i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dan limpah terima kasih Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah yang
Makalah ini di buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester
Mahasiswa Alih Jenjang Jurusan S1 Keperawatan Maranatha Kupang, Mata Kuliah Falsafah
dan Teori Keperawatan. Semoga Makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para
pembacanya.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu Penulis mengharapkan adanya
kritik maupun saran yang membangun dari pihak lain untuk memperbaiki kekurangan pada
Makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR..........................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................iii
ABSTRAK..........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................1
B. Tujuan Penulisan.........................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................3
2.1 Aplikasi Teori Sister Callista Roy..............................................3
2.2 Aplikasi Teori Martha E. Rogers...............................................4
2.3 Aplikasi Teori Dorothy Johnson................................................8
2.4 Aplikasi Teori Madeleine M. Leininger.....................................14
2.5 Aplikasi Teori Florence Nightingale……………………….......21
BAB III PENUTUP.............................................................................23
3.1 Kesimpulan.................................................................................23
3.2 Saran...........................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................24
iii
ABSTRAK
Latar Belakang: Teori keperawatan adalah suatu pandangan atau pedoman yang diterapkan
dalam keperawatan baik untuk pendidikan dan prakteknya. Dalam keperawatan banyak sekali
tokoh yang mengemukakan teori keperawatan antara lain: Calista Roy,. Teori dapat
diaplikasikan dalam memberikan asuhan keperawatan dirumah sakit. Tujuan: menjelaskan
teori keperawatan yang dapat diaplikasikan perawat. Metode:: Metode yang digunakan
dalam kajian ini adalah Literature review, dengan menganalisis, eksplorasi, kajian bebas
pada artikel, jurnal, text book, maupun e-book yang releven dan berfokus pada metode
pembelajaran klinik yang mempengaruhi kemampuan berpikir kritis mahasiswa keperawatan.
Artikel yang digunakan pada literature review ini adalah artikel yang didapatkan dengan
memuat 3 database Pubmed, Geogle Scholar dan Science Direct. Artikel yang digunakan
minimal 14 referensi yang diterbitkan. Hasil: Berdasarkan literature reviewdidaptakan
bahwa banyak teori keperawatan yang dapat diaplikasikan dalam proses keperawatan dan
saat perawat memberikan asuhan keperawatan dirumah sakit. Kesimpulan:Implementasi dan
intervensi yang ditegakkan penulis sudah sesuai dengan teori-teori keperawatan yang bisa
dipelajari oleh perawat untuk memberi asuhan keperawatan.
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
perawat karena akan meningkatkan kemampuan perawat melalui teori metode
dapat dikembangkan secara teoritis dan sisitematis sehingga proses keperawatan
lebih mudah dilakukan dan asuhan keperawatan bisa terjalankan di Rumah Sakit.
1.2 Tujuan
1. menjelaskan apa itu teori keperawatan dan bagaimana bisa cara
mengaplikasikannya pada saat memberikan asuhan keperawatan kepada klien
di rumah sakit maupun di puskesmas
2. Memberitahukan asuhan keperawatan dengan pelaksanaan teori-teori dalam
keperawatan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Kesehatan adalah hal yang utama diinginkan semua orang begitu pula
dengan klien yang ingin sehat seperti semula, perawat dalam elemen ini
harus berpikir kedepannya bagaimana cara klien mendapatkan kesehatan
tersebut perawat harus memberikan asuhan keperawatan yang tepat
(Budiono, 2019.
A. Paradigma Keperawatan
Keperawatan Rogers memfokuskan manusia dan alam semesta sebagai
tempat tinggalnya, sesuai dengan sifat asuhan keperawatan, mencakup manusia
dan lingkungannya.ManusiaManusia sebagai sistem terbuka dan merupakan
proses interaksi yang terus-menerus dalam sistem tersebut.KesehatanSebagai
simbol kesejahteraan yaitu tidak mengalami sakit dan kesakitan yang
serius.LingkunganSuatu yang tidak dapat diperkecil dan merupakan lahan energi
yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
4
tindakan operasi, klien merasa tidak nyaman dengan kondisi di Rumah Sakit
berbeda dengan suasana di Rumah, klien mengeluh sulit melakukan aktivitas,
kebutuhan dibantu oleh perawat dan keluarganya, klien khawatir dengan sakit
yang dideritanya. Dalam kasus tersebut, aplikasi teori keperawatan Martha
Elizabeth Rogers dalam mengatasi masalah kesehatan yang dialami Ny. V adalah
menggunakan konsep-konsep prinsip hemodinamika yaitu Helici, Resonansi dan
Integrasi.
