Anda di halaman 1dari 23

ALIANSI MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN

SENAT KEMA FIKP-UH | BEM FMIPA UNHAS | SEMA FEB-UH | BEM KEMA FAPERTA
UNHAS | BE KEMAHUT SI-UNHAS | SEMA KEMA FAPET-UH | BEM KEMAFAR-UH | BEM
KEMA FISIP UH | KMFIB UNHAS | BEM HUKUM UNHAS | FEDERASI MAHASISWA
UNHAS
Sekretariat: Jl.Perintis Kemerdekaan KM.10
Email: aliansimahasiswaunhas@gmail.com cp: Lucy (085342038074)
ALIANSI MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SENAT KEMA FIKP-UH | BEM FMIPA UNHAS | SEMA FEB-UH | BEM KEMA FAPERTA
UNHAS | BE KEMAHUT SI-UNHAS | SEMA KEMA FAPET-UH | BEM KEMAFAR-UH | BEM
KEMA FISIP UH | KMFIB UNHAS | BEM HUKUM UNHAS | FEDERASI MAHASISWA
UNHAS
Sekretariat: Jl.Perintis Kemerdekaan KM.10
Email: aliansimahasiswaunhas@gmail.com cp: Lucy (085342038074)

KERTAS POSISI
Aliansi Mahasiswa Unhas Terhadap Akses Pendidikan Tinggi
(Studi Kasus Pada Biaya UKT Unhas ditengah Pandemi Covid-19 dan mewujudkan langkah
alternatif menuju #UnhasGratiskanUKT dan #PendidikanTinggiGratis dengan
#MogokBayarUKT)

Tulisan ini hadir melatarbelakangi problematika Pendidikan Tinggi ditengah Pandemi


Covid-19 dan selanjutnya akan digunakan sebagai rumus dalam menuntun arah kebijakan yang
seharusnya dikeluarkan oleh Universitas Hasanuddin, maupun institusi terkait. Problematika ini
tidak salah lagi menyangkut seputar akses warga negara terhadap Pendidikan Tinggi. Namun
yang perlu kami menggarisbawahi bahwa akses terhadap pendidikan tinggi adalah persoalan
yang harus dilihat secara struktural dan historis. Artinya, mahalnya biaya yang harus dikeluarkan
oleh masyarakat merupakan permasalahan yang disebabkan oleh gagapnya relasi institusional
negara dan secara historis sudah terjadi jauh sebelum Pandemi Covid-19. Maka dari itu penting
bagi kami membagi pokok bahasan agar permasalahan ini dapat lebih mudah dilihat ke pokok
permasalahan.

Bagian pertama, kami akan melirik kembali persoalan liberalisasi pendidikan tinggi di
Indonesia. Bagian kedua kami akan memperlihatkan Paradoksial relasi institusional Negara
dalam menjaga pendidikan tinggi tetap eksklusif ditengah Pandemi Covid 19 serta kajian internal
lembaga kemahasiswaan di Unhas. Terakhir pada bagian ketiga, kami akan memaparkan apa
yang semestinya kita lakukan secara kolektif.

BAGIAN 1:
LIBERALISASI PENDIDIKAN TINGGI

Kebijakan dan pembangunan merupakan sebuah konsep yang memiliki kaitan erat
dengan proses peningkatan kualitas hidup manusia. Sementara pembangunan adalah konteks
dimana kebijakan beroperasi. 1 Disamping itu, kebijakan yang merujuk pada kerangka kerja
pembangunan memberikan pedoman bagi pengimplementasian tujuan-tujuan pembangunan ke
dalam beragam program dan proyek. Salah satu bentuk kebijakan dan pembangunan yang terkait
untuk meningkatkan kualitas hidup manusia adalah kebijakan tentang Pendidikan. 2

Setelah mengetahui bahwa pembangunan (konteks) adalah sebuah wadah dimana


kebijakan (konten) dikeluarkan, dengan berarti setiap kebijakan akan ikut dengan proyeksi

1
Daelami, “Implementasi kebijakan pendidikan tinggi: Pelaksanaan reformasi pendidikan tinggi di Indonesia”, Jurnal
Ilmiah Niagara Vol. VIII No. 2, Desember 2016
2
Ibid.
ALIANSI MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SENAT KEMA FIKP-UH | BEM FMIPA UNHAS | SEMA FEB-UH | BEM KEMA FAPERTA
UNHAS | BE KEMAHUT SI-UNHAS | SEMA KEMA FAPET-UH | BEM KEMAFAR-UH | BEM
KEMA FISIP UH | KMFIB UNHAS | BEM HUKUM UNHAS | FEDERASI MAHASISWA
UNHAS
Sekretariat: Jl.Perintis Kemerdekaan KM.10
Email: aliansimahasiswaunhas@gmail.com cp: Lucy (085342038074)

beserta indikator-indikator sebuah pembangunan bangsa. International monetary funds (IMF) dan
World Bank (WB) menjadi satu- satunya lembaga keuangan internasional yang bertugas sebagai
penyokong dana negara-negara pinggiran (berkembang) tampaknya telah menjadi penjajah baru
bagi negara-negara berkembang.3

Hal di atas dapat ditinjau dari perspektif dependensi yang dapat ditafsirkan bahwa negara-
negara yang berada dibalik IMF adalah negara-negara pemilik modal. Mereka menjadikan
negara-negara dunia ketiga sebagai negara satelitnya (periphery),4 yang membuat negara-
negara berkembang menjadi objek ekspansi modal sekaligus membuat negara dunia ketiga
menjadi bergantung kepada negara maju. Secara historis, jika kolonialisme, atau era dimana
produksi komoditas secara massal oleh negara-negara kapitalis terjadi dalam bentuk kekerasan
dan pemaksaan, maka pada tahap kedua ini disebut dengan neo-kolonialisme, atau situasi
dimana modus penjajahan dilakukan melalui penjajahan ideologi dan teoritik, dan terakhir,
eksploitasi dilakukan melalui tahapan globalisasi. 5

Konsep globalisasi bahkan jauh-jauh hari telah dipersiapkan sebagai antisipasi krisis di
kemudian hari dan sekaligus sebagai model produksi baru bagi Kapitalisme Internasional. Demi
terus mengeksploitasi negara-negara pinggiran, lalu para ilmuwan social berkumpul
mengembangkan teori tentang modernisasi (development).6 Gagasan inilah kemudian yang
dijadikan doktrin kepada negara-negara berkembang memandang sebuah konsep tentang
pembangunan. Ronald Reagan, Margareth Thatcher dan Milton Friedman yang memfinalisasi
rumusan tersebut menjadi sebuah formulasi yang selanjutnya digunakan untuk memandang
sebuah kesejahteraan sebuah negara beserta cara-cara untuk sampai ke konsep kesejahteraan
itu, semua negara (negara maju maupun berkembang). Pada akhirnya, akan dipaksa untuk
memaknai sebuah literatur yang serupa, menangkap petanda pembangunan menuju
kesejahteraan.

Uraian di atas menjadi hal yang wajar jika kita melihat polarisasi kekuasaan yang harus
berkorespondensi dengan regulasi atau hukum yang ketat, untuk menjaga kekuasaan itu tetap
terjaga. Lindsay (2007) mereview kepada kita bagaimana Foucault menjelaskan sebuah
masyarakat pra-modern, dimana hukum dianggap sebagai perpanjangan langsung dari
kehendak kedaulatan, dengan demikian pada saat itu orang-orang yang melanggar hukum tidak
hanya melanggar korban langsung, melainkan menyerang raja itu sendiri, maka dari itu raja
berhak mengambil apa saja, termasuk kehidupan warganya ketika mereka menjadi ancaman

3
Siti, “IMF dalam perspektif teori dependensi dan perubahan sosial”, Jurnal Makna, Volume 4, No.2, 2013-2014
4 Ibid.
5 Ahmad Ridwan, “IMF dan Ilusi Pembangunan”, https://indoprogress.com/2018/10/imf-dan-ilusi-pembangunan/
6 Ibid.
ALIANSI MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SENAT KEMA FIKP-UH | BEM FMIPA UNHAS | SEMA FEB-UH | BEM KEMA FAPERTA
UNHAS | BE KEMAHUT SI-UNHAS | SEMA KEMA FAPET-UH | BEM KEMAFAR-UH | BEM
KEMA FISIP UH | KMFIB UNHAS | BEM HUKUM UNHAS | FEDERASI MAHASISWA
UNHAS
Sekretariat: Jl.Perintis Kemerdekaan KM.10
Email: aliansimahasiswaunhas@gmail.com cp: Lucy (085342038074)

langsung terhadap otoritasnya.7 Semua yang terikat dalam hubungan kekuasaan memiliki
sumber daya untuk mematenkan posisi dan menggunakan kekuatannya, hal inilah yang disebut
dengan sovereign power (kekuasaan kedaulatan).8

Ekonomi sebagai basis struktur, Neoliberalisme sebagai paham baru mengisi basis
struktur tersebut. Dalam bidang politik (kehidupan demokrasi), seseorang memiliki kebebasan
yang luas untuk memilih dan dipilih, berpendapat, berserikat dan berorganisasi. 9 Di bidang
ekonomi seseorang bebas memperkaya diri dengan kerja kerasnya dan bebas berusaha apa saja
sepanjang pasar menghendakinya.10 Pada akhirnya, sistem ini dipakemkan dalam Washington
Consensus yang melahirkan 4 kebijakan, diantaranya : (1) pelaksanaan kebijakan anggaran
ketat, termasuk penghapusan subsidi negara dalam berbagai bentuknya, (2) pelaksanaan
liberalisasi sektor keuangan, (3) pelaksanaan liberalisasi sektor perdagangan dan (4)
pelaksanaan privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 11

