasi.
2.      Urinalisis
BUN, Creatinin, munculnya SDM atau bakteri mengindikasikan infeksi.
3.      GDA
Mengevaluasi status pernafasan terakhir.
4.      EKG
Untuk mengetahui kondisi jantung.
2.9    PATHWAYS KEPERAWATAN
 

HERNIA INGUINALIS
 

Resti infeksi
 
Pertahanan primertidak adekuat

 
Bat
uk
tida
kefe
ktif

 
Resti Gg.Keseimbangan volume cairan

Kompresi saraf
 

Gg. Peristalticusus
 

ansietas
Aliran darah kejar. terhambat
 

Perdarahan

 
Defi
sit of
kno
wled
ge

Perubahan
statuskeseha
 

Turun ke jaringanlain

Otot dinding

Trigonumhasselbach melemah
Penonjolan ke belakang kanalis inguinalis dan terpisah dari vesikulusspermatikus

Herniorapi / Herniotomi

 
Luka insisi

Efek anestesi
  (

 
Kerusakanmobilitas
fisik
 
 
2.10FOKUS KEPERAWATAN
1)      Pengkajian
a.       Status Respiratori
Kebebasan saluran nafas, kedalaman bernafas, kecepatan, sifatnya. Bunyi nafas : ada dan
sifatnya.
b.      Status Sirkulatori
Nadi, tekanan darah, suhu, warna kulit, pengisian kapiler.
c.       Status Neurologis
Tingkat kesadaran, penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala shock dan harus segera
dilaporkan kepada ahli bedah dan disertai gejala lain yang jelas.
d.      Balutan
Keadaan balutan, terdapat drain, terdapat selang yang harus disambung dengan system drainase.
e.       Kenyamanan
Terdapat nyeri, mual, muntah, sikap tidur yang nyaman dan memperlancar ventilasi.
f.       Keamanan
Terdapat pengaman pada tempat tidur, alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester,
larutan. Munculnya proses infeksi ; demam.
(Long, 1996, hal 60)
2)    Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dan intervensi
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi trakeobronkial
sekunder terhadap efek anestesi; batuk tidak efektif sekunder terhadap depresi SSP atau nyeri
dan splinting otot.
2.      Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan kompresi syaraf, prosedur bedah.
3.      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah pembentukan
hematoma.
3)      Intervensi
NO DX KEP KRITERIA HASIL INTERVENSI RASION

1. Bersihan jalan nafasKriteria Hasil : 1)Pertahankan jalan 1) Mencegah


tidak efektif        Jalan napas pasien bersih, nafas pasien dengan nafas. El
berhubungan dengan ditandai dengan bunyi napas meletakkan pasien posisi mi
peningkatan sekresi normal pada auskultasi. pada posisi yang mencega
trakeobronkial sekunder
b.        RR : 12 – 20 X / menit dengan sesuai. aspirasi d
terhadap efek anestesi; kedalaman dan pola normal. posisi ya
batuk tidak efektif mendoro
sekunder terhadap pada lob
depresi SSP atau nyeri bawah da
dan splinting otot. tekanan p
2) Dliakukan
memastik
pernafasa
upaya m
dapat seg
3) dilakukan
meningk
pengamb
2)Observasi frekwensi, yang aka
kedalaman pernafasan Hb.
dan pemakaian otot 4) Obstruksi
bantu pernafasan. dapat ter
adanya d
mukus d
tenggoro
3)Observasi 5) Setelah pe
pengembalian fungsi obat rela
otot, terutama otot-otot selama m
pernafasan . intraoper
pengemb
otot perta
4)Lakukan penghisapan pada diaf
lendir jika diperlukan interkost
diikuti de
kelompo
utama se
bahu, da
abdomin
5)Kolaborasi pemberian diikuti ol
tambahan oksigen berukura
sesuai kebutuhan. lidah, far
ekstensi
diakhiri o
wajah da
tangan.
1.Membantu
pilihan in
memberi
perbandi
evaluasi

2.Tirah barin
yang nya
memung
untuk me
spasme o
penekana
tubuh
3. Menurunk
gravitasi
dapat me
spasme o
menurun
tekanan.
1)Kaji adanya keluhan
nyeri, catat lokasi 4. Memfoku
lamanya serangan, klien me
faktor pencetus atau menurun
yang memperberat otot dan
proses pe

