Anda di halaman 1dari 27

PERENCANAAN DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN DUKUN

Dosen pengampu : S. SiT. M. Kes

Oleh kelompok 4 :

Novita Ayu Virnanda ( 20153010021 )

Nurun Nikmah ( 20153010022 )

Ria Vironika ( 20153010023 )

Ririn Melati ( 20153010024 )

Rofiatul ( 20153010025 )

Rohmatul Hasanah ( 20153010026 )

Widya Fitri Ningsih ( 20153010027 )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

NGUDIA HUSADA MADURA

2022
Lampiran 2. Lembar penyataan ( dilampirkan dalam makalah)

Dengan ini kami menyatakan bahwa:

Kami mempunyai kopi dari makalah ini yang bisa kami reproduksi jika makalah yang
dikumpulkan hilang atau rusak.

Makalah ini adalah hasil karya kami sendiri dan bukan merupakan karya orang lain kecuali yang
telah dituliskan dalam referensi,serta tidak ada seorang pun yang membuatkan makalah ini
untuk kami.

Jika dikemudian hari terbukti adanya ketidakjujuran akademik, kami bersedia mendapatkan
sangsi sesuai peraturan yang berlaku.

Bangkalan, 9 Oktober 2022

NAMA NIM Tanda Tangan


Mahasiswa

Novita Ayu Virnanda 20153010021

Nurun Nikmah 20153010022

Ria Vironika 20153010023

Ririn Melati 20153010024

Rofiatul 20153020025

Rohmatul Hasanah 20153010026

Widya Fitri Ningsih 20153010027


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini yang disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu dan
mengerti tentang “Perencanaan dan strategi pemberdayaan dukun" . Meskipun banyak
tantangan dan hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tetapi kami berhasil
Menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah meluruskan penulisan
makalah ini, baik dosen maupun teman-teman yang secara langsung maupun tidak langsung
memberikan kontribusi positif dalam proses pengerjaannya.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, diharapkan kritik
dan saran pembaca demi kesempurnaan makalah kami ini untuk ke depannya. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi peningkatan proses belajar mengajar dan menambah pengetahuan kita
bersama. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih.

Bangkalan, 9 Oktober 2022

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................. ii

Daftar Isi..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 3

1.3 Tujuan.................................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 4

A. Definisi Dukun.......................................................................................
B. Fungsi Dukun.......................................................................................
C. Peran Dukun.......................................................................................
D. Kelebihan Dan Kekurangan Dukun.........................................................

2.1 Pemberdayaan Dan Strategi Dukun..........................................................

A. Aras Makro...........................................................................................
B. Aras Mezzo...........................................................................................
C. Aras Mikro...........................................................................................

2.2 Materi Pembinaan Dukun............................................................................

A. Survey Kebutuhan Dukun.......................................................................


B. Penyusunan Kompetensi Dukun.....................................................................
C. Penyusunan Materi Pelatihan Dukun................................................................

2.3 Pendampingan Sosial Dukun...........................................................................

2.4 Bidang Tugas Pendampingan.........................................................................

2.5 Peran Sebagai Pendampingan...................................................................

A. Fasilitator............................................................................................
B. Mediator...........................................................................................
C. Bloker................................................................................................
D. Pembela............................................................................................
E. Pelindung........................................................................................

BAB III PENUTUP.......................................................................................... 10


3.1 Simpulan................................................................................................... 10

3.2 Saran..................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dalam bukunya, Edi Suharto menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah suatu cara dengan
mana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas)
kehidupannya.
Peranan dukun di masyarakat dalam menolong seorang ibu dalam masa kehamilan, persalinan
dan sesudah persalinan berkaitan erat dengan budaya dan kebiasaan setempat. Dukun bayi
kebanyakan merupakan orang yang dikenal banyak di desa, dihormati, dianggap sebagai orang
tua dan dipercaya serta berpengalaman. Meskipun dukun mampu menolong persalinan namun
dukun tidak memiliki pengetahuan klinis mengenai persalinan yang aman sehingga diperlukan
adanya pembinaan dan pemberdayaan pada dukun untuk menurunkan angka kematia ibu dan
anak.

Aras Mikro, pemberdayaan pada aras ini dilakukan terhadap klien secara individu yang
mana melalui bimbingan, konseling, stress management, dan crisis intervention. Dengan tujuan
untuk membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya.

Aras Mezzo, pemberdayaan pada aras ini dilakukan terhadap sekelompok klien yang
mana menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan, pelatihan, pengetahuan
dan keterampilan merupakan strategi dalam meningkatkan kesadaran dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapinya.

Aras Makro, aras ini disebut juga sebagai strategi sistem besar karena perubahannya lebih
terhadap lingkungan yang lebih luas seperti perumusan kebijakan, kampanye, aksi sosial, dan
pengorganisasian masyarakat. Aras ini juga memandang klien sebagai orang yang memiliki
kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan juga untuk memilih serta
menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana strategi aras mikro, aras makro, dan aras Mezzo dalam pemberdayaan dukun?
2. Apa yang dimaksud survey kebutuhan dukun, penyusunan kompetensi dukun, dan
penyusunan materi pelatihan dukun dalam pembinaan materi?
3. Apa yang dimaksud dengan pendampingan sosial dukun?
4. Apa yang dimaksud dengan bidang peran pendampingan?
5. Bagaimana peran fasilitator, mediator, bloker, pembela , dan pelindung sebagai
pendampingan?
1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui dan memahami strategi mikro, makro, dan Mezzo dalam pemberdayaan
dukun
2. Untuk mengetahui dan memahami survey kebutuhan dukun, penyusunan Kompetensi
dukun, dan penyusunan materi pelatihan dukun dalam materi pembinaan dukun
3. Untuk mengetahui pendampingan sosial dukun
4. Untuk mengetahui bidang tugas pendampingan dukun
5. Untuk mengetahui dan memahami peran fasilitator, mediator, bloker, pembela, dan
pelindung sebagai pendamping

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Dukun bayi adalah orang yang dianggap terampil dan dipercaya oleh masyarakat untuk
menolong persalinan dan perawatan ibu dan anak sesuai kebutuhan masyarakat.(Dep Kes RI.
1994 : 2).