Tentu saja bergulirnya paham ini tidak lepas dari perkembangan industri yang ditandai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu masif. Perkembangan ini
berangsur memasuki segala sektor, termasuk Pendidikan. Hal di atas dapat ditinjau sejak World
Trade Organization (WTO) memprakarsai General Agreement on Trades in Service (GATS) yang
pada akhirnya menyebabkan terprivatisasinya sektor pendidikan, khususnya Pendidikan Tinggi. 12
Hal ini terjadi karena Pendidikan Tinggi juga dimasukkan sebagai komoditas dalam objek yang
diperdagangkan.13 Secara praktis, hal ini akan membuat persaingan antar perguruan tinggi,
konsekuensinya biaya yang semakin mahal dan berakibat warga negara akan semakin sulit untuk
mengakses Pendidikan di negeri sendiri. 14

Semua paket kebijakan tersebut berlangsung dalam skema besar dan khas dari desain
Bank Dunia dalam kebijakan Structural Adjustment Program (SAP).15 Para pengamat melihat
bahwa pilihan pada kebijakan neoliberal sebenarnya merupakan bentuk resurjensi ekonomi-
politik yang kembali mengulang pola-pola relasi masa silam antara entitas negara dan struktur
eksternal yang semakin solid, koheren, dan hegemonik. 16 Salah satu karakteristik penting dari
hegemoni Amerika Serikat pasca Perang Dingin adalah kontrol terhadap negara-negara

7 Lindsay, “Death, power and body: A Bio-political Analysis of death and dying”, Master of arts in political science,
2007.
8 Ibid.
9 Tajudin, “Liberalisasi Pendidikan: sebuah wacana kontroversial”, Jurnal visi ilmu pendidikan Vol.1, No.1, 2009.
10 Ibid.
11 Ibid.
12 Wayu, “Liberalisasi Pendidikan Tinggi di Indonesia”, Jurnal Dialektika Publik Vol.II, No. 1, 2016.
13 Ibid.
14 Daelami, “Implementasi kebijakan pendidikan tinggi: Pelaksanaan reformasi pendidikan tinggi di Indonesia”, Jurnal

Ilmiah Niagara Vol. VIII No. 2, Desember 2016


15 Ade, “Strukturisasi Norma: Pengarusutamaan gagasan neoliberal dalam pembangunan di negara pasca-kolonial

(pengalaman Amerika Latin dan Asia”, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. XV, No. 3, Maret 2012
16 Ibid.
ALIANSI MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SENAT KEMA FIKP-UH | BEM FMIPA UNHAS | SEMA FEB-UH | BEM KEMA FAPERTA
UNHAS | BE KEMAHUT SI-UNHAS | SEMA KEMA FAPET-UH | BEM KEMAFAR-UH | BEM
KEMA FISIP UH | KMFIB UNHAS | BEM HUKUM UNHAS | FEDERASI MAHASISWA
UNHAS
Sekretariat: Jl.Perintis Kemerdekaan KM.10
Email: aliansimahasiswaunhas@gmail.com cp: Lucy (085342038074)

berkembang yang dilakukan secara proyektif dan tidak langsung dengan jalan mengontrol
lembaga-lembaga keuangan internasional yang mendesain kebijakan pemulihan ekonomi pasca
krisis di sejumlah kawasan. Amerika Serikat mengendalikan negara berkembang kemudian
menuntunnya untuk melakukan pendalaman integrase dengan rezim ekonomi dan perdagangan
global.17

Selepas tahun 1990, kurang lebih terdapat 85 negara yang mendapat pinjaman langsung
dari WTO untuk Pendidikan, sebesar 27% dari pendanaan eksternal dan 40% dari total bantuan
untuk Pendidikan melalui organisasi internasional.18 Hal ini kemudian yang mengharuskan
adanya sebuah standar yang berdampak kepada kesamaan sistem pendidikan, batas-batas
partisipasi pemerintah, dan bagaimana partisipasi masyarakat. Pendidikan pada akhirnya juga
telah berubah fungsi menjadi produk sebuah korporasi.19 Setiap institusi pendidikan akan
berlomba-lomba mencapai standar yang ditetapkan dan akan berkonsekuensi pada reproduksi
kelas sosial. Pengadopsian konteks standar tanpa adanya sebuah literatur komprehensif melihat
keberagaman struktur sosial kehidupan masyarakat akan semakin memperbesar jurang
kesenjangan, terkhusus jika kita membahas akses Pendidikan.

Konteks inilah yang kurang diperhatikan oleh pemerintah negara-negara berkembang dan
berujung kepada konten kebijakan yang tidak menyelesaikan masalah substansial. Sosiolog
Amerika, Peter L. Berger melihat bahwa pembangunan yang dilandasi oleh ideologi kapitalis
menyembunyikan sebuah mitos. Dalam Pyramids of Sacrifice-nya, Berger menjelaskan bahwa
mitos tersebut sering digunakan dan selalu dicoba untuk direalisasikan dalam tindakan kolektif
yang nyata serta menjanjikan suatu masa depan cerah yang harus dilunasi sekarang dengan
korban-korban manusia, namun janji-janji tersebut tidak ada jaminannya akan terwujud di masa
depan.20 Mitos inilah yang menjadi perangkap dalam pembuatan kebijaksanaan.

Dapat diperhatikan di Indonesia sendiri setelah meratifikasi keikutsertaan di dalam GATS


maka Indonesia melakukan deregulasi di bidang pendidikan melalui undang undang dan
peraturan pemerintah seperti Peraturan Pemerintah (PP) No.61 tahun 1999 tentang Penetapan
Perguruan Tinggi Negeri Sebagai Badan Hukum, UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, dan UU No.12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Regulasi tersebut
untuk mengakomodir kepentingan pasar global serta membahas mengenai pendanaan
pendidikan tinggi, keikutsertaan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan, pengawasan dari
pemerintah, perguruan tinggi negeri berbadan hukum dan pendirian pendidikan tinggi oleh asing.

17 Ibid.
18 Nanang, “Sekolah publik vs Sekolah Privat dalam wacana kekuasaan, demokrasi dan liberalisasi pendidikan”,
Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2017.
19 Ibid.
20 Oki, “Biaya-biaya manusia dalam era Neoliberal”, Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 1, No. 1, 2012
ALIANSI MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SENAT KEMA FIKP-UH | BEM FMIPA UNHAS | SEMA FEB-UH | BEM KEMA FAPERTA
UNHAS | BE KEMAHUT SI-UNHAS | SEMA KEMA FAPET-UH | BEM KEMAFAR-UH | BEM
KEMA FISIP UH | KMFIB UNHAS | BEM HUKUM UNHAS | FEDERASI MAHASISWA
UNHAS
Sekretariat: Jl.Perintis Kemerdekaan KM.10
Email: aliansimahasiswaunhas@gmail.com cp: Lucy (085342038074)

Hal ini yang menyebabkan akses terhadap pendidikan tinggi yang bersifat inklusif tidak lagi
menjadi wewenang penuh pemerintah pusat.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi
tahun 2019 di Indonesia hanya sebesar 30.28%.21 Angka Partisipasi Kasar atau Gross Enrollment
Ratio (GER) merupakan kelaziman universal dalam menghitung besarnya jumlah masyarakat
yang melanjutkan pendidikan dari suatu jenjang pendidikan tertentu, termasuk APK Perguruan
Tinggi. Angka Partisipasi Kasar Perguruan Tinggi merupakan persentase jumlah penduduk yang
sedang kuliah di perguruan tinggi terhadap jumlah penduduk usia kuliah (19-23 tahun).22
Rendahnya angka partisipasi masyarakat ke perguruan tinggi penyebab utamanya dikarenakan
tingginya biaya pendidikan. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Modul
Sosial Budaya dan Pendidikan 2018, rata-rata total biaya pendidikan nasional tingkat Perguruan
Tinggi tahun ajaran 2017/2018 mencapai Rp 15,33 juta.23

Secara lebih khusus UU No 12 Tahun 2012 juga akan melegitimasi pengelolaan bidang
akademik dan non akademik secara otonom. Kemudian diatur lebih detail melalui PP No. 4 tahun
2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi yang
membagi pola penyelenggaraan perguruan tinggi negeri (PTN) menjadi tiga yakni: PTN dengan
pola pengelolaan keuangan negara (PTN-Satker), PTN pola pengelolaan keuangan badan
layanan umum (PTN-BLU) dan PTN pola pengelolaan sebagai badan hukum (PTN-BH).
Perbedaan mendasar pola pengelolaan PTN-BH dengan PTN-BLU dan PTN-Satker dapat dilihat
dari tata kelola dan pengambilan keputusan secara mandiri. Secara khusus PTN-BH diberikan
kewenangan untuk menetapkan tarif biaya pendidikan, berwenang mengangkat dan
memberhentikan sendiri dosen dan tenaga pendidik, berwenang mendirikan badan usaha dan
mengembangkan dana abadi bahkan berwenang membuka atau menutup program studi sesuai
dengan permintaan pasar. Pembentukan perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN-BH)
memungkinkan berkurangnya bahkan menghilangkan tanggung jawab negara dalam pemenuhan
hak warga negara atas pendidikan tinggi. Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH)
kemudian dituntut untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan operasional. Dengan demikian,
universitas dapat mencari dana dari sumber-sumber privat, diantaranya berasal dari biaya
pendidikan yang dibayarkan mahasiswa salah satunya ialah penerapan uang pangkal.