5.Intervensi
Gangguan rasa nyaman
memperc
(nyeri) sehubungan 2) Pertahankan tirah
penyemb
dengan kompresiKriteria hasil: baring selama fase akut
syaraf, prosedur bedah. 1)   Melaporkan nyeri hilang dan letakkan pasien pada 1.Penuruna
terkontrol. posisi semi fowler perubaha
2)   mengungkapkan metode yang dengan tulang spinal, mencerm
memberi penghilangan. pinggang dan lutut edema, in
3)    mendemonstrasikan penggunaan dalam keadaan fleksi sekunder
2. intervensi terapeutik. atau posisi terlentang
2. Penek
4)    Instruksikan pada pasien untuk dengan atau tanpa
daerah o
melakukan teknik relaksasi atau meninggikan kepala
menurun
visualisasi 10-30 derajat.
hematom
5)    Kolaborasi dalam pemberian 3) Batasi aktivitas selama
therapy fase akut sesuai dengan
kebutuhan
3. Peruba
nadi men
hipovole
kehilang
pembatas
oral, mua

4. Terapi
4)Instruksikan pada
penggan
pasien untuk
pada der
melakukan teknik
relaksasi atau
visualisasi

5)Kolaborasi dalam
pemberian therapy

1)Lakukan penilaian
terhadap fungsi
neurologist secara
periodik

2)Pertahankan pasien
dalam posisi terlentang
sempurna selama
beberapa jam

3) Pantau tanda-tanda
vital, catat kehangatan,
pengisian kapiler

4)Kolaborasi dalam
pemberian cairan atau
darah sesuai indikasi
Kriteria hasil:
Melaporkan atau
Perubahan perfusi mendemonstrasikan situasi
jaringan berhubungan normal.
dengan penurunan
aliran darah
pembentukan
hematoma.

3.
(Doengoes, 2000; Swearingen,2001)

ASUUHAN KEPERWATAN PADA Tn. M dengan Hernia Inguinalis Lateral (HIL) di


Ruang Ruangan Operasi (OK) RS BDLUD

Tanggal pengkajian     : 10 November 2011


Tanggal Operasi          : 10 November 2011
Tempat Praktek           : Ruangan OK RS BDLUD
A.  PENGKAJIAN
1.                  IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Suku bangsa : Minahasa / Indonesia
Pekerjaan : Buruh bangunan
Pendidikan : SD
Status : Kawin
Alamat : Mahakeret, kota Manado
Tanggal MRS : 20 November 2011
2.                  IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama : Tn. T
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Suku bangsa : Minahasa / Indonesia
Pekerjaan : Buruh bangunan
Pendidikan : SMP
Status : kawin
Alamat : Mahakeret, kota Manado
Hubungan dengan pasien: anak

3.                  RIWAYAT PENYAKIT


a.    Keluhan Utama
Benjolan di lipat paha sebelah kanan.
b.    Riwayat penyakit sekarang
    Benjolan di lipat paha kanan, dialami penderita sejak kurang lebih 2 tahun sebelum masuk
rumah sakit. Benjolan dirasakan penderita keluar masuk. Benjolan keluar dan membesar bila
penderita mengangkat beban berat atau berjalan jauh dan benjolan akan masuk kembali bila
penderita beristirahat (tiduran). Penderita tidak merasakan nyeri, mual muntah, serta demam.

    Frekuensi kencing ± 3 kali sehari, kencing tidak terputus-putus, tidak dirasakan nyeri saat BAK.

    BAB dirasakan biasa normal.


c.    Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat batuk lama (+), sakit jantung (-), darah tinggi (-).
d.   Riwayat Penyakit Keluarga
Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga. Menikah dan mempunyai 5 orang anak.
Penderita bekerja sebagai buruh bangunan sehingga sering mengangkat beban yang berat.
4.    PEMERIKSAAN FISIK
         Keadaan Umum : Cukup
         Kesadaran : E4V5M6

         Tanda Vital : Tekanan darah : 110/70 mmhg.


Nadi : 84 x/menit.
Respirasi : 22 x/menit
Suhu rectal : 36,2 oC.
         Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil bulat isokor kiri =
kanan, refleks cahaya +/+ normal.
         Leher : Kelenjar getah bening tidak membesar.
         Thoraks : Inspeksi : Pergerakan nafas simetris kiri = kanan
Auskultasi : Suara pernapasan kiri = kanan
Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor kiri = kanan
         Abdomen : Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani, pekak hepar (+)
         Inguinalis : Inspeksi : Benjolan (-), warna kulit sama dengan sekitar
Palpasi : Tes invaginasi : impuls pada ujung jari
Tes Ziemenn : teraba pulsasi di anulus inferior
         Tulang belakang : Tak ada kelainan

         Extremitas : Superior et Inferior : Tak ada kelainan

         Neurologi : Refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-

         Rectal Toucher : Tonus sfingther ani cekat, ampula kosong, mukosa licin, prostat kesan normal.

