Anda di halaman 1dari 80

PANDUAN

PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN I
NKLUSI
F
DIMADRASAH

DIREKTORATJENDERALPENDI
DIKANISLAM
KEMENTERIANAGAMAREPUBLIKINDONESI
A
2017
i

PANDUAN
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF
DI MADRASAH

DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM


KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
2017
ii

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Di Madrasah


Hak Cipta C 2017 Direktorat Jenderal Kementerian Agama Republik Indonesia

Pengarah:
Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, MA

Penanggung Jawab:
Prof. Dr. Moh Isom, MA
Dr. A. Umar, MA

Tim Penyusun:
Lailil Qomariyah (MT Ar- Roihan Malang)
Erwan Hermawan (Master Trainer Kemenag Kab. Sukabumi)
Akmal (Master Traniner Kemenag Kab Bone)
Kulsum (Pengawas Kemenag Kab. Bandung Barat)
Maskanah (pengawas Kemenag Kab.Bogor)
Retno Dewi Utami (MTsN 19 Jakarta)
Iin Aulia (MTsN 19 Jakarta)
Nunu Nurdyana (Helen Keler Internasional- Indonesia)

Penyunting :
Dr. Ahmad Syahid (UIN Jakarta)
Tolhas Damanik, M.Ed (Wahana Inklusif)
Emilia Kristiyanti (Helen Keler Internasional – Indonesia)
Abdullah Faqih, MA. M.Ed (Kementerian Agama)
Papay Supriyatna, M.Pd (Kementerian Agama)

Penyelaras Aksara :
Maryunah

Diterbitkan oleh :
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Kementerian Agama Republik Indonesia
Tahun 2017
iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Segala puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat


Allah SWT atas karunia dan nikmat kepada kita semua, sehingga
penyusunan Panduan Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
di Madrasah ini dapat diselesaikan dengan baik. Panduan ini
merupakan salah satu bentuk perhatian Kementerian Agama guna
meningkatkan akses, mutu, daya saing dan relevansi pendidikan di
madrasah, termasuk yang menyelenggarakan pendidikan inklusif.
Panduan Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di
Madrasah ini disusun berdasarkan kebutuhan untuk menjadi acuan
bagi penyelenggaraan pendidikan inklusif yang di beberapa
madrasah di berbagai propinsi berlangsung sejak 2008. Panduan
teknis ini mengarahkan apa, siapa, mengapa, di mana, kapan dan
bagaimana pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan inklusif oleh
beberapa madrasah tersebut dilaksanakan. Landasan normatif yang
bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah, landasan filosofis, dan yuridis
dijadikan dasar, di mana konsep implementasi dan manual
pelaksanaan yang termaktub dalam panduan ini terkoneksi dengan
pengalaman madarasah dan praktik baik penyelenggaraan
pendidikan inklusif di berbagai negara.

Panduan Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di


Madrasah ini dapat dibarengi dengan berbagai kegiatan
pengembangan diri secara berkelanjutan oleh pejabat kementerian
agama pusat, provinsi hingga kabupaten/ kota, kepala madrasah,
guru, pengawas, tenaga kependikan, dan komite madrasah. Peran
profesional orang tua sangat diharapkan, di samping peran
perguruan tinggi, sumber belajar, dunia usaha dan dunia industri,
lembaga swadaya masyarakat, dan tokoh masyarakat. Sinergi
kesemuanya merupakan penguatan bagi para madrasah
penyelenggara pendidikan inklusif untuk dapat melakukan
peningkatan akses, mutu, relevansi dan daya saing pendidikan
inklusif secara mandiri namun sinergis secara berkelanjutan.
iv

Berdasarkan data-data hasil pengawasan, evaluasi dan


supervisi terhadap penyelenggara pendidikan inklusif di madrasah,
juga perkembangan kesadaran dunia terhadap konsep dan
pelaksanaan pendidikan untuk semua yang semakin membaik,
maka kebijakan tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif yang
hingga saat kini ditetapkan sebagai pelaksana penting untuk
diimbaskan kepada madrasah-madrasah lain yang berada di
sekitarnya sebagai pengalaman yang berharga.

Penyelenggara pendidikan inklusif di madrasah merupakan


suatu hal yang sulit diselenggarakan kecuali melalui upaya sinergis
berbagai pihak, yaitu Kementerian Agama pusat, provinsi,
kabupaten/kota, para kepala madrasah, dan semua pihak terkait.
Karena itu, partisipasi dan dukungan dari semua pihak merupakan
suatu peluang bagi kita semua untuk mewujudkan pendidikan
inklusif yang meningkat akses, mutu, relevansi dan daya saingnya
secara merata. Semoga apa yang diatur dalam panduan teknis ini
dapat dilaksanakan secara efektif melalui peran serta semua pihak.

Atas terbitnya Buku Panduan ini, kami menyampaikan terima


kasih kepada semua pihak, yang terlibat dalam penyusunan Buku
Panduan ini, terutama kepada Hellen Keller Indonesia, Wahana
Inklusif, UNICEF, dan para guru madrasah inklusif.

Jakarta, November 2017


Direktur Jenderal Pendidikan Islam

ttd

Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, MA


NIP 196901051996031003
v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………..………………. iii


DAFTAR ISI ……………………………………………………. v

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………….………… 1
B. Landasan Normatif, Filosofis, Empiris dan
Yuridis ……………………………………….…. 2
C. Ruang Lingkup …………………………………. 10
D. Sasaran ……………………………………………. 10

BAB II. KONSEP PENDIDIKAN INKLUSIF DAN KEBERAGAMAN


PESERTA DIDIK
A. Konsep Pendidikan Inklusif …………………… 11
B. Keberagaman Peserta Didik ………………….. 14

BAB III. MADRASAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF


A. Perencanaan Penyelenggaraan Pendidikan
Inklusif di Madrasah …………………………….. 17
B. Akomodasi yang layak dan Aksesibilitas bagi
Peserta Didik Dengan Disabilitas ………………. 25
C. Adaptasi Kurikulum dan Penilaian …………..… 35
D. Kerjasama Internal dan Eksternal …………..… 45

BAB IV. SUPERVISI MADRASAH PENYELENGGARA


PENDIDIKAN INKLUSIF
A. Prosedural Standard Pembinaan, Pengawasan,
dan Evaluasi oleh Kepala Madrasah ………… 51
B. Prosedural Standard Pembinaan, Pengawasan,
dan Evaluasi oleh Pengawas Madrasah ……. 59
vi

BAB V. PENUTUP ………………….…………………….. 66

DAFTAR PUSTAKA …………………….…………………… 67

KONTRIBUTOR ……………………………..……………….. 71
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
“Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah”
merupakan kata bijak yang disampaikan oleh Bapak Pendidikan
Indonesia, Ki Hajar Dewantara. Kata-kata tersebut sarat dengan
makna bahwa kita hendaknya dapat memastikan pendidikan
dapat dirasakan oleh semua orang tanpa hambatan.
Di dalam keluarga, pengasuhan seorang ibu adalah yang
utama, sebagaimana kalimat: “Al-ummu madrasat al-ula, iza
a’dadtaha a’dadta sya’ban thayyib al-a’raq.” Maknanya: ibu
adalah sekolah utama [bagi putera-puterinya], bilamana engkau
mempersiapkannya [dengan baik sejak dini], maka engkau telah
mempersiapkan generasi terbaik.
Ungkapan di atas sejalan dengan pernyataan Undang-
Undang Dasar 1945 terkait dengan hak pendidikan bagi setiap
warga negara Indonesia. Dibutuhkan komitmen dan strategi yang
tepat untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia melalui
pendidikan.
Indonesia menganut dualisme sistem pendidikan,
pendidikan umum di sekolah diselenggarakan oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, sedangkan pendidikan keagamaan
seperti madrasah dan pesantren, diselenggarakan oleh
Kementerian Agama. Dengan sistem ini, Kementerian Agama
yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan
keagamaan di madrasah memiliki komitmen guna memastikan
bahwa layanan pendidikannya dapat dirasakan oleh semua anak
tanpa kecuali. Penyelenggaraan sistem pendidikan inklusif di
madrasah diharapkan Kementerian Agama dapat menjangkau
dan menyentuh semua anak Indonesia.
Pendidikan inklusif merupakan penyelenggaraan
pendidikan yang membuka akses pendidikan bagi semua peserta
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
2

didik dengan cara meniadakan hambatan-hambatan yang dapat


menghalangi peserta didik memperoleh pendidikan serta
memastikan bahwa layanan pendidikan yang terlaksana telah
sesuai dengan kebutuhan masing-masing peserta didik.
Untuk memastikan penyelenggaraan pendidikan inklusif di
madrasah, baik madrasah sebagai lembaga pendidikan maupun
lembaga penyelenggara pendidikan yakni Kementerian Agama
dan yayasan milik masyarakat, harus memiliki kemampuan agar
dapat mengakomodir keberagaman peserta didik. Langkah
pertama yang dapat dilakukan oleh Kementerian Agama untuk
memastikan layanan pendidikan inklusif ini terjadi adalah dengan
menerbitkan panduan penyelenggaraan pendidikan inklusif di
madrasah. Panduan ini merupakan acuan yang digunakan oleh
madrasah di berbagai jenis dan jenjang untuk memastikan
bahwa penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat terlaksana
dengan baik.

Sebagaimana telah disampaikan diatas, meskipun


pendidikan inklusif merupakan layanan pendidikan yang
diperuntukan untuk semua peserta didik tanpa kecuali, akan
tetapi panduan ini lebih menitikberatkan pada peserta didik
penyandang disabilitas. Saat ini penyandang disabilitas
merupakan penerima manfaat utama dari sistim
penyelenggaraan pendidikan inklusif mengingat kelompok
penyandang disabilitas adalah kelompok yang memiliki
tantangan terbesar untuk dapat ikut serta dalam pendidikan.
Pemerintah Indonesia baru saja melahirkan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas guna
menjamin pemenuhan hak penyandang disabilitas termasuk di
dalamnya hak untuk mendapatkan pendidikan.

B. Landasan Normatif, Filosofis, Empiris dan Yuridis


Terkait pelaksanaan pendidikan inklusif di madrasah,
beberapa landasan dapat dipergunakan sebagai dasar oleh
Kementerian Agama.
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
3

a. Landasan Normatif
Allah SWT berfirman dalam surah Al-‘Alaq ayat 1-5:

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,


2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah,
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam [1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan


perantaraan tulis baca.

Demikian juga surah ‘Abasa ayat 1-16:

1. Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling,


2. karena telah datang seorang buta kepadanya.
3. tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa),
4. atau Dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu
memberi manfaat kepadanya?
5. Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup,
6. Maka kamu melayaninya.
7. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau Dia tidak membersihkan diri
(beriman).
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
4

8. dan Adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk


mendapatkan pengajaran),
9. sedang ia takut kepada (Allah),
10. Maka kamu mengabaikannya.
11. sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu
adalah suatu peringatan,
12. Maka Barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia
memperhatikannya.
13. di dalam kitab-kitab yang dimuliakan,
14. yang ditinggikan lagi disucikan,
15. di tangan para penulis (malaikat),
16. yang mulia lagi berbakti.

Yang dimaksud orang buta pada ayat 2 di atas bernama


Abdullah bin Ummi Maktum. Dia datang kepada Rasulullah
S.A.W. meminta ajaran-ajaran tentang Islam; lalu Rasulullah
s.a.w. bermuka masam dan berpaling daripadanya, karena
beliau sedang menghadapi pembesar Quraisy dengan
pengharapan agar pembesar-pembesar tersebut mau masuk
Islam. Maka turunlah surat ini sebagai teguran kepada
Rasulullah S.A.W. bahwa setiap orang tanpa terkecuali harus
mendapatkan layanan pendidikan. Tidak memandang usia,
mulai dari usia kandungan sampai dengan liang lahat. Hal ini
sesuai hadist yang diriwayatkan Bayhaqi berbunyi:

Menuntut ilmu pengetahuan merupakan kewajiban seluruh


kaum muslim, tanpa p andang usia dan jenis kelamin.

“Mencari ilmu wajib bagi kaum Muslimin dan muslimah”.


Kaum muslim juga mengikuti seruan Nabi Muhammad:

“Tuntutlah ilmu walaupun ke negeri China”.