Universitas Hasanuddin yang sejak 2015 ditetapkan sebagai PTN-BH dan berjalan
sepenuhnya pada 2017 terus mengalami kenaikan dalam hal pendapatan layanan pendidikan
yang tidak salah lagi didapatkan dari biaya yang harus dikeluarkan oleh mahasiswa setiap

21 https://www.bps.go.id/dynamictable/2018/07/11/1522/angka-partisipasi-kasar-apk-perguruan-tinggi-pt-menurut-
provinsi-2015-2019.html. Diakses 11 Agustus 2020.
22 Laporan Kinerja 2018, Kementrian Riset Teknologi dan pendidikan Tingi, 2018, hlm.28.
23 https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/07/10/berapa-rerata-biaya-kuliah-di-Indonesia. Diakses 7 Juli

2020.
ALIANSI MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SENAT KEMA FIKP-UH | BEM FMIPA UNHAS | SEMA FEB-UH | BEM KEMA FAPERTA
UNHAS | BE KEMAHUT SI-UNHAS | SEMA KEMA FAPET-UH | BEM KEMAFAR-UH | BEM
KEMA FISIP UH | KMFIB UNHAS | BEM HUKUM UNHAS | FEDERASI MAHASISWA
UNHAS
Sekretariat: Jl.Perintis Kemerdekaan KM.10
Email: aliansimahasiswaunhas@gmail.com cp: Lucy (085342038074)

periodenya yang kemudian berbanding terbalik dengan pendapatan dari APBN. Bahkan pada
laporan keuangan 2019 memperlihatkan pendapatan dari layanan pendidikan dengan APBN
sudah hampir setara, hal tersebut memperlihatkan bahwa pendanaan pendidikan tinggi secara
bertahap akan dialihkan ke masyarakat dan mengafirmasi bahwa pendidikan tinggi semakin
diliberalisasi khususnya di Universitas Hasanuddin.

Berikut diagram perbandingan pendapatan yang berhasil kami rangkum:

Biaya Pendidikan terus melonjak yang tidak sebanding dengan total pendapatan
ditambah beban konsumsi yang berbeda-beda setiap rumah tangga di masing-masing wilayah
menjadi letak kekeliruan dari kebijakan pendidikan tinggi. Standarisasi yang keliru sejak awal
membuat PTN akan semena-mena juga dalam menentukan golongan UKT setiap Mahasiswa.
Hal ini akan berkonsekuensi juga pada sistem distribusi silang yang selama ini dikumandangkan
oleh PTN akan menjadi sia-sia. Narasi ini semakin menegaskan bahwa privatisasi Pendidikan di
era Kapitalisme Global justru telah menggali lubang kesenjangan semakin lebih dalam. PTN yang
seharusnya dapat dimonitor oleh negara secara langsung untuk mewujudkan kecerdasan dan
kemandirian bangsa, sekarang telah bergeser mengikuti logika pasar. Uraian diatas akan
menjawab juga sebagian alasan banyaknya Perguruan Tinggi Swasta (PTS) hadir di negeri ini.
Liberalisasi Pendidikan tinggi bukan sekedar subversi kepentingan modal atas institusi
Pendidikan. Lebih dari itu, ia juga merupakan subversi atas praktik berpengetahuan yang
dilakukan di area produksi pengetahuan paling vital: kampus. 24 Tak berhenti sampai di situ,
kesenjangangan ini nampaknya semakin ingin dipatenkan melalui konsep kampus merdeka.

24 Daelami, “Implementasi kebijakan pendidikan tinggi: Pelaksanaan reformasi pendidikan tinggi di Indonesia”, Jurnal
Ilmiah Niagara Vol. VIII No. 2, Desember 2016
ALIANSI MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SENAT KEMA FIKP-UH | BEM FMIPA UNHAS | SEMA FEB-UH | BEM KEMA FAPERTA
UNHAS | BE KEMAHUT SI-UNHAS | SEMA KEMA FAPET-UH | BEM KEMAFAR-UH | BEM
KEMA FISIP UH | KMFIB UNHAS | BEM HUKUM UNHAS | FEDERASI MAHASISWA
UNHAS
Sekretariat: Jl.Perintis Kemerdekaan KM.10
Email: aliansimahasiswaunhas@gmail.com cp: Lucy (085342038074)

BAGIAN II:
Paradoksial relasi institusional Negara; menjaga pendidikan tetap eksklusif ditengah
Covid-19

Baru saja kita sudah melihat permasalahan mendasar yang sudah berlangsung selama
dua dekade pada pendidikan tinggi di Indonesia, sudah saatnya melihat kegagapan institusi
dalam mengeluarkan konten-konten kebijakan yang juga tidak terlepas dari kerangka logika
kapitalistik di tengah kesulitannya masyarakat pada tragedi abad ke-21 yakni Pandemi Covid-19.
Pada bagian kedua ini tentu saja kita harus melihat permasalahan ini secara menyeluruh dengan
tetap melihat permasalahan yang terjadi sebagai manifestasi relasi institusional negara menjaga
pendidikan tinggi tetap dalam koridor eksklusifitasnya dan sudah tentu terjadi secara struktural,
artinya relasi-relasi institusional yang lainnya (selain pendidikan) juga ikut berkontribusi dalam
menjaga keterbatasan akses pendidikan.

Jadi, pada bagian kedua ini kami akan mengklaster permasalahan materil yang berimbas
pada kesulitan pendidikan tinggi menjadi beberapa sub bagian diantaranya: Resesi Ekonomi dan
Covid 19, Perkembangan PHK selama Covid-19, Pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja dan
yang terakhir adalah kebijakan institusi pendidikan selama Covid-19 khususnya diskursus
kebijakan UKT di Unhas.

Resesi Ekonomi dan Covid 19

Pasca krisis besar tahun 2009, rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia selama 2010-2018
adalah 3,8. Sementara 9 tahun sebelum krisis besar 2009, yakni 2000-2008, rata-rata
pertumbuhan ekonomi dunia adalah 4,3. Artinya, tingkat pertumbuhan global setelah krisis 2009
ALIANSI MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SENAT KEMA FIKP-UH | BEM FMIPA UNHAS | SEMA FEB-UH | BEM KEMA FAPERTA
UNHAS | BE KEMAHUT SI-UNHAS | SEMA KEMA FAPET-UH | BEM KEMAFAR-UH | BEM
KEMA FISIP UH | KMFIB UNHAS | BEM HUKUM UNHAS | FEDERASI MAHASISWA
UNHAS
Sekretariat: Jl.Perintis Kemerdekaan KM.10
Email: aliansimahasiswaunhas@gmail.com cp: Lucy (085342038074)

tidak pernah kembali sampai ke angka sebelumnya. Perkiraan angka tahun 2019 adalah angka
yang terendah sejak krisis besar 2009.

Adapun pihak yang memperkirakan ancaman resesi global salah satunya adalah
Konferensi PBB mengenai Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD). Dalam laporannya yang
dikeluarkan pada September 2019, dengan mempertimbangkan perlambatan ekonomi yang ada
dan kerentanan lainnya, seperti tingkat utang global yang tinggi, mereka memperkirakan
ancaman resesi global pada 2020.25 Ancaman resesi global yang diperkirakan UNCTAD
sepertinya tidak berlebihan. Meski resesi yang mendalam belum terjadi, tapi resesi global secara
parsial sudah dan sedang terjadi. Ekonom Marxis Michael Roberts menunjukkan bahwa sejak
Oktober 2019 lalu, sudah terjadi resesi global di sektor manufaktur. Untuk menunjukkan resesi
tersebut, Roberts menggunakan data-data Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers
Index disingkat PMI) manufaktur negara-negara G-7 atau yang ekonominya termaju (menurut
IMF).26
PMI adalah indeks yang merangkum kondisi bisnis sebagaimana dilihat oleh para manajer
pembelian, apakah mengembang/ekspansif atau menyusut/kontraksi. Memasuki Oktober 2019,
indeks PMI manufaktur dari sebagian besar negara G-7 sudah berada di bawah angka 50, yang
merupakan ambang batas antara ekspansi dan kontraksi. Penyusutan atau kontraksi aktivitas
manufaktur, menurut Roberts, tidak hanya terjadi di negara-negara G-7. Negara-negara berikut
juga mengalaminya: Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Polandia, Rusia, Singapura, Afrika
Selatan, Korea Selatan, Swedia, Swiss, Turki, dan Taiwan. Hal ini membuat cemas karena
banyak sektor-sektor yang lainnya bergantung pada sektor manufaktur.

Salah satu faktor yang juga membuat ekonomi dunia sekarang sangat rentan dengan
krisis adalah tingginya tingkat hutang. Untuk itu, kita akan melihat data rasio utang terhadap PDB.
Produk Domestik Bruto atau PDB adalah nilai seluruh barang dan jasa yang diproduksi di suatu
negeri. Artinya, kalau jumlah utang suatu negeri sudah di atas 100% PDB-nya, maka seluruh
hasil produksi di negeri itu tidak cukup lagi untuk membayar utang yang ada.

25 Lihat UNCTAD, Trade and development report 2019: Financing a global green new deal,
https://unctad.org/en/pages/Publicationwebflyer.aspkx?publication=2526. Diakses 7 Juli 2020
26 Analisa Roberts beserta data-datanya, bisa dilihat dalam Michael Roberts, “ A global manufacturin recession “

dalam Michael Roberts Blog, https://thenextrecession.wordpress.com/2019/10/01/a-global-manufacturing-recession/.


Diakses 7 Juli 2020
ALIANSI MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SENAT KEMA FIKP-UH | BEM FMIPA UNHAS | SEMA FEB-UH | BEM KEMA FAPERTA
UNHAS | BE KEMAHUT SI-UNHAS | SEMA KEMA FAPET-UH | BEM KEMAFAR-UH | BEM
KEMA FISIP UH | KMFIB UNHAS | BEM HUKUM UNHAS | FEDERASI MAHASISWA
UNHAS
Sekretariat: Jl.Perintis Kemerdekaan KM.10
Email: aliansimahasiswaunhas@gmail.com cp: Lucy (085342038074)

Grafik diatas adalah grafik pada tahun 2018 yang menunjukkan PDB 7 Negara yang
membentuk 60,28% dari PDB seluruh dunia. Grafik diatas menunjukkan hampir seluruh negara
di atas (kecuali Cina) sejak tahun 2009 utang pemerintah sudah diatas 50% dari PDB mereka.
Serta dapat diperhatikan Jepang (dari tahun 2000) dan Amerika (dari tahun 2012) hutangnya
sudah diatas 100% dari PDB. Hampir semua negara di atas, kecuali India, jumlah utangnya sudah
di atas 100% PDB-nya sejak tahun 2000. Artinya, hampir semua negara itu memiliki risiko tinggi
“gagal bayar utang” (default) atau terkena krisis kredit macet. Dan karena ekonomi ke-7 negara
itu membentuk lebih dari 50% ekonomi dunia, krisis di negara-negara tersebut bisa menjadi krisis
global.