D. Pengkajian Integrasi
Ny. V merasakan adanya perasaan kurang nyaman berada di Rumah
Sakit karena klien mengalami adanya keterbatasan dalam melakukan aktivitas,
kebutuhannya dipengaruhi orang lain. Selain itu, klien juga merasa takut
dengan tindakan-tindakan medis yang baru pertama kali dia rasakan.Diagnosa
5
Keperawatan 1. Gangguan rasa nyaman : lingkungan berhubungan dengan
kurang pengendalian lingkungan 2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan kerusakan integritas struktur tulang. Kecemasan berhubungan dengan
adanya hospitalisasi Intervensi & Implementasi
6
dan energi secara terus menerus, dipengaruhi atau mempengaruhi
sekitarnya
3) kehidupan manusia berjalan lambat tanpa arah dan tiap individu memiliki
perbedaan
4) Identitas individu menggambarkan dan merefleksikan seluruh proses
kehidupannya serta dapat dilihat dari tingkah lakunya
5) Manusia diciptakan dengan karakteristik dan keunikan tersendiri (Mahyar
Suara dkk, 2010)
7
keperawatan dengan prinsip-prinsip hemodinamika untuk meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan di rumah Sakit
Sistem pada model teori Johnson terdiri dari ketujuh hasil interaksi
subsistem yang mengakibatkan fungsi spesifik untuk semua sistem
secara menyeluruh. Tujuh subsistem yang dimaksudkan terdiri dari attachment-
affiliative (kasih sayang/cinta-ikatan/pertalian), dependency, biologis (ingestion
dan eliminative), seksual, aggressive dan achievement. Behavioral Sistem Model
milik Johnson memiliki skematik yang jelas untuk menggambarkan interaksi
antara subsistem
8
dan kesehatan (Soekirman, 2000). Berbagai stresor negatif yang dihadapi pada
masalah gizi buruk akan berdampak pada kemampuan individu dalam
menghadapi atau mentoleransi kondisi tersebut.
Pada balita gizi buruk, subsistem biologis yang terganggu yaitu kurang
optimalnya fungsi pencernaan karena tidak adekuatnya pemenuhan nutrisi.
Subsistem seksual dalam hal ini jenis kelamin merupakan indikator penting
dalam menentukan status gizi balita dengan gizi buruk berdasarkan standar
WHO (2005). Menurut Jelliffe (1989, dalam Supariasa, 2002) menjelaskan
bahwa laki-laki lebih panjang dan lebih berat dibandingkan perempuan.
Subsistem agresif pada balita dengan gizi buruk berfokus pada perlindungan dan
pemeliharaan yang harus dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya. Upaya
tersebut dapat diwujudkan melalui keterlibatan orang tua dalam mengambil
tindakan secara tepat terhadap kondisi balita yang mengalami gizi buruk agar
kondisinya dapat terselamatkan. Subsistem achievement berfungsi untuk
memanipulasi, mengontrol aspek pribadi dan lingkungan untuk mencapai standar
kesempurnaan. Berdasarkan penjelasan tersebut, bahwa pada masalah balita
dengan gizi buruk diperlukan kemampuan memodifikasi serta mengendalikan
9
individu dan lingkungan terkait dengan perilaku hidup yang tidak sesuai agar
diperoleh derajat kesehatan yang tinggi.
Model sistem perilaku Johnson yang terdiri dari subsistem diatas saling
berpengaruh terhadap penilaian apakah balita masuk dalam kategori gizi baik
atau buruk. Status gizi tersebut merupakan petunjuk atau isyarat dalam
menentukan untuk mendorong dilakukannya intervensi keperawatan,
pemeliharaan atau pengasuhan serta perlindungan. Intervensi keperawatan pada
balita dengan gizi buruk dapat dilakukan dengan cara pemberian diet formula 75
dan 100 untuk meningkatkan berat badan. Tujuan atau hasil akhir dari intervensi
tersebut yaitu tercapainya keseimbangan perubahan perilaku yang dinamis. Hal
ini sangat penting untuk mengetahui apakah peningkatan berat badan dinyatakan
berhasil atau kurang berhasil. Peran serta orang tua dalam penatalaksanaan balita
gizi buruk yaitu dengan melakukan monitoring pemberian diet formula 75 dan
100. Keterlibatan orang tua sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran
dalam menghadapi stresor internal yaitu kondisi balita dengan gizi buruk.