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


5

Dengan demikian, perjalanan menuntut ilmu dianggap sakral,


tak kenal lelah, dan dilakukan untuk melengkapi dan
menyelesaikan pendidikan seseorang. Menuntut ilmu di
dalam Islam disebut sebagai rihlah thalab al-‘ilm.

b. Landasan Filosofis
Islam dikenal sebagai agama “agama buku”, al-Qur’an
juga menyebut dirinya buku (kitab). Literasi sangat
ditekankan, bahkan merupakan kata pertama yang diucapkan
Malaikat Jibril pada sekitar 610 M kepada Nabi Muhammad
adalah iqra’!. Menurut Al-Attas (1979), pendidikan Islam
didasarkan pada basis ontologis bahwa dunia itu sendiri
tanpa nilai (valueless). Al-Qur’an memberi perspektif normatif
sedangkan Sunnah Nabi Muhammad SAW melalui pola dan
model menerapkan Islam rahmatan li al-‘alamin dalam
membaca dan mengelola kehidupan dunia yang sarat dengan
godaan setan. Untuk itu, tumbuh kembang anak memerlukan
pendidikan, pelatihan, dan pembiasaan terus menerus, sejak
dalam kandungan hingga ke liang lahat.
Dalam Islam, Al-Attas (1979) dan Gulen (1989)
menyebut, pendidikan ditujukan untuk mengembangkan tiga
dimensi individu dalam diri manusia, dimensi pikir (aqliah),
dimensi dzikir (qalb) dan dimensi tubuh (jasadiah).
Pembelajaran bukan hanya berupa transfer ilmu pengetahuan
(transfer of knowledge) tetapi agar anak didik memiliki
kekuatan kepribadian dan moralitas yang baik (al-akhlak al-
karimah).
Tantangan yang dihadapi pendidikan Islam bukan
hanya dunia modern dan wajah ilmu pengetahuan yang
sekuler, tetapi juga bagaimana madrasah menghasilkan
alumni setara dengan mutu alumni Timur Tengah guna
mencapai abad keemasan Islam (DeBellaigue, 2017). Oleh
karena itu, Subhan (2013) menulis bahwa sejak 1976
madrasah di bawah Kementerian Agama mengajarkan ilmu
agama dengan ilmu non agama, meracik antara dimensi iman
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
6

(faith) dengan akal (reason). Apa yang disebut “rational


sciences” (al-‘ulum al-‘aqliyya) atau “the sciences of the
ancient” (al-‘ulum al-awa’il atau al-’ulum al-qadimiyyah) juga
diajarkan di madrasah. Ilmu ini terdiri dari tujuh pelajaran
penting: 1) logic (al-mantiq) yang menjadi dasar semua ilmu;
2) arithmetic (al-arithmatiqi) yang di dalamnya terkandung
accounting (hisab); 3) geometry (al-handasa); 4) astronomy
(al-hay’a); 5) music (al-musiki) yang membahas nada,
intonasi dan definisi angka; 6) “the natural sciences” (al-
tabi‘iyyat) which was concerned with the theory of bodies at
rest and in motion — human, animal, plant, mineral and
heavenly, important subdivisions of which were medicine (al-
tibb) and agriculture (al-falaha); and 7) metaphysic (‘ilm al-
ilahiyyat) (Masood: 2009). Meski variasi pendidikan agama di
Indonesia tinggi, umumnya madrasah (diniyah, sekolah umum
berciri keagamaan) di samping mengajarkan ilmu agama juga
mengajarkan ilmu umum seperti ilmu pengetahuan alam dan
ilmu pengetahuan sosial.

c. Landasan Empiris
Penyelenggaraan pendidikan inklusif di madrasah di
bawah Kementerian Agama berlangsung sejak 2008, namun
baru pada 2013, Kementerian Agama memulai
mengembangkan kebijakan penyelenggaraan pendidikan
inklusif di madrasah. Pada 2015-2016 tercatat 22 madrasah
dari provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan,
Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Banten yang ditetapkan
sebagai penyelenggaraan
pendidikan inklusif.
Dari madrasah–madrasah yang ditunjuk sebagai
penyelenggara pendidikan inklusif diperoleh data bahwa
terdapat peserta didik berkebutuhan khusus, baik yang masuk
sebelum adanya penunjukan sebagai madrasah piloting
maupun yang mendaftarkan diri setelah adanya penunjukan.

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


7

Madrasah memiliki pengalaman praktis bagaimana


menyelenggarakan pendidikan inklusif. Bersambut dengan
pengalaman tersebut maka kemudian muncul dorongan baik
dari internal Kementerian Agama maupun dari pihak luar agar
Kementerian Agama dapat melakukan perluasan program
penyelenggaraan pendidikan inklusif di madrasah, sebab
faktanya keberadaan peserta didik berkebutuhan khusus
(PDBK) itu tidak hanya terdapat di 22 madrasah yang menjadi
piloting saja, namun di madrasah–madrasah lainnya juga ada
yang sudah menerima PDBK. Sebagai contoh MTs Negeri 19
Jakarta, di mana sejak tahun 2015 mereka telah menerima
PDBK dengan hambatan penglihatan dan hambatan gerak.
Dengan segala keterbatasan pengetahuan tentang PBDK
para guru berupaya untuk memberikan pelayanan terbaik
kepada peserta didiknya yang berkebutuhan khusus dan
hingga saat ini (tahun pelajaran 2017/2018) MTs Negeri 19
Jakarta total telah menerima 6 peserta didik berkebutuhan
khusus dengan rincian, hambatan penglihatan 3 peserta didik,
hambatan gerak 2 peserta didik dan 1 peserta didik dengan
hambatan intelektual.
Tanggungjawab atas kepercayaan dari masyarakat
yang telah mendaftarkan putra-putrinya yang memiliki
kebutuhan khusus diakui kepala MTs Negeri 19 Jakarta
sebagai alasan utama mereka menyelenggarakan pendidikan
secara inklusif, untuk mengupayakan peningkatan layanan
kepada peserta didiknya yang berkebutuhan khusus MTs
Negeri 19 Jakarta bekerjasama dengan lembaga profesional
untuk meningkatkan kapasitas para guru, salah satunya
dengan mengadakan diklat mandiri untuk penulisan braile.

d. Landasan Yuridis

International
1. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 (Declaration
of Human Rights);

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


8

2. Konvensi Hak Anak 1989 (Convention on the rights of the


Child);
3. Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua
(Education for All) - Jomtien, Thailand, 1990;
4. Resolusi PBB Nomor 48/96 tahun 1993: Peraturan
Standar tentang Persamaan Kesempatan bagi
Penyandang Disabilitas;
5. Salamanca Statement and Framework for Action on
Special Needs Education (UNESCO), Spanyol, 1994;
6. Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas (Resolusi PBB
61/106, 13 Desember 2006);
7. Konvensi International tentang Hak-Hak Asasi
Penyandang Disabilitas yang telah diratifikasi oleh
Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2011 (UNCRPD);
8. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG’s), Tujuan
nomor 4;

Nasional
9. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
10. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional;
11. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perlidungan Anak;
12. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan
dan Penyelenggaraan Pendidikan;
14. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


9

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013


tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 13 Tahun 2015 tentang Standar Nasional
Pendidikan;
15. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30 Tahun
2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Akseibilitas
pada Bangunan Gedung dan Lingkungan;
16. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun
2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang
Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan
dan/atau Bakat Istimewa;
17. Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Nomor 6 Tahun 2015 tentang Sistem
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak;
18. Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Agama
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Agama Nomor 16 Tahun 2015;
19. Peraturan Menteri Agama Nomor 90 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah sebagaimana
telah diubah dengan PMA Nomor 60 Tahun 2015;
20. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam
Nomor 3211 Tahun 2016 tentang Penetapan 22 Madrasah
Inklusif;
21. Surat Edaran Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah
Kemendikbud no 1040/D6/KR/2017 tanggal 20 Februari
2017 tentang Hal Penilaian Hasil Belajar Bagi Peserta
Didik Berkebutuhan Khusus;
22. Surat Edaran Dirjen Pendidikan Dasar dan Menegah
Kemendikbud No. 2951/D.D6/HK/2017 Tanggal 2 Mei
2017 tentang Hal Izajah bagi Peserta Didik Berkebutuhan
Khusus di Satuan Pendidikan Umum.

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


10

C. Ruang Lingkup
Panduan ini adalah acuan dalam pelaksanaan
penyelenggaraan pendidikan inklusif di madrasah dari mulai
tingkat RA, MI, MTs, MA.

D. Sasaran
Sasaran dari diterbitkannya panduan madrasah
penyelenggara pendidikan inklusif ini adalah:
1. Seluruh penyelenggara pendidikan madrasah dari tingkat RA
(PAUD), MI, MTs (Menengah), MA/K (Tingkat Atas), baik
pemerintah maupun masyarakat;
2. Seluruh kepala madrasah dari tingkat RA (PAUD), MI, MTs
(Menengah), MA/K (Tingkat Atas), sebagai satuan
pendidikan;
3. Pejabat pengambil kebijakan di Kementerian Agama RI,
Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi dan Kantor
Kementerian Agama Kabupaten/Kota;
4. Guru dan Tenaga Kependidikan di Madrasah dari tingkat RA,
MI, MTs, MA/K;
5. Orang tua/wali;
6. Komite Madrasah;
7. Pengawas Madrasah;
8. Ulama dan tokoh masyarakat; dan
9. Masyarakat.

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


11

BAB II
PENDIDIKAN INKLUSIF DAN KEBERAGAMAN PESERTA DIDIK

A. Konsep Pendidikan Inklusif

1. Pengertian Pendidikan Inklusif


Pendidikan inklusif memiliki makna yang lebih jauh dari
sekadar memasukkan anak penyandang disabilitas di institusi
pendidikan. Pendidikan inklusif harus dimaknai sebagai
penerimaan tanpa syarat semua anak dalam sistim
pendidikan umum.

Namun demikian, menurut Ainscow and Susie Miles


(2009: 1), praktik di beberapa negara masih menunjukan
bahwa pendidikan inklusif masih kerap diterjemahkan sebagai
sebuah pendekatan yang dilakukan untuk memberikan
layanan hanya bagi peserta didik dengan disabilitas pada
sistim pendidikan umum. Padahal sejatinya pendidikan
inklusif merupakan sistem pendidikan yang memastikan
semua anak tanpa terkecuali agar memperoleh layanan
sesuai dengan kebutuhan dan potensinya. Pendidikan inklusif
bukanlah sistem pendidikan integrasi yang ‘berganti baju’ dan
juga berbeda dengan sistem pendidikan segregasi.

Perbedaan pendidikan segregasi, pendidikan integrasi,


dan pendidikan inklusif:

Aspek Segreasi Integrasi Inklusif


Sasaran Peserta Peserta didik Seluruh peserta
didik dengan didik yang
dengan disabilitas yang beragam
disabilitas telah memenuhi
persyaratan
madrasah
umum

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


12

Lokasi Sekolah Madrasah dan Madrasah dengan


pembela- luar biasa tidak ada lingkungan yang
jaran yang penyesuaian asesibel untuk
terpisah dilakukan oleh semua peserta
dari madrasah didik sesuai
sekolah tersebut guna dengan kebutuhan
umum mengakomodir masing-masing.
kebutuhan
peserta didik.
Kuriku-lum Kuriku-lum Kurikulum Kurikulum
SLB Madrasah Madrasah Umum,
Umum (tidak dilakukan
ada adaptasi/ adaptasi/modifikas
modifikasi). i yang
Peserta didik menyesuaikan
menyesuaikan dengan kebutuhan
diri dengan peserta didik
kurikulum yang
ada.

2. Prinsip pendidikan inklusif


Pada pendidikan inklusif, 4 prinsip yang perlu selalu
diperhatikan oleh pendidik dan tenaga kependidikan di
madrasah:
1) Pendidikan dan tenaga kependidikan perlu memastikan
bahwa peserta didik berkebutuhan khusus dapat hadir
(presence) bersama peserta didik lainnya dalam satu
lokasi yang sama;
2) Pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik lainnya
mengakui dan menerima peserta didik berkebutuhan
khusus (acknowledgment);
3) Peserta didik berkebutuhan khusus yang berada di
sekolah tersebut dapat berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran di kelas bersama dengan peserta didik
lainnya (participation); dan

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


13

4) Peserta didik berkebutuhan khusus dapat


mengembangkan potensi mereka sehinga mereka dapat
mencapai hasil yang maksimal secara akademik maupun
non-akademik (achievement).

Madrasah penyelenggara pendidikan inklusif harus


memusatkan perencanaan pendidikan pada peserta didik
sehingga apapun yang direncanakan dan dikerjakan oleh
pendidik dan tenaga kependidikan selalu berdasarkan pada
karakter belajar peserta didik.

Pendidikan inklusif di suatu negara dibangun oleh 3


(tiga) pilar yang saling mempengaruhi satu dengan yang lain,
yaitu: (1) budaya; (2) kebijakan; (3) praktik.

(2) (3)

(1)

Budaya pendidikan inklusif di Indonesia dikenal melalui


semboyan ‘Bhinneka Tunggal Ika’ yang memiliki arti berbeda-
beda tetapi tetap satu juga. Semboyan ini menunjukkan
bahwa Indonesia adalah bangsa yang telah lama mengenal
dan menjunjung tinggi nilai-nilai inklusivitas. Budaya inklusif
yang telah terbangun, saat ini semakin diperkuat dengan
produk kebijakan yang mendukung terselenggaranya
pendidikan inklusif yang dimulai dari tingkat sekolah,
masyarakat, lokal (kabupaten/kota dan provinsi) hingga
nasional. Namun, budaya dan kebijakan-kebijakan yang telah
terbangun masih menyisakan pekerjaan rumah. Yaitu
bagaimana semua pihak terutama pendidik dan tenaga
kependidikan dapat memastikan bahwa praktik pembelajaran
pada madrasah sebagai satuan pendidikan itu melibatkan
peran keluarga, sejalan dengan budaya masyarakat setempat
dan kebijakan pendidikan inklusif yang ada.
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
14

B. Keberagaman Peserta Didik


Pada penyelenggaraan pendidikan inklusif kita mengenal
istilah peserta didik berkebutuhan khusus (students with special
needs) atau PDBK dan peserta didik lainya. Istilah peserta didik
berkebutuhan khusus bukan merupakan pengganti istilah peserta
didik dengan disabilitas. Istilah peserta didik berkebutuhan
khusus bermakna lebih luas dan positif. Istilah peseta didik
berkebutuhan khusus dan peserta didik lainnya menggambarkan
keberagaman peserta didik di madrasah. Adapun kebutuhan
khusus peserta didik dapat disebabkan oleh perbedaan suku,
agama, jender, bahasa, keadaan sosial-ekonomi, dan keadaan
fisik.