Pandemi Covid 19 adalah instrumen yang semakin mendukung percepatan krisis tersebut.
Negara-negara dibawah asuhan paham Neoliberal selain tidak mampu mengobati penyakit yang
sudah inheren pada dirinya juga mengalami kesulitan jika berbicara tentang distribusi pemerataan
kesehatan. Di Indonesia terbitlah Perppu No.1 Tahun 2020 tentang kebijakan keuangan Negara
dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka
menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem
keuangan. Dalam Perppu ini pemerintah setidaknya akan melakukan relaksasi defisit anggaran
sebesar 5,07% dari PDB (Rp. 405,1 T) untuk penanganan Covid-19 dan dalam kelanjutannya
untuk memperbaiki kondisi perekonomian, pemerintah juga akan memberikan pengurangan
pajak terhadap perusahaan-perusahaan.yang berkonsekuensi kepada makin membengkaknya
utang Indonesia.
ALIANSI MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SENAT KEMA FIKP-UH | BEM FMIPA UNHAS | SEMA FEB-UH | BEM KEMA FAPERTA
UNHAS | BE KEMAHUT SI-UNHAS | SEMA KEMA FAPET-UH | BEM KEMAFAR-UH | BEM
KEMA FISIP UH | KMFIB UNHAS | BEM HUKUM UNHAS | FEDERASI MAHASISWA
UNHAS
Sekretariat: Jl.Perintis Kemerdekaan KM.10
Email: aliansimahasiswaunhas@gmail.com cp: Lucy (085342038074)

Perkembangan PHK selama Covid-19

Dampak pandemi Covid-19 tentunya tidak hanya berimbas pada sektor kesehatan publik,
tetapi juga ekonomi serta sektor lainnya. Per 31 Juli 2020 lalu 27, Data pekerja terdampak imbas
Covid-19 yang dihimpun Kementerian Ketenagakerjaan dengan bantuan dari Dinas
ketenagakerjaan Pemda di seluruh Indonesia, menunjukkan secara total baik pekerja formal
maupun informal yang terdampak Covid-19 mencapai lebih dari 3,5 juta orang.

Adapula hasil survei yang dilaporkan dari salah satu lembaga riset dan konsultansi yakni
Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang menunjukkan data PHK di indonesia sudah
mencapai diangka 29 juta orang. Sebelumnya, survei SMRC bertajuk PHK di Masa Covid-19 dan
Sikap Publik terhadap Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang
dirilis pada 29 Juli 2020 menyebut sekitar 15,2% warga mengalami PHK pada masa Covid-19.
Dengan demikian, mengingat terdapat 190 juta orang dewasa, jumlah warga yang terkena PHK
akibat Covid-19 ini sekitar 29 juta orang. Pada tingkat keluarga, sekitar 24.5% warga menyatakan
bahwa ada anggota keluarganya yang mengalami PHK pada masa Covid-1928. Dari 2211
responden yang didapat, daerah yang menunjukkan tingkat PHK tertinggi ditemukan di
DKI+Banten yang mencapai 31%. Sebaliknya, daerah dengan tingkta PHK paling rendah
ditemukan diwilayah sulawesi (2%), jawa timur (4%) dan kalimantan (6%)29.

Di samping itu, survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) terhadap 1.260
responden di 34 provinsi sejak 24 April hingga 2 Mei menunjukkan sebanyak 15,6% pekerja
mengalami PHK dan 40% mengalami penurunan pendapatan, bahkan 7% diantaranya
mengalami penurunan pendapatan hingga 50% banyaknya30.

Omnibus Law Sektor Pendidikan

Pada 13 Februari 2020 Pemerintah Indonesia secara resmi mengajukan Rancangan


Undang Undang (RUU) Cipta Kerja sebagai rancangan undang-undang inisiatif pemerintah31
kepada DPR RI dan saat ini terus dibahas meskipun di tengah kondisi Pandemi. RUU Cipta Kerja
ini menggunakan model Omnibus Law. Dalam teknis penyusunannya, secara subtansi

27 https://money.kompas.com/read/2020/08/04/163900726/imbas-corona-lebih-dari-3-5-juta-pekerja-kena-phk-dan-
dirumahkan?page=all. Diakses 11 Juli 2020.
28
https://nasional.sindonews.com/read/127038/15/banyak-phk-pemerintah-diminta-ubah-bansos-jadi-bantuan-
langsung-tunai-1596866887 Diakses 17 Agustus 2020.
29
https://saifulmujani.com/29-juta-warga-indonesia-mengalami-phk-semasa-pandemi-covid-19/ Diakses 17 Agustus
2020.
30
Lipi.go.id, “survei dampak darurat virus corona terhadap tenaga kerja indonesia”, http://lipi.go.id/siaranpress/survei-
dampak-darurat-virus-corona-terhadap-tenaga-kerja-indonesia/22030 diakses 7 Juli 2020.
ALIANSI MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SENAT KEMA FIKP-UH | BEM FMIPA UNHAS | SEMA FEB-UH | BEM KEMA FAPERTA
UNHAS | BE KEMAHUT SI-UNHAS | SEMA KEMA FAPET-UH | BEM KEMAFAR-UH | BEM
KEMA FISIP UH | KMFIB UNHAS | BEM HUKUM UNHAS | FEDERASI MAHASISWA
UNHAS
Sekretariat: Jl.Perintis Kemerdekaan KM.10
Email: aliansimahasiswaunhas@gmail.com cp: Lucy (085342038074)

rancangan ini memuat perubahan, penghapusan, dan pembatalan atas 79 undang-undang.


Meliputi sebelas klaster bidang kebijakan, salah satunya klaster penyederhanaan perizinan yang
turut menderegulasi pengaturan terkait penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Regulasi yang
mengalami perubahan dalam bidang pendidikan ialah Undang-Undang No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi.

Perubahan ketentuan kedua undang-undang tersebut diantaranya mengatur tentang:


Penghapusan kewajiban prinsip nirlaba dalam penyelenggaraan pendidikan; Hal ini dapat dilihat
dari perubahan dan/atau penghapusan Pasal 53 UU 20/2003, Pasal 60 (2), Pasal 63 dan Pasal
90 (4) UU 12/2012 dalam RUU Cipta Kerja. Perubahan pasal tersebut menggeser prinsip nirlaba
yang sebelumnya merupakan sebuah kewajiban, menjadi tidak wajib atau norma fakultatif.
Dalam Naskah Akademik RUU Cipta Kerja alasan menghapus kewajiban tersebut adalah untuk
membuka investasi pada sektor pendidikan dan dapat mengakomodir satuan pendidikan yang
berprinsip non-nirlaba. Hanya saja, prinsip nirlaba penting untuk menekankan bahwa setiap
kegiatan yang dilakukan, penyelenggara pendidikan tidak bertujuan untuk mencari keuntungan,
jika terdapat keuntungan seluruhnya harus digunakan untuk meningkatkan kapasitas dan/atau
mutu layanan pendidikan tersebut.32 Penghapusan kewajiban prinsip nirlaba akan berefek
domino pada meluasnya jurang ketidaksetaraan atau kesenjangan pendidikan antar peserta didik
yaitu mengakibatkan lembaga atau badan hukum pendidikan dapat membebankan biaya yang
berlebihan pada peserta didik dengan dalih prinsip nirlaba tidak lagi diwajibkan. Akibatnya
masyarakat menengah kebawah berisiko tidak mendapat akses untuk mendapatkan pendidikan
yang setara dan berkualitas karena tidak dapat membayar dengan harga yang tinggi. 33

Mempermudah penyelenggaraan lembaga pendidikan asing; Hal ini dapat dilihat dari
perubahan dan/atau penghapusan Pasal 65 (1) & (4) UU 20/2003 dan Pasal 60 (2) & (4) UU
12/2012 dalam RUU Cipta Kerja. Perubahan ketentuan pasal tersebut menghilangkan beberapa
kewajiban bagi lembaga pendidikan asing diantaranya ialah: bekerjasama dengan lembaga
pendidikan dalam negeri, berprinsip nirlaba, terakreditasi dan diakui di negara asalnya serta
mengutamakan dosen dan tenaga kependidikan lokal. Dengan demikian, pemerintah
memberikan jaminan dan keleluasan kepada investor untuk menanamkan modalnya pada sektor
pendidikan dengan memangkas beberapa kewajiban serta memapankan hegemoni bahwa
pendidikan itu bukan lagi hak warga negara melainkan barang privat yang legal-etis untuk
diperjualbelikan. Seturut dengan hal tersebut, Galih dalam bukunya Politik Pendidikan
mengatakan bahwa sejak para ekonom dunia membagi kegiatan usaha ke dalam tiga sektor
yakni, sektor primer (ekstraksi hasil pertambangan dan minyak), sektor sekunder (mengolah