Menurut Johnson stresor internal terdiri dari faktor biologis, psikologis dan
sosial. Faktor biologis berkaitan erat dengan status gizi buruk pada balita. Faktor
psikologis yaitu kondisi emosional atau perasaan keluarga dalam melakukan
perawatan gizi buruk, sedangkan faktor sosial adalah lingkungan sekitar yang
berpengaruh terhadap perubahan perilaku dalam perawatan balita gizi buruk.
A. Kerangka Teori
10
Supariasa, Bakri dan Fajar (2002) menjelaskan bahwa penilaian status
gizi dapat dilakukan dengan cara langsung dan tidak langsung. Penilaian gizi
secara langsung menggunakan antropometri untuk mengukur berat badan, tinggi
badan/ panjang badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada dan
lapisan lemak bawah kulit. Penilaian status gizi tidak langsung terdiri dari survey
konsumsi makanan, penilaian status gizi secara statistik vital dan penilaian status
gizi dengan melihat faktor ekologi. Husaini (1989) memaparkan jika status gizi
dipengaruhi oleh faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung
diantaranya yaitu konsumsi dan infeksi, sedangkan faktor tidak langsung
meliputi pendapatan, pengaruh budaya, sosial ekonomi, produksi pangan serta
fasilitas pelayanan dan kesehatan.
Depkes (2011) menjelaskan bahwa kriteria gizi buruk pada anak terdiri
dari gizi buruk tanpa komplikasi dan dengan komplikasi. Menurut Depkes
(2009) gejala klinis gizi buruk dapat dibedakan menjadi tiga yaitu kwashiorkor,
marasmus dan marasmik-kwashiorkor. Penyebab gizi buruk dijelaskan lebih
lanjut oleh UNICEF (1998, dalam Soekirman, 1999) dan Depkes (2003) antara
lain dikarenakan konsumsi makanan yang tidak seimbang, penyakit infeksi, pola
asuh anak, tidak cukup persediaan pangan, ketidakterjangkauan sanitasi air serta
pelayanan kesehatan. Pudjiadi (2000) menjelaskan bahwa akibat yang
ditimbulkan dari gizi buruk meliputi kelainan pada organ-organ tubuh, gangguan
perkembangan dan kecerdasan, gangguan sistem endokrin dan kematian.
Menurut Depkes (2007), penatalaksanaan gizi buruk terdiri dari sepuluh langkah
utama yaitu pengobatan/pencegahan pada hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi,
gangguan
11
penaganan gizi buruk terdiri dari membina hubungan terapeutik, sebagai advokat
dari keluarga, peran dalam pencegahan penyakit/ promosi kesehatan,
memberikan pendidikan kesehatan, memberikan konseling, peran pemberi
asuhan keperawatan, peran sebagai pengambilan keputusan etik. Depkes (2011)
mengatakan bahwa diet formula 75 dan 100 adalah salah satu formula standar
WHO berupa makanan cair yang dapat diberikan pada anak dengan gizi buruk.
12
Tanpa komplikasi (Subsistem Biologis) Gejala Klinis Gizi Buruk : -
Kwashiorkor - Marasmus - Marasmik-Kwashiorkor (Subsistem
Biologis) Peran Perawat : - Membina hubungan terapeutik
Advokat dari keluarga - Pencegahan penyakit - Pendidikan kesehatan -
Konseling dan dukungan - Asuhan keperawatan - Koordinator
dan kolaborator - Pengambil keputusan etik (Subsistem Achievment) Faktor
yang Mempengaruhi Status
Gizi :Faktor langsung (Subsistem Biologis) Konsumsi, infeksi - Faktor tidak
langsung Pendapatan, pengaruh budaya, sosial ekonomi, produksi
pangan, fasilitas pelayanan dan kesehatan (Subsistem Attachment-
Affiliative) Penilaian Status Gizi :
Secara langsung (Subsistem Biologis) BB, TB/PB, lingkar lengan
atas, lingkar kepala, lingkar dada, lapisan lemak bawah kulit
Secara tidak langsung Survey konsumsi makanan, penilaian status gizi secara
statistik vital, penilaian status gizi dengan melihat faktor ekologi Pemantauan
dan Evaluasi Penatalaksanaan Balita Gizi Buruk Rawat Jalan : Kurang
berhasil Kenaikan BB < 50 gram/kgBB/minggu - Baik Kenaikan BB ≥
50 gram/kgBB/minggu - Pemantauan berdasarkan status gizi,
konsumsi makanan dan pemeriksaan klinis - Evaluasi (indikator
input,proses, out put) (Subsistem Agresive) Penatalaksanaan Pemberian dan
Pengaturan Makanan Balita Gizi Buruk Rawat Jalan (Subsistem Biologis) : -
Diet tahap stabilisasi - Diet tahap rehabilitasi - Diet tahap lanjutan Diet
Formula 75 dan 100 : - Pengertian
Cara Pembuatan Penyebab Gizi Buruk (Langsung & Tidak Langsung :
Konsumsi makanan yang tidak seimbang - Penyakit infeksi
Pola asuh anak (Subsistem Dependensi) - Tidak cukup persediaan pangan
Ketidakterjangkauan sanitasi dan air serta pelayanan kesehatan
13
Akibat Gizi Buruk :
Kelainan pada organ-organ tubuh - Gangguan perkembangan mental
dan kecerdasan
Gangguan sistem endokrin – Kematian (Subsistem Biologis) Balita
Gizi Buruk.
