PENDAHULUAN
Hernia adalah suatu kelemahan pada dinding otot perut di segmen usus atau struktur perut
menonjol. Hernia dapat juga penetreate melalui cacat lainnya di dinding perut, melalui
diafragma, atau melalui struktur lainnya dalam rongga perut. (Donna,2000)
Manifestasi klinik yang sering terjadi pada pasien dengan hernia yaitu obstruksi usus,
seperti muntah-muntah, sakit perut crampy, distensi, nyeri abdomen, panas, adanya tonjolan pada
area inguinal atau abdomen femoral, nausea, dan tachi cardi, disuria disertai hematuria dan sesak
nafas. Masalah keperawatan yang sering muncul pada kasus hernia diantaranya potensial injuri,
knowledge defisid, gengguan rasa nyaman, retaensi urine, dan potensial infeksi.
Bila hernia tidak diatasi secara cepat dan tepat maka akan terjadi komplikasi seperti
incareta, strangulate, perforasi, infeksi postop, scrotal edema, dehinse post operasi, dan
evisceration. Berdasarkan masalah tersebut diatas dan komplikasi yang mungkin terjadi pada
pasien hernia bila tidak dilakukan secara adekuat, maka perlu asuhan keperawatan secara
komprehensif yang mencakup kebutuhan biopsikososial spiritual yang terkait dengan masalah
tersebut.Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menyusun makalah ilmiah dengan judul “Askep
Hernia”.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN
Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga bersangkutan (Sjamsuhidajat, 1997, hal 700).
Hernia adalah penonjolan serat atau ruas organ atau jaringan melalui lubang yang
abnormal (Dorlan, 1994,hal 842)
Hernia adalah keluarnya bagian dalam dari tempat biasanya. Hernia scrotal adalah burut
lipat pada laki-laki yang turun sampai ke dalam kantung buah zakar (Laksman, 2002, hal 153).
Hernia scrotalis merupakan hernia inguinalis lateralis yang mencapai scrotum.
( Sjamsuhidajat, 1997, hal 717 )
Post adalah awalan yang menyatakan setelah atau di belakang. (Dorlan, 1994,hal 1477)
Operasi merupakan pembedahan, setiap tindakan yang dikerjakan oleh ahli bedah,
khususnya tindakan yang memakai alat-alat. (Ramali dan Pamoentjak, 2000, hal 244)
Dextra merupakan istilah yang menyatakan sesuatu yang berada disebelah kanan
dari dua struktur yang serupa atau yang berada disebelah kanan tubuh. (Dorlan, 1994,hal
517)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa post operasi hernia scrotalis dextra
adalah hernia inguinalis lateralis dimana penonjolan serat atau ruas organ atau jaringan yang
melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan mencapai scrotum
bagian kanan dan telah dilakukan tindakan pembedahan oleh ahli bedah.
2.2 KLASIFIKASI
Menurut Sachdeva ( 1996, hal 232-234) menklasifikasikan hernia sebagai berikut ;
1. Hernia Reponiblis
Hernia yang dapat masuk kembali ketika penderita tidur terlentang atau dapat dimasukkan oleh
penderita atau ahli bedah.
2. Hernia Ireponiblis
Apabila isinya tidak dapat dikembalikan ke dalam abdomen dan tidak tampak adanya
komplikasi.
3. Hernia Obstruksi
Merupakan hernia ireponiblis yang berisi usus dimana lumennya mengalami onstruksi dari luar
atau adanya gangguan suplai darah dari usus.
4. Hernia Strangulasi
Hernia akan mengalami strangulasi bila suplai darah terhadap isinya sangat terganggu yang
dapat mengakibatkan gangren.
Adapun tindakan yang digunakan untuk mengatasi hernia ada 2 macam yaitu;
1. Tindakan konservatif
Yaitu tindakan dengan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk
mempertahankan isi hernia.
2. Tindakan definitive
Tindakan definitive untuk mengatasi hernia berupa operasi yang dilakukan dibawah anestesi
umum atau spinal. Dengan melakukan insisi pada garis linear di atas kanalis inguinalis yaitu 1
inci diatas dan sejajar terhadap 2/3 medial ligamentum inguinalis. Adapun prinsip dasar operasi
hernia terdiri dari Herniotomi dan Herniorapi.
a. Herniotomi
Merupakan operasi pemotongan untuk memperbaiki hernia.
b. Herniorapi
Herniorapi yaitu dengan melakukan perbaikan pada dinding posterior tanpa menggunakan bahan
asesoris. Apabila dalam melakukan perbaikan dinding posterior menggunakan bahan asesoris
maka disebut dengan Hernioplasti.
