Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI PADA Ny.

N TINDAKAN
MASTEKTOMI (TUMOR MAMAE) DENGAN GENERAL ANESTESI
DI INSTALASI KAMAR BEDAH RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU

Disusun Oleh:
1. Lina Arumsari
2. Ai Hilmiyatussaadah
3. Muhammad Yudacto

PELATIHAN HIMPUNAN PERAWAT ANESTESI (HIPANI)


PERIODE NOVEMBER 2022 – JANUARI 2023
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap tahun, lebih dari 1,15 juta kasus tumor mammae baru terdiagnosa
dikalangan wanita dan antaranya 0,41 juta wanita akan meninggal akibat tumor ini
(Globocan, 2012). Tumor mamae adalah karsinoma yang berasal dari parenkim,
stroma, areola dan papilla mammae. Juall,Lynda,Carpenito Moyet. (2003). Kasus
kanker payudara di Indonesia menempati urutan kedua penyebab kematian akibat
kanker dengan persentase sebesar 9,6 persen. Data The Global Cancer Observatory
tahun 2020, kanker payudara di Indonesia termasuk kanker paling banyak
ditemukan pada perempuan dengan proporsi 30,8 persen dari total kasus kanker
lainnya, yakni terdapat 65.858 kasus baru. Penatalaksanaan pembedahan pada
tumor mamae dilakukan untuk mengangkat sebagian atau seluruh payudara yang
terserang kanker payudara.
Anestesi general merupakan teknik yang paling sering dipilih dalam
melakukan tindakan operasi sebagai salah satu cara penghilang rasa sakit saat akan
menjalani operasi, diikuti dengan hilangnya kesadaran (Keat, et all., 2013).
Komponen obat anestesi ideal (trias anestesi) terdiri dari hipnotik, analgesia dan
relaksasi otot, didapatkan dengan menggunakan obat obatan yang berbeda secara
terpisah. Teknik ini sesuai untuk proses pembedahan tertentu untuk mengendalikan
pernafasan (Stone&Gal,2008). General anestesi menyebabkan mati rasa karena obat
ini masuk ke jaringan otak dengan tekanan setempat yang tinggi. Selama masa
induksi pemberian obat bius harus cukup untuk beredar di dalam darah dan tinggal
di dalam jaringan tubuh. Beberapa teknik general anestesi inhalasi adalah
Endotrakea Tube (ETT) dan Laringeal Mask Airway (LMA).
Berdasarkan pembahasan latar belakang diatas, maka penting dilakukan
tindakan general anestesi pada pasien dengan tindakan operasi mastektomi. Dilihat
dari uraian diatas dan literatur yang ada maka mendorong penulis untuk melakukan
asuhan keperawatan pada pasien tindakan mastektomi dengan general anestei.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan anestesi pada pasien dengan tumor mamae
tindakan mastektomi dengan general anestesi.
2. Tujuan Khusus
a. Peserta didik pelatihan diharapkan mampu memberikan asuhan
keperawatan anestesi pada pasien pre, intra dan post operasi yang akan
dilakukan general anestesi.
b. Peserta didik pelatihan diharapakan mampu melakukan perhitungan dan
pemberian terapi cairan pada saat pre, intra dan post operasi.
c. Peserta didik pelatihan diharapkan mampu melakukan perhitungan dosis
pembrian obat-obat anestesi sesuai dengan kondisi pasien.

C. Ruang Lingkup Masalah


Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah
“Asuhan Keperawatan Anestesi pada Ny. N Tindakan Mastektomi (Tumor Mamae)
dengan General Anastesi di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus”.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Anestesi umum merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral
disertai hilangnya kesadaran (reversible). Pada tindakan anestesi umum terdapat
beberapa teknik yang dapat dilakukan adalah anestesi umum dengan teknik
intravena anestesi dan anestesi umum dengan inhalasi yaitu dengan face mask
(sungkup muka) dan dengan teknik intubasi yaitu pemasangan endotrecheal tube
atau dengan teknik gabungan keduanya yaitu inhalasi dan intravena (Latief,2007).
Tumor mamae adalah adalah karsinoma yang berasal dari parenkim, stroma,
areola dan papilla mammae. Juall,Lynda,Carpenito Moyet. (2003). Tumor mammae
adalah pertumbuhan sel – sel yang abnormal yang mengganggu pertumbuhan
jaringan tubuh terutama pada sel epitel di mammae (Sylvia,2004)