         Sarung tangan : Darah (-), lender (-), feses (-)

         Genitalia : Tak ada kelainan

5.    PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

  Hb : 14,1 gr%

  Leukosit : 4800/mm3

  Trombosit : 188.000/mm3

Radiologi

  X-rays : Foto Thorax : kronik bronkiolitis

EKG : LAHB

B.  ANALISA DATA


No Data Etiologi Problem
1. DS : Tindakan Nyeri
-       Klien mengatakan lemas
untuk bergerak
-       Klien mengatakan nyeri di
bagian bekas operasi
 
DO :
        Klien tampak lemah
    Terdapat luka insisi
   Terdapat jahitan di perut
Adanya
insisi bedah

Nyeri
 

Gangguan
nyaman/Nyeri

2. DS : Tindakan opersi Retensi Urine


-       Klien mengeluh kesulitan
berkemih
DO :  

        BAK klien tidak adekuat


        Haluaran urine < 1000 ml/24 Nyeri

jam
 
Perubahan suhu
tubuh
 

Gangguan
Berkemih
3. DS : Tingkat Kurang
        Klien / keluarga mengatakan pendidikan
tidak mengetahui komplikasi, rendah pengetahuan
cara perawatan serta tanda dan  
gejala dari hernia
DO :
        Klien dan keluarga tampak
keterbatasan
bingung saat ditanya
pengatahuan
komplikasi, cara perawatan
serta tanda dan gejala dan dari
hernia
        Klien dan keluarga tampak  
tidak bisa menunjukkan cara
penanggulangan pasien hernia Kurang
pengetahuan
mengenai
penyakit hernia

C.  DIAGNOSA KEPERAWATAN


1.        Nyeri (khususnya dengan mengedan) yang berhubungan dengan kondisi hernia atau intervensi
pembedahan.
2.        Retensi urine (resiko terhadap hal yang sama) yang berhubungan dengan nyeri, trauma dan
penggunaan anestetik selama pembedahan abdomen.
3.        Kurang pengetahuan : potensial komplikasi GI yang berkenaan dengan adanya hernia dan
tindakan yang dapat mencegah kekambuhan mereka.
D.  INTERVENSI
NO Dx Keperawatan NOC NIC RA
1.        1.      Nyeri (khususnya dengan Hasil yang diperkirakan : a.     Kaji dan catat nyeri a.Un
mengedan) yang berhubungan dalam 1 jam intervensi,
b.     Beritahu pasien untuk tin
dengan kondisi hernia atau -persepsi subjektif klien
menghindari mengejan,b.     M
intervensi pembedahan. tentang ketidaknyamanan
meregang, batuk dan me
menurun seperti
mengangkat benda yang berat. me
ditunjukkan skala nyeri. c.      Ajarkan bagaimana bila he
- Indikator objektif seperti menggunakan dekker (bila c. D
meringis tidak diprogramkan). ya
ada/menurun.
d.     Ajarkan pasien pemasangan he
penyokong skrotum/kompres esd.     K
yang sering diprogramkan untuk me
membatasi edema dan me
mengendalikan nyeri. e.
e.      Berikan analgesik sesuai me
program.

a.       Kaji dan catat distensia.   


suprapubik atau keluhan pasien pe
tidak dapat berkemih. kli
2.                 Hasil yang diharapkan :
b.      Pantau haluaran urine. Catat dan
dalam 8-10 jam b.    U
laporkan berkemih yang sering <
pembedahan, uk
100 ml dalam suatu waktu.
      pasien berkemih tanpa
c.       Permudah berkemih dengan
kesulitan.
mengimplementasikan : pada
Retensi urine (resiko terhadap      Haluaran urine ³ 100 ml c. M
posisi normal untuk berkemih
hal yang sama) yang selama setiap berkemih
ad
rangsang pasien dengan
berhubungan dengan nyeri, dan adekuat (kira-kira
me
mendengar air
trauma dan penggunaan 1000-1500 ml) selama
gin
mengalir/tempatkan pada
anestetik selama pembedahan periode 24 jam.
baskom hangat.
abdomen.