2.3 ETIOLOGI
Hernia scrotalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat
(akuistik), hernia dapat dijumpai pada setiap usia, prosentase lebih banyak terjadi pada pria,
berbagai faktor penyebab berperan pada pembukaan pintu masuk hernia pada anulus internus
yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantung dan isi hernia, disamping itu disebabkan
pula oleh faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar
tersebut.
Faktor yang dapat dipandang berperan kausal adalah adanya peninggian tekanan di dalam
rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut karena usia, jika kantung hernia inguinalis
lateralis mencapai scrotum disebut hernia scrotalis.(Sjamsuhidajat , Jong, 1997, hal 706)
Penyebab lain yang memungkinkan terjadinya hernia adalah:
1. Hernia inguinalis indirect, terjadi pada suatu kantong kongenital sisa dan prosesus vaginalis.
2. Kerja otot yang terlalu kuat.
3. Mengangkat beban yang berat.
4. Batuk kronik.
5. Mengejan sewaktu miksi dan defekasi.
6. Peregangan otot abdomen karena meningkatkan tekanan intra abdomen (TIA) seperti: obesitas
dan kehamilan.
Indikasi pelaksanaan operasi adalah pada semua jenis hernia, hal ini dikarenakan
penggunaan tindakan konservatif hanya terbatas pada hernia umbilikalis pada anak sebelum usia
dua tahun dan pada hernia ventralis. Tindakan operasi dilakukan pada hernia yang telah
mengalami stadium lanjut yaitu;
1. Mengisi kantong scrotum
2. Dapat menimbulkan nyeri epigastrik karena turunnya mesentrium.
3. Kanalis inguinalis luas pada hernia tipe ireponibilis.
Pada hernia reponibilis dan ireponibilis dilakukan tindakan bedah karena ditakutkan terjadinya
komplikasi, sedangkan bila telah terjadi strangulasi tindakan bedah harus dilakukan secepat
mungkin sebelum terjadinya nekrosis usus.
(Sachdeva, 1996, hal 235 – 236 ; Mansjoer, 2000, hal 315)
2.4 PATOFISIOLOGI
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus pada bulan ke-8 kehamilan,
terjadi desensus testis melalui kanal tersebut, akan menarik perineum ke daerah scrotum
sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei, pada
bayi yang baru lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut
tidak dapat melalui kanalis tersebut, namun dalam beberapa hal seringkali kanalis ini tidak
menutup karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering
terbuka, bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka dalam keadaan normal,
kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan.
Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia
inguinalis lateralis congenital. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup namun karena
merupakan lokus minoris persistence, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra
abdominal meningkat, kanalis tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateral
akuisita. Keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal adalah
kehamilan, batuk kronis, pekerjaan mengangkat beban berat, mengejan pada saat defekasi, miksi
misalnya pada hipertropi prostate.
Apabila isi hernia keluar melalui rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus
yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior kemudian hernia masuk ke dalam hernia
kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus, dan
bila berlanjut tonjolan akan sampai ke scrotum yang disebut juga hernia scrotalis.
Tindakan bedah pada hernia dilakukan dengan anestesi general atau spinal sehingga akan
mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) yang berpengaruh pada tingkat kesadran, depresi pada
SSP juga mengakibatkan reflek batuk menghilang. Selain itu pengaruh anestesi juga
mengakibatkan produksi sekret trakeobronkial meningkat sehingga jalan nafas terganggu, serta
mengakibatkan peristaltik usus menurun yang berakibat pada mual dan muntah, sehingga
beresiko terjadi aspirasi yang akan menyumbat jalan nafas.
Prosedur bedah akan mengakibatkan hilang cairan, hal ini karena kehilangan darah dan
kehilangan cairan yang tidak terasa melalui paru-paru dan kulit. Insisi bedah mengakibatkan
pertahanan primer tubuh tidak adekuat (kulit rusak, trauma jaringan, penurunan kerja silia, stasis
cairan tubuh), luka bedah sendiri juga merupakan jalan masuk bagi organisme patogen sehingga
sewaktu-waktu dapat terjadi infeksi.