32
Manifesto Pendidikan Tinggi Gratis, Federasi Mahasiswa Universitas Hasanuddin, 2020, Hlm.16.
33
OMNIBUS[UK] LAW SEKTOR PENDIDIKAN: Merusak Yang Sudah Rusak, Serikat
Mahasiswa Progresif Universitas Indonesia, 2020, hlm. 23.
ALIANSI MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SENAT KEMA FIKP-UH | BEM FMIPA UNHAS | SEMA FEB-UH | BEM KEMA FAPERTA
UNHAS | BE KEMAHUT SI-UNHAS | SEMA KEMA FAPET-UH | BEM KEMAFAR-UH | BEM
KEMA FISIP UH | KMFIB UNHAS | BEM HUKUM UNHAS | FEDERASI MAHASISWA
UNHAS
Sekretariat: Jl.Perintis Kemerdekaan KM.10
Email: aliansimahasiswaunhas@gmail.com cp: Lucy (085342038074)

bahan dasar dasar menjadi barang jadi), dan sektor tersier (mencakup industri untuk
mengubah wujud baik berupa physical service, human service, maupun information and
communication service) yang telah membuat Pendidikan masuk kedalam sektor usaha jasa
karena pendidikan dapat mengubah orang yang tidak berpengetahuan dan berketerampilan
menjadi orang yang berpengetahuan dan berketerampilan.34

Kebijakan institusi pendidikan selama Covid-19 dan imbasnya terhadap


Mahasiswa

Sejak Pandemi Covid 19 masuk ke Indonesia setidaknya dapat ditemukan beberapa


kebijakan baik yang mengatur mekanisme pembelajaran maupun mekanisme pembayaran,
khususnya pembayaran uang semester. Dibalik dari ketidaksiapan Indonesia dalam melakukan
adaptasi mekanisme pembelajaran jarak jauh menggunakan media Daring dalam surat edaran
mendikbud nomor 239/E.E2/DT/2020, terdapat permasalahan yang lebih fundamental yakni
respon pemerintah pusat dalam kebijakan Permendikbud No. 25 Tahun 2020 tentang Standar
Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan
Kementerian dan Kebudayaan. Kebijakan tersebut sekaligus mencabut 2 peraturan yakni
Permenristekdikti No 39 tahun 2017 tentang tentang biaya kuliah tunggal dan uang kuliah tunggal
pada perguruan tinggi negeri di lingkungan Kemenristekdikti dan Permenristekdikti No. 30 Tahun
2019 tentang standar satuan biaya operasional pendidikan tinggi.

Pada umumnya, kebijakan tersebut mengubah/menyisipkan beberapa ketentuan terkait


uang kuliah tunggal (UKT) yang sejak awal dikeluhkan oleh mahasiswa terlebih dalam kondisi
Pandemi Covid-19, namun ketentuan tersebut kami anggap gagal melihat kondisi objektif yang
terjadi (berdasarkan pemaparan sebelumnya terkait resesi ekonomi dan PHK) sehingga tidak
dapat mengakomodir kebutuhan seluruh mahasiswa. Hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan
pengajuan pembebasan, pengurangan, perubahan, pengangsuran pembayaran UKT hanya bagi
mahasiswa yang mengalami penurunan kemampuan ekonomi (Pasal 9 ayat 4) dan pemotongan
50% UKT hanya ditujukan bagi Mahasiswa semester 9 yang mengambil kurang dari sama
dengan 6 satuan kredit semester (Pasal 9 ayat 2) padahal dampak pandemi Covid 19 ini terjadi
secara makro dan berdampak ke seluruh Mahasiswa tanpa terkecuali. Kondisi tersebut
diperparah dengan tidak adanya kriteria yang jelas tentang “penurunan kemampuan ekonomi
mahasiswa” sehingga kriterianya bebas diatur oleh perguruan tinggi masing-masing dan tentunya
berpotensi besar terjebak dalam hal-hal yang bersifat birokratis dan administratif yang kompleks.
Kebijakan ini tak ubahnya merupakan bentuk lepas tangan negara dalam menjamin hak atas
pendidikan warga negara dikarenakan hal-hal yang diatur masih sangat umum dan seakan
diberikan keleluasan kepada perguruan tinggi untuk mengambil kebijakan masing-masing. Selain

34
Galih.R.N Putra, 2016, Politik Pendidikan,Jakarta:Yayasan Obor Indonesia
ALIANSI MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SENAT KEMA FIKP-UH | BEM FMIPA UNHAS | SEMA FEB-UH | BEM KEMA FAPERTA
UNHAS | BE KEMAHUT SI-UNHAS | SEMA KEMA FAPET-UH | BEM KEMAFAR-UH | BEM
KEMA FISIP UH | KMFIB UNHAS | BEM HUKUM UNHAS | FEDERASI MAHASISWA
UNHAS
Sekretariat: Jl.Perintis Kemerdekaan KM.10
Email: aliansimahasiswaunhas@gmail.com cp: Lucy (085342038074)

itu, kebijakan ini sangat minim perspektif dampak Pandemi Covid-19 terhadap kondisi materil
mahasiswa.

SK Rektor Unhas mengenai Keringanan dan Penyesuaian

Pasca disahkannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 25 Tahun 2020
yang berlaku untuk seluruh Perguruan Tinggi Negeri di bawah Kemendikbud dalam rangka
penyesuaian biaya operasional Pendidikan tinggi terhadap Pandemi Covid-19, Unhas pada
akhirnya mengeluarkan dua Surat Keputusan. Surat keputusan pertama dengan Nomor
3260/UN4.1/KEP/2020 tentang Pemberian Peringanan Pembayaran Uang Kuliah Tunggal Bagi
Mahasiswa Program Sarjana Universitas Hasanuddin Pada Semester Awal Tahun Akademik
2020/2021 pada tanggal 24 Juni 2020. Sedangkan surat berikutnya dengan Nomor
3329/UN4.1/KEP/2020 tentang penetapan penyesuaian kelompok tarif uang kuliah tunggal bagi
mahasiswa program sarjana Universitas Hasanuddin yang orangtua/wali atau pihak lain yang
membiayai mengalami kesulitan ekonomi pada tanggal 2 Juli 2020.

Dalam bahasan penyesuaian UKT Surat Keputusan Rektor No. 3329/UN4.1/KEP/2020


dapat dianalisa bahwa aturan tersebut berpotensi besar bisa menghadirkan interpretasi subjektif
dalam menerjemahkan penempatan penyesuaian UKT Mahasiswa Semester awal 2020/2021.
Hal ini dikarenakan tidak adanya bahasan cukup detail yang tertuang dalam regulasi tersebut
yang membicarakan “kriteria penilaian verifikator” terhadap surat permohonan yang diajukan
Mahasiswa. Hal ini dapat dilihat pada bagian keempat SK Rektor No. 3329/UN4.1/KEP/2020 “Tim
Verifikasi atas permohonan penyesuaian kelompok UKT memberikan penilaian dan rekomendasi
untuk memperoleh pertimbangan Rektor”.35 Artinya meskipun kriteria kesulitan telah terpenuhi
(meninggal dunia, sakit permanen, PHK, pensiun, perusahaan pailit dan bencana alam) dan
segala mekanisme prosedural yang harus dipenuhi sebagai syarat penyesuaian UKT, namun
penyesuaian UKT mahasiswa selanjutnya masih harus diverifikasi secara subjektif oleh
verifikator yang berasal dari Universitas. Konsekuensinya, meskipun pihak Mahasiswa sudah
melengkapi segala persyaratan administratif pengajuan dengan kriteria kesulitan ekonomi yang
tersebutkan pada SK tersebut, namun berkas pengajuan Mahasiswa masih berpeluang besar
dikembalikan atau tidak diterima sebagai persyaratan logis terhadap penyesuaian UKT.

Tidak berhenti sampai disitu SK yang mengatur tentang penyesuaian kelompok UKT ini
seperti kita ketahui bersama merupakan sebuah turunan dari Permendikbud No. 25 Tahun 2020
(sebelumnya Permen 39 Tahun 2017) yang seharusnya tidak lagi menggunakan bahasa yang
umum dalam menyesuaikan penetapan golongan UKT. Problematika penggolongan UKT
sebenarnya persoalan yang sudah cukup lama dipertanyakan objektivitasnya dalam mengukur
pendapatan ekonomi yang hanya berdasar pada pendapatan dan jumlah tanggungan keluarga

35 Keputusan Rektor Universitas Hasanuddin No. 3329/UN4.1/KEP/2020, bagian (Keempat)


ALIANSI MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SENAT KEMA FIKP-UH | BEM FMIPA UNHAS | SEMA FEB-UH | BEM KEMA FAPERTA
UNHAS | BE KEMAHUT SI-UNHAS | SEMA KEMA FAPET-UH | BEM KEMAFAR-UH | BEM
KEMA FISIP UH | KMFIB UNHAS | BEM HUKUM UNHAS | FEDERASI MAHASISWA
UNHAS
Sekretariat: Jl.Perintis Kemerdekaan KM.10
Email: aliansimahasiswaunhas@gmail.com cp: Lucy (085342038074)

Mahasiswa36 tanpa transparansi penggolongan yang dapat diakses oleh publik. Artinya dalam
mengklasifikasikan mahasiswa kedalam golongan tertentu dalam pembiayaan UKT bisa saja
terdapat kepentingan-kepentingan tertentu diluar dari kepentingan penyesuaian kemampuan
mahasiswa. Tidak adanya metode penggolongan UKT yang jelas dapat berakibat pada
kekeliruan dalam pengambilan keputusan.