Kebutuhan
khusus yang
berasal dari
lingkungan
Berdasar-
kan
Penyebab

Kebutuhan
PDBK khusus yang
berasal dari
Peserta
diri sendiri
Didik
Berdasar-
Non kan Sifat
PDBK

Permanen Temporer

Dari skema di atas dapat dijelaskan bahwa, berdasarkan


sifatnya, kebutuhan khusus dibagi menjadi: (1) kebutuhan khusus
permanen dan (2) kebutuhan khusus sementara/temporer.
Kebutuhan khusus permanen adalah kebutuhan yang melekat
dan terus ada pada peserta didik, misalnya peserta didik dengan
hambatan pendengaran akan kesulitan dalam berkomunikasi.
Namun kebutuhan khususnya akan teratasi pada saat ia dan
lingkungan sekitarnya dapat menggunakan bahasa isyarat dan
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
15

media komunikasi tulisan. Kebutuhan khusus yang bersifat


temporer, misalnya, peserta didik yang memiliki hambatan
belajar membaca dalam kelas karena peserta didik tersebut
belum memahami bahasa yang dipergunakan. Contoh, peserta
didik baru kelas 1 Sekolah Dasar yang berkomunikasi dalam
bahasa Sunda atau Jawa atau bahasa daerah lainnya selama
mereka berada di rumah, namun saat ia belajar di sekolah
terutama ketika belajar membaca permulaan, mengunakan
bahasa Indonesia. Keadaan seperti itu dapat menyebabkan
munculnya kesulitan dalam belajar membaca permulaan dalam
bahasa Indonesia bagi peserta didik tersebut. Oleh karena itu, ia
memerlukan layanan pendidikan yang disesuaikan sehingga
kebutuhan khususnya dapat diminimalisasi atau bahkan
dihilangkan. Apabila hambatan belajar membaca akibat alasan di
atas tidak mendapatkan bantuan yang tepat maka ada
kemungkinan peserta didik tersebut akan menjadi peserta didik
yang memiliki kebutuhan khusus permanen.

Dilihat dari penyebabnya, kebutuhan khusus dapat dibagi


dua: yakni (1) kebutuhan khusus yang berasal dari internal/diri
sendiri dan (2) kebutuhan khusus akibat dari eksternal/
lingkungan. Salah satu penyebab munculnya kebutuhan khusus
dari diri sendiri adalah disabilitas. Sedangkan kebutuhan khusus
yang berasal dari lingkungan, misalnya, anak mengalami
kesulitan belajar karena tidak dapat konsentrasi dengan baik.
Salah satu penyebabnya misalnya suasana tempat belajar yang
tidak nyaman.

Selain itu kebutuhan khusus dapat pula dibedakan menjadi


(1) kebutuhan khusus umum; kebutuhan khusus yang secara
umum dapat terjadi pada siapapun, misalnya, karena lapar
menyebabkan peserta didik tidak dapat berkonsentrasi; (2)
kebutuhan khusus individu, kebutuhan yang sangat khas yang
dimiliki oleh masing-masing peserta didik, misalnya seseorang
tidak dapat belajar tanpa sambil mendengarkan musik; dan (3)
kebutuhan khusus kekecualian, kebutuhan khusus kekecualian

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


16

adalah kebutuhan khusus yang ada akibat disabilitas, misalnya


kebutuhan membaca dengan menggunakan huruf braille bagi
peserta didik dengan hambatan penglihatan.

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


17

BAB III
MADRASAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF

A. Perencanaan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di


Madrasah

Penyusunan rencana penyelenggaraan pendidikan inklusif


di Madrasah dapat dibagi menjadi 2 komponen besar, yaitu (1)
manajemen madrasah sebagai satuan pendidikan; (2)
anak/peserta didik. Dari sisi manajemen madrasah maka perlu
dilakukan analisa terhadap kekuatan, kelemahan, peluang, dan
tantangan (KEKEPAN) madrasah. Sedangkan dari sisi peserta
didik maka perlu dilaksanakan proses identifikasi, asesmen, dan
pengembangan program pembelajaran yang inklusif.
1. Analisa Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Tantangan
(KEKEPAN) Madrasah.
Pada sisi kelembagaan, madrasah diharapkan dapat
melaksanakan Analisa KEKEPAN sebagai langkah awal
penyelenggaraan pendidikan inklusif.

Analisa KEKEPAN sangat diperlukan oleh madrasah


dalam pelaksanaan pendidikan inklusif sebagai tolok ukur
untuk memaksimalkan kekuatan, meminimalkan kelemahan,
mereduksi ancaman dan membangun peluang. Dengan
analisis KEKEPAN diharapkan madrasah mampu
menyeimbangkan antara kondisi internal yang
direpresentasikan oleh kekuatan dan kelemahan dengan
kesempatan dan ancaman dari lingkungan eksternal yang
ada dengan teliti.

Pada saat melakukan analisis KEKEPAN, madrasah


hendaknya mengaitkanya dengan 8 standar nasional
pendidikan (PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan sebagaimana diubah terakhir dengan PP No. 13
Tahun 2015). Analisa KEKEPAN dilaksanakan dalam rangka
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
18

Evaluasi Diri Madrasah, Tahapan analisis KEKEPAN adalah


sebagai berikut:
a) Menemukenali kelemahan (internal) dan ancaman
(eksternal) yang paling penting untuk diatasi secara umum
pada semua komponen pendidikan terkait
penyelenggaraan pendidikan inklusif.
b) Menemukenali kekuatan (internal) dan peluang (eksternal)
yang diperkirakan cocok untuk mengatasi kelemahan dan
ancaman yang telah diidentifikasi pada langkah pertama
terkait penyelenggaraan pendidikan inklusif.
c) Melakukan analisis KEKEPAN lanjutan setelah diketahui
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman terkait
penyelenggaraan pendidikan inklusif.
d) Merumuskan strategi-strategi yang direkomendasikan
untuk menangani kelemahan dan ancaman, termasuk
pemecahan masalah, perbaikan dan pengembangan
penyelenggaraan pendidikan inklusif terkait dengan 8
standar nasional pendidikan.

Setelah madrasah berhasil menyusun dokumen hasil


analisis KEKEPAN, maka madrasah dapat mulai
menerjemahkannya dalam bentuk kebutuhan pembelajaran
dan program kerja yang dituangkan dalam Rencana Kegiatan
dan Anggaran Madrasah (RKAM) Penyelenggara Pendidikan
Inklusif.

Beberapa tahapan yang harus diperhatikan dalam


menyusun RKAM penyelenggara pendidikan inklusif, di
antaranya:
a. RKAM yang dirumuskan harus mengakomodir kebutuhan
PDBK berdasarakan hasil identifitasi, asesmen yang
tertuang dalam profil anak.
b. Pendanaan Madrasah terkait penyelenggaraan pendidikan
inklusif dapat bersumber dari pemerintah pusat,
pemerintah daerah, partisipasi masyarakat dan sumber
lainnya yang diperbolehkan oleh regulasi.
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
19

c. Setelah RKAM dirumuskan selanjutnya Madrasah dapat


memasukan ke dalam form RKAM sebagai program kerja
kepala madrasah yang lebih ringkas sebagai pedoman
alokasi Belanja Madrasah selama satu tahun ke depan.
2. Identifikasi, Asesmen, dan Pengembangan Program
Pembelajaran yang Inklusif
Prosedur identifikasi, asesmen, dan pengembangan
program pembelajaran yang inklusif dapat digambarkan
sebagai berikut:

Peserta
didik lainnya

Identifikasi
PDBK

Asesmen

Profil Peserta
Didik

Program

Adaptasi Rencana Adaptasi Rencana


Pelaksanaan Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) Pembelajaran (RPP)

Pembelaj Secara Pembe Pembe


aran klasikal lajaran lajaran
Ak d ik
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
20

Identifikasi
a. Pengertian
Identifikasi merupakan proses untuk menemukan dan
mengenali keberagaman anak/peserta didik. Pada tahap
identifikasi, kita belum sampai menjawab hal-hal yang
terkait dengan tantangan dan potensi dari peserta didik.

b. Untuk apa identifikasi dilakukan?


Memahami adanya keberagaman pada peserta didik
dengan cara menemukenali peserta didik berdasarkan ciri-
ciri yang ada.

c. Siapa sasaran dari kegiatan identifikasi?


1) Peserta didik baru;
2) Peserta didik yang sudah melaksanakan
pembelajaran.

d. Kapan identifikasi dilakukan?


1) Pada proses Penerimaan Peserta Didik Baru; atau
2) Menjelang proses Kegiatan Belajar Mengajar.

e. Bagaimana proses identifikasi dilakukan?


1) Pengamatan (observasi);
2) Wawancara (interview) pada anak bersangkutan,
pendampingnya, dan orang tuanya;
3) Dokumentasi, yakni dokumen yang berupa hasil
pemeriksaan psikolog, surat keterangan dokter,
psikiater, atau ahli lainnya.

f. Apa saja alat untuk melakukan identifikasi?


Alat identifikasi dapat berupa lembar cek list atau panduan
pengamatan, panduan wawancara atau angket.

g. Identifikasi dapat dilakukan oleh?


1) Kepala Madrasah;
2) Guru kelas dan/ guru mata pelajaran;
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
21

3) Guru pembimbing khusus dan/guru bimbingan dan


konseling;
4) Orang tua;
5) Tenaga profesional (dokter, psikiater, psikolog, pekerja
sosial, dan terapis) apabila dibutuhkan.

Asesmen
a. Pengertian
Asesmen pendidikan adalah usaha atau proses untuk
mendapatkan informasi mengenai kelebihan, kekurangan,
dan kebutuhan peserta didik dengan berbagai alat dan
teknik.

b. Manfaat asesmen
1) Penentuan (determining eligibility);
2) Perencanaan pembelajaran (program planning);.
3) Memonitor kemajuan peserta didik (monitoring student
programme);
4) Evaluasi program (evaluation of program).

c. Siapa sasaran kegiatan asesmen?


1) Peserta didik berkebutuhan khusus di madrasah;
2) Peserta didik berkebutuhan khusus yang akan ke
madrasah.

d. Kapan asesmen dilakukan?


1) Setelah melakukan identifikasi pada awal masuk
madrasah;
2) Setiap selesai proses pembelajaran dalam kurun waktu
satu semester.

e. Aspek pada asesmen meliputi:


1) Faktor akademik, sekurang-kurangnya meliputi 3
aspek yaitu kemampuan membaca, menulis, dan
berhitung;
2) Faktor kemandirian;
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
22

3) Faktor kesehatan;
4) Faktor sosial emosi;
5) Faktor keluarga.

f. Teknik asesmen dapat berupa:


1) Tes formal, apabila asesmen yang dilakukan
menggunakan alat yang sudah baku dan
pelaksanaannya harus mengikuti satu struktur
kegiatan tertentu. Contohnya untuk mengetahui
ketajaman penglihatan menggunakan snellen chart,
untuk mengetahui ketajaman pendengaran
menggunakan audiometer, dan untuk mengetahui
kecerdasan menggunakan tes intelegensi.
2) Tes non formal, apabila asesmen dilakukan oleh orang
yang terlatih dengan menggunakan serangkaian alat
asesmen yang tidak baku. Contohnya instrumen yang
dibuat oleh guru sebagai pedoman observasi,
pedoman wawancara, pedoman analisis.

g. Siapa yang melakukan asesmen?


1) Guru Pembimbing Khusus;
2) Guru kelas;
3) Guru mata pelajaran;
4) Guru Bimbingan dan Konseling;
5) Tenaga profesional terkait.

Hasil identifikasi dan asesmen akan dipergunakan sebagai


dasar dari pengembangan profil peserta didik.

Profil Peserta Didik


Profil peserta didik merupakan gambaran terkait
tantangan atau kekurangan peserta didik serta potensi yang
masih dapat dikembangkan. Dalam penyusunan profil, kita
dapat mengembangkan sesuai dengan data yang kita peroleh
dari proses identifikasi dan asesmen. Profil peserta didik yang
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
23

baik haruslah menggambarkan data-data peserta didik yang


menerangkan tentang faktor akademik, kemandirian,
kesehatan, sosial-emosi, dan keluarga serta langkah-langkah
yang perlu diambil selanjutnya.

CONTOH PROFIL PESERTA DIDIK

A. Data Peserta Didik


Nama : …………………………
Usia : …………………………
Jenis Kelamin : ………………………….
Kelas : …………………………

B. Hasil Asesmen
1. Faktor akademik
• Mampu membaca gambar bangun datar
• Mampu menghitung perkalian dan pembagian
dengan baik
• Sering menghilangkan kata pada saat menjawab soal
cerita
• Tulisan sulit dibaca
• Ada kemauan untuk belajar
• Kemampuan diatas rata-rata (IQ:103)

2. Faktor kemandirian
• Bangun tidur masih dibangunkan
• Makan masih sering disuapi
• Menyiapkan kebutuhan sekolah masih perlu
dibantu
• Senang bermain dengan teman
• Bila ada PR anak mau mengerjakan, namun
harus selalu dibantu.