2.4. Aplikasi teori
Madeleine M. Leininger
14
makalah ini akan diuraikan bagaimana teori model tersebut diaplikasikan dalam
proses keperawatan khususnya keperawatan jiwa.
Sejarah Terbentuknya Teori Medeline Leininger adalah pendiri dan
pelopor keperawatan transkultural dan teori perawatan manusia. Dia lahir di
Sutton, Nebraska, dan memulai karir perawat profesional setelah lulus pendidikan
dasar keperawatan dari St. Anthony School of Nursing di Denver, Colorado tahun
1948. Bsc dari Benedectine Collage Atchison tahun 1950. Setelah lulus, dia
bekerja sebagai instruktur, staf keperawatan, dan kepala perawat di unit medikal
bedah, serta sebagai Direktur unit psikiatri di Rumah Sakit St.Joseph, Omaha,
Nebraska. Pada saat bersamaan, dia mendalami ilmu keperawatan, administrasi
keperawatan, mengajar dan kurikulum keperawatan, test dan pengukuran di
Universitas Creighton, Omaha (Alligood, 2014).
Leininger memperoleh gelar Master keperawatan psikiatri dari
Universitas Catholic, Woshington DC pada tahun 1954,. Dia dipekerjakan di
sekolah kesehatan Universitas Cincinnati, Ohio, dan menjadi master klinik
spesialis keperawatan psikiatri anak yang pertama di dunia. Leininger juga
mengajukan dan memimpin program keperawatan psikiatri di Universitas
Cincinnati dan Pusat Keperawatan Psikiatri Terapeutik. Pada saat bersamaan, dia
menulis salah satu dasar keperawatan Psikiatri yang berjudul Basic Psychiatri
Concepts in Nursing yang dipublikasikan tahun 1960 dalam 11 bahasa dan
digunakan diseluruh dunia.
Pada pertengahan tahun 1950-an, saat di child guidance home,
Cincinnati, Leininger menemukan kekurangfahaman akan faktor budaya yang
mempengaruhi perilaku anak – anak. Mereka berasal dari bermacam – macam
latar belakang budaya. Leininger mengamati dan mempermasalahkan perbedaan
perawatan dan penanganan. Leininger mengalami cultural shock pada saat itu.
Hal ini membuat Leininger membuat keputusan untuk mengambil doktoral
berfokus pada budaya, sosial, psikologi antropologi di Universitas Woshington,
Seattle. Disana dia mempelajari berbagai budaya. Leininger menemukan sisi
15
menarik dari antropologi dan keyakinan dan dia berpendapat semua perawat
seharusnya tertarik akan hal ini. Leininger berfokus pada orang – orang Gadsup
di timur Highlands, New Guinea dimana dia tinggal bersama orang pribumi
selama 2 tahun dan mempelajari etnografikal dan etnonursing di dua desa. Selain
menemukan ciri – ciri unik dari budaya, Leininger juga mengobservasi perbedaan
antara budaya barat dan non-barat berkaitan dengan perawatan kesehatan.