Rasa nyeri timbul hampir pada semua jenis operasi, karena terjadi torehan, tarikan,
manipulasi jaringan dan organ. Dapat juga terjadi karena kompresi / stimulasi ujung syaraf oleh
bahan kimia yang dilepas pada saat operasiatau karena ischemi jaringan akibat gangguan suplai
darah ke salah satu bagian, seperti karena tekanan, spasmus otot atau hematoma.
(Mansjoer, 2000, hal 314 ; Sjamsuhidajat,1997, hal 704 ; Long,1996, hal 55 – 82).
2.6 KOMPLIKASI
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Antara lain
obstruksi usus sederhana hingga perforasi (lubangnya) usus yang akhirnya dapat menimbulkan
abses local, fistel atau peritonitis.
Sedangkan komplikasi operasi hernia dapat berupa cidera vena femoralis, nervus
ilioinguinalis, nervus iliofemoralis, duktus deferens, atau buli-buli bila masuk pada hernia geser.
Nervus ilioinguinalis harus dipertahankan sejak dipisahkan karena jika tidak, maka dapat timbul
nyeri pada jaringan parut setelah jahitan dibuka.
Komplikasi dini setelah operasi dapat pula terjadi, seperti hematoma, infeksi luka,
bendungan vena, fistel urine atau feses, dan residif. Komplikasi lama merupakan atrofi testis
karena lesi arteri spermatika atau bendungan pleksus pampiniformis, dan yang paling penting,
terjadinya residif (kekambuhan). Insiden dari residif begantung pada umur pasien, letak hernia,
teknik yang digunakan dalam pembedahan dan cara melakukannya.
(Sjamsuhidajat, 1997, hal 718-719)
2.7 PENCEGAHAN
Kelemahan otot bawaan tidak dapat dicegah, namun, latihan penguatan otot yang mungkin
dapat membantu. Menjaga berat badan normal, sehat secara fisik, dan menggunakan teknik
mengangkat yang tepat dapat mencegah herniasi. Awal pengakuan dan diagnosis herniasi sangat
membantu dalam pencegahan tercekik. Setelah herniasi terjadi, individu harus mencari perhatian
medis dan menghindari mengangkat dan tegang, yang berkontribusi pada cekikan.
Hernia inguinalis seringkali dapat didorong kembali ke dalam rongga perut. Tetapi jika
tidak dapat didorong kembali melalui dinding perut, maka usus bisa terperangkap di dalam
kanalis inguinalis (inkarserasi) dan aliran darahnya terputus (strangulasi). Jika tidak ditangani,
bagian usus yang mengalami strangulasi bisa mati karena kekurangan darah. Biasanya dilakukan
pembedahan untuk mengembalikan usus ke tempat asalnya dan untuk menutup lubang pada
dinding perut agar hernia tidak berulang. Obat-obatan biasanya diberikan untuk mengatasi nyeri
setelah penderita menjalani pembedahan. Kadang setelah menjalani pembedahan penderita
dianjurkan untuk memakai korset untuk menyokong otot yang lemah selama masa pemulihan.
Meskipun hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan viskus, atau sebagian
daripadanya, melalui lubang normal atau abnormal, 90% dari semua hernia ditemukan di daerah
inguinal. Biasanya, impuls hernia lebih jelas dilihat dari pada diraba. Suruhlah pasien memutar
kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Lakukanlah inspeksi daerah inguinal dan
femoral untuk melihat timbulnya benjolan mendadak selama batuk, yang dapat menunjukkan
hernia. Jika terlihat benjolan mendadak, mintalah pasien untuk batuk lagi dan bandingkan impuls
ini dengan impuls pada sisi lainnya. Jika pasien mengeluh nyeri selama batuk, tentukanlah lokasi
nyeri dan periksalah kembali daerah itu.
Setelah memeriksa sisi kiri, prosedur ini diulangi dengan memakai jari telunjuk kanan untuk
memeriksa sisi kanan. Sebagian pemeriksa lebih suka memakai jari telunjuk kanan untuk
memeriksa sisi kanan pasien, dan jari telunjuk kiri untuk memeriksa sisi kiri pasien. Cobalah
kedua teknik ini dan lihatlah cara mana yang anda rasa lebih nyaman.
