Anda di halaman 1dari 389

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Swt. atas


rahmat, nikmat, dan kasih sayang-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan antologi cerpen ini dengan baik. Shalawat
serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan
kita Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan
sahabatnya hingga akhir zaman, dengan diiringi upaya
meneladani akhlaknya yang mulia.

Antologi cerpen ini merupakan kumpulan dari


beberapa cerpen dengan tema yang berbeda karya peserta
didik kelas XI MIPA 5 SMAN 1 Geger Kab. Madiun.
Kumpulan cerpen tersebut memiliki kisah yang menarik
untuk dibaca dan menguras emosi para pembaca sekalian.

Antologi cerpen ini bisa tercipta karena kerja sama


para penulis, pihak penerbit, dan tentunya Ibu Sulis
Ernawati, S.Pd selaku guru pengampu mata pelajaran
Bahasa Indonesia dan juga sebagai pembimbing dalam
penyusunan antologi cerpen ini.

i
Sebagai penulis pemula, kami menyadari kemampuan
kami masih terbatas sehingga antologi cerpen ini masih
membutuhkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca sekalian untuk perbaikan di masa yang akan
datang. Besar harapan kami antologi cerpen ini bisa
diterima dan disukai para pembaca sekalian.

Madiun, 22 Desember 2020

Penulis

ii
Daftar Isi
Kata Pengantar ........................................................................................i

Daftar Isi.................................................................................................. iii

Empat Serangkai ................................................................................... 1

Kekhawatiran Seorang Remaja ..................................................... 14

Bulan Sabit ............................................................................................ 29

Bayangan; Ibu ...................................................................................... 48

Keinginan yang Tercapai ................................................................. 55

Monokrom ............................................................................................. 65

Son of The God ..................................................................................... 75

Jangan Takut Gagal ............................................................................ 89

Habis Manis Sepah Dibuang ........................................................... 97

Truk Sekolah ..................................................................................... 127

Kehidupan Truella........................................................................... 136

Melodya ............................................................................................... 142

Sebuah Pilihan .................................................................................. 157

Berujung Maut ................................................................................. 162

iii
Bisu ....................................................................................................... 169

Kampung Kakek ............................................................................... 181

Laluna................................................................................................... 196

Impian .................................................................................................. 203

Pejuang Mimpi .................................................................................. 216

Topeng ................................................................................................. 228

Kejutan Ulang Tahunku................................................................. 247

Pentingnya Kejujuran .................................................................... 255

Si Peringkat Dua ............................................................................... 263

Fatal ...................................................................................................... 271

Terimakasih untuk Sahabatku ................................................... 280

My Best Friends................................................................................ 292

Ada yang Lebih Kuat dari Baja ................................................... 301

Istana Cokelat.................................................................................... 307

Cobaan ................................................................................................. 316

Sebuah Keinginan ............................................................................ 324

Hujan Badai & Pelangi ................................................................... 331

Moodbooster........................................................................................... 339

iv
Cerita Senja ........................................................................................ 350

You Are What You Think ................................................................ 360

Kunci Kesuksesan ............................................................................ 371

Pergi Bersama Kecewa .................................................................. 375

v
Empat Serangkai
Oleh: Adelia Putri Irviana

Kata siapa persahabatan itu bagaikan kepompong,


menurut aku persahabatan itu bagaikan Bhineka Tunggal
Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu.
Via, begitulah aku dikenal oleh teman-temanku. Aku
memiliki 3 sahabat yang sangat baik dan pengertian.
Persahabatanku dengan mereka sudah terjalin selama 1
tahun ini. Bagiku, mereka layaknya saudaraku sendiri.
Mereka adalah Nisa, Nasya, dan Vani. Sudah berbagai
macam keadaan kita lalui bersama, mulai dari senang
sampai sedih sekalipun.
Tentunya kami memiliki sifat yang berbeda. Meskipun
sifat kami berbeda tetapi kami saling menerima
kekurangan dari masing-masing. Bagi kami perbedaan tak
menjadi penghalang untuk terus bersama.
Aku atau Via Faleta dikenal sebagai sosok yang judes,
banyak bicara, dan juga bodo amat. Sahabatku yang
pertama yaitu Nasya Liana. Dia itu orangnya pendiam, terus
pemalu gitu, dia juga baik, dan seru. Kita sering bercanda

1
bareng sampai akhirnya kita dekat dan sahabatani
sekarang.
Kedua ada Nisa Sabrina. Aku kenal dengan dia
awalnya saat kita main bertiga, yaitu Aku, Nasya, dan Nisa.
Nasya bisa kenal Nisa karena mereka sudah berteman
sebelum aku kenal dengan Nasya. Dia cewek yang ramah,
memiliki suara yang kecil, selain itu dia juga cerewet
banget.
Terakhir Vani Amarta. Dialah yang pertama kali dekat
dengan aku sebelum Nisa dan Nasya.Vani orang yang
sangat receh, humoris, dan paling gokil di antara kita.
Selain itu dia adalah sosok yang memiliki halu paling tinggi.
Kalian pasti memiliki sahabat. Entah itu laki-laki atau
perempuan, entah berapa banyaknya, satu atau dua, entah
berapa jauh jarak umurnya dibanding kalian.
“Maa, Via berangkat ke sekolah dulu yaa.
Assalamu’alaikum.”
“Iya sayang, hati-hati ya. Wa’alaikumsalam.” jawab
Mamaku.
Hari ini adalah hari dimana Aku kembali ke sekolah
setelah melewati libur yang panjang.Rasanya aku sudah
tidak sabar bertemu dengan teman-temanku.

2
Sesampainya Aku di sekolah segera ku hampiri Nisa,
Nasya, dan Vani yang sedang berbincang di depan kelas.
“Hei, pada ngapain lo?” sapaku kepada mereka.
“Buset dah kutil badak baru nongol.” ujar Vani.
“Tumben amat lo baru dateng, naik semut lo ke
sekolahan ha?” sahut Nisa.
“Kesiangan, bacot amat dah lo pada.” kesalku.
“Masih pagi woi, tuh mulut kagak usah ngegas badak.”
ujar Vani lagi.
“Bodo amat” jawabku seenaknya.
“Udahlah, mending kita ke kelas. Bentar lagi masuk
nih.” kata Nasya.
Di sekolah hari ini aku dan sahabatku hanya bergurau
dan membahas cerita dari A-z yang tidak ada habisnya.
Mulai dari ketawa tidak jelas, karena hal konyol dari
tingkah laku Vani. Hari itu memang melelahkan, kita
jamkos seharian.

~~

Ke esokan harinya ketika di sekolah. Jam pertama


dimulai dengan mata pelajaran kimia, dimana pelajaran

3
yang sangat menguras otakku untuk berputar. Semua siswa
diberi tugas untuk menghafal tabel periodik. Semua siswa
tercengang mendengar tugas yang diberikan.
Setelah satu persatu maju di depan kelas, akhirnya
waktu istirahat pun datang.
Seperti biasanya, saat istirahat menghampiri, Aku,
Nisa, Nasaya, dan, Vani beristirahat bersama. Kita
memutuskan untuk segera bergegas pergi ke kantin.
“Mau beli apaan lo?” tanya Nisa ke Nasya.
“Gak tau nih, bingung.” jawab Nasya.
“Yehhh, perasaan lo deh yang ngajak ke kantin tadi.”
jawab Nisa dengan kesal.
Akhirnya Aku dan mereka memutuskan untuk
membeli soto dan es jeruk Bu War. Setelah itu kita kembali
ke kelas.Kembali ngobrol-ngobrol dan akhirnya bel masuk
pun berbunyi.

~~

Yeayyy! Pulang!
Hari ini sungguh melelahkan, tidak ada jamkos satu
pun. Meskipun begitu aku tetap senang menjalaninya.

4
~~

Hari ini diawali dengan mata pelajaran Bahasa Inggris.


Para siswa plonga plongo karena tidak memahami apa yang
disampaikan oleh guru. Huhh, entahlah menurutku sangat
melelahkan atau karena memang aku saja yang tidak
paham.
Seusai istirahat, pelajaran biologi pun menunggu.
“Woi, kapan gurunya dateng nih?” tanya Ipin, teman
sekelasku kepada Nasya.
“Kagak tau lah gue, lo liat sendiri sono.” jawab Nasya.
Tiba-tiba datanglah Pak Burhan guru biologi kelasku.
Raut wajah Pak Burhan seram dan serius. Semua siswa
hanya diam, kemuadian Ipin menyiapkan dan semuanya
memberi salam.
“ Sebelum pelajaran biologi hari ini kita mulai, tulis
nama kalian di atas kertas kecil! Kita akan membagi
kelompok.” kata Pak Burhan mengawali pelajaran.
Setelah itu, ternyata aku mendapatkan kelompok
yang terdiri dari …
1. Nanda

5
2. Nasya
3. Salma
4. Syasya
5. Via
6. Vani
7. Putri
Hmm, aku sangat bahagia. Akhirnya aku sekelompok
dengan anak-anak yang cukup dekat denganku, walaupun
sebagian hanya berbicara beberapa kali.
Kita semua duduk dalam satu barisan. Kemudian
mendiskusikan konsep yang akan digunakan untuk
pembuatan makalah nantinya.
“Menurut lo, konsep yang akan kita buat apaan Via?.”
tanya Vani kepada ku.
“Menurut gue sih ya, untuk konsep makalah yang
kayak gini tuh yang simple aja tapi menarik. Terus yang
paling penting mudah dipahami.” jawabku.
“Bagus juga konsep lo.” jawab Putri menanggapiku.

~~

6
Huhh, akhirnya tugas makalah sudah selesai. Selama
kita ber tujuh duduk dalam satu baris. Kita pun menjadi
dekat, bukan hanya di sekolah tetapi juga di rumah. Kita
sering main bareng, rumah kita juga tidak teralu jauh
antara satu dengan yang lain.
Banyak sekali hal yang biasanya kita lakukan di
sekolah maupun di rumah. Di rumah biasanya kita
mengerjakan soal, menonton drakor, dan lain sebagainya.

~~

Seperti biasanya, aku bersiap diri untuk berangkat ke


sekolah. Setelah mempersiapkan diri aku langsung menuju
ke tempat makan. Aku segera berangkat agar tidak datang
kesiangan ke sekolah.
“Selamat pagi tuan puteri!” sambut Nasya kepadaku.
“Pagi juga Sya.” jawabku membalas sapaan Nisya.
Aku duduk di bangku yang berdekatan dengan ketiga
sahabatku seperti biasanya. Setiap pagi sebelum kelas
dimulai kali berempat selalu berkumpul dan bercerita atau
bermain. Hari ini kelas dimulai dengan pelajaran Bahasa
Indonesia, Ibu guru menyuruh kami untuk membuat

7
kelompok sendiri lalu berdiskusi tentang tugas yang telah
diberikan. Kali ini aku sekelompok dengan ketiga
sahabatku.
“Kita mulai diskusi yuk!” kata Nasya
“Bagaimana kalo kita buat kaya gini aja.” kataku
“Kita buat yang kaya gini aja biar mudah dipahami.”
Nisa memberikan saran
“Okelah, kita gabung aja ya broo.” Ujar Vani
“Pakai saranku aja kenapa sih? Bodo amatlah
pokoknya aku cuma mau pakai ideku sendiri, ide kalian itu
gak ada yang bagus tau gak sih.” Nisa bersikeras
“Yaudah, tapi kalo nanti kita dapet nilai jelek, kamu
tanggung jawab ya.” ujar Nisya
“Enak aja, kan tugas kelompok.” Nisa membantah
“Terserah kamu lah Nis.” kesalku
Pelajaran pun selesai dan kami segera mengumpulkan
tugas yang telah diberikan. Akhirnya ide Nisa yang kami
gunakan.Walaupun tidak terlalu puas dengan hasilnya,
tetapi kami tetap mencoba untuk menerimanya. Kejadian
itu meninggalkan rasa kesal kepada Nisa tapi tetap
mencoba sabar untuk menerimanya.
~~

8
Sepulang sekolah kami semua kembali ke rumah dan
bergegas ke rumah Nisya untuk mengerjakan PR bersama.
Setibanya di rumah Nasya aku langsung menaruh tasku dan
memperhatikan semua materi dan mengerjakan semua
latihan soal di kelas tadi, lalu aku memilih tidur terlebih
dahulu untuk menghilangkan rasa lelahku. Setelah tidur
kira kira hampir satu jam aku tiba tiba terbangun mugkin
karena aku kelaparan. Akupun langsung bergegas ingin
mengambil makananku, tapi aku tidak berhasil
menemukannya.
“Makanan aku dimana ya? Tadi aku simpan disini.”
tanyaku.
“ Tadi aku yang ambil.” Nisa tiba tiba menyahut.
“Dimana sekarang? Kenapa kamu tidak bilang
dulu?“ tanyaku.
“Sudah habis, soalnya tadi aku sudah kelaparan
“ jawabnya dengan santai.
“Loh, sudah kamu habiskan? Aku juga kelaparan ini,
harusnya kamu bilang dulu kalau mau ambil makanan
orang! “
“Ya sudah lah, itu sudah terjadi. “ sahutnya dengan
nada yang tak merasa bersalah sama sekali.

9
“Lain kali tau dirilah Ra! “ aku langsung
meninggalkannya dengan rasa kesal.
Setelah rasa kesalku mulai berkurang, aku lalu pergi
keluar untuk membeli makanan ditemani oleh Vani.
Kebetulan sekali Vani juga sedang ingin membeli makanan.
Akhirnya kami pergi.
Setelah membeli makanan aku pun kembali ke
asrama. Namun, aku tidak langsung kembali ke melainkan
ke kamar Nasya. Sekarang tinggal Nasya yang bisa diajak
untuk mengobrol karena yang lain sedang ada masalah
sendiri sendiri. Kami akhirnya saling berbagi cerita di
kamar Nasya.

~~

“ Sya, aku mau cerita ”


“ Cerita apa? ”
Akhirnya aku pun menceritakan semua yang terjadi.
“Sya, kenapa mereka semua seperti itu yah? ”
“ Seperti itu bagaimana? ”
“Mereka semua sensitif cuma gara-gara hal kecil
seperti itu”

10
“Mungkin mereka lagi pusing sama tugas “ Nasya
mencoba membantah.
“ Tapi itu sudah sering terjadi “ aku kembali
melanjutkan topik.
“Sebenarnya aku juga merasakan seperti yang kamu
rasakan Vi ” Nasya mulai mengakui.
“Mungkin kita harus meminta maaf atau mengatakan
apa yang kita rasakan secara langsung kepada mereka”
“Tenang saja, nanti mereka akan kembali seperti biasa
lagi, tapi mungkin akan butuh waktu” Nasya mencoba
menenangkan.
“Baiklah, kita tunggu saja apa yang akan terjadi
selanjutnya” aku lalu kembali ke kamarku sendiri.
Esok harinya di kelas, baru kali ini kami duduk saling
berjauhan. Mungkin karena masalah masalah yang terjadi
kemarin. Hari ini kami tidak melakukan kebiasaan kami
dikelas yang biasanya kami lakukan seperti hari hari yang
lalu. Saat ini kelas terasa sepi tanpa suara tawa dan
teriakan dari kami berempat. Tapi itu tidak mengapa, agar
mereka bertiga merasakan bagaimana rasanya tidak
memiliki teman, bagaimana rasanya sendirian dan kesepian
akibat perilaku mereka sendiri. Agar mereka tau apa akibat

11
dari sifat egois, mau menang sendiri, tidak tahu diri, dan
tidak mau mendengarkan orang lain yang mereka lakukan
selama ini. Saat saat ini akan menjadi pelajaran untuk
mereka agar tidak mengulangi lagi hal hal seperti itu dan
agar mereka mau berusaha memperbaiki diri mereka
menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Saat jam istirahat,
“Aku sama Via mau minta maaf karena kemarin aku
sudah egois dan membesar besarkan masalah yang ada”
Vani meminta maaf.
“ Via aku juga mau minta maaf karena kemarin aku
sudah mengambil makananmu tanpa izin dan karena aku
sudah membuatmu kesal.” sahut Nisa dengan raut muka
bersalah.
“Aku juga mau minta maaf Nisa karena tidak mau
mendengarkanmu kemarin”
“ Jangan sedih sedihan lagi, ayo kita main bersama
sama” Nasya mengajak.
“ Ayooo” jawab kami bertiga secara bersamaan.
Akhirnya, mereka semua mulai menyadari kesalahan
mereka masing-masing dan mereka mulai memperbaiki
diri mereka sedikit demi sedikit. Mereka mulai tahu bahwa

12
selama ini sifat yang merela terapkan itu tidaklah baik dan
sekarang mereka sudah mencoba untuk merubahnya agar
mereka bisa berbagi kebahagiaan lagi tanpa adanya sifat
egois dalam diri mereka semua.

13
Kekhawatiran Seorang Remaja
Oleh: Adisty Ardhiana Rachma Putri

Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak


menuju dewasa, pada masa inilah mereka mulai merasa
was-was memikirkan masa depannya kelak. Ya, beginilah
setidaknya gambaran diriku saat ini. Seorang gadis remaja
yang masih duduk di bangku SMA yang selalu merasa was-
was memikirkan kehidupannya setelah lulus SMA, harus
kemanakah aku setelah ini?
Aku adalah seorang introvert, yang suka dalam
kesendirian dan tak suka keramaian. Aku juga tidak
memiliki cukup banyak teman kerena sikapku ini. Kisahku
dimulai saat aku masuk SMA, di salah satu SMA favorit yang
ada di daerahku. Sebelumnya aku bersekolah di SMP yang
biasa-biasa saja. Saat di SMP, sainganku mungkin masih
belum terlalu berat seperti saat ini, dengan begitu aku
mudah mendapatkan peringkat pertama di kelas. Bahkan
setiap semester sejak aku kelas 4, aku selalu mendapatkan
peringkat pertama di kelas. Berbanding terbalik dengan
keadaanku saat ini, sejak aku duduk di bangku SMA,

14
peringkatku merosot jauh ke bawah, ini dikarenakan
teman-temanku di SMA yang berasal dari berbagai daerah
dan mereka juga anak-anak yang cerdas. Karena kejadian
itulah aku mulai merasa cemas, bagaimana nasibku ke
depannya?

~~

Hari pertama ke sekolah….


Hari ini adalah hari pertamaku masuk di SMA yang
bernama SMAN BUNGA BANGSA. Aku sedang kebingungan
mencari kelasku, tiba-tiba seseorang menghampiriku.
“Haii, anak baru ya?”
“I iya” dengan gugup aku membalasnya.
“Kenalin aku juga siswa baru di sekolah ini kelas X,
namaku Dian Kartika, boleh dipanggil Dian atau Kartika,
terserah kamu aja hehe!! ” sapanya dengan ramah padaku.
“Iya salam kenal, aku Clarissa Ananda Putri, panggil
saja aku Risa” balasku
“Ngomong-ngomong kamu ada di kelas mana?” tanya
Dian padaku

15
“Aku ada di kelas X MIPA 2 nih, tapi aku bingung dari
tadi aku nyari kelasnya nggak ketemu-ketemu. ”
“Waww kita sekelas dong, gue juga di X MIPA 2 nih,
yok cari kelasnya sama-sama!” ajaknya
Aku dan Dian menyusuri koridor sekolah satu persatu
untuk mencari kelas X MIPA 2. Tak heran kelas yang ku cari
susah untuk ditemukan, karena sekolah ini merupakan
salah satu sekolah favorit jadi sekolahnya gede bangettt.
Setelah 5 menit aku dan Dian berkeliling akhirnya kita
berhasil menemukannya.
“Eh Sa, itu kayaknya kelas kita, ada papannya tuh
bertuliskan X MIPA 2” kata Dian sambil menunjuk ke salah
satu kelas.
“Iya bener, ayoo ke sana ” sahutku

~~

Tes Penempatan kelas….


Suatu hari, sekolahku mengadakan tes penempatan
untuk kelas dimana di dalamnya merupakan anak-anak
cerdas. Kelas itu disebut dengan kelas unggulan. Aku
mengikuti tes tersebut tanpa persiapan, hanya dengan

16
berbekal restu dari orang tuaku aku lolos ke kelas itu. Di
kelas itu aku bertemu dengan teman-teman yang pintar
dan jenius. Dan lagi-lagi aku sekelas dengan Dian. Aku
bersyukur banget bisa sekelas dengannya lagi. Dia adalah
teman pertamaku di SMA BUNGA BANGSA.
“Hai Sa, kita sekelas lagii” sapa Dian kepadaku dengan
sangat senang
“Iya Alhamdulillah kita bisa sama-sama lagi” sahutku
dengan bahagia pula.
Di kelas inilah kecemasan-kecemasan itu mulai
muncul, bertemu dengan anak-anak cerdas membuatku
merasa tidak ada apa-apanya. Dari situlah aku mulai sadar,
bahwa di atas langit masih ada langit. Aku kemudian mulai
benar-benar berusaha untuk belajar dan mengejar
ketertinggalanku dari teman-temanku.
Tibalah ujian akhir semester genap di kelas X, aku
mulai memasuki ruangan yang dingin karena ber-AC
ditambah lagi bibir dan kakiku yang ikut gemetar membuat
hatiku goyah dan tak percaya diri. Bel tanda ujian mulai
berdering, aku pun mulai membuka soal. Pertama kali yang
aku lihat adalah jumlah soalnya. Betapa terkejutnya aku,
melihat soal dengan jumlah 50 dan waktu 60 menit. Aku

17
pun pasrah dan mulai mengerjakannya dengan teliti. Tak
terasa waktu 60 menit berlalu dengan cepat. Aku pun men
submit-nya. Dan hasilnya tak disangka, aku mendapatkan
nilai tepat kkm. Aku pun sangat bersyukur karena aku
mulai bisa beradaptasi dan nilaiku semakin membaik.
Walau tetap saja aku masih belum bisa menjadi yang
terbaik di sekolah.

~~

Setelah libur semester…


Hari ini adalah hari pertamaku masuk sekolah di kelas
XI, dengan teman-teman yang sama di kelas X.
“Halo Risa, apa kabar? Udah lama kita nggak ketemu
nih” tiba-tiba Dian datang dan duduk di sampingku.
“Hai juga Dian, kabarku baik. Bagaimana denganmu?”
tanyaku kembali pada Dian
Setelah beberapa saat aku berbincang-bincang
dengan Dian, tak terasa bel sudah berbunyi tanda jam
pelajaran akan segera dimulai.
Hari ini, 19 Oktober 2019. Sekolah secara mendadak
mengumumkan bahwa besok 20 Oktober 2019 akan

18
dilaksanakan seleksi untuk olimpiade. Aku dan teman-
teman sangat kaget. Akupun mulai memikirkan, aku ingin
sekali ikut, tapi aku bingung harus ikut bidang apa. Aku pun
memutuskan untuk mengikuti seleksi bidang matematika
dan biologi.
“Sa, kamu ikut seleksi bidang apa?” tanya Dian padaku
“Aku mau ikut matematika sama biologi an, kalau
kamu sendiri mau ikut apa?” tanyaku kembali
“Hhmm… aku sebenarnya nggak begitu berminat sih,
tapi apa salahnya kalau coba matematika hehe” jawabnya
sambil tersenyum ragu-ragu.

~~

SMA BUNGA BANGSA, 20 Oktober 2019 : Seleksi


Olimpiade
Pagi ini suasana agak berbeda dari biasanya. Cuaca
mendung disertai gerimis dan suhu yang dingin, matahari
pun tak nampak dari ufuk timur. Aku mulai berangkat ke
sekolah dengan diantar oleh ibuku. Tak berapa lama
kemudian aku sampai di sekolah.

19
“Bu, aku berangkat ke sekolah dulu yaa.. oh ya, juga
minta doanya buatku nanti untuk mengikuti seleksi
olimpiade” pamitku kepada ibuku sambil mencium
tangannya.
“Iya nak pasti ibu doakan. Sekalipun kamu tidak
memintanya, Ibu pasti akan mendoakan yang terbaik
untukmu”
“Emmm.. ibuku memang yang terbaik di dunia ini. aku
pergi dulu yaa…” jawabku sambil berjalan dan
melambaikan tangan.
“Selamat pagi Sa.. tadi yang mengantarkanmu siapa?
Ibumu ya?” sapaan pagi Dian padaku
“Pagi juga Dian. Iya bener, itu tadi ibuku” jawabku
sambil tersenyum.
‘Ujian akan dimulai 10 menit lagi, diharap seluruh
peserta ujian memasuki ruangannya masing-masing’
Bel tanda ujianpun sudah berbunyi aku dan
temanteman segera memasuki rung ujian.

~~

20
Pengumuman Hasil Seleksi Olimpiade
Hari ini adalah pengumuman untuk seleksi olimpiade
kemarin, dan akan diambil 2 orang dari kelas XI di setiap
bidangnya. Jantungku berdegup kencang ketika kertas-
kertas pengumuman mulai dipasang di majalah dinding
sekolah. Betapa terkejutnya aku ketika melihat hasil
pengumuman itu, namaku tidak ada. Di bidang matematika
maupun biologi. Sedangkan Dian lolos untuk bidang
matematika. Seketika aku ingin berlari dan menangis. Aku
pun berlari menuju kelas dan Dian mengikuti. Saat itu kelas
sedang sepi karena mereka semua sedang berada di
koridor untuk melihat pengumuman tadi.
Dian menghampiriku, dan menenangkan diriku ketika
ia melihat raut wajahku yang akan meneteskan air mata.
“Sudahlah Sa, mungkin belum saatnya kamu
mengikuti ini. Mungkin akan ada banyak kesempatan ke
depannya yang bisa kamu ikuti”
Aku pun tak bisa menahan air mataku dan perlahan
air mataku menetes.

~~

21
Pulang sekolah
Kebetulan Dian hari ini bawa kendaraan sendiri, jadi
aku pulang sekolah dengan Dian. Sesampainya di rumah
aku langsung ke kamar. Aku tinggal berdua dengan ibuku
sedangkan ibuku masih belum pulang kerja dan ayahku
sudah meninggal sejak aku masih berumur 2 tahun. Jadi
aku sendirian di rumah. Aku pun masih memikirkan
tentang hasil seleksi tadi, ‘kenapa aku nggak lolos?, why?
Kenapaa??’ pikirku dalam hati dengan kesal. Dengan
kejadian inilah kekhawatiranku mulai lagi.
‘Tes seperti ini aja aku nggak bisa, bagaimana dengan
tes-tes ke depannya yang lebih berat??’ pikirku lagi, dan
lagi-lagi aku menangis.
“Ceklek” suara pintu depan terbuka. Aku pun langsung
mengusap air mataku. Dan keluar dari kamar menyambut
ibuku pulang.
“Hai honey, kamu kok sudah pulang duluan?” tanya
ibuku
“Iya bu, tadi guruku mau ada rapat, jadi murid-murid
dipulangkan duluan deh”
“Ohh… by the way mata kamu kenapa bengkak??”

22
“Ndak papa bu, aku kecapekan aja, kurang istirahat.
Kalau begitu aku ke kamar dulu ya.” pintaku.
Ibuku curiga jika aku menangis. Aku terus ditanyai
olehnya. Dan akhirnya aku menyerah dan menceritakan
semuanya kepada ibuku. Seperti biasanya ibuku selalu
menyemangatiku dan selalu ada untukku ketika aku sedang
bersedih ataupun bahagia.

~~

Kelas XII Semester 2


Hari ini adalah hari pertamaku masuk di kelas XII
semester 2. Disinilah saat sibuk-sibuknya masa SMA, akan
ada banyak ujian dan juga persiapan untuk masuk di
perguruan tinggi. Dari kejauhan terlihat seorang gadis
dengan perawakan tinggi mengenakan rok panjang yang
menutupi kakinya dan berkerudung hitam. Serta tas
berwarna abu-abu yang digendongnya. Ya, siapa lagi dia
kalau bukan sahabatku, Dian.
“Risa!” dari kejuhan dia memanggilku dan
melambaikan tangannya.
“Hai Dian, tumben datangnya siang?”

23
“Iya nih, gue kesiangan. Efek libur panjang sih ini pasti,
jadi kulina, hehe”
“Yaudahlah yang penting nggak terlambat, kalau
sampai terlambat siap-siap kena marah pak Mahmud tuh.
hahaha ” ledekku
“Hihhh…kamu ngledek ya, awas ya kamu. Sini aku
beri pelajaran dulu!!!”
Aku pun bergegas berlari menuju kelas menghindari
kejaran Dian.
Baru beberapa hari aku masuk sekolah, pihak sekolah
sudah mengumumkan jadwal kegiatan untuk kelas XII.
Mulai dari ujian tengah semester 2, ujian praktek, sampai
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)
di tingkat sekolah.

~~

H-4 Ujian Tengah Semester 2


Ujian pun datang, kesibukan terlihat dimana-mana.
Tak hanya murid-murid saja yang terlihat sibuk belajar
mempersiapkan ujian, namun bapak ibu guru pun juga

24
sibuk mempersiapkan ujian ini, terlebih lagi untuk
persiapan SNMPTN.
“Sa, ke perpus yuk!! Ada materi yang belum aku
pahami nih, aku mau nyari materinya disana” ajak Dian
yang tiba-tiba menggebrak mejaku.
“Ngagetin aja sih kamu, pelan-pelan aja napa kalau
ngomong, nggak usah pakek nggebrak meja orang lah”
jawabku dengan perasaan agak kaget.
“Iya-iya sorry, masih pagi sih, jadi masih
semangat ’45!!” katanya sambil terkekeh.
“Hhmmm.. okelah yuk ke perpus”
Seperti biasa, di pagi hari seperti ini, perpustakaan
masih bersiap- siap karena baru buka. Petugas
perpustakaan tampak sibuk merapikan buku. Aku dan Dian
yang baru datang langsung menuju administrasi
perpustakaan untuk absen dan kemudian menuju ke salah
satu rak buku bernomor 579, yaitu tempat berkumpulnya
para buku sejarah. Dian tampak sibuk meneliti buku satu
per satu, mencari buku sejarah untuk persiapan ujian
tengah semester lusa.

~~

25
Seleksi SNMPTN
Hari ini adalah hari dimulainya Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tingkat sekolah
yang diikuti oleh seluruh siswa kelas XII. Karena sekolahku
berakreditasi A, maka dari seleksi ini akan diambil 40%
dari total seluruh siswa kelas XII. Sembari menunggu
pengumumannya keluar, aku selalu berdoa dan berharap
bisa lolos. Tak lupa juga aku meminta do’a pada ibuku. Aku
sangat khawatir jika tak lolos, sebab nilaiku grafiknya tak
karu-karuan. Beberapa minggu kemudian hasilnya pun
keluar, jantungku berdegub begitu kencang ketika akan
melihat pengumuman itu. Dan alhasil aku lolos untuk
seleksi tingkat sekolah ini. Selanjutnya aku akan mendaftar
di universitas impianku dengan jalur yang sama, yaitu
SNMPTN. Kali ini jantungku semakin menjadi-jadi, aku
merasa sangat cemas, bagaimana jika nantinya aku tidak
lolos? Bebeberapa minggu kemudian, pengumumanpun
tiba, aku melihat pengumuman itu ditemani oleh ibuku.
Aku segera membuka laptop dan masuk ke situs SNMPTN.
Kumasukkan username dan password dannnn… dilayar
laptopku tertulis jika aku tidak lolos masuk perguruan
tinggi impianku. Aku sangat sedih, seketika aku langsung

26
menangis dan memeluk ibuku. Aku sangat kaget bagaimana
bisa aku tidak diterima. Di saat-saat penting seperti ini aku
gagal.
Aku takut ketika harus melihat raut wajah ibuku yang
kecewa karena anaknya belum bisa maju ke tahap yang
lebih tinggi. Bukannya menyalahi takdir Yang Maha Kuasa,
tetapi aku menyalahkan diriku sendiri. Apakah selama ini
aku sudah bekerja keras untuk menggapai impianku?
Apakah aku tidak pantas untuk masuk perguruan tinggi?
Apakah aku sebodoh itu hingga tak mampu masuk
perguruan tinggi? Itu hal yang selalu aku tanyakan pada
diriku sendiri.
Aku terkadang iri melihat teman-temanku yang sudah
diterima di perguruan tinggi yang mereka impikan. Aku
bahkan takut untuk datang ke acara keluarga ataupun
acara ngumpul bareng teman. Kamu kuliah di mana? Itulah
pertanyaan yang paling aku takuti. Aku bingung bagaimana
aku harus menjawabnya, pertanyaan itu sangat sulit untuk
dijawab dan pastinya menyakitiku.
Pada saat itu aku berada pada titik yang belum pernah aku
pikirkan sebelumnya. Apakah aku harus menyerah untuk
menggapai impianku? Tidak! Hati kecilku berkata untuk

27
tidak menyerah. Banyak alasan yang membuatku untuk
tetap semangat, masa depanku yang masih panjang,
harapan orangtuaku yang ingin melihat anaknya sukses.
Aku harus banyak belajar bersyukur kepada Allah karena
telah mamberikanku cobaan seperti ini. Kejadian ini
melatihku untuk tetap kuat menjalani kehidupan ini.
Mungkin suatu saat nanti akan ada cobaan yang lebih berat
dan aku akan siap menghadapi itu. Pada akhirnya aku
memutuskan untuk melanjutkan kuliah tahun depan
dengan persiapan yang matang di tahun ini walaupun rasa
takut untuk gagal masih menyelimuti diriku. Namun, aku
harus tetap semangat untuk menggapai impianku.

28
Bulan Sabit
Oleh: Aisyah Anjaning Tyas

Diantara semua hal yang ada di alam semesta, ada


satu hal yang paling aku suka.Tidak seperti hidup yang
selalu acak dan penuh kejutan, ia konstan, selalu ada di
tempatnya dan tidak pernah kemana-mana. Itu adalah
bulan.

Kring...kring...kring...
Suara alarm memecah gelembung tidur Jeya,sontak ia
terbangun dan segara mematikan alarmnya. Dengan
rambut acak-acakan ia menyeka kotoran matanya sambil
berjalan menuju kamar mandi dan bersiap untuk berangkat
sekolah. Jeya adalah murid kelas 12 yang sedang sibuk-
sibuknya mengurus ujian, praktek, dan mempersiapkan
kuliah.
Setelah selesai mandi Jeya segera turun kebawah
menuju ruang makan. Ruang makan yang luas dengan meja
dan kursi yang indah serta lauk pauk yang sudah
disediakan bibi saat Jeya masih tidur. Hal yang berlebihan

29
hanya untuk seorang anak yang sedang menyantap
sarapannya.
Sepagi apapun Jeya bangun ia tidak pernah sempat
sarapan bersama orang tuanya. Mereka terlalu sibuk
bekerja.
Jeya berangkat sekolah menggunakan bus kota, ia
selalu duduk dibangku paling belakang di dekat kaca, saat
ia sedang mendengarkan lagu kesukaannya tiba-tiba
seseorang mengambil salah satu sisi earphone Jeya.
“Kebiasaan pagi-pagi ngelamun” ujar seorang gadis
yang memakai seragam yang sama dengan Jeya.
“Ah dasar Miya, ngaget-ngagetin aja” jawab Jeya
sambil meletakkan tangannya didada merasa lega.
“Lagian bisa-bisanya, di dalem bus yang ada banyak
orang malah ngelamun. Kebiasaan” timpal Miya
“Ih siapa juga yang ngelamun” jawab Jeya singkat.
Memang benar belakangan ini Jeya sering melamun, ia
terus memikirkan sesuatu yang tidak perlu dipikirkan,
overthinking, dan suasana hati yang berubah-ubah.
“Oke udah sampai, aku turun duluan” kata Miya
bergegas turun dari bus meninggalkanku sendiri.

30
“Hei, earphone ku Miya, balikin dulu” jawabku
menyadari salah satu earphone ku masih dipakai Miya,
akupun juga bergegas turun dan mengejarnya.

Bruk
Rasanya sangat sakit. Aku terjatuh setelah menabrak
orang di depanku.
“Nggak papa?” tanya laki-laki itu.
“Enggak” jawabku melihat kearahnya. Dia Dares,
murid pindahan sejak 5 bulan yang lalu dan kebetulan
sekelas denganku.
“Mau dibantu?” tawarnya. Aku segera berdiri tanpa
menjawab tawarannya dan segera pergi untuk mengejar
Miya lagi.
Di mata teman-temannya Jeya adalah seorang murid
yang ceria, mudah berteman karena sifatnya yang baik dan
peduli sekitar, namun sejak kelas 11 Jeya mulai sering
melamun sendiri, jarang menghiaraukan sekitar, meskipun
begitu temannya Miya tidak pernah meninggalkan Jeya
sendiri.
Sebentar lagi jam istirahat, aku berencana untuk
mentraktir Miya dan menghajarnya karena telah

31
mengerjaiku tadi, akan ku buat Miya kapok. Segera setelah
guru meninggalkan kelas aku berjalan ke bangku Miya dan
mengajaknya ke kantin bersama.
“Miya, ayo ke kantin. Aku traktir” ajakku.
“Kamu kesana sendiri aja aku nggak ke kantin, ada
urusan dulu” tolak Miya.
“Yah kok gitu, beneran nggak mau ni?” tanyaku sekali
lagi.
“Kamu bisa pergi sendiri aja” jawab Miya.
Akupun pergi sendiri ke kantin. Saat tiba di kantin aku
mencari makanan kesukaan Miya. Saat aku ingin membayar,
aku melihat Miya, tapi Miya bilang dia tidak ingin ke kantin
karena ada urusan, atau mungkin aku salah lihat karena
tadi adalah gengnya Rara. Aku segera kembali setelah
membayar. Ini lebih lama dari yang aku bayangkan.

~~

“Akk” teriakku kaget karena seseorang menjegal ku


di pintu masuk kelas dan menumpahkan minumannya ke
sepatuku.
“Oops sorry!” ujar perempuan yang ternyata Rara.

32
“Maksud kamu apa?” tanyaku pada Rara, lalu aku
melihat ke orang disebelahnya , ada Miya disana.
“Miya kamu ngapain? Katanya ada urusan?”
tambahku.
“Aku…” Miya mencoba menjelaskan.
“Miya lagi main sama kita, dia udah capek sama
kamu” ujar Rara memotong ucapan Miya.
“Rara kenapa kamu bilang kaya gitu ke Jeya?” tanya
Miya kepada Rara.
“Bukannya tadi kamu yang bilang, Jeya itu aneh
makanya kamu pengen main sama kita, trus kita kerjain
dia” kata Rara disambung anggukan teman segengnya.
“Dasar penipu, kapan dia ngomong kayak gitu?”
timpal Dares, ia memang dari tadi berada di dalam kelas.
“Rara kamu kenapa sih? Aku nggak pernah bilang
kayak gitu ke kamu. Jangan dengerin dia Jeya.” bantah Miya
dengan tegas menyambut ucapan Dares.
“Miya, bukannya kita temen? Jadi kamu udah masuk
geng mereka trus ngelakuin itu ke aku makanya kamu
nggak mau ke kantin bareng aku?” tanyaku.
“Sebenernya kamu ngapain sih? Miya temanmu, dia
nggak kayak gitu, kamu salah paham” timpal Dares.

33
“Diem kamu Res, kamu nggak tau apa-apa. Dasar
murid pindahan sok peduli” ucapku kesal kepada Dares
yang tidak tahu apa-apa tapi ikut campur.
“Tapi Dares bener Jeya, kamu salah paham, maafin
aku tapi beneran aku nggak pernah ngomong ataupun ada
niatan kayak gitu” sahut Miya.
“Aku udah nggak peduli” jawabku kepada Miya.
Selang beberapa detik guru masuk ke dalam kelas, kami
semua segera bubar dan duduk dibangku masing-masing.
Aku benar-benar merasa kesal, apa yang dijelaskan guru
selama jam terakhir tidak ada yang masuk ke otakku.

Tet...Tett...Tett...
Bunyi bel sekolah yang menandakan berakhirnya
pembelajaran hari ini, tanpa mengulur waktu Jeya segera
berberes dan berdiri dari bangkunya, bergegas
meninggalkan kelas, ia tidak suka berada di sini lagi
suasana hatinya sudah hancur.
“Jeya! tungguin aku, aku minta maaf” teriak Miya
memanggil Jeya, ia ingin menjelaskan kesalahpahaman ini.

34
“Jeya,tunggu bentar,kamu salah paham” ucap Miya
sambil memegang tangan Jeya, menahannya agar tidak
pergi.
“Aku lagi nggak enak badan, aku mau pulang” jawab
Jeya melepaskan tangan Miya yang menahannya dan segera
pergi meninggalkan Miya.
Aku memutuskan untuk berjalan kaki dan mencari
udara segar untuk menenangkan pikiranku. Sudah sekitar
satu setengah jam sejak aku berjalan-jalan tanpa arah,
seharusnya kini aku sedang berada diruangan ber-AC
sambil mengerjakan soal-soal kimia dengan serius.
Setelah lama berjalan aku memutuskan berhenti, aku
membeli air mineral dan melihat-lihat sekeliling. Aku
melihat seseorang yang tidak asing, disebrang sana aku
melihat Dares sedang menolong orang tua membawa
barang.
“Memang dasar anak yang selalu ikut campur” ucapku
lalu mengalihkan pandanganku ke objek lain.
“Oke, sekarang waktunya pulang” batinku lalu berdiri
dari bangku dan membuang botol air mineral yang sudah
habis ke kotak sampah. Akupun bergegas pulang.

35
Dibukakannya pintu gerbang oleh bibi, ku hembuskan
nafas panjang.
“Dek Jeya nggak papa? Mau bibi buatin minum?”
tawar bibi.
“Mau es susu bi” pilihku disertai anggukan dari bibi.
“Oke, nanti bibi anterin ke kamar ya” kata bibi, aku
hanya mengangguk lalu segera meuju ke kamar. Karena
pulang sekolah jalan kaki aku merasa tubuhku lengket
semua lalu aku memutuskan untuk mandi.
Tak lama setelah semuanya rapi aku mengambil
ponselku yang sedang aku isi daya, sekarang aku siap untuk
berbaring dikasur.
“Bibi lama amat, masa kelupaan sih” ucapku sambil
memainkan ponselku. Ada pesan yang masuk ke
ponselku, disana tertulis Miya.
Karena notifikasi yang menggangu akhirnya kubaca
pesan darinya.
“Maafin aku”
“Aku nggak mungkin ngelakuin itu ke kamu”
“Kamu salahpaham,aku mau jelasin”
“Aku telpon ya”

36
Ponselku berdering, Miya menelponku, akupun
menerima panggilan dari Miya.
“Jeya, maafin aku, Rara bohong, maaf aku nggak
bilang ke kamu kalau aku bakal keluar bareng mereka, aku
juga kaget waktu mereka ngomong kaya gitu dan ngerjain
kamu” jelas Miya padaku.
“Iya” jawabku singkat.
“Aku serius Jeya, aku tau kamu belum percayakan,
kamu temen baikku, aku nggak bakal ninggalin kamu”
tambah Miya karena ia tau aku tidak sepenuhnya
mempercayainya.
“Iya, aku juga minta maaf” jawabku karena sepertinya
in benar salah paham, dan aku percaya Miya bukan orang
seperti itu.
“Makasih Jeya, jangan ngambek ya? oiya kamu lagi
ngapain?” tanya Miya dengan nada yang lebih ceria.
“Cuma lagi tiduran aja” jawabku.

Tok...tok...tok...
Suara pintu kamarku diketuk, sepertinya bibi yang
membawakan es susu untukku.

37
“Miya udah dulu ya, ntar kita lanjut lagi. Dada” ucapku
mengakhiri panggilan.
“Oke,dada” balas Miya lalu dimatikannya panggilan ini.
Kubuka pintu dan benar saja itu bibi yang
membawakanku secangkir es susu.
“Makasih bi, aku masuk la-“ucapanku terpotong
karena aku mendengar keributan daribawah.
“Jeya masuk kamar aja,itu Papa sama Mama” pinta
bibi padaku, tentu saja tidak aku hiraukan. Aku segera
menuju ke bawah untuk menemui langsung Papa dan
Mama.
“Mah, Pah kenapa sih pulang-pulang berantem?!
Mama sama Papa jarang ada dirumah kenapa pulang-
pulang malah berantem” teriakku membuat Papa dan
Mama diam sejenak.
“Jeya kamu diem! Ini urusan orangtua, masuk
kamarmu sana” bentak Papa menyuruh ku untuk masuk ke
kamar.
“Nggak mau, Papa sama Mama harus berhenti dulu,
aku capek tiap hari liat Mama sama Papa pulang buat
berantem doang” tolakku.

38
“Kamu itu tugasnya belajar, jangan kamu kira Papa
sama Mama nggak tau kamu bolos les, bahkan gurukamu
telpon bilang nilai kamu turun drastis. Kamu ngapain Jeya
tinggal belajar aja susah” bentak Papa.
“Mama sama Papa nggak pernah peduli ke aku, kalian
nggak tau apa aja yang aku alamin, bisanya cuma marahin
aku” jawabku dengan suara tinggi.
“JEYA udah!” bentak Mama memintaku berhenti.
“Oke aku pengen kita pisah! Aku udah nggak kuat
kaya gini tiap hari” tambah Mama yang seketika
membuatku merasa terkejut.
“Mah!” sahutku kaget.
“Oke kalau itu mau mu” jawab Papa yang membuatku
semakin tidak paham bagaimana kedua orang tuaku seperti
ini.
Aku sudah tidak tahan lagi, aku pergi meninggalkan
mereka berdua, naik menuju kamar dan membanting pintu
kamar. Bagaimana orang tua bisa mengatakan hal semudah
itu dihadapan anaknya tanpa bertanya tentang perasaan
anaknya. Rasanya aku sangat marah, aku menarik nafas
mencoba lebih tenang namun tidak ada banyak perubahan
terasa masih begitu sesak.

39
Malam ini dengan suasana hati yang sedang buruk
dengan perasaan cemas, marah dan kosong Jeya keluar dari
kamarnya sambil membawanya. Ini sudah cukup lama
sejak terakhir kali Jeya keluar dari kamarnya ataupun
rumahnya selain untuk sekolah, terlebih di malam hari.
Jeya berjalan sambil melamun, anehnya langkah yang
dia ambil sangat tegas dan jelas seperti seseorang yang
melewati jalan yang sudah familiar. Tak lama Jeya berhenti
di depan gedung tua tak terpakai yang berada tak jauh di
kompleks rumahnya, ia menyalakan senterdari ponselnya
dan berjalan naik ke lantai atap gedung tersebut. Gedung
tua tersebut merupakan tempat Jeya biasanya
menenangkan pikiran, namun sudah berbulan-bulan sejak
ia terakhir kali ke gedung tersebut karena banyaknya tugas
dan keadaan Jeya yang sedang tidak baik, ia takut untuk
pergi ke gedung itu namun entah kenapa dengan perasaan
yang buruk ia akhirnya datang ke lantai atas gedung tua
tersebut.
Sungguh indah pemandangan dari atas gedung ini.
Cahaya dari bulan dan bintang ditambah dengan lampu
kendaraan dan gedung.
“Udah lama nggak ke sinir asanya beda” gumamku

40
“Perasaanku aja kali ya, siapa juga yang bakal main ke
sini” ujarku dalam hati, tanpa ada aba-aba aku berjalan ke
sisi pojok kanan lantai atap gedung mengambil kursi lipat,
aku membuka kursi tersebut kemudian duduk.
Kuselonjorkan kakiku ke depan dan ku dangakkan
kepalaku ke atas, kutarik nafas panjang, namun bukan ras
atenang yang ku dapat, tiba-tiba semuanya terasa kosong
lagi. Tanpaku sadari aku meneteskan air mata.
“Hei Jeya, kau menangis? setelah sekian lama akhirnya
kau menangis?” rasanya aneh mendapati diriku menangis
entah sudah berapa tahun sejak aku terakhir kali menangis.
Selama ini aku selalu berusaha untuk kuat, entah
seberapa berat yang aku lewati aku bahkan tidak bisa
menangis.
Entah bagaimana, semua hal yang mengganggu Jeya
akhir-akhir ini muncul secara bersamaan dipikirannya. Ia
mulai menangisi keadaanya di rumah, kedua orangtuanya
yang selalu berkerja lalu bertengar dan tidak pernah
melihat ke arah Jeya sekalipun, pikiran tentang kehidupan
sekolah Jeya, entah kenapa terasa sangat berat dan tidak
seperti dulu.

41
Tiba-tiba Jeya berdiri dari kursi yang ia duduki, ia
melepas jaketnya dan menaruh ponselnya di kursi tersebut.
Jeya mengusap air matanya, kemudian ia naik ke dinding
pinggir lantai atas gedung,dari atas dilihatnya ke bawah,
betapa tingginya gedung tersebut dari tempat ia berdiri.
“Inilah alasanku tidak ingin ke tempat ini saat suasana
hatiku buruk, tapi aku melakukannya hari ini” bisik Jeya
lirih sembari mendongakkan kepalanya ke atas dan melihat
bulan sabit yang sedang bersinar indah.
“Aku bahkan menangis malam ini” tambah Jeya
disertai tawa kecil yang kemudian lenyap berganti dengan
wajah dingin tanpa ekspresi.
“Tuhan maafkan aku, namun aku sudah tidak kuat. Ma,
Pa maafin aku” ucapku dalam hati lalu ku lihat ke arah hal
yang paling aku suka, ku pandangi lagi bulan sabit di langit
dan perlahan ku tutup mataku. Ku jatuhkan tubuhku ke
depan.

Selamat tinggal bulanku.


“JEYA!” teriak seorang laki-laki, menarikku dengan
keras ke belakang, tubuhku jatuh ke lantai. Bukan main,

42
rasanya sangat sakit, aku ketakutan, bagaimana jika aku
jatuh ke bawah sana, pasti rasanya sangat mengerikan.
“Hei hei Jeya, Jeya” panggil laki-laki itu sambil
menepuk wajahku dan membuatku sadar atas apa yang aku
lakukan, akupun menoleh ke arahnya, ternyata Dares. Ia
segera membantuku duduk dan menyandarkan tubuhku ke
dinding.
“Kamu gila ya?! Yang bener aja mau mati disini” tanya
Dares kaget tidak percaya bagaimana mungkin aku
ternyata memiliki niatan untuk bunuh diri.
Betapa bodohnya aku, memang tidak seharusnya aku
datang ke sini saat suasana hatiku tidak baik, inilah yang
aku takutkan. Tanpa ku sadari akupun menangis, seluruh
tubuhku gemetar, aku mengalami serangan panik.
“Jeya? tenang, udah nggak papa, tunggu sebentar” ujar
Dares mencoba membuatku lebih tenang, ia mengambil
kantong plastik berwarna hitam yang ia jatuhkan dan
memberikan isinya kepadaku.
“Ini minum dulu, tenangin dirimu dulu” perintah
Dares sambil menyodorkan air mineral yang ia beli
sebelum ke sini.

43
“Makasih” jawabku lirih sambil menerima sebotol air
mineral yang diberikan Dares. Tak lama aku sudah mulai
tenang.
“Kalau aku boleh tau sebenernya ada apa? Kenapa
kamu ngelakuin itu?” tanya Dares dengan hati-hati.
Hening, tidak ada jawaban dariku.
“Yaudah, nggak papa kalau kamu nggak mau ja-“
“Berat”jawabku singkat memotong ucapannya. Dares
hanya diam, menunggu kumelanjutkan ceritaku.
“Ini semua terlalu berat, kadang cuma mikirin aja aku
cemas, ngerasa khawatir terus tiba-tiba rasanya kosong,
aku nggak bisa nyelesaiin atau nahan lagi, bagaimana dunia
bisa begitu kejam” lanjutku.
“Aku nggak tau apa aja yang udah kamu alamin. Aku
tau dunia memang kejam, tapi yang nentuin dunia bakal
keliatan kejam atau enggak itu diri kita sendiri” balas Dares
“Apa maksudmu, kamu tau sendiri gimana Rara dan
teman-temannya di sekolah tadi, bahkan hari ini orang
tuaku yang jarang ada di rumah tiba-tiba memarahiku
karena nilai sekolahku, mereka juga bertengkar dan bilang
ingin berpisah. Kamu nggak tau gimana rasanya nahan
semua ini sendiri, capek, aku udah putus asa Res” keluhku

44
merasa frustasi. Tak ku sangka akan ku ceritakan kepada
Dares, orang yang selalu aku anggap sok peduli.
“Aku minta maaf, tapi kenapa sendiri? Kita nggak
sendiri di dunia ini kamu bisa bilang ke orang lain” balas
Dares
“Aku harus bilang ke siapa?ke orang tua yang bahkan
nggak tau apa yang lagi dialamin anaknya?“
“Iya, orang tuamu. Orang tuamu nggak tau karena
kamu nggak cerita, percayalah mereka berdua peduli ke
kamu dan bakal selalu ada buat kamu, kamu juga punya
Miya kan, kalian udah temenan lama” ucap Dares
memotong ucapanku sebelumnya.
“Selalu ada? lucu, nggak ada yang bener-bener selalu
ada Res” balasku merasa bahwa hal yang diucapkan Dares
tidak masuk akal.
“Kamu tau Jeya, aku suka ke sini karena dari sini aku
bisa terus ngeliat hal yang paling aku suka. Liat deh ke atas,
ada bulan yang lagi bersinar indah, bulan yang selalu
konstan dan selalu bera dadi tempatnya” ujar Dares.
Aku tidak tahu kalau ia juga menyukai bulan sama
sepertiku.

45
“Meskipun kadang ketutupan awan, atau bentuknya
yang berubah-ubah tapi bulan tetep ada disana dan nggak
bakal ninggalin kita sendiri. Itu udah ngebuktiin pasti ada
satu hal yang selalu ada untuk kita” tambah Dares lalu
melihat ke arahku.
“Hmm” pikirku sejenak bingung ingin membalas apa.
“Mulai sekarang coba cerita ke orang lain, terlebih
orang tuamu, kasih tau mereka biar mereka tau, orang
tuamu sayang sama kamu” kata Dares dilanjutkan dengan
anggukan dariku setuju atas apa yang dia ucapkan.
“Iya Res, makasih” jawabku
“Jeya dengerin ya, ngerasa putus asa dan koson gitu
terjadi ke setiap orang, kalau kamu ngerasain itu, omongin
itu ke Mama dan Papamu atau sama Miya. Aku bisa jamin
itu bakal ngebantu” ujarDares
“Sekarang coba kamu peluk dirimu sendiri,sambil
dipuk-puk trus bilang kalau kamu hebat” tambah Dares
sambil melihat ke arah ku sambil mencontohkan.
“Jeya kamu hebat, yang kamu lakuin udah bagus”
ujarku menuruti apa yang diajarkan Dares.
“Gimana? Ngerasa baikan?” tanya Dares sambil
tersenyum.

46
“Iya hehehe, makasih ya, ini ngebantu. Selama ini aku
liat kamu kayak anak yang sok peduli ke orang lain” jawabk
sambil tertawa meledek Dares.
“Dasar, sok peduliku bergunakan?” jawab Dares
dengan bercanda.
“Hehehe” tawaku disambung tawa Dares yang saling
bersautan.
Siapa sangka hanya dengan aku berbagi cerita dengan
Dares dan mendengarkan sarannya membuatku merasa
lebih baik dari pada sebelumnya,terasa begitu lega dan
membuatku sadar bahwa aku memerlukan orang lain
untuk berbagi cerita.

47
Bayangan; Ibu
Oleh: Alyaa Nazurah

Sebulan setelah pindah dari sekolah lama aku terasa


rindu dengan teman-temanku yang dulu. Aku ingin
kembali mengunjungi mereka. Dua bulan lagi ujian akhir
sekolah. Aku harus mulai memikirkan ujianku.
Namaku Lidia, Lidia Puji lestari. Aku murid pindahan
dari Madiun. Aku bersekolah di SMA 3 Jakarta. Pekerjaan
orang tua yang mengharuskanku untuk pindah sekolah ke
Jakarta. Aku merasa bosan karena harus pindah sekolah
lagi “okay”. Teman temanku mungkin merasa sedih karena
harus berpisah denganku, itu adalah hal yang lumrah
sebagai seorang teman.
Sebenarnya aku bisa untuk tetap di Madiun, tapi aku
harus tinggal bersama siapa. Di Madiun aku hanya tinggal
bersama ayah dan adikku, Hendra. Ibu telah pergi karena
harus melawan penyakit yang di deritannya. Waktu ibu
sakit aku merasa terpukul karena harus melihatnya
berjuang dalam penderitaan. Aku merasa hancur setelah
kepergiannya.

48
Hari-hari telah kulewati, tapi hatiku selalu mengharap
kehadirannya. Suatu ketika aku pernah depresi karena
kepergian ibuku. Adikku sangat takut melihatku yang
menangis dan sedih yang menjadi jadi ketika aku kambuh.
Ayahku hanya bisa membiarkanku dan sesekali
mencegahku saat aku berbuat nekat. Ayahku telah
berusaha kesana kemari tapi tak juga membuahkan hasil.
Aku beberapa kali berpikir ingin bunuh diri, hingga ayah
mencegahku. Aku merasa putus asa. Hidupku terasa kacau
dan hancur. Seketika aku berpikir “aku ingin menyusul ibu,
ayah!”. Ayahku mencegahku yang ingin melakukan bunuh
diri. Aku hanya menangis, tanpa aku sadar apa yang telah
aku lakukan “ibbuu...ayah aku ingin bersama ibu...(ucapku
sambil menangis di pelukan ayahku yang berusaha
menenangkanku). Keadaan itu pasti membuat ayahku
terpukul. Setelah kepergian ibu dan ditambah aku yang
depresi. Aku bersyukur, ayahku kuat dalam menjalani
keadaan yang menimpanya. Hendra hingga saat ini masih
takut denganku, dia takut aku akan marah dan menangis di
depannya hingga dia selalu takut jika bersamaku.
Setelah beberapa bulan, keadaanku semakin membaik.
Pikiranku tidak lagi dihantui oleh bayangan ibu yang telah

49
pergi. Ketika itu, ayahku menerima tawaran kerja di Jakarta.
Dia merasa jika aku ikut ke Jakarta dan memulai hidup
baruku, aku akan jauh lebih tenang dan membaik. Hari
pertama di Jakarta aku merasa gugup, semua terasa
berbeda. Teman, tetangga, dan siapapun itu, aku merasa
asing dan tidak mengenal mereka.
Hari-hari mulai ku lalui, perlahan aku mulai
mengobrol dan mendapat teman. Aku pikir orang di Jakarta
adalah orang yang individual dan tidak peduli dengan
tetangga ataupun orang lain di sekitarnya. Semua dugaanku
itu sia-sia, tetanggaku sangat baik, dia sering mengajak
kami untuk menghadiri acara yang diselenggarakan di
tempat kami tinggal. Suatu ketika aku buru-buru pergi ke
sekolah, hari itu pertama kalinya aku berangkat naik
angkutan umum, karena ayah sedang ada tugas di luar kota.
Dalam benakku berkata “Kenapa aku nggak naik motor,
kalo bisa kan enak bisa pergi ke sekolah tanpa harus
diantar ayah ( sambil menatap jalan raya yang ramai)”.
Waktu itu, aku memang belum diizinkan oleh ayah untuk
membawa motor sendiri, dia pikir itu berbahaya mengingat
aku yang masih di bawah umur dan belum memiliki SIM
atau Surat Izin Mengemudi. Sebagai murid yang rajin, aku

50
takut jika terlambat datang ke sekolah. “(sambil bingung
menatap kanan kiri jalan)” aku melihat ada seorang yang
menghampiriku dengan mengenakan jaket hitam dan
menaiki motor berwarna putih. Sesampai di depanku ia
membuka helmnya, dan sungguh terkejut aku melihatnya.
Dia adalah tiyas, dia satu sekolah denganku tapi dia anak
kelas 12 IPS. Tiyas memintaku untuk berangkat
bersamanya “Yok berangkat bareng!(sambil menatap
boncengan belakang motornya)”. Dan Tiyas juga mengantar
aku pulang, karena rumahnya melewati gang samping
rumahku. Aku merasa semua orang di Jakarta baik, entah
kepadaku ataupun keluargaku.
Beberapa bulan berlalu, semua terasa cepat dan
seperti akan hilang. Dua bulan lagi, aku akan melaksanakan
ujian akhir tahun. Waktu itu semua orang terasa sibuk dan
mulai menyendiri. Semua orang mempersiapkan ujian. Aku
merasa kosong dan mulai bosan. Tiyas jarang
menghampiriku, kadang dia sering mengajakku jalan-jalan
waktu hari libur. Aku jarang berjumpa lagi dengannya,
biasanya dia berada di kantin bersama teman temannya
saat jam istirahat. Aku merasa wajar dengannya “Mungkin

51
dia sedang sibuk, dia sedang melakukan apa yang
seharusnya kelas 12 lakukan” ujarku dalam hati.
Sudah seminggu lebih ayah jarang pulang ke rumah,
Hendra berada di pondok dan pulang ke rumah hanya
seminggu sekali. Aku sendiri dan mulai merasa kacau,
keluarga dan temanku sibuk dengan urusan mereka. Di
ruang keluarga sendirian, otakku mulai berjalan mengingat
masa laluku bersama temanku yang dulu. Aku melamunkan
setiap hal yang pernah kulakukan bersama mereka, dari
sedih hingga senang bersama. Diriku mulai diterpa rasa
kesepian. Aku mulai merindukan kenangan–kenangan
masa lalu yang pernah kulakukan.
Pagi ini aku harus menata sarapan yang telah ayah
beli dari warung dekat rumah. “Yahh... Hari ini pergi berapa
lama?” ucapku kepada ayah sambil berharap mendapat
jawaban yang memuaskan. “Nggak bakal lama kak... Kamu
jaga baik-baik adik ya, ayah berangkat dulu!” ujar ayah
kepadaku. “Yahh... cepat pulang ya nanti” ucap Hendra
kepada ayah. Sorenya Hendra ikut meninggalkan rumah,
karena dia harus kembali ke pondok. “Emm...sendiri lagi”
gerutuku dalam hati. Berbeda dengan hari sebelumnya, aku
merasa sendiri dan bosan. Karena sibuk dengan persiapan

52
ujian, aku mengabaikan hal itu. Hari ujian telah tiba,
berangkat seperti biasa dengan menaiki angkutan umum.
Perlahan tapi pasti dalam menjalankan semua mata ujian,
berhati- hati dan teliti dalam menjawab. Setelah ujian
selesai, sekolah kami libur akhir tahun. Aku sendiri tanpa
ada teman yang bisa menemaniku, Tyas juga belum ada
waktu untuk bermain denganku. Aku melamun sesuatu
yang di khawatirkan ayahku, yaitu ibuku. Aku merasa rindu
dengannya, setiap pulang sekolah ibu selalu di rumah.
Ketika ibu masih ada, dia selalu menemani hari-hariku. Ibu
selalu mau mendengar curhatan dan keluh kesalku atas
berbagai hal. Semua masalahku bisa kuceritakan tanpa
merasa membebani diriku. Aku mulai hilang kendali secara
perlahan. Aku mulai mengingat kepergiannya. Tak begitu
lama ayah pulang karena keadaanku. Dia menyadarkanku
atas kepergian ibu. Aku mulai membaik, sebenarnya yang
kubutuhkan sekarang hanyalah keluarga yang selalu
menemaniku setiap hari. Keluarga yang selalu ada di rumah
ketika aku pulang sekolah. Karena tuntutan ekonomi ayah
terpaksa harus pergi bekerja ke tempat yang jauh. Tapi
ayah sadar, kalau aku membutuhkan kasih sayang dan
seseorang yang selalu ada bersamanya. Ayahpun mulai

53
mencari pekerja yang dekat dengan rumah, sehingga bisa
pulang ke rumah setiap hari. Sekarang waktu hari libur aku
selalu bersama ayah dan Hendra. Hidupku mulai terasa
lengkap walau tak selengkap dulu, tapi setidaknya aku
sekarang nyaman dan bahagia karena bisa berkumpul
bersama.
Keadaan mengajariku untuk bisa menerima
apaadanya. Bukan hanya menerima tapi juga ikhlas. Bahwa
sesuatu yang telah pergi bukan untuk terus digenggam, tapi
untuk dilepaskan dan menerima keadaan itu. Jangan
pernah membiarkan dirimu larut dalam kesedihan.
Menyibukkan diri dengan hal positif dan jangan sesekali
mengharap sesuatu yang tak mungkin untuk kembali lagi

54
Keinginan yang Tercapai
Oleh: Amalia Natasyafira

Betapa enak menjadi orang kaya, semua akan


tercukupi. Berbeda dengan Via, kehidupannya yang
sederhana , hanya tinggal dirumah yang kecil bersama ibu
dan bapaknya. Setiap harinya Via membantu ibunya
membuat kue untuk dijual.
Saat sore hari aku melihat ibuku sedang melamun di
kursi teras rumah. Kemudian aku menghampirinya dan
duduk di kursi sebelahnya. Ibuku tidak sadar bahwa aku
datang menghampirinya. Ibuku kaget saat aku mulai
berbicara dan bertanya kepadanya yang seketika
menghentikan ibu melamun.
"Bu?"
"Ehh iya, ada apa nak?"
"Ibu kenapa kok saya liat daritadi ibu melamun"
"Tidak apa apa nak, iIbu baik-baik saja"
"Cerita aja Bu, pasti ada yang dipikirkan sama Ibu"
Kemudian ibu bercerita kepada Via tentang
keinginannya yang ingin anaknya bisa berkuliah.

55
"Ibu ingin sekali kamu bisa meneruskan kuliah, Vi"
"Via juga ingin sekali Bu, Via ingin membahagiakan
Bapak sama Ibu"
"Akan tetapi apakah Bapak sama Ibumu ini sanggup
untuk membiayai mu kuliah" ibu berbicara dengan wajah
yang sedih
Ibu via yang hanya berjualan kue keliling kampung
dan itupun tidak setiap hari dagangannya selalu habis.
Sedangkan bapak via seorang karyawan di toko pertanian
yang upahnya tidak seberapa.
"Gimana kalau via membantu Ibu bekerja, Bu? "
keinginan Via agar bisa membantu ibu dan bapaknya untuk
membiayai kuliah via nanti.
"Jangan Vi, kamu dirumah saja ini tugas ibu
”Tidak apa-apa bu, Via kalau dirumah terus juga
bosen dan bingung mau melakukan apa" ucapnya dengan
menyakinkan ibu.
"Kalau begitu terserah kamu saja Vi, Ibu tidak
memaksa" jawab ibu.
"Siap bu.. " Via tersenyum.
Keesokan harinya seperti biasa Via membantu ibunya
membuat kue untuk dijual, Bapak Via juga berangkat untuk

56
bekerja, saat kuenya sudah siap semua ibu Via dan Via
pergi berjualan. Akan tetapi ibu Via naik sepeda sedangkan
Via jalan kaki. Saat ibu Via berjualan hal buruk terjadi
padanya ibu Via jatuh karena tertabrak oleh pengendara
sepeda motor yang tidak bertanggung jawab dagangannya
jatuh berserakan di jalan. Ibu Via di tolong oleh warga
setempat yang melihatnya dan langsung dibawa ke
puskesmas dan setelah itu dibawa ke Rumah Sakit terdekat.
Luka yang dialaminya cukup parah tangan ibu Via
mengalami patah, Via dan Bapak Via yang mengetahui itu
langsung pergi ke Rumah sakit tempat Ibunya dirawat.
Akhirnya uang yang dikumpulkan oleh bapak sama ibu Via
untuk biaya kuliah Via nanti digunakan untuk biaya Rumah
sakit dulu, agar tangan ibu Via bisa kembali normal. Setelah
itu, ibu Via bisa langsung pulang kerumah. Hari demi hari
dilewatinya, Ibu Via hanya dirumah saja dan yang jualan
kue hanya Via karena tanganya belum begitu sembuh, ia
hanya duduk-duduk dirumah dan bersih-bersih rumah
yang bisa ia lakukan, waktu menunjukkan pukul 12.00 WIB
ketika itu ada yang mengucapkan salam dan ternyata itu
bapak Via, ia pulang tidak seperti biasanya karena toko

57
pertanian tempat bapak Via bekerja tutupnya sore hari.
Kemudian Ibu bertanya pada bapak Via.
"Masih siang kok sudah pulang, Pak"? ibu penasaran.
Bapak via hanya terdiam ia ingin menjawab jujur
akan tetapi takut jika istrinya nanti sedih.
"Pak??" ibu Via memanggilnya lagi
"Ada kabar kurang baik, Bu" akhirnya bapak Via
menjawabnya
"Cerita Pak ada apa"
"Toko pertanian tempat bapak bekerja bangkrut jadi
bapak sudah tidak bisa bekerja lagi disana" menjelaskan
dengan jujur kepada ibu Via dengan wajah yang pasrah
Ibu langsung sedih mendengar itu
"Maafin bapak ya, Bu" dengan wajah yang sedih
"Iya pak tidak apa-apa" ibu Via berusaha untuk tetap
tegar walaupun hatinya masih sangat sedih.
Setalah percapakan antara ibu dan bapak Via selesai,
Via sampai dirumah setelah berjualan kue.Via pulang
dengan dagangan yang belum habis karena hari itu Via
merasa kurang enak badan. Akhirnya, Via memutuskan
untuk pulang, Saat Via membuka pintu rumahnya lalu
masuk kedalam Via melihat ibu menangis dikamar lalu Via

58
menghampirinya. Via duduk di samping ibu dengan
spontan ibu langsung memeluknya. Via bingung apa yang
sudah terjadi. Setelah itu Via meminta penjelasan kepada
ibu, sebenarnya apa yang sudah terjadi.
Ibu menjelaskan dengan wajah yang masih terus
meneteskan air mata.
"Tolong jelaskan kepada Via Bu, ada apa?"
"Bapakmu sudah tidak bisa bekerja lagi nak, karena
toko pertanian tempat bapak bekerja mengalami bangkrut"
Via sedih mendengar itu.
"Ibu menjadi tidak yakin Vi, apakah bisa membiayai
mu kuliah nanti, uang yang Ibu sama Bapak kumpulkan
digunakan untuk biaya berobat Ibu dan sekarang Bapak
juga tidak bekerja" ibu berbicara dengan wajah yang sedih
dan penuh kekecewaan.
"Tidak apa-apa Bu jika Via tidak kuliah, Via kan punya
ijazah SMA Bu, itu bisa Via gunakan untuk bekerja. Akan
tetapi ibu sama bapak jangan putus asa dulu ya, begitupun
dengan Via. Pasti Allah akan memberi jalan yang terbaik
buat kita semua" Via pasrah dan sedikit menyakinkan
ibunya.

59
"Iya Vi, Ibu sama bapakmu akan terus berusaha dan
berdo'a untuk kamu dan keluarga kita" Ibu sedikit
tersenyum.
"Sudah Bu, Ibu jangan sedih kalau Ibu sedih Via ikut
sedih" sambil menghapus air mata Ibu yang masih menetes.
"Ibu bangga punya anak seperti kamu" memeluk Via
Via membalas pelukan ibu.
Setelah itu Via akan pergi meninggalkan kamar
Ibunya untuk mandi dan bersih-bersih. Waktu
menunjukkan pukul 19.00 Via pergi untuk berwudhu dan
melaksanakan sholat isya'. Saat Via sholat ada yang
mengetuk rumahnya dan mengucapkan salam.
"Assalamu'alaikum..."
"Wa'alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh"
jawab bapak Via yang sedang menonton televisi.
"Rahman kan ini?" ucap bapak Via sambil bertanya
apakah benar yang ia lihat ini Rahman temannya yang
sudah lama tidak bertemu.
"Iya betul sekali, saya Rahman kamu masih ingat
sama saya?" jawab Rahman
"Tentu ingat silahkan masuk, Man" Bapak Via
menyuruh temannya masuk.

60
"Ada keperluan apa kamu kesini?"
"Seminggu yang lalu saya membeli perkebunan milik
teman saya disini, dan saya bingung siapa yang akan
mengelola perkebunan itu. Kemarin saya ingat sama kamu
akhirnya hari ini setelah bekerja saya memutuskan
kerumah kamu" jelas Rahman.
"Ohh seperti itu ya, Man"
"Iya, saya pengen kamu dan istri kamu yang
mengelola perkebunan milik saya ini, apakah kamu bisa? "
tanya Pak Rahman
Ibu Via datang menghampiri bapak Via dan pak
Rahman dengan membawakan 2 cangkir teh.
"Silahkan diminum, Pak" sambil tersenyum.
"Iya Bu terimakasih" jawab Pak Rahman.
Kemudian pak Rahman melanjutkan bicaranya
dengan bapak Via.
"Gimana bisa kan? " tanya Pak Rahman lagi.
"Iya saya siap Man, kebetulan saya juga tidak lagi
bekerja karena tempat saya bekerja mengalami bangkrut."
jawab bapak Via dengan semangat.
"Kebetulan kalau begitu, mulai besok kamu sudah
bisa bekerja dikebun"

61
"Siap, Man" dengan tersenyum.
"Kalau begitu saya mau pamit dulu, kita besok ketemu
di kebun ya" Pak Rahman pamit kepada bapak dan Ibu Via.
"Iya Man, terimakasih kamu sudah baik sekali kepada
keluarga kami"
"Iya sama-sama, saya pamit. Assalamu'alaikum" ucap
Pak Rahman sambil pergi menuju mobilnya.
" Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh"
jawab bapak dan ibu Via.
Bapak dan ibu Via menutup pintu rumahnya dan
menuju kamar Via untuk menceritakan kabar gembira ini.
Via mendengar cerita itu sangat senang. Pak Rahman
merupakan teman bapak Via dari sekolah dasar. Akan
tetapi, saat ia sudah sukses ia tinggal di kota karena dekat
dengan tempat bekerjanya pak Rahman jarang sekali
datang ke rumahnya yang di kampung karena terlalu sibuk
disana.
Keesokan harinya bapak dan ibu Via pergi bekerja di
kebun milik teman bapak Via yaitu pak Rahman. Hari demi
hari perkebunan yang dikelola oleh bapak dan ibu Via itu
menghasilkan tanaman-tanaman yang sangat memuaskan
dan bisa bernilai jual tinggi. Bapak dan ibu Via bisa

62
mengumpulkan uang sedikit-sedikit untuk biaya kuliah Via
nantinya. Saat Via selesai berjualan kue ia sengaja datang
ke kebun tempat bapak dan ibunya bekerja,ternyata disana
sudah ada Pak Rahman yang melihat perkebunannya. Via
datang dan langsung besalaman dengan bapak, ibu, dan Pak
Rahman. Selanjutnya Pak Rahman bertanya dan menebak-
nebak apakah gadis ini anak dari temannya.
" Ini anakmu?" tanya Pak Rahman kepada bapak Via
" Iya ini anakku, kenalkan namanya Via" jawab bapak
"Sudah besar ya sekarang" sambil menatap Via
"Hehe iya pak, sudah lulus SMA" jawab Via
"Kenapa kok tidak melnjutkan kuliah Vi?"
"Uangnya belum cukup om untuk kuliah Via, Ibu sama
Bapak masih mengumpulkan" dengan wajah yang sedikit
sedih
"Kamu kuliah saja Vi, om Rahman yang akan biayai
kamu selama kuliah nanti" dengan tersenyum menatap Via
"Serius Om? Om tidak bercanda kan sama Via"
"Tentu tidak Vi, Om serius besok kamu datang
kerumah Om yang dikota ya, Om Rahman akan urus
semuanya. Selama kuliah nanti kamu bisa tinggal dirumah
Om supaya saat kuliah nanti kamu tidak kejauhan."

63
"Terima kasih Om" jawab Via
"Iya sama-sama Vi,kamu harus kulih yang sungguh-
sungguh ya"
"(Via mengangguk)"
"Terimakasih Man kamu begitu baik dengan keluarga
kami" bapak via berterimasih kepada Pak Rahman begitu
juga dengan ibu Via.
"Iya sama-sama. Kamu sudah saya anggap seperti
saudara saya sendiri, kewajiban saya untuk menolong satu
sama lain.”
Bapak dan ibu Via begitupun dengan Via sangat
senang mendengar itu, orang tua Via tidak apa-apa jika Via
harus tinggal bersama Pak Rahman karena sewaktu-waktu
ia bisa menjenguknya ke kota ataupun Via yang berkunjung
ke kampung, yang terpenting Via bisa kuliah dan itu adalah
keinginan bapak dan ibu Via selama ini. Keinginan orang
tua Via dan juga Via sudah tercapai.

64
Monokrom
Oleh: Arin Ragil Wahyuningtias

“Kita masih bisa temenan kan?”

Telinganya berdengung dengan rambut acaka-cakan,


eyeliner luntur, high heels ditangan, lipstick yang pudar,
serta dress yang tidak berbentuk. Di gang kecil ia duduk
menekuk lutut menangis dengan sisa kekuatan yang ia
miliki. Sudah lewat tengah malam tapi tidak ada tanda –
tanda ia akan berhenti dan beranjak dari sana.
“Dingin,” sepatah kata yang ia dengar samar. “Kamu
nggak dingin disini?”
Ia mendongak untuk melihat siapa yang berbicara
kepadanya, sneakers hal pertama yang ia lihat. Lelaki itu
berjongkok untuk memasangkan jaket untuknya. “Lain kali
put yourself first. Buat bahagia orang lain itu boleh, tapi
jangan sampai kamu sendiri lupa bahagia.”
Ia melenggang pergi dan meninggalkan si perempuan
melihat punggungnya. Tidak terlihat rupanya karena
masker dan tudung hoodie yang ia pakai. Ingin ia

65
memanggil dan mengucapkan terima kasih. Namun,
lidahnya kelu dan tenaga yang ia punya habis tak tersisa.
Selanjutnya, hanya gelap yang ia lihat.

~~

Dinding putih yang pertama kali ia lihat dengan


memegang kepala yang berdenyut. Seperti tidak asing
namun tak juga ingat dimana ia berada sekarang.
“Sayang, kamu udah bangun,” ucap tante Sarah
memasuki ruangan. Disini lagi ia berakhir. Tante Sarah
yang hanya akan setia bersamanya. Beliau yang tahu
hancurnya Naya setelah kedua orang tuanya memutuskan
berpisah 3 tahun silam. Beliau yang membantu Naya
bangun dan kembali untuk menjalani dunia yang kejam.
Life must go on.
“Tante, Nay ngerepotin lagi ya?” tanya Anindya
dengan suara parau. “Nggak sayang, kamu lama banget
nggak main kesini.” Naya hanya tersenyum sambal
menerima air putih. “Angkasa lagi?” tebak Naya tepat
sasaran. Sahabat kecilnya yang mempunyai rasa kepadanya.

66
“Dia nggak sengaja ketemu kamu katanya,” jelas tante
Sarah berusaha menenangkan Naya. Jelas bohong. Angkasa
menelponnya semalaman karena tak kunjung pulang. Ia
sempat mengangkat saat ia hampir pingsan. Mungkin
sambungannya belum terputus jadi dia tahu.
Penampilannya masih kacau jadi ia memutuskan
untuk membersihkan diri sebelum pergi ke kampus. Ia
berpamitan dengan tante Sarah dan memutuskan untuk
pergi dengan ojek online.
Di seberang ia lihat Angkasa yang menatapnya
dengan tatapan bertanya. “Are you okay?” ia bertanya
dengan nada yang hanya bisa didengarnya. Namun, Naya
bisa tetap bisa mendengar dan hanya menganggukkan
kepala sebagai tanda ia baik-baik saja.
Belum sempat Angkasa menghampirinya, ojek
pesanan Naya datang dan mengharuskan ia berpamitan
terlebih dahulu. Sampai kampus ia berpapasan dengan
Langit dan Senja. Kebiasaannya memasang earphone
selama berjalan ke kelas kini berguna juga. Ia hanya berlalu
sambil bersenandung sesekali membuatnya terlihat tidak
peduli dan mungkin berusaha menghindar.

67
~~

Kelas selesai pukul tiga sore dan sekarang hujan. Ia


benci hujan. Semuanya terhambat, sekarang ia harus
menunggu hujan reda dengan berdiam sendirian disini. Ia
jadi mengeluarkan earphone seperti biasa dan mencari
tempat duduk sembari meneduh.

I’m the one who makes you laugh


When you know you’re ‘bout to cry
And I know your favorite songs
You tell me ‘bout your dreams

Think I know where you belong

Think I know it’s with me


Can’t you see that I’m the one
Who understands you
Been here all along
So why can’t you see
You belong with me

68
Naya bersenandung kecil sembari menutup mata.
Tanpa ia sadari ada seseorang yang tersenyum sambil
memperhatikan dirinya. Ia ikut bersenandung bersama
Naya dari jauh. Ia beranjak karena hujan sudah reda. Ia
lihat Naya masih bersenandung belum menyadari hujan
sudah berhenti. Tak lama kemudian ia bangkit dan
menyusul yang lainnya pulang.
Seseorang itu masih memperhatikannya. Sampai
bayangan Naya hilang dan memastikan gadis tersebut
selamat sampai ia hilang dari netranya.

~~

Malam ini, Naya hanya berdiam di kostan karena


tidak sedang sibuk. Ia mengerjakan beberapa tugas dan
hanya menonton film.
Bosan.
Hanya itu yang ia rasakan. Akhirnya ia keluar dengan
hoodie dan berjalan kaki ke minimarket terdekat. Hanya
cokelat yang bisa mengerti ia sekarang. Beberapa bungkus
mie instan dan es krim ia masukkan keranjang dan bersiap
membayar.

69
Sial. Uangnya tidak ada di hoodie yang sedang ia pakai
sekarang. Bodohnya tidak mengambil dompet dahulu tadi.
Ia sudah akan mengucapkan maaf dan meminta alasan
untuk mengambil uang ke kostan.
“Sekalian sama saya mbak,” ucap seorang lelaki dari
belakang. Ia menengok dan menemukan sosok yang selama
ini ia cari. Suara, hoodie, serta sepatu yang ia kenakan
sudah menjadi cukup bukti untuk mengenalinya.
“Sorry, jadi ngerepotin,” ucap Naya merasa bersalah.
Mereka keluar dari minimarket dengan belanjaan Naya
yang lumayan banyak. Ia merasa tidak enak karena seperti
sedang memalak orang.
“Santai aja, tadi emang sekalian aja gue buru-buru,”
jelas sang lelaki dengan ramah.
Naya menghembukan napas, “Jaket sama topi lo
masih di gue.”
“Ah, lo inget sama gue?” tanya lelaki itu sedikit
terkejut. Naya tidak kalah terkejut. Bagaimana bisa ia
melupakan orang yang sudah menyelamatkan hidupnya
selama 2 kali tanpa disengaja.
“Mau lo ambil sekarang atau gimana?” tawar Naya
tanpa ragu.

70
Lelaki itu menggelengkan kepala dan berkata dengan
lembut, “Simpen aja, walaupun lo udah nggak nangis. You
can wear them if you need.”
Naya terkejut dan berhenti melangkah.
“I didn’t cry,” tegas Naya. “Yeah, sure. Nobody can
break what was already broken,” jawab lelaki itu dengan
mantap.
Naya hanya diam sampai lelaki tersebut mengendarai
sepeda motornya meninggalkan Naya terdiam mematung.

~~

Sampai di rumah ia melihat Angkasa di teras. Ia benci


fakta bahwa ia jatuh dengan pesona sahabatnya sendiri.
Naya tidak pernah menganggap perasaannya kepada
Angkasa lebih dari sekedar teman.
“Darimana aja Nay, tumben keluar hujan gini,” tanya
Angkasa hangat. “Minimarket, ngapain lo kesini?” tanya
Naya singkat. “Tadi gue pulang bawa martabak sekalian
buat lo,” terang Angkasa sembari menyerahkan martabak.
Angkasa menatap Naya beberapa saat, “Gue ikut Papa,
Nay. Ikut papa ke Prancis,” terang angkasa dengan suara

71
lembut. “Masih ada 5 jam sebelum gue berangkat,” Angkasa
meneruskan pembicaraan.
“Udahan ya,” suara Naya mulai bergetar. “Semoga
disana bisa nemuin yang lebih baih baik dari gue,”
lanjutnya. “Pinjem hp lo,” pinta Naya. Naya menghapus
nomornya di handphone Angkasa serta memblokir semua
akun sosial media dia di akun Angkasa.
“Lupain gue dan makasih buat selama ini,” ucap Naya
selagi memeluk Angkasa sebagai salam perpisahan.
“Maafin gue,” ucap Angkasa. “Nggak papa, kita udah
dewasa bareng. Waktunya gue harus bisa sendiri,” ujar
Naya berusaha menenangkan. Namun, Angkasa akhirnya
semakin erat memeluk Naya. Orang yang menjadi
alasannya sejauh ini untuk bertahan.
Akhirnya Angkasa berpamitan dan bersiap siap
menuju bandara. Naya baru menangis dan runtuh
pertahanannya setelah Angkasa pulang. Ia tidak bisa
memberatkan Angkasa dengan menangis dan menahannya
disini. Angkasa berhak bahagia dan bukan bersamanya.
Hujan semakin deras namun Naya tidak berniat
masuk ke dalam rumah. Semakin deras hujan seiring

72
dengan suara tangisannya semakin kencang. Lututnya
lemas dan yang bisa ia lakukan hanya menangis.
“My mistake was making you a priority, when I was
your second priority,” suara Naya mulai melemah.
“Udah gue bilang dingin kaya gini,” suara berat
menginterupsinya. Payung menghalangi hujan yang jatuh.
Ia mencoba mendongak dengan air mata yang membuat
pandangannya kabur. Namun ia yakin, dengan sepatu dan
hoodie yang sama.
“Lo?” tanya Naya terkejut.
Lelaki tersebut hanya tersenyum dan memakaikan
payungnya kepada Naya dan pergi meninggalkan Naya. Ia
menutup kepalanya dengan hoodie dan berlari menerjang
derasnya hujan.
Naya berteriak berusaha memanggil dan menanyakan
lelaki tersebut. Namun, sepertinya suaranya kalah kencang
dengan hujan. Tidak mampu berteriak lagi akhirnya Naya
menyerah.
“Raga,” “Panggil gue Raga, salam kenal Nay!” teriak
lelaki tersebut sambil berjalan mundur dan tersenyum.

73
Naya terkejut dan kembali mendongakkan kepala
melihat kearah suara. Ia tersenyum simpul dan kembali
membalas, “Lo kenal gue?”
Raga tidak membalas dan kembali berlari. Naya
melihat payung yang ia pegang. Kenapa Raga memberikan
payung setelah hoodie dan topi yang ia berikan belum
dikembalikan kembali.
“Balikin aja kalau kita ketemu lagi,” teriak Raga lebih
kencang karena jarak yang sudah semakin jauh. Naya
tersenyum simpul dan memandangi bayangan Raga
perlahan menghilang dari pandangannya.
Raga kembali berlari meninggalkan Naya kembali
dengan kebingungan dan skenario apa yang akan terjadi
kedepannya. Akan ada masanya yang datang kembali
mengukir sejarah atau yang tinggal akan meninggalkan
kenangan.
Datang dan pergi. Datang, mendobrak batas hati
menyentuh inti nurani. Pergi, menyisakan kemungkinan
untuk yang datang kemudian

74
Son of The God
Oleh: Aulia Fadilasari

Dikisahkan sebuah kerajaan yang makmur di daerah


pegunungan Yunani, yang terbentang dari selatan sampai
ke utara Yunani. Kerajaan ini begitu makmur dan sejahtera,
di pimpin seorang Raja dan adiknya seorang pangeran.
Kerajaan ini bernama Kerajaan Errabor, kerajaan ini terdiri
2 bagian dimana terdiri Kerajaan Utama yang di diami oleh
Raja dan keluarganya sedangkan bagian lainnya di diami
oleh Pangeran yang memipin.
Raja Errabor Bernama Arthure dan istrinya bernama
Putri Diana dan adiknya bernama Pangeran Arthore,
dimana Raja Arthure yang memimpin kerajaan Utama
Errabor, dan Pangeran Arthore memimpin daerah pesisir
kerajaan Utama. Kerajaan Ellados dijaga ketat oleh prajurit
Kerajaan. Panglima Perang Kerajaan Errabor bernama
Panglima Philips sangat disegani oleh semua orang yang
tiggal di kerajaan, karena keberaniannya menaklukkan
semua musuh kerajaan.

75
Pada suatu hari Pangeran Artrore pergi ke Kerajaan
Errabor untuk menemui Raja Arthure untuk menanyakan
sesuatu hal yang menyangkut kerajaan Errabor.
Kedatangan pangeran Artore untuk menanyakan kepada
Raja perihal Raja yang sampai saat ini belum memiliki Anak.
Karena sebentar lagi pangeran Arthore ingin menikah dan
memiliki keluarga. Sedangkan kakak ( Raja ) nya setelah
menikah sampai sekarang belum memiliki seorang anak
untuk menjadi penerus Kerajaan.
Karena pertanyaan ini Raja Arthure mulai
memikirkan apa yang di pertanyakan oleh adiknya, lalu
Raja memberitahu kepada Istrinya tentang maksud
kedatangan adiknya ke Kerajaan. Sang Istri yang sampai
sekarang belum bisa memberikan keturunan kepada Raja,
juga mulai bersedih, sang Ratu mulai Frustasi tentang
semua ini. Raja memikirkan bagaimana kalau suatu saat dia
tidak memiliki seorang penerus, Kerajaan Errabor akan
jatuh ketangan Raja yang salah.
Sampai pada suatu hari Pangeran Arthore datang
denga calon istrinya untuk meminta izin menikah kepada
Raja, dan menanyakan perihal untuk perayaan
pernikahannya. Raja yang tidak bisa menolak pernikahan

76
adiknya harus pasrah dengan keadaan yang ada. Raja
menyetujuinya untuk menikah di Kerajaan Utama dan
menggelar pernikahan yang mewah, serta mengundang
beberapa Raja dari wilayah lainya. Pangeran Arthore yang
senang lalu mencium kakaknya dan mengatakan
“Terimakasih kakak, aku sayang padamu”
“Sama-sama, semoga kalian diberkati agar jauh lebih
bahagia” jawab Raja Arthure.
Setelah berpelukan mereka langsung membicarakan
dengan orang orang yang ada di kerajaan Errabor. Mereka
mencari tanggal yang pas untuk perniakannnya, lalu ratu
Debora memberi saran agar pernikahannya dilaksanakan
Minggu depan. Agar pernikahannya tidak menunda nunda
waktu. Semua orang yang ada di rapat tersebut
menyetujuinya. Pangeran Arthore juga setuju atas usul
sang ratu.
Setalah rapat, raja dan ratu kembali ke kamar mereka,
raja tidak terlalu setuju tentang ususlan sang ratu, karena
jika pernikahannya di percepat maka, akan dihawatirkan
kelak yang memimpin kerajaan Errabor adalah anak dari
adiknya, pangeran Arthore. Dimana anak dari adik raja
tidak di bolehkan menjadi Raja, karena akan menjadikan

77
kerajaan mengalami musibah yang sangat lama. Sedangkan
raja sampai sekarang belum memiliki keturuna. Disela
pembicaraan mereka, penasehat raja mengetuk pintu
kamar dan ingin berbicara kepada raja dan ratu. Raja
langsung memperboleh untuk masuk, penasehat raja ingin
memberi tahu kepada raja dan ratu, agar berdoa kepada
para dewa agar mereka mau membantu Raja untuk
mendapatkan keturunan sebagai penerus kerajaan. Tetapi
raja tidak begitu percaya kepads penasehat itu.
“Apakah yang kamu katakan benar”? Tanya sang Raja
“Dulu sebelum raja menikah dengan ratu, ada seorang
suami istri yang belum di karuniai seorang anak, mereka
setiap hari pergi ke kuil untuk berdoa kepada para Dewa,
mereka berdoa agar diberikan seorang keturunan agar
dapat merasakan menjadi orang tua. Beberapa kali mereka
kesana istrinya mengalami mimpi bertemu dengan Dewa
Poseidon, lalu 3 hari kemudian istrinya hamil”. Jawab
penasihat.
“Apa yang kamu katakan benar”? Tanya raja
“Saya bersumpah atas nama dewa, bahwa yang saya
katakan benar” jawab penasihat
“Antar aku dan ratu ke kuil itu besok”! Kata sang Raja.

78
Esok paginya raja dan ratu pergi ke kuil tersebut,
Mereka mendengarkan kata dari sang penasihat, mulai hari
itu raja dan ratu sering pergi ke kuil tersebut untuk berdoa.
Samapi Dimana adik nya menikah raja Arthur berda di
kerajaan hanya sebentar, ia memilih untuk berdoa bersama
sang ratu di kuil.
Hingga suatu saat sanag ratu bermimpi bahwa Dewa
Zeus datang dang memperingatinya bahwa apa yang
diberinya harus ia rawat dan ia jaga. Kemudian satu Minggu
setelah mimpi tersebut Ratu dinyatakan hamil, dan segera
memiliki keturunan kerajaan Errabor. Berita tersebut
sampei ketelinga pangeran Arthore, mendengan hal
tersebut pangeran Arthore malah terlihat tidak senang atas
kehamilan sang Ratu. Dimana anak tersebut akan
menghalangi keturunan pangeran Arthore untuk menjadi
Raja di Kerajaan Errabor kelak.
Pada saat itu pangeran Arthore mulai menyusun
renca jahat untuk menyingkirkan bayi raja kelak, sehingga
keturunan pangeran Arthore bisa menjadi seorang Raja.
Dan pada waktu bersamaan istrinya juga sedang hamil
besar dan akan melahirkan pangeran pertama kerajaan
Errabor setelah sekian lamanya. Mulai saat itu pangeran

79
Arthore mulai mengumpulkan pengikutnya untuk
memberontak kerajaan lalu mengambil alih kerajaan
Errabor dari tangan Raja Arthure. Pangeran Arthore mulai
meminta bantuan dari kerajaan kerajaan lain untuk
membantunya memberontak kerajaan kakak nya sendiri.
Ketika Sanga istri melahirkan, pangeran Arthore
sangatlah senang karena yang dilahirkannya adalah
seorang pangeran yang sehat dan gemuk, dan di namai
pangeran Ipchile, ia akan membawa pangeran Ipchles ke
Istana untuk memberi tau raja Arthur dan semua rakyat
bahwa ia telah memiliki seorang pangeran sekarang.
Kebahagian itu di sambut baik oleh Raja Arthure dan Ratu
Diana serta semua orang yang mendengarnya. Lalu
pangeran Arthur menyelamatinya.
“Selamat atas anakmu, adikku”
“Semoga anak mu segera lahir, dan mereka akan
bermain bersama” jawab pangeran Arthore.
Setelah 9 bulan menanti, Ratu mulai merasakan sakit,
pertanda bayinya akan lahir, kabar baik ini cepat menyebar
ke seluruh penjuru negri. Namun setelah bayi itu lahir raja
pun terkejut karena yang lahir bukanlah seorang bayi laki
laki tetapi seorang bayi perempuan. Membuat Raja merasa

80
sedih dang menangis. Lalu karena yang lahir bayi
perempuan, membuat seluruh kerajaan geger, karena
nantinya yang akan menjadi raja adalah pangeran Ipchles
anak dari adiknya. Kesempatan ini digunakan oleh
pangeran Arthore untuk menyerang kerajaan Errabor. Dan
mengambil alih kerajaan, karena ia menganggap bahwa
kakaknya tidak akan becus mengurus kerajaan karena,
sang ratu melahirkan bayi perempuan bukan bayi laki laki.
Lalu pangeran Arthore datang ke kerajaan dan
menanyakan perihal yang akan memimpin kerajaan
Errabor kemudian hari. Raja mengizinkan pangeran Ipchile
menjadi raja ketika ia dewasa, tetapi anakanya juga harus
tinggal di istana bersama pangeran Ipchles. Tetapi
pangeran Arthore tidak menyetujuinya, sehingga terjadi
perselisihan diantara Raja Arthure dan pangeran Arthore.
Lalu sebelum pangeran Arthore pulang ia berkata bahwa ia
akan merebut kerajaan Errabor seutuhnya dari tangan raja
Arthur. Karena Perkataan pangeran Arthore Raja Arthure
mulai memperketat penjagaan di sekitar istana.
Beberapa hari kemudian pangeran Arthore mulai
mendatangi kerajaan Errabor untuk menyatakan perang.
Karena jumlah pasukan pangeran Arthore sangatlah

81
banyak, raja Arthur memilih untuk tidak berberang tetapi
melakukan duel antara raja Arthur dan pangeran Arthore.
Dimana yang memenangkan pertarungan ini, berhak
menjadi raja Errabor kemudian. Lu pangeran Arthore
menyetujuinya. Raja Arthur dan pangeran Arthore mulai
menyerang satu sama lain, sampai diaman Raja Arthure
memilih mengalah dan memilih tidak menghindar saat
pangeran Arthore menghempaskan pedangnya mengarah
dadanya. Melihat rajanya sekarat prajurit kerajaan di
bawah komando panglima perangnya, mulai membalaskan
dendam, sehingga mulailah perang di dalam kerajaan.
Karena terlalu banyak pasukan yang di bawa pangeran
Arthore, membuat prajurit dang panglima Philips. Sehingga
mereka mengakui kekalahan. Ratu Diena yang mengetahui
kekalah panglima Philips, menyuruh oenasehaat raja untuk
membawa anaknya putri Athena pergi dari kerajaan, agar
putri Athena tidak dibunuh oleh pangeran Arthore.
Karena kekalah Raja Arthure, pangeran Arthore naik
tahta menjadi raja Errabor, dan meminpin kerajaan
tersebut. Kepemimpinan raja sekarang membuat
masyarakat kerajaan sangat menderita, dimana mereka
harus menyerahkan sebagian hartanya untuk kerajaan, dan

82
mematuhi semua bentuk perintah raja. Kerajaan Errabor
semakin mengalami kehancuran. Setelah kematian raja
Arthur.
Seiring berjalannya waktu, pangeran Ipchile tumbuh
menjadi pangeran yang sangat sombong, dan sering di
manja oleh raja Arthore, membuat sifat kekanak
kanakannya melekat pada dirinya. Disisi lain putri Athena
hidup di pegunungan dan menjadi gadis yang mandiri serta
sangatlah pintar. Ia hidup dengan penasehat raja dan
panglima perang Philips, dimana putri Athena di ajari cara
memegang senjata dan diajari bela diri oleh panglima
perang Philips. Sehingga ia sangat mahir menghadapi
musuh musuhnya.
Suatu hari putri Athena pergi ke desa untuk membeli
kebutuhan pokoknya, karena penasehat raja sedang sakit,
putri Athena sangat terkejut melihat desa yang begitu
berantakan dan banyak orang yang merenggeh kesakitan
serta melihat banyak orang yang sudah mati. Desa yang
sangat porak poranda membuat putri Athena sangat
kasihan.
Ia sempat bertanya kepada seorang pedangan saat di
pasar. “ Kenapa desa tersebut porak poranda”? tanya Putri

83
Athena “Desa itu porak poranda karena mereka
memberontak raja, karena raja merampas semua harta
milih masyarakat, jika mereka tidak memiliki harta, mereka
akan dibunuh mati, karena dianggap pemalas, dan menjadi
beban kerajaan”. Kata penjual.
Mendengar pernyataan penjual tersebut putri Athena
pulang dengan perasaan marah karena seharusnya seorang
raja harusnya mengayomi bukannya menginjak nginjak
Masyarakatnya sendiri. Kekesalannya itu ia katakan
kepada penasihat, sehinggak penasihat mulai merasa risau,
karena takut putri Athena mengetahui apa yang sebenar
nya terjadi pada masalalu keluarganya.karena selama ini
putri Athena tidak mengetahui jati dirinya.
Pada akhirnya putri Athena tidak tahan melihat
Masyarakat nya di peras oleh raja, ia ingin menemui raja
dan mengajukan komplain. Tetapi di cegah oleh Paman
Philips, lalu paman Philips memberi tahukan kepada putri
Athena masalalunya. Paman Philips menceritakan satu
demi satu sampai detailnya masalalu keluarganya dan
kerajaan Errabor. Srhingg membuat putri Athena semakin
membenci raja Arthore, ia ingin membunuh raja Arthore
dengan tangannya sendiri. Tetapi itu di cegah oleh Paman

84
Philips. Sehingga putri Athena nekat membuat rencana
untuk membunuh raja Arthore beserta putra mahkota.
Pada suatu malam putri Athena menyelinap keluar
untuk pergi ke kerajaan Errabor, ia hanya membawa
sebuah busur dan pedang milik ayah nya dulu untuk
menantang Raja Arthore ber duel. Setelah sampai di
kerajaan ia di hadang dua penjaga dan di tanyai mengenai
perihal ia datang ke kerajaan malam malam, lalu putri
Athena memberi tau yang sebenar benarnya, anehnya
penjaga memberikan izin kepada putri Athena untuk
masuk.
Setalah masuk kerajaan, ia membuat kerusuhan
dengan membakar beberapa kayu di depan pintu masuk
tuangkan kerjaan, dan membuat suara kegaduhan, sehingga
membuat semua orang di kerajaan terbangun dan keluar
ruangan, para penjaga langsung membawa paksa putri
Athena, tetapi karena kegaduhan yang ia hasilkan, raja
Arthore terbangun dan menghampiri suara berisik itu, dan
melihat Athena yang di seret keluar kerajaan, lalu Raja
Arthore berteriak agar perempuan itu si lepaskan dan
menyuruh ia menghadap kepada raja, setelah ditanyai

85
perihal maksud tujuan ia datang ke kerajaan, putri Athena
berkata jujur.
“Saya putri Athena, putri Raja Arthur dan Ratu Diena,
ingin membalaskan dendam kedua orang tua saya
kepadamu”! kata putri Athena
“Bahkan dirimu tidak akan pernah bisa menyentuk
kulitku, Putri Athena” jawab raja Arthore sambil tertawa.
“Dan jika aku bisa membunuhmu dari dulu, akan ku
bunuh kau dari dulu” jawab tegas putri Athena.
Karena jawaban tersebut raja Arthore mulai kesal dan
menyuruh putranya pangeran Ipchile untuk bertarung
dengan putri Athena. Dengan sombong pangeran Ipchles
merendahkan kemampuan bela diri putri Athena, lalu
mereka saling serang dan saling menghindar, lalu pada
suatu saat, pangeran Ipchles menyayat sedikit tangan kiri
putri Athena,sehingga ia semakin mengganggap putri
Athena.
Lalu putri Athena mulai menyerang balik sehingga
membuat pangeran Ipchles kewalahan. Karen hal itu
pangeran Ipchles tertusuk pedang di bagian dada oleh
pedang putri Athena sehingga membuat pangeran Ipchles
kesakitan dan mengeluarkan banyak darah. Lalu putri

86
Athena berjalan menjauh lalu melesatkan busur panahnya
dan mengenai kepala pangeran Ipchile. Sampai pangeran
Ipchile mati dan tidak bisa di selamatkan kembali. Karena
hal itu raja Arthore memerintahkan untuk menangkap
putri Athena untuk di bunuh karena telah melukai dan
membunuh serang pangeran mahkota.
Putri Athena di bawa ke sel penjara kerajaan sampai
dimana hari eksekuri dirinya terlaksana, tetapi raja Arthore
memiliki ide lain untuk menyiksa putri Athena. Pada hari
dimana eksekusi putri Athena, paman Philips datang untuk
membebaskan putri Athena, tetapi ia belum bisa
menjangkau dimana tempat putri Athena sekarang, sampai
disaat putri Athena di bawa ketempat eksekusi, rencana
Raja Arthore akan di laksanakan dimana makan dari ayah
dan ibunya di bongkar dan di ambil kerangkanya untuk di
pecahkan di depan putri Athena.
Karena hal tersebut membuat putri Athena semakin
marah kepada raja Arthore, sehinggak membuat putri
Athena memberontak, putri Athena meminta pertolongan
kepada dewa Zeus selaku yang memberikan hidup
untuknya. Karena doa doanya dewa Zeus datang untuk
menemui Athena. Lalu ia memberikan pedang petir

87
miliknya untuk digunakannya nanti untuk membebaskan
diri dan membunuh raja kejam yaitu raja Arthore. Saat dia
berkonsentrasi melepaskan diri dia merasa bahwa tidak
semua prajurit di sini berpihak kepada raja Arthore. Lalu
saat ia sudah melepaskab diri Athena berkonsentrasi lalu
melemparkan padang yang di berikan ayahnya mengarah
kepada raja Arthore, lalu pedang itu berubah menjadi
ratusan pisang dan menancap di setiap pengikut raja
Arthore, dan sekejab itu raja Arthore dan pengikutnya
meninggal dunia.
Lalu saat kursi kerajaan kosong masyarakat kerajaan
Errabor meminta untuk putri Athena menjadi ratu di
kerajaan Errabor menggantikan raja Arthore dan
membangun kerajaan seperti kerajaan yang di pimpin
ayahnya, yaitu kerajaan yang makmur, sejahtera, dan
mengayomi masyarakat nya.
Karena desakan itu semua, putri Athena
menyetujuinya dan menjadi seorang ratu di kerajaan
Errabor. Dan putri Athena menjadi ratu baru Kerajaan
Errabor.

88
Jangan Takut Gagal
Oleh: Bella Dwi Anggun Kusuma

Kicauan burung nan merdu membuat suasana pagi di


Desa Kenari terlihat damai dan terlihat tidak ada masalah.
Walaupun terlihat damai dan tentram sebenarnya banyak
masalah pada orang-orang yang tinggal di desa itu. Pagi itu
Firhan terbangun dan mengingat sesuatu yang sangat
membuatnya merasa bersalah dan takut jika itu benar-
benar terjadi. “Ah masih pagi-pagi begini aku sudah
kepikiran itu lagi,“ umpatnya di dalam hati karena takut
orang tunya mendengar.
Sekilas dia lupa dan beranjak meninggalkan
kamarnya untuk mandi dan bersiap menuju sekolahnya.
Firhan duduk dibangku kelas XII di SMA Negeri 2 Kenari
sebentar lagi dia akan lulus dan harus berkuliah agar bisa
mendapat pekerjaan yang dia dan orang tuanya inginkan.
Tetapi Firhan hanya murid biasa dan tidak pernah
mendapatkan prestasi sama sekali. Dia mulai kebingungan
sejak ia kelas XII ini dan terus memikirkan dimana akan
berkuliah nantinya.

89
Orang tua Firhan yang hanya seorang petani yang
setiap hari bekerja di sawahnya dan sawah milik
tetangganya. Hasil dari pekerjaannya pun terkadang masih
kurang untuk kebutuhan sehari-hari dan juga untuk
sekolah Firhan. Apalagi dimasa sulit seperti ini, banyak
karyawan di PHK karena perusahaan tidak bisa menggaji
mereka. Terleps dari itu semua Firhan selalu memikirkan
biaya kuliah yang akan dihadapinnya nanti.
Setibanya Firhan di sekolah, dia terlihat murung
sekali karena saat perjalanan menuju sekolahnya pikiran
itu terbesit kembali. Teman akrab Firhan yang melihat itu
langsung menghampiri Firhan dan bertanya,
“Ada apa broo kok pagi-pagi udah lemes aja nih
kelihatannya?” tanya Alex teman dekat Firhan.
Firhan yang hanya diam tidak mau menjawab
pertanyaan Alex dan hanya berkata,
“Oh nggak papa kok santai aja, cuma masalah kecil,”
jawab Firhan berbohong.
Alex yang tak puas dengan jawaban itu kembali
menenangkan dan bertanya,

90
“ Masak sama sahabat sendiri nggak mau crita sih, kan
siapa tau aku bisa membantu, ya nggak broo?” tanya Alex
dengan cengengesan.
Firhan yang tidak mau menceritakannya kemuadian
mengalihkan pembiaraan mereka.
“EH, btw lo mau habis ini mau nglanjutin kuliah
dimana lex?” tanya firhan dengan rasa ingin tahu.
“Ihh masak lo lupa sih, gua kan pernah bilang sama
lo?” jawab Alex dengan wajah agak kesal karena Firhan
bertanya lagi.
“Masak sih lo pernah bilang ke gue?” Firhan
meembalas dengan ragu.
“Bokap gue kan punya restoran, ya gue yang akan
nglanjutih usaha restoranya itu. ” Tutur Alex dengan wajah
agak kesal.
“Oh oke-oke gue baru ingat, hehehe.” Jawab Firhan
yang tak merasa bersalah.
Bel sekolah sudah berbunya dan semua siswa menuju
kelas masing-masing dan duduk di bangkunya sendiri.
Bapak Ibu Guru juga mulai memasuki kelas kelas yang akan
di ajar mereka. Hari ini dan jam pertama ini kelas Firhan
ada pelajaran Bimbingan Konseling (BK) yang akan di ajar

91
oleh Bapak Sudiro. Menurut teman-teman Firhan pada saat
nanti pelajaran merupakan kesempatan yang bagus jika
hari ini membahas tentang besok melanjutkan dimana.
Kelas yang semula ramai menjadi sunyi ketika Bapak
Sudiro memasuki kelas mereka.
“Pagi semua,” sapa Pak Sudiro kepada seluruh siswa
kelas XII MIPA 3.
“Pagi juga Pak,” jawab seluruh siswa dikelas itu.
“Emm enaknya hari ini mau bahas apa nih?” tanya Pak
Sudiro yang sedikit bergurau.
Salah satu teman anak dari kelas itu mengacungkan
tangan dan disuruh berbicara oleh Pak Sudiro,
“Pak bagaimana kalau hari ini kita membahas cara
masuk kuliah dan cara agar bisa diterima di perguruan
tinggi yang kita mau.” Ujar Senia sang ketua kelas mereka.
“Wah ide bagus itu, terima kasih Sania,” jawab Pak
Sudiro dengan senyum yang memperlihatkan gigi putihnya.
“Sama-sama pak,” ujar Sania.
Bapak Sudiro kemudian menjelaskan semua itu dan
jam pelajaran berlalu dan berganti silih berganti hingga bel
pulang sekolah pun berbunyi. Seluruh siswa berbondong

92
bondong meninggalkan sekolah menuju rumah masing-
masing.
Setibanya di rumah Firhan bertekad untuk terus
belajar agar mimpinya bisa tewujud dan bisa
membahagiakan kedua orang tuanya. Kurang 2 bulan lagi
tes masuk kampus yang di minati Firhan akan berlangsung.
Selama 2 bulan itu Firhan tak henti-hentinya belajar dan
berdooa hingga orang tuanya kadang merasa kasihan
karena anaknya tidak pernah keluar kamar untuk bermain.
Paling-paling keluar kamar untuk ke sekolah, makan, dan
ke kamar mandi.
Berbagai ujian-ujian telah dilalui oleh seluruh siswa
kelas XII dengan rasa senang akhirnya mereka bisa
menyelesaikan semua ujian-unjian. Firhan dan
temantemannya kini tinggal menunggu hasil lulus atau
tidaknya dan sekarang mereka akan memulai menggapai
mimpi mereka untuk kedepannya. Tak terasa tinggal 1 hari
lagi Firhan akan tes untuk masuk ke kampusnya. Banyak
teman-teman seangkatan Firhan juga memilh kampus
tersebut karena lulusan dari kampus tersebut memang
banyak yang sukses dan mapan.

93
Pagi-pagi sekali Firhan bangun untuk belajar dan
mempersiaapkan diri menuju kampus itu karena ujian akan
dilangsungkan pada pukul 08.00 pagi. Saat akan berangkat
Firhan berpamitan dengan kedua orang tuanya untuk
meminta doa dan bersalaman dengan mereka.
“Hati-hati di jialan ya nak, semoga kamu bisa
mengerjakan dan bisa diterima disana,” kata Ibu Siti ibunya
Firhan.
“Iya bu, terimakasih doanya, semoga apa yang ibu dan
Firhan cita-citakan bisa terwujud ya.” Ucap Firhan dengan
air mata yang hampir menetes.
“Aamiin” ucap orang tua Firhan dengan kompak.
Firhan pun tiba di tempat tujuannya dan mulai
mengerjakan soal-soal yang ada di depannya dengan serius
agar bisa masuk kampus tersebut. 1 jam 30 menit waktu
pengerjaan soal itu berlalu dan 10.000 calon mahasiswa
kampus tersebut mulai meninggalkan ruangaan dan
menemui temantemannya. Firhan yang merasa tidak puas
dengan pengerjaannya angat cemas dan khawatir jika dia
tidak bisa masuk kampus ini.
Fika seorang anak yang kenal dengan Firhan langsung
menghampiri Firhan,

94
“Hey, gimana tadi, puas nggak?” tanya Fika. Firhan
yang hanya diam mulai berbicara,
“Sedikit kurang puas sih, tapi semoa saja diterima.”
Jawab Firhan.
“Aamiin lah ya semoga aja kita berdua bisa ketrima
bareng-bareng disini,” ucap Fika yang memberi semangat
untuk Firhan.
Fika ini merupakan siswa berprestasi di sekolah dan
Firhan tak heran kalau Fika tidak cemas dengan hasilnya.
Satu minggu pun berlalu dan hari ini adalah hari
pengumuman siswa yang lulus tes masuk kampus. Hati
Firhan begitu cemas dan gelisah hingga tak tau harus
berkata apa kepada kedua orang tuanya jika dia tidak
ditema di kampus tersebut. Firhan terus menatap layar HP
nya dan terus mencari namanya karena dari sepuluh ribu
siswa yang mendaftar hanya 300 siswa saja yang diterima
di kampus unggulan tersebut. Terus dan terus Firhan
mencari namanya tapi tak ada satupun kata yang
bertuliskan nama Firhan.
Sedih, sedih sekali mendengar bahwa firhan tidak bisa
masuk kampus tersebut. Firhan pun menangis menjadi jadi
ketika dia tau itu semua. Orang tuanya yang mendengar

95
bahwa ada yang menangis, langsung menuju kamar Firhan.
Ibunya bertanya dengan panik,
“Ada apa nak, kenapa menangis?”. Firhan yang tau
orang tuanya ada di kamar dia langsung memeluk ibunya
dan meminta maaf bahwa dia tidak bisa masuk kampus
tersebut.
“Tidak apa-apa nak, kamu sudah berusa dan berdoa
mungkin Tuhan belum memberi sekarang, tapi bisa jadi
Tuhan memberinya di tahun depan.” Ujar Ibu Firhan yang
menasehati Firhan dengan tutur kata yang sangat lembut.
“Huhuhu, iya bu, maafkan Firhan ya,” ucap Firhan
sambil tersendu-sendu.
“Iya nak nanti kamu juga jangan lupa berusaha lagi
agar di tahun depan bisa terwujud impimu menjadi
insinyur,” Ucap ibunya.
Beberpa hari setelah itu Firhan tidak sedih lagi dan
masih terus blajar agar bisa membahagiakan kedua orang
tuanya dan bisa menggapai cita-citaanya.

96
Habis Manis Sepah Dibuang
Oleh: Dea Eka Saputri

Dua bersaudara Argani dan Anantari merupakan anak


yang pemalas, mereka berdua memiliki sifat yang ogah-
ogahan dalam melakukan suatu hal, namun di sisi lain
mereka berdua sebenarnya cukup pandai dan terampil
dalam melakukan semua hal. Namun, karena sifatnya yang
pemalas mereka berdua sering dianggap tidak bisa apa-apa
di mata orang lain.
Jauh sebelum liburan akhir tahun, orang tua Argani
dan Anantari sudah membuat rencana agar kedua anak
mereka akan menghabiskan waktu liburan akhir tahun di
rumah kakeknya. Desa tempat kakeknya tinggal masihlah
asri dan tekenal sebagai tempat wisata. Di sana kakeknya
adalah pemilik sebuah penginapan yang sangat terkenal.
Akhirnya liburan akhir tahun pun tiba, Argani dan
Anantari yang saat itu masih duduk di bangku SMA, dipaksa
oleh kedua orang tuanya untuk menghabiskan waktu
liburan di tempat kakeknya. Sontak mereka berdua
menolaknya, pertengkaran pun terjadi.

97
“Kenapa kami harus pergi ke rumah kakek? Aku tidak
mau! Pasti di sana aku hanya melakukan hal yang
merepotkan dan membosankan!” bentak Argani kepada
orang tuannya.
“Kami sudah memiliki jadwal untuk liburan sendiri,
jadi ayah dan ibu tidak perlu menyuruh kami pergi ke sana”
sahut Anantari.
“Benar sekali!, lagipula ayah dan ibu pasti sibuk, jadi
mana mungkin ada waktu untuk mengantar kita, tempat
kakek kan jauh” cetus Argani.
“Kata siapa kami akan mengantar kalian? Tentu kalian
sendiri yang harus kesana!” balas Ayah.
“Apa?” sahut Argani dan Anantari bersamaan.
Argani dan Anantari sudah memprediksi bahwa orang
tua mereka pasti akan lebih mementingkan pekerjaannya
daripada kedua anaknya. Argani dan Anantari pun sepakat
untuk pergi ke tempat kakeknya, mereka memutuskan
pergi karena muak dengan kedua orang tuanya.
“Lalu bagaimana kami pergi ke sana?” Tanya Anantari.
“Kalian tidak usah kawatir ikuti saja alamat yang
sudah ayah tuliskan! Ayah sudah mengirim orang untuk

98
menjemput kalian ketika sudah sampai berlayar” ucap
Ayah.
Mereka berdua pun berangkat dengan membawa
barang bawaanya. Ayah mereka pun memberi mereka tiket
kereta dan sebuah amplop yang berisi uang. “Kalian berdua
gunakanlah uang ini seefektif mungkin!” pesan Ayah.
Argani dan Anantari menjawab dengan muka masam “Gak
perlu disuruh, kami tahu!”
Sampainya di stasiun mereka menunggu jadwal
kereta selanjutnya selama 1 jam lamanya. 1 jam berlalu,
mereka berdua sudah memasuki kereta. Perjalanan kereta
membutuhkan waktu kurang lebih 7 jam untuk sampai ke
stasiun dekat pelabuhan. Sesampainya di pelabuhan
mereka menaiki kapal kurang lebih 3 jam pelayaran.
Setelah melakukan pelayaran mereka menunggu orang
yang dikirim ayah mereka uuntuk menjemput mereka
berdua.
Mereka berdua pun menunggu jemputan mereka.
Tiba-tiba Anantari baru tersadar, apakah orang yang akan
menjemput mereka akan tahu dan mengenali mereka
berdua? Anantari sangat cemas, mendengar hal itu Argani
menjadi semakin marah dan yakin bahwa orang tua mereka

99
berniat untuk membuang mereka. Perasaan benci dan kesal
mereka terhadap orang tua mereka semakin menjadi jadi.
Tiba-tiba perut Anantari mengeluarkan bunyi sangat keras.
“Krukkkkk… krukkkk…. Kak, sepertinya kita perlu
istirahat sejenak dan makan” ucap Anantari.
“Betul juga katamu, kita belum makan sejak
berangkat dari rumah. Aku tadi melihat ada rumah makan
di sekitar sini, ayo kita kesana!” ucap Argani.
“Tapi kak, bagaimana jika jemputan kita datang?”
sahut Anantari.
“Hah… paling ayah cuman omong kosong! Ayah dan
ibu mungkin hanya berniat balas dendam dengan kita,
padahal kita sering merepotkan mereka karena salah
mereka sendiri lebih mementingkan pekerjaan daripada
memperhatikan kita sedikit pun. Mereka hanya
menganggap kita sebagi penerus usaha saja, memang kita
ini ‘Habis Manis Sepah Dibuang’. Buktinya sudah 2 jam kita
menanti di sini tidak ada orang sama sekali yang datang
menemui kita” cetus Argani.
“Sebenci itukah ayah dan ibu kepada kita kak? Apakah
kita salah mencari perhatian mereka selama ini?” tanya
Anantari.

100
“Tentu saja kita berhak mendapat kasih sayang
mereka! Tapi orang tua kita terlalu tergila-gila dengan
pembuktian kepada kakek atau apalah itu!” balas Argani.
“Kau benar, memang selama ini hanya ada kata ‘kita
berdua dan orang lain’ saja. Baiklah mari kita mencari
makan terlebih dahulu!” ucap Anantari.
Setelah itu, Argani mengambil sebuah amplop yang di
dalamnya berisi uang yang diberi ayah mereka. Betapa
terkejutnya Argani ketika membuka amplop yang hanya
berisi uang Rp. 50.000. sontak Argani semakin marah dan
memanas.
“Lihatlah! Orang tua itu memang berniat membunuh
kita! Apakah mereka tidak punya hati dengan memberikan
kita uang yang sangat sedikit ketika kita melakukan
perjalanan yang jauh ini? Apakah ini masuk akal? Mereka
harusnya mempunyai banyak uang, bahkan mereka tidak
pelit memberikan gaji besar pada pembantu di rumah. Sial!
Aku semakin kesal dengan orang tua itu!” gerutu Argani.
“Kita saat ini berada di kondisi yang tidak
memungkinkan, mungkin kita hanya bisa membeli 1 porsi
makanan cepat saji saja” balas Anantari.

101
Secara keseluruhan mereka berdua selalu memakan
makanan yang cukup mewah atau memakan makanan dari
juru masak pribadi rumah mereka. Mereka sangat jarang
bersosialisasi dengan orang biasa, mereka hanya
bersosialisasi dengan rekan- rekan bisnis dan anak-anak
rekan bisnis orang tua mereka. Jadi pengetahuan mereka
tentang masyarakat umum sangalah kurang. Akhirnya
Anantari berusaha mencari tempat makanan murah di situs
pencarian.
“Lihat kak! Di sini tertulis tempat makanan murah itu
namanya adalah ‘Warteg’, kebetulan di sini ada satu warteg
yang tempatnya lumayan dekat dari sini. Mari kita segera
ke sana!” ucap Anantari.
Mereka berdua pun pergi ke warteg untuk membeli
makan. Sesampainya di sana mereka terkejut melihat
warteg tenyata sangat kecil namun pelangganya lumayan
banyak. Sepertinya pelangganya adalah para pekerja dan
petani setempat. Mereka pun memesan makanan mereka
juga terkejut ada makanan dengan harga sangat murah
dengan porsi yang lumayan.

102
Dari tadi Anantari selalu melihat ke luar warteg. Hal
tersebut disadari oleh Argani, Argani merasa penasaran
dan bertanya kepada Anantari.
“Kamu kenapa sih dari tadi lihatin luar gak jelas gitu?”
tanya Argani.
“Itu loh kak! Kakak sadar gak sih di tempat yang
sekecil ini rata-rata pembelinya jalan kaki ataupun naik
motor, tapi itu ada mobil cukup bagus dari tadi kita datang
sampai sekarang masih di sana. Apa gak curiga?” jawab
Anantari.
“Benar juga, kita juga mengantrinya kan lama, dan ini
kita sudah hampir selesai makan dan mobil itu sudah ada
sejak kita sampai di sini” sahut Argani.
“Aku sangat penasaran dengan pemiliknya.
Bagaimana jika kita tunggu sampai pemiliknya datang?”
ucap Anantari.
“Itu ide yang bagus, lagi pula kita tidak tahu apa-apa
dan harus berbuat apa. Siapa tahu nantinya orang itu akan
pergi ke tempat kakek, jadi kita bisa menumpang untuk ke
sana” ucap Argani.
Mereka berdua menunggu sangat lama sampai hari
menjelang petang. Argani dan Anantari melihat ke luar

103
warteg, mereka melihat mobil mewah itu masih ada di
depan, sedangkan kini hanya tinggal sang pemilik warteg
dan mereka berdua saja. Tiba-tiba pemilik warteg
menghampiri mereka sambil membawakan teh hangat.
“Ini teh hangat untuk Argani dan Anantari, Ayo lekas
diminum sebelum tehnya menjadi dingin!” ucap pemilik
warteg.
“Tapi kami tidak memesan teh hangat” ucap Argani.
“Sudah diminum aja! Kalian pasti lelah setelah
perjalanan yang panjang” sahut pemilik warteg.
Di saat yang bersamaan pandangan Argani dan
Anantari mulai sinis terhadap pemilik warteg. Argani dan
Anantari merasa ada yang aneh terhadap pemilik warteg.
Argani dan Anantari pun melontarkan beberapa
pertanyaan kepada pemilik warteg.
“Tunggu! Bagaimana anda bisa tahu kalau kami sudah
melakukan perjalalanan yang panjang?” tanya Argani.
“Aaa…. Kalau itu karena kalian terlihat seperti orang
asing di sini. Jadi paman kebetulan beranggapan bahwa
kalian bukan dari daerah sini” jawab pemilik warteg.
“Menurutku bukan hanya kebetulan. Lalu bagaimana
bapak tahu nama kami? Padahal kami tidak pernah

104
memberitahu nama kami sama sekali ke bapak! Dan lagi!
Apakah mobil mewah itu milik bapak?” sahut Anantari.
“Yah… ketahuan dong! Padahal paman ingin menjahili
keponakan paman dan melihat reaksi kalian yang
ketakutan karena ketakutan” cetus pemilik warteg.
“Hah….! Keponakan….! Jangan bilang anda ini paman
Bagus!” Teriak Argani dan Anantari.
“Yah sudah paman duga keponakan paman memang
jeli, tapi sikap kalian tidak berubah, kalian masih saja
menjadi penyendiri. Sampai-sampai kalian lupa wajah
paman kalian sendiri” gerutu pemilik warteg yang ternyata
adalah paman Bagus.
“Yah mau bagaimana lagi. Baiklah ayo masukkan
barang bawaan kalian ke mobil! Paman akan menutup toko.
Nanti akan paman ceritakan semua rasa penasaran kalian
saat perjalanan” sahut paman Bagus.
Dengan segera Argani dan Anantari memasukkan
baerang bawaan mereka ke mobil. Mereka pun menuju ke
rumah kakek. Perjalanan ke sanan menghabiskan kurang
lebih 2 jam perjalanan lagi. Di tengah perjalanan pun
mereka saling mengobrol.

105
“Ngomong-ngomong paman, sebelum kami berangkat
ayah berpesan akan ada orang yang menjemput kami
ketika sudah turun dari kapal. Apakah orang yang ayah
maksud adalah paman?” tanya Anantari.
“Yup benar sekali, tapi meski paman tidak disuruh
ayah kalian, paman juga memang ingin menjemput
keponakan-keponakan paman” jawab paman Bagus.
“Lalu kenapa paman bukannya mencari kami ataupun
menunggu kami di dekat pelabuhan? Kenapa paman malah
berjualan di warteg?” tanya Argani.
“Hem…. Kalau itu, bisa dibilang adalah pengajaran
dari paman, dan kebetulan ayah kalian setuju daan ikut
serta melancarkan pelajaran dari paman ini. Bisa dibilang
paman dan orang tua kalian telah memprediksi kalian pasti
tidak makan selama perjalanan. Yah pasti itu karena sikap
anti sosial kalian dan sifat malas kalian.Ayahmu pasti
memberikan kalian uang yang sangat sedikit. Asal kalian
tahu, hal itu juga kami sengaja lho wkwkwkwk” jawab
paman sambil tertawa terbahak-bahak.
“Ah… tak heran paman menunggu kami di warteg.
Pasti kalian telah memprediksi bahwa kami akan kelaparan

106
dan akan mencari tempat makan terdekat kan!” sangka
Argani.
“Yup tepat lagi, itu juga agar kalian bisa tahu
kehidupan masyarakat pada biasanya. Selain itu kalian bisa
sangat menghargai uang. Ditambah lagi itu bisa mengurangi
kemalasan kalian. Dan bonusnya paman bisa melihat wajah
kesal kalian” gurau paman.
“Hemph… memang lagi-lagi ‘Habis Manis Sepah
Dibuang’” sahut Argani dan Anantari.
“Oya…? Kalian memang masih harus banyak belajar,
tunggu saja sampai aktivitas di penginapan dimulai!”
paman berbisik lirih.
“Paman bilang apa tadi?” tanya Anantari.
“Ah… tidak! Sudah kalian istirahatlah, nanti jika sudah
sampai paman bangunkan” kata paman.
“Iya paman” jawab Argani dan Anantari dengan
menahan kantuk.
Sesampainya di rumah kakek, paman Bagus
membangunkan mereka berdua. Waktu menunjukkan
pukul 9 malam. Kakek dan nenek dengan ramah
menyambut mereka. Argani dan Anantari sangat senang
karena ternyata kakek dan neneknya sangat ramah dan

107
menyayangi mereka. Saat masih kecil Argani dan Anantari
mengingat bahwa kakek dan nenek mereka sangat galak
dan tegas. Namun mereka lega kakek dan nenek mereka
tidak seperti yang mereka bayangkan.
Nenek dan bibi Wati pun menyiapkan air untuk
mereka mandi dan makan malam. Setelah makan kakek
menyegerakan Argani dan Anantari untuk segera tidur
karena besok paginya mereka akan mulai membantu
pekerjaan di penginapan dan restoran milik kakek. Kata
kakek mereka harus istirahat yang cukup karena di saat
liburan seperti ini banyak turis lokal maupun asing datang
untuk berwisata tak jarang mereka juga datang untuk
menginap. Penginapan akan sangat ramai, selain itu banyak
orang yang kehabisan kamar untuk menginap dan sebagai
gantinya orang terrsebut akan makan di restoran
penginapan kakek setelah mereka berwisata.
Keesokan harinya pukul 2 dini hari, kakek
membangunkan Argani dan Anantari. Mereka berdua sulit
untuk bangun dini hari dan ditambah lagi tempat kakek
adalah dataran tinggi yang semestinya suhunya sangat
dingin, apalagi saat dini hari, sehingga orang yang tidak
biasa bangun pagi akan sulit bangun.

108
Kakek membangunkan Argani dan Anantari dengan
tegas “Ayo kalian berdua segeralah bangun! Tidak ada
ruang untuk orang yang bermalas-malasan di sini. Cepat
bereskan
tempat tidur kalian lalu segera mandi dan sarapan!
Kita harus sudah sampai di penginapan paling lambat jam 3.
Kalian tidak akan mendapat jatah makan saat bekerja!”
“Iya kek!” seru Argani dan Anantari.
Dengan mata terkantuk-kantuk, serta perasaan
kecewa, marah dan takut mereka berdua segera bergegas
membereskan tempat tidur mereka dan segera mandi dan
sarapan. Mereka tidak menyangka kakek bisa setegas dan
sekeras itu, padahal kemarin malam ketika mereka baru
sampai kakek sangat ramah dan penyabar. Sikap kakek
yang tegas ini mengingatkan mereka pada sikap kakek ke
mereka ketika masih kecil. Mereka tidak pernah dimarahi
setegas ini sejak ia tinggal bersama orang tua mereka, hal
ini karena orang tua mereka sangat sibuk.
Mereka tiba di penginapanpada pukul 2.40 dini hari,
Argani dan Anantari sangat terkejut, tenyata penginapan
milik kakek sangat besar. Namun metreka tidak melihat
staf maupun pengurus penginapan. Kata kakek untuk staf

109
keamanan dan staf pelayanan memang bekerja bergilir, jadi
saat ini staf yang mereka lihat tidaklah banyak. Staf lainnya
akan mulai datang pukul 6 pagi. Mendengar hal itu Argani
melontarkan pertanyaan kepada kakek.
“Lalu kenapapa kita harus berangkat sangat awal kek?
Bukannya sebagai pemilik bisa datang kapan saja mereka
mau?” tanya Argani.
“Justru karena sebagai pemilik harus datang paling
awal dan bersiap lebih awal dibanding lainnya! Dan kalian
saat ini adalah pekerja, jadi jangan panggil aku kakek!
Panggil aku bos! Kalian segeralah menyapu halaman. Pukul
4 semua halaman harus sudah bersih!” kata kakek.
“Baik bos!” seru Argani dan Anantari.
Argani dan Anantari terlihat melakukan semua tugas
dengan membenung air mata. Mereka berdua mengerjakan
tugas sambil saling mengumpat.
“Kenapa hidup ini tidak adil? Anak lain sangat
dimanja oleh kakeknya dan sangat diperhatikan oleh orang
tuanya, tapi kenapa kita justru disuruh melakukan
pekerjaan berat ini? Memang semuannya pasti membenci
kita” cetus Anantari.

110
“Paling kakek hanya memerlukan tenaga kita untuk
mengurangi pengeluarannya saja. Lalu setelah tugas kita
selesai nanti kita juga tidak akan ‘dibuang’ sama seperti
yang dilakukan orang tua kita! Memang benar ‘Habis Manis
Sepah Dibuang’” sahut Argani.
Mereka berhasil menyapu seluruh halaman di
penginapan tepat pukul 4 pagi. Mereka lalu duduk di
bangku taman peginapan. Melihat mereka berdua duduk
bermalas-malasan pu kakek menghampirinya dan
memarahinya.
“Apa yang kalian lakukan di sini?” tanya kakek.
“Kami sedang istirahat! Kami capek membersihkan
halaman seluas ini” balas Argani.
“Membersihkan halaman ini belum seberapa untuk
dikatakan melelahkan. Kalian segeralah membantu
mempersiapkan bahan-bahan untuk memasak di dapur.
Bantu staf dapur untuk mencuci, memotong dan
membuang sampah dapur!” perintah kakek.
“Ha….. Kakek, maksudku bos tega sekali menyuruh
kami melakukan tugas berat berturut-turut ini. Dasar orang
tua sialan!” teriak Argani dan Anantari.

111
Mendengar perkataaan itu kakek langsung menampar
Argani dan Anantari dengan cukup keras sambil berkata
“Dasar kalian tidak ada sopan santun dengan atasan! Kalian
sadar suara dan perkataan kalian akan menganggu
pelanggan penginapan? Cepat kalian segera mengerjakan
tugas di dapur!”
Dengan menahan tangis Argani dan Anantari segera
pergi ke dapur tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Sesampainya di dapur mereka sangat terkejut hanya
terdapat 2 orang di dapur dan salah satunya terlihat masih
muda, tapi tak mengherankan juga memang tidak semua
staf akan berjaga semalaman dipenginapan maka jadwal
staf dibuat bergilir dan seluruh staf akan datang pukul 6.
Argani dan Anantari segera melakukan tugasnya. Di saat
yang bersamaan mereka berdua sangat kagum dengan
kedua staf dapur itu yang kinerjanya sangat cepat dan
efisien. Mereka berdua pun semangat dan tidak mau kalah
untuk membantu tugas di dapur.
Setelah membersihkan dan mengupas sayuran,
mereka berdua pergi untuk membuang sampah.saat
membuang sampah mereka berdua melihat seorang kakek
yang sudah tua yang sangat giat memotong rumput dan

112
memangkas tanaman. Mereka berfikir kenapa kakek tua itu
tidak istirahat saja di rumah dan memilih untuk bekerja.
Mereka pun datang menemui kakek itu.
“Selamat pagi kakek. Kami berdua anak baru di sini.
Pekerjaan kami sudah selesai, jadi bila diperbolehkan kami
juga ingin membantu kakek.” cetus Argani.
“Oh… iya nak silahkan saja” ucap kakek karyawan.
“Em… ngomong-ngomong, kakek sudah berapa lama
bekerja di sini?” tanya Argani.
“Yah kakek sudah bekerja di sini saat bos masih muda.
Bisa dibilang kami ini teman seumuran.” Jawab kakek
karyawan.
“Lalu mengapa kakek masih giat bekerja di usia kakek
sekarang ini? Dan bagaimana kakek bisa mengenal bos?”
tanya Anantari.
“Dulu kakek seorang pengangguran saat masih muda,
namun saat itu kakek bertemu dengan bos yang saat itu
masih muda dan bos menawari kakek pekerjaan. Kakek
pun langsung menyetujuinya, di saat itu juga bos baru saja
mendirikan sebuah restoran dengan usahanya sendiri.
Setelah jatuh bangun menjalankan restoran, usaha
bos semakin berkembang. Namun tak puas hanya karena

113
itu, bos memiliki ide untuk menjadikan desa ini sebagai
tempat wisata. Setelah tempat ini banyak dikenal orang,
bos juga mulai mendirikan sebuah penginapan. Tapi bos
juga masih belum puas dengan hal itu, dia juga ingin
membangun sebuah penginapan yang lebih besar.” jawab
kakek karyawan.
“Kenapa bos sampai berambisi seperti itu? Padahal
bos masih bisa merasakan masa mudanya.” tanya Argani.
“Yah waktu itu kakek juga penasaran, lalu kakek
menanyakan kepada bos kenapa ia sangat berambisi. Tak di
sangka alasan bos berambisi tinggi adalah karena bos
merasa ingin berguna untuk masyarakat di desa tempatnya
dibesarkan agar lebih makmur, ia ingin bisa memanfaatkan
kelebihannya untuk kepentingan orang banyak. Hasilnya
seperti yang kalian liag saat ini. Desa kami menjadi terkenal
karena pariwisatanya. Dan jika kalian melihat disekeliling
desa akan banyak rumah makan, pusat oleh-oleh, dan
perkebunan di sini. Akses mobilitas ke desa ini pun
semakin mudah. Hampir tidak ada pengangguran di desa
ini. Selain itu, bos tidak ingin keluarganya hidup menderita
ke depannya. Setelah mendengar jawaban dari bos,
pandangan kakek mulai berubah, kakek bertekad untuk

114
terus membantu bos menjalankan penginapan ini.” terang
kakek karyawan.
“Wah… hebat sekali ya, aku tidak menyangka bos bisa
memikirkan semua hal itu di usianya yang masih muda.
“ sahut Argani dan Anantari.
“Bos pun pernah berkata bahwa ia bisa mencapai titik
ini karena didikan keras dari orang tuanya, baginya orang
tua dan pengalaman adalah guru terhebat baginya. Ia juga
berniat untuk melakukan hal yang sama kepada anak
cucunya.” ungkap kakek karyawan.
Setelah selesai mereka berdua menuju bagian taman
yang belum di urus dan menyirami semua tanaman. Jam
menunjukkan hampir pukul 5, para staf penginapan datang
berbondong-bondong. Mereka berdua mengingat bahwa
kakek pernah berkata bahwa seluruh staf akan tiba pukul 6,
tapi kenapa masih pukul 5 semuanya sudah datang dan
segera melakukan pekerjaan. Lagi-lagi mereka berdua
bingung dibuatnya. Akhirnya mereka memutuskan untuk
melakukan pekerjaan dengan benar.
Argani dan Anantari ikut membantu memotong
rumput dan menyiram tanaman, setelah itu mereka
berinisiatif untuk ikit menyiapkan makanan untuk sarapan

115
pelanggan yang menginap, menyiapkan masakan untuk
restoran dan membersihkan meja meja di restoran. Kakek
terlihat tersenyum melihat kinerja mereka dari ruangannya
yang berada di lantai atas penginapan.
Saat mendekati waktu istirahat untuk seluruh staf,
Argani dan Anantari pergi ke dapur untuk membantu
memasakkan makanan untuk para staf. Saat di perjalanan
menuju dapur, mereka berdua melihat 2 anak yang
diperkirakan lebih muda dari mereka sedang mengepel
lantai penginapan, 2 anak itu terlihat sangat bersungguh-
sungguh dalam melakukan pekerjaannya.
Saat istirahat tiba mereka berdua melihat 2 anak yang
tadi mengepel lantai penginapan. Mereka berdua pun pergi
untuk menemui 2 anak tersebut dan menyapanya.
“Hai kalian berdua! Bolehkah kami bergabung makan
di sini dengan kalian?” tanya Argani dan Anantari.
“Oh, silahkan” jawab kedua anak tersebut.
“Perkenalkan aku Anantari dan ini kakak aku Argani,
lalu nama kalian siapa?” tanya Anantari.
“Saya Safa dan ini adik saya Safi” jawab Safa.
“Kalian saat ini kelas berapa? Kalian terlihat paling
muda daripada staf lainnya” tanya Anantari.

116
“Aku dan adikku saat ini duduk di bangku kelas 8 SMP,
kalau kakak sekalian saat ini kelas berapa?” sahut Safa.
“Aku dan kakakku saat ini duduk di bangku kelas 11
SMA” jawab Anantari.
“Em…ngomong-ngomong kalian berdua ini mengapa
memilih untuk bekerja di sini?” tanya Argani.
“Oh, kami bekerja di sini karena kami ingin mencari
tambahan uang saku untuk sekolah untuk meringankan
beban orang tua kita, ditambah lagi saat liburan seperti ini
pasti penginapan mau memperkerjakan anak yang masih
sekolah untuk mengisi hari libur. Maka dari itu, aku dan
Safi bekerja dengan giat. Namun tentu saja pihak
penginapan memberikan mereka kesempatan bekerja
paruh waktu atau hanya saat liburan saja.” jawab Safa.
Setelah mendengar jawaban dari Safa dan Safi, Argani
dan Anantari menyadari betapa pentingnya melakukan
sesuatu dengan sungguh-sungguh dan berusaha melakukan
yang terbaik untuk suatu pekerjaan. Sangat penting untuk
melatih jiwa disiplin dan kerja keras saat masih muda,
karena masa muda adalah masa-masa dimana manusia
harus berusaha sebaik dan sekeras mungkin. Mereka
menyadari bahwa pribahasa ‘Berakit-rakit ke hulu,

117
Berenang-renang ke tepian, Bersakit-sakit dahulu,
Bersenang-senang kemudian’ sangatlah nyata dan benar
adanya.
Seusai waktu istirahat Argani dan Anantari segera
menuju ke kantor kakek untuk menemui kakek. Argani dan
Anantari ingin belajar lebih mendalam tentang dunia bisnis.
Argani dan Anantari memasuki kantor sambil berteriak.
“Kak…, maksud kami BOS…………” teriak Argani dan
Anantari memasuki kantor.
“Ada apa? Janagn teriak-teriak selama di penginapan!
Kalian akan menganggu ketenanagn pelanggan yang
menginap” sahut kakek.
“Bos kami sudah membulatkan tekat kami. Mulai
sekarang kami akan mendalami dunia bisnis. Jadi tolong
ajari kami semua tentang bisnis!” ucap Argani dan Anantari.
“Baguslah kalian akhirnya mengerti. Namun, sebelum
itu aku ingin memastikan satu hal. Apa dasar yang
membuat kalian mantap memilih tujuan itu?” tanya kakek.
“Kami sadar bahwa selagi kami masih muda, kami
harus memperbanyak pengetahuan dan keahlian kita agar
mampu bermanfaat dan dapat menolong orang lain serta
dapat membahagiakan keluarga. Jadi kami ingin

118
mewujudkannya melalui dunia bisnis” jawab Argani dan
Anantari dengan lantang.
“Oke! Jawaban kalian sangatlah bagus dan sangat
tepat sasaran mengetahui latar belakang dan keahlian
kalian. Kalian juga sudah mengalami kemajuan di bidang
sosial kalian. Namun ada satu hal yang bos ingin tanya
kepada kalian. Menurut pendapat kalian bagaimana
hubungan kalian dengan orang tua kalian? Apakah kalian
mengerti apa yang membuat jarak antara kalian dan orang
tua kalian? Dan apakah kalian tahu bagaimana cara untuk
mengatasi hal tersebut? Coba kalian pikirkan dan
renungkan! Ketika kalian telah menemukan jawaban kalian,
carilah aku dan berikan jawaban terbaik kalian!” ucap
kakek dengan ekspresi serius.
Mendengar pertanyaan-pertanyaan dari kakek yang
dilontarkan kepada mereka, Argani dan Anantari terlihat
sangat bingung dan dipenuhi dengan keraguan. Pada
malam harinya Argani dan Anantari terlihat sedang
termenung di teras rumah kakek. Mereka memikirkan
semua pertanyaan yang dilotarkan kakek dan saling
berdiskusi memikirkan jawaban dari pertanyaan kakek.

119
Melihat mereka berdua yang tak kunjung tidur, paman
Bagus menemui mereka berdua yang sedang duduk di teras.
“Hey kalian berdua sedang apa duduk di sini?” tanya
paman Bagus.
“Kami sedang memikirkan tentang sikap orang tua
kami paman, kakek memberikan pertanyaan yang sangat
tidak terduga kepada kami. Kami bingung bagaimana harus
menjawabnya” jawab Argani.
“Oh itu, kakak memang tipikal orang penggila kerja.
Tapi tetap saja mereka adalah orang tua kalian. Kalian
sebagai anaknya cobalah untuk lebih dekat dan mengenal
orang tua kalian! Kalian ini anak mereka, jadi kalian bebas
bertindak egois dalam mencari kasih sayang dan perhatian
mereka” ungkap paman Bagus.
“Ah… akhirnya aku mengerti, ternyata selama ini aku
dan kakak sangat membatasi diri kami berinteraksi dengan
siapapun termasuk orang tua kami. Padahal kami sangat
ingin mendapatkan perhatian orang tua kami” sahut
Anantari.
“Iya kau benar, selain itu juga kita juga sudah salah
sejak awal jika kita berprasangka bahwa semua orang
menganggap kita ‘Habis Manis Sepah Dibuang’ dalam artian

120
kita akan ditelantarkan ketika keinginan seseorang sudah
tercapai berkat bantuan kita, maka kita akan ditelantarkan.
Namun pada kenyataanya bukan begitu. Justru orang tua
kita menaruh kepercayaan bahwa kita bisa menghadapi
segalanya bersama dan orang tua kita sudah menaruh
harapannya ke kita” ungkap Argani.
“Ya… seperti itulah yang namanya orang tua. Dulu
paman dan ayah kalian juga pernah mengalami hal yang
serupa. Baiklah kalian berdua mari segera masuk suhu di
sini sudah semakin dingin. Nenek dan Bibik kalian juga
sudah memasakkan makanan yang sangat enak malam ini”
ucap paman Bagus.
“Siap paman! Kami juga akan memberikan jawaban
kami ke kakek setelah kita makan” ucap Argani dan
Anantari.
Akhirnya Argani, Anantari, kakek, nenek, paman, dan
bibik berkumpul di ruang keluarga. Sambil menikmati
santap malam dan menonton televisi Argani dan Anantari
membagikan pengalaman kerjanya di penginapan.
“Nenek tahu tidak aku dan kakak sejak pagi sangat
bekerja keras loh. Kami melakukan segala pekerjaan di
penginapan” celetuk Anantari.

121
“Nenek tahu tidak, kakek di penginapan sangat galak.
Bahkan kakek tidak ingin dipanggil kakek saat di
penginapan, kakek menyuruh kami memanggilnya
bos loh nek” ungkap Argani sambil cekikikan.
“Woy jangan beritahu nenek dong kalau kakek tegas
ke kalian!” sahut kakek ketakutan sambil melihat nenek.
“Oooo…berani-beraninya kakek memarahi cucu
nenek! Pokoknya jika sampai cucu-cucu nenek tidak mau
lagi datang ke sini karena kakek, kakek tidak boleh tidur di
rumah selama seminggu” sahut nenek.
“Lalu aku nanti tidur di mana?” tanya kakek khawatir.
“Ayah kan bisa tidur di gudang penginapan, di sana
kan ada kasur yang tidak terpakai tapi masih bisa
digunakan untuk tidur” sahut paman sambil tetawa.
“Sudahlah, aku yakin Argani dan Anantari pasti akan
datang lagi ke sini karena masakan yang dibuat olehku dan
nenek sangat enak. Iya kan nek!” ucap bibi.
“Iya benar masakn nenek dan bibi sangat enak
banget” jawab Argani dan Anantari.
Seusai makan Argani dan Anantari menemui kakek,
mereka mengatakan semua jawaban mereka kepada kakek
bahwa sebenarnya hubungan yang terjadi antara mereka

122
dan orang tua mereka bagaikan seorang anak yang sedang
mencari pengakuan dari orang tuanya. Penyebab dari
timbulnya kleadaan itu adalah sikap ketidak terbukaan
mereka kepada orang tua mereka dan prasangka buruk
yang menyelimuti mereka terhada orang tua mereka.
Argani dan Anantari berpendapat solusi untuk mengatasi
hal tersebut adalah dengan memperbaiki komunikasi
antara mereka dengan orang tua mereka dan mencoba
untuk lebih sering menghabiskan waktu bersama seperti
keluarga pada umunya dengan tidak mengurangi tanggung
jawab mereka terhadap pekerjaan masing masing.
Setelah mendengar jawaban dari Argani dan Anantari
kakek terlihat tersenyum bahagia, kakek juga
menambahkan bahwa perasaannya menjadi sangat lega
dan puas.
“Selamat kalian telah satu langkah lebih dekat dengan
cita-cita kalian. Kalian dapat menyelesaikan masalah yang
ada di dalam keluarga kalian” ungkap kakek dengan
perasaaan gembira.
“Ini semua juga berkat bimbingan dari kakek, paman
dan semuanya termasuk kedua orang tua kami. Kami

123
sangat bersyukur memiliki keluarga yang sangat hebat”
ungkap Argani dan Anantari.
“Oh iya waktu liburan kalian juga akan segera
berakhir dan kalian akan segera kembali untuk bersekolah.
Kira-kira orang tua kalian akan menjemput kalian 3 hari
lagi. Maka dari itu, selama 3 hari ke depan kalian bebas
pergi ke mana saja dan bebas melakukan apa saja” ungkap
kakek.
“Baik kek, tapi soal itu bisa dilakukan di hari terakhir
saja kek, selama 2 hari ke depan kami masih ingin bekerja
dan belajar di penginapan. Kami juga ingin membantu
membuat menu di restoran” ungkap Argani dan Anantari.
Selama 2 hari ke depan, mereka menghabiskan waktu
untuk bekerja dan belajar di penginapan. Seperti biasa saat
dipenginapan mereka berdua dididik sangat tegas oleh
kakek, bahkan mereka sudah mulai terbiasa memanggil
kakek dengan sebutan ‘Bos’ saat di penginapan.
Tiga hari telah berlalu, akhirnya tiba di mana Argani
dan Anantari harus berpamitan untuk pulang. Orang tua
mereka pun tiba, saat orang tua mereka hendak turun dari
mobil, Argani dan Anantari langsung menghapiri dan
memeluk orang tua mereka. Mereka meminta maaf tentang

124
semua hal yang terjadi. Orang tua mereka pun juga
meminta maaf karena belum memberikan perhatian yang
cukup kepada mereka.
Di tengah kondisi haru tersebut kakek memanggil
mereka semua untuk masuk ke dalam terlebih dahulu. Di
sana terlihat Nenek dan bibi sedang membuat es campur
dan paman tiba-tiba datang dengan membawa tebu.
Mereka menikmati es campur tebu bersama.
“Wah rasanya bikin nostalgia” ungkap ayah.
“Kakak terlalu gila kerja sih” cetus paman.
“Sudah! Ayo segera dimakan! Nanti keburu leleh”
sahut nenek.
Dan tiba-tiba…………
“Uh… Ini nih yang namanya ‘Habis Manis Sempah
Dibuang’ lihat kalian semua!” ungkap paman.
“Yah paman nggak gitu konsepnya” sahut Anantari.
“Iya lho paman ini, garing banget” cetus Argani.
Seusai makan mereka berpamitan untuk pulang.
Argani dan Anantari berterima kasih kepada mereka semua
termasuk orang tua mereka. Kini Argani dan Anantari
menjadi orang yang lebih semangat dan giat. Mereka sudah
mengerti pentingnya bekerja keras. Hubungan mereka

125
dengan orang tuannya pun menjadi semakin erat. Argani
dan Anantari pulang ke rumah dengan perasaan senang
dan tertidur terlelap di dalam mobil. Ayah dan ibu mereka
sangat lega dan bahagia melihatnya.
“Memang tidak salah ya yah, mengirim mereka ke
rumah kakek” cetus ibu.
“Ayah juga puas, pasti mereka dikerjain kakek habis
habisan. Soalnya ayah dulu juga gitu” sahut ayah sambil
tertawa.

126
Truk Sekolah
Oleh: Endita Dwi Sholeha

Hatiku selalu tercekat setiap kali mendengar deru


truk sekolah itu menyusuri jalan – jalan di kampungku.
Deru mesinnya yang menggerung seperti lenguh kerbau
kelelahan, menghantam jantungku hingga berdegub
kencang. Ada kegelisahan di sana. Gelisah antara menaiki
truk sekolah itu untuk berangkat sekolah atau membiarkan
nya pergi berarti aku bolos sekolah. Aku harus memilih
salah satu diantara dua pilihan itu. Ayahku yang pemabok
itu melarangku sekolah, sedangkan aku sangat ingin terus
melanjutkan sekolah. Ayahku memegang teguh tradisi
kampungku yang memandang rendah arti sebuah sekolah.
Juga kemiskinan yang mencengkeram warga kampungku
dijadikan alasan orang tua untuk memaksa anak – anaknya
berhenti sekolah. Setelah itu, dengan kejam
mempekerjakan mereka yang belum cukup umur untuk
bekerja apa saja.
Kampungku berada di lereng Gunung Wilis, daerah
paling timur kabupatenku. Tanahnya yang tandus tampak

127
semakin mengerikan ketika musim kemarau. Kekeringan
mencekik semua sendi kehidupan warga kampungku.
Kemiskinan dan kekeringan telah membuat banyak warga
kampungku kehilangan akal, akhirnya jadi pemabok.
Termasuk ayahku.
Aku bersekolah di SMP Satu Atap. Di sekolahku, SD
dan SMP jadi satu lokasi. Makanya, disebut satu atap.
Bangunannya dilereng sebelah barat Gunung Wilis. SMP
Satu Atap satu-satunya sekolah yang ada dikampungku.
Untuk menuju kesekolah itu, aku menumpang truk yang
disediakan oleh sekolah. Truk itu satu–satunya kendaraan
yang ada jika ingin kesekolah. Truk sekolah aku
menamainya. Setiap hari aku mendekam didalam bak truk
bercat kusam itu dan harus menyusuri jalan kampungku
yang berkelok –kelok seperti tarian ular sanca yang
membelit lereng Gunung Wilis. Selain berlubang-lubang,
berlumpur ketika hujan, beberapa ruasnya menanjak tinggi.
Pagi terus merangkak naik, kegelisahanku semakin
memuncak, terbayang wajah garang ayahku yang
menentang keras aku sekolah. Masih membayang dengan
jelas kemarahan ayahku saat itu.

128
“Tradisi dikampung kita, anak perempuan tidak perlu
sekolah tinggi-tinggi, sia-sia, akhirnya akan mengurus
dapur!“ sembur Ayahku, dari mulutnya menyembur bau
alkohol. Wajahnya membara seperti monster yang
menakutkan.
“Apalagi dengan naik truk tua seperti itu,
keselamatanmu akan terancam.”
“Tidak ada yang sia–sia dalam mencari ilmu, Ayah.”
jawabku dengan suara parau.
Mataku mulai memanas, butiran bening dimataku
mulai mendesak keluar seiring goncangan dadaku yang
berdegub kencang.
“Aku dapat menjaga diri Ayah, aku akan hati– hati
kala menaikinya.” desisku lirih.
Udara sekeliling ikut memanas, anginpun serasa
berhenti berhembus.
“Selain karena tradisi, kita orang miskin Nduk!” tegas
Ayahku.
Tampak ayahku Menggigit bibirnya, matanya berair,
wajahnya memucat. Seperti ada beban berat menindih
pundaknya.

129
“Aku tak mengijinkan kamu sekolah karena aku
sayang kamu Nduk, aku tidak ingin kau celaka.”jelas ayahku.
Matanya memandang lekat-lekat wajahku.
“Apalagi sejak ibumu meninggal, kaulah yang
menggantikan tugas ibumu mengurus rumah.” Desis
Ayahku lirih.
Ketika nama ibuku disebut oleh ayahku, dadaku
serasa berguncang hebat. Aku teringat kembali masa-masa
indah ketika ibuku masih ada. Guncangan itu untuk
beberapa saat menderaku hingga tak terasa mataku
membasah oleh air mata yang membanjir dari kedua bola
mataku.
Saat ibuku masih hidup, ibuku selalu berupaya
mengajariku menjadi wanita yang mampu melakukan
banyak hal. Tak sekadar membereskan tikar pandan, alas
yang kami gunakan waktu tidur, tapi aku juga diajarinya
memasak, membersihkan rumah, dan pekerjaan rumah
lainnya. Sesekali aku diajaknya ke pasar untuk menjual
hasil panen kebun kami. Di pasar aku diajarinya
menawarkan dagangan kami. Selain itu, aku diajari pula
menawar ketika membeli sesuatu.

130
Ketika malam tiba, sambil rebahan di atas tikar
pandan, ibuku menina bobokkanaku. Jemari nya yang lentik
menjelajah lembut rambutku yang tergerai. Ada rasa damai
serasa air pancuran yang mengguyur tatkala aku mandi.
Sambil membelai rambutku, ibuku selalu berpesan agar aku
melanjutkan sekolah, menuntut ilmu setinggi-tingginya,
agar tidak miskin seperti dirinya.
“Kamu harus terus sekolah, Nduk, apapun yang
terjadi.” suara ibu terdengar tegas. Ada seonggok semangat
disana.
“Jangan kau ulangi kesalahan ibu waktu ibu masih
muda dulu, ibu terlalu mudah menyerah pada keadaan, ibu
terlalu rapuh oleh tekanan.”
Pesan itu selalu diulangnya setiap kali menidurkan
aku. Aku pun berketetapan hati akan memenuhi harapan
ibu untuk terus melanjutkan sekolah,menuntut ilmu
setinggi-tingginya, apapun yang terjadi.
“Siti, ayo cepat naik, keburu terlambat nanti!” tiba-
tiba lamunanku dibuyarkan oleh teriakan Pak Sopir. Segera
kuusap air mataku, sejurus kemudian aku berlari-lari kecil
menghampiri truk sekolah yang telah menungguku.
Kutetapkan hati untuk berangkat sekolah meskipun harus

131
bersusah payah naik truk setiap hari. Langkahku terhenti
setelah dekat dengan bak truk itu. Tubuhku yang mungil
sangat kontras dengan tubuh truk yang besar bagai raksasa.
Segera kurapatkan tubuhku dibak truk itu, kujulurkan
tangan ku untuk meraih pegangan yang ada dibak truk itu
lalu mencengkeramnya erat-erat. Setelah itu kuletakkan
kakiku dikayu melintang bak truk itu dan kusentakkan
kakiku hingga tubuhku melenting ke atas. Dengan bantuan
tarikan tanganku maka tubuhku berhasil masuk kedalam
bak truk sekolah itu. Lega rasanya, dengan sapu tangan
kumal kuusap peluh yang membasahi wajahku. Sejurus
kemudian mesin truk sekolah itu mulai meraung dan
rodanya mulai berputar,knalpotnya kepulkan asap hitam
pekat. Badan truk pun mulai bergerak maju, menggelinding
menuju sekolahku. Mula-mula pelan, lambat laun laju truk
sekolah itu semakin kencang.
Ketika melewati sebuah kelokan tiba-tiba truk yang
aku tumpangi seperti hilang kendali dan berjalan tak tentu
arah. Semua orang di dalam truk itu menjerit ketakutan.
Selanjutnya, truk itu oleng ke kanan dan menghantam
tebing gunung. Badan truk pun terguling. Suaranya
berdebum. Semua isi truk tumpah. Aku merasakan tubuh

132
ku terlempar keluar dan serasa terbang tubuhku melenting
ke udara lalu menukik dengan deras terjun ke bawah.
Selanjutnya aku merasakan sebuah benturan keras
menghantam tubuhku. Bumi terasa berputar seperti gasing
dan rasa sakit yang luar biasa menderaku. Setelah
itu,pandangan mataku jadi gelap. Aku tidak ingat apa-apa
lagi.
Ketika mataku terbuka, kudapati diriku terbaring
lemah di tempat tidur berseprai putih dalam ruangan
bercat putih. Dilengan kananku tertancap selang infus.
Setelah sadar, aku ternyata ada di Puskesmas desaku.
Kucoba menggerakkan anggota badanku. Seketika rasa
sakit menyergapku. Kugigit bibirku untuk menahan sakitku.
Rasa ngilu menyerang sekujur tubuhku. Tiba-tiba pintu
kamar terbuka dan tampak ayahku masuk dengan tergesa-
gesa. Wajahnya kusut, matanya memerah.
“Sering kukatakan, jangan sekolah, jangan naik truk
terkutuk itu,kau bias celaka!” Setelah sembuh, kau tidak
boleh sekolah lagi” jelas Ayahku, matanya yang memerah
menatap tajam kearahku seakan mau menguliti setiap
jengkal permukaan kulitku. Kata-kata ayahku

133
menghancurkan mimpi-mimpiku, meremukkan cita-citaku.
Ayahku benar-benar murka.
“Dia akan terus sekolah”
Tiba-tiba terdengar suara lembut yang menyeruak
ditengah-tengah kegalauanku. Seketika kami berdua
menoleh kearah pemilik suara menyejukkan itu. Kulihat bu
dokter dengan senyum mengembang sedang berjalan
mendekati kami. Beliau berhenti di dekatku, dibelainya
rambutku dengan lembut. Sejurus kemudian terdengar lagi
suara merdunya.
“Putrimu akan terus sekolah sampai ke tingkatan
tertinggi sekalipun, saya yang membiayainya, dia kujadikan
anak asuhku” tegas bu dokter. Pandangannya lurus
menatap lekat wajah ayahku.
“Aku kagum kegigihannya”
Suara lembut bu dokter telah mengejutkanku, tapi
selanjutnya mengalirlah hawa sejuk disemua pembuluh
darahku. Aliran harapan menata kembali serpihan-
serpihan cita-cita dan mimpi-mimpiku yang sempat
diremukkan. Atas desakan bu dokter, ayahku hanya bisa
pasrah. Ayahku menyetujui semua kehendak bu dokter.
Persetujuan ayahku menenteramkanku. Sejurus kemudian

134
aku terlelap. Dalam lelap tidur ku kulihat ibu bersandar di
bak truk sekolah itu sambil tersenyum. Lambaian
tangannya tegas dan bertenaga ditujukan kepadaku.
“Terimakasih Ibu,akan kugapai mimpiku bersama truk
sekolah itu” desis ku sambil berlari mengejar ibuku.

135
Kehidupan Truella
Oleh: Farah Aini Zumi

Ini adalah kisah yang bercerita tentang hidup seorang


anak malang yang bernama Truella Putri Andara. Kisah ini
akan menceritakan tentang perjalanan hidupnya. Hidup
seorang Truella si anak manis berumur pendek.
Hari itu pada dini hari 15 Juli 2015. Di kediaman
Andara lahirlah seorang putri yang mungil dan manis
namanya Truella Putri Andara. Ia merupakan anak ketiga
sekaligus anak perempuan satu-satunya dari Tuan Andara
dengan Nyonya Andara. Ella memiliki dua orang kakak laki-
laki kakak pertamanya bernama Alex Putra Andara dan
kakak keduanya bernama Xander Putra Andara. Sedangkan
nama orang tua Ella yaitu Nyonya Trias Andara dan Tuan
Pratama Andara. Ella tumbuh menjadi gadis yang amat
cantik. Ella kecil begitu amat menggemaskan. Ia begitu
pintar dan begitu penurut. Sekarang usia Ella sudah
menginjak 4 tahun.
Suatu hari beberapa minggu setelah ulang tahun Ella
yang ke -4, tiba-tiba Ella jatuh sakit. Ella sakit saat ia sedang

136
bermain dengan kedua kakak laki-lakinya. Ia pingsan
begitu saja saat sedang bermain. Kedua kakaknya pun
panik. Mereka segera memanggil orang tua mereka untuk
membawa Ella ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit
Ella pun segera mendapatkan penanganan dokter. Semua
orang tahu keluarga Andara bukan keluarga sembarangan.
Itu sebabnya ketika Ella sakit penanganannya pun tak
main-main. Segera Ela diberi penanganan dokter terbaik.
Selama penanganan keluarga Ellla menunggu dengan panik.
Mereka begitu cemas menanti kabar bagaimana keadaan
Ella sebenarnya.
Kemudian setelah menunggu cukup lama dokter pun
keluar dari ruangan perawatan. Ia mengabarkan tentang
penyakit Ella. "Dokter bagaimana keadaan putriku?" tanya
Tuan Andara cemas. "Mari tuan kita bicarakan di ruangan
saya" ujar Dokter Maru. Dokter Maru beserta keluarga
Truella pun berjalan menuju ruangan Dokter Maru.
Sesampainya di sana dokter Maru pun menjelaskan kepada
keluarga Truella tentang penyakit yang menimpanya. "Jadi
begini Tuan Andara saya akan menjelaskan apa yang terjadi
pada pasien" ujar Dokter Maru. "Pasien mengalami

137
penyakit yang cukup komplek tuan dan nyonya. Pasien
menderita kanker darah stadium 2" kata Dokter Maru.
Hening sesaat mereka sibuk mencerna kata-kata
Dokter Maru. Sulit untuk percaya tentang apa apa yang
menimpa putri kesayangan mereka. Mereka begitu syok,
bingung bahkan tak bisa berkata-kata mengenai apa yang
terjadi pada putri kesayangan mereka. "Apa kata dokter?
Dokter berkata putri saya mengidap penyakit kanker? Ini
pasti salah dokter putri saya masih kecil dan tidak mungkin
jika dia mendapatkan penyakit itu!!"seru Tuan Andara.
"Sayangnya itulah yang terjadi tuan putri Anda mengidap
penyakit kanker darah atau juga disebut dengan leukimia
dan tingkat keseriusannya sudah mencapai stadium dua itu
bisa dikatakan sudah stadium menengah tuan" tutur
Dokter Maru mencoba meyakinkan orang tua Ella. "Lalu
bagaimana dengan keadaan Ella dokter apakah masih ada
jalan untuk sembuh?" tanya Tuan Andara. "Kita hanya bisa
berusaha dan terus berdoa tuan nyonya karena tingkat
keparahan penyakit pasien sudah mencapai stadium
menengah semoga saja Nona Ella bisa sembuh" ujar Dokter
Maru meyakinkan.

138
"Lakukan apa saja dokter lakukan yang terbaik untuk
putri saya" kata Tuan Andara. "Tentu tuan kami akan
melakukan yang terbaik untuk pasien" saut Dokter Maru.
Sejak saat itu kehidupan keluarga Andara yang bahagia
mulai berubah. Canda tawa dan kebahagiaan yang begitu
besar dulu kini mulai berkurang tawa dan senyum mulai
senyap. Semuanya tak lagi sama. Terlebih lagi setelah tuan
putri kesayangan mereka terbaring tak berdaya di atas
ranjang rumah sakit. Hari demi hari semua mereka lewati
dengan harap-harap cemas. Ela yang malang masih begitu
riang seolah penyakitnya bukanlah gangguan sedikitpun.
Seolah semua kesedihan keluarganya tak melunturkan
sedikitpun keceriaan di wajahnya.
Oh Truella yang malang, betapa kasihannya dirimu.
Hidup yang begitu hebat. Kepribadian yang begitu
mengagumkan ternyata juga mendapat cobaan. Seolah
Tuhan tak menyayangkan tentang bagaimana kehidupan
anak kecil berusia 4 tahun akan segera berakhir karena
ujiannya. Sudah lebih dari 1 minggu Truella berada di
rumah sakit. Bahkan dokter pun mengatakan bahwa
penyakit Truella bertambah parah. Kanker itu sudah
mencapai stadium 3 dan kesakitan Truella tak kunjung

139
berhenti. Tak ada yang tahu bahwa ketika malam tiba saat
semua orang tertidur Truella akan menangis. Tangisan
yang begitu menyayat hati. Dan hari-hari pun terus berlalu.
Walau semakin hari penyakit Truella semakin memburuk.
Ella tak pernah memperlihatkan kesedihannya di hadapan
keluarganya.
Sampai hari itu tiba semua dokter sudah tak sanggup
untuk menghadapi penyakit Ella. Mereka sudah menyerah
dan hanya memasrahkan semua yang tersisa kepada Yang
Maha Kuasa. Ella sudah tahu pada akhirnya semuanya akan
tetap sia-sia. Tetapi bahkan dokter pun takjub akan
keinginan Ela untuk bertahan hidup. Begitu gigih sehingga
ia bertahan begitu lama dengan penyakitnya. Sampai suatu
hari tanggal 14 Juli 2020 pada jam 10 malam Ella
berpamitan kepada orang tuanya. "Ayah ibu kak Alex kak
Xander Ella mau dengan mau tidur rasanya sakit sekali
ayah tetapi Ella masih ingin berpamitan pada kalian. Agar
kalian nanti tidak mencari Ella" ujar Ella. Kedua orang tua
Ella menangis. Mereka pun berkata "Tidak apa-apa Ella
kami baik - baik saja. Ella tidak perlu khawatir Ella bisa
tidur dengan tenang sekarang. Jangan khawatirkan kami

140
nak. Kami akan baik-baik saja tidurlah Ella agar sakitmu
hilang" ujar kedua orang tua Ella.
Malam itu tepat saat pergantian hari pada tanggal 15
Juli 2020 Truella Putri Andara berpulang ke sisi Tuhan
Yang Maha Kuasa
.

141
Melodya
Oleh: Fauziah Oktya Mawarni

Seperti melody yang dapat membuat seseorang ikut


merasakan kebahagiaan, kesediahan, atau rasa lainnya
sesuai dengan apa yang akan disampaikan. Dengan usaha
menyatukan beberangka nada menjadi satu dan
menghasilkan sesuatu yang diinginkan. Sama halnya
dengan Audy yang berusaha bangkit dari sesuatu yang
membuatnya jatuh perlahan-lahan dan tanpa sadar dia
sudah terlalu dalam jatuh. Dengan tekan ia bangkit untuk
membuat orang lain dapat merasakan rasa yang ingin dia
sampaikan dengan melody.

~~

Hembusan angin yang berasal dari luar jendela bus


mendesak masuk kedalam hingga sampai menusuk kulit
seorang gadis yang duduk tepat disamaping jendela bus
dengan seragam khas anak SMA yang dipadukan dengan
jaket berwarna navy yang melekat pada tubuhnya dan tak

142
lupa dengan sepatu hitam putih yang terpasang pada kaki
jenjangnya serta atribut lain yang sesuai dengan aturan
sekolahnya. Dengan earphone yang bertengger pada
telinganya untuk menemani kebosanan sekitar kurang
lebih 15-20 menit ia habiskan untuk duduk diam didalam
bus menunggu bus tersebut sampai pada tempat tujuannya.
“Kiri-kiri SMA Garuda yok” Ucap kernet bus dengan
nyaring sampai terdengar oleh gadis yang sedang
menggunakan earphonenya.
Claudya Maheswari nama gadis yang sekarang sedang
berjalan melewati gerbang sekolahnya, melewati lorong-
lorong hingga sampai disebuah ruangan yang terdapat
tulisan XI IPA II. Audy bukan tergolong kedalam anak yang
pintar dan selalu mengukir prestasi untuk sekolahnya, ia
hanya seorang gadis yang berusaha membuat nilainya tidak
terlihat memalukan jika dilihat. Oleh karena itu, dia duduk
dibangku baris ke-3 dari depan bersama dengan Karina
Wijayanto sahabat Audy satusatunya.
“Pagi Dy” Ucap Karin tak lupa dengan senyum manis
yang terpasang diwajah cantinya.
Karin salah satu manusia yang pintar beradaptasi dan
siapa saja yang berbicara padanya akan nyaman. Tak hayal

143
dia memiliki banyak teman, bahkan hampir satu angkatan
mengenalnya.
“Pagi juga Rin” Sahut Audy dengan senyum tipisnya.
“Tumben beragkat agak siang Dy, biasanya Pak Umar
baru buka kunci gerbang lo udang ada didepan kaya
penjaga sekolah” Ucapnya dengan diselingi gelak tawa.
“Sembarangan ga sepagi itu kali, tadi naik bus jadi
lama” Jawab Audy dengan wajah sedikit mendegus kearah
Karin.
“Kenapa naik bus?” Tanya Karin dengan raut wajah
penasaran.
“Nanyak mulu deh. Ban montor gue bocor untung tadi
belom sempet jalan” Sahut Audy sekenanya.
Audy lebih cenderung pendiam dengan orang baru
dan sedikit bodo amat dengan keadaan sekitar, tapi jika
sudah dengan orang yang telah mengenalnya Audy tidak
lagi menjadi seorang pendiam, Karin contohnya dan
mungkin hanya Karin.
“Kenapa ga bilang kan gue bisa jemput biar bareng”
Tanya Karin lagi.
“Kita beda arah Rin kalo lo lupa” Balas Audy dengan
ekspresi santainya.

144
“Ih ya gak papa kali Audy mah” Timpal Karin dengan
wajah super ekspresif dan hanya mendapat balasan seyum
tipis dari Audy.
Dan pembicaraan mereka berlanjut sampai guru mata
pelajaran pertama masuk kedalam kelas untuk memulai
pelajaran.

~~

Kringggg……….
Suara bel istirahat menggema diseluruh penjuru
sekolah. Hampir semua siswa berbondong-bondong keluar
kelas untuk menikmati waktu istirahat mereka. Ada yang
keluar menuju perpustakaan, ruang guru, kelas tetangga,
kantin, dan beberapa siswa gabut yang melakukan hal lain.
Seperti halnya Audy dan Karin mereka lebih memilh
kantin untuk menghabiskan waktu istirahatnya tak lupa
dengan beberapa makanan yang sudah dipesan mereka
sebelumnya.
“Rin lo udah ngumpulin formulir lomba kan?” Dengan
tangan yang mencampur mie ayam dengan sambal dan
bumbu lain.

145
“Hmmmm udah sekalian gue kumpulin formulir lo
hehe” Ucap Karin apa adanya tak lupa dengan cengirannya.
Gerakan Audy menyendok mie ayam berhenti ketika
mendengar ungkapan Karin barusan.
“Ha? kapan lo bawa formulir gue” Dengan mata yang
menatap Karin lekat.
“Biasa aja kali Dy, suara lo bagus kok apalagi sama
main piano itu keren banget tau” Dengan wajah yang penuh
keantusiasan.
Karena mereka dekat mereka masuk dalam ektra
yang sama disekolah mereka. Eittt, tapi mereka bukan
hanya asal masuk ekstra tapi mereka berdua juga memiliki
bakat dalam bermusik. Jika Audy bisa bernyanyi dengan
piano sedangkan Karin bisa bernyanyi dengan gitar,
mereka itu keren.
“Kan yang mau ikut lomba lo kenapa gue juga ikut”
Dengan nada sedikit jengkel dan degusan kearah Karin.
“Ya biar kita kompak lah, lagi pula ini kesempatan
buat nunjukin bakat” Ucapnya dengan sedikit sok bijak.
“Padahal gue niat ga ikut males tau ga sih” Dengan
menyeruput es tehnya.

146
“Gue udah tau niat lo karena gue sahabat paling baik
hati jadi gue kumpulin tu sekalian hehe..” Tak lupa cengiran
yang terlihat menyebalkan.
“Gue mau ambil formulisnya ah.. di Bima kan
ngumpulinnya?” Tanya Audy dengan gerakan hendak
berdiri.
“Eh ga ada acara batal ikut lomba titik dari pada
ngambil formulir mending kita latihan untuk lomba aja kan
lebih bermanfaat bener gak tu?” Sanggah Karin agar Audy
mau mengikuti kemauannya.
“Lo tau kan kenapa gue males ikut kayak gitu, udah
bayarnya mahal ga menang lagi” Dengan nada sekit kesal
Audy menjawab pertanyaan Karin.
“Eh menang kalah itu belakangan yang penting itu
prestasi Audy” Sahut Karin dengan nada tak kalah kesal.
“Gue bermusik udah termasuk prestasi Rin, apalagi
nanti persiapannya lumayan habisin banyak tenaga, capek
dan ujung-ujungnya sampai sana didiskualifikasi karena
alasan yang ga jelas” Dengan sedikit tersenyum miris.
Beberapa tahun lalu, saat Audy beberapa kali
mengikuti lomba musik banyak sekali hambatan yang dia
dapat dari kecerobohan Audy yang pernah salah

147
mengambil nada karena gugup, hambatan administrasi
pendaftaran, dan kecurangan didalam perlombaan tersebut.
Perlombaan yang akan Audy ikuti merupakan salah satu
lomba tahunan dan pernah mengukir kenangan yang
memuat Audy sedikit enggan untuk mengulangnya kembali.
Dimana saat itu dia didiskualifikasi karena katanya dia
tidak memenuhi persyaratan untuk perlombaan dan yang
lebih membuat Audy sedikit kesal panitia mengatakan hal
tersebut beberapa jam sebelum juara lomba diumumkan,
kenapa tidak dari tadi saat daftar ulang peserta? Entahlah.
Semua itu membuat Audy sedikit kurang bersemangat
dalam menyambut perlombaan musik lain.
“Ayo lah Dy lupain yang dulu kita maju sama-sama”
Entah dari mana Karin mendapat kata-kata seperti itu
mungkin dia juga heran.
Audy sedikit mendegus, jika Karin sudah sedikit puitis
Karin akan terus memaksa dirinya untuk melakukan yang
dia sarankan.
“Oke ayo coba sama-sama” Ucap Audy dengan nada
yang tidak semangat sama sekali.
“Yeyyy akhirnya lo mau juga setelah gue paksa hehe.
Nanti kita mulai latihan lebih cepat kan lebih baik” Ucap

148
Karin dengan sangat antusias berbeda dengan Audy hanya
membalas ucapan Karin dengan anggukan malas.
Bersamaan dengan itu bel yang menunjukkaan
berakhirnya jam istirahat berbunyi, mereka memutuskan
menuju kekelas sebelum guru maple masuk terlebih dahulu.

~~

“Dy lo duluan ke ruang musik sana gue masih ada


urusan sama Tana bentar” Ucap Karin tanpa menunggu
jawaban Audy dia langsung melangkah keluar menuju kelas
sebelah.
Bel pulang memang sudah berbunyi beberapa menit
lalu. Audy dan Karin menunggu lorong kelasnya agar
sedikit lebih sepi mereka tidak suka berdesak-desakan, tapi
Audy malah ditinggal Karin setelah Karin mengecek
notifikasi yang terdapat didalam ponselnya, Audy pun
merasa biasa saja. Dengan pasti Audy melangkah menuju
ruang musik, sesekali menyapa guru jika berpapasan dan
beberapa siswa yang dia kenal.
Sesampainya didepan pintu ruang musik langsung
saja Audy buka pintu tersebut karena Audy kira tidak ada

149
orang didalam karena hari ini bukan waktu ekstra musik
melakukan latihan rutin, tapi dugaan Audy salah setelah
melihat bayangan orang lain ada didalam ruangan tersebut.
“Eh Dy lo kesini juga?“ Tanya Bima basa-basi.
“Iya, gue kira tadi ga ada orang jadi langsung masuk
aja” Jelas Audy sedikit bersalah karena langsung masuk saja.
“Gak papa kali santai aja, eh lo ikut lomba juga?”
Tanya Bima dengan wajah yang sedikit kepo.
“Iya, biasa Karin yang ngajak” Jelas Audy sedikit malas
membahas hal tersebut.
“Gue agak kaget sih lo ikut, tapi gak papa malah bagus
lo ikut” Jujur Bima dengan senyum yang selalu merekah
pada wajahnya. Bima memang salah satu teman yang tau
kenapa Audy tidak mengikuti lomba.
“Lagi ngomongin apa nih seru banget keknya” Ucap
Karina yang sudah masuk dalam ruangan musik dengan
wajah keponya.
“Ngomongin Audy yang tiba-tiba mau ikut lomba
dapat hidayah dari mana tuh” Dengan mata Bima yang
melirk kearah Audy yang sedang mulai menyentuh alat
musik yang ada didalam ruangan tersebut.

150
“Ya lah yang ngajak gue kok beda lagi kalo lo yang
ngajak” Ucap Karin agak sedikit sombong dan bangga.
“Udah deh ayo mulai latihan aja” Lerai Audy jengah
mendengarkan perdebatan kedua temannya tersebut.
Setelah itu mereka berlatih sampai sore dan matahari
sudah ingi kembali ketempat asalnya.

~~

Tiga minggu terakhir Audy berlatih untuk


mempersiapkan penampilan yang Audy persembahkan
untuk berpartisipasi dalam lomba yang akan Audy ikuti,
Audy tidak sendiri berlatih dia berlatih dengan Karin, Bima,
dan teman lain yang juga mengikuti perlombaan tersebut.
Tak lupa Audy juga mendapat dukungan dari kedua orang
tuanya. Dan hari ini adalah hari yang sagat Audy tunggu,
entah sejak kapan Audy menjadi bersemangat mengikuti
lomba ini. Dengan semangat yang membara Audy mulai
melangkahkan kakinya menuju kedua orang tuanya.
“Ibu, Bapak doakan Audy ya semoga bisa
menampilkan yang terbaik” Ucap Audy dengan menyalimi
tangan kedua orang tuanya secara bergantian.

151
“Pasti nak, semoga kamu beruntung ya hari ini” Ucap
ibu yang juga bapak anggukkan kepala sebagai persetujuan.
“Doa dulu sebelum mulai ya jangan lupa” Pesan bapak
pada Audy.
“Audy beragkat dulu Assamualaikum” Ucap Audy
dengan berjalan menuju keluar rumah
“Waalaikumsalam” Jawab ibu dan bapak bersamaan.

~~

Suara klakson kendaraan mengiringi perjalanan Audy


menuju tempat tujuan, dengan udara yang sedikit sejuk
menandakan saat ini masih pagi. Awalnya Audy
mengendarai motor dengan kecepatan normal dengan
mulut yang sedikit bersenandung mengucapkan lirik dari
lagu yang akan Audy bawakan nantinya, tapi saat matanya
menangkap lampu lalu lintas warna hijau yang akan
berganti warna Audy menambah kecepatannya karena
jaraknya juga tidak terlalu jauh dan jalanan juga cukup sepi.
Namun beberapa saat setelah melewati lampu lalu lintas
ada seorang gadis kecil yang menyeberang jalan secara

152
tiba-tiba dengan kaget Audy membelokkan montornya
kearah kiri.
“Apakah aku tidak beruntung lagi dan lagi” Batin
Audy saat tubuhnya terjatuh ditrotoar dan menimbulkan
sedikit bunyi nyaring.
“Mbak gak papa kan” Sayup-sayup terdengar masuk
kedalam telinga Audy membuat menaknya kedalam
kehidupan aslinya.
Perlahan Audy membuka matanya yang sempat
tertutup, dengan bantuan beberapa orang yang ada
ditempat kejadian Audy bangkit dan meneguk air mineral
yang disodorkan oleh ibu-ibu yang ada disampingnya.
“Mau diantar kerumah sakit mbak?” Ucap ibu
menunjukkan rasa empatinya.
“Tidak bu terimakasih saya muma lecet-lecet sedikit
tidak terlalu parah kok” Ucap Audy sambil melihat kearah
siku dan luka lain yang Audy dapat.
“Benar mbak? Jika mau kerumah sakit biar kami
antar” Ucap orang lain yang ada ditempat itu juga.
“Saya tidak apa-apa, oh iya adik yang tadi hampir saya
tambrak gimana keadaannya?” Ucapku sedikit bersalah.

153
“Maaf anak saya ya mbak tadi dia tidak melihat
sebelum menyeberang jalan dan Alhamdulillah dia tidak
luka hanya kaget saja” Papar ibu yang sepertinya ibunya.
“Iya bu tidak apa-apa, saya pamit dulu ya ibu dan
bapak semua terimakasih pertolongannya saya buru-buru”
Ucap Audy dengan memandang jam yang melingkar
dipergelangan kirinya.
“Iya mbak hati-hati ya”
Audy melanjutkan perjalanannya yang sempat
tertunda sebentar karena kejadian tadi. Audy bersyukur
karena dia masih dapat mengikuti lomba. Dan sesampainya
disana sudah terdapat Bima yang menunggu Audy karena
kartu kartu peserta Audy dibawa Bima.
“Kenapa lama Dy?”
“Ada masalah sedikit tadi”
“Ya sudah sana masuk lombamu sudah dimulai”
Audy, Karin, dan Bima berberda sublomba jadi
mereka berbeda ruang dan dimana Karin dia lomba yang
dia ikuti sudah mulai jadi dia tidak menunggu Audy.
Dengan segera audy berganti baju dan juga membenahi
tatanan rambut dan yang lainnya agar terlihat rapi.

154
Saat Audy masuk keruangan ternyata sudah sampai
nomor 5 dan untungnya dia mendapat nomor 17 jadi ada
waktu untuk mempersiapkannya. Saat MC memanggil
nomor 17 darah Audy seperti berdesir, detak jantung
berjalan dengan tidak wajar, tiba-tba suasana juga menjadi
dingin dan menegangkan. Dengan perlahan dan pasti Audy
menuju alat musik yang ia gunakan untuk tampil, menarik
nafas dalam dalam dan mulai menekan nada yang sesuai
dengan lagu yang ia bawakan.
Hanya membutuhkan waktu 3 menit untuk Audy
menunjukkan bakatnya, menurut Audy respon para
penonton dan juri bagus tapi entah hanya menurut Audy
atau memang adanya seperti itu kita lihat nanti. Audy
sangat lega karena ia sudah tampil tinggal mmenunggu
hasilnya saja dan semoga tidak ada kejadian seperti dulu.

~~

Usaha Audy tidak sia-sia. Nama Claudya Maheswari


menggema diseluruh ruangan sebagai peserta juara 2.
Didalam lupuk hati Audy dia sangat bahagia seperti

155
mendapat keasilan yang telah lama ia minta dan entah rasa
yang lain yang tidak bisa didefisinisikan.
“Dy lo menang, selamat ya udah gue bilang lo bisa”
Karin dengan senyum lebar terpasang pada wajahnya.
“Iya makasih Rin” Dengan seyum yang selalu merekah
pada wajah Audy.
Usaha tidak akan menghianati hasil, semakin kita
berusaha maka semakin dekat tujuan kita. Proses akan
menjadi saksi bisu yang menemani kita saat tujuan tercapai.
Suatu kegagalan bukan akhir dari semuanya, namun
kegagalan adalah awal dari proses kita, Tidak ada kata sia-
sia dalam suatu kehidupan karena semua yang kita lakukan
pasti ada manfaatnya. Tetap berusaha dan yakinkan hati
bahwa kita bisa.

156
Sebuah Pilihan
Oleh: Intan Maharani Putri Bahari

Pagi yang indah dengan angin sepoi-sepoi. Aku yang


sudah siap untuk berangkat sekolah. Semua terasa sama,
rutinitas yang sama pula. Belajar, istirahat, lalu pulang.
Hanya satu yang jadi pembeda, itu adalah perasaanku yang
selalu masih mengingat tentangnya.
Perkenalkan namaku Clara, sekarang aku menempati
bangku SMA. Saat pertama masuk SMA aku belum
mengenal siapapun dikelasku, aku yang pendiam duduk
dibangku paling depan pojok sendirian. Bu guru masuk ke
kelas karena hari ini hari pertama sekolah, bu guru
meminta semua siswa untuk memperkenalkan diri didepan.
Teman-teman di SMA sangat menyenangkan dan asik, aku
mempunyai teman yang toxic dikelas ini namanya Cika,
Aurel, Gibran, dan Farel. Kita selalu main bareng, kadang
saat pulang sekolah kita sering sekali main di rumah salah
satu di antara kita. Kita sering bertukar cerita entah
pengalaman yang lucu, ataupun memalukan sampai semua
tertawa berbahak-bahak. Suatu hari aku dan Gibran

157
mengikuti organisasi OSIS sangking deketnya kita dikelas,
main bareng sampai organisasi bareng hampir setiap hari
juga dia menjahiliku. Pernah suatu hari Gibran tidak masuk
sekolah,tanpa kabar dan teman teman yang lain juga tidak
tahu,karena kemarin dia terlihat baik – baik saja. Pada saat
jam pelajaran tiba-tiba aku memikirkan Gibran ,ingat
jahillanya yang membuatku kesal dan apa yang aku
takutkan terjadi jatuh cinta pada teman sendiri.
Aku merasakan perasaan yang berbeda akhir-akhir
ini dengan Gibran tidak seperti biasanya. Awalnya aku
hanya menganggap itu cuma perasaan terhadap teman.
Semakin kesini aku semakin merasakan perasaaan ini lebih
dari sekedar teman. Tiba- tiba temanku mengolokan aku
dengan Gibran
“CIE.. CIE…” aku bingung tolah toleh kesana kemari
mencari tau apa yang terjadi tapi semua orang tidak
memberi tau dan hanya tersenyum kepadaku. Aku mikir
apa yang terjadi sebenarnya kenapa mereka semua hanya
tersenyum,apa mereka tau kalau aku menyimpan perasaan
pada Gibran? Tapi darimana mereka tau? selama ini aku
tidak pernah menceritakan tentang perasaanku pada
seseorang. Aku yang masih penasaran dan terus penasaran

158
ingin mencari tau, aku sangat kesal berulang kali mencari
informasi semua orang masih seperti itu tersenyum
kepadaku, temanku yang datang ke aku, aku diamkan.
Keesokan harinya aku merasakan aneh saat melihat Gibran
di kelas ga kayak biasanya dia diam, sekarang dia beda
ngga seaasik dulu berkomunikasipun rasanya canggung
dan hampir tidak pernah kalau tidak ada kerja kelompok,
aku semakin kesal pada semua orang. Aku sendiri ngga
ngerti kenapa Gibran seperti itu mendiamkan aku seolah-
olah tidak mengenalku. Aku hanya tidak ingin hal itu terjadi
antara aku dengannya. Aku merasa Gibran mengetahui
tentang perasaanku kepadanya makanya dia
mendiamkanku seperti itu. Tapi cinta memang selalu
datang dengan tiba-tiba, tidak ada yang bisa menebak
kapan cinta itu datang dan kepada siapa kita akan jatuh
cinta. Perasaan itu tidak pernah bisa dibohongi. Sama
seperti perasaanku, aku tidak bisa terus membohongi
perasaanku sendiri, perasaan yang tidak pernah aku duga
sebelumnya.
Aku takut… hatiku gelisah karena dari dulu aku tidak
suka jika pertemanaku harus menjauh karena hal seperti
ini. Aku lari ke kamar menutup pintu kamar dengan keras

159
“brakkkk” sambil menangis dan melempar guling ke lantai,
kenapa semuanya seperti ini ya Tuhan? Apa salahku? Aku
harus bagaimana? Di sisi lain aku tidak ingin kehilangan
teman ataupun orang yang aku sukai. Aku sudah berusaha
berulang kali melupakan tentangnya tapi kenapa aku tidak
bisa? Apa dia yang terlalu baik, perhatian dan asik kesemua
orang sampai aku merasa semua yang dilakukan Gibran
hanya tertuju kepadaku. Aku tidak bisa menahan rasa ini ya
tuhan.. aku kesal, aku lelah.
Keesokan harinya aku cerita tentang apa yang
kurasakan kemarin ke Cika. Setelah Cika mendengar
ceritaku ia terkejut mengetahui bahwa aku menyimpan
rasa ke Gibran. Cika bilang kepadaku pertemanan antara
lawan jenis itu wajar jika salah satu menyimpan rasa atau
hanya sekedar mengagumi, tapi kamu diharusakan memilih
antara pertemanan yang akan selalu bersamamu atau
sebuah rasa yang kita tidak tau sampai kapan rasa itu
masih ada. Hatiku lega setelah cerita ke Cika, Tiba- tiba
Aurel,Cika, dan Farel datang memberi tau tentang waktu itu
bahwa sebenarnya Gibran juga menyimpan perasaan
kepadaku dan teman lainnya megetahui itu, makanya dia
diam merasa canggung dan malu kepadaku. Gibran

160
menjauh hanya karena tidak ingin pertemananya rusak
karena masalah sepele.
Rasanya aku terkejut mendengar apa yang dikatakan
teman-temanku bahwa sebenarnya Gibran juga
menyimpan rasa padaku. Akhirnya aku memutuskan
memilih pertemanan dibanding rasaku pada Gibran,
walaupun itu sulit bagiku untuk melupakan tapi itu akan
jauh lebih baik antara aku dan Gibran. Aku sempat
membenci Gibran dan menjauhinnya karena aku merasa itu
adalah cara yang tepat agar semua seperti dahulu berteman
tanpa menempatkan perasaan lebih dari sekedar teman ,
ternyata aku salah apa yang aku lakukan ke Gibran ini
membuat pertemananku semakin jauh daripada
sebelumnya dan aku berharap ini hanya sementara.

161
Berujung Maut
Oleh: Jasmine Juliana A’isyah

Tentang aku dan kedua temanku, mendaki bersama


serta melewati suka duka. Banyak sekali hal yang telah
kulewati. Ego dan amarah menyatu menjadi satu. Sampai
aku berada di titik terendah dalam hidupku, titik dimana
semua akan berakhir dengan tiba tiba. Tapi, takdir berkata
lain. Tuhan memberi pertolongan, semua yang kutakuti
berubah menjadi bahan intropeksi.
Tepat hari ini pada hari minggu, duniaku hancur
seketika. Aku tak tahu ini sekedar mimpi atau fakta. Gelap
dan sunyi membungkam mulutku agar tak bersuara.
Memberhentikan langkahku untuk mencapai segalanya.
Keringat bercucuran, tanganku bergetar, kakiku kejur. Aku
sendiri tak tahu apa yang harus kulakukan, suasana
mencengkram membuatku menangis dan menangis.
Kuingat waktu itu, terakhir kali aku bersama beberapa
teman temanku. Api panas membuat suasana menjadi
hangat. Lantunan musik memperindah suasana.

162
“Apa mungkin ini hari terakhirku?”, tanyaku dalam
hati
Kepalaku sakit, rasanya seperti terbentur benda keras.
Sayup sayup kuingat, terakhir kali aku beradu mulut
dengan Reina dan Rio. Reina lebih membela Rio yang
menginginkan untuk membangun tenda disisi kanan,
namun aku ingin membangun tenda dibagian kiri. Aku
muak dengan Reina yang sedari tadi memihak Rio, aku tak
tahu apa maksud Reina. Biasanya Reina selalu memihakku.
Karena aku tak tahan akan sifat Reina, akhirnya aku
memberanikan diri untuk menegur Reina.
“Kamu kenapa membela Rio ? Tak biasanya kamu
memihak orang lain”, ujarku
“Kamu buta ya? Jelas jelas disitu ada jurang, masih
ngeyel aja. Kalau memang kamu ingin tidur disitu, terserah
kamu !” kata Reina dengan nada tinggi
“Kamu yang buta, jelas jelas Rio orang yang aku benci,
kenapa kamu membelanya” tanyaku pada Reina
“Terserah kamu Sis, memang orang kepala batu
sepertimu sudah tidak bisa diberi tahu, sesuka egomu saja”
ujar Reina yang perlahan meninggalkanku

163
Setelah beberapa menit bertengkar, Rio dan Reina
menghampiriku namun aku tetap saja tidak mendengarkan
penjelasan mereka. Namun, Reina tahu jika aku
mengabaikan penjelasan Rio. Reina langsung
membentakku.
“Kamu itu punya telinga tidak ? Rio sedang
menjelaskan apa yang tak pernah kamu fikirkan” Ujar
Reina dengan nada tinggi
Karena aku sudah sangat muak melihat sikap Reina,
akhirnya aku mendorong Reina. Reina langsung terjatuh
dan mendapati luka dibagian lutut. Aku tak peduli tentang
hal itu. Aku langsung meninggalkan mereka berdua. Aku
berjalan kearah sisi kiri yang kumau. Namun Nahas
menimpaku, aku terjatuh ke jurang yang dalam. Saat itu Rio
masih fokus pada Reina yang terjatuh, sehingga Rio tak
melihatku jatuh ke jurang. Aku takut, aku langsung
berteriak kencang meminta bantuan. Reina dan Rio
langsung berlari kearah tempat munculnya suara. Mereka
kaget, kenapa aku bisa terjatuh ke jurang. Rio langsung
menarikku, dan Reina berlari ke pendaki lain untuk
meminta pertolongan.
“Tarik Sis, pegangan kuat kuat. Bertahanlah” ujar Rio

164
Aku yang tak kuat berpegangan diakar pohon sudah
semakin lelah, bercucuran keringat membasahi tubuhku.
Rio dan Reina sudah berusaha menarikku dari atas. Saat itu
aku hanya berdoa kepada Tuhan agar diberi keselamatan.
Reina dan Rio berusaha menarikku dan bantuan pendaki
lainnya agar bisa menyelamatkanku. Karena tekad dan niat
mereka, akhirnya aku dapat terselamatkan. Tubuhku sudah
lemas, aku tak berdaya. Aku langsung di bawa ketenda
untuk di selonjorkan. Saat itu aku tak bisa berkata apa apa,
hanya menangis dan menangis. Sampai akhirnya aku
tertidur pulas.
Keesokan harinya, aku terbangun dari tidurku.
Badanku terasa sakit semua, tanganku dari kemarin malam
keluar darah, ternyata karena gesekan akar pohon dengan
tanganku. Reina yang berada disampingku langsung
membantuku untuk membersihkan lukaku, lalu Rio datang
ke arahku.
“ Bagaimana keadaanmu , apakah sudah membaik?”
tanya Rio kepadaku
Aku hanya bisa mengangguk dan tersenyum, aku
masih tak berdaya. Aku tak tahu bagaimana nasibku
kemarin jika tidak ditolong mereka. aku menyesal kemarin

165
sudah egois dan mementingkan keinginanku sendiri. Aku
sempat mengeluarkan air mata didepan Rio dan Reina, tak
bisa kubendung lagi aku menangis. Reina langsung
menjelaskan kronologi kejadian kemarin.
“Sis kamu tahu kan apa alasanku tak membelamu?
Aku hanya tak ingin sesuatu terjadi dengan kita
semua, jurang itu sangat curam. Jika kita membangun tenda
disana, apakah tidak membahayakan diri kita ?” ujar Reina
“Maafkan aku Rein, aku sudah membuatmu naik
darah. Maafkan egoku yang terlalu tinggi. Maafkan aku juga
Rio, aku sudah menduga yang tidak tidak. Kufikir kamu
akan merebut sahabat terbaikku” ucapku penuh
penyesalan.
“Aku tidak pernah merebut sahabatmu sis, aku tahu
jika Reina adalah sahabatmu dan aku janji tidak akan
merebutnya” Ujar Rio
“Aku juga tidak marah kok sis, aku memaklumi
sikapmu kemarin, Lain kali jangan diulangi lagi ya sis,
jangan mengambil keputusan dengan bantuan egomu saja.
Fikirkan terlebih dahulu apakah dampak positif dan
negatifnya” Ujar Reina

166
“Maafkan aku ya teman teman, aku sangat berterima
kasih kepada kalian semua” Ujarku
“Aku dan Reina sudah memaafkanmu sis, aku harap
kita dapat berteman dengan baik dan tetap menjadi
sahabat yang selalu ada dalam suka maupun duka” ujar Rio
Aku hanya mengangguk dan tersenyum, aku sadar
sikapku kemarin salah besar. Dan aku harus memperbaiki
sikapku ini. Setelah itu Reina memelukku hangat, dan
berbisik kepadaku akan membuat mie.
“Ayo sis membuat mie instan, hitung-hitung
pengganjal lapar” ajak Reina
“Siska saja ya yang diajak, yasudah aku membuat mie
sendiri” Canda Rio
“Wahh, maaf maaf aku lupa” Ucap Reina
“Ayo Rio kita buat mie instan” Ajakku
“Gass.... Yuk kita buat” Ucap Rio dengan semangat
Akhirnya kami membuat mie instan, sangat senang
hatiku. Reina dan Rio sama sekali tidak membenciku
karena sikapku, aku sangat merasa bersalah. Aku sangat
berterima kasih pada Tuhan, telah memberikan teman yang
baik. Aku sangat bersyukur, Disekelilingku masih banyak
orang yang peduli terhadapku. Walau sikapku yang seperti

167
ini, mereka malah memberikan pengarahan kepadaku agar
tidak bertindak tanpa berfikir. Aku sekarang tahu bahwa
segala hal harus difikirkan matang matang.

168
Bisu
Oleh: Julianda Setyawati

Bisu. Sebuah cerita dari buku diaryku yang berdebu.


Cerita bisu yang membunuhku. Bisu membangun dinding
kokoh antaraku dengannya. Bisu yang bisa mengatakan
kebenarannya.

~~

Pagi itu aku berangkat sekolah seperti biasanya.


Setelah ku pakai sepatu, aku segera menghampiri ibuku
yang sedang duduk di atas motor. Tak butuh waktu yang
lama, aku sudah sampai di depan gerbang SMP Harapan.
Segera saja aku menaiki tangga menuju kelas X IPA 1.
Memang benar aku adalah salah satu murid di sini. Tak
seperti murid yang lain, aku cukup istimewa karena
menjadi salah satu siswa beasiswa di sekolah swasta ini.
Keluargaku bisa dibilang kurang mampu hingga
memaksaku untuk rajin belajar agar memperoleh beasiswa
demi kelanjutan pendidikan. Bersyukurnya diriku teman-

169
teman tak memandang kasta. Aku sangat menyukai teman
kelasku.
Ku buka buku sambil menunggu bangku terisi penuh.
Biasanya, sekitar 15 menit setelah aku duduk kelas sudah
berubah layaknya pasar. Namun, hingga 5 menit menuju
bel masuk belum ada tanda-tanda kedatangan murid.
Bahkan saking sepinya kelas ini, suara ketukan kakiku yang
tak sabar menunggu terdengar menggema. Hentakan
sepatuku semakin cepat. Gigiku tak berhenti bergeletuk.

KRING...KRING..KRING
Denting bel memenuhi kepalaku. Ini benar-benar
meresahkan.
“Kemana mereka semua?” pikirku.
Air mata sudah berkumpul menutupi pandanganku
dari pintu. Sudah cukup, aku tak tahan lagi. Segera ku pacu
kakiku keluar dari ruangan ini. Bingung dan sedikit lega
melihat mereka semua ada di lapangan dan memakai
seragam olahraga.
“ah.. Apakah hari ini ada jam olahraga? Seingatku jam
olahraga adalah hari Kamis,” heranku dengan tergesa-gesa
menghampiri mereka.

170
Sesampainya di lapangan, aku melihat Pak Rio
melihatku dengan heran. Bergidik aku melihat Pak Rio
menyatukan alis. Pasalnya, guru olahraga ini sangat galak.
Dengan alis yang berkerut, Pak Rio mengahmpiriku dengan
mengetukkan penggaris panjangnya.
“VRELLA KENAPA TAK JUGA BERGANTI BAJU? MAU
SAYA KURANGI NILAIMU?” aku tersentak mendengarnya
berteriak.
“Maaf pak. Anu..t tapi.. saya tidak membawa bajunya,”
jawabku dengan gugup tak berani melihat Pak Rio.
Pikiranku berkecamuk menghadapi situasi dimana aku
sendiri yang tidak membawa baju olahraga saat ini.

PRANG...
Sekali lagi aku tersentak karena penggaris besi itu
dilempar oleh Pak Rio.
“Lari lapangan 10 putaran!” tegasnya dengan
tampang sangar.
“Tapi pak.. anu itu...”
“NGGAK ADA TAPI-TAPI AN. KAMU MILIH LARI
ATAU SAYA KASIH KAMU NILAI MERAH?” teriak Pak
Rio memotong alasanku.

171
Tidak bisa kubiarkan nilaiku merah atau beasiswa
taruhannya. Dengan pasrah aku berlari. Sedikit kulirikkan
mataku ke pinggir lapangan. Kerudung yang mulai lepek
basah keringat tak kupedulikan sesaat ketika
temantemanku menunjuk-nunjuk diriku dengan tertawa.
Kupaksa memacu lariku untuk menghilangkan pikiran
negatif di kepalaku.

~~

3 jam mata pelajaran olahraga kuhabiskan untuk


menyelesaikan hukuman dari Pak Rio. Ku tolehkan
kepalaku memantau suasana lapangan. Lapangan sudah
sepi menyisakan diriku. Segera ku sandang tasku menuju
kamar mandi untuk mencuci mukaku yang sudah kucel.
Namun, baru saja kakiku masuk, dingin air mengejutkanku.
Terlepas dari kondisi diriku saat ini, teman-temanku sibuk
di depan kaca menyisir rambut dan berbenah kerudung.
Aku terpaku tanpa bisa berkata-kata. Aku berlari ke
kelas dalam keadaan basah kuyup.
Kejadian aneh sepanjang hari menimpaku. Aku
merasa teman-teman menjauhiku. Sesampainya di kamar,

172
segera saja ku raih handphone jadulku untuk mengirim
SMS kepada ketua kelasku mengenai kejadian hari ini.
Maklum saja, diantara teman-temanku hanya aku saja yang
belum punya handphone android. Di saat teman-teman
membahas media sosial, hanya aku yang tak paham.
“Ris, kok hari ini aku ngerasa kalian semua
menjauhiku. Aku ada salah ya? Kalo emang aku udah
keterlaluan aku minta maaf Ris! Kalo ada masalah ngomong
aja langsung ke aku ya. Maaf Ris aku nggak bisa ngomong
banyak soalnya pulsaku hampir habis,” begitulah isi
pesanku.
Dan yap setelah mengirim pesan itu, pulsaku langsung
habis TT. Sambil menunggu balasan, aku mengerjakan PR.
Namun, sudah 2 jam lamanya aku menunggu baasan tapi
tidak kunjung datang. Sejenak terlintas ide gila di pikiranku.
“Kalau memang mereka udah nggak mau temenan
sama aku, aku bisa jadi orang lain untuk tetap berteman
dengan mereka,” pikirku. Dengan segera aku mengambil
uang Rp 7000,- dari tabunganku untuk membeli kartu baru
ke abang konter.
“Semoga saja berhasil, aamiin,” doaku.

173
~~

“Halo Rista ya? Aku Rini dari Jakarta pengen kenalan


sama kamu. Aku tau nomormu dari akun pesbookmu.
Salken ya!” begitulah isi pesanku.
“Maaf saya nggak kenal kamu. Gausah hubungi saya
lagi,”
“Jangan gitu dong. Aku cuma pengen kenalan kok,”
Balasku dengan risau.
“Kamu Vrella ya? Ngaku!” balasnya.
“Aku Rini bukan Vrella. Kok kamu gak percaya sih,”
tanganku mulai gemetar takut ketahuan.
“Jadi gimana Ris? Mau nggak jadi temenku. Nanti
kamu bisa cerita apa aja ke aku. Aku lagi nyari teman online
gitu. Mau ya?” balasku lagi karena tak kunjung ada balasan
dari Rista.

~~

Kantong mata menghiasi wajahku karena semalaman


aku merenung memikirkan kesalahanku kepada mereka
dan cara agar aku tetap bisa berteman dengan mereka.

174
“Selamat pagi semua!” sapaku. Tapi heningnya kelas
membuatku malu. Mataku beralih melihat bangkuku yang
seharusnya bertengger di samping bangku Tono kini telah
berpindah ke pojok belakang.
“anu.. Tono kenapa bangkuku pindah ya?” tanyaku
termangu. Tono hanya memandangku sekilas lalu
mengalihkan lagi pandangannya ke game di handphonenya.
“haaahhhh..”, helaan napasku dengan terpaksa pindah
ke belakang.
Baru saja pantatku mendarat, isakan tangis Rista
memenuhi ruangan kelas.
“Kamu kenapa Ris?” tanyaku dengan khawatir. Rista
menepis tanganku yang ada di pundaknya.
“VRELLA KAMU APAIN ANAK SAYA? HA?” aku
tersentak oleh teriakan Bu Dewi.
“Maaf bu saya tadi cuma tanya Rista kenapa,”
ungkapku
“KEMARIN KAMU APAIN ANAK SAYA SAMPEK
NGGAK MAU KELUAR KAMAR?” tanyanya lagi tanpa
mengecilkan volume suaranya.
“Saya nggak ngapa-ngapain anak ibu. Malah harusnya
saya yang tanya kenapa kemarin saya dibully sama anak ibu

175
dan temannya” sarkasku mulai tak tahan. Setelah
kupikirkan, aku sadar kemarin mereka memang sengaja
menjahiliku hingga aku pulang ke rumah dengan basah
kuyup.
Tiba-tiba wali kelasku datang menghentikan
perdebatan yang mulai memanas.
“huhu.. Maaf Bu Winda saya mengganggu. Tapi saya
mau tanya sama Vrella kenapa anak saya dibully?” ucapnya
dengan membalikkan kenyataan.
“Vrella kalau anak saya nakal kamu bilang aja sama
ibu, biar saya tegur Rista. Tapi jangan kamu bully Rista.”
Ucapnya lagi memojokkanku. Sedangkan Rista sebagai
tersangka utama hanya sesenggukan.
“Sudah bu. Mari ikut saya ke kantor saya saja,” ajak Bu
Winda.
Dapat kulihat dari jendela kelasku, Bu Dewi masih
saja menangis di depan kantor Bu Winda. Kepalaku rasanya
sangat berat. Semua anak-anak kelas mengerubungi Rista
seperti semut menemukan gula. Rista dibanjiri oleh
pertanyaan dimana aku sebagai tersangka. Tak ku sangka
niat baikku yang ingin tetap berteman dengan Rista
berujung pertikaian serius.

176
Tok...tok....tok...tok..
Langkah Bu Winda terasa berat di telingaku. Sorot
matanya tajam menatapku. Aku merasa sedikit kesal
karena aku serasa tersangka tanpa ada pengacara di
sampingku.
"Vrella dan Rista ikut ibu keluar sebentar!" Titahnya.
"Ibu tau kamu kecewa karna tidak diberitahu
perubahan jadwal olahraga, tapi kamu tidak semestinya
mengancam Rista dengan SMS seperti itu. Untung saja
kemarin Bella cerita ke Rista, kamu beli nomor handphone
baru," sorot tak enak mengarah padaku.
"Ibu tau kamu paling pintar di kelas ini. Tapi kamu
nggak boleh sombong dan membully temanmu Vre,"
lanjutnya terus memojokkanku tanpa mendengar cerita
dari sudut pandangku. Setelah mengatakan kata-kata tak
berdasar itu, Bu Winda berbalik ingin kembali ke kelas.
Tapi tanganku gatal untuk mencegahnya. Ku cengkeram
lengan bajunya.
"Maaf Bu tapi cerita ini seperti diputar balikkan. Hiks!
Saya nggak pernah membully teman-teman. Hiks! Saya
nggak pernah berani merasa saya paling pintar di sekolah

177
ini. Hiks! Justru saya di sini sebagai korban Bu.. kemarin
saya bahkan disiram sama..",
"Yaudah nggak usah diperpanjang lagi. Ayo Vre kamu
harus minta maaf sama Rista! " potong Bu Winda. Dengan
sedikit tak rela, aku meminta maaf kepada Rista dan teman-
teman di depan kelas.

~~

Esok harinya, ibuku dipanggil kepala sekolah untuk


menghadap. Aku tak berani menatap mata ibuku. Bu Dewi
ternyata tidak puas dengan kasus kemarin. Ia
melaporkanku ke kepala sekolah langsung dengan
koneksinya. Alhasil saat itu juga aku mendapat surat
panggilan orang tua. Layaknya palu menghantam kepalaku
ketika menerima surat itu. Pertama kalinya aku merasa
kecewa dan marah kepada teman-temanku. Apakah pesan
yang ku kirim untuk Rista sebegitu salahnya? Aku hanya
ingin tetap berteman dengan mereka hingga mencoba
untuk menjadi orang lain.
Aku mengintip dari pintu ruang kepala sekolah, ibuku
bersimpuh di bawah kaki kepala sekolah sambil menangis

178
meraung-raung. Ingin kupeluk raganya. Tapi kakiku
terpaku di sana. Dapat kudengar ibuku meminta
keringanan agar aku tetap bisa bersekolah di sini.
"Saya mohon pak! Anak saya nggak bermaksud
seperti itu. Saya mohon jangan keluarkan dia!" pinta ibuku
hingga bersujud.
"Bagaimana nanti nasib anak saya kalau dia
dikeluarkan pak... huhu," lanjutnya tak henti hentinya
bersimpuh dan bersujud. Aku benar-benar tak tahan
melihatnya. Ingin ku tarik ibuku dan pergi dari sini.
"Bapak hukum saja anak saya apa saja. T-tapi jangan
bapak keluarkan dia.." pintanya lagi. Dengan teganya kepala
sekolah, tidak menggubris raungan ibuku. Ku seret kakiku
mendekati ibuku dan menariknya pulang.

~~

Seminggu sudah berlalu sejak dikeluarkannya diriku


dari sekolah itu. Kini, aku bersekolah di sekolah negeri
dekat rumah nenekku. Ibuku kecewa padaku dan masih
belum menerima kenyataan bahwa aku satu-satunya anak

179
yang dibanggakan dikeluarkan dari sekolah dengan tidak
terhormat.
Di sini, aku tidak akan mengulangi kesalahanku dan
akan ku buktikan lagi aku bisa jadi anak yang
membanggakan ibu. Tak sadar, ternyata aku telah
mencapai halaman terakhir coretanku.

180
Kampung Kakek
Oleh: Kevin Erfian Pratama Putra

Kisah ini bukan aku yang mengalami. Ini cerita


seorang kawan yang kebetulan aku tahu lokasinya. Cerita
ini aku rekonstruksi, supaya alurnya lebih runut.
Sebut kawanku Bayu. Bayu lahir dan besar di kota S.
Perjumpaannya dengan desa terbilang sangat jarang. Paling
sering ketika dia di ajak ayahnya mengunjungi desa
kelahiran ayahnya di daerah K setiap lebaran. Tapi tentu
acara seperti itu paling-paling hanya sehari dua hari.
Tapi ketika pergantian semester 1 ke 2 ketika dia
kuliah, dia sempat mengalami sakit cukup parah terkait
pernapasan. Mamanya tahu bahwa sakit itu diakibatkan
karena Bayu yang sebenarnya diam-diam sudah merokok.
Mama sering mencium bau rokok dan menemukan
tembakau di baju-bajunya.
Bayu tidak bisa mengelak. Ketika di roentgenter dapat
beberapa flek di paru-parunya. Dia harus di rawatdi RS
selama 3 minggu. Sepulang dari RS dia di minta untuk
berapa di ruangan yang lebih sejuk. Selama beberapa

181
minggu tidak di perkenankan ke tempat yang terpapar asap
jalan dll.
Orang tua Bayu, karena mereka sebenarnya keluarga
cukup mampu, mereka sudah memasang AC di seluruh
rumah. Tapi dasarnya Bayu, dia tidak bisa hanya duduk
tenang dirumah. Adik perempuannya, yang sudah masuk
SMA juga sering mengejek, 'jago kok jago bengek!' dia lama-
lama kesal juga. Akhirnya ayah dan mamanya berpikir
untuk membawa Bayu ke desa orang tua ayahnya.
Kebetulan desa itu di kelilingi perkebunan kopi dan coklat
serta hutan di sekitarnya masih tergolong lebat.
"Aku itu gak suka di sana lo, yah!"
"Lah apa ya kamu lebih suka kalau tambah parah?"
"Sinyal aja terbit terbenam semaunya sendiri."
ujarBayu,
"Kalau ada apa-apa urusan kampus gimana?"
Mamanya menambahi ayahnya,"Bayu, sehat itu lebih
penting, cuti dulu saja semester depan ini. Apa gunanya
nanti jadi arsitek tapi sakit-sakitan?"
"Iya, nak, sekalian jaga kakek."
Bayu tambah meradang, "Itukan alasan sebenarnya,
biar kakek ada yang nemenin."

182
Mama, "Ya gaklah! Biar kamu sehat kok! Ya apa sih
arek iki, di kandhani kok angel!"
Ayah,"Wong kamu di sana lo ya paling cuma 1
bulanan, gak akan ganggu kuliah. Lagian jaga kakek apa
salahnya."
"Aku itu tiap kali ke sana itu kayak perasaanku gak
enak, Yah!"
"Perasaanmu itu enak cuma kalau lagi main game
online!" Sosor Sara, adiknya.
"Cilik-cilik melok ae!"
"Puasa main, Mas! Sekali-sekali hidup prihatin."
"Coba kamu yang kesana."
"Lah lapo wong aku gak lara kok!"
"Nantikan di rumah ada Pak Lik Buadi sama Bu Lik
Semi. Mereka mesthi seneng kalau kamu ke sana."
Pak Buadi adalah adik dari ayah Bayu. Dia sudah
menikah dengan Bu Semi 12 tahun tetapi belum juga di
karuniai anak. Karena itu ketika ada saudara yang datang
ke sana membawa anak biasanya mereka akan sanga
tsenang.
"Disana itu tugas kamu cuma satu, Bayu," tambah
Mama,

183
"Tugas kamu itu jadi sehat. Kalau sudah sehat ya
sudah balik lagi. Nanti biar mama sama Sara yang bantu
ngurus urusan kampus wis."
Merasa bahwa dia tidak akan menang, Bayu diam saja.
Besoknya Bayu dan keluarganya berangkat ke desa P,
tempat tinggal kakeknya. Desa tersebut memang cukup
jauh dari kota. Untuk sampai kota K yang terdekat, mereka
harus perjalanan mobil dua jam. Kota kecamatan terdekat
P2, harus di tempuh dalam satu jam lebih.
Anehnya, ketika mulai masuk kota P2 (perjalanan dari
kota S ke desa P harus melewati P2), Bayu merasa
tubuhnya semakin dingin. Keringat yang menetes-netes
dari tubuhnya justru membuatnya semakin menggigil.
Sara yang mengetahui itu pertama kali, "Ma, Yah! Mas
Bayu kok pucat se!"
Tapi yang terjadi, Bayu justru tersenyum-senyum
sendiri.
Dia menggaruk-garuk belakang lehernya. Lalu tiba-
tiba tertawa-tawa.
"Mas!"

184
Sara menggerak-gerakkan badan kakaknya.
Walaupun matanya membuka jelas Bayu tidak benar-benar
sadar.
"Mulih, Sar..."
Sesudah mengatakan itu, Bayu tiba-tiba muntah-
muntah sangat banyak. Seluruh mobil tengah penuh
dengan muntahnya Bayu. Dia juga terbatuk-
batuk .Beberapa titik darah memercik ke bajunya dan baju
Sarah.
Melihat itu semua orang panik. Mobil di belokkan ke
RSUD terdekat. Bayu di gandeng masuk.
Setelah pemeriksaan diketahui bahwa darah tersebut
berasal dari fleknya. Bayu disarankan untuk dirawat inap
dulu beberapa hari sampai kondisinya kembali stabil.
Ayahnya segera menelpon kantor, meminta ijin untuk
beberapa hari. Siapa tahu Bayu akan lama di RS tersebut.
Tapi yang aneh adalah sore harinya tubuh Bayu sudah
nampak sangat sehat. Tidak nampak bahwa dia tadi sempat
mengalami sakit yang demikian. Dokter dan perawat juga
kaget dengan keadaan Bayu. Tapi demi amannya, Bayu di
minta untuk tetap istirahat dulu, paling tidak 3 hari.
"Mas Bayu gak pingin ke P ya?"

185
Bayu berjalan di selasar RS tersebut bersama Sara
yang menggelindingkan tiang infusnya.
"Gak lah gak apa-apa."
"Aku ikut merasa bersalah kemarin ikut manas-
manasin. Mas Bayu tadi bilang mulih(pulang). Kepingin
pulang ta?"
"Hah? Gak lah siapa juga pingin pulang? Aku pikir
bener mama sama ayah. Mending sehat aja dulu."
"Lah tadi itu?"
Justru Bayu yang kelihatan bingung dengan apa yang
dikatakan Sara.
"Yawis, nanti tiap Minggu tak sambangi Mas." Sara
tersenyum.
Tiba-tiba seorang anak kecil berjinjit berjalan di
sebelahBayu. Anak itu menoleh kepada Bayu, tersenyum
sangat lebar. Lalu berlari ke kamarnya.
"Siapa anak itu tadi Sar?"
"Anak mana?"
"Itu tadi, yang lari masuk kamar." Sara melihat pintu
kamar yang tertutup. Mengangkat bahunya.
" Memangnya ada berapa orang yang di rawat di
kamarku, Sar?"

186
"Dua orang tok to. Tadi cari yang paviliun lagi habis
ternyata kamarnya, tinggal kamar kelas 1."
"Yang sakit sebelah ku siapa?"
"Orang dari J, gangguan lambung apa gimana gitu
katanya."
Tiga hari kemudian, Bayu keluar dari RS, tapi Bayu
tidak pernah melihat anak kecil itu lagi.
"Lihat kamu datang disambut jathilan
(kudalumping)." kata mama bersemangat.
"Mana ada! Itu orang punya gawe kali, Ma!" jawab
Bayu.
"Eh,Yah!" teriak Sara kepada ayah,"Cepetan ke
kakeknya, aku pingin nonton ini, nanti keburu abis."
"Halah tontonanmu!" Bayu mengumpat,"Jarene arek S,
tapi jiwanya jiwa P."
"Ye, apa salahnya? Ini itu melestarikan kebudayaan
tahu."
"Iya lagian apa bedanya jathilan sama acara-acara
pengusiran hantu di TV-TV itu." ayah menimpali,"Beda
kemasan saja."

187
"Sok kota kamu mas wong arek S ae lo! Jange nek
tinggal nang Los Angles ngunu lo sombong gak apa-apa."
ejek Sara.
Kakek kelihatan sangat senang ketika Bayu datang.
Pak lik dan Bu lik juga sudah menunggu.
"Sepurane(maaf)ya Pak lik dan Bu lik kemarin gak
bisa sambang ke RS, simbah(kakek) juga pas ngedrop
kemarin." ujar Pak lik.
"Loh kok Pak Lik tahu kalau aku masuk RS lagi."
Paklik,"Disini juga ada sinyal Yu,di bawah bambu-
bambu di sana itu."
"Tapi ya cuma disana aja." Bu lik
menambahi,"Yaampun, Sara tambah ayu, cah!"
"Piye, bapak?" ayah bertanya kepada Pak lik.
"Wis kok, Mas! Penyakit tua. Kangen putune, diarep-
arep teka malah mlebu RS."
Kakeknya tersenyum bahagia. Tapi beberapa kali dia
melirik kepada Bayu dengan aneh. Dia seperti melihat
melampaui Bayu, di balakang Bayu. Bayu menoleh ke
belakang. Tidak ada apa-apa. Kakek lalu ikut tertawa
bersama yang lain. Seperti melupakan apa yang baru saja
dia lakukan.

188
"Kenapa Bayu?" tanya Bu lik.
"Nggak apa-apa Bulik."
"Ayo bu lik antarkan ke kamarmu. Naruh barang-
barang." Bu lik mengiringnya ke kamar depan." Ini dulu
kamarnya kakek, tapi sekarang biar kakek lebih gampang
ke kamar mandi, kakek pindah ke belakang. Kalau masih
ada bau-bau orang tua ya wajar ya." Bu lik tertawa."Nanti di
buka aja jendelanya, angin pegunungan K baik untuk
kesehatan. Sekalian mengusir baunya kakek. Gak pesing
kan?"
"Enggak bu lik."
"Oh ya kalau kakek aneh-aneh, biasa saja, ya."
"Maksudnya Bu lik?"
"Ya namanya orang tua ya, sudah tidak seperti jaman
muda dulu, kadang nangis sendiri, nelangsa mungkin.
Kadang ngomong sendiri. Kadang tiba-tiba tertawa-tawa.
Sudah hampir sembilan puluh, Yu."
"Iya sepuh sekali ya, Bu lik."
"Lah wong anaknya saja ada enam. Ayahmu anak
kelima saja sudah lima puluhan sekiankan sekarang. Ya
nanti lama-lama di sini kamu akan terbiasa sama kakek.
Jarang-jarangkan bisa lama-lama di sini."

189
"Makasih sekali, lo, Bu lik."
Begitu mereka keluar kamar Sara dan mama sudah
siap keluar nonton jathilan.
"Aku ikut!" teria kBayu.
"Ojo melu!" balas kakek. Semua sempat kaget, karena
suara kakek cukup keras. Wajahnya juga menegang. Namun,
kakek kemudian melunak kembali dan tersenyum,"Lah
wong masih baru sembuh gitu kok."
"Nggak apa-apa, Mbah, biar gaul sama budaya sini
juga.
Masak main sama HP aja." ayah meminum kopi yang
sudah disiapkan di meja sebelumnya.
"Yawis ati-ati. Arek-arek cilik biasane playon (anak-
anak kecil biasanya berlarian) kalau ditontonan ngono iku."
Bayu dan Sara saling berpandangan. Sara
menggandeng tangan Bayu sambil membisikkan,
"Biasa...orangtua!"
Mereka cekikikan berdua.
"Hush gak sopan!" mama ikut berbisik. Tapi lalu ikut
tertawa juga.
Lapangan itu sangat luas. Ada dua buah gol pal disisi
utara dan selatan. Kalau sendang tidak ada acara, lapangan

190
itu pasti dipakai oleh anak-anak setempat untuk bermain
bola. Pepohonan bambu mengelilingi di sisi barat,
menghalangi sinar matahari sore. Udara masih tetap sejuk
bahkan pada jam 3 sore seperti itu. Disekitar lapangan itu,
beberapa rumah dari kayu Jalan di sebelah lapangan
memang mengarah ke arah perkebunan dan hutan. Rumah-
rumah itu tidak ditempati, biasanya dipakai oleh penduduk
sekitar menyimpan kopi dan coklat setelah dipanen
sebelum dijemur.
Ada beberapa gubuk di dalam hutan dan kebun.
Biasanya tidak besar, gubuk itu digunakan untuk orang-
orang yang bara. Orang-orang yang bukan berasal dari desa
itu tapi ikut bekerja di situ. Biasanya mereka yang
mengurus perkebunan setiap harinya. Sehingga mandor
tidak usah mengecek setiap hari.
Rumah rumah mereka terpisah jarak cukup jauh
antara satu dengan yang lain. Karena berada di tengah
kebun dan hutan maka juga terpisah cukup jauh dari desa P.
Mereka menggunakan gubuk-gubuk itu termasuk untuk
tidur malam, beberapa gubuk bahkan sudah menyerupai
rumah kayu sedernaha.

191
Daerah pegunungan K terkenal sebagai penghasil kopi,
coklat, dan nanas. Desa P adalah desa terakhir yang
langsung berbatasa dengan wilayah perkebunan dan hutan
serta Gunung K. Listrik baru masuk ke desa itu beberapa
tahun belakangan.
Karena itu daerah tersebut cukup tertinggal
dibandingkan daerah lain.
"Gila ya Ma! Itu ayam hidupya?" Sara bergidik
memegang tangan mamanya ketika salah seorang penari
jathilan merobek kepala ayam dengan giginya. Darah
menetes netes dari kepala ayam yang terbelah itu.
Penari itu menggeletak kepala ayam tersebut hingga
otak ayam itu muncrat di sepanjang wajahnya. Tanpa
menunggu dia menarik kepala ayam itu hingga terlepas
sama sekali. Ayam itu tampak menggelepar-gelepar. Tapi
penari itu membantingnya lalu menggigitinya lagi.
Musik terompet dan gamelan semakin pacu. Beberapa
penari perempuan masih menari serempak mengikuti
alunan musik ketika seorang penari lain mengendus-
enduss esajen yang disediakan di pinggir lapangan. Dengan
mata yang nyalang dia memakan sesajen itu lengkap

192
dengan kemenyan yang masih mengepul bara. Tidak
nampak dia yang kesakitan atau kepanasan.
Dukun jathilan memberikan sebuah lampu neon
panjang. Dan tetap dengan mata yang nyalang, sesekali
menutup seperti orang mabuk, dia mengeremus lampu itu.
Dia mengunyahnya seperti kerupuk.
Penonton terhardik ke belakang sambil menatap
ngeri. Sara terus memegang mamanya. Mama berbisik
supaya kembali saja ke rumah kakeknya. Mamanyat idak
kuat. Tetapi Sara tetap menahan mamanya. Dia menikmati
pertunjukan itu. Mata Bayu justru melihat ke atas, ke
rumah kakeknya. Lapangan itu ada di daerah bawah,
karena rumah kakek Bayu ada diatas ,walaupun jauh,rumah
itu tetap kelihatan. Bayu menatap kakeknya yang masih
duduk di depan rumahnya. Bayu seperti merasakan dia
saling bertatapan dengan kakeknya. Tapi tidak mungkin,
kakeknya pasti sudah terlalu tua dan tak bisa melihat
dengan jelas lagi. Begitu matanya kembali kelapangan ke
arah jathilan, tiba-tiba saja Bayu melihat tiga sampai lima
anak ikut menari-nari di tengah lapangan.Anak-anak kecil.
Salah satu dari anak kecil itu menatap kepada Bayu,
wajahnya miring, dan tertawa dengan lebar. Bibirnya dari

193
pipi satu ke pipi yang lain anak-anak itu bergerak serempak
seiring tabuhan musik. Seperti deretan orang yang naik
kuda. Bergoyang-goyang dan sesekali melonjak-lonjak.
Anak kecil itu, yang wajahnya miring dan tertawa
sangat lebar. Bayu mengenal wajah itu. Tiba-tiba musik
seperti bertambah keras ketika... anak itu bersama teman-
temannya bergerak mendekat kearah Bayu. Semuanya
mendekat serempak. Sara sudah tidak ada. Mamanya sudah
tidak ada. Anak-anak itu berlima mereka semakin
mendekat, wajah mereka tertawa, menyeringai dari pipi ke
pip ilain. Mata mereka bulat. Ketika itu Sara menggoyang
Bayu,"Mas, sudah sampai." Bayu tergeragap. Dia, Sara, ayah
dan mama masih berada di dalam mobil. Mereka ada di
depan rumah kakeknya."Mimpi apa mas? Kok sampai
ndleming (mengigau)?" Sara tertawa-tawa mengejek.
Bayu merasakan ada yang dingin di leher
belakangnya. Mereka keluar dari mobil. Persis sama seperti
yang dialaminya sebelumnya. Hanya saja tidak ada
tanggapan di bawah. Tidak ada jathilan, tidak ada
gamelan.Desa itu sepi seperti biasanya. Bayu mencium
tangan kakeknya, mencium pipinya, ketika kakeknya
berbisik" Gak apa-apa. Ada yang senang kamu datang."

194
Kembali leher belakangnya meregang, dingin. Namun
senyuman kakeknya yang tulus menenteramkannya. Dia
berusaha untuk tenang. Hanya saja kali ini kakeknya yang
mengantarkannya ke kamarnya. Tetap dikamar depan.
"Gak perlu takut."

195
Laluna
Oleh: Khofifah Diah Febrianti

Sajak lagu memang indah apalagi dipadukan dengan


secangkir kopi, akan tetapi sajak rindumu bukan hanya
untukku tapi untuk orang lain. Dia yang selalu ada akan
kalah dengan dia yang dicintai. Seperti kata pepatah gajah
dipelupuk mata tak tampak, semut diseberang lautan
tampak.
Inilah kisahku Clara Angelin, sering disapa Elin anak
bobrok kesayangan bunda yang dikecewakan dengan
berbagai kenyataan. Akan tetapi, ada obat dari segala
lukaku yajtu orang terdekat ku. Hari-hari ku cukup
berwarna dengan adanya orang tersayang. Sampai ketika
satu masalah membuatku mengenal akan dunia yang
sebenarnya.
Bel sekolah berbunyi, aku dan teman-teman ku masuk
ke kelas. Mata pelajaran kali ini adalah pelajaran
kesukaanku yaitu seni musik. Aku menyukainya karena
musik salah satu alat ampuh yang membuatku tenang.
Begitu pelajaran dimulai teman sebangku ku menyenggol

196
tanganku dan bertanya “Lin udah siap belum?,” “udah
dong” jawab ku percaya diri, temanku yang mendengar
itupun tersenyum bangga. Aku cukup gugup walaupun aku
percaya diri karna aku akan maju pertama kali untuk
mempersembahkan karya lagu milikku sendiri. Setelah aku
selesai menampilkan nya aku tidak menyangka ternyata
banyak yang suka dengan karyaku, respon positif yang ku
terima membuat ku senang bukan main bahkan aku tidur
dengan sangat nyenyak.
Keesokan harinya, sebelum pelajaran olahraga aku
berjalan menuju ruang ganti sayup-sayup kudengar Vivi
dan teman sebangku ku Rani membicarakan ku “Elin tu
sombong banget sih jadi orang,” kata vivi, “bener banget,
sok banget sih tau sih lagu dia bagus tapi gak caper bisa gak
sih,” imbuh Rani dengan geramnya. Aku yang berdiri
dibalik pintu toilet hanya bisa diam, hingga suara ketukan
sepatu menjauh aku membuka pintu perlahan dan kembali
ke lapangan. Di dalam perjalanan aku berpikir “Bukannya
mereka support aku ya tapi kenapa gitu?,” batinku bingung.
Saat sampai di lapangan tingkah teman sekelas ku
semakin aneh, mereka membentuk beberapa blok dan
saling berbisik tiba-tiba Pak Toni guru olahraga

197
mengagetkan ku dari belakang “Elin selamt ya kamu dipilih
untuk jadi perwakilan sekolah di ajang FL2SN,” “Lho bentar
pak, maaf sebelumnya pak tapi saya gak paham apa yang
bapak maksud,” ucapku bingung, “Loh gimana to kamu ini
masak belum dikasih taj Bu Rianti?,” tanya beliau bingung
“Belum pak,” “Ooo maaf Lin tadi guru-guru bilang surprise
kok malah saya bilang, maafin bapak ya,” “Ahiya gak papa
pak,”. Setelah percakapan singkat itu aku melihat teman-
teman ku semakin berisik hingga bisikan salah satunya
terdengar di telingaku, “Jadi anak sombong banget, mana
pura-pura gak tau lagi,” katanya sambil melirikku sinis. Ya
tuhan aku memang tidak tau mereka ini ada apa
sebenarnya.
Saat pulang sekolah, anak kelas sebelah memberitahu
ku bahwa aku dipanggil Bu Rianti ke ruang guru. Saat
sampai di dekat meja Bu Rianti beliau langsung menyapaku
dan menyuruh ku duduk di kursi sebelahnya. Saat telah
nyaman dengan dudukku tiba-tiba Bu Rianti menyodorkan
kertas putih di depan mataku, aku yang kebingungan pun
bertanya”Apa ini Bu?,” “Oh itu formulir lomba dan harus
cepat-cepat kamu isi, karna ada anak kelas kamu yang
ambis banget buat ikut lomba ini,” kata Bu Rianti dengan

198
wajah berbinar. Ikut berpartisipasi dalam lomba ini
memang keinginan ku bunda dan ayahpun pasti
mendukung, tapi ada satu fakta menarik siapa anak yang
minat dalam lomba ini, setauku anak di kelas ku tidak
terlalu tertarik di bidang ini.
Setelah meminta izin dari berbagai pihak akhirnya
aku diizinkan ikut dan mengumpulkan formulir ke guru
pembina, tetapi guru tersebut mengejutkan ku
“ Sebelumnya maaf lin, tapi saingan kamu gak mau orang
yang ikut lomba dari saran guru, dia meminta diadakan
vote untuk peserta yang terpilih lomba. Kamu gak papa
kan?,” “Iya pak gak papa, tapi sebenarnya siapa sih pak
saingan saya?,” aku yang kesal mendengar kabar itupun
hanya berani bertanya siapa saingan ku “huh
menjengkelkan” umpatku dalam hati, “Masak kamu gak tau
sih?, Dia temen sekelas kamu namanya Rina,” “Yang bener
pak?,” “Yaiyalah bener masak bapak bercanda,” “Iya pak
terimakasih, kalua gitu saya pamit dulu”. Selama perjalanan
aku berpikir, masih tidak menyangka bahwa Rina orang
yang digadang-gadang menjadi sainganku. Apakah ini
penyebab dari menjauhnya teman sekelas ku, tetapi
aku masih ingat bahwa Rina yangselama ini mendukung

199
hobi ku, lalu kenapa dia bisa setega ini menciptakan konflik
antara aku dan teman sekelas. Andai saja dia bilang kalau
punya minat sama dan ingin mengikuti lomba yang sama
pasti jauh-jauh hari aku akan mengajak nya mendaftar
sebelum kuota habis.
Ternyata rumor yang disebarkan Rina tentang aku
Elin si sombong yang tidak mau mengalah demi temannya
menyebar seantero sekolah. Aku yang sudah tidak tahan
dengan tabiatnya pun mendatanginya yang sedang duduk
di kantin, “Maksud mu apa Rin?,” “Wohoo guys musisi
sekolah kita guys” “ Aku tanya sekali lagi, apa maksud
kamu?, Kamu yang bilang sendiri ke guru pembina kalau
mau nunjukin bakat masing-masing lalu dipilih lewat vote,
tapi kamu sendiri juga yang nyebar gosip kalo aku ngrebut
posisi kamu, maksud mu apa he?,” tanyaku geram, “Gini ya
Elin sayang, aku tu muak sama kelakuan mu daridudlu tiap
ada lomba kamu aja yang dipilih, sedangkan aku ? Aku
Cuma dibilang kurang kompeten tanpa mereka liat bakat
aku, menurut mu gk sakit? Sakit lin,” “Tapi aku gak ada
sangkut-pautnya sama orang yang dipilih lomba aku hanya
penerima amanat dari guru kalo aku wakilin sekolah,”
“Tqpi gara-gara kamulah aku gk ikut lomba dan diremehin

200
dan aku juga capek di rumah dibandingin terus sama
kamu,” “Tapi aku gak tau apa-apa disini aku Cuma dikasih
tau dan aku terima,” “ Ya, tapi kamulah penyebab dari
tersiksanya aku dan aku gak bakal biarin kamu ikut lomba
kali ini, inget itu!.” Katanya dengan kobaran api dimatanya.
Akupun hanya pasrah dan bersiap kembali ke rumah.
Saat sampai rumah, aku langsung menuju kamar ku
dan merenung “apa sebaiknya aku mengundurkan diri?”
tanyaku dalam hati. Setelah ku pertimbangkan dan
meminta pendapat dari orang tuaku mereka mengijinkan
aku undur diri. Mereka tau Ranj adalah sahabat karibnya,
mereka juga menyarankan bahwa aku sebaiknya fokus
untuk ujian kenaikan kelas. Paginya sebelum ke kelas aku
mampir ke ruang guru untuk menyampaikan keputusan
undur diriku, para guru menyayangkan keputusan ku, aku
yang mendengarnya pun membalas senyum. Berita
pengunduran diri ku telah menyebar luas Rani pun tetap
cuek, tetapi berita-berita negatif tentang diriku mulai surut,
setidaknya satu masalah akan berkurang.
Hari ini, hari dimana Rani melaksanakan lomba aku
yang mengetahui itupun hanya mengirim semangat lewat
ponsel. Setelah aku mengundurkan diri, aku memilih

201
menyibukkan diri dengan belajar hal-hal baru, mulai dari
soal sbmptn, memasak dan bercocok tanam. Hati yang
kulewati terasa menyenangkan aku jadi banyak memiliki
waktu dengan keluarga. Ternyata, memiliki bakat
diberbagai bidang sangat menyenangkan dan menambah
ilmu sosial. Aku juga tetap bermain musik dan menulis bait
kata sesekali bila aku ingin dan aku mencintai hidupku
selalu dan tak kan pernah menyesali apa yang telah kupilih.
Apa yang akan terjadi aku akan tetap bersyukur dan
berjanji akan menjalaninya dengan sebaik mungkin.
Lakukan apa yang kamu mau dan jangan pernah menyesal,
karena menyesali keputusan tidak ada gunanya, lebih baik
rancanglah hal-hal yang telah kalian tentukan agar tidak
ada kata menyesal dalam mengambil keputusan.

202
Impian
Oleh: Lailatul Muadzah

Impian. Dalam hidup kita pasti mempunyai sebuah


impian. Dan kita untuk mencapai impian tersebut kita
mestinya berjuang. Seperti berjuang dalam mencapai
citacita. Pasti semua orang memiliki keinginan untuk
mencapai cita-cita. Berjuang tidak mudah, kita juga harus
berkorban dengan apapun yang kita miliki, dengan sekuat
kemampuan kita demi mencapai keinginan yang ingin di
raih. Berjuang memang sulit untuk dilakukan. Tetapi
dengan kita yakin, senang dalam menjalaninya dan
bersungguh-sungguh ingin mencapai keinginan kita, rasa
sulit itu tidak akan terasa.
Di sebuah kompleks yang ramai penduduk tetapi
sangat rukun, damai dan nyaman, kompleks itu bernama
kompleks indah. Di kompleks itu semua orang sangat hidup
rukun, dan juga ramah. Tinggallah seseorang yang bernama
Aila Putri. Aila berasal dari sebuah keluarga yang baik,
ramah, sederhana dan berkecukupan. Sekarang Aila sudah
naik ke kelas 12 SMA dan artinya dia harus segera

203
menentukan dimana dia akan berkuliah dan menggapai
cita-citanya, dia bersekolah di SMA Negeri 1 Indah Bangsa,
yang tidak jauh dengan kompleks nya. Ayah Aila yang
bernama Dodi Herdiawan yang sangat pekerja keras dan
sangat sayang kepada anak-anaknya dan juga istrinya, dia
bekerja di perusahaan miliknya. Dan dia sangat sayang
dengan anaknya, Aila, karena Aila adalah anak yang
terakhir dari dua bersaudara. Dia menginginkan Aila
menjadi seorang dokter, yang sukses seperti kakaknya. Ibu
Aila bernama Aisha Indah, seorang ibu rumah tangga, ia
juga sangat sayang dan baik kepada suami dan
anakanaknya. Dia selalu mendukung semua keputusan
anaknya. Kakaknya yang bernama Andi Ardian, seorang
dokter muda itu juga sangat sayang dengan adiknya dan
juga orang tuanya. Dan Kyla Ashila, sahabat terbaik yang
Aila punya. Kyla sangat baik dan ramah, rumahnya juga
satu kompleks dengan Aila.
Mentari pagi yang cerah, di hari Minggu ini, sekitar
pukul 05.30, Aila dan Kyla sudah siap untuk bersepeda pagi
mengelilingi kompeks. Di tengah jalan mereka berhenti
sejenak dibawah pohon yang rindang untuk istirahat dan
Kyla bertanya kepada Aila, “Ila, kita kan sudah kelas 12,

204
gimana? Kamu akan mengambil jurusan apa di Universitas
yang kamu inginkan nanti? Aila pun menoleh dan
menjawab, “Sebenarnya aku ingin mengambil jurusan
arsitektur Kyl, tetapi apakah orang tua ku akan setuju
dengan hal ini? Sedangkan kamu bagaimana? tanya Aila.
“Sebenarnya aku ingin mengambil jurusan dokter, tetapi
aku masih dengan hal itu,” jawab Kyla. “Tidak usah ragu Kyl,
pasti orang tua mu mendukungmu.” Kata Aila. Kyla hanya
tersenyum, dan mengajak Aila lanjut bersepeda. Mereka
memang dekat sejak kecil. Kyla pun juga sering bermain ke
rumah nya Aila. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan
pukul 07.00 WIB. Mereka berdua kembali ke rumah nya
masing-masing. Ketika Aila sampai di halaman rumah nya
dan memarkir sepedanya, “Aila..” teriak ayahnya yang
sedang menyiram tanaman. “Iya ayah, ada apa?” tanya Aila.
“Sini, bantu ayah menyiram tanaman.” Aila pun
menurutinya. Ditengah-tengah Aila sedang menyiram
bunga, ayahnya berkata, “Nak, ayah mau berbicara sama
kamu nanti, setelah menyiram tanaman ini silahkan kamu
mandi setelah itu kita berbicara, ayah tunggu di depan Tv.”
“Baik ayah.” jawab Aila. Kemudian Aila melanjutkan
menyiram bunga nya sendirian dan ayahnya pergi ke dalam

205
rumah untuk istirahat. Karena ini hari libur, jadi ayah dan
kakaknya sedang dirumah dan tidak bekerja. Setelah
menyelesaikan menyiram tanaman, Aila segera menuju ke
kamar mandi dan mandi. Tidak lama kemudian, Aila sudah
berada di ruang keluarga dan duduk di sova. Di ruang itu,
Ayah nya sedang membaca koran, setelah tahu bahwa Aila
sudah di sampingnya ia berhenti membaca koran dan
mengobrol dengan Aila. “Nak, kamu nanti akan
melanjutkan kuliah dengan jurusan apa?” Aila pun diam
sebentar kemudian berkata, “Mmm... Aila ingin mengambil
jurusan arsitektur yah.” lalu ayahnya mengangguk-angguk.
Kemudian berkata “Nak, apa kamu tidak ingin mengambil
jurusan kedokteran?” Aila pun menunduk dan diam.
Ayahnya yang melihat dia terdiam lalu berkata, “Yasudah
kalau begitu Aila, jangan diam saja, ayah hanya bertanya
saja.” “I iya ayah, nanti Aila pikirkan lagi.” Kata Aila dengan
sedikit gugup. Kakak dan ibu nya yang mendengar
perbincangan itu pun menghampiri mereka. Ibu nya datang
dengan membawakan camilan. Sedangkan kakaknya yang
keluar dari kamar langsung berkata, “Iya ayah, biarkan Ila
berpikir dulu.” “Iya ayah ngerti kok.” balas ayahnya. Aisha
yang sedang mendengar pembicaraan yang tegang itu

206
langsung mencairkan suasana dengan menawari teh hangat
dan juga camilan. “Aduh.. sudah-sudah, ini lo ibu bawakan
camilan.” kata Aisha. “Wahh.. terimakasih bu.” jawab
mereka dengan kompaknya. Kemudian mereka pun
mengobrol-ngobrol santai sambil memakan makanan
tersebut. Aila pun sudah merasa bosan dan dia
memutuskan untuk pergi ke kamar. Sesampainya di kamar
dia langsung membaringkan tubuhnya di atas ranjang, dan
dia sambil berpikir dia akan mengambil jurusan kuliah apa
untuk masa depannya. “Jika aku mengambil jurusan arsitek
ayah tidak setuju, tetapi aku tidak tertarik dengan
kedokteran. Aku harus bagaimana?” ucapnya dalam hati.
Tidak lama kemudian terdengar suara adzan
berkumandang yang menandakan waktunya sholat dhuhur.
Aila pun segera mengambil air wudhu dan melaksanakan
sholat. Setelah selesai sholat dia selalu berdoa kepada Allah
agar diberi kesuksesan dan diberi kemudahan untuk
menentukan jurusan yang akan dia pilih.
Keesokan harinya pada waktu di sekolah Aila
menjalani kegiatan belajar mengajar dengan baik dan
lancar, meskipun sangat melelahkan. Karena dia sudah
kelas 12 dan dia harus banyak belajar dan latihan soal

207
untuk menghadapi berbagai macam ujian. Aila termasuk
anak yang biasa atau tidak terlalu pandai. Hobinya memang
suka menggambar sejak dulu. Sekitar pukul 15.30 sore hari
dia sudah pulang sekolah. Sesampainya di rumah
“Assalamualaikum..” ucap Aila. “Waalaikumsalam.. sudah
pulang nak?” tanya ibu nya. “Sudah bu.” jawab Aila dengan
wajah sedikit sedih. “Aila, kenapa begitu wajahnya? Cepat
ganti baju dan mandi dulu setelah itu sini cerita sama ibu
nak.” kata ibunya. “Iya bu.” Kemudian Aila pun segera
mendi lalu ganti baju dan segera menemui ibu nya. Ayah
dan Kakaknya sedang bekerja, dan biasanya ayah dan
kakaknya pulang pada malam hari. Jadi hanya ibu nya dan
dia di rumah. Setelah selesai, Aila pun menuju ke ruang
keluarga untuk mengobrol dengan ibunya. “Ada apa nak?
Sini cerita.” Ucap ibunya. “Bu, Aila tidak tahu harus
bagaimana, Aila akan mengambil jurusan apa untuk
kedepannya.” Ucap nya dengan wajah sedih. “Gini sayang,
ibu mendukung semua keputusanmu. Jika kamu menyukai
jurusan arsitektur, ibu akan mendukung mu.” Kata ibu nya.
“Tetapi bu, ayah pasti tidak setuju dan akan menyuruh Aila
untuk mengambil kedokteran. Aila tidak tertarik dengan
hal itu bu, dan Aila juga tidak cukup pintar untuk

208
mengambil jurusan itu.” Ucap nya dengan sedikit menangis.
Ibunya yang melihat itu langsung berkata “Sayang, jangan
menangis, apakah kamu yakin akan mengambil jurusan
arsitektur itu?” “InsyaAllah bu, Aila yakin.” Ucap Aila. “Ya
sudah, jangan sedih lagi, ibu akan berbicara dengan
ayahmu tentang hal ini.” Ucap ibu nya. “Makasih bu..” ucap
Aila dan memeluk ibunya. Tidak lama kemudian suara
adzan magrib pun terdengar. Mereka pun langsung
mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat. Setelah itu
Aila membantu ibunya untuk menyiapkan makan malam
sambil menunggu ayah dan kakaknya pulang. Tidak lama
terdengar suara mobil yang berhenti di depan rumah, itu
menandakan ayahnya sudah pulang. Tetapi ternyata
kakaknya belum pulang. Lalu mereka pun makan bersama
di ruang makan, kakaknya yang bekerja seorang dokter itu
yang ditunggu pun akhirnya pulang juga. Kemudian mereka
makan bersama. Setelah selesai, Aila membantu ibu nya
mencuci piring dan sambil bertanya pada ibu nya, “Bu, ibu
akan berbicara kepada ayah kapan?” “Setelah ini nak,
biarkan ayah ganti baju dulu dan bersantai di ruang
keluarga.” ucap ibu nya. “Ya sudah kalau begitu bu, Aila
mau ke kamar dulu dan belajar.” kata Aila. “Iya sayang,

209
kalau sudah waktunya sholat isya’, sholat dulu.” “Iya bu.”
Kemudian Aila pergi ke kamar dan belajar. Aisha yang
melihat suaminya berada di ruang keluarga pun
menghampirinya untuk mengobrol sambil membawakan
camilan. “Ayah, ini ibu bawakan camilan.” “Iya bu, makasih,
sini bu.” ucap nya dengan sedikit tertawa. “Yah, ibu mau
berbicara dengan ayah.” “Iya bu, ada apa?.” Kemudian Aisha
berkata “Yah, Ibu kasihan melihat Aila, dia sedih dengan
pendapat ayah kemarin soal dia akan mengambil jurusan
itu. Bagaimana yah?” “Bu tapi ayah khawatir dengan Aila,
ayah berpendapat kalau dia harus mengambil kedokteran
agar bisa seperti Ardi yang sukses seperti sekarang.” ucap
suaminya. “Tapi yah,” belum selesai dia berkata, terdengar
suara adzan isya’. “Sudah-sudah bu, biar ayah saja yang
berbicara dengan Aila lagi. Sekarang ayo kita sholat dulu
saja.” kata Suaminya. “Baik yah.” Aisha pun menurut.
Berbagai macam ujian sebentar lagi akan dihadapi
oleh Aila dan seluruh kelas 12. Ini memang sangat berat.
Jadi akhir-akhir ini Aila sedang sibuk dan banyak latihan
soal. Di rumah maupun di sekolah. Dan minggu depan Aila
harus menghadapi Ujian Nasional. Hari ini, setelah Aila
pulang sekolah, ternyata ayahnya sudah pulang karena

210
tidak banyak pekerjaan yang harus dikerjakan di
perusahaan nya, oleh karena itu ayahnya pulang lebih awal.
Sesampainya di dalam rumah Aila kaget karena ayahnya
sudah pulang dan dia langsung di tanya oleh ayahnya. “Aila,
bagaimana? Apakah kamu masih terusterusan untuk
mengambil jurusan arsitek itu? Ayah khawatir dengan
kamu nak, jika kamu mengambil jurusan itu. Mengapa
kamu tidak mengambil kedokteran saja seperti kakak mu,
sekarang dia sukses menjadi dokter muda. Apakah kamu
tidak menginginkan seperti itu?” kata ayah nya dengan
nada yang sedikit tinggi. Ibu nya yang melihat itu pun
sangat terkejut. Begitu pun kakaknya yang baru sampai
rumah dan mendengar itu sedikit terkejut dengan ucapan
ayahnya. Dia khawatir dengan adiknya yang terus-terusan
di paksa untuk mengambil jurusan kedokteran itu. Aila
yang hatinya sangat sedih pun menangis ambil berkata,
“Kenapa sih ayah, kenapa? Kenapa Aila tidak boleh memilih
jurusan yang Aila inginkan. Kenapa ayah selalu memaksa
Aila. Aila tidak bisa jika harus sama seperti kakak, kita ini
beda. Aila juga tidak sepandai kakak. Aila juga tidak
menginginkan untuk menjadi dokter. Aila ingin, Aila sukses
dengan jalan Aila sendiri.” Ibu nya yang melihat dan

211
mendengar itu pun menangis. Kemudian kakaknya berkata,
“Iya yah, biarkan Aila mengambil jurusan yang ia mau yah,
dia pasti juga akan sukses dengan jurusan yang dia pilih.”
Ayah nya yang mendengar perkataan Aila tadi sangat
merasa bersalah. Dia langsung menghampiri putrinya dan
memeluknya dan berkata, “Nak, maafkan ayah nak. Iya ayah
salah selama ini, ayah selalu memaksa kamu untuk seperti
kakak mu. Sekarang ayah tahu, kamu anak yang sangat baik,
cantik dan pintar. Maafkan Ayah nak. Sekarang ayah akan
mendukung semua keputusan mu. Jangan sedih lagi anak
ayah.” Aila pun mengangguk dan memeluk ayah nya lagi.
Ibu dan kakak nya yang melihat itu pun sangat senang.
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, yaitu
pengumuman kelulusan. Pada hari itu Aila dan
temantemannya menuju ke papan pengumuman di sekolah
nya. Dan semua anak di nyatakan lulus. Aila dan Kyla pun
menangis bersama. Ibu, ayah dan kakaknya pun sangat
senang mendengar itu. Kemudian setelah beberapa minggu
Aila dan teman-temannya untuk mengikuti tes jurusan,
ternyata Aila di terima di Universitas yang dinginkan dan
juga jurusan yang di inginkan melalui SBMPTN. Dia sangat
senang melihat itu. Beitupun Kyla, dia sangat senang

212
diterima di Universitas yang sama dengan Aila tetapi beda
jurusan, dia sangat senang karena dia juga di terima di
jurusan kedokteran yang dia impikan sejak kecil. Ibu, ayah
dan kakaknya yang mendengar bahwa Aila diterima di
Universitas dan jurusan yang dia inginkan sangat bangga
kepada Aila. Begitupun orang tua nya Kyla.
Tidak lama setelah itu, Aila sudah berkuliah di
Universitas yang diinginkan itu. Dia sangat senang
menjalaninya. Terkadang dia juga merasa kangen dengan
keluarga nya, karena sudah lama tidak bertemu dengan Ibu,
Ayah dan juga kakak nya.
Tidak terasa sudah 5 tahun dia berkuliah dan hari ini
adalah saat yang paling ditunggu-tunggu, yaitu Aila akan
berwisuda. Ayah, Ibu dan kakak nya datang untuk
menemani Aila. Dia sangat senang. Aila juga mendapat nilai
yang tertinggi dalam jurusan arsitektur. Ayah dan Ibu nya
sangat bangga kepadanya anaknya yang pintar dan sudah
dewasa. Karena tidak lama lagi Aila sudah akan langsung
bekerja sebagai seorang arsitektur. Aila sangat bersyukur
kepada Allah karena Aila sekarang telah meraih impian nya.
Aila sangat baik, pintar dan juga terampil dalam bidang

213
arsitektur, oleh karena banyak perusahaan yang menawari
Aila untuk menjadi seorang arsitek.
Sudah beberapa bulan Aila bekerja sebagai arsitek
dengan gaji yang lumayan besar, dia gunakan uang itu
untuk di tabung, dia juga memberikan sedikit untuk orang
tua nya. Sekarang Aila sudah mempunyai rumah sendiri
karena tempat bekerja nya jauh dari orang tua nya. Aila
sangat cerdas dan uang yang sedikit demi sedikit ia tabung
ia gunakan untuk membangun sebuah butik baju, yang
tidak jauh dari rumahnya. Butik nya sangat ramai di
kunjungi pengunjung, bahkan sampai sekarang butik yang
ia punya sudah memiliki beberapa cabang di daerah dekat
tempat tinggal nya.
Ayah dan ibu nya sangat bangga kepada nya, karena
Aila telah sukses dan menggapai cita-cita nya.
Teman-teman, jika kita ingin sukses teruslah
berusaha dan berdoa kepada Allah. Karena semua telah
direncanakan oleh Allah. Jika kita ingin menggapai sesuatu
yang kita inginkan dan jika kita di paksa oleh orang tua
maka kita bisa menyelesaikan nya dengan cara yang
baikbaik dan harus menghargai pendapat orang tua kita.

214
Kita sukses tidak harus pintar dalam semua mata
pelajaran. Adapun orang yang bodoh mereka juga bisa
sukses. Oleh karena itu janganlah kita membanding-
bandingkan kemampuan kita dengan orang lain. Kita
diciptakan oleh Tuhan dengan kemampuan yang berbeda-
beda. Kita harus mensyukuri hal tersebut.

215
Pejuang Mimpi
Oleh: Lu’lu’ Luthfiyyah Hayati

Sudah berkali-kali dia ikut serta dalam lomba


mengarang cerita. Meski sering ada perdebatan antara dia
dan bapaknya, dia tetap berusaha untuk mewujudkan
mimpinya sedari kecil dan berusaha untuk membuktikan
kalau dia bisa mewujudkan mimpinya.
Dia adalah Aisyah Meilani, seorang gadis keturunan
Jawa yang berumur 17 tahun. Aisyah berasal dari keluarga
yang berkecukupan. Bapaknya memiliki toko klontong
sedangkan ibunya berjualan kue. Dia merupakan anak
kedua dari tiga bersaudara. Aisyah bersekolah di salah satu
sekolah negeri kelas 2 SMA.
Sedari kecil Aisyah suka membaca buku dan menulis
atau membuat karangan cerita. Dia selalu bermimpi untuk
menjadi seorang penulis. Setiap ada lomba mengarang
cerita, dia pasti akan mengikutinya dan berhasil
mendapatkan juara. Aisyah selalu merasa jika dengan
menulis dia bisa mengimajinasikan banyak hal yang

216
mungkin belum orang lain pikirkan. Hal itu membuat dia
merasa bahagia setiap kali menulis cerita.
“Gimana lomba kemarin? Pasti dapat juara 1 kan?”
tanya Ratna, sahabat Aisyah dari SMP.
“Nggak, gue dapat juara 2 nih.” jawab Aisyah kecewa.
“Lah tumben banget, biasanya juga lo dapet juara 1.
Emang yang dapet juara 1 siapa?” tanya Ratna penasaran.
“Biasa lah, siapa lagi sih saingan gue setiap lomba.”
Aisyah sedikit malas menjawab pertanyaan yang diberikan
Ratna karena harus mengingat rivalnya itu.
“Yang juara 1 si Dilan gadungan?” tebak Ratna.
“Iye.”
“Emang ya, kalian berdua itu pasti rebutan juara terus
setiap lomba. Dan setiap ketemu pasti bakal ribut. Kalian
gak ada niatan buat akur gitu?” gemas Ratna. Mereka
bertiga memang satu sekolah, setiap Arjuna atau si Dilan
kw dan Aisyah berpapasan pasti mereka akan
memancarkan hawa peperangan.
“Gue akur sama itu orang? Nggak bakal.” tolak Aisyah.
“Awas kemakan omongan lo sendiri.” ledek Ratna.
“Never.” ucap Aisyah dengan percaya diri.

217
Mereka kembali membicarakan berbagai hal, mulai
dari anak kelas sebelah yang katanya baru putus sama
pacarnya sampai kabar kecelakaan anak dari sekolah lain.
Seperti biasa, jika cewek lagi ngumpul yang dibicarakan
pasti gak bakal jauh-jauh dari yang namanya gosip.
“Oh ya, lo kenapa sih gak coba buat nulis cerita terus
dikirim ke penerbit gitu? Siapa tau mereka suka sama
tulisan lo dan nanti lo bisa nerbitin buku terus lo jadi
terkenal.” heran Ratna.
“Gue gak pede kalau disuruh ngirim tulisan gue buat
diterbitin.”
“Nggak pede kenapa sih lo? Kan lo sering tuh rebutan
juara waktu lomba bareng Arjuna” tanya Ratna, karena
menurutnya cerita yang dibuat oleh Aisyah itu seru dan
menarik. Jadi, sangat disayangkan jika Aisyah tidak
mencoba untuk menerbitkan bukunya sendiri.
“Ya bedalah, kan ini cerita gue bakal dibaca banyak
orang. Gue takut mereka gak suka sama tulisan yang gue
buat.” ucap Aisyah lirih.
“Belum juga dicoba udah pesimis aja. Gue yakin
mereka bakal suka sama tulisan lo kok, percaya deh sama
gue.” semangat Ratna.

218
“Yaudah deh nanti bakal gue coba.”
Saat berada di rumah atau lebih tepatnya di kamar,
Aisyah mulai menulis cerita yang akan dia coba kirimkan ke
penerbit. Meski dia masih ragu apakah tulisannya akan
disukai orang atau tidak dan apakah bapaknya akan
menyetujui Aisyah untuk menjadi seorang penulis.
“Ngapain kamu jam segini belum tidur?” tanya bapak
Aisyah saat melewati kamar Aisyah yang lampunya masih
menyala.
“E-eh bapak, a-anu ini aku lagi nulis cerita pak.” jawab
Aisyah takut-takut.
“Buat apa sih kamu nulis-nulis cerita kayak gitu?
Mending kamu itu belajar yang bener terus kuliah
kedokteran.” ucap bapak tidak suka dengan mimpi Aisyah
menjadi penulis.
“Tapi pak, Aisyah itu suka nulis dan Aisyah pengen
jadi penulis.” jelas Aisyah.
“Buat apa sih jadi penulis? Mending kamu itu jadi
dokter, gak ada gunanya jadi penulis. Kalau jadi dokter
hidup kamu bakal terjamin Aisyah. Coba kalau kamu
jadi penulis, kehidupan kamu gak bakal terjamin. Iya kalau

219
misal tulisan kamu bakal disukai terus sama orang, kalau
gak?” tolak bapak atas keinginan Aisyah.
“Bapak gak bisa maksa aku gitu dong!” keukeh Aisyah
yang terbawa emosi.
“Coba sekali-kali kamu dengerin omongan orang tua
jangan ngebantah terus. Bapak itu cuma mau yang terbaik
buat kamu. Apa kurang bapak ngasih ijin kamu ikutan
lomba mengarang cerita itu? Bapak cuma pengen kamu
buat jadi dokter atau pekerjaan lain yang lebih
terjamin.”
“Aisyah berterima kasih karena bapak mau ngasih ijin
Aisyah ikutan lomba. Tapi bapak juga tau kalau jadi penulis
itu mimpi aku dari kecil. Jadi bapak gak bisa tiba-tiba
nyuruh aku buat ganti mimpi aku jadi dokter atau yang
lain.” tolak Aisyah.
“Udahlah, ini udah malam. Bapak gak mau debat sama
kamu tentang hal ini. Pokoknya bapak harap kamu gak
bakal nulis-nulis lagi atau bapak bakal buang semua tulisan
kamu itu.” bapak pergi meninggalkan kamar Aisyah.
Aisyah merasa marah. Kenapa bapaknya begitu egois?
Aisyah tau jika maksud bapaknya itu baik, tapi bapaknya
juga tidak bisa memaksakan kehendaknya terhadap Aisyah.

220
Aisyah merasa jika masa depannya itu dia sendiri yang
menentukan selagi itu adalah hal yang positf.
“Maaf pak, jika bapak egois pengen Aisyah nurutin
keinginan bapak. Maka Aisyah juga bakal egois dengan
tetap mengejar mimpi Aisyah buat jadi penulis.” monolog
Aisyah.
“Ayo semangat Aisyah, kamu pasti bisa jadi penulis
hebat.” setelah menyemangati dirinya, Aisyah kembali
melanjutkan menulis cerita yang akan dia dikirimkan
kepada penerbit.
Hari ini adalah jadwal pembagian rapor sisipan.
Aisyah merasa cemas akan reaksi orang tuanya nanti saat
dia memberikan rapor tersebut, karena nilainya menurun.
“Aisyah! ini kenapa nilai kamu bisa turun? Pasti gara-
gara kamu terlalu fokus buat nulis itu dari pada belajar
iyakan?” sarkas bapak.
“Maafin Aisyah pak. Aisyah janji bakal lebih rajin
belajar.” ucap Aisyah lirih.
“Coba kamu lihat kakakmu, dia bisa membanggakan
bapak, dia bisa masuk angkatan laut. Mending kamu lupain
mimpi kamu itu dan bapak bakal buang semua tulisan

221
kamu sesuai ucapan bapak waktu itu.” marah bapak kepada
Aisyah.
“Jangan pak hiks.., aku mohon hiks.. jangan buang
semua tulisan aku. Aku janji, nilai aku gak bakal turun lagi
hiks.., tapi jangan buang semua tulisan aku pak. Aku mohon
hiks..hiks...” mohon Aisyah sambil menangis.
“Bapak bakal tetap buang semua tulisan kamu dan
mulai sekarang kamu harus lebih belajar dan masuk kuliah
kedokteran.” ucap bapak.
Aisyah kecewa, kenapa bapaknya tidak mendukung
mimpinya. Bukankah orang tua seharusnya mendukung
anaknya dalam mencapai mimpinya. Tapi kenapa bapaknya
malah memaksakan kehendaknya kepada Aisyah.
“Pak, jangan buang semua tulisan Aisyah ya. Biarkan
Aisyah menentukan masa depannya sendiri. Kita gak bisa
memaksa dia.” bujuk ibu terhadap bapak.
“Nggak bu, bapak bakal tetap buang semua tulisan
dia.” bapak pergi membuang semua cerita Aisyah dan
meninggalkan Aisyah bersama dengan ibunya.
“huffttt… Udah ya kamu gak usah nangis, turutin aja
keinginan bapakmu. Bapakmu cuma mau yang terbaik buat
kamu, supaya kamu bisa jadi orang sukses di masa depan

222
dan kehidupannya berkecukupan.” ibu mencoba untuk
menenangkan dan memberi pengertian kepada Aisyah.
“Tapi bu, bapak gak bisa maksa gitu juga dong hiks...
Aku berhak menentukan masa depanku sendiri.” Aisyah
tidak suka dengan perlakuan bapaknya.
“Iya, ibu tau. Tapi gak ada salahnya juga kan kamu
ikutin ucapan bapak.” nasihat ibu dan Aisyah
mengiyakannya.
Meski Aisyah mengiyakan ucapan ibu dan bapaknya,
dalam hatinya dia masih tetap berkeinginan untuk menjadi
seorang penulis. Maka dari itu, diam-diam tanpa
sepengetahuan orang tuanya Aisyah kembali menulis cerita
yang akan dia kirimkan kepada penerbit dengan tekad yang
lebih besar dari sebelumnya.
Cerita yang dikirimkan Aisyah disukai oleh penerbit
dan akan segera mereka cetak lalu diperjual belikan. Siapa
yang mengira ternyata cerita yang ditulis Aisyah akan
sangat populer dan menjadi best seller yang banyak dicari
oleh orang. Aisyah bahkan membuat jumpa penggemar
yang menginginkan tanda tangannya di buku yang
mereka beli. Dengan penggemar yang hadir lebih dari 100

223
orang. Aisyah sangat bahagia karena mimpinya dari kecil
dapat tercapai.
“Loh kok kak Aisyah ada disini?” tanya adik Aisyah
yang ternyata datang ke acara tersebut.
“Sarah? Kamu ngapain disini?” Aisyah terkejut dengan
kehadiran adiknya.
“Aku mau minta tanda tangan penulis buku ini. Kakak
ngapain disini terus duduk disitu? Ja- jangan bilang kalau
kakak penulis buku ini?” tebak adiknya yang dibenarkan
oleh Aisyah.
“Wahh aku gak nyangka banget kalau penulis dari
buku kesukaan aku itu kakak aku sendiri. Kakak kenapa
gak bilang ke aku sih? Kan kalau aku tau aku gak usah
susahsusah antre buat minta tanda tangan kakak. Aku
bisa minta dirumah.” kesal adiknya bercampur rasa
penasaran.
“Kan kamu tau sendiri gimana bapak.” jawab Aisyah
seadanya.
“Kenapa sih bapak gak suka kakak jadi penulis?
Padahal jadi penulis kan keren. Oh iya, aku kesini sama
bapak loh kak.”
“Serius? Sekarang bapak ada dimana?”

224
“Bapak lagi nunggu di depan tuh. Udah ya kak aku
pulang dulu, antriannya udah panjang nih. Daahhh.” pamit
adiknya.
Sarah alias adik dari Aisyah menceritakan kepada
bapaknya, jika sebenarnya penulis buku kesukaannya itu
adalah Aisyah. Dia mengatakan betapa heboh dan
meriahnya acara tadi dan mengatakan banyaknya orang
yang datang bahkan sampai berdesak-desakan.
Saat Aisyah pulang ke rumah, dia melihat keluarganya
sedang berkumpul di ruang keluarga seperti sedang
menunggunya. Sarah yang melihat kedatangan Aisyah pun
segera memanggilnya.
“Kak, sini. Ceritain dong gimana tadi acaranya.
Sayang banget tadi aku pulang duluan, padahal aku mau
nunggu sampai acaranya selesai.” Aisyah menceritakan dan
menjawab berbagai pertanyaan dari Sarah.
“Jadi selama ini kamu masih nulis cerita?” tanya
bapak kepada Aisyah.
“Iya pak, maafin Aisyah udah boong sama bapak.
Aisyah terpaksa karena jadi penulis itu mimpi Aisyah, aku
gak mau ubah mimpi aku. Aku janji aku bakal jadi penulis

225
yang sukses jadi bapak gak perlu khawatir.” jawab Aisyah
dengan menundukkan kepalanya.
“Bapak setujui aja ya Aisyah jadi penulis, Aisyah udah
buktiin kalau dia bisa jadi penulis hebat. Bapakkan tadi
dengar sendiri cerita dari Sarah.” bujuk ibu berusaha
meyakinkan bapak agar menyetujui Aisyah menjadi penulis.
“Yaudah, bapak setuju kamu jadi penulis, dengan
syarat kamu harus tepatin janji kamu tadi.” akhirnya bapak
menyetujui Aisyah untuk menjadi seorang penulis.
“Beneran pak? Bapak gak boong kan?” Aisyah
mengangkat kepalanya tidak percaya dengan ucapan bapak.
“Jadi kamu mau bapak gak setuju nih?” goda bapak.
“Nggak gitu pak, hehe… Makasih ya pak udah setuju
Aisyah jadi penulis. Aisyah pasti bakal nepatin janji Aisyah.
Bapak sama ibu gak perlu khawatir percaya aja sama
Aisyah Meilani.” ucap Aisyah dengan penuh percaya diri.
“Ciee… yang udah direstuin jadi penulis. Tinggal
minta restu aja nih buat sama Arjuna” ledek Rangga kakak
dari Aisyah yang memang mengetahui jika Aisyah dan
Arjuna sering kali bertengkar.
“Apaan sih mas, aku gak ada apa-apa ya sama dia. Kita
itu Cuma sebatas rival ya. Yang ada mas tuh yang cepet-

226
cepet nikah.” elak Aisyah dan berusaha mengalihkan
pembicaraan.
“Dih, apaan kok jadi mas sih. Kamu tuh sama
Arjunamu yang katanya rival tapi gak tau nanti, ya kan
Sar?” Rangga meminta dukungan dari Sarah.
“Betul banget itu mas.” jawab Sarah dengan semangat.
Mereka tertawa saat melihat wajah cemberut Aisyah.
Aisyah Meilani akhirnya dapat membuktikan jika
selama ini perjuangannya dalam menggapai mimpi
sebagai seorang penulis tidaklah sia-sia. Dia bisa
membuktikan kepada keluarganya kalau dia mampu
menjadi seorang penulis dengan segala tekad dan
ketekunannya

227
Topeng
Oleh: Maulida Nor Azizah

“Feya...! Bangun!” teriakan bunda yang sangat


menggema seperti alarm di pagi hari.
Ya dia adalah Aurellya Feya Azarin, dia biasa
dipanggil Feya oleh keluaganya. Anak tunggal dari keluarga
terpandang. Orang tua Feya bernama Fendi Pratama dan
Yasmin Azahra. Dia sekarang duduk dibangku kelas 2 SMA.
Feya mengerjapkan mata, mengumpulkan nyawa
untuk ia beraktivitas di pagi hari. Setelah terkumpul, ia
memasuki kamar mandi yang berada di dalam kamarnya
untuk bersiap berangkat sekolah.
“Selamat pagi bunda, ayah!” sapa Feya menuruni
tangga.
“Pagi sayang,” jawab Fendi dengan senyum hangatnya.
Hening, suasana sarapan yang sudah biasa terjadi,
karena kata bunda “Kalau makan itu yang berkerja
tangannya dan mulut untuk mengunyah makanan, bukan
untuk mengobrol.” Maka dari itu menjadi hal wajar jika tak
ada yang berani membuka suara untuk mengobrol saat

228
waktu makan. Setelah selesai sarapan Feya pun pamit ke
ayah dan bunda untuk berangkat sekolah. Ia biasa
berangkat sekolah dengan menaiki motor kesayangannya
sendiri.
“Bunda, Feya berangkat sekolah,” pamit Feya seraya
mengecup tangan untuk berangkat. Dan tak lupa Feya pun
melakukan hal yang sama kepada ayahnya, “Ayah, Feya
berangkat.”
Feya pun berlari untuk mengambil motor matic
kesayangannya dan berangakat menuju sekolah.
Senandung merdu yang keluar dari mulut Feya menemani
perjalanan pagi itu. Saat akan memasuki gerbang SMA
Galastar, ada sebuah klakson nyaring dan membuat
beberapa orang di sekitar menoleh karena terkejut. Siapa
lagi jika bukan Delfian Saputra Anggara, sahabat Feya yang
super duper dingin tak tersentuh. Kulkas berjalan adalah
julukan yang sering kali didengar oleh Feya karena sifat
sahabatnya itu.
Feya disekolah sangat terkenal karena prestasinya
dalam hal akademik, bukan hanya itu saja, ia sangat
terkenal karena dapat bersahabat dengan most wanted SMA
Galastar. Most wanted yang sangat dingin tapi banyak

229
digemari oleh para kaum hawa karena ketampanannya.
Delfian memang sudah bersahabat dengan Feya dari
mereka masih kecil. Saat itu Delfian masih bertenggangga
dengan Feya, karena hal itu Delfian dan Feya sangat akrab
hingga menjadi sahabat.
Feya memasuki kawasan sekolah dan langsung
memarkirkan motornya di area parkir yang sudah
disediakan untuk para siswa. Di belakangnya, Delfian
mengikuti dan melakukan hal yang sama seperti yang Feya
lakukan. “Senyum dong Del, masih pagi ini. Itu muka
kenapa udah kayak triplek aja,” canda Feya dengan senyum
meledeknya. Hanya tatapan datar yang diberikan Delfian
kepada Feya yang masih dengan tatapan meledek.
“Maaf, maaf hanya bercanda Del, biar gak tegang kan
masih pagi. Udah ah ayok ke kelas,” ajak Feya walau masih
dengen meledek.
Mereka berjalan menyusuri koridor kelas 12 yang
ramai kaum hawa karena ingin melihat sang most wanted
sekolah berjalan memasuki kelas mereka. Bukan hanya
tatapan kagum saja yang diberikan oleh kaum hawa yang
melihat tapi berbagai pujian sudah terlontar sedari tadi
saat memasuki kawasan sekolah. Hal wajar bagi Feya dan

230
Delfian dengan tatapan dan pujian yang sudah terdengar
itu karena meraka sudah kebal dengan hal tersebut.
Saat mereka memasuki kelas, pemandangan yang
sudah hal lumrah terjadi jika di pagi hari. Tipe-X yang sudah
seperti kertas melayang kesana kesani, suara gaduh yang
menyerupai keadaan pasar di pagi hari, sampah dan debu
yang terkumpul di pojok kelas, serta kursi dan bangku yang
tak berarutan. Itu sudah seperti sarapan pagi untuk Feya
dan Delfian setiap kali mereka memasuki kelas. “Feya
cantik, boleh gak pinjem PR kimianya?” tanya Niko saat
Feya baru saja mendudukkan pantatnya pada bangku.
“Boleh, bentar ya Ko,” jawab Feya dengan ramahnya. Feya
mengambil buku tugas kimianya dan memberikan ke Niko
untuk di contek.
“ Kenapa dikasih?” tanya Delfian singkat. Feya hanya
menjawab dengan senyum dan menepuk pundak Delfian
dengan pelan.
Tak lama kemudian bel berbunyi petanda bahwa
pelajaran dimulai pagi itu dan anak-anak kembali pada
bangkunya masing-masing. Bu Dyah masuk ke kelas XI
MIPA 1, kelas Feya dan Delfian. Bu Dyah adalah guru kimia
yang kiler dan displin, bagi bu Dyah anak yang tidak displin

231
itu akan membuat meraka akan bodoh. Jadi bu Dyah sangat
displin kepada anak didiknya agar meraka sukses nantinya.
Pelajaran pun dimulai dengan keadaan yang kondusif.

Kringgg….Kringgg….
Tak terasa bel pulang sudah berbunyi. Murid yang
semula lesu kini semangat karena mendengar bel tersebut.
Pak Andi pamit kepda murid-murid dan meninggalkan
kelas XI MIPA 1. Dan semua murid membereskan semua
barangnya untuk meninggalkan sekolah.
“Fey,langsung pulang?” tanya singkat dari Delfian.
“Iya langsung pulang, emang kenapa Del?” tanya balik
Feya.
Hanya sebuah gelangan yang didapat Fenya dari
pertanyaan yang terlontar tadi. Sabar, harus sabar
berbicara dengan Delfian karena keadaan yang buat dia
menjadi dingin kepada siapa pun. Mereka berduaa keluar
kelas dan menuju parkiran untuk mengambil montor
meraka masing-masing. Tetapi saat melewati lapangan
Delfian berhenti dan menghampiri Raka. “Latian?” tanya
Delfian kepada Raka.

232
Raka pun menjawab dengan gaya kasnya yang
selengekan “Iya dong bos, bos juga latian jangan pacaran
mulu sama bebeb Feya.” Feya yang mendengar hanya
tertawa dengan ledekan Raka karena sudah biasa Raka
meledek Delfian dengan menyebutnya pacar.
“Bos lo kan jarang banget tu latian tapi kok skill lo
bagus terus jadi kapten pula. Pak Mamat dulu lo sogok
apasih bos sampek jadiin lo yang dingin dan jarang latian
ini kapten penasar gue,” canda Raka dengan gayanya.
“Tanya Pak Mamat sono! Gue nanti latian tapi gue
pergi dulu bentar,” jelas Delfian.
Delfian meninggalkan lapangan dengan merangkul
Feya. Jangan tanya susana disana seperti apa? Sangat ricuh
karena melihat keuwuan yang dibuat Delfian dengan Feya.
Banyak yang memberi pujian tapi juga banyak iri dengan
melihat kemesraan mereka.
Sesampainya diparkiran Feya menuju montornya dan
Delfian memeperhatikan apa yang dilakukan Feya untuk
berjaga-jaga jika terjadi sesuatu. Saat Feya sudah
menghidupkan motor dan siap untuk menuju rumahnya,
Delfian berkata, “Hati-hati kabarin kalau dah di rumah.”
Sudah biasa Delfian akan mengucapkan kata itu jika akan

233
berpisah. Feya pun melajukan motornya menuju rumah.
Bayangan Feya adalah kasur yang empuk dan novel-novel
yang menumpuk sudah menantinya.
“Feya pulang! Bunda!” Teriak Feya saat sudah sampai
dirumah dan akan memasukkan rumah.
“Salam Feya bukan teriak, kebiasaan banget kamu
teriak-teriak,” tegur bunda kepada Feya.
Feya pun mencium tangan bunda dengan
cengengesan karena kena marah dan pergi ke kamarnya
untuk bersih-bersih dan berganti pakaian. Setelah
melakukan ritualnya Feya berbaring dan membuka novel
yang belum selesaian ia baca kemarin. Feya membaca novel
hingga ia lupa waktu dan belum makan siang.

Tok.. Tok..
Ketukan kamar Feya yang Feya sudah bisa menebak
bahwa itu bundanya yang akan memarahinya karena belum
makan siang. Dengan malas Feya membuka pintu kamarnya
dan benar dugaannya bunda yang mengetuk pintunya.
“Makan siang! Kamu itu kalau langsung bersih-bersih ganti
baju terus makan buakan malah baca novel yang gak
berguna itu,” marah bunda kepada Feya. “Iya bunda Feya

234
makan,” jawab Feya dengan lesu. Feya pun keluarkan
kamar dan menuju meja makan untuk makan siang.
Saat ia makan bunda bercerita, “Fey kemarin anak
temen mama dia sudah lulus sarjana kedokteran lo,
katanya juga mau cari kerja sambil ambil kuliah buat
spesalis. Pinter banget ya Fey, mamanya bangga lo sama dia.
Nanti kamu juga jadi dokter ya Fey, bunda kepengen bangat
lihat anak bunda ke naik kepanggung dan lulus sarjana
kedokteran. Nanti kalau udah sarajana terus kamu kerja
pakai jas putih dan kaungnya stetoskop. Pasti kamu cantik
banget deh Fey.” “Tapi bun Fey kepengen jadi designer
nanti punya butik sendiri,” sanggah Feya atas cerita
bundanya.
“Fey dengen bunda nanti kalau kapu jadi dokter masa
depan kamu terjamin. Kamu bakal sukses dan dipandang
orang banya,” sanggah bunda. “ Tapi bun,” “ Udah ikutin aja
kemauan bunda pasti kamu bakal sukses,” kekeh bunda
atas pernyataannya.
“Feya dah selesai,” kata Feya pamit kepada bundanya
Feya pergi ke kamarnya dan menahan tangis. Sudah
dari dulu bundanya selalu menuntutnya untuk menjadi
dokter tapi passion Feya ke designer dan itu sudah cita-

235
citanya dari dulu saat masih sekolah dasar. Saat Feya
sedang melamun memikirkan omongan bundanya tadi,
handphone Feya bergetar mendakan ada sebuah panggilan
masuk. Dengan rasa malas ia membuka dan terkejut karena
Raka menelponnya. Sangat jarang sekali Rak
menghubunginya jika itu tidak penting sekali Raka tak kan
menghunginya.
“Hallo, ada apa Raka tumben sekali menelponku?”
tanya Feya.
“Fey lo sibuk gak? Kalau enggak bisa danga ke rumah
sakit Hilamaya sekrang,” jawab Raka dengan suara tegang.
“Bisa emangnya kenapa Rak? Siapa yang sakit?” tanya
Feya lagi.
“Delfian, udah lo datang kesini dulu nanti gue jelasin,”
jelas Raka kepada Feya.
“Oke,” jawab singkat dari Feya.
Feya bersiap ke rumah sakit dan berpamitan kepada
bunda untuk pergi ke rumah sakit. Ia langsung bergegas
menuju motornya dan melajukan ke rumah sakit yang
sudah bijelaskan Raka tadi. Sesampainya disan ia berlari
dan bertanya resepsionis tentang keberadaan Delfian.

236
“Maaf sus, pasien atas nama Delfian dimana ya?”
tanya Feya dengan gugup.
“Pasien atas namaDelfian di ruang UGD,” jawab suster
dengan tenang.
“ Terima kasih,” jawab Feya.
Feya pun bergegas menuju UGD dan saat sudah
sampai ia melihat Raka dan teman-teman Delfian yang lain
sedang duduk termenung menunggu hasil dokter yang
menangani Delfian keluar dan memberikan kabar. Feya pun
langsung menuju Raka meminta penjelasan atas apa yang
sudah terjadi. Raka pun menjelaskan bahwa tadi sebelum
latia terjadi tawuran yang dimulai oleh SMA luar yang
sudah dendam kepada SMA Galastar. Dan SMA itu
membawa senjata tanpa sepengetahuan meraka dan saat
ingin menghindari lawan Delfian kena tusuk diperutnya
oleh lawan yang lain.
Suasana inilah yang sangat orang tidak menyukainya
yaitu menunggu kabar tentang sebuah hasih yang belum
tau itu kabar baik apa kabar buruk untuk kita. Kini semua
hanya bisa berpasrah kepada tuhan untuk memberikan
kabar yang baik dan tidak ada hal yang membuat semua

237
mesara sedih. Dan yang ditunggu pun datang, dokter keluar
dan memberikan informasi mengenai Delfian.
“Saya bisa berbicara dengan keluarganya,” kata
dokter yang dapat membuat semua orang yang berada
disana semakin tegang.
“Saya sahabatnya dok,” jawab Feya dengan lantang.
“Mari ikut dengan saya,” jawab dokter.
Saat sudah didalam ruangan dokter, dokter pun
menjelaskan keadaan Delfian.
“Bagaimana dok dengan keadaan Delfian?” tanya Feya.
“Pasien mendapat luka yang cukup parah dan saat
tadi pendarahan yang sangat hebat terjadi. Jadi sekarang ini
kita hanya bisa berdoa dan berpasrah kepada tuhan untuk
memberi keajaiban. Pasien sekarang sedang dalam masa
koma kami tidak bisa memprediksi kapan koma itu
terlewati. Berdoa saja ya nak untuk sahabatmu,” jelas
dokter kepada Feya.
“Terima kasih dok, tapi apa boleh saya menemui
pasien dok?” tanya Feya lagi.
“Boleh tetapi satu persatu dan kami akan membawa
pasien ke ruang ICU,” jelas dokter.

238
Feya pun keluar dengan air mata yang sudah tidak
bisa di bendung lagi. Ia menghampiri Raka dan
menjelaskan keadaan Delfian sama seperti yang dijelaskan
dokter didalam ruangan tadi. Saat itu juga ruang UGD
terbuka memperlihatkan keadaan Delfian yang berbaring
dengan wajah pucat. Suster-suster membawa Delfian ke
ruangan ICU dan setelah itu semua selesai, suster pun
keluar dan mempersilahkan keluarga untuk menjenguk
pasien. Feya pun masuk setelah dipersilahkan suster untuk
bisa dikunjungi.
“Del, kenapa bisa begini? Kamu utang cerita ke aku.
Katamu tadi kamu pamit basket ke aku kenapa jadi begini,”
omel Feya.
Hening yang didapat dari omelan Feya. Hanya suara
mesin yang memenuhi ruangan tersebut sekarang. Feya
hanya melihat Delfian dengan air mata yang terus keluar.
Setelah selesai dengan pikirannya Feya keluar dengan
keadaan yang sudah mulai membaik. Saat Feya ingin duduk
ia teringat bahwa tadi belum mengabari keluag Delfian.
Feya pun mengambil handphonenya dan menekan nomer
yang dituju untuk menghubungi ayah Delfian. Tersambung
tetapi tak ada tanda bahwa akan diterima oleh ayah Delfian.

239
Akhirnya Feya memberitahu Raka untuk menghubungi
orang rumah Delfian dan memberi tahu bahwa Delfian
dirawat dirumah sakit.
Hari pun semakin gelap dan belum ada tanda bahwa
Felfian akan melewati masa kritisnya. Satu persatu teman
Delfian pulang menyisakan Feya, Raka dan 3 teman Delfian.
Tak lama dering telfon dari handphone Feya terdengar,
setelah dichek ternyata bundanya. Feya pun sangat berat
hati meninggalkan Delfian tetapi bundanya sudah
menyuruhnya untuk pulang karena sudah malam dan
besok Feya juga harus mengikuti jam pelajaran sekolah.
Hari terus berganti tetapi belum ada tanda bahwa
Delfian akan melewati masa kritisnya dan siuman. Sudah 2
minggu setelah kejadian tawuran itu terjadi. Papa Delfian
tak juga menjumpai Delfian walau sudah diberitahu tentang
Delfian yang tertusuk saat tawuran disekolah tetapi itu tak
membuat papa Delfian peduli kepada Delfian. Feya, Raka
dan teman-teman Delfian hanya bisa berdoa dan berpasrah
kepada tuhan karena dokter sudah angkat tangan dengan
kondisi Delfian.
Saat akan menuju kantin rumah sakit Feya bertemu
dengan papanya Delfian, ia berlari dengan tergesa-gesa.

240
“Om?” sapa Feya saat berpapasan. “Feya! Dimana Delfian,
om ingin menemuinya,” jawab papa Delfian. Feya pun
menunjukkan ruang Delfian dan mempersilahkan papanya
Delfian masuk.
“Nak, bangun! Maafkan papa. Papa memang bukan
papa yang baik, papa membiarkan kamu berjuang sendiri
disini sedangkan papa malah sibuk dengan dokumen yang
tak penting itu. Maafkan papamu yang tak punya hati ini
nak. Papa menyesal telah membuatmu tumbuh tanpa
adanya kasih sayang. Papa sudah egois. Bangun nak! Papa
sekarang hanya mempunyaimu, siapa nanti yang menemani
papa nak. Bangun Del!” kata hati papa Delfian.
Setelah cukup puas meluapkan isi hatinya papa
Delfian keluar dan menghampiri Feya. “Feya, terima kasih
sudah mau bersama dengan Delfian disaat dia susah
maupun senang. Kau memang anak yang baik nak,” kata
papa Delfian. “Sama-sama om. Om juga orang yang baik,”
jawab Feya.
Papa Delfian juga bercerita bahwa ada orang baik
yang menyadarkannya tentang anak yang sangat
membutuhkan kasih sayang orang tuanya. Ia sadar bahwa
anak kandungnya pun tak pernah tumbuh dengan kasih

241
sayang lengkap. Delfian sudah harus berpisah dengan
ibunya saat ia masih berumur 7 tahun. Dan setelah kejadian
itu papa Delfian pun menyibukkan diri dengan pekerjaan
sampai ia lupa bahwa ada seseorang yang harus ia
perhatikan bukan dengan hanya uang yang ia berikan saja.
Saat sedang bercerita dari dalam ruangan Delfian, ada
sebuah suara gelas jatuh yang membuat semua orang
terkejut dan otomatis langsung melihat ke dalam ruangan.
Saat papa Delfian dan Feya masuk ternyata Delfian sudah
sadar dari komanya dan itu membuat Feya terkejut hingga
meneteskan air mata. Dan saat itu juga papanya Delfian
memberi tau dokter tentang kondisi Delfian.
Hari terus berlalu, keadaan Delfian semakin membaik
dan hubungan Delfian dengan sang papa pun juga mulai
akrab tanpa ada canggung dan amarah lagi. Feya duduk
disamping brankar Delfian sambil memotong buah untuk
Delfian makan. Orang tua Feya juga sedang menjenguk
Delfian saat itu. Papa Delfian lagi pergi ke kantor untuk
memenuhi meeting dan jadwal lainnya.
Orang tua Feya pamit setelah cukup lama menjenguk
Delfian, tetapi Feya meminta izin untuk masih berada
disana sampai sore nanti. Setelah sepeninggalan orang tua

242
Feya, Delfian pun berani berbicara tentang masalah yang
dipemdam oleh sahabatnya itu. Ia sudah mengetahuinya
cukup tahu masalah yang ada di pikiran sahabatnya itu.
Senyum yang dilihat setiap saat itu adalah topeng yang
dipasang agar semua orang tak mengetahui masalah yang
dia hadapi.
“Fey? Kau pasti kuat dengan tuntutan yang diberikan
bundamu kepadamu. Kau anak yang tangguh dan kau anak
yang cerdas,” kata Delfian memecah keheningan.
“Maksudmu Del?” jawab Feya kebingungan.
“Aku sudah mengetahui bahwa bunda sangat ingin
kau menjadi dokter tetapi kau bercita-cita sebagai sebagai
designer,” jelas Delfian.
“Iya kau benar, tapi mau bagaimana lagi itu keinginan
bunda dari dulu. Mungkin aku akan mengubur cita-citaku
dan menuruti keinginan bunda untuk menjadi dokter,”
jawab Feya.
“Feya dengerin gue dan ingat kata-kata ini ‘kejarlah
semua cita-cita karena untuk menggapai cita-cita itu tak
ada bataswaktunya dan tak akan terlambat jadi kau harus
tetap mengejarnya’ dan satu lagi ‘kau harus tetap kuat
walau orang yang kau sayang tak mensuprot dan

243
menuntutmu dengan hal yang tak kau inginkan’ jadi kau
harus tetap ingat dan terus besyukur oke?” jelas Delfian.
Feya hanya diam dan memikirkan kata-kata yang
baru saja diucap Delfian. Mungkin suatu hari nanti kata itu
yang membuat ia bangkit dari masa terpuruknya karena
masalah yang ia hadapi. Hari mulai gelap dan Feya harus
pualang karena ia sudah benjanji akan pulang sore hari.
Saat sesampainya di rumah Feya mencatat kata-kata yang
diucap Delfian pada note dan ia tempel dikaca meja
belajarnya. Agar kata itu selalu ia bisa ingat saat ia
mengalami down dan putus asa.
Hari terus berlalu Delfian sudah pulang dari rumah
sakit dan memulai harinya seperti biasa. Feya dan Delfian
juga sudah kelas 12 dan sudah mempersiapkan untuk
kuliah dimana. Tetapi Feya masih bimbang antara
iamenuruti bundanya atau ia melanjutkan cita-citanya.
Feya sudah berserah jika ia harus mengubur cita-cita ia
akan membahagiakan bundanya nanti.
Hari dimana Feya harus memilih antara cita-citanya
atau membanggakan bundanya. Ia sangat bimbang
bagaimana ia harus memilih semuanya sangat ia butuhkan.
Feya ia kata-kata Delfian bahwa cita-cita tak akan terlambat

244
untuk mencapainya. Saat ia sudah berputus asa, ayah Feya
mengetuk pintu.
“Feya, ayah boleh masuk?” tanya ayah Feya.
“Boleh ayah. Masuk aja,” jawab Feya
Ayah pun masuk dan duduk disamping Feya.
“Fey, ayah dan bunda sudah berdiskusi. Ayah dan
bunda akan mendukung kamu untuk yang kau pilih nanti.
Bunda sudah mengikhlaskan keinginannya untuk kau
menjadi dokter. Ia merasa bahwa itu memang bukan
passion kamu dan itu memang bukan hal yang kau inginkan.
Ayah akan mensuport apa yang kau pilih nak, maaf jika
ayah dan bunda memaksa kehendakmu untuk memenuhi
keinginanmu dulu,” jelas aya Feya
Feya sangat terkejut dan langsung memeluk sang
ayah dengan berlinang air mata.
“Ayah dari mana ayah tau jika Feya sangat tidak ingin
untuk menjadi dokter?” tanya Feya.
“Ayah mengetahuinya dari catatan yang kau tulis
dikertas. Kertas itu ayah temukan di tong sampah dengan
keadangan sudah tidak rapi. Dan setelah itu ayang
menunjukkan ke bundamu dan bunda sangat menangis

245
karena ia sudah membuat anaknya tertakan deng
keinginannya,”jelas ayah Feya lagi.
Hari yang ditunggu Feya akhirnya pun tiba dimana ia
harus pergi ke negeri orang untuk menimba ilmu dan
mengejar cita-citanya. Saat ini Feya berada dibandara
dengan diantar oleh bunda dan ayah. Bukan hanya Feya
saja yang akan kuliah dinegeri orang tetapi Delfian akan
pergi juga untuk menimba ilmu serta ikut dengan ayahnya.
Pesawat Feya dan Delfian akan terbang 5 menit lagi. Walau
harus berpisah Feya tetap harus berjalan memasuki
bandara untuk mengejar mimpinya.
Selamat tingal topeng dan terima kasih kau sudah
mengelabui banyak orang agar meraka tidak mengenali
masalah yang ku terima dan mengira kau adalah yang asli.

246
Kejutan Ulang Tahunku
Oleh: Nur Aulia Wahyu Latifah

Perkenalkan namaku Kania, aku tinggal di Jalan


Kartini No 10. Aku merupakan anak tunggal dan aku lahir
pada tanggal 07 April 2005, tiga hari lagi adalah ulang
tahunku yang ke 15 tahun.
Aku bangun jam 04.30 langsung bergegas mandi dan
siap-siap pergi ke sekolah. Setelah itu aku menuju ke meja
makan untuk sarapan. Sambil menuju meja makan aku
bergumam “Duh, udah nggak sabar nunggu hari ulang
tahunku tiba”. Saat sampai meja makan aku menyapa kedua
orang tuaku “Selamat pagi, Ayah Ibu”. “Pagi Kania”, jawab
kedua orang tuaku. Lalu aku segera sarapan. Setelah
sarapan, jam sudah menunjukkan pukul 06.30. Aku pun
segera berangkat ke sekolah menggunakan sepeda
kesayanganku.
Aku bersekolah di SMP Pelita Jaya. Di sekolah, aku
mempunyai sahabat yang sangat baik denganku namanya
Feby. Dia adalah sahabatku dari kecil dan rumah kita
itu dekat jadi ke mana-mana kita selalu bareng.

247
Pada pukul 06.50 bel berbunyi tanda pelajaran akan
segera dimulai. Jam pelajaran pertama adalah Bahasa
Indonesia yang paling aku suka. Setelah 1 jam 20 menit, bel
kembali berbunyi tanda istirahat telah tiba.
Pada waktu istirahat aku dan sahabatku biasa pergi
ke taman sekolah. Tapi sebelum ke taman, kita berdua
pergi ke kantin terlebih dahulu untuk membeli makanan
dan minuman. Setelah kita selesai membeli makanan dan
minuman kita segera pergi ke taman sekolah.
Saat di taman sekolah aku bertanya kepada Feby
tentang hari ulang tahunku.
“Hmm, Feby?.” Panggilku.
“Iya kenapa Kan?.” Jawab Feby.
“Kamu gak lupakan tiga hari lagi hari apa?.” Tanyaku
pada Feby.
“Emang tiga hari lagi hari apa?.” Tanya Feby.
“Ihhhh....masa kamu gak inget sih, tiga hari lagi kan
hari ulang tahunku!!!.” Jawabku dengan sedikit kesal.
“Oh iya aku lupa, hehehe.....cie yang mau ulang tahun,
pasti bahagia ya karna mau dapet kado. Iya kan?.” Jawab
Feby.

248
“Hehehe....kamu itu tau aja. Jangan lupa ya tiga hari
lagi aku tunggu kadonya.” Kataku lagi pada Feby.
“Iya...iya, kalau gak lupa hehehe.....” Jawabnya dengan
tertawa.
“Ihhh, kamu mah gitu.” Jawabku dengan kesal.
“Iya...iya..Jangan ngambek dong, kalau ngambek kamu
jadi tambah jelek hahaha.....” Jawabnya sambil mengejekku.
“Ihh Feby.... jangan gitu dong. Tapi makasih ya Feb,
kamu itu emang sahabat aku yang paling baik.” kataku pada
Feby, sambil memeluknya.
“Iya sama-sama Kania.” jawab Feby dengan membalas
pelukanku.
Bel pun kembali berbunyi, tanda jam istirahat telah
berakhir dan jam pelajaran akan dimulai lagi. Tak terasa
sudah 1 jam 30 menit. Akhirnya bel tanda pulang sudah
berbunyi. Kania dan Feby pulang ke rumah bareng. Setelah
sampai di rumah Kania segera bersih-bersih, lalu ia tidur
siang.
Keesokan harinya Feby datang ke rumah Kania untuk
mengajaknya pergi ke sekolah bareng.
“Assalamu’alaikum....Kania!.” Panggi Feby sambil
mengetuk pintu rumah Kania.

249
“Waalaikumsalam..” Jawab ibu Kania, ternyata yang
buka pintunya ibu Kania.
“Eh tante, Kania nya mana?.” Tanya Feby ke ibunya
Kania.
“Kania hari ini nggak masuk sekolah, karna lagi
kurang enak badan. Tante titip surat ya ke walikelasnya
Kania.” Jawab ibu Kania.
“Oh gitu ya tan, yaudah kalo gitu Feby pergi sekolah
dulu ya. Assalamu’alaikum.” Pamit Feby ke ibunya Kania.
“Waalaikumsalam.” Jawab ibu Kania.
Keesokan harinya Kania masih belum masuk sekolah
karna belum sehat. Hingga hari yang ditunggu Kania pun
tiba, yaitu hari ulang tahunnya. Kania bangun tidur dengan
semangat, ia langsung bergegas mandi untuk siap-siap
pergi ke sekolah. Setelah siap ia menuju meja makan untuk
sarapan, namun ia kaget karena ayah dan ibunya tidak ada,
di meja makan juga tidak ada makanan sama sekali. Jam
sudah menunjukkan pukul 06.30, akhirnya ia pergi ke
sekolah dengan tidak bersemangat. Feby juga tidak ke
rumahnya untuk mengajaknya pergi ke sekolah bareng.
Saat sampai di kelas, tiba-tiba ia dijauhi teman-
temannya. Bahkan Feby pun juga ikut menjauhinya,

250
padahal hari ini hari ulang tahunnya. Pada saat jam
pelajaran ia tidak memperhatikan ibu guru yang sedang
menjelaskan materi di depan, sampai ia ditegur oleh ibu
guru.
“Kania, kenapa kamu tidak memperhatikan
penjelasan ibu? Apa kamu sedang ada masalah?.” Tanya bu
guru pada Kania.
“Tidak bu, tidak ada apa-apa.” Jawab Kania pada bu
guru.
Bel istirahat pun berbunyi. Kania duduk di bangku
taman sendiri, sambil mengingat momen ulang tahunnya
tahun lalu. Pada saat ulang tahunnya yang ke 14 tahun,
dihadiri oleh keluarga terdekatnya dan teman-temannya.
Bel berbunyi tanda jam istirahat sudah selesai. Kania
kembali ke kelas, lalu ia mengerjakan tugas dari ibu guru
dengan perasaan sedih. Sampai bel pulang berbunyi, Kania
masih dijauhi teman-temannya, Feby juga tidak
mengajaknya pulang bareng.
Kania pun segera pulang. Sesampainya di rumah,
Kania terkejut karna rumahnya sangat gelap dan sepi. Ia
pun memanggil ayah dan ibunya namun tidak ada jawaban.
Kania mengira kalau ulang tahunnya yang ke 15 tahun ini

251
tidak akan dirayakan seperti ulang tahunnya tahun lalu.
Kemudian ia masuk ke kamarnya masih dengan perasaan
sedih. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarnya,
namun ketika dibuka tidak ada siapa-siapa. Kania pun
menjadi ketakutan. Tiba-tiba ada yang mengetuknya lagi
namun lebih keras dari yang sebelumnya, akhirnya dengan
keberanian yang ada Kania pun membukanya lagi dan
mencari-cari orang yang mengetuk pintu kamarnya. Saat
Kania sampai di ruang tamu tiba-tiba lampu rumahnya
nyala dan disitu juga ada ayah, ibu, Feby, dan teman-
temannya yang lain yang membawa kue ulang tahun dan
ada angka 15 di atasnya untuk Kania. Kania pun kaget dan
masih tidak menyangka ternyata selama ini Feby dan
teman-temannya menjauhinya hanya sebagian dari
surprise. Kania kira teman-temannya menjauhinya karna
Kania telah membuat kesalahan.
Setelah itu Kania diajak ke belakang rumahnya yang
sudah dihiasi balon-balon dan pernak-pernik pesta ulang
tahun. Lalu Kania dipanggil ayahnya.
“Kania...” Panggil ayahnya.
“Iya ada apa yah?.” Jawab Kania.

252
“Ini ada hadiah dari ayah dan ibu semoga kamu suka
ya....” Kata ayah Kania sambil memberikan kotak kado itu
pada Kania.
“Wahh...apa ini yah, bu isinya?. Tanya Kania pada ayah
dan ibunya.
“Buka aja kalau kamu penasaran sama isinya.” Jawab
ibu Kania. Setelah dibuka ternyata isi kotak kado itu adalah
laptop yang selama ini Kania inginkan. Ia pun berterima
kasih kepada ayah dan ibunya.
“Wow....laptop isinya, terima kasih ya yah, bu atas
kadonya.” Kata Kania pada ayah dan ibunya sambil
memeluk kedua orang tuanya.
“Iya sama-sama sayang.” Jawab ayah dan ibu Kania
sambil membalas pelukan Kania.
Sedangkan Feby juga sudah menyiapkan hadiah untuk
sahabatnya itu.
“Kania...” Panggilnya pada Kania.
“Iya kenapa Feb?.” Tanya Kania pada Feby.
“Ini hadiah dari sahabatmu yang paling cantik.” Jawab
Feby sambil tertawa dan menyerahkan kotak kado itu.
“Ahh...bisa aja kamu itu. Ngomong-ngomong ini isinya
apa Feb?.” Tanya Kania.

253
“Buka aja gapapa, tapi jangan dilihat dari harganya
ya....” Jawab Feby.
Lalu Kania membuka kotak kado dari sahabatnya itu
ternyata isinya baju dan sepatu.
“Wahh....terima kasih ya Feb kadonya. Aku suka
banget.” Kata Kania.
“Iya sama-sama..syukurlah kalau kamu suka sama
kado dari aku.” Kata Feby pada Kania.
Teman-teman Kania yang lain ada yang memberinya
hadiah alat-alat tulis, jilbab, aksesoris, dan lain-lainnya.
Kania sangat berterima kasih kepada ayah, ibu, Feby, dan
teman-temannya karna udah membuat surprise ulang
tahun untuknya dan membuat ulang tahunnya yang ke 15
ini menjadi lebih berkesan.

254
Pentingnya Kejujuran
Oleh: Natasya Dielvani

Namaku Rani. Aku adalah anak dari seorang penjual


gorengan. Aku lahir di keluarga yang kurang mampu. Hidup
kami sangat sederhana. Sekarang aku hanya tinggal
bersama ibuku, Bu Ida. Semenjak ayahku pergi, ibuku
berjuang sekuat tenaga untuk menyambung hidup kami
dan juga menyicil hutang-hutang ayah yang belum terlunasi.
Jam sudah menunjukkan pukul 04.00. Aku segera
bangun dari tidurku. Seperti hari-hari biasanya, aku harus
menyelesaikan pekerjaan rumah sebelum berangkat ke
sekolah. Sementara ibuku bersiap-siap pergi ke pasar untuk
membeli bahan-bahan yang akan digunakan berjualan hari
ini.
Seketika aku terkejut saat melihat jam dinding di
rumahku.
“Astaga!! Udah jam 06.30 !“ dengan tergesa-gesa aku
pun bersiap–siap untuk pergi ke sekolah.

Teet.. teet.. teeet..

255
Tepat pukul 07.00 , bel masuk pun berbunyi.
“Syukurlah, aku gak terlambat,” ucapku seraya
melangkahkan kaki menuju kelas.
Setelah dua menit menunggu, akhirnya Bu Mirna pun
datang. Bu Mirna adalah guru Bahasa Indonesia sekaligus
wali kelas kami.
“Selamat pagi anak–anak, gimana kabar kalian hari
ini ?” Ucap Bu Mirna untuk mengawali pembelajaran kami
hari ini.
“Selamat pagi, Bu, baik, Bu.” Sahut kami dengan
kompak.
“Hari ini kalian waktunya penilaian harian.” Ucap Bu
Mirna yang sontak membuat kami kaget.
Dengan pasrah kami pun menjawab, “Baik, Bu.”
Bu Mirna langsung membagikan lembaran yang berisi
soal–soal. Kami pun segera mengerjakannya.
Setelah 45 menit berlalu, akhirnya kami semua selesai
mengerjakan soal–soal tersebut. Setelah itu, tiba-tiba Bu
Mirna membagikan selembar kertas kepada kami.
“Ini surat edaran, nanti jangan lupa kalian kasih ke
orang tua kalian masing-masing.” Ucap Bu Mirna sembari
membagikan surat edaran tersebut.

256
Kami pun menjawab, “Iya, Bu.”

Teet.. teet.. teeet..


Bel pulang berbunyi. Kami pun bergegas untuk pulang
ke rumah masing-masing.
Di tengah-tengah perjalanan pulang, aku kepo dengan
isi surat edaran tersebut. Ketika aku buka, ternyata surat
edaran tersebut berisi pembayaran uang gedung yang
harus segera dilunasi. Aku bingung harus bilang apa ke Ibu.
aku takut ibu semakin terbebani karena harus
mengeluarkan uang sekitar lima ratus ribu yang menurut
kami nominal tersebut sangat banyak. Sambil berjalan, aku
berfikir bagaimana caranya agar aku bisa mendapatkan
uang lima ratus ribu tanpa meminta ke Ibu.
Disaat aku hendak menyeberang, aku melihat ada
rumah makan yang sedang ramai pengunjung. Aku
membaca tulisan yang ada di poster. Poster tersebut berisi
tulisan “Lowongan Pekerjaan” yang tertempel di jendela
rumah makan tersebut. Saat itu juga aku berfikiran untuk
mendaftarkan diri menjadi karyawan.

257
“Maaf, Pak. Apakah disini sedang membutuhkan
karyawan?” Tanyaku kepada pemilik rumah makan
tersebut.
“Oh iya, kami sedang membutuhkan karyawan
tambahan.” Jawab sang pemilik rumah makan.
“Bolehkah saya kerja disini untuk lima hari kedepan,
Pak?” Ucapku yang mulai menawarkan diri menjadi
karyawan di rumah makan tersebut.
Tanpa berfikir panjang lebar, pemilik rumah makan
tersebut menerimaku menjadi karyawannya. Sepertinya
disini memang benar-benar sangat membutuhkan
karyawan tambahan. Mulai besok aku sudah bisa bekerja di
sini. Jam kerjaku dimulai pukul 13.00 – 19.00 dan aku
diberi upah seratus ribu per hari.
Hari ini adalah hari pertama aku bekerja. Setelah
pulang sekolah aku langsung bergegas menuju ke sana.
“Rani, kamu yang bagian mengurus dapur ya. Disana
sudah ada satu karyawan. Saya harap kalian bisa bekerja
sama dengan baik.” Ucap pemilik rumah makan kepadaku.
“Baik, Pak,” jawabku kemudian.

258
Jam menunjukkan pukul 19.00. Aku pun bersiap-siap
untuk pulang. “Syukurlah, hari ini kerjaanku lancar.”
Ucapku di tengah–tengah perjalanan pulang.
Setibanya di rumah, aku terkejut ketika melihat Ibu
yang sepertinya sudah menunggu lama dengan wajah
cemasnya.
“Assalamualaikum, Ibu” Ucapku ketika sampai di
hadapan Ibu.
“Waalaikumsallam, Nak. Kamu dari mana kok jam
segini baru pulang?” Tanya ibu kepadaku.
Aku pun menjawab, “Maaf, Bu. Rani lupa mengabari
Ibu. Tadi Rani belajar kelompok di rumah Nina.”
“Iya gapapa, lain kali kalau ada urusan kabari Ibu dulu
ya, Nak.” Ucap ibu sambil mengajakku masuk ke dalam
rumah.
Rasanya gak tega membohongi Ibu, tapi aku juga
nggak mau kalau Ibu harus tau apa yang sebenarnya terjadi.
Hari-hari berikutnya, aku terus berbohong kepada Ibu. Aku
selalu beralasan kalau sepulang sekolah aku belajar
kelompok di rumah Nina.
Hari ini adalah hari terakhirku bekerja. Kebetulan
hari ini adalah hari Minggu. Berhubung hari ini libur

259
sekolah, aku memutuskan untuk mengambil jadwal kerja
pagi agar sorenya aku bisa membantu Ibu jualan.
“Rina, ini upah kamu hari ini. Terima kasih sudah mau
menjadi karyawan sementara di sini.” Ucap pemilik rumah
makan sembari memberikan upah terakhirku.
“Terima kasih banyak, Pak. Atas bantuan bapak, saya
bisa bekerja di sini dan bisa membayar uang gedung
sekolah saya.” Ucapku dengan nada yang sopan.
Aku langsung bergegas untuk pulang dan menuju ke
tempat Ibu berjualan. Sesampainya disana, aku terkejut
ketika melihat Ibunya Nina yang mulai pergi setelah
membeli gorengan Ibu.
“Assalamualaikum, Bu.” Ucapku dengan nada
ketakutan.
“Waalaikumsalam. Dari mana saja kamu? Ibu sudah
tau semuanya. Bisa–bisanya kamu membohongi Ibu, Ran.
Ibu sangat kecewa sama kamu. Sekarang kamu jelasin,
kenapa kamu bohong sama ibu dan kenapa kamu selalu
pulang malam akhir-akhir ini!!!”
Deg, benar dugaanku. Ibu sudah tau semua
kebohonganku.

260
Dengan sedikit perasaan takut, aku memberanikan
diri menjelaskan semuanya ke Ibu,
“Maaf, Bu. Rani nggak bermaksud membohongi Ibu.
Sebenarnya, belakangan ini Rani pulang terlambat itu
karena Rani kerja bu.”
“Kerja? Ngapain kamu kerja Ran? Kamu kerja
dimana?” Tanya Ibu di sela-sela penjelasanku.
“Rani kerja untuk membayar uang gedung sekolah, Bu.
Sebenarnya beberapa hari yang lalu, Rani diberi surat
edaran. Rani bingung harus bilang gimana ke Ibu, karena
Rani nggak mau Ibu semakin terbebani. Akhirnya Rani
memutuskan untuk menjadi karyawan sementara di rumah
makan dekat sekolahan. Setiap hari sepulang sekolah Rani
langsung kerja bu. Maafin Rani sudah bohong ke Ibu.”
“Lain kali kamu jangan bohong kaya gini lagi ya, Ran.
Kalau ada sesuatu, kamu harus bilang ke Ibu. Kamu itu
sudah jadi tanggung jawab Ibu. Gimana pun caranya, Ibu
pasti akan berusaha untuk mencukupi kebutuhan kamu.”
Ucap Ibu sembari mengelus kepalaku.
“Iya, Bu. Rani janji nggak akan bohong lagi ke Ibu.”
Ucapku dengan sangat lega.

261
“Yaudah, kita beres-beres dulu. Habis ini kita pulang
ya. Alhamdulillah, tadi Ibunya Nina ke sini membeli semua
dagangan Ibu.” Ucap Ibu dengan wajah yang terlihat sangat
bahagia.
“Baik, Bu” Jawabku seraya menganggukkan kepala.
Setelah selesai beres-beres, kami pun pulang ke
rumah. Aku merasa sangat lega karena Ibu sudah
memaafkanku dan sudah tidak ada lagi yang harus aku
tutup-tutupi ke Ibu. Semenjak kejadian ini, aku selalu
berkata jujur kepada Ibu.
Jangan sesekali kita membohongi orang lain, terutama
orang tua kita. Meskipun itu demi sebuah kebaikan,
alangkah baiknya bila kita berterus terang.

262
Si Peringkat Dua
Oleh: Nurul Farah Amira

Malam telah sunyi senyap. Bahkan jam dinding sudah


melewati angka sebelas. Namun, gadis itu masih sibuk
membaca berbagai tulisan sambil sesekali tangannya
menari lihai diatas buku catatan miliknya. Ia meneguk
kembali cangkir berisi cokelat buatan ibunya untuk
menutup mulutnya yang berkali-kali menguap dan
mengabaikan tubuhnya yang meminta segera dilemaskan.
Malam itu, sekali lagi gadis itu belajar lebih keras untuk
menjadi yang pertama. Dia, si peringkat dua.

~~

Seperti biasa, setelah mandi dan mempersiapkan


keperluan sekolah aku akan keluar dari kamar untuk
sarapan bersama keluargaku.
“Semalam kamu tidur jam berapa Alea” Tanya bunda
padaku saat aku mulai duduk.

263
“Tengah malam lewat sedikit bunda” jawabku sambil
tersenyum.
Mendengar jawabanku bunda hanya menghela nafas
lalu melanjutkan langkahnya beranjak kembali ke dapur
untuk mengambil makanan.
“Makanya Alea gausah begadang setiap hari. Pernah
ngaca nggak kamu, itu muka udah kayak panda, tau gak?”
Mendengar candaan Alana, aku hanya tersenyum
simpul, sedangkan ayah sudah terbahak karenanya. Kalana
Ravinsa saudara yang lebih tua sepuluh menit dariku itu
memang anak yang periang dan sedikit bawel, dan pintar
tentu saja. Karena sifatnya itulah dia lebih mudah bergaul
dan mempunyai banyak teman. Berbanding terbalik
dengan diriku, Kalea Ravinsa yang lebih suka
menghabiskan waktu bersama buku-buku di perpustakaan.
Setelah bunda kembali ke meja makan, kami memulai
sarapan. Kemudian aku dan Alana berpamitan kepada ayah
dan bunda lalu kami berangkat ke sekolah bersama.
Setibanya di sekolah ternyata kelas kami sudah ramai,
padahal baru jam tujuh lewat lima, kami langsung menuju
bangku untuk meletakkan tas. Kemudian aku mulai
membaca Nebula, series bumi ketujuh yang ku beli bulan

264
lalu namun belum sempat aku baca. Sedangkan Alana, dia
langsung membalik kursinya menghadap belakang untuk
bergosip bersama Rena dan Shila yang duduk dibelakang
kami.
“Nanti jadi ulangan kimia tidak sih Ren?” Tanya Shila.
“Gatau, yang penting aku kan sudah belajar”
“Rajin banget kamu Ren pake belajar segala” Ujar
Shila yang meledek Rena.
“Memangnya hari ini ada ulangan kimia Shil, kok aku
nggak ingat sih?” Ujar Alana.
“Berarti kamu semalem nggak belajar dong Al?”
“Ya engaklah, kalau nggak mau ulangan ngapain
belajar hehe” Jawab Alana sambil cengengesan.
“Kamu mah gak belajar juga pasti nilainya bagus Al
gak kaya aku yang udah belajar mati-matian tetep aja
remed” Ujar Rena menimpali.
“Betul tuh, iya gak Lea?” Tanya Shila padaku yang
hanya bisa kubalas dengan tawa sumbang.

~~

265
Setelah berkutat selama dua jam mengerjakan soal
kimia yang susahnya tidak usah ditanya lagi waktu istirahat
pun tiba. Alana pergi ke kantin bersama Rena dan Shila.
Sedangkan aku hanya menitip sekotak susu coklat padanya
karena hendak meneruskan serial bumi ketujuh yang ku
baca tadi pagi. Saat tengah asik membaca tiba-tiba Shila
duduk disampingku sambil menyerahkan susu kotak yang
katanya dari Alana.
“Alana sama Rena mana Shil?”
“Ke ruang osis, makanya aku balik ke kelas duluan”
Jawab Shila yang hanya kubalas dengan anggukan
“Oh iya Lea, tugas matematikamu yang dua puluh
nomer itu udah belum?”
“Udah, kenapa?”
“Enggak kok, Enak banget ya jadi kamu Alea. Alana
tuh udah baik, pinter, gak pelit bagi tugas lagi. Aku jadi
pengen punya saudara kaya dia.”
Mendengar ucapan Shila lagi-lagi aku hanya bisa
tersenyum simpul. Dia pasti mengira bahwa aku hanya
menyalin jawaban Alana. Padahal aku mengerjakannya
sendiri semalaman suntuk. Tapi apa yang bisa ku lakukan
untuk menyangkal perkataan Shila, karena memang

266
bintang tidak akan pernah seterang bulan, sama seperti
dirinya, tidak peduli apapun yang sudah dilakukannya,
Kalea Ravinsa si peringkat dua yang tidak akan sehebat si
peringkat satu, Kalana Ravinsa.

~~

Seminggu sebelum ujian akhir semester berlangsung


dan selama ujian akhir semester berlangsung aku
memperketat jadwal belajarku dan hanya menyisakan lima
jam perhari untuk istirahat. Bunda dan Alana tidak
mengetahui jadwal tidurku yang semakin hari semakin
kacau, namun ayah mengetahuinya. Bahkan ayah selalu
menemaniku belajar sambil membawakan teh jahe hangat
lalu mengusap kepalaku dan tak lupa selalu mengingatkan
aku yang semakin abai terhadap kesehatanku sendiri.
Tiga hari setelah ujian akhir semester, rapor semester
dibagikan dan seperti yang biasanya terjadi Kalana Ravinsa
kembali menjadi si peringkat pertama. Aku merasa bahagia
dan bangga pada Alana, sungguh dia benar-benar hebat
bisa membagi waktunya dengan baik. Namun, tidak bisa
dipungkiri bahwa aku juga merasa kecewa, teramat sangat

267
kecewa pada diriku sendiri. Mengapa setelah begitu banyak
waktu yang telah aku korbankan, aku bahkan tidak bisa
memenuhi standarku sendiri. Rasanya aku ingin menangis
dan berteriak sekencang-kencangnya.
Malamnya ayah datang lagi ke kamarku, tapi dia tidak
lagi membawakan teh jahe hangat melainkan hanya
memberikan usapan lembut seperti biasanya, lalu ayah
memelukku dan mengatakan “Terima kasih sudah
melakukan yang terbaik Alea”. Saat itu juga tangisku
meluruh. Malam itu aku menangis tersedu-sedu didepan
ayah. Malam itu juga aku membagi segala beban sebagai si
peringkat dua kepada ayah.
“Kenapa kamu ingin sekali menjadi yang pertama
Alea? Tidakkah kamu tau bahwa menjadi yang pertama itu
juga berat. Saat menjadi yang pertama kamu mau tidak
mau harus bisa memenuhi ekspektasi tinggi orang-orang
disekitarmu atau kamu akan merasa bersalah karena tidak
mampu memenuhinya. Dan juga saat kamu terbiasa
menjadi yang pertama, maka suatu saat nanti saat ada
orang lain yang mengambil posisi pertama itu, bisakah
kamu bayangkan seberapa besar rasa kecewa yang muncul
Alea?”

268
“Baik buruknya seseorang itu tidak diukur dari
peringkatnya Alea, melainakan seberapa keras ia berusaha
untuk mencapai tujuannya. Ketika rasa lelah dan keinginan
untuk menyerah muncul saat hasil dari usahamu tak
kunjung terlihat, maka istirahatlah nak, istirahatlah sejenak
dan lupakan segala tujuan yang hendak kau capai. Carilah
alasan mengapa kamu ingin mencapai tujuan itu, lalu
lanjutkan usahamu setelah kamu menemukan jawabannya”
“Tapi ayah aku ingin menjadi peringkat pertama agar
usahaku dihargai, karena saat aku menjadi si peringkat dua
tidak peduli seberapa keras usaha yang aku lakukan orang
lain akan menyepelekannya dan mereka mengganggapku
hanya bergantung pada si peringkat pertama, sama seperti
bintang yang tidak akan pernah seterang bulan”
“Maka abaikan saja mereka Alea. Anggaplah mereka
seperti awan mendung. Setelah awan mendung
menghilang , maka kalian bulan dan bintang akan bisa
bersinar bersama-sama, sama seperti Kalana Ravinsa dan
Kalea Ravinsa , putri-putri ayah yang selalu menyinari
kehidupan ayah dan bunda”
Setelah pecakapan dengan ayah malam itu, tidak ada
lagi Kalea Ravinsa yang hanya menghabiskan waktu

269
diperpustakaan dan tidak ada lagi Kalea Ravinsa yang
hanya punya sedikit teman, karena sejak malam itu Kalea
Ravinsa sudah memutuskanjalan hidupnya.
Meskipun ia akan menjadi si peringkat dua selamanya
ia tidak akan peduli lagi karena tidak peduli mana yang
lebih terang pada akhirnya bintang dan bulan akan
bersinar bersama, sama seperti Kalana Ravinsa dan Kalea
Ravinsa akan selalu bersama.

270
Fatal
Oleh: Rita Aprilia

Tak seperti biasanya. Pagi ini para awan sedang


terpuruk, entah apa yang ada dalam pikirannya sekarang.
Tetesan tetesan air mulai bersamaan jatuh di atap rumahku,
aku yang terlelap dalam tidur pun merasa terganggu.
Sesekali ku membuka dan menutup mata sambil menengok
jam dinding tepat diatas meja belajarku. Akupun terbangun
dan beranjak dari tempat tidurku. Aku membuka pintu
kamar dan melangkahkan kaki ku menuju kamar mandi.
Ayah dan Ibuku berada di dapur, aku pun menyapa mereka
“Selamat Pagi, Yah. Selamat Pagi, Bu.”. Ayah dan Ibuku tidak
merespon perkataanku, mungkin mereka tidak mendengar
karena ibu sedang memblender buah jambu biji untuk
teman sarapan kami. Akupun bergegas mengambil air
wudlu dan kembali ke kamar untuk melaksanakan solat
subuh .
Setelah aku melaksanakan solat, aku langsung pergi
ke dapur untuk membantu ibu menyiapkan sarapan.
Namun, ibu telah selesai memasak dan menyiapkannya di

271
meja makan. Ibu memanggilku, saat aku sedang melongo
melihat hidangan makanan lezat kesukaanku tertata rapi di
meja makan.
“Iyas, sini nak ayo makan” panggil ibuku sambil
sesekali menatapku
“Mmm” gumam diriku sambil melangkahkan kaki
menuju meja makan
Namanya Vhiasya Aza Islami, biasa dipanggil Iyas.
Umurnya baru 14 tahun. Orangnya itu cantik, pintar,
manis, punya lesung pipi di kedua pipinya dan juga
solehah, pokoknya lengkap deh. Udah ada gambaran
kan? Gak usah ngebayangin terus menerus. Lanjut ke
cerita aja!
Kudapati kursi berhadapan dengan ibuku. Aku
menarik kursi yang tadinya berada dibawah meja makan
untuk ku tempati. aku mengambil piring yang sudah diisi
nasi oleh ibuku, untuk lauk pauk aku sendiri yang
mengambilnya. Saat kita sedang menyantap makan pagi ini,
tidak ada yang berbicara satupun karena ibu mengatakan
bahwa itu adalah kebiasaan para nabi yang baik untuk
dicontoh.

272
Setelah makan pagi selesai, Ayah bersiap-siap
berangkat kerja. Hari ini aku libur sekolah karena
kakakkakak kelas IX ujian nasional. Aku membantu ibu
membersihkan meja makan dan mencuci piring, sedangkan
ibu sedang membungkus makanan yang masih tersisa tadi
di dalam kotak nasi. Ibu sengaja setiap hari memasak
makanan dengan porsi banyak, untuk dibagikan kepada
anak anak dan orang tua yang terlantar dijalanan.
“Iyas, nanti Iyas anterin makanan ini ke tempat biasa
ya” pinta ibu padaku
“Siap bu, nanti Iyas yang nganterin” jawabku sambil
berlagak seperti hormat pada saat upacara.
“Iyas besok kalau udah kerja, lakuin yang sama
seperti yang ibu lakuin sekarang ya. Kalau iyas punya uang
jangan lupa sisihin uangnya untuk orang orang yang
membutuhkan. Karena mereka butuh simpati dan empati
dari kita. Kalau kita banyak berbuat baik kepada mereka,
kita akan mendapat balasan dari Allah dengan nikmat yang
Allah turunkan. Membantu itu tidak harus dengan uang,
tetapi bisa dengan segala sesuatu. Jadi, kalau kita hanya
punya sedikit uang kita bisa memberikan bantuan dengan
makanan atau barang barang yang masih bisa dipakai

273
seperti yang kita lakuin sekarang. Oke!” Pesan ibuku yang
penuh makna
“Iya bu, Iyas juga kepengin berbuat baik seperti ibu.
Makasih Bu udah ajarin iyas dengan perbuatan baik selama
ini” ucapku dengan rasa berterima kasih sambil memeluk
ibuku.
Ayah yang sudah siap untuk berangkat kerja pun
menghampiri kami berdua yang masih berada didapur
sambil membawa sebuah tas yang biasa dibawa pekerja
kantoran ditangan kirinya. Ayah berpamitan kepada aku
dan ibu. “Ayah berangkat dulu ya, Bu!, Yas!” Pamit ayah
sembari menyulurkan tangan kanannya.
“Iya, Yah!” jawabku sambil mencium tangan ayah
“Iya, Hati-hati ya, Yah!” pesan ibuku sambil
bergantian mencium tangan ayah
“Assalamu’alaikum” salam ayah sambil membalikkan
badan membelakangi kami
“Wa’alaikumsalam” jawab kita bersamaan
5 menit setelah ayah berangkat kerja, para awan pun
sudah kembali bahagia karena sang matahari datang untuk
menemani mereka. Ibu yang sudah selesai membungkus
makanan meminta kepadaku untuk segera memesan taksi

274
online lewat aplikasi handphone milik ibu. Aku pun segera
memesan, sebelum taksi sampai dirumahku aku pergi
kerumah tetanggaku yang sekaligus sepupuku untuk
mengajaknya pergi membagikan makanan bersamaku.
Kemudian aku dan sepupuku kembali ke rumah.
Tidak sampai dalam 10 menit, taksi sudah datang.
Pak sopir membuka pintu dan menuju teras rumah kami
dan menanyakan apa ini benar orang yang tadi memesan
taksinya. Aku dan sepupuku pergi kedapur untuk
mengambil beberapa kotak makanan. Pak sopir juga
membantu membawanya kemobil.
“Bu aku dan kak Syifa pergi dulu ya,
Assalamualaikum” pamitku pada ibu sambil melambaikan
tangan kananku
“Iya, jangan lupa berdoa ya, Waalaikumsalam” jawab
ibu sambil membalas lambaian tanganku
Ya namanya Syifa, dia adalah anak dari budhe ku.
Dia seumuran denganku, kita bersekolah disekolah
yang sama, dan juga kelas yang sama. Aku
memanggilnya dengan kak Syifa, karena budhe lebih
tua dari ibuku.

275
“Eh Yas, nanti kita pulangnya jalan kaki aja ya. Sambil
jalan jalan gitu. Mau nggak?” tanya kak Syifa kepadaku
“Aku tadi juga mau ajak kakak jalan kaki, soalnya aku
lupa nggak bawa hp” jawabku sambil cengar-cengir
“Oh jadi kamu lupa, yaudah jalan kaki aja ya?”
tanyanya lagi kepadaku
“Iya iya kak”
Setelah beberapa menit kemudian, taksi yang kami
naiki berhenti, dan ternyata kita sudah sampai di tempat
yang ingin kami tuju, dimana ditempat tersebut banyak
orang-orang yang terlantar. Aku dan kak Syifa turun
bergantian lewat pintu sebelah kiri. Sedangkan pak sopir
juga ikut turun menuju ke belakang mobil untuk
mengambil beberapa makanan yang akan kita bagikan.
Setelah semuannya keluar dari mobil, pak sopir
meninggalkan tempat ini.
Ditempat ini, dilampu merah banyak anak-anak dan
orang tua yang kelaparan. Aku dan kak Syifa segera
membagikan makanan tersebut. Tinggal satu kotak
makanan lagi yang akan kuberikan pada seorang anak,
namun ada seseorang laki-laki yang terlihat sombong
langsung mengambil makanan itu dari tanganku sehingga

276
makanan itu sekarang berada ditangannya. Apa yang
terjadi? Seorang laki laki tersebut membuang makanannya
ketanah lalu menginjaknya dengan sekuat tenaga. Makanan
yang ada didalam kotak itupun tercecer ditanah.
“Lo siapa? Main ambil-ambil makanan orang aja!”
emosiku yang tidak dapat ditahan
Ya itulah Iyas. Kalau dibaikin dia Solehah dan
perkataanya terlihat sopan. Tapi berbanding terbalik
kalau dia sedang dijelek-jelekin atau diejek dia akan
terlihat seperti anak seumuranya yang biasa yang pake
“lo” sama “gue”.
“Lo gk kenal ama gue? Gue itu Arnold anak orang
paling kaya di kota ini! Masa lo gk kenal?” jawabnya dengan
lagak sombong
“Kalau lo itu “kaya” harusnya bersyukur, bukannya
malah jadi sombong. “Kaya” itu harus bagi-bagi sama yang
lagi kesusahan bukanya pamer kekayaannya. Kekayaan
bukan untuk dipamerin! Tapi dimanfaatin buat kebaikan!
Ngerti nggak lo?” ucapku dengan kesal
“Emang gue peduli” jawabnya yang membuatku
semakin kesal

277
“Udah lah Yas, kita beliin nasi diwarung itu dulu aja
buat adik ini. Kasihan nih dia nangis gk dapet makanan
sendiri” ajak kak Syifa untuk pergi kewarung dekat tempat
tersebut
“Awas yah lo” ucapku sambil melototkan kedua
mataku ke Arnold
Aku dan kak Syifa pergi kewarung dan memesan
makanan untuk adik yang belum mendapat jatah kotak nasi
tadi. Disana aku dan kak Syifa ikut memesan makanan juga.
Kita bertiga makan bersama. Setelah selesai makan kita
mengantarkan adik tadi ke lampu merah. Setelah itu aku
dan kak Syifa pulang jalan kaki.

~~

Beberapa bulan kemudian. Setiap seminggu sekali di


libur sekolah aku menjalani rutinitasku yaitu membagikan
makanan di tempat biasa bersama kak Syifa. Namun hari ini
aku melihat kejanggalan karena ada satu orang yang
pernah kukenali berada disana. Dan ternyata itu adalah
Arnold. Mengapa dia berpakaian lusuh, kumuh, jelek, kotor,
tidak seperti saat pertama kali ku melihatnya yang

278
berpakaian layaknya orang kaya? Ada apa dengannya?
Mengapa sekarang dia berubah 100% mulai dari
penampilan serta pemikiranya, dan juga kelakuanya?
Ternyata, Arnold mengalami penderitaan yang
datang bergantian mulai dari perusahaan ayahnya yang
bangkrut, ibunya sakit, dan ayahnya yang meninggal karena
mengalami sakit santung setelah perusahaannya bangkrut.
Arnold meminta maaf kepadaku atas kesalahan yang telah
ia perbuat saat itu. Aku yang merasa kasihan melihat
Arnold pun segera memaafkannya karena melihat
ketulusan Arnold saat ia ingin berubah. Dan setelah
peristiwa yang dialaminnya itu, Arnold berubah menjadi
orang yang lebih baik dari dirinya yang dulu.
Kaya atau miskin itu hanyalah takdir yang Tuhan
berikan kepada kita. Seharusnya kita selalu bersyukur atas
nikmat yang Tuhan berikan kepada kita. Membanggakan
harta benda itu perbuatan yang tidak baik dan tidak ada
manfaatnya. Tetapi memanfaatkan harta benda untuk
perbuatan yang baik itu patut dibanggakan.

279
Terimakasih untuk Sahabatku
Oleh: Sheila Amelia Christanti

Bagiku sahabat adalah salah orang yang selalu ada


disaat suka maupun duka. Tempat berbagi cerita dan
masalah. Sahabat itu orang yang akan menemani kita disaat
kita ingin pergi jalan-jalan atau sekedar mencari makanan.
Aku selalu berpikir apakah arti sahabat hanya sampai disitu.
Aku sering tertawa apabila mengingat sahabat-sahabat ku
dengan segala tingkahnya. Mungkin memiliki banyak
sahabat terasa menyenangkan. Namun, siapa sangka itu
bisa membawa kepada masalah yang justru membuat kita
akan terasa jauh.
Pada suatu pagi yang cerah. Aku terbangun dari
tidurku dengan perasaan riang gembira, bersiap-siap
menyambut hari dengan senyuman lebar diwajahku.
Matahari menyapaku dengan sinarnya yang mulai
menerangi seluruh permukaan bumi. Namaku Melati. Aku
seorang murid kelas 12 SMA. Aku mempunyai 5 orang
sahabat. Kita telah bersahabat sejak kelas 7 SMP.

280
Hubungan kita selalu baik-baik saja. Walaupun, satu
dua kali masalah sering kita hadapi.
Persahabatan kita memang cukup menyenangkan
bagiku. Setiap minggu kita usahakan selalu bertemu,
berkumpul dan bercanda bersama. Rasanya seperti aku
tidak bisa menjalani hari-hariku tanpa sahabatku. Singkat
cerita aku telah lulus dari SMA. Dengan nilai yang
memuaskan bagiku. Tidak sia-sialah aku belajar mati-
matian. Aku mulai mendaftarkan diri di universitas
impianku. Sahabatkupun juga mendaftarkan diri di
universitas impian mereka. Tidak sanggup rasanya
membayangkan kita harus berpisah. Tapi aku yakin kita
pasti bisa mempertahankan persahabatan kita.
Hal yang aku tunggu-tunggu telah tiba. Tiba saatnya
pengumuman apakah kita diterima ataupun tidak. Aku
sangat berantusias. Jantungku bedetak lebih kencang
daripada biasanya. Rasa penasaran semakin lama semakin
besar. Namun, mata tak sanggup melihat kenyataan yang
akan kudapatkan.
“Yes, aku masuk dongg ke Universitas Indonesia.”
Teriak Lila dengan semangatnya

281
“Wahhh, selamat ya Lila. Jadi anak kuliahan nihhhh.”
Balas Riri
Disitu aku mulai semakin takut untuk melihatnya.
Tak lama kemudian, Hesti mendekatiku dan
menyakinkanku.
“Gpp Mel, apapun yang terjadi itu udah takdir kamu.
Kamu udah lakuin yang terbaik.” Ucap Hesti kepadaku
“Sini aku aja yang lihat Mel.” Sahut Lila dengan
spontan
Aku terkejut dan membatu. Aku tak tau harus
bagaimana. Lila merebut HP ku dengan cepatnya dan
segera membuka surat pemberitahuan itu. Semua orang
juga terdiam dan menanti hasil yang aku dapatkan. Mata
Lila melotot dengan rasa tidak percaya.
“Yang sabar ya Mel. Mungkin bukan takdirmu untuk
berkuliah disitu.” Ucap Lila
“Hah yang bener Lil? Kamu gak lagi bercanda kan?”
tanya Nindy
“Iya ni, kamu kalau bercanda gak lucu deh.” Balas Riri
“Aku gak bercanda ya. Kalau gak percaya lihat aja
sendiri tuh HP nya.” Ucap Lila sambil menyodorkan HP
punyaku

282
Tanpa pikir panjang. Aku yang dari tadi sudah
menangis langsung merebut HP punyaku. Aku tidak ingin
semua sahabatku melihat surat pemberitahuanku. Aku
menangis sejadi-jadinya di dekat Hesti. Sesekali sahabatku
lainnya menenangkanku sambil menasehatiku.
“Udahlah Mel, mungkin itu bukan jalan kamu. Udahlah
ikhlasin saja.” Kata Riri
“Iya Mel, udahlah jangan nangis lagi.” Sahut Nindy
“Iya Mel, ada jalan lain kok. Kamu gausah nangis!”
tambah Lila
Bukannya membuatku semakin tenang, ucapan
mereka malah membuatku semakin sedih dan semakin
terpuruk. Aku hanya bisa menangis. Hingga akhirnya aku
pulang untuk menenangkan diri. Saat dirumah aku hanya
mengurung diri di dalam kamar. Aku hanya bisa menangis.
Sedangkan orang tuaku sedang bekerja di luar kota. Aku
takut sekali memberitahu orang tuaku. Aku takut mereka
akan kecewa karena aku gagal masuk di universitas yang
aku dan orang tuaku impikan.
Selama beberapa hari aku masih menangis. Aku
berpikir nilai yang aku dapatan bisa memudahkanku
masuk ke universitas itu. Namun, keberuntungan tak

283
berpihak padaku. Tiba-tiba aku mendapat pesan dari Hesti.
Ia mengajakku pergi jalan-jalan bersamanya juga bersama
sahabatku yang lainnya. Aku berpikir sahabatku yang lain
tidak perduli padaku. ternyata aku salah, mereka masih
ingin menghiburku. Mungkin aku hanya sedang terlalu
kecewa pada diriku sendiri hingga ingin menyalahkan
semua orang atas kegembiraan mereka.
Aku pun segera bersiap-siap aku tidak ingin terlihat
sedih di depan mereka. Ternyata kita pergi ke sebuah cafe
dekat pegunungan. Disana kita memesan makanan dan
minuman. Kita menghabiskan waktu disana hingga tak
terasa matahari pun pergi meninggalkan kita. Selama
disana ternyata aku tidak bisa menutupi kesedihan yang
aku rasakan. aku hanya diam dan tak ingin melakukan
apapun.
“Mel, kamu kenapa sih. Udahlah hari ini kita senang-
senang dulu.” Ucap Lila kepadaku
“Iya mel, gak lulus SNMPTN kan kamu bisa ikut
SBMPTN.” Tambah Riri
“Udah ya mel, hari ini kita senang-senang aja dulu.
Kamu pasti bisa kok lolos SBMPTN. Kamu kan pinter Mel.”
Ucap Hesti

284
Aku pun berpikir tak ada gunanya juga aku bersedih
terus-terusan. Sahabatku benar aku pasti bisa lolos
SBMPTN. Aku pun mulai kembali tersenyum dan melewati
hari itu bersama sahabat-sahabatku. Aku pun tak ingin
terjebak dimasalahku terus menerus. Kita pun mulai
tertawa dan berbagi cerita seperti biasanya. Menghabiskan
hari dengan penuh canda dan tawa.
Hari-hari berikutnya aku lewati dengan belajar dan
terus belajar. Sesekali aku ingin menyerah. Tak bisa
dibohongi aku sangat iri kepada sahabatku. Disaat mereka
sudah bersenang-senang. Namun, disini aku harus belajar
mati-matian untuk menggapai impinku.
Waktu SBMPTN pun telah tiba, keringat dingin
kembali membasahi tubuhku. Tanganku sungguh gemetar
dan jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Soalsoal
telah aku terima. Kusempatkan untuk berdoa terlebih
dahulu. Memohon kepada Tuhan agar aku diberi
keberuntungan kali ini. Kubaca soal tersebut satu persatu.
Aku ingat jelas aku bisa mengerjakan soal itu. Tapi entah
apa yang merasuki pikiranku. Tiba-tiba otakku tidak dapat
berpikir. Aku tidak tau harus melakukan apa. Jariku
sungguh hanya mencoret-coret hal yang tidak penting. Aku

285
sungguh kecewa pada diriku untuk yang kedua kalinya.
Bisa-bisanya aku tidak dapat mengerjakan soal itu. Padahal,
aku ingat betul aku sudah mempelajarinya.
Aku pun keluar dengan perasaan kecewa. Aku
menangis sejadi-jadinya di depan orang tuaku. Aku tak
sanggup berkata apa-apa. Aku telah membuat mereka
kecewa untuk yang kedua kalinya. Mereka pun memelukku
dan memberiku semangat.
Hari demi haripun berlalu. Setelah dinyatakan gagal
SBMPTN aku tetap menngikuti tes-tes lainnya di beberapa
universitas. Berharap aku lolos di salah satu universitas
impianku. Aku selalu berdoa dan berpasrah kepada Tuhan.
Namun, setelah aku lihat semua hasil sari tesku. Aku benar-
benar terduduk dan lemas. Tidak ada yang lolos satupun.
Aku menangis dan merasa frustasi. Bertanyatanya pada
diriku sendiri. Apa yang akan aku lakukan?
Aku hanya melamun di dalam kamar dan sesekali
meneteskan air mata. Memikirkan nasibku yang sudah tak
tau harus ku apakan. Aku hanya bisa pasrah. Aku ingin
mendapatkan semangatku kembali hingga akhirnya aku
hubungi semua sahabatku berniat mengajaknya pergi jalan.
Kita pun akhirnya berkumpul di rumah Hesti. Sesampainya

286
di sana aku tidak bisa menahan tangisanku. Aku menangis
sejadi-jadinya. Mereka menatapku dengan perasaan
bingung.
“Mel, ada apa. Kamu kenapa nangis?” tanya Hesti
“Iya nih datang-datang nangis kamu kenapa?” tambah
Riri
Mereka memaksaku untuk bercerita. tapi, aku tak bisa
berkata apa-apa. Aku hanya menangis dan menangis. Aku
tak sanggup menceritakan ini semua. Hingga akhirnya Lila
pun marah.
“Mel. Kamu kenapa sih. Ngajak kita kumpul Cuma liat
kamu nangis. Aku harus nyiapin barang-barang buat masuk
ke universitas, Mel.” Ucap Lila dengan nada tingginya
“Iyanih Mel. Aku gakbisa lama-lama. Banyak yang
harus aku siapin Mel.” Tambah Riri
Aku tidak tahan dengan perkataan mereka. Hingga
akhirnya aku berteriak sekencang kencangnya.
“Kalian enak ya. Udah masuk ke universitas yang
kalian mau. Kalian tau nggak aku kesini mau minta
dukungan kalian. Aku gagal disemua tes yang aku ikuti.”
Jawabku sambil tersedu-sedu

287
“Yang sabar Mel, Lila sama Riri gak berniat kek gitu
kok.” Ucap Hesti menenangkanku
“Kamu kurang berusaha kali Mel, atau mungkin
emang belum jalan kamu. Kamu kan bisa masuk universitas
yang kamu mau tahun depan Mel.” Tambah Nindy
“Mel, gausah lebay lah. Masih banyak universitas lain
kok. Emang harus banget ya ke universitas itu?” tanya Riri
“Kamu nggak ngerti gimana pengennya aku ke situ.
Aku juga udah daftar di beberapa univ lain. Tapi kalian tau
nggak. Gaada yang nerima.” Jawabku dengan nada pelan
“Udahlah mel. Emang bukan takdir kamu. Udah ya aku
mau pulang. Aku gaada waktu Mel.” Ucap Lila dengan
santainya
“Sorry Mel, aku juga harus pulang.” Tambah Nindy
“Aku juga Mel. Yang sabar-sabar aja ya.” Ucap Riri
“Eh, kok pulang. Katanya kita sahabat. Melati lagi ada
masalah kalian mau pergi?” tanya Hesti
“Sorry Hes. Kamu urusin dulu ya. Aku gakbisa.” Jawab
Lila
Mereka pun akhirnya pulang. Aku sangat bersedih
melihat perlakuan mereka. Mereka yang aku anggap

288
sahabat ternyata memperlakuanku seperti orang asing. Aku
benar-benar tak bisa berpikir apapun lagi.
“Gpp Mel. Gausah dipikirin ya. Mereka kan emang
sifatnya kek gitu.” Ucap Hesti menenangkanku
“Tapi aku gak habis piker aja Hes. Yaudah Hes, aku
gakmau ngerepotin kamu. Aku pulang aja ya.” Ucapku
kepada Hesti
“Kamu beneran mau pulang. Apa aku antar aja?” tanya
Hesti
“Gausah Hes, aku bisa pesan taksi kok.” Ucapku
sambil memesan taksi
Akhirya sesampainya di rumah. Ayahku bilang
kepadaku. Ia mendapatkan informasi dari temannya yang
pernah berkuliah di salah satu universitas yang berada di
Australia, yang mungkin cocok denganku. Ia pun
menawarkanku untuk mengikuti tes masuk universitas itu.
Ia berkata Itu adalah salah satu universitas terbaik di
Australia.
“Kamu coba aja Mel, siapa tau keterima. Rezeki orang
siapa yang tau Mel.” Ucap ayahku
“Tapi Melati takut yah, gimana kalau Melati gak
keterima lagi?” tanyaku kepada ayah

289
“Mama sama ayah selalu support kamu Mel, kamu
gausah takut ya.” Ucap mama menyemangatiku
Akhirnya aku mencari-cari informasi tentang
universitas itu. Aku mulai mendaftarkan diriku. Dan mulai
mempelajari contoh soal-soal yang ada di internet. Contoh
soal yang lumayan susah bagiku. Aku semakin takut
mencobanya. Tapi aku tetap beranikan diri.
Hingga akhirnya aku mengikuti tes online yang
diberikan. Awalnya aku gugup. Tapi aku belajar dari
sebelum-sebelumnya. Gugup dan takut hanya akan
merusak konsentrasiku. aku mulai mengerjakannya dan di
menit-menit terakhir. Aku telah mengerjakan semua soal
yang diberikan. Aku berdoa kepada Tuhan. Agar diberi
keberuntungan sehingga aku bisa masuk di universitas ini.
Beberapa hari berlalu dan surat pemberitahuan pun
telah aku terima. Aku berdoa agar keberuntungan
memihakku kali ini. Dan akhirnya tanpa berpikir panjang.
Aku langsung membaca surat pemberitahuan itu. Aku
terpatung dalam sekejap. Mataku terpaku pada. Seketika
air mataku menetes.
“Yah, aku diterima yah” ucapku teriak kepada ayah

290
Ayah langsung berlari melihat surat pemberitahuan
itu. Mama langsung memelukku. Aku menangis
sejadijadinya. Akhirya perjuanganku tidak sia-sia juga.
Beberapa tahun berlalu. Sekarang aku telah berkuliah
di Australia dan aku telah memiliki sahabat baru di sini.
Aku juga memiliki kehidupan baru yang menyenangkan di
sini. Sejak hari itu. Aku sudah tidak berhubungan dengan
sahabatku. Mereka memang telah meminta maaf kepadaku.
Dan aku sudah memaafkan mereka. Tapi, untuk kita
menjadi sahabat lagi aku memilih mundur. Hesti
merupakan satu-satunya sahabatku yang masih
berkomunikasi denganku. Pada saat libur aku juga masih
sering bermain dengannya.
Aku tidak menyalahkan mereka atas kejadian waktu
itu. Bahkan, aku ingin berterimakasih kepada mereka.
Setidaknya kejadian saat itu memberiku pelajaran. Bahwa,
Aku harus lebih berhati-hati lagi ketika memilih sahabat
karena sahabat merupakan orang yang sangat berarti
bagiku. Semua orang bisa menjadi teman. Namun, tidak
semua orang bisa menjadi sahabat.

291
My Best Friends
Oleh: Sherly Zuliana Pertiwi

Apakah kalian punya sahabat? Banyak orang bilang


memiliki sahabat adalah hal yang baik. Sahabat akan selalu
ada saat kau sedih atau Bahagia. Sahabat akan selalu
mendukungmu. Sahabat akan memberimu nasihat saat kau
sedang bingung atau punya masalah. Namun, terkadang
pertengkaran dengan sahabat tidak bias dihindari.
Kesalahpahaman yang memicu pertengkaran juga dapat
terjadi dan bias dibilang aku merasakan hal itu.
Pagi hari telah datang. Mentari sudah menampakkan
dirinya. Seorang anak perempuan berseragam SMA berdiri
di depan cermin bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Dan
anak perempuan itu adalah aku, Raina. Itulah namaku.
Seorang murid SMA Garuda kelas 11, sekolah yang elite
dan jadi favorite banyak orang. Aku adalah pembaca berita
di radio sekolah sehingga tak mengherankan jika aku
popular disana. Aku tak menyombongkan diri namun
itulah kenyataannya hehe Aku merupakan anak kedua dari

292
dua bersaudara. Aku punya seorang kakak bernama Viko
yang sudah kuliah.
“ Raina, ayo kakak antar kamu kesekolah dulu. Papa
sama Mama tadi udah berangkat kekantor.” Ajak kak Viko.
“ Ayo kak. Tapi kita tunggu Lili dulu ya, bentar aja
kok”
“ Oke.”
Lili? Siapa itu Lili? Lili adalah sahabatku yang kukenal
sejak SD. Lili adalah anak pembantu di rumahku yang
pindah dari desa kekota. Dia pindah ketika SD namun kita
tidak satu sekolah dan baru satu sekolah ketika SMA itu
pun tidak satu kelas.
Akhirnya, kita berangkat kesekolah sama-sama.
Sesampainya di sekolah aku dan Lili masuk kekelas masing-
masing. Baru saja aku sampai di depan pintu kelas, suara
sahabatku yang satu ini terdengar dan
benarbenarmenggelegar. Namanya adalah Lea. Orangnya
asik sih tapi lebay banget. Ups…
“ Raina…Raina…oh my god. Lo lama banget sih
datangnya. Sini ikut gue” ajak Lea.
“ Ada apaan sih? Ribet banget masih pagi nih. Bisa
biasa aja gak?”

293
“ Gak bisa. Ini itu bener-bener penting dan lo harus
cepet lihat”
Aku akhirnya pasrah mengikutinya bersama Putri.
Putri juga sahabatku. Kita bertiga sudah bersahabat sejak
masuk SMA. Mereka berdua mengenal Lili namun tidak
dekat dengannya.
“ Itu liat di meja lo. Banyak banget coklat sama surat
buat lo. Terkenal banget ya di sekolah ini udah kaya artis
aja.” Lanjut Lea sambil menunjuk surat dan coklat di
bangkuku.
“ Jadi ini yang penting? Cuma ini? Lo kaya baru tau
tentang itu. Itu udah pemandangan biasa kali kalau itu di
mejanya Raina, because Raina itu pembaca berita di radio
jadi banyak yang ngefans. Kalau itu di meja lo baru luar
biasa karena nggak bakal mungkin kaya gitu ada di meja
lo.” kata Putri.
“ Ih, Put, lo kok gitu sih suka banget ngejek gue. Nggak
suka apa lihat gue seneng? “
Bel sekolah berbunyi memaksa mengakhiri
perdebatan kedua sahabatku yang sebenarnya belum
selesai. Guru datang dan mulai mengajar.

294
Ketika sudah saatnya istirahat, semua orang segera
berangkat menuju tempat yang akan membuat perut
mereka kenyang. Dimana lagi kalau bukan kantin. Tempat
yang sangat menyenangkan berisi berbagai makanan dan
minuman. Tapi ingat bahwa itu tidak gratis hehe.
Aku dan keduasa habatku duduk di kantin menunggu
pesanan dating sambil mengobrol. Aku melihat Lili dan
mengajaknya bergabung. Ketika Lili duduk suasana
menjadi berubah. Yang awalnya sangat berisik menjadi
senyap dan canggung. Menurutku itu terjadi karena Lili dan
kedua sahabtku belum kenal. Aku mencoba mencairkan
suasana namun tak berhasil. Tiba-tiba Lili berdiri.
“ Raina, aku pergi dulu ya mau kekelas aja.”
“ Eh Li, disina aja gak apa-apa.”
“ Nggak Raina makasih. Aku balik kekelas aja.”
Setelah Lili pergi suasana menjadi ramai kembali.
Kedua sahabatku itu mulai berisik lagi.
“ Guys, kenapasih waktu Lili disini kalian diam aja?”
tanyaku
“ Gue gak tau. Mungkin gue ngerasa belum nyaman aja
sama Lili. Gue kan baru kenal dia.”

295
“ Gue juga ngerasain hal yang sama kaya Lea. Kalau
belum kenal pasti canggung gitu,” lanjut Putri.
Aku bisa memahami apa yang dirasakan kedua
sahabatku karena itu yang kurasakan ketika pertama
masuk sekolah dan belum kenal orang. Namun, setelah
kejadian itu, Lili berubah. Dia menjadi diam saja setiap aku
bertanya. Kalau dia menjawab dengan nada judes.
Suatu hari, aku dan kedua sahabatku jalan-jalan. Aku
mengajak Lili namun dia menolaknya. Jujur saja aku benar-
benar kesal dan bingung dalam menghadapi sikapnya itu.
Dia kesal karena hal sepele. Benar-benar tidak masuk akal.
Kedua sahabatku memintaku untuk pergi kerumah pohon.
Mereka berdua sedang ada urusan sebentar. Aku disuruh
menunggu disana. Dan ternyata disana ada Lili. Aku
bingung kenapa dia ada disana. Lili langsung pergi namun
aku menahannya dan mulai bicara.
“ Li, lo tu sebenarnya kenapa sih? Kalau ada masalah
bicarain jangan diam aja terus marah kaya anak kecil.”
“ Anak kecil-kecil bilang Rain? Kamu gak tau apa yang
aku rasain jadi diam aja. Gak usah sok nasihatin aku. Aku
yang tau perasaanku sendiri,”

296
“ Kalau gitu lo cerita dong supaya gue bias ngerti apa
yang lo rasain. Kalau lo gak cerita gimana caranya gue bisa
tau apa yang lo rasain. Lo selalu seenaknya aja setiap lo
marah sama gue, gue ngalah, tapi kali ini gue gak bisa Li.
Gue udah bener-bener kesel sama lo. Masalah yang sepele
jadi besar itu karena lo sendiri.”
“ Oke kalau kamu pengen aku cerita. Aku tau kok
kalau sebenarnya kamu malu kan temenan sama aku?
Kamu Cuma pura-pura aja mau temenan sama aku selama
ini. Tapi aku belum sadar dan akhirnya kali ini aku sadar.”
“ Li, lo kenapa tiba-tiba mikir kaya gitu? Kenapa lo
bilang gitu?” tanyaku.
“ Banyak alasan kenapa aku mikir gitu Rain. Akhir-
akhir ini, setiap kali aku ajak kamu keluar selalu nolak dan
itu nggak terjadi sekali aja Rain. Kamu lebih milih hangout
sama sahabat baru kamu yang selevel sama kamu. Sahabat
baru kamu juga kayanya nggak suka sama aku soalnya
setiap aku gabung sama kalian selalu jadi canggung.”
“ Li, lo salah paham.”
“ Salah paham? Maksudnya?”
“ Gue sama sekali gak malu punya sahabat kaya lo.
Gue ngerasa nyaman sahabatan sama lo. Itu sebenarnya

297
alasan gue mau sahabatan sama lo. Jadi, semua yang ada
dipikiran lo itu salah.Lo, Putri, ataupun Lea adalah sahabat
gue. Kalian bertiga selalu ada buat gue. Nggak mungkin gue
ngelupain persahabatan ini. Li, gue minta maaf. Gue nggak
bias ngertiin lo padahal lo selalu ngertiin gue. Gue sering
hangout sama Putri dan Lea karena kita satu kelas. Kita
lebih banyak waktu bersama jadi udah punya rencana. Dan
juga Lea sama Putri bukannya nggak suka sama lo. Mereka
canggung karena belum dekat sama lo itu alasannya. Maaf
Li” Ucapku sambil menangis. Hanya kata-kata itu yang ada
dipikiranku. Kenapa aku mengecewakan Lili? Itulah
pertanyaan yang sedang berputar di kepalaku saat ini.
Hening cukup lama… tak ada jawaban dari Lili. Tiba-
tiba Lili bicara.
“ Raina…. Aku sadar. Ini semua bukan kesalahanmu.
Ini semua karena sikapku yang egois. Kamu pasti juga
butuh teman lain.”
Aku benar-benar menangis. Rasa kesal berubah
menjadi sebuah rasa yang tak bias dijelaskan. Aku langsung
memeluk Lili. Untuk waktu yang cukup lama, aku dan Lili
menangis. Lili menenangkanku dan aku akhirnya berhenti
menangis.

298
“ Raina, sekali lagi aku minta maaf udah salah paham
sama kamu.”
“ Li, udah ya, jangan dibahas lagi soal itu. Yang
terpenting kita udah saling cerita dan tau masalahnya.
Masalah ini udah selesai. Jadi jangan diungkit-ungkit lagi,
jangan minta maaf lagi.”
“ Uuuuwaaaaaa…..Gitu dong yang akur jangan kaya
orang musuhan.” Teriak Lea dari balik pohon.
“ Iyanih. Waktu musuhan cuaca jadi panas. Pagi hari
rasanya kaya siang hari.” Ucap Putri.
“ Kok kalian ada disini?” tanyaku dengan heran.
“ Lo piker siapa yang ngerencanain ini semua kalau
bukan gue sama Putri? Mana mungkin Lili bisa ada disini
tanpa diminta. “Maafin gue ya hiks..hiks selama ini gue gak
bias ngertiin lo huwaaa “ ngakak banget gue Lupa gue orang
yang bilang gitu siapa“ ejek Lea.
“ Lea apaansih gue gak gitu.”
“ Emangnya gue bilang itu lo?”
“ Tuhkan mulai lagi. Lo berdua kalau digabung rusuh.”
kata Putri.
“ Ya pokoknya makasih buat kalian berdua. Karena
kalian berdua masalah gue sama Lili selesai.”

299
“ Putri, Lea aku minta maaf ya sama kalian. Aku juga
udah kesel dan salah paham juga sama kalian.”
“ Gak apa-apa kok Li, santai aja.” Jawab Putri.
“ Kalau gitu mulai sekarang kita berempat jadi
sahabat aja. Kita best friends forever. Kita mulai dari
perkenalan supaya kita nggak canggung”
“ Tumben lo bijak Lea.” Ucap Putri.
“ Stop. Sekarang kita sahabat jadi kalau ada masalah
kita saling bicara ya.”
“ Oke” jawab semua dengan serentak.
Aku dan ketiga sahabatku berpelukan dengan senyum
yang indah seperti bunga yang bermekaran. Aku sadar
bahwa dalam persahabatan diperlukan saling memahami
agar kesalahpahaman tak terjadi.

300
Ada yang Lebih Kuat dari Baja
Oleh: Sina Annisa Ramadhani

Bel istirahat berbunyi, waktunya semua siswa bisa


menghabiskan waktunya untuk istirahat, berbincang-
bincang, makan dan minum, ataupun pergi ke kantin untuk
membeli makanan. Dengan cepat aku pun berlari ke kantin
untuk membeli makanan bersama teman-temanku karena
kami sudah sangat lapar.
Aku Nisa Ramadhani siswi baru kelas 10 Mipa 7 di
SMAN GARUDA. Teman-temanku sering memanggilku Nisa
ataupun Jerapah karena badanku yang kecil namun
memiliki tinggi badan yang tinggi. Aku mempunyai 3
seorang sahabat yaitu Keisya, Adela, dan Lia. Meraka
merupakan sahabat yang paling dekat dengan aku, kami
sudah bersahabat sejak SMP.
Setelah kami membeli makanan di Kantin, kami pun
langsung kembali ke teras kelas untuk memakan makanan
tadi. Kami pun makan sambil berbicang-bincang, karena
itulah kebiasaan kami. Dan kami pun sedang
membicarakan kakak kelas terpopuler di sekolah yang

301
bernama Reyhan. Dia kakak kelas sekaligus ketua osis yang
ganteng, baik, ramah, ataupun sopan. Karena sikapnya yang
begitu baik pastinya tidak sedikitpun siswi di sekolah kami
yang menyukainya.
Ketika kami sedang membicarakan kak Reyhan, dia
pun datang menghampiri kami.
“Ekhem…., kamu Nisa kan?”, kak Reyhan berkata
dengan menunjuk aku.
“Mmmm…. I I iya kak”, dengan gugup, dan tidak
percaya diri pun aku menjawab.
“Kamu disuruh Bu Yanti ke ruang guru Nis”, sahut kak
Reyhan.
“Iya kak, terimakasih infonya”, aku pun menjawab.
Aku berencana untuk ke ruang guru setelah kak
Reyhan pergi, namun setelah kutunggu lama dia tidak
pergi-pergi. Dengan rasa takut aku pun bertanya.
“Kak Rey? Apa masih ada perlu?”,
“Iya Nis”, dengan singkat kak Rey menjawab.
“Apa kak kalau boleh tau?”, dengan binggung aku
menjawab.
“Boleh minta nomor kamu Nis?”, kak Rey menjawab.

302
Aku pun terkejut akan kata-kata kak Rey tersebut,
karena dia adalah laki-laki yang dikagumi satu sekolah dan
tibatiba meminta nomor ponsel ku. Aku pun melirik ke arah
sahabat-sahabatku, dan mereka memberi isyarat dengan
mengganggukkan kepala mereka yang memiliki arti “iya”.
“Boleh kak”, dengan memberikan ponsel ku kepada
kak Rey.
“Makasih Nis”, dengan senyuman manis nya kak Rey
menjawab.
Setelah kuberi nomor ponsel ku kepada kak Rey,
tibatiba ada segerombolan kakak kelas perempuan ter hits
disekolah ku. Dengan wajah yang menakutkan mereka pun
menghampiriku. Aku pun takut, karena mereka kakak kelas
yang menakutkan.
Mereka pun menarikku dan mendorongku ke lantai.
Dengan muka bingung dan ketakutan bahkan ingin
menangis akupun bertanya kepada mereka.
“Memang aku ada salah apa kak…???”
Dengan nada membentak kak Sasa pun yang
merupakan ketua geng tesebut menjawab “Dahlah baru
masuk aja udah mau bikin onar ya? Emang lo siapa berani-
beraninya mau deket sama Reyhan, hahh?”.

303
“Siapa lo kok berani-beraniya mendekati pacarnya
Sasa?, sahut salah satu teman kak Sasa.
“Mm ma maaf kak tapi saya tidak mendekati kak Rey”,
dengan menangis pun aku menjawab.
“Terus ngapain tadi Reyhan di kelas lo? Dan Rey
megang ponsel lo? Hahh? Mau bikin gara-gara sama gue lo?,
jawab kak Sasa.
“Tt ti tdak kak, sebenarnya sa….”, belum selesai
bicarapun kak Sasa sudah memotong pembicaraankuu. Dan
dia mengatakan.
“Dahlah lo masih baru disini jadi gak usah lah cari
garagara sama gue, awas aja sampek gue masih liat lo
deketdeket sama pacar gue, gue patahin tangan lo”
“I I iyaa kak”, aku menjawab dengan pasrah.
Bel pulang berbunyi, aku pun pulang. Dan saat aku
berada digerbang luar sekolah sedang menunggu dijemput
orang tua ku kak Rey malah memberib tumpangan
kepadaku, namun aku menolak karena aku tidak mau
kejadian tadi terulang kembali. Tetapi kak Rey memaksaku
untuk ikut dengannya, aku pun mau karena aku berfikir
geng kak Sasa sudah pulang semua.

304
Akhirnya aku sampai dirumah dengan selamat
bersama kak Rey. Tidak lupa aku mengucapkan kata
terimakasih kepada kak Rey atas tumpangannya.
Belum sampai ganti seragam pun para sahabat ku
sudah menemui ku untuk belajar bersama di sebuah cafe.
Dengan cepat aku mengganti seragamku dan berangkat
bersama sahabatku. Sesampainya di cafe kami pun belajar
bersama karena itukah tujuan utama kami.
Namun tidak disadari kami satu cafe dengan geng nya
kak Sasa. Kak Sasa datang bersama geng nya dan langsung
menghampiri aku yang sedang duduk santai dicafe tersebut.
Kak Sasa pun langsung menarik rambutku, dengan berani
aku mendorongnya ke lantai. Dan langsung menceritakan
apa yang sebenarnya terjadi. Sahabatsahabatku dan geng
kak Sasa pun terkejut melihat tingkah laku ku terhadap kak
Sasa. Dan dengan berainya aku memaksa kak Sasa untuk
mminta maaf kepada ku, karena memang aku tidak salah.
Dengan cepat kak Sasa dan gengnya pergi
meninggalkan cafe karena rasa malunya. Setelah itu aku
pun juga pamit pulang kepada sahabat-sahabatku.
Sesampainya dirumah aku masih berfikir apa yang
aku lakukan ini benar atau salah. Namun hatiku

305
mengatakan bahwa ini adalah jalan terbaik agar aku tidak
ditindas oleh seorang kakak kelas di sekolah. Dari kejadian
tersebut membuatku semakin berani akan hal-hal yang
merugikan diriku.
Akhirnya aku sadar bahwa hanya karena seorang
lelaki kita bisa bertengkar hebat. Dan ddari kejadian
tersebut aku sudah tidak mau berhubungan dengan laki-
laki siapapun untuk menghindari kejadian-kejadian yang
tidak mengenakkan.
Jangan pernah menganggap dirimu paling kuat hanya
karena jabatan, ingatlah bahwa di luar sana masih ada
banyak orang yang lebih kuat dan berani.

306
Istana Cokelat
Oleh: Talitha Giovani Auryn Nathania

Aku melayang. Berayun naik turun. Segala sesuatu di


depanku terähat sama. Tapi aku tak peduli. Aku benar-
benar menikmatinya. Potongan cokelat terakhir yang
kulahap menyebarkan rasa manis yang hangat. Matahari
yang terlihat di antara lengkungan cabang dan ranting
mengirimkan bayangan dedaunan di wajahku. Senyumku
melebar.
Kalau saja hidup sesederhana ini, kurasa aku tak akan
pernah melewatkan sedetikpun dalam hidupku. Meresapi
segala kenikmatan yang tersimpan dan menunggu untuk
ditemukan. "Ismail!" kata Emir. Aku menghentikan papan
ayunanku menoleh padanya. Dia duduk di papan satunya
lagi. Tangannya yang putih bersih terampil membuka
kertas timah yang tampak berkilat. Sebatang cokelat utuh
dan tampak menggoda terbuka di pangkuannya. Ia
membagi kudapan itu menjadi dua bagian memberikan
potongan yang sama besar untukku. "Makanlah!" Katanya.
"Hidup sudah cukup pahit. Cokelat membuat perasaanmu

307
lebih baik, bukan?" Aku tahu dia akan berkata seperti itu.
Kalimat itu sering kudengar saban hari sejak kami mulai
bersahabat.
Aku dilahirkan dari keluarga sederhana. Ibuku hanya
lulus SMP, ayahku bekerja serabutan, dan rumah mungkil
kami hanya sedikit perabot. Hidup kami bisa dibilang
sempurna. Ibuku wanita bahagia yang tidak pernah
kehilangan lelucon dan ledakan tawa. Setiap hari ia bekerja
di dapur, berkutat dengan aroma bumbu dan dentingan
spatula. Ibu membagi waktunya dengan sempurna untukku,
untuk ayah, dan untuk pekerjaan sambilannya. Namun
bertahun- tahun berlalu, aku menyaksikan dengan cemas
tawa di wajah ibuku perlahan-lahan padam, hilang sama
sekali. Seandainya saja seorang pengemudi setengah
mabuk tidak menabrak ayahku hingga tewas, hidupku tidak
akan pernah terasa pahit.
"Bagaimana rasanya?" Emir menghentakkan kakinya
ke tanah, berayun dengan kencang di sampingku. Aku
menggigit batangan cokelat yang renyah dan garing.
Kehangatan kembali menyebar di tubuhku. "Aku suka
cokelat," kataku. "Seandainya saja aku kaya, aku akan
membuat Istana Cokelat dan hidup di dalamnya hingga

308
dunia kiamat." Emir tertawa. "Kupikir aku akan melakukan
hal yang sama. Itu keren!" Aku berpaling padanya,
menyaksikan jemarinya yang mencengkeram rantai ayunan,
wajahnya yang tersenyum pada langit, dan matanya yang
terpejam menikmati angin. Tiba-tiba gelombang rasa sakit
menerpaku.
Pertamakali aku bertemu dengannya, aku menyadari
kesamaan antara kami berdua: nasib buruk. Ia kehilangan
ibunya dan menjalani hari-hari yang suram bersama
ayahnya yang tempramen. Aku kehilangan ayahku dan
hidup dalam ketidakpastian. Ayah Emir seorang Lurah
kaya-raya dengan mobil mengkilap dan rumah mewah yang
mengundang pertanyaan para warga. Perutnya terlihat
bengkak, raut wajahnya kaku dan seram. Ia pernah
membuat warga panik dengan letusan senjata apinya yang
membahana, gara-gara hal sepele yang melibatkan
bayangan kucing di halaman belakang. Sejak saat itu ia
bersumpah, bahwa ia tak bakal segan-segan mengosongkan
amunisinya jika melihat bayangan penyusup lagi di
pekarangan rumahnya. Satu hal yang membuatnya begitu,
ia benarbenar kikir. Ia memimpin desa dengan buruk dan
kejam. Berbeda dengan janji-janjinya semasa kampanye

309
dulu, janji- janji dan kelang sarden yang ditinggalkan di
pintupintu rumah. Emir membenci ayahnya. Membenci
segala hal yang ia dapatkan sejak rumor tentang korupsi
dan kebobrokkan ayahnya mencuat. Ia sering berkata
padaku bahwa ia benar-benar menyesal dengan darah yang
mengalir di tubuhnya. Aku mencoba menghentikannya, tapi
sayangnya itu tak banyak berpengaruh.
Orang-orang dewasa sering memanggilnya, membelai
wajahnya yang tampan, dan mengamati lekat lekat matanya
yang berbinar, hanya untuk mengatakan satu hal: "Kau
benar- benar mirip ayahmu, Emir." Pada awalnya hal itu
tidak terlalu mengganggu. Namun sejak kami beranjak
remaja, sejak kami bisa menilai berbagai hal dan
menentukan apa saja yang kami inginkan, Emir tidak
menyukai hal itu.
Suatu hari, demi menentang pernyataan orang-orang
dewasa, ia berdiri di depan cermin dan berdandan seperti
anak perempuan. Ia mengenakan kerudung, rok dan sepatu
anak perempuan yang dipinjamnya dari seorang teman. Ia
berjalan ke sekolah, menggegerkan semua orang, dan jujur
saja, membuatku malu. "Apa yang kau lakukan?" Aku
menarik tangannya, menyeretnya ke kamar mandi. "Aku

310
berharap orangorang melihatku dan berkata betapa
miripnya aku dengan ibuku," Ia terdengar malu dan pasrah.
"Aku tidak suka mereka bilang aku mirip ayah." Bahuku
tibatiba merosot. Aku membiarkannya terpaku di depan
cermin, lalu masuk ke dalam bilik kloset dan mengunci diri
di dalamnya. Aku menyalakan keran keras-keras, Emir tak
perlu tahu aku sedang menangis "Kapan ibumu pulang?"
Emir mengagetkanku.
Ibuku sudah tiga tahun di Arab Saudi. Selama ini aku
tinggal bersama nenekku yang sakit- sakitan. Aku terpaksa
berhenti sekolah untuk membantunya membeli beras dan
lauk-pauk, Ibuku tidak pernah mengirimkan uang.
Hubungan kami terputus sejak kami berpelukan di stanplat
terminal bertahun tahun yang lalu. Beberapa bulan setelah
orangorang mengubur ayahku. Aku masih merasakan
pelukannya yang hangat di tubuhku. "Berjanjilah untuk
kembali secepatnya," Kataku. Ibuku mengangguk. "Belikan
aku sarung dan peci baru, Mama." la mengeratkan
dekapannya. Aku memejamkan mataku yang basah.
Rambutnya harum, hitam bergelombang. Aku akan sangat
merindukannya.

311
"Idul Adha nanti," Kataku. "Seseorang mengabariku.
Dia sama seperti Mama. Tapi dia pulang lebih dulu
berminggu-minggu lalu." Aku menelan gumpalan cokelat di
mulutku. Berhenti berayun. Menendang-nendang kerikil
dengan ujung kakiku. "Oya, apakah ayahmu tidak
berkurban tahun ini?" Emir tersenyum lelah.
Memandangku tak berdaya. "Kau tahu dia tak akan
melakukannya. Kuharap suatu saat Tuhan bakal
memaksanya mengorbankan sesuatu yang paling
dicintainya." Ia beranjak dari papan ayunan. "Ayo pergi.
Sepertinya aku butuh udara segar." Aku tersenyum. Berlari
mengejamya. Rerumputan di kaki kami menari bersama
angin.
Emir berdiri di depan cermin kamarku. Mengagumi
penampilan barunya yang mengejutkan. Sore itu, tibatiba
saja ia berlari ke rumahku berkata bahwa ia ingin terlihat
sebagaimana ia melihatku. Maka, aku mengantarnya ke kios
pangkas rambut langgananku, meminjaminya kaos butut
berlengan pendek, dan membiarkannya tenggelam dalam
rasa bangga karena terlihat seperti gelandangan. Dia bilang,
"Apa aku sudah cukup terlihat kumuh?" Aku tersenyum.

312
Malam itu gema takbir berkumandang dan pengeras
suara masjid-masjid. Kami berkeliling membawa obor,
bersuka cita di antara suara tabuhan beduk dan letupan
bunga-bunga api. Aku menunjukkan padanya, bahwa
seperti inilah cara kami merayakan malam takbir.
Berkeliling dari sudut ke sudut kampung. Memecah
kesunyian yang tercipta sejak matahari meninggalkan
singgasananya di langit. Sambil membuntuti iringiringan
pawai, Emir dan aku menendang-nendang bola dengan
riang. Saling berbagi operan sundulan, hingga pakaian kami
basah dan bernoda gelap. Suatu ketika aku menyundul bola
itu terlalu keras, hingga kami harus melihatnya lenyap di
balik tembok semen sebuah bangunan. "Jangan cemas,
serahkan saja padaku," kata Emir riang. la memanjat
tembok pagar dan menghilang di balik kegelapan sebelum
aku mampu mencegahnya.
Aku terlambat menyadari apa yang baru saja terjadi.
Alih-alih menunggu, aku menyusulnya tergesa-gesa.
Memanjat tembok itu, menghindari deretan baling runcing
yang sengaja disematkan, dan mendarat di atas semak-
semak yang kasar. Aku melihatnya membungkuk di bawah
sebuah pohon, cahaya lampu dari belakang rumah

313
gedongnya membuat sosok Emir hanya berupa siluet gelap
yang dingin dan misterius. Aku berjalan pelan-pelan,
walaupun aku ingin sekali berlari. Teriakanku tertahan di
kerongkongan saat itu juga. Waktu berjalan sangat lambat.
Membekukan segalanya. Merampas ingar-bingar yang
semula terdengar. Sebelum aku sempat meraih tangannya,
tiba-tiba saja sebuah ledakan terdengar. Begitu keras!!!
Emir mendadak roboh di sampingku. Ledakan kedua
menyusul. Sesuatu yang basah menggelegak dari tubuhku.
Aku mendarat keras di permukaan tanah yang beku dan
asing. Sebutir peluru panas menaklukkanku.
"Ismail," bisik Emir. "Aku melihatnya, aku melihat
Istana itu. Istana Cokelat kita...burung- burung terbang
dengan riang. ................ " Aku menggenggam tangannya.
Rasanya dingin. Persis seperti tanganku.
Aku menyaksikan segalanya dari balik jendela bus tua
yang membawaku. Segala sesuatu tampak berbeda
sekarang ini. Tiga tahun sudah aku meninggalkan tempat
ini. Demi masa depanku. Demi putraku. Demi Ismail. "Mama,
bawakan aku peci dan sarung baru.” Aku memejamkan
mata. Rasanya berabad-abad sudah sejak akAu mendengar
kata-kata itu. Ismailku tersayang sudah seperti apa rupamu

314
saat ini, nak? Aku kembali mengeratkan sweter yang
membungkus tubuhku. Menutupi luka luka yang
kudapatkan ketika aku terkurung di rumah keluarga asing
yang tidak bisa menegaskan sikapnya tanpa menyakitiku.
Tapi aku tak mau siapapun tahu apa yang menimpaku.
Bahkan putraku. Aku memeluk peci dan sarung baru dalam
tas plastik kusam, kondektur membukakan pintu untukku.
“Ismail, aku pulang, nak,” hatiku berkata. Namun saat aku
menurunkan kakiku di tepi jalan, di tanah dimana aku
dibuai dan dilahirkan, hatiku tiba-tiba terasa hampa. Aku
merasa sangat kesepian.

315
Cobaan
Oleh: Vania Laelani

Suara tawa terdengar di gubuk kecil sebrang jalan.


Suasana terasa sepi dan sunyi hanya terdengar suara tawa
dan beberapa motor lewat. Semua warga sudah terlelap di
rumah masing- masing. Desa yang terletak di pinggiran
kota memiliki destinasi wisata yang cukup ramai. Semua
warga desa hidup dengan tenang dan saling membantu satu
sama lain dalam kemajemukan. Masyarakatnya yang
memiliki matapencaharian yang beragam mualai dari
petani, pengrajin, pedagang, dan masih banyak lainnya.

~~

Pagi yang cerah semua orang mulai melakukan


aktivitasnya. Terlihat dua anak anak yang sedang berlarian
dihalaman rumah. Mereka merupakan adik kakak yang
memiliki selisih umur tiga tahun. Lahir dari keluarga yang
kurang mampu membuat kedua anak tersebut hidup
dengan sederhana. Sang ayah bekerja sebagai pengurus

316
sawah orang pada pagi hari dan menjadi juru parkir di
malam hari di suatu toko 24 jam. Ibunya pun membantu
sang ayah bekerja dengan menjadi buruh cuci baju. Ibunya
tidak dapat bekerja terlalu berat karena harus menjaga
sang nenek yang sudah tua dan hilang ingatan. Terkadang
kedua anak tersebut ikut menjaga sang nenek.
Kedua anak tersebut bersekolah disalah satu sekolah
negeri didekat rumahnya. Putri Kezia Azahra merupakan
kakak dari dua bersaudara tersebut yang sekarang duduk
di bangku kelas 3 SMP. Kezio Putra merupakan adik dari
putri yang masih duduk dibangku kelas 6 SD. Yang berarti
meraka akan lulus sebentar lagi. Mereka berangkat sekolah
dengan berjalan kaki sejauh 2 kilometer.
Hari ini mereka berangkat sekolah dengan semangat.
Mereka berpisah dipertigaan jalan karena arah sekolah
yang berbeda. Masuk kekelas dengan senang meskipun
mendapat cacian dari beberapa teman karena pakaian dan
sepatu yang ia gunakan sudah tidak layak pakai. Tapi bagi
putri dan Kezio baju itu sudah cukup, yang penting mereka
dapat bersekolah. Jam pelajaran pun sudah berakhir
waktunya Kezio pulang.

317
“ Seandainya aku bisa seperti itu. Ga perlu capek –
capek jalan” ucap Kezio saat melihat teman temannya
dijemput dengan orang tuanya menggunakan kendaraan
pribadi. Kezio melamun dan memikirkan bagaimana agar ia
hidup enak seperti teman - temannya.
“ Mana mungkin kamu bisa seperti itu, sepatu aja ga
pernah ganti masa mau naik mobil mewah kaya gitu “ ucap
teman Kenzo yang berada disebalahnya. Bagi Kenzo
perkataan tersebut sudah biasa ia terima sejak kecil.
Namun ia tetap percaya ia akan bisa hidup dengan mapan
dan bisa membahagiakan orang sekitar terutaa orang
tuanya.
“ Tunggu aja 10 tahun kedepan aku pasti bisa seperti
mereka” ucup kenco kepada temannya
“ Gausah mimpi Zo, kamu udah udah takdirnya hidup
miskin
” Ucap teman Kenzo. Kenzo tidak mau menjawabnya
lagi ia lebih memilih langsung meninggalkan sekolah tanpa
memperdulikan temannya yang sedang mengatainya.
Kenzo berjalan sendiri dengan santai menuju rumahnya,
Berjalan santai di trotoar jalan sambil melihat lalu lalang
kendaraan.

318
Tepat 500 meter lagi Kenzo sampai di rumah. Namun
terjadi sebuah insiden yang tidak di inginkan. Yaitu saat
Kenzo ingin menyebrang jalan ada sebuah montor yang
melaju dengan kencang tanpa melihat ada anak kecil yang
sedang menyebrang. Kenzo pun tertabrak oleh motor
tersebut dan langsung ditinggal begitu saja tanpa
membatunya.
“ Aduh kaki ku sakit, gimana aku bisa jalan. Tolong
tolong “ teriak kenzo agar warga sekitar dapat
menolongnya. Akhirnya datang beberapa orang membentu
Kenzo untuk berdiri dan diantarkan pulang.
“ Aduh baju sama sepatuku sobek. Pasti ibu sedih
melihatnya, ibu kan lagi gapunya uang buat beli yang baru
“ ucap Kenzo liirih. Sesampainya di rumah Kenzo berusaha
menutupi celana dan sepatunya yang robek.
“ Loh kamu kenapa kok lecet tangannya ini juga
kenapa celananya sobek. Ada yang sakit?” tanya ibu Kenzo
kawatir karena melihat kondisi anaknya yang terluka di
lengan dan kakinya.
“ Kenzo gapapa ko bu. Ibuk tenang aja aku kan kuat.
Ini tadi sobek karena aku jatoh saat lari di sekolah “ sambil
tersenyum supaya ibunya lebih percaya

319
“ Hati-hati nak kalo lari, tapi kamu gapapa kan. Jangan
bohong sama ibu?” ucap ibu Kenzo
“ Kenzo gapapa buk. Yaudah aku mau ganti baju dulu
bu” ucap kenzo sambil berjalan ke kamar
“ Maafin Kenzo buk udah bohongin ibu. Kenzo ga mau
ibu kepikiran gimana, masalah sepatu ibuk gaperlu tau,
itupunyang sobek suma bagian samping” ucap Kenzo dalam
hati.
Namun perasaan ibu tidak enak saat melihat anaknya
terluka. Ibu pun berinisiatif untuk bertanya pada warung
pinggir jalan raya. Dan ternyata benar dugaaan ibu bahwa
ada yang yang disembunyikan oleh Kenzo. Ibu pun buru
buru pulang untuk menanyakannyakan kebenarannya
kepada Kenzo.
“ Ibuk .......ibukkk... ibukk dimana” teriak Kenzo sangat
keras
“ Kenapa dek, janagn teriak teriak” ucap ibu kenzo
“ Nenek ga ada di rumah, ibu lupa kunci pintu ” ucap
Kenzo dengan terburu buru
“ Ibu lupa kunci pintu. Yaudah kita pencar cari nenek”
ucap ibu Kenzo dengan kawatir

320
Kenzo dan ibu pun mencari nenek dengan tergesa-
gesa karena takut terjadi yang tidak diinginkan menimpa
nenek. Setelah satu jam mencari nenek mereka pun
kembali kerumah namun tetap nenek belum ditemukan.
Kenzo pun sudah berkeliling kampung namun tetap tidak
ada.
Beberapa menit kemudian nenek pulang diantar oleh
tetangga sebelah rumah. Kata sang tetanggga tersebut
nenek berada di tempat bermain anak anak dan tidak tahu
jalan pulang, akhirnya diatar oleh tetangga tersebut pulang
kerumahnya.
“ Terimakasih ya nak sudah mau ngantar nenek
pulang. Maaf kalo merepotkan “ ucap ibu kepada sang
tetangga
“ Iya bu ga apa apa. Lain kali lebih hati hati ya bu”
balas tetangga tersebut. Dan meninggalkan rumah Kenzo.
Malam pun tiba Putri, Nenek, Ibu, dan Kenzo
berkumpul di ruang akan untuk melakukan makan malam.
Berbincang bincang tentang hari ini dan nenek pun hanya
melihat dan sesekali mengangguk. Tiba tiba semua lampu
padam. Ibu pun menyalakan lilin untuk penerangan.

321
“ Bu Putri tidur dulu ya ini sudah larut malam “ ucap
putri
“ Iya put kamu juga Kenzo tidur, jangan lupa berdoa
terlebih dahulu” balas ibu
“ Iya bu ” balas Putri dan Kenzo
Ibu pun mengantar nenek untuk kekamar dan ibu
akan pergi kekamar mandi sebentar. Ibu meletakan lilin
didekat meja nenek agar mudah memantau nenek. Namun
hal lain terjadi lilin tersebut jatuh mengenai gordain dan
menyebar keseluruh rumah. Kenzo dan Putri pun berteriak
sambil berlari keluar. Api pun semakin membesar, sudah
banyak warga yang berkumpul untuk memadamkan api.
Namun ibu dan nenek masi didalam rumah. Putri memaksa
untuk masuk kedalam untuk mencari nenek dan ibunya.
Namun takdir mengatakan lain tabung gas didalam rumah
meledak dan api pun semakin membara.
“ Ibu, nenek, kakak........” teriak kenzo dari luar saat
mengetahui ada ledakan besar didalam rumahnya. Hati
kenzo pun hancur saat mendengar ledakan. Tiadalagi
keluarga yang ia miliki. Ia akan hidup sendiri dan
memenuhi kebutuhannya sendiri.

322
Namun takdir berkata lain kakak satu satunya masi
bisa diselamatkan dari insiden yang menakutkan tersebut.
Meskipun mengalami luka yang cukup parah dan harus
dirawat di rumah sakit untuk beberapa hari. Namun takdir
berkata lain nenek dan ibunya tidak dapat diselamtakan
dari insiden tersebut. Suasana duka menyelimuti mereka,
Ayah Kenzo sangat terpukul atas kepergian istri dan ibunya.
Namun sang ayah tetap terlihat tegas mengadapi cobaan
meskipun ketidak relaan tersimpan dihatinya.
Hidup dengan suasana baru dan tetap menyambung
hidup tanpa kasih sayang seorang ibu. Melakukan kegiatan
seperti biasanya tanpa arahan dari orang yang ia sayang
itulah yang dialami Kenzo dan Kezia. Namun mereka sudah
ikhlas dengan kepergian ibu dan neneknya. Rajin
mengunjungi makan dan selalu mendoakan setiap saat
itulah yang selalu dilakukan kedua bersauda tersebut.

323
Sebuah Keinginan
Oleh: Viollita Budi Puspita

Langit terlihat begitu sendu, matahari terlihat


bersembunyi di balik awan tebal, ribuan titik hujan jatuh
dari langit dengan begitu derasnya. Mataku memandang
jalanan yang basah oleh air hujan dan terdapat anak-anak
yang berlalu lalang sedang bermain hujan.
Kupejamkan mataku, teringat sebuah memori yang
berisi harapan tentang keinginan untuk tetap bersama.
Ketika sebuah harapan itu tidak sesuai keinginan, mungkin
saja hati akan merasa sakit. Beberapa waktu kemudian, aku
membuka mataku dan meyakinkan hati kalau semua adalah
garis hitam dalam hidupku.
Satu tahun yang lalu, ketika aku masih menduduki
kelas 3 SMP, aku dan sahabat-sahabatku dibuat bingung
dengan berbagai pilihan untuk melanjutkan sekolah SMA
dimana. Kami ingin melanjutkan sekolah SMA yang sama
dan menjalani masa sekolah bersama-sama.
Pada hari itu saat sedang istirahat, aku dan sahabat-
sahabatku sedang berada di kantin untuk membeli

324
makanan. Kami berbincang-bincang mengenai keseharian
apa saja yang dilakukan. Kadang juga aku dan sahabat-
sahabatku tertawa atas lelucon yang diucapkan oleh salah
satu sabahatku. Hingga salah satu sahabatku mengatakan
sesuatu yang mau tidak mau aku dan sahabat-sahabatku
langsung menoleh ke arahnya.
“Tak terasa ya kita sudah hampir lulus SMP, waktu
berjalan cepat sekali. Bentar lagi kita udah mau pakai
seragam putih abu-abu!”, kata Nala dengan semangat.
“Iya ya, tak terasa kita sudah hampir lulus SMP saja.
Oh ya, ngomong-ngomong kalian ingin melanjutkan SMA
dimana?”, tanya Jita yang sedang memakan makanannya.
“Aku ingin melanjutkan di SMA Cendrawana Negara.
Lalu, bagaimana dengan kalian?”, tanyaku sambil menatap
satupersatu sahabat-sahabatku.
“Aku juga ingin melanjutkan SMA disana.”, sahut
mereka serempak dengan semangat.
“Jadi, ayo kita belajar dengan sungguh-sungguh untuk
dapat masuk di SMA itu bersama!”, ucap Anna semangat.
“Ayo!”, jawab kami serempak dan tertawa bersama.
Hari-hari telah berganti, beberapa bulan telah berlalu.
Aku dan sahabat-sahabatku saat ini akan menjalani ujian

325
praktik yang diadakan sekolah. Kami menjalani ujian
praktik dengan semangat dan mudah. Kadang juga kami
berpisah team saat mendapat kelompok yang dipilih oleh
guru.
Beberapa minggu kemudian, kami akan
melaksanakan Ujian Nasional. Aku dan sahabat-sahabatku
sering belajar bersama untuk persiapan Ujian Nasional.
Saling membantu jika ada yang kesusahan untuk
mengerjakan latihan-latihan soal.
Pada saat Ujian Nasional, kami harus berpisah tempat
duduk. Keempat orang sahabatku tempat duduknya berada
dibarisan belakang, sedangkan aku dan ketiga orang
sahabatku lainnya berada di tempat duduk yang paling
depan.
Pada waktu itu, kami mengerjakan ujian dengan
sungguh-sungguh agar tercapai keinginan kami untuk
melanjutkan sekolah yang sama. Dan hari-hari ujian pun
telah terlewati. Tidak ada halangan apapun selama ujian.
Aku dan sahabat-sahabatku hanya tinggal menunggu hasil
ujian keluar.
Dua minggu setelahnya, hasil ujian pun keluar. Aku
dan sahabat-sahabatku sangat antusias untuk melihat

326
berapa hasil ujian kami. Karena banyak siswa yang tidak
sabar untuk melihat hasil ujian, maka aku memfoto hasil
ujian untuk kelas kami. Satu persatu sahabat-sahabatku
sudah mengetahu hasil ujian mereka yang memuaskan.
Sedangkan, aku belum melihat berapa hasil ujianku. Aku
mulai berpikir negatif karena merasa hasil ujianku tidak
memuaskan. Setelah aku melihatnya, ternyata hasil ujianku
lebih tinggi dari para sahabatku. Mereka mengucapkan
selamat atas hasil ujianku yang memuaskan dan aku juga
memberikan selamat kepada mereka.
Kemudian, kami pergi ke kelas untuk mengambil tas.
Disaat perjalanan menuju ke kelas, salah satu sahabatku
mengatakan informasi tentang SMA Cendrawana Negara.
“SMA Cendrawana Negara ternyata sudah membuka
pendaftaran untuk siswa baru.”, kata Mela.
“Darimana kamu tahu jika SMA Cendrawana Negara
sudah membuka pendaftaran untuk siswa baru?”, tanya
Natasha.
“Kemarin aku diberitahu tetanggaku yang merupakan
murid disana. Katanya SMA Cendrawana Negara sudah
membuka pendaftaran.”, sahut Mela. Sedangkan, Aku dan

327
para sahabatku yang lain hanya mendengarkan informasi
yang disampaikan Melina
“Kapan pendaftaran itu dibuka?”, tanya Tika
penasaran.
“Katanya, besok pendaftaran sudah mulai dibuka.”,
jawab Mela.
“Bagaimana kalau besok kita kesana bersama untuk
pendaftaran?”, tanya Diah untuk memberi saran.
“Boleh juga. Jam berapa besok kita kesana?”, tanyaku.
“Bagaimana kalau kita kesana jam 8 pagi. Tidak
terlalu pagi dan juga tidak terlalu siang.”, sahut Nala.
“Boleh juga. Kalau begitu besok kita ketemu disana
langsung saja.”, kata Jita yang daritadi menyimak perkataan
kami.
“Oke kalau begitu. Sampai jumpa besok!”, kata Anna.
Keesokan harinya, aku dan sahabat-sahabatku pergi
ke SMA Cendrawana Negara. Sesampainya disana, kami
langsung menuju ke kantor TU untuk memulai pendaftaran.
Kami pun harus menunggu dan antre karena banyak siswa
yang juga mendaftar disana. Setelah lama menunggu, aku
dan para sahabatku pun memulai pendaftaran. Waktu saat
pendaftaran juga lumayan lama, hingga kami selesai pukul

328
setengah dua belas siang. Kemudian, sewaktu kami selesai
pendaftaran kami langsung pulang dan menunggu hasilnya
dua minggu kedepan.
Dua minggu berlalu, kini pengumuman untuk
penerimaan siswa baru sudah ada di internet. Kami pun
bisa melihatnya dari rumah tanpa perlu pergi ke sekolahan.
Setelah aku mencari-cari namaku, aku ternyata diterima
menjadi siswa di SMA Cendrawana Negara. Aku pun senang
dan langsung mengirim pesan untuk memberitahu para
sahabatku tentang itu dan bertanya apakah mereka juga
diterima di sana.
Ternyata para sabahatku ada yang diterima. Namun,
sayangnya ada juga yang tidak diterima di sekolah tersebut.
Aku dan para sahabatku sedih dengan hal itu. Kami jadi
tidak bisa melanjutkan keinginan kami untuk melanjutkan
sekolah SMA yang sama dan menjalani masa sekolah
bersama-sama. Namun, salah satu sahabatku berkata
bahwa tidak apa-apa.
Dan kini aku sadar, bahwa kita tidak perlu terlarut
dalam kesedihan yang mendalam dan pasti akan ada
kebahagiaan yang datang.

329
Meskipun aku dan para sahabatku berbeda-beda
sekolah, yang lebih utama dari persahabatan kami adalah
jangan memutus komunikasi setelah kita berpisah dan
sesekali bertemu meskipun hanya sekali atau dua kali.

330
Hujan Badai & Pelangi
Oleh: Wahyu Asna Fauziatul Maghfiroh

Kumandang adzan yang bertalu – talu membuat Nafa


bangun dari tidurnya dan segera mengambil air wudhu dan
mengambil mukena lalu pergi ke masjid depan rumahnya.
Sepulangnya dari masjid ia segera bersiap untuk sekolah.
Langkah kakinya semakin cepat hampir setengah
berlari sambil melirik jam tangannya. Wajahnya panik
jantungnya berdegup kencang “Apakah Pak Guru akan
menghukumku lagi? Aku tidak mau dihukum di hari – hari
terakhir di SMP” Tanyanya dalam hati. Ternyata tidak dia
datang tepat sesaat sebelum bel berbunyi. Dia langsung
menuju kelas dan duduk di bangkunya, nafasnya terengah –
engah. Jam pelajaran berlangsung lancar dan tak terasa bel
tanda pulang sekolah pun berbunyi. Semua siswa
berhamburan keluar gerbang sekolah tak terkecuali Nafa
dan Delia, mereka pulang sekolah dengan berjalan kaki.
“ Fa setelah lulus SMP mau lanjut kemana” Tanya
Delia.

331
“ Hm.. mungkin ke SMA Favorit, kalau kamu sendiri
mau lanjut kemana?” Jawab Nafa.
“ Sebenarnya aku juga ingi ke SMA Favorit tapi biaya
awal sekolah disana sangat mahal dan keadaan ekonomi
keluargaku sangat minim, Bapakku sudah tidak mapu
bekerja lagi.” Jawab Delia dengan sedih.
“ Jangan menangis Delia, aku yakin pasti ada jalan
keluarnya.” Kata Nafa sambil mengelus punggung Delia
“ Bagaimana kalu kita buat usaha kecil – kecilan untuk
membantu perekonomian keluargamu hm.. mungkin kita
bisa jual makanan ringan kan kamu pandai masak.” Lanjut
Nafa.
“ Wah! Ide yang sangat bagus aku akan memberi tahu
Ibuku tentang ini pasti Ibuku akan setuju!” Jawabnya penuh
semangat.
“ Aku akan membantumu.” Jawab Nafa.
Sesampainya di rumah Delia memberi tahu Ibunya
tentang keinginannya setelah lulus SMP dan ide Nafa untuk
mendapatkan uang tambahan agar dirinya bisa
melanjutkan sekolah. Tanpa pikir panjang Ibunya
mengangguk tanda setuju. Secepat kilat Delia mengambil
ponselnya dan segera memberi kabar gembira ini ke Nafa

332
Setelah menerima kabar dari Delia, Nafa memberi
tahu kedua orang tuanya tentang keadaan Delia dan
keinginan Delia setelah SMA. Nafa lalu meminta izin kepada
keduanya untuk membantu Delia. Kedua orang tua Nafa
pun tidak keberatan, bahkan mereka memberi modal awal
untuk usaha makanan ringan Nafa dan Delia.
Hari demi hari pun berlalu, usaha makanan ringan
tersebut mulai dikenal banyak orang dan uang yang
terkumpul sudah lebih dari cukup untuk biaya awal masuk
ke SMA Favorit . Mereka membagi dua uang yang sudah
terkumpul dari usahanya selama ini, tetapi Nafa menolak
uang tersebut karena merasa Delia lebih membutuhkan
uang tersebut. Setelah itu mereka berdua berencana untuk
fokus ke Ujian Nasional dan sementara meninggalkan
usahanya. Mereka berjanji akan bersama – sama masuk dan
bersekolah di SMA Favorit.
Hari yang dinanti pun tiba, yaitu hari kelulusan.
Semua siswa merasa bahagia bercampur sedih. Bahagia
karena sudah lulus dari SMP dan akan melanjutkan ke SMA.
Sedih karena harus berpisah dengan teman dan guru.
Sepulangnya dari acara perpisahan Ibu Delia pingsan
di tengah jalan, untungan ada warga sekitar yang menolong

333
Ibunya dan membawanya ke Rumah Sakit terdekat. Setelah
diperiksa dokter ternyata Ibu Delia mengidap sakit keras
dan membutuhkan biaya yang banyak. Delia sangat
terpukul, dia harus menerima kenyetaan pahit di hari
bahagia ini. Dengan segera ia pulang ke rumah dan
mengambil semua uang yang ada di rumahnya, termasuk
uang untuk masuk SMA. Delia akan merelakan mimpinya
tenggelam dalam lautan, walaupun dengan berat hati.
Tetapi mau gimana lagi ini semua demi Ibunya. Lantas
bagaimana dengan Nafa ? Delia tak ingin membuatnya
sedih, ia akan menyembunyikan kabar duka ini dari Nafa.
Jika Nafa tahu tentang ini pasti ia akan sangat sedih. Selama
ini Nafa sudah banyak membantunya.
Beberapa hari kemudiaan Ibu Delia sudah sembuh
dan boleh pulang ke rumah. Delia sungguh sangat senang
hatinya sebab Ibunda tercinta sudah kembali tersenyum.
Kriiingg... ponsel Delia berbunyi tanda ada telepon.
“Assalamu’alaikum, Delia apa kamu sudah siap ?”
Suara yang tidak asing di telinga Delia, yaitu Nafa.
“Wa’alaikumsalam, siap kemana?” tanya Delia dengan
kebingungan.

334
“ Loh... hari ini kan kita mau daftar ke SMA, kamu
pasti lupa yaudah aku tunggu ya. Nanti aku ke rumahmu,”
jawab Nafa
“ N..Nafa aku nggak jadi daftar ke SMA Favorit. Karena
Ibuku sudah mendaftarkanku ke SMA swasta,” Delia
menjawab dengan gugup.
“ Kenapa ? untuk biaya masuk ke SMA Favorit kan
sudah kita kumpulkan dari hasil jualan kemarin,” tanya
Nafa keheranan
“....” Delia tidak bisa menjawab pertanyaan Nafa
“....” dengan kesal Nafa memutuskan telepon tersebut,
ia merasa Delia sudah membohonginya.
Persahabatan antara keduanya mulai retak sejak saat
itu, keduanya tidak lagi bertukar kabar. Nafa merasa Delia
sudah membohonginya dan mengingkari janjinya. Mereka
sudah seperti tak saling kenal, berpapasanpun hanya
sekedar melempar senyum.
Saat ajaran baru dimulai Nafa bersiap untuk pergi ke
sekolah barunya, dan bertemu dengan teman baru. Kali ini
ia berangkat lebih pagi dari biasanya karena memang
sekolah barunya lebih jauh dibanding sekolah lamanya.
Lain dengan Delia, ia tidak terlalu bersemangat untuk pergi

335
ke sekolah barunya, karena memang ia tidak ingin
bersekolah di sana. Semuanya hanya karena keterbatasan
biaya.
Setibanya Nafa di sekolah ia melihat banyak hal baru
dan mempelajari hal baru juga. Semuanya tampak sangat
menyenangkan dengan sekejap ia mempunyai banyak
teman, tetapi ia tetap merasa kesepian. Seperti ada sesuatu
yang hilang dari dirinya, sahabat. Ia menyadari bahwa
seberapa banyak teman yang ia kenal ia akan tetap
membutuhkan sahabatnya, yaitu Delia. Tapi Nafa masih
merasa kecewa dengan Delia.
Sepulang sekolah Ibu Nafa mengatakan bahwa
ternyata Ibu Delia sedang sakit keras. Sakit kerasnya baru
diketahui Delia setelah hari kelulusan. Banyak biaya yang
harus dikeluarkan demi kesembuhan ibunya. pikiran Nafa
melayang Mungkinkah ini alasan Delia? Tanyanya dalam
hati. Ia langsung berganti pakaian dan segera menemui
Delia di rumahnya.

Tok...tok...tok...
“Assalamu’alaikum” Nafa mengucap salam sambil
mengetuk pintu rumah Delia.

336
“ Wa’alaikumsalam, tunggu sebentar” Jawab Delia dari
dalam rumah. Delia segera membuka pintu rumahnya dan
betapa terkejutnya ia mendapati sahabatnya tengah berdiri
di depan pintu dengan senyum khasnya.
“ Nafa! Ayo masuk dulu” kata Delia mempersilakan
Nafa masuk. Nafa pun masuk ke rumah Delia dan duduk di
ruang tamu. Sementara Delia pergi untuk mengambil
minuman.
“ Nafa tumben kamu kesini, ada perlu apa ?” tanya
Delia sembari menurunkan segelas teh dari nampan.
“ Cuma mau main aja, kebetulan lagi tidak ada tugas
dari sekolah” Jawab Nafa. “Sebenarnya aku juga mau minta
maaf karena selama ini aku marah tanpa alasan. Aku hanya
berfikir kalau kamu sudah mengingkari janjimu.” Lanjunya.
“ Aku sudah memaafkanmu sejak dulu, tidak semua
ini adalah kesalahanmu, aku juga salah. Aku juga minta
maaf. Aku ingin kita berteman menjadi sahabat seperti dulu
lagi.” Pinta Delia.
“ Tentu kita akan bersahabat seperti dulu lagi.” Kata
Nafa. Mereka berdua saling mengaitkan jari kelingkingnya.

337
Semenjak saat itu mereka berdua tak terpisahkan.
Walaupun mereka beda sekolah tapi mereka selalu
menyempatkan untuk bertemu atau bertukar kabar lewat
media sosial. Mereka juga sering saling mengajari ketika
ada pelajaran yang kurang dipahami.

338
Moodbooster
Oleh: Wanda Citra Setyaningrum

Seorang gadis cantik, berkulit putih, hidung


mancung,rambut hitam legam sebahu, tatapan tajam, mata
biru laut, dan baju yang berantakan dengan angkuhnya
berjalan dilorong koridor sekolah dengan kedua
sahabatnya yang tak kalah cantik dari gadis itu. . Tatapan
memuja semua orang mengarah kepadanya. Dia adalah
Agni Engrasia Valeri biasa dipangil Ale ,dan kedua
sahabatnya yang bernama Anggi dan Mery. Sesuai dengan
namanya Agni yang berarti dewa api, Engrasia yang berarti
anggun, dan Valeri berarti kuat gadis itu tumbuh dengan
kuat dan seperti dewa api, tapi tidak sesuai dengan nama
tengahnya yang berarti anggun. Dia adalah cewek bar-bar.
Temannya anggi, adalah cewek yang polos dan lumayan
lemot, dan selalu membuat Ale dan Mery marah dan geleng
geleng kepala karena sifat polosnya. Sedangkan, Mery sama
seperti Ale tapi Mery adalah gadis yang tingkat
kepedeannya tinggi. Walaupun dia cewek bar-bar dia

339
termasuk pintar dikelas dan persahabatan mereka terjalin
sudah lama.

BRAKKK
Anak-anak kelas pun yang semula sibuk dengan
kegiatannya ,ada yang lagi tiktokan,ada juga yang lagi
makan, main bola, ada yang baca buku, dan ada juga yang
lagi ada yang lagi touch up an pun terhenti dan make upnya
pun tercoret kemana-mana karena lemparan tas yang
cukup keras.
“Ish, kesel gue tu semua mata itu minta dicolok apa?”
cerocos Ale ketika sudah sampai di kelas dengan melempar
tasnya ke meja. Sambil melihat keadaan kelasnya.
“ Iya tuh, kesel juga gue. Gue tau gue cantik, bening,
kinclong, baik hati, dan tidak sombong, kayak orang-orang
korea tapi nggak mesti gitu kali lihatinya. Kan gue jadi
risihh.” kata Mery dengan PDnya.
“Kok lho diem aja sih nggi, lho lagi mikirin apa?” tanya
Mery melihat Anggi yang hanya diam saja.
“ Nggak kok anggi nggak mikirin apa-apa, Anggi juga
nggak diem aja, tadi Anggi nyimak Mery yang katanya
kinclong. Emang Mery pake pembersih apa kok bisa

340
kinclong. Kaca rumah Anggi udah Anggi bersihin, diberi
pembersih mahal juga nggak kinclong?” jawabnya dengan
polosnya Mery yang mendengar perkataan Anggi
menganga tak percaya dan menahan amarah karena
disamakan dengan kaca rumah Anggi. Sedangkan Ale yang
melihat itu pun hanya menahan tawanya.
“ Apa lo bilang, lo samain muka cantik gue yang
membahana ini sama kaca rumah lo?, asal lo tau aja ya ini
tu perawatannya mahal jangan samain ama kaca rumah lo.
Emang kaca rumah lo itu ada motifnya ya!! itu emang agak
nglebur-nglebur dikit, dikasih pembersih mahal kayak
apapun itu juga tetep sama.” Katanya setengah menahan
amarah
“ Tapikan Anggi nggak niat nyamain muka Mery sama
kaca rumah Anggi. Anggi kan juga lupa kalo kaca rumah
Anggi ada motifnya, lagian muka merikan nggak kinclong
malah muka Mery kayak badut itu di wajah Mery
kebanyakan bedak itu juga bibir Mery kok ada darahnya,
Mery habis cium lantai yaaa, itu juga pipi Mery merah
banget tadi Mery habis ditonjok siapa??, bilang sini sama
Anggi biar Anggi kasih pelajaran. Berani-beraninya nonjok

341
sahabat Anggi.” Kata Anggi menggebu-gebu sambil
berkacak pinggang.
“Mphttt..” suara ale yang menahan tawanya melihat
kepolosan Anggi dan wajah mery yang melongo dikatai
badut oleh Anggi.Mery pun sudah tidak bisa menahan
amarahnya meneriaki nama Anggi
“ANGGI LO….” teriakan Mery terhenti ketika guru pun
datang. Mery pun hanya bisa mendumel tidak jelas
kepadaAnggi.

Tringggggg Tringgg Tringgg


Bel yang ditunggu tunggu seluruh siswa siswi pun
telah berbunyi tak kalah dengan 3 orang bersahabat itu,
mereka langsung menuju kantin. Mereka menuju kantin
dengan semangat dan tak kalah serunya mereka menuju
kantin dengan berlomba siapa yang kalah maka dia yang
mentraktir yang menang.
“Yessss, gue menang.” pekik Ale yang telah dulu
sampai dikantin dan disusul oleh Mery dan terakhir Anggi.
“ Ish Ale sama Mery curang, kan tadi belum hitungan
ketiga kalian ninggalin Anggi. Anggi sebel, sama kalian

342
berdua” kata Anggi sambil memayunkan bibirnya dan
memalingkan wajahnya enggan menatap Ale dan Mery.
“ Tuh bibir minta ditabok apa??, udah lo kan kalah jadi
lo traktir kita berdua, hush hush cepet sana beliin makanan
kita berdua. Gue bakso ama es teh anget, lho apa Al?” Kata
Mery dan dibalas dengusan oleh Anggi, tapi setelah melihat
Ale yang tidak merespon pertanyaanya akhirnya Mery
memesankan Ale sama dengannya. Anggi pun pergi ke
stand makanan meninggalkan Mery dan Ale dengan
menghentak-hentakan kakinya. Mery pun sejak tadi di
kelas mengamati gerak-gerik sahabatnya satu ini yang
terlihat murung sambil melihat handponenya dan sekarang
dia melamun sambil melihat kesatu titik. Dengan penasaran
pun akhirnya Mery melihat apa yang sedang diamati oleh
Ale dan ternyata DUMMM, itukan pacar Ale kenapa dia
duduk dengan Sarah dan terliihat mesra. Pasti itu yang buat
sahabatnya itu murung dan juga tatapan tajam handalnya
juga ia keluarkan. Setelah sibuk mengamati Ale sampai tak
sadar jika makanan yang ia pesan kepada Anggi pun datang.
“ Nih pesenannya Mery sama Ale” kata Anggi sambil
menyodorkan makanan yang dipesan tadi.

343
“Mery tadi Anggi debat sama penjual es teh anget,
tadikan Anggi bilang,” Mang es teh anget 2” trus si
mamangnya bilang “atuh neng itu es teh apa teh anget” trus
Anggi bilang “aduh mang saya pesen es teh anget” trus gitu
terus sampek mamang itu nyerah trus bilang ke Anggi
“neng dengerin mamang yaa dimana-mana es teh itu dingin
atuh, kalau neng teh pesen es teh anget mamang kan jadi
bingung atuh neng” gitu, kan anggi nggak salah kan tadi
Mery bilangnya gitu kan sama Anggi” kata Anggi
“ Bener kok, lo tu emangg palinggggg benerrr bangettt,
palingggg pinterrrr, paling pinter dibodohi “ kata Mery
sambil terkekeh
“ Ale, Ale kenapa kok diem aja? Ale sakit ayok kita ke
UKS kalo Ale sakit, nanti Anggi anterin” tanya Anggi, karena
belum mendapatkan respond dia melanjutkan makannya
yang tertunda tanpa gangguan apapun. Mery pun yang
melihat anggipun menggeleng tak percaya.
“ Iya Al dari tadi perasaan lo kok diem aja, lo lagi ada
masalah ama cowok lo. Mending lo cerita deh sama kita,
masa sama sahabat sendiri lo tutu-tutupin. Mending lo
cerita aja biar plong, lho kan cewek kuat sesuai nama lho
kalo lo kayak gini ini bukan Ale yang gue kenal, Ale yang

344
gue kenal itu cewek bar bar bikin onar dikelas. Mending lho
labrak atau lo putusin aja tu cowok lo, trus lo cari yang lain.
Tu cowok emang nggak bener tu, dari awal pacaran aja gue
nngak setuju sama tu cowok. Lho sih dibilangin nggak
percya. Dulu tu sebelum lo pacaran sama tu cowok banyak
yang bialng kalau tu cowok suka gonta ganti pasangan alias
playboy cap badak. Gue akuin sih dia ganteng tapi
kelakuannya itu lo ishh nggak banget amit-amit deh gue
punya cowok macam dia” cerocoe Mery tanpa jeda
“ Apaan sih lho jelek-jelekin pacar gue, dan lo tu nggak
berhak nglarang gue pacaran sama siapa aja, positif
thinking aja kalau mereka itu cuma duduk dan lagi
ngomongin soal tugas dia, kan dia itu juga anggota osis”
sentak Ale yang tak terima
“ Hahh positif thinking! Lo lihat dia nggak bisa
dikatain lagi mbahas tugas dia sebagai anggota osis, masa
mbahas tugas sambil suap suapan manja. Dan satu lagi gue
bukannya nglarang lo buat pacran ama siapa aja tapi gue
sebagai sahabat lho yang udah dari lama bersahabat ngasih
saran sama lo karena gue nggak mau sahabat gue terluka,
apalagi sama cowok modelan kek dia. Gue udah ngamati lo
dari tadi dikelas sampek kekantin ini puncaknya. Gue tau lo

345
nunggu kabar dari cowok lo kan dan sekarang lo mergoki
dia lagi berduan ama sarah itu yang buat gue nggak mau lo
sakit hati dan ngasih saran supaya lo putusin, lelaki didunia
ini banyak. Dan gue yakin pasti ada laki-laki baik yang bisa
lo dapetin. Kalo lo gini terus ini bukan Ale yang gue kenal,
Ale yang gue kenal itu kuat angkuh dan tentunya bar-bar.
udah sekarang lo makan trus lo pikirin apa yang lo harus
lakuin ama tu cowok. Lo jangan murung lagi nanti gue
traktir boneka sapi deh , boneka kesukaan lo dari yang kecil
ampek yang besar, setelah itu kita pergi kepasar malam
have fun bareng- bareng foto bareng, stelah itu kita
karakoean supaya beban lo ilang dan happy lagi kayak biasa.
Lagaian lo cantik, pinter mana sih cowok-cowok nggak
terpesona ama lo banyak kali yang suka ama lo, jadi
udahlah lepasin aja tu cowok lo itu.” kata Mery panjang kali
lebar
“ Maafin gue, gue salah seharusnya gue nggak
ngomong gitu ke lo. Gue memang seharusnya putusin tu
cowok dah lama karena sejak sebulan lalu tu cowok beda
sikapnya ke gue dan ternyataaa begitulah. Oke gue bakalan
kasih pelajaran buat tu cowok, tapi yang lo omongin tadi
bener kan mau traktir gue boneka sapi sama jalan- jalan?”

346
katanya kepada Mery dengan mata berbinar yang dibalas
dengan anggukan sekaligus dengusan oleh Mery karena
sahabatnya ini mendengar kata traktiran selalu nomor
pertama.
“ Lo ma kalau udah denger kata traktiran mah nomor
satu” kata Mery sambil mendengus
“Ish cepet habisin tu makanan bentar lagi kita masuk,
trus ntar sore ke pasar malem deh sambil beli boneka sapi
kesukaan gue, makasih banget karna lo semua udah buat
mood gue jadi balik lagi dan nggak mikirin cowok sialan
itu” kata Ale dengan semangat. Setelah itu dia menoleh ke
Anggi yang sejak tadi sibuk dengan makanannya tanpa
terganggu oleh siapapun. Ide jail pun muncul di otak Ale.
Ale dan Mery pun saling bertatapan dengan semiriknya
merekapun memulai ide jahilnya. Ale dan Mery diam-diam
meninggalkan Anggi sendirian dikantin.
“Hosh hosh hosh rasain hosh tu hosh kita hosh tinggal
dia sendirian.” kata Mery sambil terengah-engah
setelahlumayan jauh dari Anggi.
“Wkwkwkwk gimana tu ekspresi dia pasti merah
banget kayakmau nahan boker, salah sendiri sahabat lagi
sedih malah asik asikan makan. Yuk ah kita balik ke kelas.”

347
Kata Ale terlewat santuy dan sudah menjadi ceria lagi, Mery
pun yang melihat itu tersenyum tanpa disadari oleh Ale.
Setelah itu Mery mengangguk sebagai jawaban dan
merangkul bahu Ale melangkah ke kelas bersama.

Dilain sisi
“Mery sama Ale tadi anggi denger mau jalan jalan ya,
Anggi ikut boleh?Anggi bosen banget dirumah.” kata Anggi
yang fokus pada makanannya tanpa menengok kekiri dan
kekanan.
“Mery sama Ale dengerin Anggi nggak sih, kok Anggi
dikacangin?” tanya Ale yang perlahan menegok ke Arah
tempat duduk Mery dan Ale karena belum mendapat
jawaban dari mereka berdua.
Setelah menengok wajah Anggi pun cengo dan setelah
itu berubah menjadi merah padam dannnn
“ MERYYYYY ALEEEE AWAS YA KALIAN BERDUAA.”
Teriak Anggi menggelegar di penjuru kantin sambil pergi
meninggalkan kantin dengan menghentak-hentakan kaki
dan menahan emosi yang akan meledak.
Setelah dari jalan-jalan bersama kedua sahabatnya
Ale pun merebahkan dirinya dikasur sambil memandangi

348
langit langit dikamarnya. Ale pun memikirkan tentang
kejadian tadi. Dari kejadian dengan memergoki
pacarnya,nasihat sahabatnya, kejadian menjahili Anggi,
pergi jalan-jalan dengan temanya, dan sampai pemutusan
pacarnya. Setelah itu, Ale pun bangkit beranjak dari
kasurnya menuju meja belajarnya dan mulai menulis kata-
kata yang menurutnya cocok untuk sahabatnya itu, ia pun
menulis dibalik foto yang pernah mereka cetak bersama
“ Kalian seperti hujan dan setelahnya datang pelangi ,
datang untuk membersihkan luka dan setelahnya
memberikan kebahgiaan. dan aku sangat bersyukur kepada
tuhan telah memberikan hadiah yang sangatt indah yaitu
MENGENAL KALIAN. ”
THANKS MY BEST FRIEND, YOU ARE MY
MOODBOSTER
Setelah itu Ale menggantung foto tersebut dengan
foto-foto lainnya bersama teman-temanya dan
mensejajarkan dengan boneka sapi yang tadi dibelikan oleh
sahabatnya Mery, lalu memandanginya sebentar setelah itu
ia bangkit untuk kembali melanjutkan tidurnya dengan
perasaan bahagia.

349
Cerita Senja
Oleh: Widiya Ayu Safitri

Cakrawala dikala senja. Senja merupakan momen


peralihan yang indah namun hanya sementara dan hilang
dikala petang menjelang. Filosofi ini juga sama dengan
kehidupan, semua hanya sementara, sebatas datang,
singgah, dan pergi dari kita, baik untuk sesaat maupun
selamanya. Akan tetapi, kenanganlah yang akan kekal abadi
di lubuk hati, dan dapat hinggap serta kembali dipikiran
masing-masing pribadi.

~~

Mentari sang surya mulai menampakkan sinarnya di


ufuk timur bumi, tanda hari kini sudah pagi. Ayam-ayam
berkokok serentak membangunkan orang-orang yang
masih terlelap dalam tidur mereka. Aletta terbangun dari
tidur nyeyaknya, lalu dia membuka jendela kamarnya dan
membiarkan sinar mentari pagi untuk masuk ke dalam
kamarnya. “Hoamm, sejuk banget udara pagi ini” ucap

350
Aletta sambil menghirup udara yang segar. Setelah itu,
Aletta segera beranjak menuju kamar mandi untuk segera
bersiap-siap menuju sekolahnya.
Setelah selesai mandi, Aletta segera menuju ruang
makan untuk makan bersama dengan kedua orang tuanya.
Dan perlu diketahui, Aletta adalah anak tunggal di dalam
keluarganya. Dia adalah anak yang ramah, riang, dan
sedikit aktif. Dia pun pandai bergaul dengan lingkungan
sekitarnya. Maka dari itu, Aletta memiliki banyak teman
dan disayang banyak orang. Akan tetapi, sifat keras kepala
Aletta kadang tampak jelas dikepribadiannya apalagi jika
ada suatu hal yang mungkin bertentangan dengan
keinginannya. Namun, sikap tersebut jarang sekali Aletta
lakukan, hanya ketika moodnya buruk saja dia bisa
bersikap demikian. Skip. Back to the topic guys. Suasana di
ruang makan pun tenang, semua orang yang berada disana
makan dengan diam. Hanya ada suara dentingan sendok
dan piring yang terdengar. Di tengah keheningan suasana
makan pagi tersebut, Aletta meminta izin kepada orang
tuanya untuk berangkat sekolah.

351
“Ayah, bunda, Aletta mau izin berangkat sekolah dulu
ya. Assalamu’alaikum wr.wb” Ujar Aletta sambil menyalimi
kedua orangtuanya.
“Iya nak berangkatlah, Wa'alaikumsalam wr.wb” Ujar
ayah dan bunda.
Sesampainya di sekolah, Aletta berjalan dengan
tergesa menuju gerbang SMA CAKRAWALA untuk
menghampri kedua sahabatnya yang telah lama
menunggunya disana. Kedua sahabatnya tersebut yaitu
Aldara Anggia biasa dipanggil Dara dan Antares Aldebaran
biasa dipanggil Anta.
“Woiii Al, gue sama Anta disini.” Ujar Dara dengan
suara cemprengnya.
“Ah elah, gue udah nyari dimana-dimana juga kaga
ada.” Ujar Aletta yang menghampiri tempat Dara dan Anta
berdiri dengan mulut yang tidak berhenti menggerutu.
“Yeu, santuy aja dong.” Ujar Anta dengan nada
lawaknya.
“Yaudah ayo langsung ke kelas aja, gue mau cerita
sebentar aja.” Ajak Aletta dengan nada cerianya.
“Ayo, gue juga mau cerita sesuatu sama lo Al.” Ujar
Dara dengan nada lirihnya.

352
Mereka bertiga pun bergegas menuju ke kelas XI IPA
1, dimana setiap kenaikan kelas mereka bertiga selalu
berada di kelas yang sama sejak SD, bisa dibilang mereka
telah berteman sejak dini. Hubungan persahabatan mereka
pun telah lama terjalin, dan terlihat seperti bersaudara.
Aletta Anggia yang biasa dipanggil Ale itu pun telah sangat
menyayangi kedua sahabatnya tersebut.
Setibanya mereka di kelas, Ale pun segera
menceritakan apa yang ingin dibicarakannya.
“Jadi gini, kan selama kita SMA sudah jarang buat
sekedar pergi ke rumah pohon, basecamp kita dulu itu loh.
Nah gue mau kita pergi main lagi kerumah pohon itu
weekand di akhir bulan nanti. Gimana Dar? Anta juga mau
kan?” Tanya Aletta sambil mengetuk-ngetukkan jarinya di
meja kelas.
“Gue mau-mau aja sih Al, tapi akhir-akhir ini gue ada
urusan yang nggak bisa gue tinggalin. Kalau kapan-kapan
aja gimana? Sorry Al.” Jawab Dara dengan lesu.
“Lain waktu aja Al, kasihan Dara kalau misal nggak
bisa ikut. Kalau gue mah ayo-ayo aja.” Kata Anta yang
memang sering menjadi penengah antara Dara dan Aletta.

353
“Mau kapan lagi? Kita juga sudah jarang nggak pergi
kesana. Apa salah kalau misalnya kita meluangkan waktu
buat pergi kesana? Buat sekedar mengingat masa-masa kita
dulu deh seenggaknya.” Ujar Aletta dengan nada
menggebu-gebunya.
“Maaf Al, untuk kali ini gue nggak bisa ikut. Maaf
sekali lagi.” Sahut Dara dengan pasrahnya.
“Yaudah deh, terserah kalian aja lah. Gue cabut dulu,
ayah udah nunggu di depan gerbang. Gue duluan.” Kata
Aletta sambil menyahut tasnya yang ada di kursi dan pergi
begitu saja.
“Al, lo mau kemana, dengerin gue dulu. Gue mau
cerita sesuatu sama lo.”. Teriak Dara dari dalam kelas
ketika Aletta telah sampai di depan pintu kelas.
“Kapan-kapan aja Dar, gue mau pulang, lo juga sibuk
kan katanya?” Sahut Aletta dari pintu kelas tanpa
menengok ke belakang ke arah Dara, lalu pergi menjauh
dari mereka.
“Lo tega Al, gue belum sempat ngejelasin yang
sebenarnya terjadi tapi lo malah pergi dulu, dan marah
sesuka hati lo. Andai lo tau apa yang mau gue bilang sama lo,

354
gue udah nahan lama Al.” Batin Dara menjerit atas sikap
Aletta yang demikian.
“Sabar Dar, kalau aja lo cerita semua ke Aletta, pasti
dia bisa ngertiin kondisi lo. Lo tenangin pikiran lo dulu aja,
Ale urusan gue. Semangat ya.” Ujar Anta sambil mengusap
punggung Dara yang bergetar menahan tangis.
“Sampaikan ke Aletta ya An apa yang gue alamin, gue
sadar kok waktu gue udah gak lama lagi.” Ujar Dara dengan
nada lirihnya dan memaksakan senyum yang terpatri di
bibirnya.
“Lo ngomong apa sih Dar! Gue yakin lo sembuh,
semua bakal bisa lo lewatin. Jangan bicara macem-macem
Dar.” Ujar Anta sambil menenangkan Dara.
“Gue harap juga gue sembuh An. Tapi bisa apa.” Lanjut
Dara dengan pasrahnya. Anta yang mendengarkannya pun
hanya bisa menghembuskan nafasnya.

~~

Jam berganti jam, hari berganti hari. Tiba saat


weekand di akhir bulan. Sudah 10 hari sejak pertengkaran
antara 2 sahabat tersebut, selama itu pula Aletta tak

355
melihat keberadaan Dara. Aletta sudah bertanya dan
mencari tahu keberadaan Dara, mulai dari Anta,
keluarganya, dan keluarga Dara. Semua hanya diam, dan
seolah-olah menutupi apa yang sebenarnya terjadi. Hingga
suatu hari, Aletta mendengar apa yang dibicarakan Anta
dengan bundanya. Seketika bagai disambar petir disiang
bolong, tubuh Aletta pun meluruh ke lantai dan tak kuasa
menahan tangis yang sudah tertahan sejak mendengar apa
yang dibicarakan oleh Anta dan bundanya. Dia pun segera
berlari dan memeluk bundanya.
“Kenapa bunda tega nyembunyiin hal sebesar ini
sama Aletta? Lo juga An kenapa diem aja, padahal lo tau
kalau gue selalu nanyaain kabar Dara sama lo!.” Teriak
Aletta penuh penyesalan dan tak terkendali terhadap Anta.
Ya, kabar yang didengar Aletta sangat mengejutkan. Aldara,
sahabat Ale yang sangat disayanginya, pergi meninggalkan
mereka semua. Dan hanya Aletta yang belum
mengetahuinya.
“Gue nggak bermaksud nyembunyiin ini Al, tapi ini
pesan dari mendiang Dara sendiri. Dia nggak mau lo sedih.
Biar lo tau dengan sendirinya. Dan jangan merasa bersalah
sekali pun, karena itu bakal membuat Dara sedih disana.”

356
Ujar Anta dengan sangat lirih, semua yang mendengar pun
ikut hanyut dalam keheningan sambil menunggu ucapan
Anta selanjutnya.
“Jadi gini, tepat sehari setelah lo berantem sama Dara,
kebetulan kondisi tubuh dia lagi drop. Ketika dia sampai
rumah, dia langsung pingsan dan semua keluarganya panik.
Mereka langsung melarikan Dara ke RS yang selalu jadi
tempat dia saat lagi drop. Asal lo tau Al, Dara udah
mengidap kanker otak stadium akhir sejak masuk kelas XI.
Dia udah lama mau ngomong sama lo, tapi dia takut kalo lo
bakal sedih dan kepikiran. Hingga suatu ketika gue tau apa
penyakit dia dan dia tetep senyum seakan-akan dia baik-
baik aja. Dan ya, sekarang dia udah tenang disana.” Lanjut
Anta sambil menahan sesak yang menjalar di ulu hatinya.
“Kenapa semua jadi gini, gue bodoh banget ya. Ketika
sahabat gue lagi terpuruk dan berjuang melawan sakitnya,
gue malah berantem sama dia hanya karena masalah sepele.
Gue nyesel An, gue nyesel. Gue masih nggak percaya aja,
sahabat gue dari kecil, kemana-mana bersama, ngelewatin
hari-hari bersama. Tapi dia malah ninggalin gue duluan.”
Ujar Aletta dengan tangis yang semakin pecah.

357
“Udah Al, semua udah jadi jalan dan takdir tuhan.
Mungkin memang ini yang terbaik buat Dara. Kita sebagai
sahabat cuma bisa ngirim doa dari sini. Dan satu lagi,
semua hal yang kita lewatin bareng, nggak bakal bisa
dilupain gitu aja. So? Cukup ikhlasin dan relain, supaya dia
bisa tenang dan nggak sedih disana.” Ujar Anta sambil
menenangkan Aletta yang masih menangis sesenggukan.

~~

Setahun telah berlalu, berpuluh-puluh purnama pun


telah berlalu juga. Selama itu pula Aletta dan Anta mencoba
mengikhlaskan sahabat yang sangat disayanginya yaitu
Aldara. Meskipun kadang Aletta masih suka merenung
dikala petang menjelang, bagaimana dia masih mengingat
jelas kenangan mereka bertiga ketika Dara masih ada, dan
rasa bersalah yang masih suka bersemayam di hati kecilnya.
Namun, Aletta berusaha menampik itu semua dan
melanjutkan hidupnya dengan suasana yang baru.
Ya, kehidupan memang kadang seperti kehadiran
senja. Langit yang awalnya cerah menjadi orange yang
sangat indah lalu menjadi langit yang benar-benar petang

358
seperti malam kelam. Semua yang awalnya sangat
diidamidamkan bisa saja menjadi hal yang sangat
menyedihkan. Semua memang hanya sementara, baik
kebahagiaan, kebersamaan, maupun kehidupan. Jika tuhan
berkendak maka hilang sudah semua kebahagiaan itu.
Namun perlu diketahui pula, senja datang disetiap
menjelang petang. Begitu juga kehidupan dan kebahagiaan,
semua yang pergi pasti tak dapat kembali. Akan tetapi,
kehidupan dan kebahagiaan baru akan datang silih berganti.
Tinggal bagaimana kita menyikapi kepergian dan
kehilangan itu yaitu dengan mengikhlaskan serta
merelakan. Satu hal lagi, sesuatu yang pergi kenangannya
pasti akan abadi dan bersemayam di lubuk hati.

359
You Are What You Think
Oleh: Yafi Salma An Nafi’

Pukul 05.13, ia terbangun dari tidurnya akibat rasa


sakit yang disebabkan oleh perutnya. Segera ia bergegas
menuju kamar mandi untuk mengeluarkan isi dalam
rektumnya sekaligus bersiap untuk berangkat ke sekolah.
Persiapan telah usai, pukul 06.30 ia berangkat menuju
sekolah bersama ayahnya. Ya, hari ini adalah hari Senin.
Hari pertama sekolah (lagi) setelah 2 hari bebas dari
aktivitas kelas, sekaligus hari pertama bagi seorang bocah
bongsor berumur 11 tahun ini menikmati kegiatan belajar
mengajar di sekolah barunya.
Sesampainya di sekolah, ia bersama ayahnya
menemui wali kelas 5, Bu Retno namanya. Ketika bel masuk
sekolah berbunyi, ia bersama Bu Retno menuju ruang kelas,
sementara ayahnya pergi berangkat bekerja.
“Selamat pagi anak-anak.” sapa Bu Retno kepada
anak- anak.
“Selamat pagi bu.” seisi kelas kompak menjawab.

360
“Hari ini kalian kedatangan teman baru. Silakan
perkenalkan dirimu Tirta.”
“Hai, nama saya Pramudya Tirta, biasa dipanggil Tirta.
Saya pindahan dari Kota Malang. Salam kenal semua. ”
“Hai Tirta.” sapa anak-anak serempak.
“Silakan kamu duduk di sana.” tunjuk Bu Retno ke
kursi kosong di barisan belakang.
Tirta menuju tempat yang ditunjuk Bu Retno dan
segera mempersiapkan pelajaran IPS yang akan dibahas.
Tirta bukanlah anak yang pandai bergaul, bisa
dibilang ia adalah anak yang introvert. Ketika istirahatpun
ia hanya berdiam diri di kelas, sibuk dengan gambarannya.
Ya, dia adalah anak laki-laki yang hobi menggambar.
Hari ini berjalan begitu cepat bagi Tirta. Hari pertama
di sekolah baru terlalui tanpa ada masalah. Namun, ia
hanya mengenal beberapa teman, dan kesemuanya adalah
perempuan. Itupun bukan merupakan hasil usaha Tirta,
melainkan teman-temannya yang mendekat.
Hari-hari Tirta di sekolah barunya berjalan baik-baik
saja. Namun, setelah 2 bulan kepindahannya ke sekolah itu,
ia mulai menjadi korban keusilan teman-temannya. Setiap
hari ia diejek karena memiliki badan bongsor dan hanya

361
berteman dengan anak perempuan. Tak jarang, bekal yang
dibawa Tirta diambil oleh sekelompok anak nakal.
“Hey ndut, bagi makanan dong. Udah gendut banget
kau itu, gaperlu lah makan lagi hahaha.” ucap Ucup salah
satu anggota kelompok anak nakal.
“Jangan diambil. Itu punyaku...” Tirta berusaha
mempertahankan bekalnya.
Namun, karena ia dikeroyok dan dipukuli oleh 4 anak
nakal, terpaksa ia harus merelakan bekal yang dibawakan
ibunya dari rumah. Tirta hanya bisa menangis dan itu
menyebabkan ejekan teman-temannya semakin menjadi.

~~

Seolah melupakan apa yang terjadi pada hari


sebelumnya, hari ini Tirta berangkat ke sekolah dengan
begitu semangat karena hari ini ada mata pelajaran Seni
Rupa yang merupakan salah satu pelajaran kesukaannya.
“Selamat pagi semuanya.” sapa Pak Rusdi kepada
anak muridnya.
“Selamat pagi pak.” jawab anak-anak.

362
“Baiklah anak-anak, hari ini saatnya kita kuis ya. Jadi,
bapak memiliki total 25 soal, bagi yang bisa menjawab,
silakan mengangkat tangan. Jika jawaban benar, maka
mendapat poin 100 dan jika salah, kalian tidak mendapat
poin. Sampai sini paham nak?”
“Paham pak,” serentak anak-anak menjawab.
“Oiya, jika ada jawaban yang salah, teman yang lain
boleh mencoba menjawab.”
“Iya pak,”
“Baik, kita mulai dari soal pertama ya. Gambar yang
hanya dapat dilihat dari 1 sisi disebut sebagai karya?”
Gendhis langsung mengangkat tangan dan menjawab,
“Karya dua dimensi pak.”
“Yak benar sekali. 100 poin untuk Gendhis.”
Seisi kelas memberi tepuk tangan kepada Gendhis
yang berhasil menjawab pertanyaan Pak Rusdi.
“Pertanyaan kedua, guci dan vas bunga merupakan
hasil karya seni rupa dari fungsi?”
Andaru dan Tirta terlihat bersamaan mengangkat
tangan.

363
“Jawabannya fungsi pakai pak” jawab Andaru dengan
cepat, takut kesempatannya direbut oleh Tirta padahal Pak
Rusdipun belum menunjuk siapapun.
“Yahh, jawaban kamu kurang tepat nih Andaru.”
“Huuuu...” anak-anak kelas 5 serempak mengejek
Andaru yang salah menjawab pertanyaan.
“Sudah-sudah. Lanjut saja, siapa yang bisa menjawab
pertanyaan bapak tadi?”
Tirta mengangkat tangan dengan cepat dan menjawab,
“Fungsi estetis pak,”
“Yap, 100 poin untuk Tirta.”
“Yes,” seru Tirta diiringi riuh tepuk tangan teman-
temannya.
Andaru yang memiliki jiwa kompetitif yang lumayan
tinggi berusaha menyaingi Tirta. Namun, apa boleh dikata,
ia tersandung oleh ambisinya. Jawabannya sering salah dan
Tirta berkali-kali menjawab pertanyaan yang dijawab
salah oleh Andaru.

~~

364
Bel pulang sekolah berbunyi, Tirta segera berjalan
menuju tempat parkir sepeda dengan gembiranya. Hari ini
bisa dibilang sebagai hari yang menyenangkan. Ia berhasil
mendapatkan 900 poin dari total 2500 poin untuk kuis
mapel Seni Rupa dan juga pada jam istirahat, sekelompok
anak nakal tidak mengganggu dan merebut bekalnya lagi.
Kebahagiaan Tirta seolah hilang begitu saja ketika
sepedanya dihadang oleh sekelompok anak nakal di sebuah
gang sepi sedikit jauh dari rumahnya.
“Turun kamu!” perintah Andaru kepada Tirta.
Tirta turun sembari reflek mengangkat kedua tangan
karena ketakutan.
“Terima nih hadiah atas kemenanganmu kuis tadi.”
ucap Andaru sembari melayangkan pukulan ke perut Tirta
diikuti oleh 3 temannya yang lain.
“Ampun... Sakit...”
Rintihan Tirta tak menghentikan aksi anak-anak itu.
Mereka terus memukul dan menendang Tirta.
“Hentikan!” perintah seorang bocah berseragam sama
seperti Tirta namun terlihat lebih dewasa. Bukannya
berhenti, sekelompok anak nakal itu justru semakin
menyiksa Tirta. Sedikit berlari, bocah itu langsung

365
menerjang salah satu dari sekelompok anak nakal itu
hingga tersungkur. Merasa tertantang, Andaru bersama 3
temannya yang lain langsung menyerang bocah itu. Bocah
itu dengan cekatan menghindari serangan sembari
mengeluarkan double stick dari sakunya. Ia segera
menyerang Andaru dan teman-temannya tanpa ampun.
“Aduh..”
“Ahh...”
“Aduh...”
Andaru dan teman-temannya merasa kesakitan akibat
pukulan dari bocah itu.
“Jangan ganggu dia, kalau kamu gak mau kuhajar
lagi!”
“Siapa kamu?” Ucup yang tak terima mencoba berlari
sembari menyiapkan hantaman, tetapi bocah itu dapat
dengan sangat mudah menghindar dan melayangkan
pukulan kepada Ucup. Andaru dan teman-temannya
kembali menyerang. Namun, lagi-lagi bocah itu tak
terkalahkan.
“Udah-udah.. Ampun...”
“Jangan pernah ganggu dia lagi!” perintah bocah
itu sembari menunjuk Tirta.

366
“Iya iya”
“Awas kalau sampai ganggu dia lagi!”
“Iya iya janji.”
“Pergi sana!” perintah bocah itu.
Andaru dan teman-temannya hanya mengikuti
perintah dan melangkah pergi.
Bocah itu menghampiri Tirta dan membantu berdiri.
Mereka kemudian berjalan menuju pelataran sebuah toko
kelontong dan duduk berdua di sana.
“Terima kasih kak.”
“Hem ya.”
“Nama kakak siapa?” tanya Tirta kepada bocah yang
tak dikenalnya.
“Brama.”
“Seragam kakak sama kayak punyaku...”
“Iya, kita satu sekolah. Aku baru 5 hari bersekolah di
situ.” Brama menyela perkataan Tirta. “Aku beberapa kali
lihat kamu dibully anak-anak nakal itu, kenapa?”
“Karena aku gendut dan aku memenangkan kuis seni
rupa mungkin?” jawab Tirta.
“Kenapa kamu tidak melawan?”
“Aku takut kak.”

367
“Aish, memalukan!”
Tirta hanya tersenyum sembari memegang lehernya.
“Nama kamu siapa?”
“Tirta.”
“Tirta. Air dalam bahasa Indonesia. Air selalu
mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih
rendah. Hal ini mengajarkan kita untuk selalu rendah hati,
bukan rendah diri yang menyebabkan kita bisa
direndahkan oleh orang lain.”
Tirta hanya mengangguk-anggukkan kepalanya
mencoba mencerna apa yang diucapkan Brama.
“Selain itu, air selalu mengalir ke muara. Seberapa
jauh dan seberapa sulit yang harus dilalui, ia akan tiba di
sana. Kamu juga harus bisa jadi seperti namamu,
menerjang semua rintangan dengan keberanian termasuk
apa yang dilakukan teman-temanmu tadi.”
“Aku takut kak, mereka banyak sedangkan aku
sendiri.”
“Sttt... Kamu akan menjadi lemah jika kamu berpikir
kalau kamu lemah.”
“Hmm oke kak”

368
“Satu lagi, jadilah seperti air yang bermanfaat bagi
semua makhluk, mau jadi orang yang bermanfaat untuk
orang lain nggak?“
“Mau kak, gimana ya caranya?”
“Sebelum bermanfaat untuk orang lain, pastikan
kamu bisa melindungi dirimu sendiri. Jangan jadi cowok
penakut! Kamu bisa bermanfaat bagi orang lain dengan
keberanian yang kamu punya.”
“Hehe siap kak. Omong-omong, kok kakak bisa hebat
banget bela dirinya?”
“Aku belajar wushu dari kecil, kebetulan papa
mamaku dulu atlet wushu.”
“Wow, hebat banget...”
“Kalau kamu mau bisa wushu, datang aja ke rumah
kakak di ujung Gg. Surya Kencana.”
“Emang anak gendut seperti aku bisa kak?”
“Bisa dong. Tergantung seberapa kuat tekadmu.”
“Siap. Terima kasih kak, mau pulang dulu.”
“Mau diantar?”
“Tidak perlu, aku kan kuat.” Tirta berucap sembari
mengangkat kedua tangannya.
“Good boy.”

369
~~

Sejak saat itu, Tirta sering berkunjung ke rumah


Brama untuk berlatih wushu. Sudah tidak ada lagi anak-
anak nakal yang mengganggu Tirta lagi, karena Tirta tak
lagi diam tatkala ditindas. - Begitulah dahsyatnya pikiran
dan keyakinan. Karena pikiran dan keyakinan akan menjadi
kata, kata akan menjadi tindakan, tindakan akan menjadi
kebiasaan, kebiasaan membentuk karakter, dan karakter
menentukan jalan hidup.

370
Kunci Kesuksesan
Oleh: Yudho Sakti Rama Sultan Al Faridzi

Pada suatu pagi yang cerah, banyak sekali


burungburung yang berkicau, hal itu membuat suasana
pada pagi itu sangat menyenangkan. Pagi itu juga menjadi
pagi yang sangat menggembirakan bagi anak-anak yang
sedang menempuh pendidikan, karena pada pagi itu
mereka dapat kembali belajar disekolah setelah sekian
lama mereka harus belajar dari rumah. Mereka juga dapat
bertemu dengan teman-teman mereka secara langsung.
Pada pagi yang cerah itu Aris sedang
berbincangbincang dengan temannya yang bernama Alan,
perihal sekolah online yang diterapkan sekolahnya selama
masa pandemi. Alan pun melontarkan beberapa unek-unek
yang selama ini dipendam olehnya, “ei Alan, aku ingin tanya
tentang pendapatmu perihal kebijakan sekolah online yang
diterapkan oleh sekolah kita”,tanya Aris. “ Menurutku sih
itu kebijakan yang bagus-bagus aja, namun jika diterapkan
di sekolah kita, kebijkan itu jadi kayak sampah bro” , Jawab
Alan. “Loh kok kebijakannya dikatain sampah sih, emang

371
kenapa bro ? “ Tanya Aris “ Jadi gini, sekolah online itu kan
butuh infrastruktur yang mumpuni serta SDM yang
mumpuni, lha sekolah kita ini infrastrukturnya kek jaman
purbakala, apalagi SDM nya bro” Jawab Aris. “ Ya sekolah
ini gak purba-purba amat lah lan, liat tuh ada wifi walaupun
kecepatanya kek siput tapi yang penting ada kan, hehehe”
Balas Aris. Mereka pun asyik berbincang hingga bel tanda
masuk kelas pun berbunyi.
Suasana di kelas pada saat itu sangat tenang sampai
suara nyamuk pun terdengar di telinga siswa-siswa yang
ada di kelas pada saat itu. Mereka begitu tenang menunggu
guru yang akan mengajar mereka. Namun semua
ketenangan itu pun akhirnya terpecah, ketika Alan
melontarkan suatu kalimat “Guru boleh terlambat ya gaes,
kalau murid harus tepat waktu, kalau enggak tepat waktu
nanti auto A” Mendengar hal itu, seisi kelas pun tertawa
kecuali anak bernama Rika, “eh gak boleh gitu dong lan,
nanti kena karma lho hehe” Balas Aris, “Nanti ulangan jam
pagi ya gaes, kalau ada permasalahan bisa chat disini, nanti
saya benerin. 5 menit kemudian langsung kuning (tanda
oline” Lontar Alan masih melanjutkan kalimatnya. “Jangan
keras-keras lan nanti ada yang kupingnya panas lho “Balas

372
Aris sambil menepuk pundak Alan. “Nanti materinya
dipelajari sendiri ya gaes, saya masih ada urusan, minggu
depan ulangan ya “ Lontar Alan.
Suasana di kelas itu yang awalnya tenang berubah
180 derajat, ada yang sedang asyik mengobrol dengan
temannya, ada yang bermain hp dan lain sebagainya.
Sementara itu Alan sedang asyik mengobrol bersama Aris.
“Nanti kalau ada yang denger gimana lan ? sekolah kita
punya banyak mata” Lontar Aris, “Biarin aja lah, toh itu
emang apa yang ku rasakan selama nugas online” Jawab
Alan “ eh kamu enggak boleh ngomong gitu lah, itu
tujuannya biar kamu mandiri “ Lontar Rika yang sedang
menuju ke arah Aris dan Alan, “Lah ngatur, ya lu mah pinter,
apa-apa bisa lu kerjain, lah kalau gua yang otaknya
paspasan gimana dong”Balas Alan. “Ya lu kudu belajar dari
mana aja lah jangan ngandelin guru sekolah doang, gimana
mau sukses kalau lu gak bisa mandiri“ Lontar Rika “ Denger
ya, kita ini punya pelajaran banyak, lah situ suruh belajar
mandiri ya mending gausah sekolah aja” Balas Alan sedikit
kesal “Udah oi, nanti kalau berantem jadi repot “ Lontar
Aris “Diem lu ris, ni anak kudu dikasih pengertian biar
nanti kalau udah besar enggak minta-minta dijalan”Lontar

373
Rika kesal “ Lah emang gua pengemis, minta-minta di jalan,
dah lah lu ngumpul sono ama temen perempuan lu, ngapain
juga lu disini “ Lontar Alan kesal “ Lah biar lu dapat edukasi
lah, dasar otak udang” Lontar Rika “ Lah gua gak butuh
edukasi dari lu, dasar penceramah jalanan” Lontar Alan.
Pada saat itu terjadi perselisihan antara keduanya
sampai ada seorang bernama Hana yang melerai keduanya.
“ Ini ada ribut-ribut apa sih? Kok kayaknya serius banget
“ Lontar ana sambil mendekat kea rah mereka bertiga, “Ini
lho han, Rika sama Alan lagi ribut perihal omongan Alan di
kelas pagi tadi” Jawab Aris “ Gitu ae kok ribut sih, emang
kata-kata Alan kenapa Rik ?” Tanya ana. “Itu lho han, si Alan
ini gua suruh belajar mandiri biar nanti saat dewasa sudah
terbiasa, eh malah gua dikatain penceramah jalanan, kan
jadi kesal” Jawab Rika “ Ya kalau gitu doang ya bener si Rika
lah lan, justru dengan adanya sekolah online, kita jadi bisa
belajar mandiri yang nantinya hal itu dapat kita gunakan
pas kita dewasa nanti” Lontar ana “ Iya deh, gua salah”. Saut
Alan. Akhirnya mereka pun bermaaf-maafan dan kembali
mengikuti pelajaran di kelas.

374
Pergi Bersama Kecewa
Oleh: Zalfa Fashila Qisthi Asyiqie

Ini yang ketiga kalinya. Lelaki itu mengingkari


janjinya, lagi. Sosok perempuan yang sedang duduk di

depan ruko─yang sedang tutup itu menghela nafas.

Rintikan hujan dan gemuruh petir yang saling

bersahutsahutan menambah kesan ‘menyedihkan’ seperti

yang dialaminya.

“Ri, maaf aku tidak bisa datang nanti. Ayumi


memintaku menemaninya untuk makan malam. Maafkan
aku. Apakah kamu sudah berangkat? Ah, sepertinya belum.
Aku sangat mengerti tabiatmu itu. Minggu depan kita pergi
ke balai kota saja bagaimana? Aku janji akan datang!”

Tersenyum kecut. Mengerti tabiatmu katanya.


Kemudian Reina melangkahkan kakinya meninggalkan
ruko, tak peduli hujan membasahi kemeja dusty yang baru

375
ia beli. Kecewanya, ia bawa melangkah bersama karena
Reina dan kekecewaan sudah menyatu tanpa diminta.

~~

“Selamat pagi, Ri. Bagaimana? Semalam aku

menyuruhmu untuk meminum cokelat hangat saat hujan,

kan? Apa kamu melakukannya?” Reina yang baru saja

melangkahkan kaki─ berbalut sepatu di gerbang menoleh.

Ingatan semalam masih berbekas. Ia harus menghalau


dingin tubuhnya menggunakan sweater.
“Pagi, Aksa. Aku sudah melakukannya, tentu saja.”
Jawab Reina dengan senyum lembut.
“Hm, mengapa kamu memakai sweater ke sekolah?
Jarang-jarang aku melihatnya.” Ucap Aksa dengan heran
saat melihat sahabat kecilnya memakai kain berbulu
tersebut.
“Hanya ingin mencoba sweater baruku dan suasana
hujan kemarin malam belum usai dinginnya. Ya, begitulah..”
Aksa hanya mengangguk-angguk, menyetujui jawaban dari
Reina.
376
“Ehm─ Reina, aku minta maaf kita gagal pergi

kemarin malam. Kamu tahu kan jika aku tak bisa menolak
Ayumi. Aku mengerti, pasti kamu sangat kecewa karena

membatalkan janji lagi.” Sedih Aksa sembari menundukkan

kepala dan mengetuk-ngetuk jari jemarinya gelisah. Reina


yang melihat itu merasa bersalah dan tersenyum.
“Tidak apa-apa, Sa. Lagian aku belum berangkat
kemarin. Aku masih berada di kasur, memainkan overwatch.
Kamu kan sangat mengetahuiku.” Aksa tertawa kecil lalu
mengajak Reina memasuki ruangan kelas yang sama
dengannya.
Yahh, lagian juga aku baru menunggu 2 jam. Tidak
apa-apa. Bahkan aku dulu pernah menunggu lebih dari itu.

~~

Sepulangnya dari sekolah, Reina langsung bergulung


selimut we bare bears-nya dan bermain sosial media tanpa
meminum obat. Melihat notifikasi bahwa Aksa memposting
sesuatu membuat jarinya mengetuk icon notifikasi.

377
Oh, ini alasan mengapa lelaki itu tidak pulang
bersamanya.
Bukan maksud iri hati, Reina hanya kecewa sebab
akhir-akhir ini sahabat lelakinya itu tak sering bersamanya.
Ayumi adalah alasan Aksa membatalkan rutinitas mereka.
Mood yang ia bangun mendadak down. Ditambah dengan
kondisi tubuh Reina yang belum pulih sisa hujan semalam.
Sebagai anak dari orang tua yang workaholic
membuat Reina kesepian. Apalagi ia anak tunggal. Sudah
biasa, orang tuanya tidak tahu perihal apa yang dilakukan
Reina jika tidak diberitahu Asisten Rumah Tangga di rumah
ini.
“Mbak, makanannya sudah saya siapkan. Obatnya
jangan lupa diminum, ya. Saya mau cuti sampai lusa, Mbak.
Di rumah, adik saya sedang sakit.” Ucap Harti di balik daun
pintu kamar.
“Iya, Bu. Semoga lekas sembuh adiknya.”Jawab Reina.
Lalu Harti mengiyakan dan bergegas pulang. Reina
berusaha melupakan apa yang dilihatnya tadi. Tiba-tiba
muncul sebuah ide di pikirannya.

378
“Mungkin nanti aku coba ajak bunda dan papa untuk
makan malam bersama di luar. Pasti menyenangkan.
Semoga mereka bisa.” Batin Reina dan tersenyum senang.

~~

Suasana makan malam di rumah Reina begitu ‘sunyi’.


Hanya terdengar dentingan alat makan dan ketikan
keyboard.
Tapi, kan jika sedang makan tidak boleh sambil
berbicara.
Ya benar. Namun Reina ingin seperti temantemannya
yang lain yang selalu menceritakan pengalaman mereka
saat makan malam walaupun hanya sedikit. Makan malam
mereka terasa ‘hidup’. Kedua orang tua Reina hanya diam
sembari makan dan sesekali sibuk dengan pekerjaannya.
Muncul keinginan mengutarakan idenya tadi siang.
“Papa, Rein mau makan malam di luar sesekali. Di
sini kan sudah sering. Rein mau cari suasana baru.”
“Oh iya. Besok-besok ya. Papa masih ada pekerjaan
yang harus papa selesaikan.”

379
“Tidak, tidak. Rein mau besok. Ayolah, pa. Bunda
juga.”
“Tidak, Rein. Kalau besok, bunda dan papa ada
pekerjaan. Bagaimana kalau akhir pekan saja? Bunda punya
sedikit waktu luang.”
“Please... Sekali ini saja. Reina cuma mau makan
malam di luar sekali. Setelah itu, Rein tidak minta lagi.”
Kemudian bunda berpikir-pikir terlebih dahulu,
sesekali melirik suaminya.
“Hm, ya baiklah.” Jawab bunda Bayuni diangguki oleh
papa Adhitama. Jawaban tersebut membuat hati Reina
bersorak gembira. Penantiannya selama ini akhirnya
tercapai.
YES!!!

~~

Sekembalinya di kamar, Reina mengambil ponselnya


dan segera mengetikkan pesan kepada Aksa. Ini perihal
betapa senangnya Reina saat ini. Apakah teman Reina
hanya Aksa? Tidak tentu saja. Ada beberapa temannya yang
lain, tetapi yang paling dekat adalah Aksa. Alasan yang lain

380
adalah Reina sedikit tertutup ke orang baru membuat ia
hanya memiliki sedikit teman.
Sekian lama pesan Reina tidak terbalas. Mungkin
Aksa masih bersenda gurau dengan Ayumi. Ini
membuatnya sedikit down. Namun, terkalahkan dengan
senangnya Reina saat ini. Dia bergegas tidur, tak sabar
menunggu hari esok tiba melupakan pesan yang tak
terbalas itu.
Oh ya? Syukurlah kalau begitu. Besok ceritakan lagi
kepadaku, ya. Maaf baru balas pesanmu, aku baru saja tiba
di rumah.

~~

Malam besoknya, Reina dengan semangat


mengenakan pakaian untuk makan malam. Kemudian
Reina bergegas menuju orang tuanya yang sudah siap di
ruang depan rumah mereka.
"Ayo kita berangkat!!" Seru Reina. Terlihat raut
senang di mimik mukanya. Bayuni dan Adhitama
tersenyum mengangguk.

381
Sesampainya di tempat mereka makan, Reina segera
mengambil tempat duduk di tengah—ia mengambil tempat
dengan 3 kursi dengan 1 meja. Bayuni dan Adhitama
mengambil tempat di samping Reina. Sudah tersedia
makanan di meja mereka sebab Adhitama sudah reservasi
tempat sekalian memesan makanan. Kemudian mereka
makan dengan khidmat sesekali Reina curhat dan bercerita
dan disahut oleh kedua orang tuanya.
Saat hampir selesai makan, tiba-tiba terdengar
deringan telpon dari saku Adhitama. Dia langsung keluar
dan menjawab telpon tersebut. Bayuni juga tiba-tiba saja
mengecek ponselnya, terlihat email yang dikirim
kepadanya. Adhitama yang baru saja selesai bertelepon
cepat-cepat mengambil tas yang memang ia bawa.
"Ri, papa harus kembali bekerja. Maaf ya. Makan
malamnya besok lagi saja." Ujar Adhitama sembari
mengelus rambut Reina yang sedih. Lalu Adhitama
langsung keluar lagi dari tempat makan menggunakan
mobil yang tadi mereka kendarai.
"Maaf, Bunda juga harus ke kantor dan lembur. Kamu
pulang pakai taksi saja, ya. Ini mulai gerimis, kamu bawa
payung ini, ya. Hati-hati." Bayuni mengecup dahi Reina dan

382
memberikan payung kecil untuk dipakai Reina. Lalu segera
menyetop taksi.
Tinggal Reina sendiri, menunduk sedih. Dia
menyemangati dirinya sendiri agar tidak sedih. Kemudian
mengambil ponsel miliknya dan mengirim pesan untuk
sahabatnya. Beberapa menit berlalu, hujan semakin deras
dan pesan Reina baru terbalas yang isinya membuat ia
kecewa, lagi.
Maaf, Ri.. Ayumi sedang sakit. Kakek menyuruhku
untuk merawatnya sebab ia hanya sendiri di rumah.
Maaafff sekali.
Reina segera mengambil tas kecilnya dan berlari
keluar—meninggalkan payung yang diberi oleh bundanya.
Ia berlari tak peduli jika ia tengah menyebrang jalan raya
yang arus kendaraannya tergolong cepat. Untung saja, ia
segera sampai di trotoar tepi jalan. Namun, Reina lupa
bahwa hingga kini tubuhnya masih sakit ditambah
sekarang di bawah hujan, membuat ia melemas di trotoar
jalan.
Reina yang berdiri lemas akhirnya terjatuh menimpa
trotar. Ia lupa bahwa ia mengidap hipotermia. Tanpa ada
seorang yang peduli sebab sedikitnya pejalan kaki dan

383
minimnya penglihatan bagi pengendara. Reina perlahan
menutup mata yang semakin terasa berat. Membawa sepi
dan kecewa pergi bersamanya.

384

Anda mungkin juga menyukai