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


24

3. Faktor kesehatan
• Kelahiran normal, jarang sakit
• Kebersihan diri cukup, tidak berkaca mata

4. Faktor sosial– emosi


• Tidakpernah mengadu pada orang tua
• Anak senang bermain dengan teman dan
keluarga.
• Senang bermain playstation
• Anak sering diam jika tidak bisa mengerjakan apa
yang dia inginkan

5. Faktor keluarga
• Tinggal bersama orang tua,kakek, nenek, 2 (dua)
bersaudara dalam satu rumah.
• Ayahnya bekerja di kontraktor.
• Orang tua sangat peduli dan perhatian terhadap
perkembangan anak

C. Analisa Hasil Asesmen


1. Masalah belajar yang dihadapi: selalu ada kata yang
tertinggal saat menulis kalimat.
2. Penyebab masalah belajar yang dihadapi: kesalahan
persepsi
3. Rekomendasi pembelajaran: melakukan adaptasi
pada media dan strategi pembelajaran.

Setelah profil dibuat maka dilanjutkan dengan


pengembangan program-program pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan peserta didik. Program pembelajaran
tersebut dapat terkait dengan hal-hal yang bersifat akademik
maupun non akademik.
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
25

Langkah selanjutnya adalah melakukan modifikasi


rencana program pembelajaran (RPP) dan/atau program
pembelajaran individual bagi peserta didik yang disesuaikan
dengan kebutuhan masing-masing peserta didik terutama
bagi peserta didik dengan disabilitas.

B. Akomodasi yang layak dan Aksesibilitas bagi Peserta Didik


Dengan Disabilitas

1. Manajemen Kelas
Akomodasi yang layak dan aksesibilitas yang dapat
diberikan oleh madrasah berdasarkan hasil identifikasi dan
asesmen peserta didik dengan disiblitas. Menurut Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas, akomodasi yang layak adalah modifikasi dan
penyesuaian yang tepat dan diperlukan untuk menjamin
penikmatan atau pelaksanaan semua hak asasi manusia dan
kebebasan fundamental untuk penyandang disabilitas
berdasarkan kesetaraan, sedangkan aksesibilitas adalah
kemudahan yang disediakan untuk penyandang disabilitas
guna mewujudkan kesamaan kesempatan.

Penentuan akomodasi yang layak dan aksesibilitas


hendaknya didasarkan pada hasil identifikasi dan asesmen
yang tertuang pada profil peserta didik. Pada intinya masing-
masing peserta didik akan membutuhkan akomodasi yang
berbeda satu dengan lainnya meskipun aksesibilitas yang
diberikan bisa saja sama antara satu dengan yang lain.

Akomodasi yang layak dapat diterjemahkan dalam


bentuk manajemen kelas yang inklusif. Manajemen kelas
yang inklusif berarti penyediaan sarana dan prasarana yang
telah diadaptasi sesuai potensi peserta didik termasuk
peserta dengan disabilitas. Manajemen kelas mencakup
penyesuaian lay-out ruang kelas, pengadaan saran
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
26

pembelajaran (media dan alat bantu), dan penggunaan


kurikulum yang sesuai dengan potensi peserta didik termasuk
peserta didik dengan disabilitas. Pembahasan terperinci
tentang kurikulum adaptif akan dibahas bagian 4 dari bab ini.

Ciri-ciri kelas yang inklusif di madrasah adalah sebagai


berikut:
• Pengaturan duduk peserta didik di dalam kelas yang
sudah menyesuaikan dengan potensi dan karakter belajar
masing-masing. Contoh pengaturan duduk peserta didik
di kelas inklusif:

Catatan :
GP:
Ganggua
n

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


27

Kegiatan pembelajaran yang melibatkan kerjasama


antara pendidik, tenaga kependidikan, dan semua peserta
didik:
• Telah terdapat Silabus dan Rencana Pembelajaran yang
adaptif disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan
peserta didik.
• Lingkungan pembelajaran yang aman, menarik, dan
menyenangkan bagi seluruh peserta didik.

Tujuan melakukan manajemen kelas yang inklusif:


• Mengisi 3 ranah pendidikan yang seimbang, yaitu nilai-
nilai sikap, pengetahuan dan keterampilan.
• Melatih warga kelas untuk melakukan penyesuaian sosial.
• Menerapkan pendidikan nilai-nilai budi pekerti.
• Meniadakan hambatan peserta didik dalam beraktifitas
dan berpartisipasi dalam belajar.
• Mengembangkan kemampuan pendidik;

2. Aksesibilitas Kelas dan Lingkungan Madrasah


Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan untuk
penyandang disabilitas guna mewujudkan kesamaan
kesempatan. Aksesibilitas harus terjadi di ruang kelas dan
lingkungan madrasah.
a) Ruang kelas yang aksesibel adalah ruang kelas yang
mudah dijangkau dan aman bagi semua peserta didik
termasuk peserta didik dengan disabilitas.
b) Lingkungan Madrasah yang aksesibel harus
memperhatikan unsur-unsur sebagai berikut:

Jalan
Jalan menuju sekolah memiliki lebar minimal 1,6 m untuk
memudahkan pengguna jalan dari kedua arah yang
berbeda dilengkapi dengan kelandaian (curb cuts) di
setiap ujung jalan dan pemandu jalur taktil (guiding block)
atau disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik.
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
28

Jalur taktil

Halaman Madrasah
Halaman madrasah dengan pintu pagar yang mudah
dibuka dan ringan, jembatan sekolah yang tertutup tanpa
lubang-lubang di tengah, lantai yang rata atau dilengkapi
dengan kelandaian.

contoh pintu pagar

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


29

Contoh penutup saluran air

Pintu
semua ruangan menggunakan pintu dengan ukuran lebar
bukaan minimal 80cm, dengan pegangan tidak berbentuk
bulat dan mudah dijangkau khusus untuk pintu toilet
sebaiknya menggunakan pintu geser.

Perpustakaan
Ruang perpustakaan dengan ketinggian rak buku
yang mudah dijangkau oleh seluruh peserta didik.

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


30

https://www.google.co.id/search?q=

Laboratorium
Laboratorium dengan ketinggian rak peralatan yang
mudah dijangkau oleh semua peserta didik, penempatan
zat-zat kimia yang berbahaya diletakan pada tempat yang
aman.

Arena Olah raga


Arena Olah raga harus rata, tidak ada lubang serta
genangan air.

Arena Bermain
Arena bermain dan taman madrasah, lapangan yang rata,
letak pohon yang tidak mengganggu anak untuk gerak, di
sekeliling tiang bendera harus ada pembatas.

Ruang UKS
Ruang UKS, lantai yang rata dan tidak licin, penempatan
peralatan yang mudah dijangkau.

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


31

Toilet
Letak tombol penyiram air, letak kloset, ketinggian bak
pencuci tangan (max: 85 Cm, letak kran air mudah
dijangkau oleh semua peserta didik (kran air diupayakan
menggunakan system pengungkit/tidak diputar).

Tangga
Kemiringan tangga tidak curam kurang dari 600 , memiliki
pijakan yang sama besar serta memiliki pegangan dikedua
sisi, terdapat petunjuk taktil yang berwarna terang di mulut
tangga.

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


32

Contoh tangga dengan kemiringan kurang dari 600

http://yogya.antaranews.com/berita/327751/

Contoh tangga dengan menggunakan petunjuk taktil


(panah merah)

Bidang miring atau Lerengan


Adanya bidang miring atau lerengan yang memiliki
spesifikasi sebagai berikut:
• Kemiringan maksimal 7°
• Lebar minimal 95 Cm
• Tepian pengaman (tinggi: 10 Cm, Lebar: 15 Cm)

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


33

Penyebrangan jalan
Penyebrangan jalan menuju sekolah, sebaiknya dapat
mengeluarkan suara atau disesuaikan dengan kebutuhan
dan menggunakan rambu-rambu yang jelas guna
membantu peserta didik dengan hambatan pendengaran.

https://news.detik.com/jawabarat/2761043

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


34

Wastafel
Ketinggian wastafle disesuaikan dengan pengguna kursi
roda (max: 85 Cm)
Menggunakan kran dengan sistem pengungkit

Ruang Sumber
• Pintu harus terbuka keluar dan mudah dibuka dan
ditutup untuk pengguna kursi roda
• Material pintu ringan
• Arah bukaan pintu keluar
• Tinggi handle pintu max 90Cm
• Handle pintu tidak berbentuk bulat
• Ruangan harus mudah diakses oleh pengguna kursi
roda
• Lantai datar/tidak berundak
• Lebar pintu min 90Cm

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


35

C. Adaptasi Kurikulum dan Penilaian


Adaptasi Kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Madrasah penyelenggara pendidikan inklusif menggunakan
kurikulum tingkat satuan pendidikan yang mengakomodasi
kebutuhan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan bakat,
minat, dan potensinya.

Dalam pembelajaran perlu mempertimbangkan prinsip-


prinsip pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik
belajar peserta didik. Untuk mengimplementasikannya perlu
adanya kurikulum yang fleksibel yaitu adanya penyesuaian-
penyesuaian pada komponen kurikulum seperti pada tujuan, isi
atau materi, proses, dan evaluasi atau penilaian. Pengembangan
kurikulum untuk peserta didik berkebutuhan khusus dikenal
dengan adanya model duplikasi (sama/meniru/menggandakan),
modifikasi (mengubah untuk disesuaikan), substitusi (mengganti),
dan omisi (menghilangkan).

Model Adaptasi Kurikulum di Madrasah Inklusif


Duplikasi Modifikasi Substitusi Omisi
Tujuan
Materi
Proses
Evaluasi

1. Adaptasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Perencanaan pembelajaran dirancang dalam bentuk


Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang
mengacu pada Standar Isi, yang di dalamnya terdapat
Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Kompetensi Inti (KI) dan
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
36

Kompetensi Dasar (KD). Perencanaan pembelajaran meliputi


penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dan
penyiapan media dan sumber belajar, perangkat penilaian
pembelajaran, dan skenario pembelajaran. Penyusunan
Silabus dan RPP disesuaikan pendekatan pembelajaran yang
digunakan.

Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka


pembelajaran untuk setiap bahan kajian mata pelajaran.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana
kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau
lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan
kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai
Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Kompetensi Inti (KI) dan
Kompetensi Dasar (KD). Setiap pendidik pada satuan
pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan
sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik. RPP disusun berdasarkan Standar
Kompetensi Lulusan (SKL), Kompetensi Inti (KI) dan KD atau
subtema yang dilaksanakan 14 kali pertemuan atau lebih.

Untuk memberikan layanan pembelajaran peserta didik


berkebutuhan khusus sehingga prinsip pendidikan inklusif
dapat dilaksanakan yang ditandai dengan hadir bersama-
sama dalam pembelajaran, berpartisipasi bersama-sama dan
capaian bersama-sama maka dikembangkan adaptasi
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.

a) Model duplikasi
Duplikasi artinya meniru atau menggandakan.
Duplikasi kurikulum adalah cara pengembangan
kurikulum bagi peserta didik berkebutuhan khusus dengan
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
37

menggunakan kurikulum standar nasional yang berlaku


bagi peserta didik lainnya. Model duplikasi dapat
diterapkan pada empat komponen utama kurikulum, yaitu
tujuan, isi, proses, dan evaluasi.

Duplikasi tujuan berarti tujuan-tujuan pembelajaran


yang diberlakukan kepada peserta didik regular juga
diberlakukan kepada peserta didik berkebutuhan khusus.
Dengan kata lain, SKL, Kompetensi Inti KI, KD dan
Indikator keberhasilan yang berlaku bagi peserta didik
lainnya juga berlaku bagi peserta didik berkebutuhan
khusus.

Duplikasi isi/materi berarti materi-materi


pembelajaran yang diberlakukan kepada peserta didik
pada lainnya, juga diberlakukan secara sama kepada
peserta didik berkebutuhan khusus. Peserta didik
berkebutuhan khusus memperoleh informasi, materi,
pokok bahasan atau sub pokok bahasan yang sama
seperti yang disajikan kepada peserta didik lainnya.

Duplikasi proses berarti peserta didik berkebutuhan


khusus menjalani kegiatan atau pengalaman belajar
mengajar yang sama dengan peserta didik regular,
mencakup kesamaan dalam metode mengajar,
lingkungan/setting belajar, waktu belajar, media belajar,
atau sumber belajar.

Duplikasi evaluasi berarti peserta didik


berkebutuhan khusus menjalani proses evaluasi/penilaian
yang sama seperti yang diberlakukan kepada peserta
didik lainnya, mencakup kesamaan dalam soal-soal ujian,
waktu evaluasi, teknik/cara evaluasi, atau kesamaan
dalam tempat/lingkungan evaluasi dilaksanakan.

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


38

b) Model modifikasi
Modifikasi artinya merubah untuk disesuaikan.
Modifikasi kurikulum bagi peserta didik berkebutuhan
khusus dikembangkan dengan cara merubah kurikulum
standar nasional yang berlaku bagi peserta didik lainnya
untuk disesuaikan dengan kemampuan peserta didik
berkebutuhan khusus. Dengan demikian, peserta didik
berkebutuhan khusus menjalani kurikulum yang sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuannya. Modifikasi terjadi
pada empat komponen utama pembelajaran, yaitu: tujuan,
materi, proses, dan evaluasi.