Jika ada massa skrotum berukuran besar yang tidak tembus cahaya, suatu hernia inguinal indirek
mungkin ada didalam skrotum. Auskultasi massa itu dapat dipakai untuk menentukan apakah ada
bunyi usus didalam skrotum, suatu tanda yang berguna untuk menegakkan dignosis hernia
inguinal indirek.
- Foto ronsen spinal
- Elektromiografi
- Venogram epidural
- Fungsi lumbal
- Tanda leseque (tes dengan mengangkat kaki lurus ke atas)
- Scan CT
- MRI
- Mielogram
2. Pemeriksaan darah
a. Lekosit ; peningkatan jumlah lekosit mengindikasikan adanya infeksi.
b. Hemoglobin ; Hemoglobin yang rendah dapat mengarah pada anemia/kehilangan darah.
c. Hematokrit ; peningkatan hematokrit mengindikasikan dehidrasi
d. Waktu koagulasi ; Mungkin diperpanjang, mempengaruhi hemostasis intraoperasi/pascaoperasi.
2. Urinalisis
BUN, Creatinin, munculnya SDM atau bakteri mengindikasikan infeksi.
3. GDA
Mengevaluasi status pernafasan terakhir.
4. EKG
Untuk mengetahui kondisi jantung.
2.9 PATHWAYS KEPERAWATAN
HERNIA INGUINALIS
Resti infeksi
Pertahanan primertidak adekuat
Bat
uk
tida
kefe
ktif
Resti Gg.Keseimbangan volume cairan
Kompresi saraf
Gg. Peristalticusus
ansietas
Aliran darah kejar. terhambat
Perdarahan
Defi
sit of
kno
wled
ge
Perubahan
statuskeseha
Turun ke jaringanlain
Otot dinding
Trigonumhasselbach melemah
Penonjolan ke belakang kanalis inguinalis dan terpisah dari vesikulusspermatikus
Herniorapi / Herniotomi
Luka insisi
Efek anestesi
(
Kerusakanmobilitas
fisik
2.10FOKUS KEPERAWATAN
1) Pengkajian
a. Status Respiratori
Kebebasan saluran nafas, kedalaman bernafas, kecepatan, sifatnya. Bunyi nafas : ada dan
sifatnya.
b. Status Sirkulatori
Nadi, tekanan darah, suhu, warna kulit, pengisian kapiler.
c. Status Neurologis
Tingkat kesadaran, penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala shock dan harus segera
dilaporkan kepada ahli bedah dan disertai gejala lain yang jelas.
d. Balutan
Keadaan balutan, terdapat drain, terdapat selang yang harus disambung dengan system drainase.
e. Kenyamanan
Terdapat nyeri, mual, muntah, sikap tidur yang nyaman dan memperlancar ventilasi.
f. Keamanan
Terdapat pengaman pada tempat tidur, alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester,
larutan. Munculnya proses infeksi ; demam.
(Long, 1996, hal 60)
2) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dan intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi trakeobronkial
sekunder terhadap efek anestesi; batuk tidak efektif sekunder terhadap depresi SSP atau nyeri
dan splinting otot.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan kompresi syaraf, prosedur bedah.
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah pembentukan
hematoma.
3) Intervensi
NO DX KEP KRITERIA HASIL INTERVENSI RASION
2.Tirah barin
yang nya
memung
untuk me
spasme o
penekana
tubuh
3. Menurunk
gravitasi
dapat me
spasme o
menurun
tekanan.
1)Kaji adanya keluhan
nyeri, catat lokasi 4. Memfoku
lamanya serangan, klien me
faktor pencetus atau menurun
yang memperberat otot dan
proses pe
5.Intervensi
Gangguan rasa nyaman
memperc
(nyeri) sehubungan 2) Pertahankan tirah
penyemb
dengan kompresiKriteria hasil: baring selama fase akut
syaraf, prosedur bedah. 1) Melaporkan nyeri hilang dan letakkan pasien pada 1.Penuruna
terkontrol. posisi semi fowler perubaha
2) mengungkapkan metode yang dengan tulang spinal, mencerm
memberi penghilangan. pinggang dan lutut edema, in
3) mendemonstrasikan penggunaan dalam keadaan fleksi sekunder
2. intervensi terapeutik. atau posisi terlentang
2. Penek
4) Instruksikan pada pasien untuk dengan atau tanpa
daerah o
melakukan teknik relaksasi atau meninggikan kepala
menurun
visualisasi 10-30 derajat.