B. Etiologi
Menurut Dr. Iskandar (2007), ada beberapa faktor resiko yang telah teridentifikasi,
yaitu :
1. Jenis kelamin
Wanita lebih beresiko menderita tumor payudara dibandingkan dengan
pria.
2. Riwayat keluarga
Wanita yang memiliki keluarga tingkat satu penderita tumor payudara
beresiko tiga kali lebih besar untuk menderita tumor payudara.
3. Faktor genetik
4. Faktor usia
5. Riwayat reproduksi : melahirkan anak pertama diatas 35 tahun
6. Faktor hormonal
Kadar hormon yang tinggi selama masa reproduktif, terutama jika tidak
diselingi oleh perubahan hormon akibat kehamilan, dapat meningkatkan
resiko terjadinya tumor payudara.
7. Terpapar radiasi
8. Intake alkohol
9. Pemakaian kontrasepsi oral
Pemakaian kontrasepsi oral dapat meningkatkan resiko tumor payudara.
Penggunaan pada usia kurang dari 20 tahun beresiko lebih tinggi
dibandingkan dengan penggunaan pada usia lebih tua.
10. Makanan yang berkarsinogen

C. Anatomi dan Fisiologi

Pada payudara terdapat tiga bagian utama, yaitu: Korpus (badan), yaitu
bagian yang membesar, areola yaitu bagian yang kehitaman di tengah., papilla atau
puting yaitu bagian yang menonjol di puncak payudara.
1. Korpus dari alveolus adalah sel Aciner, jaringan lemak, sel plasma, sel otot
polos dan pembuluh darah. Alveolus yaitu unit terkecil yang memproduksi
susu. Bagian Lobulus, yaitu kumpulan dari alveolus. Lobus, yaitu beberapa
lobulus yang berkumpul menjadi 15-20 lobus pada tiap payudara. ASI
dsalurkan dari alveolus ke dalam saluran kecil (duktulus), kemudian beberapa
duktulus bergabung membentuk saluran yang lebih besar (duktus laktiferus).
2. Kalang Payudara (Areola Mammae)
3. Letaknya mengelilingi putting susu dan berwarna kegelapan yang disebabkan
oleh penipisan dan penimbunan pigmen pada kulitnya. Pada daerah ini akan
didapatkan kelenjar keringat, kelenjar lemak dari montgomery yang
membentuk tuberkel dan akan membesar selama kehamilan. Kelenjar lemak ini
akan menghasilkan suatu bahan dan dapat melicinkan kalang payudara selama
menyusui. Di kalang payudara terdapat duktus laktiferus yang merupakan
tempat penampungan air susu
4. Papilla (Putting Susu).
Terletak setinggi interkosta IV, Pada tempat ini terdapat lubang – lubang kecil
yang merupakan muara dari duktus laktiferus, ujung – ujung serat saraf,
pembuluh darah, pembuluh getah bening, serat – serat otot polos yang tersusun
secara sirkuler sehingga bila ada kontraksi maka duktus laktiferus akan
memadat dan menyebabkan putting susu ereksi, sedangkan serat – serat otot
yang longitudinal akan menarik kembali putting susu tersebut. Payudara terdiri
dari 15 – 25 lobus. Masing – masing lobulus terdiri dari 20 – 40 lobulus.
Selanjutnya masing – masing lobulus terdiri dari 10 – 100 alveoli dan masing –
masing dihubungkan dengan saluran air susu (sistem duktus) sehingga
merupakan suatu pohon. Bentuk puting ada empat, yaitu bentuk yang normal,
pendek/ datar, panjang dan terbenam (inverted).
Payudara wanita mengalami tiga jenis perubahan yang dipengaruhi oleh
hormon. Perubahan pertama dimulai dari masa hidup anak melalui masa
pubertas sampai menopause. Sejak pubertas, estrogen dan progesteron
menyebabkan berkembangnya duktus dan timbulnya sinus. Perubahan kedua,
sesuai dengan daur haid. Beberapa hari sebelum haid, payudara akan
mengalami pembesaran maksimal, tegang, dan nyeri. Oleh karena itu
pemeriksaan payudara tidak mungkin dilakukan pada saat ini. Perubahan ketiga
terjadi pada masa hamil dan menyusui. Saat hamil payudara akan membesar
akibat proliferasi dari epitel duktus lobul dan duktus alveolus, sehingga tumbuh
duktus baru. Adanya sekresi hormon prolaktin memicu terjadinya laktasi,
dimana alveolus menghasilkan ASI dan disalurkan ke sinus kemudian
dikeluarkan melalui duktus ke puting susu (Saleha, 2009).
D. Patofisiologi
Kelainan payudara akibat ketidakseimbangan hormon terutama hormon
estrogen disebut hyperestrenisme. Kelainan ini akan menimbulkan penyimpangan
pertumbuhan dan komponen jaringan payudara yang disebut mammary dysplasia
pada wanita dan gynecomastia pada pria. Bila terdapat bentuk kista yang tidak
teratur baik letak maupun ukurannya dan disertai peningkatan unsur jaringan ikat
ekstralobular akan didapatkan fibrokistik payudara (Soetrisno, 2010).
Lesi jinak pada wanita terbanyak adalah fibroadenoma yang terjadi pada
rentang usia 20-55 tahun. Sedangkan lesi ganas terbanyak adalah karsinoma duktal
invasifdengan prevalensi pada umur lebih dari 45 tahun dan pada masa menopause.
Sebagian besar lesi mamma terdiri dari satu atau lebih benjolan yang bentuk dan
ukuran sangat bervariasi.
Benjolan ini dapat berbatas tegas maupun tidak, nodul tunggal atau multipel,
lunak atau keras, dapat digerakkan dari dasarnya atau tidak. Hal ini yang dapat
membantu membedakan lesi jinak atau lesi ganas pada payudara (Underwood &
Cross, 2010;Utami et al.,2014).