Modifikasi tujuan berarti tujuan pembelajaran


kurikulum standar nasional dirubah untuk disesuaikan
dengan kondisi peserta didik berkebutuhan khusus.
Konsekuensinya peserta didik berkebutuhan khusus akan
memiliki rumusan kompetensi sendiri yang berbeda
dengan peserta didik lainnya, baik yang berkaitan dengan
SKL, KI, KD, maupun indikator.

Modifikasi isi materi berarti merubah materi


pembelajaran peserta didik lainnya untuk disesuaikan
dengan kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus.
Dengan demikian peserta didik berkebutuhan khusus
mendapatkan sajian materi sesuai dengan
kemampuannya. Modifikasi materi meliputi keluasan,
kedalaman, dan/atau tingkat kesulitan. Artinya peserta
didik berkebutuhan khusus mendapatkan materi
pembelajaran yang tingkat kedalaman, keluasan, dan
kesulitannya berbeda (lebih rendah) dari materi yang
diberikan kepada peserta didik lainnya. Modifikasi proses
berarti kegiatan pembelajaran bagi peserta didik
berkebutuhan khusus berbeda dengan kegiatan
pembelajaran peserta didik lainnya. Metode atau strategi
pembelajaran yang diterapkan pada peserta didik lainnya
tidak diterapkan kepada peserta didik berkebutuhan
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
39

khusus. Jadi, mereka memperoleh strategi pembelajaran


khusus yang sesuai dengan kemampuannya.

Modifikasi proses dalam kegiatan pembelajaran,


meliputi penggunaan metode mengajar, lingkungan/setting
belajar, waktu, media, sumber belajar, dan lain-lain.

Modifikasi evaluasi berarti merubah sistem


evaluasi/penilaian untuk disesuaikan dengan kondisi
peserta didik berkebutuhan khusus. Dengan kata lain
peserta didik berkebutuhan khusus menjalani sistem
evaluasi/penilaian yang berbeda dengan peserta didik
lainnya. Perubahan bisa berkaitan dengan perubahan
dalam soal-soal ujian, perubahan dalam waktu evaluasi,
teknik/cara evaluasi atau tempat evaluasi. Perubahan
kriteria kelulusan dan sistem kenaikan kelas, termasuk
bagian-bagian modifikasi evaluasi.

c) Model substitusi
Substitusi berarti mengganti. Substitusi kurikulum
bagi peserta didik berkebutuhan khusus berarti mengganti
isi kurikulum standar nasional dengan materi yang lain.
Penggantian dilakukan karena isi kurikulum nasional tidak
memungkinkan diberlakukan kepada anak berkebutuhan
khusus, tetapi masih bisa diganti dengan hal lain yang
kurang lebih sepadan (memiliki nilai sama). Substitusi bisa
terjadi pada tujuan pembelajaran, materi, proses, atau
evaluasi.

d) Model omisi
Omisi artinya menghilangkan. Model kurikulum
omisi berarti menghilangkan sebagian/ keseluruhan isi
kurikulum standar nasional karena tidak mungkin diberikan
kepada peserta didik berkebutuhan khusus. Dengan kata
lain omisi berarti isi sebagian/keseluruhan kurikulum

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


40

standar nasional tidak diberikan kepada peserta didik


berkebutuhan khusus karena terlalu sulit/tidak sesuai.

2. Program Pembelajaran Individual (PPI)


Program pembelajaran individual dikenal dengan the
individualized education program (IEP) yang diprakarsai oleh
Samuel Gridley Howe pada tahun 1871 (Friend & Bursuck
(2006). Pendidikan ini merupakan salah satu bentuk layanan
pendidikan khusus bagi PDBK. Di lingkungan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, bentuk pembelajaran ini sudah
diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1992, yang
merupakan satu rancangan pembelajaran bagi anak
berkebutuhan khusus agar mereka mendapatkan pelayanan
sesuai kebutuhannya dengan lebih memfokuskan pada
kemampuan dan kelemahan kompetensi peserta didik.
Mercer (1995) mengemukakan bahwa “program
pembelajaran individual menunjuk pada suatu program
pembelajaran dimana peserta didik bekerja dengan tugas-
tugas yang sesuai dengan kondisi dan motivasinya”. Hal ini
disebabkan karena perbedaan antara individu pada PDBK
sangat beragam, sehingga layanan pendidikannya lebih
diarahkan pada layanan yang bersifat individual. Walaupun
demikian, layanan yang bersifat klasikal dalam batas tertentu
masih diperlukan. Program pembelajaran individual harus
merupakan program yang dinamis, artinya sensitif terhadap
berbagai perubahan dan kemajuan peserta didik, yang
diarahkan pada hasil akhir yaitu kemandirian yang sangat
berguna bagi kehidupannya, mampu berperilaku sesuai
dengan lingkungannya atau berperilaku adaptif.

Fungsi program pembelajaran individual yaitu:


a) untuk memberi arah pengajaran; dengan mengetahui
kekuatan, kelemahan dan minat siswa maka program yang
diindividualisasikan terarah pada tujuan atas dasar kebutuhan
dan sesuai dengan tahap kemampuannya saat ini.

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


41

b) menjamin setiap PDBK memiliki suatu program yang


diindividualkan untuk mempertemukan kebutuhan khas
mereka dan mengkomunikasikan program tersebut kepada
orang-orang yang berkepentingan.
c) meningkatkan keterampilan guru dalam melakukan asesmen
tentang karakteristik kebutuhan belajar tiap anak dan
melakukan usaha mempertemukan dengan kebutuhan-
kebutuhan siswa.
d) meningkatkan potensi untuk komunikasi antar/dengan
anggota tim, khususnya keterlibatan orang tua, sehingga
sering bertemu dan saling mendukung untuk keberhasilan
PDBK dalam pendidikan.

Merumuskan tujuan PPI (Program Pembelajaran


Individual) harus memperhatikan empat kriteria yaitu:
a) dapat diukur, bahwa pernyataan harus menggunakan kata
kerja operasional (seperti: menyebutkan, menjelaskan,
mendefinisikan, mengidentifikasi, menulis dll) dan tidak
menimbulkan penafsiran ganda (memahami, mengetahui,
mengerti)
b) positif, bahwa tujuan itu harus membawa perubahan ke arah
positif (misalnya “siswa dapat merespon waktu dengan tepat”
bukan “siswa dapat bertahan menutup mulut”)
c) orientasi pada peserta didik, merumuskan apa yang dipelajari
bukan apa yang siswa pikirkan (misalnya peserta didik dapat
menanggapi secara lisan pertanyaan dengan dua-tiga frase)
d) relevan, sesuai dengan kebutuhan individu.

Sasaran belajar jangka pendek (short-term objectives)


harus dikonsep dan dikembangkan melalui analisa tugas, dipakai
sebagai acuan dalam proses pembelajaran guna mencapai
kemampuan yang lebih spesifik. Sasaran belajar ini harus dapat
diamati, dapat diukur, berpusat pada siswa, positif dan
hendaknya mencerminkan pengajaran antara tingkat kecakapan
dan tujuan akhir.

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


42

Deskripsi pelayanan (description of services), meliputi: guru yang


mengajar, isi program pengajaran, kegiatan pembelajaran, dan
alat yang dipergunakan.

Tanggal pelayanan (dates of service), dalam PPI


(Program Pembelajaran Individual) harus terdapat tanggal kapan
pengajaran mulai dilaksanakan dan antisipasi lamanya
pelayanan.
Penilaian (evaluation), terbagi dalam dua bagian yaitu:
a). penilaian untuk menentukan tingkat kecakapan sisiwa saat
ini, menjelaskan kekuatan dan kelemahan siswa
(assesment),
b). menilai keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan jangka
pendek yang telah ditetapkan. Prosedur penilaian dapat
dilakukan dengan lisan, tulisan atau perbuatan. Metodenya
dapat melalui tes atau observasi

Penilaian
Penilaian hasil belajar bagi peserta didik berkebutuhan
khusus perlu adanya penyesuaian dengan jenis hambatan
peserta didik. Penyesuaian tersebut meliputi:

a) Penyesuaian waktu
Penyesuaian waktu adalah penambahan waktu yang
dibutuhkan oleh peserta didik berkebutuhan khusus dalam
mengerjakan ulangan, ujian, tes, dan tugas lain yang
berhubungan dengan penilaian hasil belajar. Contohnya
peserta didik dengan hambatan penglihatan memerlukan
waktu lebih lama dalam mengerjakan ujian, baik dibacakan
oleh orang lain maupun dengan membaca sendiri dengan
menggunakan huruf braile. Bagi peserta didik dengan
hambatan motorik tangan akan memerlukan waktu yang lebih
lama ketika menuliskan jawaban sebuah tes.

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


43

b) Penyesuaian cara
Penyesuaian cara adalah penyesuaian cara yang dilakukan
oleh pendidik dalam memberikan ulangan, ujian, tes, dan
tugas lain yang berhubungan dengan penilaian hasil belajar
bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Contohnya peserta
didik dengan hambatan motorik tangan, hampir tidak mungkin
mengerjakan soal-soal ujian yang jawabannya diminta secara
tertulis, maka ujian dapat dilakukan secara lisan. Bagi peserta
didik hambatan pendengaran, penilaian keterampilan
mendengarkan dapat dikompensasikan dengan keterampilan
membaca.

c) Penyesuaian isi
Penyesuaian isi adalah penyesuaian tingkat kesulitan bahan
dan penggunaan Bahasa dalam butir soal yang dilakukan
oleh pendidik dalam memberikan ulangan, ujian, tes, dan
tugas lain yang berhubungan dengan penilaian hasil belajar
bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Contohnya peserta
didik autis yang low function, sangat sulit untuk mengikuti
pelajaran yang tingkat kesulitannya sama seperti anak lainnya
pada tingkat kelas yang sama. Oleh karena itu tingkat
kesulitan materi ujian disesuaikan dengan kemampuan
masing-masing peserta didik.

Model Penilaian di Madrasah Inklusif

Jenis
No Peserta Didik Penilaian
Kurikulum
1 Kurikulum Peserta didik umum 1. Tanpa adaptasi
standar dan berkebutuhan 2. Modifikasi
nasional khusus yang sesuai dengan
memiliki potensi jenis hambatan
kecerdasan rerata peserta didik
dan diatas rerata
2 Kurikulum Peserta didik Disesuaikan
adaptif berkebutuhan dengan jenis dan
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
44

khusus yang tingkat kemampuan


memiliki potensi
kecerdasan di
bawah rerata

Pengukuran capaian kompetensi hasil belajar peserta


didik melalui Ujian Nasional (UN), Ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional (UAMBN), Ujian Sekolah Berstandar
Nasional (USBN), dan Ujian Madrasah pada madrasah inklusif
sebagai berikut :
1. Pada dasarnya penilaian hasil belajar bagi peserta didik
berkebutuhan khusus yang menempuh pendidikan di
madrasah inklusif mengikuti ketentuan yang berlaku di MI,
MTs, dan MA/MAK.
2. Peserta didik berkebutuhan khusus MTs dan MA/MAK dapat
mengikuti UN, UAMBN, dan USBN sesuai ketentuan yang
berlaku pada madrasah.
3. Peserta didik berkebutuhan khusus MTs dan MA/MAK yang
tidak mengikuti UN, UAMBN, dan USBN wajib mengikuti UM
dengan naskah soal yang dimodifikasi.
4. Peserta didik berkebutuhan khusus MA/MAK yang mengikuti
UN diutamakan bagi peserta didik yang akan melanjutkan ke
perguruan tinggi (Permendikbud Nomor 3 Tahun 2017
tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah dan
Penilaian Hasil belajar oleh Satuan Pendidikan pasal 6 dan
Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 1040/D6/KR/2017 tanggal 20 Februari 2017 hal
Penilaian Hasil Belajar Bagi Peserta Didik Berkebutuhan
Khusus).

Ijazah peserta didik berkebutuhan khusus yang


menempuh pendidikan pada madrasah inklusif sebagai berikut:
a) Peserta didik berkebutuhan khusus yang dinyatakan lulus
dari madrasah inklusif memperoleh ijazah yang dikeluarkan
satuan pendidikan di mana peserta didik belajar.

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


45

b) Blanko ijazah bagi peserta didik berkebutuhan khusus sama


dengan peserta didik lainnya.
c) Ijazah yang diperoleh peserta didik berkebutuhan khusus
dapat digunakan untuk melanjutkan ke satuan pendidikan
dan jenjang yang lebih tinggi.
d) Untuk mengantisipasi pertanyaan masyarakat dan atau
lembaga pengguna terkait dengan kekhususan peserta didik,
maka kepala madrasah membuat surat keterangan bahwa
peserta didik tersebut adalah peserta didik berkebutuhan
khusus dengan mencantumkan hambatan sebagai
keterangan tambahan dari ijazah dimaksud (Permendikbud
No. 14 Tahun 2017 tentang Ijazah dan Sertifikat Hasil Ujian
Nasional pasal 4 dan Surat Edaran Direktur Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor
2951/D.D6/HK/2017 tanggal 2 Mei 2017 hal Ijazah Bagi
Peserta Didik Berkebutuhan Khusus di Satuan Pendidikan
Umum).

