Anda di halaman 1dari 4

TUGAS ANALISIS CERPEN

NAMA : NI MADE AYULIA SARI DEWI

KELAS : 9H

NO : 31

SI BUTA MENCARI MATAHARI

CERPEN ANALISIS
DI PERMUKIMAN YANG TERPENCIL ORIENTASI
Berawal dari sebuah gubug tua yang sudah reot, Kala itu
hiduplah sebuah keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri
dan dua orang anak laki-laki. Kepala keluarga itu bernama pak
Sumber (begitu orang menyebutnya) dan istrinya bernama
simpun (begitu orang menyebutnya), serta kedua anak laki-laki
mereka yang tua bernama Tabung sedangkan adiknya
bernama Kumpul.

Kehidupan keluarga tersebut serba kekurangan mereka hanya


mengharapkan hasil-hasil buah hutan yang liar dan berburu
untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, itupun sehari
makan dan terkadang tidak makan, bahkan baju pakaian yang
mereka kenakan boleh di katakan kering di badan itu semua
akibat tidak ada untuk berganti, melihat kehidupan yang
demikian itu, kedua anaknya tidak dapat menuntut banyak
yang ia bisa lakukan hanyalah bermain dan membantu orang
tuanya mencari buah-buahan dan berburu di hutan, tidak
mengenal apa itu alat tulis apalagi namanya sekolah.
Seiring dengan bejalannya waktu hari berganti hari, minggu KOMPLIKASI
berganti minggu, bulan berganti bulan hingga tahun berganti,
kedua anak pak Sumber semestinya sudah saatnya mengenal
bangku sekolah, akan tetapi apa daya orang tua mereka tak
dapat menyekolahkan anak-anaknya itu semua karena
banyaknya masalah-masalah yang mereka hadapi, di samping
masalah-masalah yang mereka hadapi kendala lain tidak ada
biaya untuk menyekolahkan anak-anaknya juga disebabkan
mereka tinggal di hutan yang jauh dari lokasi sekolah.

DI SUATU PAGI HARI


Pada waktu pagi hari, sang surya memancarkan sinarnya yang
begitu cerah, Pak Sumber tidak seperti biasanya apabila
bangun dari tidur ia bergegas pergi ke hutan mencari nafkah,
namun pagi itu ia termenung di beranda depan gubugnya
duduk di atas bangku yang terbuat dari susunan kayu-kayu
kecil, ia berpikir dan bertanya-tanya dalam hati sendiri,
bagaimana nasib anak-anaknya nanti kalau tetap tinggal di
hutan, bagaimana anak-anak kalau aku dan istriku sudah
meninggal, bagaimana mereka dapat mencukupi kebutuhan
hidupnya. Segudang pertanyaan dalam hati pak Sumber pagi
itu.

Disaat pikiran Pak Sumber mengawang belum mendapat


jawaban, tiba-tiba dikejutkan oleh suara istrinya yang sedari
tadi sudah berada di sampingnya. “Pak.. apa yang dipikirkan
tidak seperti biasanya bapak termenung?” tanya istrinya. “Oh..
ibu mengejutkan bapak saja, pak Sumber sambil menoleh ke
istrinya” tak ada apa-apa kok bu, jawab Pak Sumber, “Tapi
bapak tidak seperti biasanya duduk merenung,” tanya istrinya
kembali, “Saya lagi memikirkan nasib anak-anak kita nantinya”,
”, jawab pak Sumber. Bu Sumber hanya terdiam tidak sepatah
katapun yang keluar dari mulutnya, hanya tetesan air mata
yang keluar dari kelopak mata istri pak Sumber. “Bu… Bapak
punya pikiran bagaimana kalau kita pindah rumah mendekati
kota supaya anak-anak bisa sekolah seperti layaknya anak-
anak lain” Kata pak Sumber “Terus kita mau kerja apa pak..?
bila pindah mendekati kota” jawab bu Sumber. Sambil menarik
nafas panjang pak Sumber tidak langsung menjawab apa yang
di utarakan istrinya. Sesaat suasana di beranda rumah hening
sepasang suami istri itu hanya saling memandang, Tak berapa
lama terdengar suara dari mulut pak Sumber, ia sambil
menoleh pada istrinya, “Bu… Demi anak-anak, kita kerja apa
saja nanti yang penting tidak mengambil punya orang” Jawab
pak Sumber. Baiklah kalau menurut bapak baik, saya sebagai
istri menurut saja, demi masa depan anak-anak kita.
Tak terasa percakapan mereka lumayan lama, mataharipun
sudah mulai merangkak semakin tinggi. Pak Sumber bergegas
ke samping pondok mengambil peralatan seperti biasanya
langsung pergi ke hutan mencari nafkah sambil berburu.

PERGI KE KOTA
Pada suatu hari pak Sumber pergi ke kota bersama anaknya
yang pertama, dengan bejalan kaki mereka pagi-pagi sekali
sudah berangkat, di perjalanan bapak dan anak tersebut
sambil bercakap-cakap.
“Masih lama lagikah kita sampai ke kota pak..?” tanya Tabung,
“Iya nak, kira-kira dua jam berjalan lagi kita sampai”, jawab
pak Sumber. “Wah sangat jauh ya, pak” tanya Tabung lagi.
“Bener, karena kita tempuh dengan jalan kaki”,jawab pak
Sumber. “Pak… Seandainya kita pergi naik sepeda tentu agak
cepat sampainya ya pak?” “Tentu cepat sampainya nak” jawab
Pak Sumber. “Tapi sayang kita tidak punya sepeda” kata
Tabung “Sabar ya nak, suatu saat nanti kita pasti dapat
membeli sepeda.” Jawab pak Sumber (sambil menghibur hati
anaknya).
Tiba-tiba terdengar suara deru-menderu dan hiruk pikuknya
lalu lintas, tersentaklah hati dan perasaan Tabung, ah suara
apa itu tanyaku dalam hati, dan tidak lama kusaksikan dan aku
lihat hiruk pikuknya kendaraan bermotor dan hilir mudik
orang-orang. Wah ramai sekali, banyak banget mobil, motor
dan becak ada juga.
Nak.. ayo kita masuk pasar, ajak pak Sumber dengan anaknya,
Kita mau beli apa pak?, tanya Tabung, Kita membeli keperluan
seadanya sesuai uang yang ada.

Melihat hari sudah mulai siang dan keperluan yang dibeli


sudah cukup pak Sumber dan anaknya segera keluar dari
dalam pasar dan langsung pulang. Di tengah perjalanan pulang
pak Sumber dan anaknya berpapasan dengan anak-anak yang
pulang sekolah. Dengan seketika Tabung bertanya, “Pak itu
anak-anak banyak sekali dan bajunya sama warnanya bagus
lagi” “Oh itu anak-anak yang pulang sekolah” jawab pak
Sumber. “Wah Tabung ingin seperti mereka bisa gak pak?”
tanya anaknya lagi “Ya.. suatu saat nanti kamu dan adikmu
pasti bisa seperti mereka” jawab pak Sumber. “Benar pak..?”
tanyanya lagi, “Ya.. pasti kalian bisa”

Tak terasa perjalanan mereka sampai rumah, Bu.. bu.. kami


datang, suara tabung memanggil ibunya dengan bergegas bu
Sumber membuka pintu.
DI SUATU MALAM HARI RESOLUSI
Seperti biasanya keluarga pak Sumber sebelum tidur mereka
berkumpul di ruang depan gubugnya, meneruskan
pembicaraan kemarin pagi pak Sumber memulai berbicara
kepada istri dan ke dua anaknya, Anak-anak kita berencana
pindah rumah…! Bagaimana menurut pendapat kalian…?
Kedua anak pak Sumber terdiam sejenak saling memandang
tanpa ada suara yang keluar dari mulut mereka, namun tiba-
tiba Bu Sumber berucap dengan pelan dengan matanya tertuju
pada kedua anaknya. “Bagaimana anak-anakku kalian setuju
kita pindah rumah..?” Eh.. eh memangnya kita mau pindah ke
mana bu?, Tanya Tabung kepada ibunya..? Iya mau pindah ke
mana kita sang adik juga ikut bertanya…? Kita mau pindah di
desa yang dekat dengan sekolah, jawab bu Sumber dan
diangguki kepala pak Sumber tanda mengiyakan. Hore.. hore
kita bisa sekolah kak, kata Kumpul sembari menatap wajah
kakaknya yang tersenyum tanda rasa senang atas rencana
kepindahan mereka. Anak-anakku, itulah maksud bapak dan
ibu kalian rencana pindah ini supaya kalian bisa bersekolah
untuk menuntut ilmu demi masa depan kalian nantinya.

Tak terasa waktu semakin beranjak malam dan kedua anak pak
Sumber juaga terlihat mulai sayu pertanda mengantuk. “Anak-
anak hari sudah malam, sekarang kalian tidurlah karena besok
pagi berkemas-kemas persiapan kita pindah”. Iya pak.. Sambil
beranjak dari tempat duduk Tabung dan Kumpul menuju ke
tempat tidur.
Tinggallah Pak Sumber dan Istrinya yang masih duduk
melanjutkan rencana kepindahan mereka demi masa depan ke
dua anaknya. Bagaimana bu ada yang perlu kita bicarakan
lagi?, tanya pak Sumber kepada istrinya. Kiranya kita sudah
matang atas rencana kita pak, jadi kita istirahat dulu, Bapak
kan capek seharian kerja!, Ya.. ya.. ya mari kita istirahat.

AWAL YANG CERAH BAGAI SINAR MATAHARI


Di pagi yang cerah matahari menyinari desa Argo Mukti yaitu
desa di pinggiran kota kecamatan, di mana terdapat bangunan
Sekolah Dasar yang kondisinya kurang begitu baik namun
itulah satu-satunya sekolah yang menjadi tumpuhan untuk
menuntut ilmu anak-anak di desa tersebut. SDN Argo Mukti
nama sekolah tersebut.
Teng… teng… teng… bunyi lonceng tanda masuk kelas, murid-
murid dengan tertib memasuki kelasnya masing-masing, tak
ketinggalan juga Tabung dan Kumpul juga ikut masuk kelas
yang di dampingi oleh orang tuanya, maklum mereka berdua
murid baru yang belum terbiasa dengan suasana seramai ia
lihat selama mereka masih tinggal di daerah terpencil yang
jauh dari keramaian sekolah.

Layaknya sekolah lain SDN Argo Mukti melakukan proses


pembelajaran dengan tertib dan menyenangkan, murid-murid
juga dengan antusias mengikuti pembelajaran di kelas masing-
masing.

Tepat pukul 11.30 WIB Teng… teng… teng… lonceng berbunyi


tanda pulang sekolah, dalam perjalanan pulang Tabung dan
Adiknya saling bercerita dan bercanda, terlihat raut wajah
mereka merasa senang karena bisa sekolah seperti anak-anak
yang lainnya.
“Dik.. bagaimana perasaanmu senang gak bisa sekolah?”
Tanya Tabung kepada adiknya. Dengan semangat adiknya
menjawab, “ya tentu senang sekali kak” jawab adiknya. “Terus
bagaimana perasaan kakak senang juga kan?”, tanya adiknya.
”Ya.. kakak juga sangat senang sekali, akhirnya kita bisa
bersekolah”, jawab Tabung.

Anda mungkin juga menyukai