Dukun bayi adalah seorang anggota masyarakat, pada umumnya seorang wanita yang
mendapat kepercayaan serta memiliki ketrampilan menolong persalinan secara tradisional dan
memperoleh ketrampilan tersebut dengan cara turun temurun belajar secara praktis atau cara
lain yang menjurus kearah penigkatan ketrampilan tersebut serta melalui petugas kesehatan.

Dukun bayi adalah seorang wanita atau pria yang menolong persalinan kemampuan ini
diperoleh secara turun menurun dari ibu kepada anak atau dari keluarga dekat lainnya
(Kusnada Adimihardja).
Menurut Sarwono Prawiroharjo (1999) ciri dukun bayi adalah :

1) Dukun bayi biasanya seorang wanita, hanya dibali terdapat dukun bayi pria.
2) Dukun bayi umumnya berumur 40 tahun keatas.
3) Dukun bayi biasanya orang yang berpengaruh dalam masyarakat.
4) Dukun bayi biasanya mempunyai banyak pengalaman dibidang sosial, perawatan diri
sendiri, ekonomi, kebudayaan dan pendidikan.
5) Dukun bayi biasanya bersifat turun menurun.

Pembagian Dukun Bayi, Menurut Depkes RI, dukun bayi dibagi menjadi 2 yaitu:

1) Dukun Bayi Terlatih, adalah dukun bayi yang telah mendapatkan pelatihan oleh tenaga
kesehatan yang dinyatakan lulus.
2) Dukun Bayi Tidak Terlatih, adalah dukun bayi yang belum pernah terlatih oleh tenaga
kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.
B. Fungsi Dukun

Selaras dengan keterampilannya, dukun bayi memiliki 2 macam fungsi, ialah fungsi
utama dan fungsi tambahan. Fungsi utama dukun bayi ialah melaksanakan pertolongan
persalinan secara benar dan aman. Untuk mendukung fungsi utamanya, maka fungsi tambahan
dapat dikembangkan setempat, sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan
pelayanan kesehatan. Dalam kerangka program KIA, fungsi dukun bayi meliputi:

1) Perawatan ibu hamil normal


2) Pengenalan dan rujukan ibu hamil dengan resiko tinggi dan penyulit kehamilan.
3) Rujukan ibu hamil untuk mendapat suntikan TT
4) Persalinan yang aman
5) Perawatan masa nifas
6) Pengenalan dan rujukan ibu masa nifas dan bayi untuk diimunisasi

Agar dukun bayi dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Diharapkan mereka terlibat secara
aktif di posyandu setempat. Jenis dan derajat keterlibatan dukun bayi di posyandu diserahkan
kepada dukun bayi sendiri dan pengaturan dukun bayi di masyarakat.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat termasuk didalamnya penurunan kematian bayi dan
anak, akan lebih berhasil bila mengikutsertakan masyarakat. dukun bayi adalah salah satu
warga masyarakat yang sangat potensial dalam upaya tersebut.

C. Peran Dukun
1. Memberitahu ibu hamil untuk bersalin di tenaga kesehatan. Pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan adalah persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
diantaranya bersalin dengan bidan karena bidan :
a. Bisa menilai secara tepat bahwa persalinan sudah dimulai dan dapat memberikan
pelayanan dan pemantauan yang memadai dengan memperhatikan kebutuhan ibu
selama proses persalinan berlangsung.
b. Dapat melakukan pertolongan persalinan yang aman.
c. Bidan melakukan pengeluaran plasenta dengan peregangan tali pusat dengan benar
d. Bidan mengenali secara tepat tanda – tanda gawat janin dan tanda bahaya dalam
persalinan sehingga dapat melakukan rujukan secara tepat.
2. Mengenali tanda bahaya pada kehamilan persalinan nifas dan rujukannya
3. Pengenalan dini tetanus neonatorum BBL dan rujukanya
D. Kelebihan dan Kekurangan Dukun

Peran dukun sangat sulit ditiadakan karena masih mendapat kepercayaan masyarakat. Terdapat
kelebihan dan kekurangan persalinan yang ditolong oleh dukun antara lain :

1. Kelebihan
 Dukun merawat ibu dan bayinya sampai tali pusatnya putus.
 Kontak ibu dan bayi lebih awal dan lama
 Persalinan dilakukan di rumah
 Biaya murah dan tidak ditentukan.
2. Kekurangan
 Dukun belum mengerti teknik septic dan anti septic dalam menolong persalinan.
 Dukun tidak mengenal keadaan patologis dan kehamilan, persainan, nifas dan bayi baru
lahir.
 Pengetahuan dukun rendah sehingga sukar ditatar dan di ikutsertakan dalam program
pemerintah. (Pedoman Supervise Dukun Bayi, 1992)

2.1 STRATEGI DAN PEMBERDAYAAN DUKUN

A. Aras Mikro

Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, stres
manajemen, krisis intervensi. Tujuan utamanya adalah membeimbing atau melatih klien dalam
menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan yang
berpusat pada tugas.