D. Kerjasama antar Stakeholder Pendidikan Inklusif di


Madrasah (Internal dan Ekternal)

Stakeholder Pendidikan Inklusif adalah pihak-pihak yang


terlibat dan berperan penting dalam pembentukan dan
pelaksanaan pendidikan inklusif ke dalam sistem pendidikan
nasional. Pihak-pihak yang dimaksud dapat mewakili kelompok
atau individu yang bertanggung jawab dalam ketertarikan
kegiatan pendidikan untuk saling memberikan penjelasan dan
pendampingan untuk sebuah perubahan lingkungan inklusif yang
terbuka dan ramah pembelajaran bagi setiap anak.

1. Kerjasama Internal Madrasah (Stakeholder Pendidikan


Inklusif di dalam Madrasah)

Kelompok atau individu yang mewakili stakeholder di


madrasah sebagai satuan pendidikan penyelenggara
pendidikan inklusif meliputi: pemerintah dan masyarakat
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
46

(yayasan) penyelenggara pendidikan madrasah; Kepala


Madrasah; Guru; Peserta didik/PDBK; Orang tua; Komite
Madrasah; Pengawas Madrasah.

Pendidik
(Guru)

Tenaga
Peserta Kependidikan
Didik (Kepala
(PDBK dan Madrasah ,
Non-PDBK) Pengawas,
Madrasah TU dsb)
yang
Inklusif

Komite
Orangtua Madrasah

a) Peran peserta didik (PDBK dan Non-PDBK)


• Menciptakan dan menumbuhkan sikap toleransi;
• Saling memacu untuk berprestasi lebih baik;
• Saling menumbuhkan motivasi dan rasa percaya diri
dalam belajar;
• Saling mengupayakan bantuan dalam belajar;
• Meningkatkan kualitas belajar semua peserta didik di
dalam kelas yang beragam.

b) Peran orangtua (menekankan pada profesional parenting;


atau motherhood)
• Menjadi pengajar yang paling efektif karena sangat
mengenal sifat dan perilaku anaknya;
• Mengikuti perkembangan belajar anaknya;
• Melengkapi layanan pendukung belajar di rumah.

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


47

c) Peran guru
• Mengelola pembelajaran yang berpusat pada peserta
didik dalam kelas yang beragam;
• Menciptakan lingkungan kelas yang inklusif;
• Menangani kebutuhan pembelajaran peserta didik
secara akomodatif;
• Merencanakan, melaksanakan, dan menilai program
pembelajaran sejalan dengan landasan pendidikan
yang berasaskan demokrasi, berkeadilan, dan tanpa
diskriminasi.

d) Peran tenaga kependidikan (kepala madrasah, pengawas


madrasah, TU dll)
• Memimpin penyelenggaraan madrasah;
• Mengontrol dan mengkoordinasi perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian program pembelajaran;
• Memfasilitasi kemudahan demi terciptanya lingkungan
inklusif dan ramah pembelajaran;
• Meningkatkan mutu ketrampilan guru dalam
pengelolaan kelas;
• Menciptakan lingkungan madrasah yang inklusif;
• Mengelola madrasah sehingga dapat berjalan dengan
baik.
• Memberikan masukan guna meningkatkan mutu
pendidikan madrasah;
• Mengontrol pelaksanaan kebijakan di tingkat madrasah
serta pelaksanaan regulasi dan kebijakan pendidikan
di tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan
internasional.

e) Komite Madrasah
• Memberikan masukan guna meningkatkan mutu
pendidikan madrasah ;
• Membantu madrasah dalam penyediaan sarana dan
prasarana serta layanan pendukung pembelajaran.

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


48

2. Kerjasama Ekternal (Stakeholder Pendidikan Inklusif di luar


Madrasah).

Kelompok atau individu yang mewakili stakeholder di luar


Madrasah penyelenggara pendidikan inklusif meliputi: Pusat
sumber (SLB), Profesional, OPD, dan Masyarakat.

Perguruan
tinggi
Pemerintah
Badan (Kab/kota,
International Provinsi,
Nasional )

Masyarakat/D
Organisasi Madrasah UDI (dunia
Masayarakat yang usaha dan
Sipil Inklusif dunia
indrustri)

Pemerintah Profesional

Pusat
Sumber

a) Pusat Sumber
• Memberikan konsultasi dan layanan pendukung bagi
madrasah penyelenggara pendidikan inklusif;
• Melakukan pelatihan dan pendampingan bagi guru dan
warga madrasah lainnya di madrasah penyelenggara
pendidikan inklusif;
• Menjadi sumber belajar.

b) Masyarakat/DUDI (dunia usaha dan dunia indrustri)


• Mengupayakan dan menempatkan peserta didik
berkebutuhan khusus untuk mendapatkan hak atas
pendidikan;

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


49

• Melakukan kontrol sosial terhadap kebijakan


pemerintah;
• Menjadi sumber informasi dan sumber belajar;
• Menggerakkan anggota masyarakat untuk terlibat
membantu pembelajaran di madrasah;
• Memberikan bantuan dana kepada madrasah untuk
mendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif di
madrasah;
• Menerima peserta didik berkebutuhan khusus yang
sudah lulus untuk dapat bekerja sesuai dengan potensi
yang dimilikinya.

c) Perguruan tinggi
• Merupakan mitra pemerintah dalam merancang
kebijakan;
• Menghasilkan tenaga pendidik yang berkualitas;
• Menyediakan layanan pendukung;
• Memberikan pelatihan dan pendampingan bagi
madrasah dan warga madrasah lainnya di madrasah
penyelenggara pendidikan inklusif;
• Menjadi sumber informasi dan sumber belajar.

d) Profesional (dokter, psikolog, therapist, dll)


• Membuat rujukan;
• Melakukan konsultasi;
• Mendapatkan terapi dan bimbingan belajar
sehubungan dengan kurikulum tambahan/ khusus
yang tidak termuat dalam kurikulum madrasah;
• Memberikan pelatihan dan pendampingan bagi guru
dan orangtua dalam penanganan belajar peserta didik
berkebutuhan khusus.

e) Pemerintah
• Menentukan standar pelayanan minimal
• Mengambil kebijakan
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
50

• Melakukan pembiayaan
• Menerbitkan pedoman dan panduan
• Memberikan pelatihan dan sosialisasi
• Melakukan monitoring dan evaluasi
• Mengggunakan data pelaksanaan pendidikan inklusif
di madrasah sebagai dasar pengambilan keputusan.

f) Organisasi masyarakat sipil (yayasan, LSM dll), OPD


(organisasi penyandang disabilitas) dan organisasi
keagamaan
• Sumber informasi
• Advokasi
• Peningkatan kapasitas sumber daya manusia
• Pembiayaan
• Kampanye publik
• Penelitian dan pengembangan
• Melakukan identifikasi

g) Badan Internasional
• Advokasi kebijakan
• Peningkatan kapasitas sumber daya manusia
• Kampanye publik
• Pertukaran pengetahuan
• Penelitian dan pengembangan

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


51

BAB IV

PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN EVALUASI MADRASAH


PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF

A. Prosedur Standar Pembinaan, Pengawasan, dan Evaluasi


oleh Kepala Madrasah

Perencanaan

Tindakan Perbaikan
Pelaksanaan

Umpan
Monitoring
Balik
dan Evaluasi

Kepala Madrasah sebagai motor penggerak peningkatan


kinerja guru dituntut memiliki visi, misi, dan wawasan yang luas
serta kemampuan profesional yang memadai dalam
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan
penyeleng-garaan pendidikan. Selain itu, kepala madrasah
dituntut untuk memiliki kemampuan dalam membangun
kerjasama yang harmonis dengan berbagai pihak yang terkait
dengan program pendidikan di madrasah. Kemampuan kepala
madrasah tentunya akan turut mempengaruhi kinerja guru dalam
melaksanakan tugas. Salah satu indikator kinerja kepala
madrasah adalah dinilai berdasarkan atas pelaksanaan tugas
dan perannya. Salah satu di antara peran kepala madrasah yang
sangat penting adalah sebagai manajer, administrator, dan
supervisor dalam upaya meningkatkan kinerja guru.

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


52

Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, peranan kepala


madrasah sangat besar. Bukti bahwa peran tersebut sangat
besar adalah mengingat bahwa setiap guru yang akan
menyampaikan materi pelajaran terlebih dahulu membuat
program pengajaran harian untuk diteliti dan disahkan oleh
kepala madrasah, sehingga seorang kepala madrasah dapat
mengetahui keterlaksanaan proses pembelajaran yang inklusif.
Apabila seorang kepala madrasah komitmen untuk
melaksanakan penyelenggaraan pendidikan inklusif di
madrasahnya, maka penyelenggaraan pendidikan inklusif akan
terlaksana dengan baik.

Kepala madrasah harus mampu melaksanakan perannya


sebagai manajer, administrator, supervisor, leader, inovator dan
motivator. Perspektif ke depan menunjukkan bahwa kepala
madrasah juga harus mampu berperan sebagai figur dan
mediator bagi perkembangan masyarakat dan lingkungan.
Dengan demikian pekerjaan kepala madrasah semakin hari
semakin meningkat dan akan semakin meningkat sesuai dengan
perkembangan pendidikan yang diharapkan. Dalam mengem-
bangkan pendidikan inklusif, seorang kepala madrasah harus
mengupayakan adanya integrasi pendidikan inklusif pada setiap
program dan kegiatan madrasah.

Berdasarkan fungsinya, kepala madrasah adalah (1)


perumus tujuan kerja dan pembuat kebijakan madrasah yang
disebut pemimpin atau pengelola pendidikan, (2) pengatur tata
kerja madrasah, yang mencakup mengatur pembagian tugas dan
wewenang serta mengatur petugas pelaksana dan menyeleng-
garakan kegiatan, dan (3) pensupervisi kegiatan madrasah,
meliputi: mengatur kegiatan, mengarahkan pelaksanaan
kegiatan, mengevaluasi pelaksanaan kegiatan serta membimbing
dan meningkatkan kemampuan pelaksana.

Beberapa standar pembinaan, pengawasan dan evaluasi


oleh kepala madrasah dalam mengembangkan pendidikan
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
53

inklusif yang terintegrasi dalam tupoksi sebagai seorang kepala


madrasah antara lain:

1. Kepala madrasah sebagai manager


Manajemen pada hakikatnya adalah suatu proses
merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, memim-
pin dan mengendalikan usaha anggota organisasi serta
mendayagunakan seluruh sumber daya organisasi untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan (Wahyusumidjo, 2001:12
dalam Mulyasa, 2007). Disebut sebagai suatu proses, karena
semua manajer dengan ketangkasan dan keterampilan yang
dimiliki mengusahakan dan mendayagunakan berbagai
kegiatan yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan.

Manajemen merupakan proses pencapaian tujuan


melalui pendayagunaan sumber daya manusia dan material
secara efisien. Weihrich & Koontz (2005:4) menyatakan:
manage-ment is the process of designing and maintaining an
environment in which individuals, working together in groups,
efficiently accomplish selected aims. Pendapat ini
menyatakan bahwa manajemen merupakan proses
merancang dan memelihara lingkungan individu-individu yang
bekerja sama dalam kelompok secara efisien untuk mencapai
tujuan tertentu. Dalam pendapat yang hampir sama, Hersey
and Blanchard (1982: 3) menyatakan, management as
working with and throught individuals and groups to
accomplish organizational goals.

Sebagai manajer, kepala madrasah mau dan mampu


mendayagunakan sumber daya madrasah dalam rangka
mewujudkan visi, misi, dan mencapai tujuannya. Seorang
kepala madrasah penyelenggara pendidikan inklusif memiliki
otoritas yang besar untuk mendayagunakan semua sumber
daya madrasah untuk mewujudkan sebuah madrasah yang
inkusif. Kepala madrasah mampu menghadapi berbagai
persoalan di madrasah, berpikir secara analitik, konseptual,
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
54

harus senantiasa berusaha menjadi juru penengah dalam


memecahkan berbagai masalah, dan mengambil keputusan
yang memuaskan stakeholders madrasah. Kepala madrasah
mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam
setiap kegiatan di madrasah (partisipatif).

Sesuai kriteria penilaian kinerja kepala madrasah,


maka kepala madrasah perlu memiliki kemampuan dalam
melaksanakan tugas kepemimpinannya dengan baik yang
diwujudkan dalam kemampuan menyusun program,
organisasi personalia, memberdayakan tenaga kependidikan,
dan menberdayakan sumber daya madrasah secara optimal
dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai
manajer, kepala madrasah harus memiliki strategi yang tepat
untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui
kerjasama yang kooparatif, memberikan kesempatan kepada
tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya dan
mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam
berbagai kegiatan yang menunjang program
penyelenggaraan pendidikan inklusif di madrasah.

2. Kepala madrasah sebagai administrator


Kepala madrasah sebagai administrator memiliki
hubungan erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan
administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan, dan
pendokumenan seluruh program madrasah. Secara spesifik,
kepala madrasah perlu memiliki kemampuan untuk mengelola
kurikulum, mengelola administrasi kearsipan, dan administrasi
keuangan. Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara efektif
dan efisien agar dapat menunjang produktivitas madrasah.
Untuk itu, kepala madrasah harus mampu menjabarkan
kemampuan di atas ke dalam tugas-tugas operasional. Dalam
berbagai kegiatan administrasi, maka membuat perencanaan
mutlak diperlukan. Perencanaan yang akan dibuat oleh
kepala madrasah bergantung pada berbagai faktor, di
antaranya banyaknya sumber daya manusia yang dimiliki,
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
55

dana yang tersedia dan jangka waktu yang dibutuhkan untuk


pelaksanaan rencana tersebut. Perencanaan yang dilakukan
antara lain menyusun program kerja tahunan madrasah yang
mencakup program pengajaran, kepesertadidikan,
kepegawaian, keuangan dan perencanaan fasilitas yang
diperlukan. Perencanaan ini dituangkan ke dalam rencana
tahunan madrasah yang dijabarkan dalam program semester.
Di samping itu, fungsi kepala madrasah selaku administrator
juga mencakup kegiatan penataan struktur organisasi,
koordinasi kegiatan madrasah dan mengatur kepegawaian di
madrasah.