Hal yang selalu terjadi yakni pimpinan Universitas selalu kesulitan dalam menentukan unit
cost dan sulitnya mengatur kategori indeks penilaian dalam penetapan UKT 37 . Hal ini tentu
disebabkan karena tidak adanya mekanisme yang baku dalam model penempatan mahasiswa
terhadap golongan UKT tertentu, jadi setiap PTN bebas dalam menentukan mekanismenya
sendiri. Terlebih lagi di Unhas sendiri hal-hal seperti di atas masih sulit untuk diakses
informasinya. Jadi, sejauh ini dapat dikatakan bahwa penyesuaian UKT yang hanya
menambahkan spesifikasi seperti pada SK Rektor No. 3239/UN4.1/KEP/2020 Bagian Kesatu
yang berbunyi “meninggal dunia, sakit permanen, PHK, pensiun, perusahaan pailit dan bencana
alam” dalam pengimplementasinnya bisa saja penyesuaian tersebut tetap tidak tepat sasaran
dalam menjawab kesulitan Mahasiswa dalam pembayaran UKT Mahasiswa semester-semester
yang mendatang. Jadi, sampai disini dapat dikatakan bahwa Surat Keputusan Rektor No.
3329/UN4.1/KEP/2020 masih tidak cukup efektif dalam menjawab permasalahan yang dihadapi,
disamping karena kecenderungan subjektifitas penilaian verifikator dan metode penggolongan
yang sudah sejak awal dipertanyakan objektivitasnya, terdapat masalah yang serius, yakni
kebijakan tersebut tidak berlaku bagi seluruh mahasiswa Unhas baik program sarjana terlebih
lagi bagi mahasiswa pascasarjana.
Perumusan kebijakan yang dikeluarkan oleh Unhas seharusnya tetap berlandaskan pada
kajian akademis dengan memperhatikan kondisi sosiologis. Untuk mengetahui kondisi sosiologis
dampak pandemi terhadap mahasiswa Unhas, diperlukan suatu informasi/data yang cukup,
namun kelirunya sampai saat ini Unhas belum pernah melakukan pendataan terhadap
mahasiswanya. Dampaknya, Peraturan yang membahas keringanan pembayaran UKT ini lagi-
lagi kami pertanyakan objektivitasnya dalam pengklasteran golongan keringanan pada
pembayaran UKT Mahasiswa. Sebelum membahas permasalahan tersebut, sangat perlu untuk
mereview kembali alur penetapan UKT yang dimulai dari Standar Satuan Biaya Operasional
Perguruan Tinggi.

Standar Satuan Biaya Operasional Perguruan Tinggi (SSBOPT) diklasifikan menjadi dua
komponen, yaitu biaya langsung (BL) dan biaya tidak langsung (BTL). Biaya langsung merupakan
biaya operasional yang terkait langsung dengan penyelenggaraan Program Studi seperti
kegiatan kelas, laboratorium, bengkel, studio, lapangan, kuliah kerja nyata, wisuda,

36Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 25 Tahun 2020 (Pasal 7, ayat 6)
37Tahir, Ilham. 2016. “Model Pengambilan Keputusan Penentuan Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi
Negeri”. Jurnal Speed, Vol.8 No.2
ALIANSI MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SENAT KEMA FIKP-UH | BEM FMIPA UNHAS | SEMA FEB-UH | BEM KEMA FAPERTA
UNHAS | BE KEMAHUT SI-UNHAS | SEMA KEMA FAPET-UH | BEM KEMAFAR-UH | BEM
KEMA FISIP UH | KMFIB UNHAS | BEM HUKUM UNHAS | FEDERASI MAHASISWA
UNHAS
Sekretariat: Jl.Perintis Kemerdekaan KM.10
Email: aliansimahasiswaunhas@gmail.com cp: Lucy (085342038074)

ekstrakurikuler, dan lain-lain. Sedangkan biaya tidak langsung merupakan biaya operasional
pengelolaan institusi yang diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan program studi seperti
gaji dan tunjangan tenaga kependidikan, pengoperasian dan pemeliharaan/perbaikan
sarana prasarana, pengembangan institusi, perjalanan dinas, dan lain-lain. BOPT dihitung
berdasarkan aktivitas pendidikan sesuai dengan kurikulum, jumlah Mahasiswa per aktivitas, dan
aktivitas pendukung pendidikan untuk setiap Program Studi yang diselenggarakan oleh PTN. 38
Selanjutnya dalam menetapkan standar satuan tersebut Biaya langsung akan ditambahkan
dengan biaya tidak langsung kemudian dikalikan dengan indeks kemahalan wilayah dan indeks
kualitas PTN {SSBOPTN = (BL+BTL) x indeks kemahalan wilayah x indeks kualitas PTN}.
SSBOPTN ini lah yang menjadi dasar dalam penentuan Biaya Kuliah Tunggal (BKT). 39
Selanjutnya BKT menjadi dasar penetapan besaran UKT oleh PTN pada setiap program studi
yang sudah dikurangi dengan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dengan
rumus (UKT = BKT – BOPTN).

Permasalahannya sejak awal ada pada saat melakukan penggolongan UKT, Unhas tidak
memberikan data spesifikasi BKT dan BOPTN yang menjadi atribut dalam penentuan UKT
Mahasiswa. Konsekuensinya penetapan keringanan UKT pun yang diberikan Unhas kepada
pihak Mahasiswa beserta segala persyaratan yang menyertainya sangat diragukan landasannya.
Selain tidak terjadinya transparansi anggaran, keterlibatan Mahasiswa pun dipertanyakan dalam
penentuan kebijakan yang mengatur tentang keringanan UKT ini. Selain itu, lagi-lagi tidak adanya
riset empiris yang dilakukan oleh pihak Universitas memandang secara objektif kemampuan
materil Mahasiswa menghadapi kesulitan di masa Pandemi. Artinya keringanan UKT yang
diberikan oleh Unhas bisa saja tidak menjadi keringanan bagi Mahasiswa.

Semisal pemotongan 20-30% bagi UKT II-VII bisa saja dalam kenyataannya tidak
berdampak signifikan bagi Mahasiswa yang sudah kesulitan biaya kehidupan sehari-hari dan
tetap harus memikirkan biaya pembayaran UKT semester berikutnya. Belum lagi logika keliru
yang terdapat pada point 3 bagian kesatu menyoal potongan 50% bagi Mahasiswa semester 9
dengan syarat sisa program 6 SKS (tugas akhir). Pasalnya tidak semua fakultas dan jurusan
memiliki total SKS kurang dari sama dengan 6 SKS dalam menyelesaikan tugas akhir,
diantaranya: Fakultas Kehutanan (8 SKS), Fakultas Pertanian (7 SKS), Fakultas Ilmu Kelautan
Perikan (7 SKS), Fakultas Mipa (7 SKS). Masih dengan point yang sama, pemotongan 50% ini
hanya diperuntukkan untuk semester 9 (tidak kurang dan tidak lebih), artinya Mahasiswa dibawah
semester 9 atau diatas semester 9 meskipun kondisi materilnya kesulitan dalam melakukan
pembayaran UKT tetap tidak dimasukkan dalam kategori pemotongan 50%. Selain itu, perlu kami
tekankan sekali lagi bahwa bahasan kategori tentang “penurunan pendapatan signifikan” (pada
point ke 5 bagian kesatu) tetap harus melalui perantara subjektifitas verifikator dalam

38 Permendikbud No. 25 Tahun 2020


39 Permendikbud No. 25 Tahun 2020 (Pasal 2, ayat 3)
ALIANSI MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SENAT KEMA FIKP-UH | BEM FMIPA UNHAS | SEMA FEB-UH | BEM KEMA FAPERTA
UNHAS | BE KEMAHUT SI-UNHAS | SEMA KEMA FAPET-UH | BEM KEMAFAR-UH | BEM
KEMA FISIP UH | KMFIB UNHAS | BEM HUKUM UNHAS | FEDERASI MAHASISWA
UNHAS
Sekretariat: Jl.Perintis Kemerdekaan KM.10
Email: aliansimahasiswaunhas@gmail.com cp: Lucy (085342038074)

mengabulkan permohonan Mahasiswa. Artinya, permasalahan yang disebutkan pada bahasan


SK sebelumnya (SK. No. 3329/UN4.1/KEP/2020) juga terdapat pada SK keringanan UKT ini,
yakni masih besarnya peluang tidak diterimanya permohonan keringan karena subjektifitas
verifikator dalam mendefinisikan signifikansi dalam penurunan pendapatan orangtua/wali
mahasiswa.

Dari uraian diatas satu hal yang tidak boleh dilupakan dalam memahami dan melakukan
komparasi terhadap pembentukan kebijakan UKT di tengah Covid-19 bahwa pandemi Covid-19
adalah bencana besar bagi seluruh masyarakat Indonesia saat ini, yang menyebabkan logika
kerja untuk mendapatkan uang (dalam kondisi normal) tidak terpenuhi syaratnya secara
struktural. Berikut kami akan memaparkan beberapa riset Lembaga Mahasiswa dalam melihat
kondisi objektif Mahasiswa Unhas untuk menanggulangi pembayaran UKT semester berikutnya.
Dalam riset yang kami lakukan, sampelnya berhasil menampung 14 Fakultas dengan metode
random sampling didapatkan 79% Mahasiswa tidak sanggup dalam membayar UKT semester
awal 2020/2021.40 Jika sample di spesifikasi berdasarkan responden setiap fakultas kami
merangkum persentase Mahasiswa yang tidak sanggup lagi membayar UKT Semester awal
2020/2021 diantaranya : FIKP dengan 85% tidak sanggup membayar, MIPA 77% , FKM 95%,
FEB 68%, FIB 90%, Farmasi 86%, FK 60%, Kehutanan 86%, Pertanian 93%, Peternakan 73%,
Teknik 76%, FH 73%, Sospol 85% dan FKEP 50%. Dan bisa jadi hal ini berkepanjangan
dikarenakan pekerjaan orang tua/wali Mahasiswa masuk dalam kategori rentan menghadapi
pandemi ini. Berdasarkan riset sekiranya terdapat 38% Orang Tua/Wali Mahasiswa berprofesi
sebagai buruh wiraswasta, 18% berprofesi sebagai petani dan lebih parahnya lagi 10% nya
tergolong sebagai pensiunan.Artinya dalam menentukan sebuah kebijakan UKT persoalan
materil seperti diatas perlu diperhatikan dengan baik dan kebijakan UKT yang baik adalah
kebijakan UKT yang dapat memberikan dampak signifikan terhadap peserta didiknya sekaligus
menjamin peserta didiknya tidak terlalu mengalami kesulitan lagi mempertimbangan
pemotongan-pemotongan UKT dengan angka persentase pengurangan UKT yang tetap saja
tidak signifikan membantu meringankan beban hidup peserta didik dan orangtuanya. Kebijakan
itu adalah Pendidikan tinggi gratis untuk seluruh Mahasiswa Unhas.