Pada aras mikro peran utama pekerja sosial adalah sebagai pialang yang menghubungkan klien
dengan sumber – sumber yang tersedia pada lingkungan sekitar.

Sebagai pialang social utama yang dilakukan pekerja social adalah manajement kasus (case
manajement) yang mengkoordinasikan berbagai pelayanan social yang disediakan oleh
beragam penyedia. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan meliputi:

a. Melakukan assessment terhadap situasi dan kebutuhan khusus klien.


b. Memfasilitasi pilihan – pilihan klien dengan berbagai informasi dan sumber alternatif.
c. Membangun kontak antara klien dan lembaga – lembaga pelayanan social.
d. Menghimpun informasi mengenai berbagai jenis dan lokasi pelayanan social, parameter
pelayanan, dan kriteria elijibilitas.
e. Mempelajari kebijakan- kebijakan , syarat – syarat ,prosedur dan proses pemanfaatan
sumber kemasyarakatan .
f. Menjalin relasi kerjasama dengan berbagai profesi kunci.
g. Memonitor dan mengevaluasi distribusi pelayanan.

Strategi mikro yang dilakukan dalam pembinaan dukun adalah dengan melakukan pendekatan
kepada dukun oleh kader posyandu agar mau bermitra dengan bidan. Dalm hal ini dukun akan
dialihfungsikan perannya sebagai penolong persalinan kepada bidan, tetapi tetap berperan
dalam merawat ibu selama masa kehamilan, mendampingi selama persalinan (dengan
melakukan ritual adat dan kegamaan untuk membuat ibu merasa lebih tenang dan aman) dan
merawat ibu dan bayi setelah persalinan (masa nifas). Dalam kata lain kegiatan bidan
mencakup aspek medis dan kegiatan dukun mencakup aspek non medis. Peran kader posyandu
sangat besar, selain sebagai pemberi informasi kesehatan kepada masyarakat juga sebagai
penggerak masyarakat untuk datang ke posyandu dan melaksanakan perilaku hidup bersih
sehat dimana salah satu program utamanya adalah kesehatan ibu dan anak kader posyandu
juga bisa menjadi elemen yang dapat memediasi pembetukan kemitraan antara dukun dan
bidan bahkan dalam jangka panjang peran kader posyandu tersebut dapat juga menjaga
komitmen dukun bayi untuk tetap bermitra.

Dalam tahapan ini kader posyandu akan mengajak dukun bayi untuk memberdayakan tradisi
setempat yang positif berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak dan menghilangkan kebiasaan
buruk yang dilakukan pada ibu hamil, menyusui, nifas, dan bayi baru lahir serta mendorong
dukun untuk mengunjungi posyandu, pustu, poskesdes ataupun puskesmas sehingga dukun
bayi dapat terlibat aktif dalam setiap kegiatan rutin bulanan kader posyandu.

Jika ada kemungkinan dukun bayi tidak mau bermitra dengan bidan, bidan dapat melakukan
pendekatan dengan sering melakukan kunjungan dengan dukun yang tidak mau bermitra (bisa
dilakukan bersama perangkat desa, tokoh masyarakat, dukun bayi yang sudah bermitra, kader
posyandu) untuk memberi pemahaman bahwa tidak sepenuhnya digantikan oleh bidan dan
menginformasikan berbagai keuntungan yang didapat dukun bayi yang mau bermitra (insentif
berupa uang, pelatihan-pelatihan, sertifikat, seragam, perlengkapan penyuluhan, kesempatan
magang di pustu atau puskesmas dan lain-lain).

B. Aras Mezzo

Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan


menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan ,dinamika
kelompok , biasanya digunakan sebagai strategis dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan,
ketrampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang
dihadapinya. Kegiatan yang dilakukan antara lain:
1. Menelisik pandangan dan kepentingan-kepentingan khusus dari masing-masing pihak
2. Menggali kesamaan-kesamaan yang dimiliki oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.
3. Membantu pihak-pihak agar dapat bekerja sama.
4. Mendefinisikan menangani berbagai hambatan komunikasi dari sebuah kerjasama.
5. Mengidentifikasi berbagai manfaat yang ditimbulkan
6. Memfasilitasipertukaran informasi secara terbuka diantara berbagai pihak.

Strategi mezzo yang bisa dilakukan untuk pemberdayaan dukun adalah dengan melakukan
pelatihan dan pembinaan kepada sekelompok dukun yang sudah mau bermitra dengan bidan
yang dilakukan oleh bidan. Pembinaan yang dapat dilakukan antara lain pembinaan tentang
cara menyusui yang benar, cara perawatan payudara, perawatan bayi dan balita, pemberian
makanan pendamping ASI bayi dan balita, pengenalan tanda-tanda bahahaya dan komplikasi
pada ibu hamil sehingga bisa dilakukan rujukan sesegera mungkin ke bidan atau tenaga medis
terkait. Selain itu bisa juga diadakan lokakarya kemitraan bidan, dukun dan kader posyandu di
tingkat kecamatan maupun tingkat kabupaten atau dalam bentuk kegiatan lain sekaligus
memberikan dukungan utamanya dukungan program, anggaran dan dukungan moral dari
kepala daerah karena hal ini sangat berpengaruh dalam memecah kebekuan relasi antara
bidan dan dukun. Bentuk kegiatan untuk memperoleh dukungan dari berbagai pihak dapat
dilakukan melalui konsultasi dan koordinasi intensif dengan kepala daerah maupun dalam
bentuk audiensi kepada DPRD Kabupaten/Kota.