Kepala madrasah penyelenggara pendidikan inklusif


sebagai administrator bertanggung jawab terhadap
kelancaran pelaksanaan pendidikan dan pengajaran yang
inklusif di madrasahnya. Hal tersebut mencakup seluruh
kegiatan madrasah, seperti; proses belajar-mengajar yang
melayani kebutuhan seluruh peserta didik, menerima semua
perbedaan peserta didik termasuk yang berkebutuhan khusus
(ABK), mengarahkan semua personalia madrasah untuk
mengakomodir semua keberagaman peserta didik,
menyiapkan sarana prasarana/ aksesibilitas untuk semua
anak, ketatausahaan dan keuangan serta mengatur
hubungan madrasah dengan masyarakat. Selain itu juga,
kepala madrasah bertanggung jawab terhadap keadaan
lingkungan madrasahnya.

3. Kepala madrasah sebagai supervisor


Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu
melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala
madrasah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat
dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati
proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam
pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan
dan keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran
(Mulyasa, 2004). Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
56

kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan


pembelajaran, tingkat penguasaan kompetensi guru yang
bersangkutan, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan
tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki
kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan
keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran. Secara
umum supervisi berarti upaya bantuan yang diberikan kepada
guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya, agar guru
mampu membantu para peserta didiknya dalam belajar untuk
menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Jones dkk. sebagaimana disampaikan Danim (2002)


mengemukakan bahwa menghadapi kurikulum yang berisi
perubahan-perubahan yang cukup besar dalam tujuan, isi,
metode dan evaluasi pengajarannya, sudah sewajarnya kalau
para guru mengharapkan saran dan bimbingan dari kepala
madrasah mereka. Ungkapan ini, mengandung makna bahwa
kepala madrasah harus betul-betul menguasai tentang
kurikulum madrasah. Mustahil seorang kepala madrasah
dapat memberikan saran dan bimbingan kepada guru,
sementara dia sendiri tidak menguasainya dengan baik.

Supervisi merupakan suatu teknis pelayanan


profesional dengan tujuan utama mempelajari dan
memperbaiki bersama-sama dalam membimbing dan
mempengaruhi pertumbuhan anak. Supervisi berusaha untuk
memperbaiki situasi-situasi belajar mengajar, menumbuhkan
kreativitas guru, memberi dukungan dan mengikutsertakan
guru dalam kegiatan madrasah, sehingga menumbuhkan rasa
memiliki bagi guru. Adapun personel yang menjalankan
kegiatan supervisi disebut supervisor. Dengan demikian
administrasi dan supervisi merupakan sebagian dari proses
pendidikan yang tidak bisa ditinggalkan, namun masih banyak
yang memahami bahwa administrasi termasuk yang sering
menghambat dalam proses belajar mengajar.

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


57

Supervisi dalam pendidikan telah lama dikenal namun tidak


semua orang dalam dunia pendidikan mengerti apa hakekat
supervisi itu sendiri. Supervisi disamakan dengan pekerjaan
mengawasi, supervisi lebih banyak mengawasi daripada
berbagi ide pengalaman. Sebagai supervisor, kepala
madrasah melakukan supervisi pekerjaan yang dilakukan
oleh tenaga kependidikan. Menurut Sahertian (2004:19)
bahwa supervisi merupakan suatu proses yang dirancang
secara khusus untuk membantu para guru dan supervisor
mempelajari tugas sehari-hari di madrasah, agar dapat
menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk
memberikan layanan yang lebih baik pada orang tua peserta
didik dan madrasah, serta berupaya menjadikan madrasah
sebagai komunitas belajar yang lebih efektif. Jika supervisi
dilaksanakan oleh kepala madrasah, maka ia harus mampu
melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk
meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan
pengendalian ini merupakan kontrol agar kegiatan pendidikan
di madrasah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan.

4. Kepala madrasah sebagai leader


Madrasah merupakan salah satu bentuk organisasi
pendidikan. Kepala madrasah merupakan pemimpin
pendidikan di madrasah. Kepemimpinan pendidikan bisa
diartikan sebagai suatu usaha untuk menggerakkan orang-
orang yang ada dalam organisasi pendidikan untuk mencapai
tujuan pendidikan. Dalam organisasi pendidikan yang menjadi
pemimpin pendidikan adalah kepala madrasah. Sebagai
pemimpin pendidikan, kepala madrasah memiliki sejumlah
tugas dan tanggung jawab yang cukup berat. Untuk bisa
menjalankan fungsinya secara optimal, kepala madrasah
perlu menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat. Peranan
utama kepemimpinan kepala madrasah tersebut, nampak
pada pernyataan-pernyataan yang dikemukakan para ahli
kepemimpinan. Knezevich yang dikutip Indrafachrudi (2006)
mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah sumber energi
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
58

utama ketercapaian tujuan suatu organisasi. Di sisi lain,


Owens (dalam Indrafachrudi, 2006) juga menegaskan bahwa
kualitas kepemimpinan merupakan sarana utama untuk
mencapai tujuan organisasi. Untuk itu, agar kepala madrasah
bisa melaksanakan tugasnya secara efektif, mutlak harus bisa
menerapkan kepemimpinan yang baik.

Dalam usaha mensukseskan pendidikan inklusif di


madrasah yang dipimpinnya, seorang kepala madrasah juga
mempunyai peran yang sangat besar. Seorang kepala
madrasah harus bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
dan keberhasilan pendidikan inklusif yang dipimpinnya.
Bentuk tanggung jawab dan upaya mencapai keberhasilan
tersebut dapat dilihat dari program-program yang dibuat,
realisasi, dan evaluasi yang dilakukan mengenai pendidikan
inklusi ini. Mencermati program dan mengetahui peleksanaan
ini menjadi penting karena adanya kasus-kasus yang sering
terjadi, madrasah menggunakan label inklusif namun dalam
realisasinya jauh dari fakta. Bahkan anak berkebutuhan
khusus hanya menjadi objek di madrasah tersebut. Untuk
itulah peran kepemimpinan kepala madrasah dalam
menerima keberadaan anak berkebutuhan khusus sebagai
suatu perbedaan dan harus mendapatkan perhatian dan
layanan di madrasah inklusi harus selalu ditingkatkan dan
diupayakan. Tanpa adanya keteladanan kepemimpinan
kepala madrasah maka program pendidikan inklusif di
madrasah tersebut akan sulit direalisaikan bahwa madrasah
tersebut memang ramah dan menerima adanya keragaman
perbedaan peserta didik.

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


59

B. Prosedur Standar Pembinaan, Pengawasan, dan Evaluasi


oleh Pengawas Madrasah

PROGRAM
PENGAWASA

TINDAK PENILAIAN

PENGAWAS
MADRASAH
LAPORAN PEMBINAAN

EVALUASI PEMANTAUAN

ANALISIS
HASIL

Pengawas adalah guru pegawai negeri sipil yang diangkat


dalam jabatan pengawas madrasah (PP 74 tahun 2008).
Pengawasan adalah kegiatan pengawas madrasah dalam
menyusun program pengawasan, melaksanakan program
pengawasan, evaluasi hasil pelaksanaan program, dan
melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional guru.

Pengawas memiliki peran yang signifikan dan strategis


dalam proses dan hasil pendidikan yang bermutu di madrasah.
Dalam konteks ini peran pengawas madrasah meliputi
pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut
pengawas yang harus dilakukan secara teratur dan
berkesinambungan (PP 19 Tahun 2005, pasal 55). Peran
pengawas setidaknya sebagai teladan bagi madrasah dan
sebagai rekan kerja yang serasi dengan pihak madrasah dalam
memajukan madrasah binaannya.

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


60

Selanjutnya menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74


Tahun 2008 Pasal 15 ayat (4) beban kerja guru yang diangkat
dalam jabatan pengawas satuan pendidikan adalah melakukan
tugas pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan tugas
pengawasan, yang meliputi pengawasan akademik dan
manajerial. Tugas pengawasan pengawasan akademik
pengawas madrasah melakukan pembinaan, pemantauan dan
penilaian pada guru agar dapat meningkatkan kualitas proses
pembelajarannya, sedangkan dalam tugas pengawasan
manajerial pengawas madrasah melakukan pembinanaan,
pemantauan dan penilaian kepala madrasah agar dapat
mempertinggi kualitas administrasi dan pengelolaan
madrasah untuk terciptanya madrasah yang efektif. Hal ini
menunjukkan bahwa pengawas madrasah memiliki peran yang
penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan di madrasah,
khususnya dalam melaksanakan kegiatan supervise akademik
yang berkaitan dengan peningkatan proses pembelajaran,
sebagimana bunyi salah satu tulisan dari Asosiasi Supervisi dan
Pengembangan Kurikulum di Amerika yang menyebutkan bahwa:
“Almost all writers agree that the primary focus in educational
supervision is and should be the improvement of teaching and
learning. The term instructional supervision is widely used in the
literature of embody all effort to those ends. Some writers use the
term instructional supervision synonymously with general
supervision.”

Pengawas madrasah juga merupakan salah satu


komponen dalam peningkatan mutu pendidikan karena kegiatan
pengawasan yang dilakukan menyentuh upaya-upaya perbaikan
proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dan perbaikan
manajemen madrasah yang dilakukan oleh kepala madrasah.
Upaya perbaikan proses pembelajaran ini berdampak signifikan
pada peningkatan hasil pembelajaran jika pengawas madrasah
melakukan dengan supervisi akademik yang efektif. Kinerja
pengawas madrasah dalam melaksanakan tugasnya dipengaruhi
oleh kompetensi yang dimilikinya. Kompetensi ini bisa dianggap
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
61

sebagai bentuk-bentuk pengetahuan, keterampilan dan sikap


yang diperlihatkan oleh pengawas madrasah ketika
melaksanakan tugasnya.
Pada madrasah penyelenggara pendidikan inklusif, seorang
pengawas mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi
jalannya semua program madrasah dan mengontrol jalannya
pelaksanaan pendidikan inklusif dalam setiap program dan
kegiatan yang dilaksanakan oleh madrasah. Beberapa hal yang
penting untuk diperhatikan oleh seorang pengawas pada
madrasah penyelenggara pendidikan inklusif adalah sebagai
berikut:
1. pengawas madrasah mutlak harus punya pengetahuan yang
benar tentang konsep pendidikan inklusif dalam kerangka
sistem pendidikan nasional;
2. memberikan penjelasan dan pendampingan kepada guru dan
kepala madrasah terkait dengan regulasi dan kebijakan
madrasah penyelengara pendidikan inklusif;
3. mengawasi berjalannya program madrasah yang inklusif;
4. memberikan masukan guna meningkatkan mutu pendidikan
madrasah;
5. mengontrol pelaksanaan kebijakan pendidikan inklusif di
tingkat madrasah serta pelaksanaan regulasi dan kebijakan
pendidikan di tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan
internasional.

Dalam melaksanakan tugas pengawasan akademik pada


madrasah penyelenggara pendidikan inklusif, pengawas
madrasah melakukan pembinaan, pemantauan dan penilaian
pada guru dengan memperhatikan beberapa hal, diantaranya:
a) memantau apakah guru telah mengetahui latar belakang dan
kebutuhan masing-masing peserta didiknya melalui
identifikasi dan assessment;
b) memastikan bahwa perencanaan pembelajaran yang dimiliki
oleh guru telah mengakomodir semua kebutuhan peserta
didiknya;

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


62

c) memantau dan menilai apakah dalam pelaksanaan


pembelajaran semua peserta didik telah ikut berpartisipasi
dalam setiap proses pembelajaran;
d) apakah guru telah menyiapkan lingkungan belajar yang
menarik, menyenangkan dan memudahkan;
e) apakah guru telah menghargai setiap capaian peserta
didiknya.

Sedangkan dalam melaksanakan tugas pengawasan


manajerial pada madrasah penyelenggara pendidikan inklusif,
pengawas madrasah melakukan pembinaan, pemantauan dan
penilaian kepada kepala madrasah dengan memperhatikan
beberapa hal, antara lain:
a) Kurikulum madrasah sudah mengakomodir kemampuan dan
kebutuhan peserta didik sesuai dengan bakat dan minatnya;
b) Kepala madrasah memfasilitasi kemudahan demi terciptanya
lingkungan inklusif dan ramah pembelajaran;
c) Kebijakan anggaran madrasah telah mempertimbangkan
kebutuhan setiap peserta didik; dan
d) Madrasah memiliki aksesibilitas untuk mempermudah setiap
peserta didik.