hematom
5) Kolaborasi dalam pemberian 3) Batasi aktivitas selama
therapy fase akut sesuai dengan
kebutuhan
3. Peruba
nadi men
hipovole
kehilang
pembatas
oral, mua
4. Terapi
4)Instruksikan pada
penggan
pasien untuk
pada der
melakukan teknik
relaksasi atau
visualisasi
5)Kolaborasi dalam
pemberian therapy
1)Lakukan penilaian
terhadap fungsi
neurologist secara
periodik
2)Pertahankan pasien
dalam posisi terlentang
sempurna selama
beberapa jam
3) Pantau tanda-tanda
vital, catat kehangatan,
pengisian kapiler
4)Kolaborasi dalam
pemberian cairan atau
darah sesuai indikasi
Kriteria hasil:
Melaporkan atau
Perubahan perfusi mendemonstrasikan situasi
jaringan berhubungan normal.
dengan penurunan
aliran darah
pembentukan
hematoma.
3.
(Doengoes, 2000; Swearingen,2001)
Frekuensi kencing ± 3 kali sehari, kencing tidak terputus-putus, tidak dirasakan nyeri saat BAK.
Rectal Toucher : Tonus sfingther ani cekat, ampula kosong, mukosa licin, prostat kesan normal.
Laboratorium
Hb : 14,1 gr%
Leukosit : 4800/mm3
Trombosit : 188.000/mm3
Radiologi
EKG : LAHB
Nyeri
Gangguan
nyaman/Nyeri
jam
Perubahan suhu
tubuh
Gangguan
Berkemih
3. DS : Tingkat Kurang
Klien / keluarga mengatakan pendidikan
tidak mengetahui komplikasi, rendah pengetahuan
cara perawatan serta tanda dan
gejala dari hernia
DO :
Klien dan keluarga tampak
keterbatasan
bingung saat ditanya
pengatahuan
komplikasi, cara perawatan
serta tanda dan gejala dan dari
hernia
Klien dan keluarga tampak
tidak bisa menunjukkan cara
penanggulangan pasien hernia Kurang
pengetahuan
mengenai
penyakit hernia
c.
dp
me
d. L
me
me
luk
E. IMPLEMENTASI
Tgl/jam Dx keperawatan Tindakan Paraf
10 2. Nyeri (khususnya dengan a. Mengkaji dan TT
November mengedan) yang mencatat nyeri
2011 berhubungan dengan
b. Memberitahu
09.00 kondisi hernia atau
pasien untuk
WITA intervensi pembedahan.
menghindari
mengejan,
meregang, batuk
dan mengangkat
benda yang berat.
c. Mengajarkan
bagaimana bila
menggunakan
dekker (bila
12
diprogramkan).
November
2011 d. Mengajarkan
pasien
09.00
pemasangan
WITA
penyokong
skrotum/kompres
es yang sering
diprogramkan
untuk membatasi
edema dan
mengendalikan
nyeri.
13
e. Memberikan
November
2011 analgesik sesuai
program.
09.00 Retensi urine (resiko
WITA terhadap hal yang sama)
a. Mengkaji dan
yang berhubungan dengan mencatat distensi
nyeri, trauma dan suprapubik atau
penggunaan anestetik keluhan pasien
selama pembedahan tidak dapat
abdomen. berkemih.
b. Memantau
haluaran urine.
Mencatat dan
melaporkan
berkemih yang
sering < 100 ml
dalam suatu
waktu.
c. Mempermudah
berkemih dengan
mengimplementas
14
ikan : pada posisi
November
normal untuk
2011
berkemih
09.00 rangsang pasien
WITA dengan
mendengar air
mengalir/tempatka
n pada baskom
hangat.
2. Kurang pengetahuan :
potensial komplikasi GI
a. Mengajarkan
yang berkenaan dengan pasien untuk
adanya hernia dan tindakan waspada dan
yang dapat mencegah melaporkan nyeri
kekambuhan mereka. berat, menetap,
mual dan muntah,
demam dan
distensi abdomen,
yang dapat
memperberat
awitan
inkarserasi/strangu
lasi usus.
b. Mendorong
15 pasien untuk
November mengikuti
2011 regumen medis :
09.00 penggunaan
WITA dekker atau
penyokong
lainnya dan
menghindari
mengejan
meregang,
konstipasi dan
mengangkat benda
yang berat.
c. Menganjurkan
pasien untuk
mengkonsumsi
diit tinggi residu
atau menggunakan
suplement diet
serat untuk
mencegah
konstipasi,
anjurkan masukan
cairan sedikitnya
2-3 l/hari untuk
meningkatkan
konsistensi feses
lunak.
d. Memberitahu
pasien mekanika
tubuh yang tepat
untuk bergerak
dan mengangkat.
F. EVALUASI
Catatan perkembangan
Tanggal /Jam Dx Perkembangan SOAP
Keperawatan
10 November
1. S : Keluar benjolan dilipat paha kanan
2011 O:
09.00 WITA KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 120/80 mmhg, Nadi 84 x/menit,
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,4oC
Regio inguinalis dekstra : terdapat
benjolan yang dapat keluar masuk.
A : Hernia inguinalis lateralis dekstra
reponibilis
P : Bed rest
Pro herniotomi dengan pemasangan
mesh
12 November
2011 S : (-)
S : (-)
O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 120/80 mmhg, Nadi 80 x/menit,
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36oC
Regio inguinalis dekstra : terdapat
benjolan yang dapat keluar masuk.
A : Hernia inguinalis lateralis dekstra
reponibilis
P : Dilakukan herniotomi dengan
pemasangan mesh
Laporan operasi.
Omentum dikembalikan
kerongga abdomen
Identifikasi funiculus
spermatikus
Kontrol perdarahan
Operasi selesai
IVFD RL : D5% = 2 : 2 → 28
gtt/menit
Interome 2 dd 1 gr → i.v
Metronidazole 3 dd 1 → drips
Interome 2 dd 1 gr → i.v
16 November Metronidazole 3 dd 1 → drips
2011 Ranitidin 3 dd 1 amp → i.v
9.00 WITA Ketorolac 3% drips dalam D5 100 cc/8
jam
Diet makanan lunak
Mobilisasi ( miring kanan/kiri )
Ultracet 2 dd 1
Kalmex 3 dd 1
Mobilisasi
P : Cefixime 2 dd 1 caps
Ultracet 2 dd 1
Kalmex 3 dd 1
Mobilisasi
Mobilisasi
24 November S : (-)
2011
O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
9.00 WITA
Tensi 110/70 mmhg, Nadi 84 x/menit,
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,3oC
P : Cespam 2 dd 100 mg
Metronidazole 3 dd 500 mg
Intervensi dihentikan
A: masalah teratasi
A: masalah teratasi
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Hernia adalah penonjolan sebuah organ atau struktur melalui mendeteksi di dinding otot perut.
Hernia umumnya terdiri dari kulit dan subkutan meliputi jaringan, sebuah peritoneal kantung,
dan yang mendasarinya visera, seperti loop usus atau organ-organ internal lainnya.
2. Hernia kongenital disebabkan oleh penutupan struktural cacat atau yang berhubungan dengan
melemahnya otot-otot normal. Hernia diklasifikasikan menurut lokasi di mana mereka muncul.
Sekitar 75% dari hernia terjadi di pangkal paha. Ini juga dikenal sebagai hernia inguinalis atau
femoralis. Sekitar 10% adalah hernia ventral atau insisional dinding abdomen, 3% adalah hernia
umbilikalis. Jenis lain dapat mencakup hiatus hernia dan diafragmatik hernia.
3.2 Saran
Adapun saran yang penulis sampaikan adalah diharapkan agar pembaca melatih penguatan
otot yang mungkin dapat membantu. Menjaga berat badan normal, sehat secara fisik, dan
menggunakan teknik mengangkat yang tepat dapat mencegah herniasi. Awal pengakuan dan
diagnosis herniasi sangat membantu dalam pencegahan tercekik. Setelah herniasi terjadi,
individu harus mencari perhatian medis dan menghindari mengangkat dan tegang, yang
berkontribusi pada cekikan.
DAFTAR PUSTAKA