C. Aras Makro

Pendekatan ini disebut juga sebagai strategi sistem besar karena sasaran perubahan diarahkan
pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye,
dan aksi sosial. Lobbying, pengorganisasian masyarakat, dan manajemen konflik adalah
beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi sistem besar

memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi
mereka sendiri dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.
Strategi makro yang bisa dilakukan untuk pemberdayaan dukun setelah pealatihan dan
pembinaan dilakukan adalah pemerintah menetapkan kebijakan resmi bahwa setiap persalinan
ibu harus ditolong oleh tenaga kesehatan dan tentang kemitraan bidan dan dukun bayi yang
disosialisasikan kepada pemerintah di daerah, bidan, kader serta dukun terkait dan
menetapkan beberapa regulasi terkait tentang pelayanan kesehatan seperti :

1. Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah


2. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
3. Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan
4. Peraturan menteri dalam negeri nomor 19 tahun 2011 tentang pedoman
penginterasian layanan sosial dasar di posyandu
5. Peraturan menteri kesehatan nomor 741/menkes/perVII/2008 tentang standar
pelayanan minimal bidang kesehatan di kabupaten/kota
6. Keputusan menteri kesehatan nomor 900 tahun 2009 tentang registrasi dan praktik
bidan
7. Keputusan menteri kesehatan nomor 369/menkes/sk/2007 tahun 2007 tentang standar
profesi bidan
8. Keputusan menteri kesehatan nomor 938/menkes/sk/VII/2007 tentang standar asuhan
kebidanan dan
9. Keputusan menteri kesehatan nomor 828/menkes/sk/IX/2008 tentang petunjuk teknis
standar pelayanan minimal bidang kesehatan di kabupaten/kota

Pemerintah juga harus memastikan ketersediaan bidan yang berkualitas di setiap desa,
fasilitas kesehatan yang memadai serta tersedianya akses yang mudah menuju sarana
kesehatan, sehingga dalam hal ini dukun bisa menjadi lebih percaya kepada pemerintah.

2.2 MATERI PEMBINAAN DUKUN

1. Survey Kebutuhan dukun

Kader merupakan tenaga masyarakat yang di anggap paling dekat dengan masyarakat.
Mekanisme pembentuakan kader membutuhkan kerjasama tim. Hal ini disebabkan karena
kader yang akan di bentuk terlebih dahulu harus di berikan pelatihan kader. Pelatihan kader
diberikan kepada calon kader di desa yang telah di tetapkan. Sebelumnya telah dilaksanakan
kegiatan persiapan tingkat desa berupa pertemuan desa, pengamatan dan adanya keputusan
bersama. Mengumpulkan Toma dan Toga dalam suatu pertemuan dengan tujuan menjelaskan
bahwa menjadi kader itu merupakan suatu tindakan yang sangat mulia karena perannya yang
sangat penring di masyarakat. Menjelaskan bahwa kader merupakan tugas tanpa pamrih
dimana seorang kader menjalankan tugasnya untuk kepentingan seluruh masyarakat yang ada
di lingkungannya. Calon kader berdasarkan kemampuan dan kemauan berjumlah 4 – 5 orang
untuk tiap posyandu.

2. Penyusunan Kompetensi Dukun

Dukun bayi merupakan seseorang yang dianggap terampil dan dipercaya oleh masyarakat untuk
menolong persalinan dan dipercaya oleh masyarakat untuk menolong persalinan dan
perawatan ibu dan anak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pembinaan dukun adalah suatu
pelatihan yang diberikan kepada dukun bayi oleh tenaga kesehatan yang menitikberatkan pada
peningkatan pengetahuan dukun yang bersangkutan, terutama dalam hal higiene sanitasi, yaitu
mengenai perawatan bayi baru lahir, serta pengetahuan tentang perawatan kehamilan, deteksi
dini terhadap risiko tinggi pada ibu dan bayi, KB, gizi serta pencatatan kelahiran dan kematian.
Pembinaan dukun dilakukan dengan memperhatikan kondisi, adat, dan peraturan dari masing-
masing daerah atau dukun berasal ,karena tidak mudah mengajak seseorang dukun untuk
mengikuti pembinaan.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan bidan dalam pembinaan dukun adalah sebagai
berikut:

a. Fase I: pendaftaran Dukun


 Semua dukun yang berpraktek didaftar dan diberikan tanda terdaftar
 Dilakukan assesment mengenai pengetahuan/ ketrampilan dan sikap mereka dalam
penanganan kehamilan
b. Fase II : Pelatihan
 Dilakukan pelatihan sesuai dengan hasil assesment
 Diberikan sertifikat
 Diberikan penataan kembali tugas dan wewenang bidan dalam pelayanan kesehatan

3. Penyusunan Materi Pelatihan Dukun

Berikut adalah klasifikasi materi yang di berikan untuk melakukan pembinaan dukun:

a. Promosi Bidan Siaga


Salah satu cara untuk melakukan promosi bidan siaga, yaitu dengan melakukan
pendekatan dengan dukun bayi yang ada di desa untuk bekerja sama dalam pertolongan
persalinan.  Bidan dapat memberikan imbalan jasa yang sasuai apabila dukun
menyerahkan ibu hamil untuk bersalin ke tempat bidan. Dukun bayi dapat di libatkan
dalam perawatan bayi baru lahir. Apabila cara tersebut dapat di lakukan dengan baik,
maka dengan kesadaran, dukun akan memberitaukan ibu hamil untuk
melakukan persalinan di tenaga kesehatan (bidan). Ibu dan bayi selamat, derajat
kesehatan ibu dan bayi di wilayah tersebut semakin meningkat.
b. Pengenalan Tanda Bahaya Kehamilan, Persalinan, Nifas, dan Rujukan
1. Tanda-tanda bahaya kehamilan
Pada setiap kehamilan perlu di informasikan kepada ibu, suami dan keluarga tentang
timbulnya kemungkinan tanda-tanda bahaya dalam kehamilan. Adanya tanda-tanda
bahaya mengharuskan ibu, suami / keluarga untuk segera membawah ibu
kepelayanan kesehatan / memanggil bidan. Tanda-tanda bahaya  kehamilan
meliputi :
 Perdarahan jalan lahir
 Kejang
 Sakit kepala yang berlebihan
 Muka dan tangan bengkak
 Demam tinggi menggigil / tidak
 Pucat
 Sesak nafas
2. Tanda-tanda kegawatan dalam persalinan
Sebagai akibat dari permasalahan dalam persalinan, kegawatan
dalam persalinan dapat terjadi dengan tanda-tanda sebagai berikut :
 Perdarahan
 Kejang
 Demam, menggigil, keluar lender dan berbau
 Persalinan lama
 Mal presentase
 Plasenta tidak lahir dalam 30 menit
 Kegawatan masa nifas
 Pada masa segera setelah persalinan, kegawatan dapat terjadi baik pada ibu
ataupun bayi. Kegawatan yang dapat mengancam keselamatan ibu baru bersalin
adalah perdarahan karena sisa plasenta dan kontraksi serta sepsis (demam).
Pada bayi yang baru dilahirkan dapat terjadi depresi bayi dan atau trauma.
 Bila terjadi kegawatan pada ibu / bayi beri tahu ibu, suami dan keluarga tentang
tatalaksanaan yang dikerjakan dan dampak yang dapat ditimbulkan dari
tatalaksana tersebut. Serta persiapan tindakan rujukan. Tindakan ini perlu untuk
melibatkan ibu, suami dan keluarga sehingga tercapai suatu kerjasama yang baik.
 Apabila ibu dan bayi sudah berada dirumah, informasikan kepada ibu, suami dan
keluarga bahwa adanya tanda-tanda kegawatan mengharuskan ibu untuk
dibawah segera kesarana pelayanan kesehatan atau menghubungi bidan.Tanda-
tanda kegawatan masanifas pada ibu.
3. Tanda-tanda kegawatan masa nifas pada ibu yang perlu diperhatikan meliputi:
 perdarahan banyak atau menetap
 rasa lelah yang sangat, mata, bibir dan jari pucat
 bengkak pada salah satu atau kedua kaki
 rasa sakit pada perut berlebihan dan lokia berbau busuk atau berubah warna.
 pucat, tangan dan kaki dingin (syok)
 tidur turun dratis
 kejang
 sakit kepala berlebihan / gangguan pandangan
 bengkak pada tangan dan muka
 peningkatan tekanan darah
 buang air kecil sedikit / berkurang dan sakit
 tidak mampu menahan BAK / ngompol
 demam tanpa atau dengan menggigil
 adanya kesedihan yang mendalam, kesulitan dalam tidur, makan dan merawat
bayi.
 Adanya salah satu tanda kegawatan tersebut mengharuskan ibu mendapatkan
pelayanan dari bidan / mencari pertolongan kesarana pelayanan kesehatan.
4. Tanda-tanda kegawatan masa nifas pada bayi
c. Pengenalan Dini Tetanus Neonatorum, BBLR, dan Rujukan
Tetanus neonatorum adalah penyakit pada bayi baru lahir, disebabkan masuknya kuman
tetanus melalui luka tali pusat, akibat pemotongan tali pusat dengan alat yang tidak
bersih, luka tali pusat kotor atau tidak bersih karena diberi bermacam-macam ramuan,
atau ibu hamil tidak mendapat imunisasi TT lengkap sehingga bayi yang dikandungnya
tidak kebal terhadap penyakit tetanus neonatorum.
d. Penyuluhan Gizi dan KB
 Ibu hamil makan makanan yang bergizi yang mengandung empat sehat lima 
sempurna.
 Makan satu piring lebih banyak dari sebelum hamil.
 Untuk menambah tenaga, makan makanan selingan pagi dan sore hari seperti kolak,
kacang hijau, kue-kue dan lain-lain.
 Tidak ada pantangan makan selama hamil
 Minum 1 tablet tambah darah selama hamil dan nifas.
e. Pencatatan kelahiran dan kematian
 Angka Kematian Bayi (AKB)
 Angka Kematian Balita (AKABA)
 Angka Kematian Ibu (AKI)
 Angka Kematian Kasar (AKK)

2.3 PENDAMPINGAN SOSIAL DUKUN

Pendamping adalah bidan yang ditunjuk untuk memfasilitasi dan melakukan aktivitas
bimbingan kepada masyarakat untuk melalui tahapan-tahapan dalam sebuah program
pembangunan.

Peran bidan sebagai fasilitator adalah bidan memberikan bimbingan
teknis dan memberdayakan pihak yang sedang didampingi (dukun bayi, kader,
tokoh masyarakat) untuk  tumbuh  kembang  kearah  pencapaian  tujuan yang diinginkan. Nilai -
nilai universal dalam fasilitasi :

1) Demokrasi
2) Tanggung Jawab
3) Kerjasama
4) Kejujuran
5) Kesamaan Derajat

Keberhasilan pelaku pemberdayaan dalam memfasilitasi proses pemberdayaan juga dapat


diwujudkan  melalui  peningkatan  partisipasi  aktif masyarakat. Fasilitator harus  terampil
mengintegritaskan  tiga  hal  penting yakni optimalisasi fasilitasi, waktu yang disediakan dan 
optimalisasi partisipasi masyarakat. 

Masyarakat pada saat menjelang batas waktu harus diberi kesempurnaan agar siap


melanjutkan program pembangunan  secara mandiri. Sebaliknya, fasilitator harus
mulai mengurangi campur tangan secara perlahan Sebagai tenaga ahli,
fasilitator sudah pasti dituntut untuk selalu terampil melakukan. Persoalan yang
diungkapkan masyarakat saat problem solving tidak secara otomatis
harus dijawab oleh fasilitator tetapi bagaimana fasilitator mendistribusikan dan
mengembalikan persoalan dan pertanyaan tersebut kepada semua pihak (peserta atau
masyarakat ).

Upayakan  bahwa  pendapat  masyarakatlah yang mengambil alih keputusan. Hal yang


penting juga  untuk  diperhatikan  pelaku  pemberdayaan  sebagai fasilitator harus  dapat
mengenali  tugasnya  secara baik. Peran fasilitator pendamping mempunyai tanggung
jawab untuk menciptakan, mengkondisikan iklim kelompok yang harmonis,
serta memfasilitasi terjadinya proses saling  belajar  dalam kelompok.
Fasilitator selaku ketua dalam pelaksanaan memiliki peran sebagai berikut:

 Memfasilitasi pembentukan Desa Siap Antar Jaga diwilayahnya masing masing. Disini 


fasilitator  berperan  dalam  pembentukan  Desa Siaga di wilayahnya.
 Melakukan penggalangan solidaritas masyarakat untuk berperan dalam pelaksanaan
Desa Siap Antar Jaga. Disini fasilitator membantu mengembangkan UKBM  serta hal-hal
yang terkait lain, contohnya PHBS, dana sehat, tabulin, dasolin dan ambulan desa.
 Mendorong anggota masyarakat untuk mampu mengungkapkan
pendapatnya dan berdialog dengan sesama anggota masyarakat, tokoh/
pemuka masyarakat, petugas kesehatan, serta unsur masyarakat lain yang
terlibat dalam pelaksanaan Desa Siap Antar Jaga. Fasilitator Desa Siaga
membantu dalam memecahkan setiap permasalahan yang ada di
wilayahnya secara musyawarah bersama.
 Melakukan koordinasi pelaksanaan Desa Siap Antar Jaga secara
berkesinambungan.Fasilitator setiap bulan melakukan pertemuan dengan kader dan
tokoh masyarakat lainnya.
 Menjadi penghubung antara masyarakat dengan sarana pelayanan kesehatan.
Fasilitator membantu tenaga kesehatan dalam pelaksanaan Desa Siaga di wilayahnya.

Fasilitator selaku ketua dalam pelaksanaan Dusun Siap Antar Jaga memiliki
peran sebagai berikut:
 Melakukan penggalangan solidaritas masyarakat untuk berperan dalam
pelaksanaan Dusun Siap Antar Jaga.
 Mendorong anggota masyarakat untuk mampu mengungkapkan
pendapatnya dan berdialog dengan sesame anggota masyarakat, tokoh/
pemuka masyarakat, petugas kesehatan, serta  unsur masyarakat lain yang
terlibat dalam pelaksanaan  Dusun Siap Antar Jaga.
 Melakukan koordinasi pelaksanaan Dusun Siap Antar Jaga

2.4 BIDANG TUGAS PENDAMPING

Peran bidan sebagai fasilitator

Bidan memberikan bimbingan teknis dan memberdayakan pihak yang sedang didampingi
(dukun bayi, kader, tokoh masyarakat) untuk tumbuh kembang ke arah pencapaian tujuan yang
diinginkan( Pendamping adalah petugas yang ditunjuk untuk memfasilitasi dan melakukan
aktifitas bimbingan kepada masyarakat untuk melalui tahapan – tahapan dalam sebuah
program pembangunan. ( Bidang tugas pendampingan )

2.5 PERAN SEBAGAI PENDAMPING

A. Fasilitator

Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan kebidanan yang diakui dan
mendapatkan lisensi untuk melaksanakan praktik kebidanan. Bidan Sebagai Fasilitator adalah
bidan memberikan bimbingan teknis dan memberdayakan pihak yang sedang didampingi
(dukun bayi, kader, tokoh masyarakat) untuk tumbuh kembang ke arah pencapaian tujuan yang
diinginkan.

Fasilitas juga diartikan sebagai proses sadar, sepenuh hati dan sekuat tenaga membantu
kelompok sukses meraih tujuan terbaiknya dengan taat pada nilainilai dasar partisipasi (PNPM
Mandiri,2008).
Pendamping adalah petugas yang ditunjuk untuk memfasilitasi dan melakukan aktifitas
bimbingan kepada masyarakat untuk melalui tahapan – tahapan dalam sebuah program
pembangunan. Nilai-nilai universal dalam fasilitasi :

a. Demokrasi
b. Tanggung Jawab
c. Kerjasama
d. Kejujuran
e. Kesamaan Derajat

Keberhasilan pelaku pemberdayaan dalam memfasilitasi proses pemberdayaan juga dapat


diwujudkan melalui peningkatan partisipasi aktif masyarakat. Fasilitator harus terampil
mengintegritaskan tiga hal penting yakni optimalisasi fasilitasi, waktu yang disediakan, dan
optimalisasi partisipasi masyarakat. Masyarakat pada saat menjelang batas waktu harus diberi
kesempatan agar siap melanjutkan program pembangunan secara mandiri. Sebaliknya,
fasilitator harus mulai mengurangi campur tangan secara perlahan. Sebagai tenaga ahli,
fasilitator sudah pasti dituntut untuk selalu terampil melakukan: Persoalan yang diungkapkan
masyarakat saat problem solving tidak secara otomatis harus dijawab oleh fasilitator tetapi
bagaimana fasilitator mendistribusikan dan mengembalikan persoalan dan pertanyaan tersebut
kepada semua pihak (peserta atau masyarakat). Upayakan bahwa pendapat masyarakatlah
yang mengambil alih keputusan. Hal yang penting juga untuk diperhatikan pelaku
pemberdayaan sebagai fasilitator harus dapat mengenali tugasnya secara baik. Pendamping
mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan, menkondisikan iklim kelompok yang
harmonis, serta memfasilitasi terjadinya proses saling belajar dalam kelompok.
Fasilitator selaku ketua dalam pelaksanaan memiliki peran sebagai berikut:

a. Memfasilitasi pembentukan Desa Siap Antar Jaga diwilayahnya masingmasing.Disini


fasilitator berperan dalam pembentukan Desa Siaga di wilayahnya.
b. Melakukan penggalangan solidaritas masyarakat untuk berperan dalam pelaksanaan
Desa Siap Antar Jaga. Disini fasilitator membantu mengembangkan UKBM serta hal-hal
yang terkait lain, contohnya PHBS, dana sehat, tabulin, dasolin dan ambulan desa.
c. Mendorong anggota masyarakat untuk mampu mengungkapkan pendapatnya dan
berdialog dengan sesama anggota masyarakat, tokoh/ pemuka masyarakat, petugas
kesehatan, serta unsur masyarakat lain yang terlibat dalam pelaksanaan Desa Siap Antar
Jaga. Fasilitator Desa Siaga membantu dalam memecahkan setiap permasalahan yang
ada di wilayahnya secara musyawarah bersama.
d. Melakukan koordinasi pelaksanaan Desa Siap Antar Jaga secara berkesinambungan.
Fasilitator setiap bulan melakukan pertemuan dengan kader dan tokoh masyarakat
lainnya.
e. Menjadi penghubung antara masyarakat dengan sarana pelayanan kesehatan.
Fasilitator membantu tenaga kesehatan dalam pelaksanaan Desa Siaga di wilayahnya.

Peran Fasilitator Dusun (Bidan atau Kader) Fasilitator selaku ketua dalam pelaksanaan Dusun
Siap Antar Jaga memiliki peran sebagai berikut:

a. Melakukan penggalangan solidaritas masyarakat untuk berperan dalam pelaksanaan


Dusun Siap Antar Jaga.
b. Mendorong anggota masyarakat untuk mampu mengungkapkan pendapatnya dan
berdialog dengan sesama anggota masyarakat, tokoh/ pemuka masyarakat, petugas
kesehatan, serta unsur masyarakat lain yang terlibat dalam pelaksanaan Dusun Siap
Antar Jaga.
c. Melakukan koordinasi pelaksanaan Dusun Siap Antar Jaga. Upaya pemberdayaan
masyarakat atau penggerakan peran aktif masyarakat melalui proses pembelajaran
yang terorganisasi dengan baik melaluiproses fasilitasi dan pendampingan. Kegiatan
pendamping dan fasilitasi diarahkan pada:
1) Pengidentifikasian masalah dan sumber daya
2) Diagnosis dan perumusan pemecahan masalah
3) Penetapan dan pelaksanaan pemecahan
4) Pemantauan dan evaluasi kelestarian

Berkaitan dengan jangka waktu keterlibatan fasilitator (pelaku pemberdayaan) dalam


mengawali proses pemberdayaan terhadap warga masyarakat, Sumodiningrat (2000)
menjelaskan bahwa, pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan sampai target
masyarakat mampu mandiri, dan kemudian dilepas untuk mandiri, meskipun dari jauh tetap
dipantau agar tidak jatuh lagi. Meskipun demikian dalam rangka menjaga kemandirian tersebut
tetap dilakukan pemeliharaan semangat, kondisi, dan kemampuan secara terus menerus
supaya tidak mengalami kemunduran.

Barker (1987) dalam Heryanto 2016 memberi definisi fasilitator sebagai tanggung jawab untuk
membantu klien menjadi mampu menangani tekanan situasional atau transisional.

Strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan tersebut (Barker,1987) meliputi;

a. Pemberian harapan
b. Pengurangan penolakan atau ambivalensi
c. Pengakuan dan pengaturan perasaan-perasaan
d. Pengidentifikasian dan pendorongan kekuatan-kekuatan personal dan asetaset sosial.
e. Pemilahan masalah menjadi beberapa bagian sehingga lebih mudah dipecahkan
pemeliharaan sebuah fokus pada tujuan dan cara-cara pencapaiannya
B. Mediator

Pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan pertolongannya.
Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat perbedaan yang mencolok dan
mengarah pada konflik antara berbagai pihak. Lee dan Swenson (1986) memberikan contoh
bahwa pekerja sosial dapat memerankan sebagai “fungsi kekuatan ketiga” untuk menjembatani
antara anggota kelompok dan sistem lingkungan yang menghambatnya. Kegiatan-kegiatan yang
dapat dilakukan dalam melakukan peran mediator meliputi kontrak perilaku, negosiasi,
pendamai pihak ketiga, serta berbagai macam resolusi konflik. Dalam mediasi, upaya-upaya
yang dilakukan pada hakekatnya diarahkan untuk mencapai “solusi menang-menang” (win-win
solution). Hal ini berbeda dengan peran sebagai pembela dimana bantuan pekerja sosial
diarahkan untuk memenangkan kasus klien atau membantu klien memenangkan dirinya sendiri.
Compton dan Galaway (1989: 511) memberikan beberapa teknik dan keterampilan yang dapat
digunakan dalam melakukan peran mediator:
a. Mencari persamaan nilai dari pihak-pihak yang terlibat konflik.
b. Membantu setiap pihak agar mengakui legitimasi kepentingan pihak lain.
c. Membantu pihak-pihak yang bertikai dalam mengidentifikasi kepentingan bersama
d. Hindari situasi yang mengarah pada munculnya kondisi menang dan kalah.
e. Berupaya untuk melokalisir konflik kedalam isu, waktu dan tempat yang spesifik.
f. Membagi konflik kedalam beberapa isu.
g. Membantu pihak-pihak yang bertikai untuk mengakui bahwa mereka lebih memiliki
bermanfaat jika melanjutkan sebuah hubungan dari pada terlibat terus dalam konflik.
h. Memfasilitasi komunikasi dengan cara mendukung mereka agar mau berbicara
satu sama lain.
i. Gunakan prosedur-prosedur persuasi.

Proses mediasi menurut Lewis dan Singer (2005) adalah sebuah proses penyelesaian sengketa
yang melibatkan pihak ketiga yang independen yaitu, mediator yang membantu para pihak
yang sedang bersengketa untuk mencapai suatu penyelesaian dalam bentuk suatu kesepakatan
secara sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang dipersengketakan.

C. Bloker

Pemahaman pekerja sosial sebagai bloker mengenai kualitas pelayanan sosial disekitar
lingkungannya menjadi sangat penting dalam memenuhi keinginan kliennya memperoleh
keuntungan maksimal. Dalam proses pendampingan sosial, ada tiga prinsip utama dalam
melakukan peranan sebagai bloker;

a. Mampu mengidentifikasi dan melokalisir sumber-sumber kemasyarakatan yang tepat


b. Mampu menghubungkan konsumen atau klien dengan sumber secara konsisten
c. Mampu mengevaluasi efektifitas sumber dalam kaitannya dengan kebutuhan-
kebutuhan klien
D. Pembela

Peran pembela dibagi menjadi dua macam, yaitu;

1. Advokasi kasus (case advocacy)


Apabila pekerjaan sosial melakukan pembelaan atas nama seorang klien secara individual,
maka ia berperan sebagai pembela kasus.

2. Advokasi kausal (cause advocay)

Pembelaan kausal terjaadi manakala klien yang dibela pekerjaan sosial bukanlah individu,
melainkan sekelompok anggota masyarakat.

E. Pelindung

Tanggung jawab pekerja sosial terhadap masyarakat didukung oleh hukum. Hukum tersebut
memberikan legitimasi kepada pekerja sosial untuk menjadi pelindung (protector) terhadap
orangorang yang lemah atau rentan. Prinsip peran pelindung meliputi;

a. Menentukan siapa klien pekerja sosial yang paling utama


b. Menjamin bahwa tindakan dilakukan sesuai dengan proses perlindungan
c. Berkomunikasi dengan semua pihak yang terpengaruh oleh tindakan sesuai dengan

tanggung jawab etis, legal dan rasional praktek pekerjaan sosial.

BAB III

KESIMPULAN

3.1 KESIMPULAN

Dukun adalah seseorang yang membantu masayarakat dalam penyembuhan penyakit melalui
kekuatan supranatural, kebudayaan dukun serta kebudayaan manusiayang terbagi dalam
berbagai macam aliran.

Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan menentukan tindakan masa depan yang
tepat, melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumber daya yang ada. Dalam
pendekatan yang dipimpin masyarakat, perencanaan adalah suatu proses pengkajian oleh
masyarakat tentang berbagai aspek kehidupan mereka termasuk potensi dan asset mereka.
Kemudian dari aspek dan keadaan tersebut masyarakat menyusun agenda pembangunan yang
disusun dalam bentuk RPJM desa dengan memperhitungkan asset dan nilai serta potensi utama
masyarakat.

Pemberdayaan yang kita berikan terhadap klien dapat secara individu melalui bimbingan,
konseling, management, krisis intervensi. Selain itu kita juga dapat lakukan kepada sekelompok
klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi
pendidikan dan pelatihan. Dinamika kelompok biasanya digunakan sebagai strategi dalam
meningkatkan kesadaran dan pengetahuan.

3.2 SARAN

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan, oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
perbaikan pembuatan makalah yang selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
berguna untuk menambah pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA

 Dep Kes RI.1994.”Pedoman Supervisi Dukun Bayi


 Syafrudin, SKM, M. Kes, dkk. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC
 Yulifah, Rita. 2009. Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta : Salemba Medika
 Puspitasari, Mery. 2014. Panduan Penerapan Kemitraan Bidan Dukun dan Kader
 Kurniati. 2018. Peran Bidan Sebagai Advokator Edukator Fasilitator dan Motivator.
 Bari Saifudin, A. (2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
 Heryanto, Nunu. 2016. Pengembangan Model Pemberdayaan Berbasis Dinamika Kelompok
Untuk Meningkatkan Kemandirian Petani dalam Berusaha Tani (Kasus di Desa Pagerwangi
Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat). Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia
 Prof.Dr.Azwar, A. M. (2002). Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: Tim Revisi Edisi 2007.

Anda mungkin juga menyukai