BAGIAN III
Memulai Gerakan Kolektif yang radikal dan mewujudkan tujuan bersama

Setelah mengetahui paradoksnya Negara dan institusi Pendidikan khususnya di Unhas


dalam menerjemahkan aksesibilitas pendidikan tinggi dan diimplementasikan dalam
kebijakannya yang ngawur, maka sudah saatnya mengembalikan tanggungjawab hak atas

40 Diakses
di https://federasimahasiswaunhas.wordpress.com/2020/06/20/analisa-kuesioner-unhasgratiskanukt-
menjawab-apa-yang-harus-dilakukan/. 7 Juli 2020
ALIANSI MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SENAT KEMA FIKP-UH | BEM FMIPA UNHAS | SEMA FEB-UH | BEM KEMA FAPERTA
UNHAS | BE KEMAHUT SI-UNHAS | SEMA KEMA FAPET-UH | BEM KEMAFAR-UH | BEM
KEMA FISIP UH | KMFIB UNHAS | BEM HUKUM UNHAS | FEDERASI MAHASISWA
UNHAS
Sekretariat: Jl.Perintis Kemerdekaan KM.10
Email: aliansimahasiswaunhas@gmail.com cp: Lucy (085342038074)

pendidikan tinggi ini kepada Negara dan institusinya untuk meredefinisi aksesibiltas tersebut
bahwa pendidikan tinggi gratis adalah hak seluruh warga negara.

Pada bagian ketiga ini kami kembali akan membagi 3 sub pembahasan. Sub pertama kami
akan memaparkan bahwa Negara dapat menggratiskan seluruh biaya pendidikan Mahasiswa
dengan sumberdaya yang dimilikinya. Pada sub pembahasan kedua kami akan mengkrucut
dengan memaparkan bahwa Unhas dapat menggratiskan seluruh biaya UKT dimulai dari
semester awal 2020/2021. Pada sub bagian ketiga dan keempat kami akan memaparkan timeline
perjuangan #UnhasGratiskanUKT sebelum masuk ke sub bagian kelima yang akan kami bahas
bahwa hanya dengan #MogokBayarUKT kita dapat secara bersama-sama memberikan tekanan
ke Negara dan Unhas sekaligus untuk mewujudkan #PendidikanTinggiGratis.

Negara dapat Menggratiskan seluruh biaya kuliah Mahasiswa Indonesia

Indonesia telah menjadi pihak (state-parties) dalam Kovenan Internasional


tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB) yang diratifikasi dalam UU
No. 11 tahun 2005 (Lembar Negara RI 2005/No. 118, TLN No. 7 4557). Salah satu
muatan instrumen hukum hak asasi manusia (HAM) internasional tersebut adalah hak
atas pendidikan (right to education) sebagai suatu hak pemberdayaan (empowerment
rights) dan termasuk dalam kategori hak-hak menyangkut kebudayaan. Dalam konteks
pendidikan tinggi, Pasal 13 (2) (c) dari kovenan tersebut menguraikan bahwa “Pendidikan tinggi
juga harus tersedia bagi semua orang secara merata atas dasar kemampuan, dengan segala
cara yang layak, khususnya melalui pengadaan pendidikan cuma-cuma secara bertahap.”

Pada prinsipnya, rezim hak-hak EKOSOB telah menggariskan bila pendidikan seharusnya
diakses dengan gratis. Tidak terbatas pada pendidikan dasar (primary education), tetapi
pendidikan tinggi pula itu sendiri. Perbedaannya, bila pendidikan dasar harus dijangkau secara
gratis dan wajib, pendidikan tinggi harus direalisasi dengan penggratisan nya secara bertahap
(progressive introduction of free education). Perbedaan yang juga harus ditinjau adalah,
pendidikan tinggi harus diadakan dengan penekanan keterjangkauan yang setara berdasarkan
kemampuan (capacity). Tentunya, terminologi ‘kemampuan’ yang dirujuk bukanlah kemampuan
ekonomi melainkan keahlian (expertise) dan pengalaman (experience).41

Tanggungjawab negara terhadap hak atas pendidikan warga negara khususnya dalam hal
pendanaan kemudian diafirmasi dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 31 ayat 4 yang
berbunyi: “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen
dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja

41Paragraf 19 Komentar Umum Komite Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya No. 13 tentang Hak atas Pendidikan
(Pasal 13) E/C.12/1999/10
ALIANSI MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SENAT KEMA FIKP-UH | BEM FMIPA UNHAS | SEMA FEB-UH | BEM KEMA FAPERTA
UNHAS | BE KEMAHUT SI-UNHAS | SEMA KEMA FAPET-UH | BEM KEMAFAR-UH | BEM
KEMA FISIP UH | KMFIB UNHAS | BEM HUKUM UNHAS | FEDERASI MAHASISWA
UNHAS
Sekretariat: Jl.Perintis Kemerdekaan KM.10
Email: aliansimahasiswaunhas@gmail.com cp: Lucy (085342038074)

daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.” Berdasarkan


Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2020, alokasi anggaran untuk bidang
pendidikan sebesar Rp508,08 triliun.42

Selanjutnya mari kita menghitung berapa biaya yang diperlukan untuk menggratiskan biaya
pendidikan tinggi untuk seluruh mahasiswa di Indonesia dengan menggunakan data berikut:
Jumlah Perguruan Tinggi Negeri 12243
Jumlah Perguruan Tinggi Swasta 3.17144
Total mahasiswa di Indonesia 8.043.48045
UKT terendah Universitas Negeri Gorontalo Rp425.000 sedangkan UKT tertinggi Universitas
Sam Ratulangi Rp25.000.00046, Jika menggunakan asumsi median maka didapati UKT sebesar
Rp4.000.000
Maka Biaya yang diperlukan untuk menggratiskan UKT:
Jumlah Mahasiswa 8.043.480 x UKT Rp4.000.000 = Rp32.173.920.000.000 (32,17 T).

Dengan jumlah APBN Pendidikan yang mencapai Rp508,08 triliun maka untuk
menggratiskan biaya UKT seluruh mahasiswa hanya diperlukan alokasi 6,3% dari total APBN
pendidikan tahun 2020. Selain itu, terdapat banyak anggaran yang bisa dialihkan untuk
menggratiskan biaya UKT selama pandemi seperti pembangunan ibu kota baru, pembubaran
lembaga yang kontraproduktif (BPIP, Kemenko Maritim dan Investasi), potong gaji dan tunjangan
pejabat.

Unhas dapat menggratiskan seluruh biaya UKT Mahasiswa

Pada sub ini kami akan menunjukkan bahwa Unhas pada kenyataannya egois dengan
memilih tidak menggratiskan seluruh biaya UKT Mahasiswa, padahal secara basis materiil Unhas
dengan segala sumber dayanya dapat menggratiskan seluruh biaya UKT Mahasiswa dimulai dari
semester awal 2020/2021. Tuntutan ini didasarkan pada analisis keuangan dengan
menggunakan laporan keuangan Universitas Hasanuddin 2018 sebagai dasar acuan. Jika
mengacu pada laporan keuangan Unhas tahun 2018, total pendapatan dari Layanan Pendidikan
sebesar Rp 340.575.714.473 atau sebesar Rp 170.287.857.236/semester. Pendapatan Layanan
Pendidikan merupakan pendapatan yang diperoleh dari Dana Pembangunan Pendidikan (DPP)
dan UKT yang dibayarkan oleh mahasiswa. Dengan asumsi bahwa sumber pendapatan lainnya
tidak terkena dampak yang signifikan maka Unhas akan mengalami penurunan pendapatan
sebesar 340 M, menurun sekitar 15,7% dari total seluruh pendapatan Unhas jika memberikan

42 Undang-Undang No. 20 Tahun 2019 (Pasal 21 ayat 1)


43
Statistik Pendidikan Tinggi 2018, Pusat Data dan Informasi Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. 2018.
44
Ibid.
45 Ibid.
46 Ibid.
ALIANSI MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SENAT KEMA FIKP-UH | BEM FMIPA UNHAS | SEMA FEB-UH | BEM KEMA FAPERTA
UNHAS | BE KEMAHUT SI-UNHAS | SEMA KEMA FAPET-UH | BEM KEMAFAR-UH | BEM
KEMA FISIP UH | KMFIB UNHAS | BEM HUKUM UNHAS | FEDERASI MAHASISWA
UNHAS
Sekretariat: Jl.Perintis Kemerdekaan KM.10
Email: aliansimahasiswaunhas@gmail.com cp: Lucy (085342038074)

penggratisan biaya kuliah bagi mahasiswa. Sehingga nilai pendapatan Unhas yang tersisa sekitar
Rp 913.596.343.245 atau 84,3% dari total pendapatan 2018.

Dalam masa pandemi ini, beberapa pos terkait arus kas keluar dalam bentuk beban-
beban dapat dihilangkan atau diperkecil jumlahnya. Misalnya, jika mengacu pada laporan
Keuangan Unhas tahun 2018:
Total beban perjalanan tidak terikat sebesar Rp 17.558.768.933
Total beban perbaikan dan pemeliharaan tidak terikat sebesar Rp 17.046.513.298
Total Rp 34.605.282.231

Total beban perjalanan yang berkaitan dengan pengeluaran dalam hal perjalanan-
perjalanan dinas civitas akademik Unhas. Beban perbaikan dan pemeliharaan merupakan
pengeluaran terkait penggunaan sarana dan prasarana dalam operasional kampus sehari-hari.
Total penghematan biaya sebesar 34M dapat mengurangi jumlah beban yang harus dibayarkan
oleh Unhas. Selain 2 bentuk pengeluaran ini, masih terdapat beberapa bentuk pengeluaran yang
dapat ditekan nilainya, namun karena terdapat persoalan dalam mengidentifikasi beban yang
berkaitan langsung dengan operasional sehari-hari kampus dikarenakan kurang rincinya
penjelasan terkait beban-beban tersebut.47 Dengan kata lain, masih ada beberapa beban lainnya
yang dapat dihilangkan atau diperkecil jumlahnya selama masa pandemi.

Selain Selain itu pengeluaran terkait pengadaan aset tetap dapat ditunda selama masa
pandemi dan anggarannya dapat dialihkan pada penggratisan biaya kuliah. Anggaran
Pembangunan Training Center dan Hotel Universitas Hasanuddin Tahap I sebesar 33,4M 48,
anggaran pekerjaan pembangunan Student Center Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Tahap II sebesar 6,4M49, serta beberapa anggaran pengadaan aset lainnya dapat dialihkan untuk
membantu para mahasiswa dalam masa krisis ini. Penghematan anggaran tersebut mampu
untuk menutupi biaya operasional Unhas selama masa pandemi. Laporan keuangan ini tentu saja
dapat dikontekskan dan dikomparasikan dengan proyeksi pendapatan dan pengeluaran Unhas
selanjutnya yang mengartikan bahwa Unhas dapat menggratiskan seluruh biaya Pendidikan
Mahasiswa semester depan, dikarenakan Unhas hanya mengalami penurunan pendapatan
sebesar 15,7% yang sebenarnya sudah tertutupi melalui efisiensi penggunaan aset yang tidak
terpakai selama pandemi, beban perjalanan dinas kampus serta berbagai biaya operasional
penggunaan kampus yang lainnya. Selain itu seperti disebutkan diatas akselerasi penganggaran
investasi terhadap pembangunan hotel dan pengerjaan bangunan student center Teknik

47 Kualitas laporan keuangan Unhas menunjukkan kualitas yang kurang baik karena aspek understandability serta
prinsip full disclosure yang tidak terpenuhi.
48 Diakses di http:/lpse.unhas.ac.id/eproc4/lelang#. Pada 11 Agustus 2020, 00:10
49 Ibid.
ALIANSI MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SENAT KEMA FIKP-UH | BEM FMIPA UNHAS | SEMA FEB-UH | BEM KEMA FAPERTA
UNHAS | BE KEMAHUT SI-UNHAS | SEMA KEMA FAPET-UH | BEM KEMAFAR-UH | BEM
KEMA FISIP UH | KMFIB UNHAS | BEM HUKUM UNHAS | FEDERASI MAHASISWA
UNHAS
Sekretariat: Jl.Perintis Kemerdekaan KM.10
Email: aliansimahasiswaunhas@gmail.com cp: Lucy (085342038074)

penganggarannya dapat dialihkan menuju penggratisan UKT seluruh Mahasiswa Unhas


semester awal 2020/2021.

Timeline Perjuangan #UnhasGratiskanUKT

1. 14 Juli (Konferensi Pers)


2. 15 Juli (Parade Pintu 1 – Pintu 2)
3. 16 Juli (Aksi Flyover)
4. 23 Juli (Kampanye 3 Titik Makassar dan daerah)
5. 24 Juli (Kampanye 3 Titik Makassar dan daerah)
6. 26 Juli (Parade Konvoi)
7. 29 Juli (Aksi Rektorat dan pintu 1)
8. 30 Juli- 4 Agustus (Aksi Media)
9. 6 Agustus (Kampanye melalui diskusi)
10. 7 Agustus (Aksi parade Melayat dan konvoi)

Timeline Pengajuan Analisis ke Pihak Birokrasi Unhas

1. Pengajuan draft analisis dan surat diskusi (14- 15 Juli)


2. Pengajuan draft analisis dan surat diskusi (22 Juli)
3. Pengajuan draft analisis dan surat diskusi (23 Juli)
4. Pengajuan draft analisis dan surat diskusi (28 Juli)

Mogok Membayar UKT sebagai langkah politik

Secara sederhana mogok ialah aksi yang dilakukan oleh buruh secara bersama-sama
dan terorganisir untuk menghentikan proses kegiatan produksi. Mogok adalah senjata untuk
melakukan protes. Mogok menjadi alat penyeimbang supaya mempunyai kekuatan yang sama
ketika berhadap-hadapan dengan kekuatan pengusaha. Sejarah mencatat, mogok mulai
digunakan sebagai alat perjuangan kelas buruh sejak era Revolusi Industri, di mana buruh
menjadi faktor penting dalam kegiatan industri manufaktur dan pertambangan.
Namun demikian di awal era Revolusi Industri itu, mogok masih dipandang sebagai
tindakan kriminal dan persekongkolan jahat sehingga dapat diancam ketentuan pidana. Lebih
dari itu, karena dianggap berdampak merugikan bukan saja bagi pemilik modal tapi juga
masyarakat luas, mogok bisa dikenai ancaman pidana dan sekaligus perdata. Bahkan di Chicago
Amerika pada 1886, terkait kasus pemogokan Haymarket yang kini dikenang oleh
kaum buruh sebagai May Day, sejarah mencatat adanya tindakan represif yang brutal dan
berujung pada terjadinya kerusuhan. Pasca pemogokan yang menuntut “delapan jam sehari”
itu, masih tercatat bahwa para pemimpin buruhnya dijatuhi hukuman mati. Jadi perhitungan
ALIANSI MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SENAT KEMA FIKP-UH | BEM FMIPA UNHAS | SEMA FEB-UH | BEM KEMA FAPERTA
UNHAS | BE KEMAHUT SI-UNHAS | SEMA KEMA FAPET-UH | BEM KEMAFAR-UH | BEM
KEMA FISIP UH | KMFIB UNHAS | BEM HUKUM UNHAS | FEDERASI MAHASISWA
UNHAS
Sekretariat: Jl.Perintis Kemerdekaan KM.10
Email: aliansimahasiswaunhas@gmail.com cp: Lucy (085342038074)

kerja 8 jam sehari yang kita rasakan saat ini adalah hasil perjuangan panjang dan radikal yang
terjadi secara historis.

Aksi mogok diatas tentu saja dapat diformulasikan dan dikontekskan pada dunia
pendidikan. Dalam catatan sejarah Indonesia, gerakan pelajar dalam memperjuangkan
pendidikan gratis bukan hal yang baru. Namun, evaluasi umum terhadap metode perjuangan
aksi tentu saja ada beberapa hal yang perlu dikritisi dalam hal militansi dan keberanian dalam
meradikalisasi gerakan. Tentu dalam kertas posisi ini kami mencoba untuk melampaui kultur lama
dan metode usang dalam memperjuangkan pendidikan gratis. Situasi pendemi tentu adalah fase
yang harus disambut oleh kalangan masyarakat umum. Imbas dari Pandemi telah memukul
sektor ekonomi dan politik nasional. Dampak langsung telah dirasakan, situasi diperburuk oleh
kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan sipil. Terkhusus dalam perjuangan pendidikan
gratis, mogok sebagai pisau perlawanan sekaligus menjadi tawaran satu-satunya yang kami
usung dalam proposal bersama ini. Melihat sejarah di negara luar, sebut saja Chile dengan
Revolusi penguin berlanjut dengan aksi Chilean Winter telah mengajarkan kita banyak hal
khususnya dalam konteks mogok sebagai kunci kemenangan dalam menuntut pendidikan
gratis menyeluruh dan merata.

Sikap mogok yang diambil oleh Aliansi Mahasiswa Unhas merupakan imbas dari gagalnya
produk hukum Permendikbud 25/2020 melihat kondisi materil mahasiswa sehingga kebijakan ini
tidak mampu menjamin kepastian akses pendidikan tinggi di tengah pandemi. Kebijakan SK
Rektor Unhas No 3260 dan 3329 yang merupakan produk turunan dari Permendikbud 25/2020
semakin memperlihatkan bahwa kebijakan pemerintah dan perguruan tinggi tidak hadir untuk
memprioritaskan keberlangsungan mahasiswa di masa pandemi secara keseluruhan. Secara
khusus di Unhas serangkaian aksi telah dilakukan dan permohonan audiensi bersama pihak
rektorat untuk membahas SK Rektor dan transparansi anggaran semenjak pandemi tidak pernah
ditanggapi bahkan menggunakan pendekatan represifitas untuk membungkam segala tuntutan
yang ada. Padahal dalam kondisi seperti ini, pendekatan dialog dan sikap kooperatif seharusnya
diambil oleh kampus yang mengusung tagline “humaniversity” untuk membuktikan bahwa hal
tersebut bukan sekadar bualan semata.

Berdasarkan analisis kajian dan paparan kondisi diatas, kami Aliansi Mahasiswa Unhas
menyatakan sikap:

1. Mogok bayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) sampai hadirnya kebijakan yang dapat
menggratiskan biaya pendidikan tinggi untuk seluruh mahasiswa.
2. Menolak Permendikbud 25/2020 yang sangat minim perspektif dampak Pandemi Covid-
19.
3. Menolak SK Rektor Unhas No 3329 dan 3260 karena tidak mengakomodir seluruh
kebutuhan mahasiswa terkhusus mahasiswa pascasarjana.
ALIANSI MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SENAT KEMA FIKP-UH | BEM FMIPA UNHAS | SEMA FEB-UH | BEM KEMA FAPERTA
UNHAS | BE KEMAHUT SI-UNHAS | SEMA KEMA FAPET-UH | BEM KEMAFAR-UH | BEM
KEMA FISIP UH | KMFIB UNHAS | BEM HUKUM UNHAS | FEDERASI MAHASISWA
UNHAS
Sekretariat: Jl.Perintis Kemerdekaan KM.10
Email: aliansimahasiswaunhas@gmail.com cp: Lucy (085342038074)

4. Mendesak Pemerintah Indonesia melalui Presiden untuk segera mengeluarkan kebijakan


penggratisan biaya kuliah untuk semua jenjang strata pendidikan tinggi baik pada PTN
maupun PTS.

Tertanda,

Aliansi Mahasiswa Unhas

Anda mungkin juga menyukai