Anda di halaman 1dari 2

KASUS PELANGGARAN ETIKA KEPERAWATAN

Perawat yang Membantu Aborsi Terancam Hukuman 5,5 Tahun Penjara

Mudjiati, pegawai Puskesmas Peneleh kejahatan dan dapat membahayakan pasien


Surabaya yang menjadi terdakwa kasus aborsi karena Willke (2011) menyatakan bahwa
ilegal terancam hukuman penjara 5.5 tahun aborsi dapat menyebabkan kematian karena
Mudjiati yang dalam kasus ini didakwa infeksi, perdarahan dan perforasi uterus karena
membantu dr Suliantoro Halim (terdakwa lain) ahat ahat yang digunakan untuk tindakan
melakukan aborsi janin dijerat Pasal 348 (1) aborsi.
KUHP No Pasal 56 ke 1 KUHP Pasal 65.
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Non-Maleficence berarti tidak melukai
Penuntut Umum (JPU) Mulyono SH, atau tidak menimbulkan hahaya/cedera bagi
terungkap bahwa tindakan yang dilakukan orang lain. Menurut Johnson (1989) dalam
Mudjiati telah menyalahi praktek kesehatan dalam Suhaemi (2004) menyatakan bahwa
Pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang-Undang prinsip untuk tidak melukai orang lain berbe
Kesehatan. da dan keras daripada prinsip untuk melakukan
yang baik.
Menurut Mulyono, praktek aborsi itu Aborsi me rupakan tindakan penghentian
dilakukan terhadap tiga pasien, yakni Ade Tin kehamilan, dimana jika dilakukan dengan
Suertini, Indriwati Winoto dan Yuni Kristanti. prosedur yang salah dan oleh orang yang tidak
Aborsi terhadap Tin terjadi pada 16 Juni 2007 kompeten maka dapat menyebabkan cedera.
pukul 17.00 WIB sampai dengan 19.30 WIB Pada kasus tindakan aborsi di atas, Perawat
di lokasi praktek dr Halim, JI Kapasari Nomor Mudjati ikut berpe ran dalam tindakan
4 Surabaya. Dalam praktek ini, dr Halim pengguguran dengan mempersiapkan pe
meminta pasien membayar Rp 2 juta, namun ralatan untuk operasi aborsi. Tindakan ini
oleh Tin baru dibayar Rp 100 ribu berpotensi memhahayakan klien dan janin
Peranan Mudjiati dalam kasus ini adalah yang dikandungnya.
membantu memersiapkan peralatan untuk
operasi aborsi dengan cara suction (dihisap)
menggunakan alat spet 50 cc. & kquo; Adanya
aborsi ini diperkuat dengan visum et repertum
Nomor 171/11/2007 atas nama Ade dari RS
Bhayangkara Samsoeri Mentojoso," kata
Mulyono.
(sumber : http://www.surva.co.id/web)

Analisis kasus
Menurut Ascension Health (2011)
prinsip beneficence adalah prinsip yg pertama
dalam prinsip moral yaitu melakukan kebaikan
dan mencegah atau menghilangkan kejahatan
atau baha ya. Dalam kasus ini perawat yang
ikut serta dalam pelaksanaan aborsi sudah jelas
bahwa perawat tersebut telah melanggar
prinsip beneficence yaitu tidak mencegah
dokter mupun pasien untuk melakukan aborsi
ilegal merupakan tindakan pidana, dan secara
langsung perawat tersebut membantu dalam
Konsekuensi tindakan aborsi
Tindakan aborsi tersebur mclanggar
hukum pasal 3-46 KUHP
"Seorang wanita yang sengaja menggugurkan
atau mematikan kandungannya atau menyuruh
orang lain untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun".
Tindakan yang Perawat Mudjiati lakukan
melanggar Kepmenkes RI No.
1239/Menkes/SK/X1/2001
Pasal 16 _ melakukan praktik kepera watan
tidak sesui dengan kewajiban perawat yaitu
tidak memberikan informasi kepada klien.
Pasal 17 : praktik keperawatan tidak
sesuai dengan kewenangan, pendidikan, dan
pengalaman.
Pasal 37 :
1. Perawat yang melanggar ketentuan
praktik keperawatan dikenakan sanksi
administratif sebagai berikut :
• untuk pelanggaran ringan,
pencaburan izin selama-lamanya 3
(tiga) bulan.
• untuk pelanggaran sedang,
pencabutan izin selan-lamanya 6
(enam) bulan.
• Untuk pelanggaran berat,
pencabutan izin selama-lamanya 1
(satu) tahun.

2. Penetapan pelanggaran sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) didasarkan
atas motif pelanggaran serta situasi
setempat.

Tindakan yang Perawat Mudjiati


lakukan juga menyalahi praktek kesehatan
Pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang-Undang
Kesehatan mengenai tindakan aborsi atas
indikasi medis. Diposkan oleh nden svit-kona
di 20:38 0 komentar

Anda mungkin juga menyukai