Berdasarkan studi dan penelitian yang Leininger lakukan bersama orang Gadsup,
dia mengembangkan teori perawatan budaya dan metode etnonursing
1. Definisi Keperawatan Transkultural
2. Asumsi-Asumsi
1.Manusia
16
2. Kesehatan
Konflik budaya, kerugian praktik, stress budaya, dan nyeri terkait budaya
merefleksikan kurangnya pengetahuan tentang asuhan budaya yang
merupakan dasar untuk dapat memberikan perawatan yang sesuai budaya,
bertanggungjawab, aman, dan sensitif. Metode penelitian keperawatan etnis
memberikan makna penting untuk dapat menemukan dan
menginterpretasikan data yang terkait emic dan etic, data kompleks, dan data
dengan beragam asuhan budaya secara akurat (Alligood, 2014).
4.Keperawatan
Keperawatan transkultural merupakan disiplin ilmu dan profesi yang
humanistic dan ilmiah yang tujuan utamanya adalah untuk melayani individu,
kelompok, komunitas, masyarakat, dan institusi. Perawatan berbasis budaya
merupakan makna yang paling komprehensif dan holistic untuk mengetahui,
menjelaskan, dan menginterpretasikan dan memprediksi fenomena asuhan
keperawatan dan untuk memandu keputusan dan tindakan keperawatan.
17
Hubungan Model dan Paradigma Keperawatan
a. Manusia
18
3. Gambaran Kasus
Sebuah keluarga baru yang terdiri dari Ny. X berusia 26 tahun dan Ny.
Y berusia 19 tahun baru menikah sekitar 6 bulan yang lalu. Saat ini Ny. Y
sedang hamildengan usia kandungan 3 bulan. Tn. X dan Ny. Y sama-sama dari
suku Jawa. Saat ditanya perawat Ny. Y mengatakan ia sering mual dan muntah
sehingga ia malas untuk makan karena khawatir akan muntah-muntah lagi
setelah makan. Ny. Y mengatakan bingung cara mengurus anak karena ia masih
muda dan belum ada pengalaman menjadi seorang ibu. Ketika ditanyakan
mengenai pemeriksan kesehatan yang telah dilakukan, Ny. Y mengatakan bahwa
ia belum pernah memeriksakan kandungannya ke pelayanan kesehatan karena
malas berpergian. Perawat juga berkesempatan bertemu suami Ny. Y dan dari
hasil pengkajian Tn. X mengatakan sangat berbahagia dengan kondisi istrinya
yang sedang mengandung dan mengatakan malasnya istrinya adalah hal yang
wajar selama masa hamil. Tn. X merupakan lulusan SMP dan Ny. Y lulusan SD.
Tn. X bekerja sebagai tukang serabutan. Tn. X dan Ny. Y aktif di pengajian dan
kegiatan masyarakat lainnya. Ny. Y yakin kandungannya baik-baik saja karena
orang tuanya dulu tidak pernah memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan
tetapi semuanya baik-baik saja. Tn. X mengatakan ingin memiliki banyak anak
karena menurutnya, banyak anak banyak rejeki. Pada saat pemeriksaan, klien
mengeluh pusing dan lemas terutama setelah melakukan pekerjaan rumah
tangga, seperti mencuci. Dari hasil pemeriksaan ditemukan bahwa TD klien
90/70 mmHg, suhu 36,50C, RR 18x/menit, nadi 61x/menit, BB 41kg, TB 150
cm, klien tampak lemah dan pucat, rutin mandi 2 kali sehari. Ny. Y memiliki
riwayat anemia dan pernah sampai dibawa ke rumah sakit. Ny. Y mengatakan
hanya membeli obat di warung ketika merasa pusing dan lemas karena setelah
minum obat warung dan tidur, klien merasa sehat kembali sehingga tidak perlu
datang ke pelayanan kesehatan. Ny. Y menolak tranfusi darah karena ia dan
keluarga percaya bahwa menerima darah dari orang lain dilarang oleh agama.
Klien hanya tinggal berdua dengan suaminya. Perawat menyarankan klien untuk
19
pergi ke pelayanan kesehatan karena dikhawatirkan klien terkena anemia.
4. Aplikasi Teori Medeleine leininger Pada Asuhan Keperawatan
Teori Leininger menyatakan bahwa kesehatan dan asuhan dipengaruhi oleh
elemen-elemen antara lain struktur sosial seeperti tekhnologi, kepercayaan dan
faktor filosofi, sistem sosial, nilai-nilai kultural, politik dan fakto-faktor legal,
faktor-faktor ekonomi dan faktor-faktor pendidikan. Faktor sosial ini berhubungan
dengan konteks lingkungan, bahasa dan sejarah etnis. Masing-masing sistem ini
nerupakan bagian struktur sosial. Pada setiap kelompok masyarakat terdapat
pelayanan kesehatan, pola- pola yang ada dalam masyarakat, dan praktek-praktek
yang merupakan baggian integral dari aspek-aspek struktur sosial.