a.       Ajarkan pasien untuk waspada


dan melaporkan nyeri berat,
menetap, mual dan muntah,
demam dan distensi abdomen,
yang dapat memperberat awitan
3.       
a. 
Hasil yang diperkirakan : inkarserasi/strangulasi usus. ko
setelah  instruksi, b.      Dorong pasien untuk mengikuti pe
    pasien mengungkapkan regumen medis : penggunaan
pengetahuan tentang tanda dekker atau penyokong lainnya
dan gejala komplikasi GI dan menghindari mengejan
dan menjalankan tindakan meregang, konstipasi dan
yang diprogramkan oleh mengangkat benda yang berat.
pencegahan.
c.       Anjurkan pasien untuk
mengkonsumsi diit tinggi residub.  P
1.      Kurang pengetahuan : atau menggunakan suplement ad
potensial komplikasi GI yang diet serat untuk mencegah un
berkenaan dengan adanya konstipasi, anjurkan masukan
hernia dan tindakan yang cairan sedikitnya 2-3 l/hari untuk
dapat mencegah kekambuhan meningkatkan konsistensi feses
mereka. lunak.
d.      Beritahu pasien mekanika tubuh
yang tepat untuk bergerak dan
mengangkat.

c. 
dp
me
d.  L
me
me
luk

E.  IMPLEMENTASI
Tgl/jam Dx keperawatan Tindakan Paraf
10 2.      Nyeri (khususnya dengan a. Mengkaji dan TT
November mengedan) yang mencatat nyeri
2011 berhubungan dengan
b. Memberitahu
09.00 kondisi hernia atau
pasien untuk
WITA intervensi pembedahan.
menghindari
mengejan,
meregang, batuk
dan mengangkat
benda yang berat.
c. Mengajarkan
bagaimana bila
menggunakan
dekker (bila
12
diprogramkan).
November
2011 d. Mengajarkan
pasien
09.00
pemasangan
WITA
penyokong
skrotum/kompres
es yang sering
diprogramkan
untuk membatasi
edema dan
mengendalikan
nyeri.
13
e. Memberikan
November
2011 analgesik sesuai
program.
09.00 Retensi urine (resiko
WITA terhadap hal yang sama)
a.       Mengkaji dan
yang berhubungan dengan mencatat distensi
nyeri, trauma dan suprapubik atau
penggunaan anestetik keluhan pasien
selama pembedahan tidak dapat
abdomen. berkemih.
b.      Memantau
haluaran urine.
Mencatat dan
melaporkan
berkemih yang
sering < 100 ml
dalam suatu
waktu.
c.       Mempermudah
berkemih dengan
mengimplementas
14
ikan : pada posisi
November
normal untuk
2011
berkemih
09.00 rangsang pasien
WITA dengan
mendengar air
mengalir/tempatka
n pada baskom
hangat.
2.      Kurang pengetahuan :
potensial komplikasi GI
a.       Mengajarkan
yang berkenaan dengan pasien untuk
adanya hernia dan tindakan waspada dan
yang dapat mencegah melaporkan nyeri
kekambuhan mereka. berat, menetap,
mual dan muntah,
demam dan
distensi abdomen,
yang dapat
memperberat
awitan
inkarserasi/strangu
lasi usus.
b.      Mendorong
15 pasien untuk
November mengikuti
2011 regumen medis :
09.00 penggunaan
WITA dekker atau
penyokong
lainnya dan
menghindari
mengejan
meregang,
konstipasi dan
mengangkat benda
yang berat.
c.       Menganjurkan
pasien untuk
mengkonsumsi
diit tinggi residu
atau menggunakan
suplement diet
serat untuk
mencegah
konstipasi,
anjurkan masukan
cairan sedikitnya
2-3 l/hari untuk
meningkatkan
konsistensi feses
lunak.
d.      Memberitahu
pasien mekanika
tubuh yang tepat
untuk bergerak
dan mengangkat.
F.   EVALUASI
Catatan perkembangan
Tanggal /Jam Dx Perkembangan SOAP
Keperawatan
10 November
1.        S : Keluar benjolan dilipat paha kanan
2011 O:
09.00 WITA KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 120/80 mmhg, Nadi 84 x/menit,
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,4oC
Regio inguinalis dekstra : terdapat
benjolan yang dapat keluar masuk.
A : Hernia inguinalis lateralis dekstra
reponibilis
P : Bed rest
Pro herniotomi dengan pemasangan
mesh

12 November
2011 S : (-)

9.00 WITA O : KU : Cukup Kes : Compos mentis


Tensi 120/70 mmhg, Nadi 88 x/menit,
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,2oC
Regio inguinalis dekstra : terdapat
benjolan yang dapat keluar masuk.
A : Hernia inguinalis lateralis dekstra
reponibilis
P : Bed rest
Pro herniotomi dengan pemasangan
13 November mesh
2011
Konsul anestesi untuk dilakukan
9.00 WITA operasi

S : (-)
O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 120/80 mmhg, Nadi 80 x/menit,
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36oC
Regio inguinalis dekstra : terdapat
benjolan yang dapat keluar masuk.
A : Hernia inguinalis lateralis dekstra
reponibilis
P : Dilakukan herniotomi dengan
pemasangan mesh
Laporan operasi.

 Penderita tidur terlentang


diatas meja operasi
 Dilakukan general anestesi

 Dilakukan asepsis dan


antisepsis lapangan operasi
dengan povidon iodine

 Dilakukan insisi sejajar


ligamentum inguinal,
diperdalam sampai tampak
apponeurosis

 Identifikasi nervus inguinalis


dan genitofemoral, disisihkan

 Apponeurosis MOE dibuka

 Identifikasi kantong hernia,


dibuka keluar cairan serous ±
20 cc, isi omentum

 Omentum dikembalikan
kerongga abdomen

 Kantong hernia diligasi


kemudian dipotong secara
intoto

 Identifikasi funiculus
spermatikus

14 November  Pasang mesh dengan jahitan


2011 pada tuberculum pubicum,

9.00 WITA ligamentum inguinal dan


conkoin tendon

 Kontrol perdarahan

 Luks operasi dijahit lapis demi


lapis

 Operasi selesai

Instruksi post operasi.

 IVFD RL : D5% = 2 : 2 → 28
gtt/menit
 Interome 2 dd 1 gr → i.v

 Metronidazole 3 dd 1 → drips

 Ranitidin 3 dd 1 amp → i.v

 Ketorolac 3% drips dalam D5


15 November
100 cc/8 jam
2011
 Puasa bila Bu (+) dan
9.00 WITA penderita sadar betul boleh
minum sedikit demi sedikit

S : Nyeri luka bekas operasi (+)

O : KU : Cukup Kes : Compos mentis

Tensi 110/70 mmhg, Nadi 84 x/menit,


Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,6oC

Abdomen : Datar lemas, bising usus


(+), defence muscular (-), nyeri tekan
pada bekas operasi (+).

A : Post herniotomi dengan pemasangan mesh


hari I - II

P : IVFD RL : D5% = 2 : 2 → 28 gtt/menit

Interome 2 dd 1 gr → i.v
16 November Metronidazole 3 dd 1 → drips
2011 Ranitidin 3 dd 1 amp → i.v
9.00 WITA Ketorolac 3% drips dalam D5 100 cc/8
jam
Diet makanan lunak
Mobilisasi ( miring kanan/kiri )

S : Nyeri pada luka bekas operasi


mulai berkurang

O : KU : Cukup Kes : Compos mentis

Tensi 110/70 mmhg, Nadi 80 x/menit,


Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,3oC

Abdomen : Datar lemas, bising usus


(+), defense muscular (-), nyeri tekan
pada bekas operasi (+).

Regio inguinalis : luka bekas operasi


terawat baik.

A : Post herniotomi dengan


pemasangan mesh hari III – IV
18 November
2011 P : Aff infus, lanjut terapi oral

9.00 WITA Cefixime 2 dd 1 caps

Ultracet 2 dd 1

Kalmex 3 dd 1

Mobilisasi

S : Nyeri pada luka bekas operasi


berkurang

O : KU : Cukup Kes : Compos mentis

Tensi 110/70 mmhg, Nadi 88 x/menit,


Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,3oC

Abdomen : Datar lemas, bising usus


(+), defense muscular (-), nyeri tekan
pada bekas operasi (+).

19 November Regio inguinalis : luka bekas operasi


2011 terawat baik, pus (-).

9.00 WITA A : Post herniotomi dengan


pemasangan mesh hari V – VI

P : Cefixime 2 dd 1 caps

Ultracet 2 dd 1

Kalmex 3 dd 1
Mobilisasi

S : Nyeri pada luka bekas operasi


berkurang

O : KU : Cukup Kes : Compos mentis

Tensi 110/70 mmhg, Nadi 88 x/menit,


Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,3oC

Abdomen : Datar lemas, bising usus


20 November
(+), defense muscular (-), nyeri tekan
2011
pada bekas operasi (+).
9.00 WITA
Regio inguinalis : luka bekas operasi
terawat baik, pus (-).

A : Post herniotomi dengan


pemasangan mesh hari VII – VIII

22 November P : Cefixime 2 dd 1 caps


2011 Ultracet 2 dd 1
9.00 WITA Kalmex 3 dd 1

Mobilisasi
24 November S : (-)
2011
O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
9.00 WITA
Tensi 110/70 mmhg, Nadi 84 x/menit,
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,3oC

Abdomen : Datar lemas, bising usus


(+), defense muscular (-), nyeri tekan
pada bekas operasi (+).

Regio inguinalis : luka bekas operasi


terawat baik, pus (-).
25 November
2011 A : Post herniotomi dengan

9.00 WITA pemasangan mesh hari IX

P : Cespam 2 dd 100 mg

Metronidazole 3 dd 500 mg

Intervensi dihentikan

Kontrol poli jika obat habis

S: klien mengatakan sulit BAK

O: klien terlihat lemah

A: Post herniotomi dengan


pemasangan mesh

A : masalah belum teratasi

P : lanjutkan intervesi 1,2,3

S: klien menngatakan BAK sudah


lancar

O: input dan output sudah seimbang

A: masalah teratasi

P: hentikan intervensi, pertahankan


keadaan klien.

S: klien mengatakan badannya dapat


bergerak bebas kembali

O: -klien tampak bersemangat


-klien tidak bedres total
2.       
A: masalah teratasi

P: hentikan intervensi, pertahankan


keadaan klien
S: klien sudah mulai tidak bertanya
lagi tentang penyakitnya dan sudah
mengerti tentang penyakitnya

O: klien tampak tenang

A: masalah teratasi

P: hentikan intervensi, pertahankan


keadaan klien.
3.       

     

BAB III
PENUTUP

3.1          KESIMPULAN
1.    Hernia adalah penonjolan sebuah organ atau struktur melalui mendeteksi di dinding otot perut.
Hernia umumnya terdiri dari kulit dan subkutan meliputi jaringan, sebuah peritoneal kantung,
dan yang mendasarinya visera, seperti loop usus atau organ-organ internal lainnya.
2.    Hernia kongenital disebabkan oleh penutupan struktural cacat atau yang berhubungan dengan
melemahnya otot-otot normal. Hernia diklasifikasikan menurut lokasi di mana mereka muncul.
Sekitar 75% dari hernia terjadi di pangkal paha. Ini juga dikenal sebagai hernia inguinalis atau
femoralis. Sekitar 10% adalah hernia ventral atau insisional dinding abdomen, 3% adalah hernia
umbilikalis. Jenis lain dapat mencakup hiatus hernia dan diafragmatik hernia.
3.2    Saran
Adapun saran yang penulis sampaikan adalah diharapkan agar pembaca melatih penguatan
otot yang mungkin dapat membantu. Menjaga berat badan normal, sehat secara fisik, dan
menggunakan teknik mengangkat yang tepat dapat mencegah herniasi. Awal pengakuan dan
diagnosis herniasi sangat membantu dalam pencegahan tercekik. Setelah herniasi terjadi,
individu harus mencari perhatian medis dan menghindari mengangkat dan tegang, yang
berkontribusi pada cekikan.

DAFTAR PUSTAKA

Lemone and Burke,M.K. 2000 .Medical Surgical Nursing:Critical Thinking in Client


Care. Second Edition.New Jersey: Prentie-Hall,Inc.
Ignatavicius, Donna, et.All.2000.Medical Surgical Nursing.Philadelphia: W.B Saunders
Company.
Lewis,Heitkemper,Dirksen.2000.Medical Surgical Nursing: Assessment and
Management of Clinical Problem. Volume 2. Fifth Edition. Mosby.
Oswari E.1993. Bedah dan Perawatannya. Jakarta: PT Gramedia. .
http://forbetterhealth.wordpress.com/2009/01/12/hernia/
http://www.tanyadokter.com/disease.asp?id=1000546

Anda mungkin juga menyukai