E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Pamungkas (2011) Fibroadenoma dapat didiagnosis dengan
beberapa cara,yaitu: Pemeriksaan fisik (phisycal examination). Pada pemeriksaan
fisik akan memeriksa benjolan yang ada dengan palpasi pada daerah tersebut, dari
palpasi itu dapat diketahui apakah mobil atau tidak, kenyal atau keras.
a. Mammografi
Adalah proses penyinaran dengan sinar x terhadap payudara. Pemeriksaan ini
digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit pada payudara yang tidak
diketahui gejalanya (asimptomatik).
b. Duktografi
Adalah pencitraan mammografi, yang dapat memperlihatkan saluran air susu
yang ada, dalam mendiagnosis penyebab keluarnya cairan atau kotoran dari
puting
c. Biopsi
Merupakan tindakan untuk mengambil contoh jaringan payudara dan dilihat di
bawah lensa mikroskop, guna mengetahui adakah sel kanker.
d. MRI(Magnetic Resonance Imaging)
Pemeriksaan dilakukan untuk mengeluarkan bagian dari benjolan kemudian
dilihat dari mikroskop.
e. USG payudara
Dikenal dengan beast ultrasound, digunakan untuk mengevaluasi adanya
ketidaknormalan pada payudara yang telah ditemukan pada hasil pemeriksaan
mammografy