Dalam sunrise model, Leineinger menampilkan visualisasi hubungan antara
berbagai konsep yang signifikan. Ide pelayanan dan perawatan (yang dilihat
Leineinger sebagai bentuk tindakan dari asuhan) merupakan inti dari idenya
tentang keperawatan. Memberikan asuhan merupakan jantung dari keperawatan.
Tindakan membantu didefinisikan sebagai perilaku yang mendukung. Menurut
Leineinger, bantuan semacam ini baru dapat benar-benar efektif jika latar belakang
budaya klien juga dipertimbangkan, dan perencanaan serta pemberian asuhan selalu
dikaitkan dengan budaya.
Budaya dan tingkat pendidikan sangat berperan penting dalam proses
intervensi ini sebagaimana disebutkan oleh Leininger bahwa budaya adalah pola
dan nilai kehidupan seseorang yang mempengaruhi keputusan dan tindakan.
Diharapkan ketika perawat mempelajari teori ini, perawat dapat melakukan
tindakan sesuai dengan budaya klien dan bernegosiasi apabila budaya tersebut
memberikan dampak negatif pada klien. Agar klien dapat kooperatif selama
mengikuti intervensi yang diberikan.
20
2.5. Aplikasi Teori
Florens Nightingale
Menurut Departemen Kesehatan (2002) home care adalah pelayanan
kesehatanyang berkesinambungan dan komprehenshif yang diberikan kepada
individu dankeluarga ditempat tinggal mereka yang bertujuan untuk
meningkatkan, mempertahankan atau memulihkan kesehatan atau
memaksimalkan tingkat kemandirian dan meminimalkan akibat dari penyakit.
Seiring dengan itu maka konsep pelayanan kesehatan pun harus berubah,
yangtadinya masyarakat yang mendatangi institusi pelayanan kesehatan seperti
rumahsakit dan puskesmas menjadi pelayanan kesehatan yang mendatangi
masyarakat. Oleh karena itu, paradigma bahwa rumah sakit adalah tempat paling
dalam penyembuhan dan perawatan pasien sudah mulai berubah menjadi perawat
an dirumah (home care) Pelayanan kesehatan di rumah (home care) merupakan
penyediaan pelayanandan peralatan profesional perawat bagi pasien dan
keluarganya di rumah untuk menjaga kesehatan.
Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan pengertian Home Care2.
2. Menjelaskan konsep home care menurut teori Florence Nightiangle3.
Konsep Home Care Berdasarkan Aplikasi Teori Keperawatan (Florence Nightingale)
Menurut Hidayat (2004), Model / teori keperawatan yang mendukung home care
antara lain :
a. Teori Lingkungan (Florence Nightingale)
Model konsep ini memberikan inspirasi dalam perkembangan
praktikkeperawatan sehingga akhirnya dikembangan secara luas, paradigma
perawatdalam tindakan keperawatan hanya memberikan kebersiham lingkungan
adalahkurang benar, akan tetapi lingkungan dapat mempengaruhi proses
keperawatan pada pasien, sehingga perlu diperhatikan. Inti konsep Florence Night
21
ingale, pasien dipandang dalam konteks lingkungan secara keseluruhan, terdiri da
rilingkungan fisik, lingkungan psikologis dan lingkungan sosial.
22
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan kajian ini adalah perawat dapat
mengaplikasikan teori-teori yang telah dijelaskan di dalam rumah sakit. Teori-
teori keperawatan dapat membamtu perawat dalam melakukan asuhan
keperawatan yang sistematis dan bermutu tinggi. Implementasi dan intervensi
yang ditegakkan penulis di atas sudah sesuai dengan teori-teori keperawatan yang
bisa dipelajari oleh perawat untuk memberi asuhan keperawatan.
3.2. Saran
Kepada pihak pelayanan kesehatan diharapkan menerapkan aplikasi teori
keperawatan pada klien sesuai dengan teori-teori diatas agar klien lebih merasa
puas dengan pelayanan dan perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang
maksimal.
23
DAFTAR PUSTAKA
24
25