Untuk mengetahui tingkat inklusivitas sebuah satuan


pendidikan, seorang penilai melaksanakan evaluasi dengan
menggunakan instrumen penilaian yang dikeluarkan oleh
pemerintah atau menggunakan instrumen supervisi pengawas.
Model lain yang dapat menjadi alternatif adalah dengan
menggunakan indeks inklusi yang dikembangkan oleh Aisncow.
Menggunakan indeks inklusi versi Ainscow lebih fleksibel karena
instrumen yang dikembangkan dapat disesuaikan dengan kondisi
madrasah yang dinilai. Hal ini juga dimaksudkan untuk
mempermudah penyempurnaan kelemahan-kelemahan yang
ditemui dalam pengembangan madrasah yang inklusif. Karena
alur peniliaian yang dikembangkan terdiri dari 4 elemen yaitu
kerangka dasar, tinjauan kerja, telaah material dan Proses
indeks.
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
63

1. Kerangka dasar
Kerangka dasar adalah ide-ide bagaimana mengembangkan
pendidikan inklusif di madrasah. Ide-ide yang dimaksud
adalah “
a. Inklusivitas (inclusion)
b. Hambatan-hambatan terhadap pembelajaran dan partipasi
(barries to learning and participation)
c. Sumber-sumber daya yang mendukung pembelajaran dan
partisipasi (resources to support learning and participation)
d. Dukungan untuk keberagaman Peserta Didik (Support for
Diversity)

2. Tinjauan kerangka kerja


Tinjauan kerangka kerja dijabarkan menjadi 3 dimensi pokok
yaitu :
a. menciptakan budaya inklusif
b. membuat kebijakan inklusif
c. membangun praktik inklusif

Ketiga dimensi tersebut kemudian dijabarkan ke dalam sub- sub


dimensi sebagaimana tabel berikut :

Dimensi Sub-dimensi
A.Menciptakan A.1. Membangun Komunitas
Budaya Inklusif
A.2. Membangun nilai-nilai inklusi
B. Membuat B.1. Mengembangkan sekolah untuk semua
Kebijakan Inklusif
B.2. Mengorganisasikan berbagai bentuk
dukungan atas keberagaman

C. Membangun C.1. Mengharmonisasikan pembelajaran


Praktik Inklusif
C.2. Memobilisasi Sumber-sumber daya

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


64

3. Telaah Material
Proses telaah material adalah perumusan indikator dan
pertanyaan yang dikembangkan berdasarkan tiga dimensi
yaitu dimensi budaya, kebijakan dan praktik inklusifitas. Hal
ini dimaksudkan untuk membantu madrasah agar dapat
memahami kondisi inklusifitas pada semua aspek di
madrasah. Dan proses telaah ini dapat mengidentifikasi
prioritas pengembangan madrasah karena perumusan
indikator dan pertanyaan disesuaikan dengan kondisi
madrasah. Contoh proses telaah terlampir.

4. Proses indeks

Tahap 1
Memulai Indeks

Tahap 2
Menyelidiki
Kondisi Madrasah

Tahap 5 Tahap 3
Membuat rencana
Telaah Proses pengembangan
Indeks Madrasah inklusif

Tahap 4

Melaksanakan
rencana prioritas

Proses memulai indeks diawali dengan menyiapkan


seluruh instrumen yang akan digunakan untuk menyelidiki
madrasah yang akan diniliai. Instrumen yang disiapkan
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
65

adalah daftar indikator yang dilengkapi dengan interval nilai.


(terlampir). Penilai menyiapkan daftar pertanyaan kepada
responden untuk menentukan nilai pada setiap indikator
tersebut.

Proses selanjutnya adalah melakukan penyelidikan di


madrasah dengan menggunakan instrumen berupa
questioner yang telah disiapkan kepada beberapa responden
yang berkompoten untuk mendapatkan jawaban yang
sesungguhnya sesuai dengan kondisi madrasah. Hasil
penyelidikan selanjutnya diolah untuk menentukan nilai
indeks inklusi. Nilai indeks inklusi untuk pencapaian
keseluruhan pengembangan pendidikan inklusif di sebuah
madrasah didapatkan dengan cara :

Nilai indeks = Jumlah nilai perolehan

Jumlah nilai maksimal

Ket : Nilai perolehan adalah jumlah nilai pencapaian dari


semua responden
Nilai maksimal adalah jumlah nilai tertinggi semua
respoden

Selanjutnya untuk mengetahui nilai dari masing-masing


dimensi didapatkan dengan cara yang sama yaitu
menentukan nilai masing-masing dimensi dari seluruh
responden. Paparan nilai tersebut dapat menggambarkan
indikator yang paling lemah dan kuat dalam penerapan
pendidikan inklusi di madrasah. Berdasar dari hasil penilaian
tersebut, dapatlah menjadi acuan untuk penyusunan program
pengembangan inklusi di madrasah tersebut.

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


66

BAB V
PENUTUP

Panduan merupakan sumber yang menyajikan informasi dan


memberikan tuntunan kepada pembaca untuk dapat melakukan apa
yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Panduan penyelenggaraan
pendidikan inklusif di madrasah dimaksudkan untuk memberikan
wawasan kepada madrasah agar dapat menyelenggarakan
pendidikan inklusif secara benar sesuai konsep dan kebijakan dari
pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama Republik Indonesia.
Atau dengan kata lain panduan ini merupakan media bagi
Kementerian Agama untuk memberikan arahan dan bimbingan
kepada madrasah dalam menyelenggarakan pendidikan secara
inklusif.

Panduan ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan


menumbuhkan inovasi ditingkat madrasah dalam upaya memberikan
layanan pendidikan yang berkualitas kepada setiap peserta didik
tanpa terkecuali sesuai dengan prinsip-prinsip inklusivitas yang
menempatkan kehadiran bersama, pemerimaan, partisipasi dan
capaian sebagai acuan.

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


67

DAFTAR PUSTAKA

Ainscow, Mel and Miles, Susie, Developing Inclusive Education


Systems: How Can We Move Policies Forward. UK: University
of Manchester, UK, 2009
Tim Penyusun, Al-Qur’an dan terjemahnya. Jakarta: Kementerian
Agama RI, 1999
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, edited Mika'il al-Almany, 2009
Association for Supervision and Curriculum Development-ASCD,
1987
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Aims and Objectives of Islamic
Education.Jeddah: Hodder & Stoughton, King Abdul Aziz
University, 1979
Danim, Sudarwan. Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: Pustaka
Setia, 2002
Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua (Education for
All)- Jomtien, Thailand, 1990;
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 (Declaration of Human
Rights);
De Bellaigue, Christopher, The Islamic Enlightenment: The Modern
Struggle Between Faith and Reason. London: Pinguin, 2017
Tim Penyusun, Pengembangan Kurikulum dan Sistem Penilaian
Berbasis Kompetensi: Sosialisais KSPBK. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Menengah Umum, 2003
Friend, M. & W. D. Bursuck. Including Students with Special Needs.
Boston: Pearson, 2006
Hersey, P., & Blanchard, K. Management of organizational behavior:
Utilizing human resources (4th ed.). Englewood Cliffs, NJ:
Prentice Hall, 1982
Indrafachrudi, Soekarto, Bagaimana Memimpin Sekolah Yang
Efektif. Bogor: Ghalia Indonesia, 2006
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
68

Konvensi Hak Anak 1989 (Convention on the rights of the Child);


Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas (Resolusi PBB 61/106,
13 Desember 2006);
Konvensi International tentang Hak-Hak Asasi Penyandang
Disabilitas yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia
melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 (UNCRPD);
Masood, Ehsan, Science and Islam: A History (London: Icon Books,
2009)
Mercer, Neil. The Guided Construction of Knowledge: talk amongst
teachers and learners. Clevedon: Multilingual Matters, 1995
Mulyasa, H. E. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung:
Remaja Rosda karya, 2007
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, terutama Pasal 55
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015
tentang Standar Nasional Pendidikan;
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan
dan Penyelenggaraan Pendidikan sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010
tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan;
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30 Tahun 2006 tentang
Pedoman Teknis Fasilitas dan Akseibilitas pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan;
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009
tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki
Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah
69

Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat


Istimewa;
Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Nomor 6 Tahun 2015 tentang Sistem Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak;
Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementrian Agama sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Agama Nomor 16 Tahun 2015;
Peraturan Menteri Agama Nomor 90 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah sebagaimana telah
diubah dengan PMA Nomor 60 Tahun 2015;
Permendikbud Nomor 3 Tahun 2017 tentang Penilaian Hasil Belajar
oleh Pemerintah dan Penilaian Hasil belajar oleh Satuan
Pendidikan pasal 6
Permendikbud No. 14 Tahun 2017 tentang Ijazah dan Sertifikat Hasil
Ujian Nasional pasal 4
Resolusi PBB Nomor 48/96 tahun 1993: Peraturan Standar tentang
Persamaan Kesempatan bagi Penyandang Disabilitas;
Salamanca Statement and Framework for Action on Special Needs
Education (UNESCO), Spanyol, 1994;
Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam
Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Aneka Cipta, 2004
Subhan, Arief, Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia Abad Ke-20:
Pergumulan Antara Modernisasi dan Identitas (Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2009)
Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
1040/D6/KR/2017 tanggal 20 Februari 2017 hal Penilaian
Hasil Belajar Bagi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


70

Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah


Nomor 2951/D.D6/HK/2017 tanggal 2 Mei 2017 hal Ijazah
Bagi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus di Satuan
Pendidikan Umum
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 3211
Tahun 2016 tentang Penetapan 22 Madrasah Inklusif;
Surat Edaran Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud
no 1040/D6/KR/2017 tanggal 20 Februari 2017 tentang Hal
Penilaian Hasil Belajar Bagi Peserta Didik Berkebutuhan
Khusus;
Surat Edaran Dirjen Pendidikan Dasar dan Menegah Kemendikbud
No. 2951/D.D6/HK/2017 Tanggal 2 Mei 2017 tentang Hal
Izajah bagi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus di Satuan
Pendidikan Umum.
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG’s), Tujuan nomor 4
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional;
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlidungan Anak;
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas.
Wahjosumidjo, Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2007
Weihrich, H & Koontz, H,Management: A Global Perspective. 11th
edn.Singapore: McGraw Hill, 2005

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


71

KONTRIBUTOR :

Terima kasih kepada para guru madrasah yang telah membantu kontribusi dalam
penyusunan Panduan ini :

1. Baharudin Amsiah, S.PdI.(MTs Darul Anshor Pegading Lombok Tengah,


NTB)
2. Jamilatul Haerani, S.PdI (GPK MTs Darul Anshor, NTB)
3. Ayunan, S.Pd (Kepala MTs Al Fathiyah Kongpati Lombok Tengah, NTB)
4. Sadli, S.Pd (MI NW Tanak Beak Lombok Barat, NTB)
5. Hj. Nurimin, S.Ag (Kepala MI NW Tanak Beak Lombok Barat, NTB)
6. Hafifi, S.Pd (MTs Alfathiyah Kongpati, NTB)
7. Supriyono, S.Pd.I, M.Pd (MI Keji Ungaran Barat Kab. Semarang Jawa
Tengah)
8. Nasrul Harahap, S.Pd.I (MI Muhammadiyah PK Kartasura, Jawa Tengah)
9. Dra. Sartiningsih (MTs Al Hidayah Purwokerto Banyumas Jawa Tengah)
10. Adi Nugroho, S.Pd (MTs Al Hidayah Purwokerto Banyumas Jawa Tengah)
11. Amin Masruri, S.Pd.I (MI Ma’arif Sidomulyo Kec. Ambal Kab. Kebumen, Jawa
Tengah)
12. A. Triwahyudi, S.Ag (MTs Maarif NU 1 Sumpiuh Banyumas, Jawa Tengah)
13. A. Faozi Santoso, S.T. (MTs Maarif NU 1 Sumpiuh Banyumas, Jawa Tengah)
14. Nurul Hamidah, STP (MI Darussalam 01 Kartasura, Jawa Tengah)
15. Mohammad Arif Mubarok, S.Pd, M.Pd (MI Salafiyah Kebarongan Kemranjen
Banyumas Jawa Tengah)
16. Erdhin Lies Tyanto, S.Pd (MTs Wachid Hasyim Jawa Timur)
17. Moh. Bahruddin Alfitrio, S.Pd.I (MTs Wachid Hasyim Jawa Timur)
18. Nur Fatmah, S.Pd (MI Badrussalam Jawa Timur)
19. Laila Ramadlanil Mubarokah, S.Fil.I (MI Badrussalam Jawa Timur)
20. Khasan Bisri, S.Pd (MI NU Miftahul Ulum 91 Plinggisan Jawa Timur)
21. Siti Malikha Mustagfira Pd (MI NU Miftahul Ulum 91 Plinggisan Jawa Timur)
22. Chumairoh Lismi Agustiana, S.Pd (MI Darul Ulum Rejosari Jawa Timur)
23. Fauzi, S.Pdl (MI Darul Ulum Rejosari Jawa Timur)
24. Samrina, S.Pdl (MI Babul Muttaqin Kab. Gowa, Sulawesi Selatan)
25. Dra. Subaedah (MIM Parang Malengu Kab. Gowa Sulawesi Selatan)
26. Musdalipa, S.Pdl (MTs Bontocinde Kab. Gowa Sulawesi Selatan)
27. Drs. Muh Tamrin, M.Si (Kepala MI Insan Terpadu Cendekia Kota Makassar,
Sulawesi Selatan)
28. Nur Alam, S.Pd (MI Babul Muttaqin Kab. Gowa, Sulawesi Selatan)

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah


72

Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah

Anda mungkin juga menyukai