F. Penatalaksanaan
1. Pembedahan/operasi
Pembedahan dilakukan untuk mengangkat sebagian atau seluruh payudara
yang terserang kanker payudara. Tindakan pembedahan kanker payudara dapat
dilakukan dengan 3 cara yaitu:
a) Masektomi radikal (lumpektomi), yaitu operasi pengangkatan sebagian
dari payudara
b) Masektomi total (masetomi), yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara
saja, tetapi bukan kelenjer di ketiak.
c) Modified Mastektomi radikal, yaitu operasi pengangkatan seluruh
payudara, jaringan payudara di tulang dada, tulang selangka dan tulang
iga, serta benjolan disekitar ketiak.
2. Radioterapi
Radiologi yaitu proses penyinaran pada daerah yang terkena kanker dengan
menggunakan sinar X dan sinar gamma yang bertujuan membunuh sel kanker
yang masih terisisa di payudara..tindakan ini mempunyai efek kurang baik
seperti tubuh menjadi lemah, nafsu makan berkurang, warna kulit disekitar
payudara menjadi hitam, serta Hb dan leukosit cendrung menurun sebagai
akibat dari radiasi.
3. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam
bentuk pil cair atau kapsul atau melalui infuse yang bertujuan membunuh sel
kanker. Sistem ini diharapkan mencapai target pada pengobatan kanker yang
kemungkinan telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Dampak dari
kemoterapi adalah pasien mengalami mual dan muntah serta rambut rontok
karena pengaruh obat-obatan yang diberikan pada saat kemoterapi.
4. Terapi hormonal
Pertumbuhan kanker payudara bergantung pada suplai hormone estrogen, oleh
karena itu tindakan mengurangi pembentukan hormone dapat menghambat laju
perkembangan sel kanker, terapi hormonal disebut juga dengan therapi anti
estrogen karena system kerjanya menghambat atau menghentikan kemampuan
hormone estrogen yang ada dalam menstimulus perkembangan kanker pada
payudara.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah penulis paparkan hasil laporan kasus asuhan keperawatan anestesi
yang sudah ditegakkan beserta pembahasannya, maka penulis melanjutkan dengan
memberikan beberapa kesimpulan sebagaimana tujuan laporan kasus asuhan
keperawatan ini dibuat.
1. Tumor mamae adalah adalah karsinoma yang berasal dari parenkim, stroma,
areola dan papilla mammae. Juall,Lynda,Carpenito Moyet. (2003). Tumor
mammae adalah pertumbuhan sel – sel yang abnormal yang mengganggu
pertumbuhan jaringan tubuh terutama pada sel epitel di mammae (Sylvia,2004)
2. Pengkajian pada pasien Ny.N tindakan Mastektomi dengan general anestesi
didapatkan diagnosis keperawatan anestesi aktual pre-anestesi adalah nyeri
akut yang berhubungan dengan agen fisiologis dan Ansietas berhubungan
dengan krisis situasi akan dilakukan tindakan operasi, intra-anestesi adalah
pola nafas tidak efektif berhubungan dengan efek agen farmakologis (anestesi),
dan post-anestesi adalah bersihan jalan nafas berhubungan dengan hipersekresi
jalan nafas dan nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur
operasi)
3. Intervensi keperawatan anestesi yang difokuskan pada outcome diagnosis
aktual pre-anestesi yaitu kontrol nyeri yang adekuat dan kontrol kecemasan,
intra-anestesi yaitu ketidakefektifan jalan nafas dan post-anestesi yaitu bersihan
jalan nafas tidak efektif dan kontrol nyeri
4. Implementasi dilaksanakan sebagaimana rasional intervensi yang merujuk pada
outcome diagnosis keperawatan pre-anestesi, intra-anestesi dan post-anestesi
dengan baik.
5. Evaluasi masalah nyeri akut pada pre-anestesi teratasi sebagian sehingga
planning intervensi tetap dilanjutkan sampai pre-anestesi berakhir dan masalah
kecemasan pada pasien sudah teratasi dilihat dari kondisi pasien yang lebih
tenang dari sebelumnya dan status hemodinamik yang stabil, masalah pola
nafas tidak efektif pada intra-anestesi teratasi dengan planning intervensi
dipertahankan kepatenan jalan nafas, dan masalah bersihan jalan nafas pada
post-anestesi teratasi sebagian sehingga planning intervensi dilanjutkan dengan
monitoring status hemodinamik dan saturasi pasien.

B. Saran
Berdasarkan asuhan keperawatan anestesi yang telah ditegakkan pada pasien
Ny. N di Rumah Sakit Mardi Rahayu dan kesimpulan yang penulis sampaikan,
maka penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Sebagai perawat anestesi harus mampu profesionalisme menegakkan asuhan
keperawatan anestesi dengan dasar kebutuhan biopsikososiokultural secara
holistik dan mumpuni untuk berkolaborasi secara berkesinambungan.
2. Bersama laporan kasus ini, memperkaya literasi dan referensi sebagai acuan
bidang tenaga medis profesional untuk dapat dikembangkan dalam
memberikan dan menegakkan asuhan keperawatan anestesi.
3. Dengan dibuatnya makalah ini, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi peserta pelatihan perawat anestesi dan dapat menambah pengetahuan
tentang asuhan keperawatan anestesi tentang mastektomi dengan general
anestesi. Semoga dalam pembuatan asuhan keperawatan anestesi ini bisa
dijadikan sebagai refrensi untuk pembuatan asuhan keperawatan yang lainnya
DAFTAR PUSTAKA

Doenges M., (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta

Juall,Lynda,Carpenito Moyet. (2003).Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi


10.Jakarta:EGC

Junaedi, Iskandar dr., (2007) Kanker. Jakarta : PT. Buana Ilmu Populer

Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika

Price, Sylvia Anderson, (2004) .Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai