Anda di halaman 1dari 12

Kajian Linguistik dan Sastra, Vol 27, No 2, Desember 2015, 114-125

PANDANGAN MASYARAKAT TENTANG SISTEM KEKUASAAN SOSIAL


DAN POLITIK
(Kajian terhadap Cerpen yang Berjudul “Paman Gober” Karya Seno Gumira
Ajidarma Perspektif Strukturalisme-genetik)

Adyana Sunanda
Universitas Muhammadiyah Surakarta
adya_s@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini mengkaji tentang pandangan masyarakat terhadap gaya


kepemimpinan Soeharto pada era rezim Orde Baru yang tercermin dalam karya
sastra, kususnya dalam cerita pendek. Ada dua pertanyaan dalam penelitian ini
yaitu bagaimanakah sudut pandang sosial penulis yang tercermin dalam cerita
pendek dan bagaimana mereka mengekspresikan aspek estetika dalam karya
mereka. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan
pendekatan strukturalisme genetik yang dikenalkan oleh Lucien Goldmann.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dialektika
yang dikembangkan oleh Goldmann yang terkonsentrasi pada makna kohesif.
Penelitian ini menemukan tiga temuan penting. Pertama, ada pengaruh sudut
pandangan sosial penulis dan masyarakat terhadap sudut pandangan dalam karya
sastra mereka. Kedua, hubungan otoritas dalam sistem politik rezim Orde Baru
cenderung feodalistik. Ketiga, sudut pandangan masyarakat dapat dilihat melalui
sudut pandang penulis yang tercermin dalam karya sastra mereka misalnya sikap
masyarakat yang apatis, pasarah dan menerima apa adanya.

Kata kunci: sudut pandang sosial, cerita pendek, makna kohesif, rezim Orde Baru

Abstract

The present research investigated the public’s world views regarding the
style of Soeharto’s leadership during the era of Orde Baru regime reflected in
literary works, in particular short stories. There are two questions raised by this
research: how do authors reflect their social world views in their short stories and
how do they express the esthetical aspects of their works. To answer the problems,
genetic structuralism, introduced by Lucien Goldmann, was used. The technique
of analysing the data of the present research was dialectic method concentrating
on cohesive meaning that was developed by Goldmann. The research found three
important findings. First, there is an influence of authors’ social world view and the
public toward the social world view of their literary works. Second, the authority
relationship of the political system followed by Orde Baru regime tended to be
feudalistic. Third, the social world view of the public could be understood through
the authors as reflected in their literary works of showing society’s attitude such
as apathetic, submissive and accepted as ‘given’.

Keywords: public’s world views, short stories, cohesive meaning, Orde Baru
Regime

114
Pandangan Masyarakat Tentang Sistem Kekuasaan ... (Adyana Sunanda)

1. Pendahuluan dicaci, dan dibenci, namun sekarang


Soeharto, mantan presiden Republik dipuja-puji.
Indonesia di masa Orde Baru, yang Berangkat dari kondisi yang terjadi
berkuasa selama lebih dari 30 tahun telah di dalam masyarakat tersebut, penelitian
meninggalkan banyak kenangan di dalam ini mencoba untuk mengungkap respon
memori bangsa Indonesia. Pasca kejatuhan masyarakat terhadap gaya kepemimpinan
Soeharto, jejak-jejak agenda reformasi Soeharto beserta rezimnya pada saat dia
menjadi semakin hilang ditelan bumi. berkuasa di era Orde Baru. Adapun respon
Kaum reformis terjebak dalam eforia yang yang menjadi kajian dalam penelitian ini
berlebihan ketika mengetahui Soeharto adalah respon atau tanggapan yang tertulis
menyatakan mengundurkan diri pada 21 dalam bentuk karya sastra yang dihasilkan
Mei 1998 sehingga melupakan agenda- pada saat Soeharto masih berkuasa.
agenda utama gerkan reformasi. Apalagi Penelitian ini tidak mencoba mengkaji
setelah tokoh-tokoh dan para politikus seluruh karya sastra yang ada, namun
yang selama ini menyatakan diri sebagai hanya membatasi karya sastra yang ditulis
reformis menjadi anggota parlemen dan dalam bentuk cerita pendek (cerpen).
menjadi bagian dari pemerintahan pasca Pembicaraan mengenai sastra selama
Soeharto ternyata tidak mampu mengawal ini selalu dijejali dengan pendekatan
dengan baik agenda reformasi. kultural yang lebih memberi penekanan
Alhasil kondisi bangsa tidak berubah pada pembicaraan karya sastra sebagai
bahkan cenderung semakin terpuruk. hasil dari produk budaya tersendiri di
Indikasi tersebut dapat terlihat dengan dalam masyarakat. Dalam hal ini, sastra
semakin banyaknya kasus-kasus korupsi – dipandang – tidak berhubungan dengan
di Indonesia. Keterpurukan bangsa ini wilayah budaya lain seperti ekonomi,
semakin menjadi-jadi ketika sistem politik politik , maupun sosial. Dalam pemahaman
yang dibangun pasca kejatuhan Soeharto pendekatan kultural, sastra merupakan
ternyata mempunyai andil yang cukup suatu areal yang terpisah, terutama dari
besar terhadap maraknya KKN saat ini, wilayah politik (Sunanda, 2000:125)
salah satu agenda yang diperjuangkan oleh Struktur hubungan antara negara
gerakan reformasi. (kekuasaan) – sastra (masyarakat, rakyat)
Berhadapan dengan situasi yang telah melahirkan dinamika dalam kegiatan
tidak menentu pasca reformasi ini, bersastra. Para sastrawan tidak mungkin
banyak kalangan masyarakat yang menghindar dari persoalan tersebut. Ada
kemudian mengenang masa-masa dua kemungkinan pilihan, yakni: mengikuti
kehidupan di era Orde Baru. Mereka arus yang ada atau membangun struktur
mencoba membandingkan kehidupan yang sama sekali baru (Sunanda, 2000:
masa sekarang (pasca reformasi) dengan 135). Struktur tersebut telah melahirkan
masa pemerintahan Orde Baru di bawah sastrawan mainstream yang entah secara
kepemimpinan Soeharto. Hal ini dapat sadar atau tidak terus melakukan reproduksi
terlihat dalam beberapa tahun terakhir struktur tersebut dengan mengikuti arus
bermunculan stickers-stickers, spanduk- yang ada. Kelompok ini terus memproduksi
spanduk, dan pamflet-pamlet bergambar karya sastra yang laku sebagai komoditas,
Soeharto dan berisi tulisan-tulisan yang aman untuk disebarluaskan, dan yang
mengungkapkan kerinduan akan masa- paling penting tidak mengganggu ideologi
masa di bawah kepemimpinan Soeharto. “stabilitas” (baca: Harlow, 1987).
Sangat ironis memang, ketika sepanjang Resistensi atau perlawanan
reformasi sosok Soeharto begitu dihujat, terhadap struktur yang mapan ini terlihat
115
Kajian Linguistik dan Sastra, Vol 27, No 2, Desember 2015, 114-125

bermunculan. Seperti halnya kelompok peneliti sebelum melakukan pekerjaan


sastrawan yang melakukan reproduksi besar berikutnya.
struktur, kelompok sastrawan yang Untuk menjawab permasalahan
melakukan resistensi atau perlawanan ini dalam penelitian dan sekaligus menjawab
juga dapat melakukan secara sadar atau tujuan penelitian, maka kajian terhadap
tidak. Sedangkan dalam bidang sastra, cerpen tersebut akan mempergunakan
di luar kelompok mainstream muncul pendekatan strukturalisme-genetik.
banyak karya-karya sastra ‘pinggiran’ atau Pendekatan ini merupakan bagian dari
‘alternatif’ (Heryanto, 1989). Jenisnya teori sosiologi sastra. Adapun yang
mulai dari sastra daerah yang tidak bisa dimaksud dengan sosiologi sastra adalah
masuk mainstream karena dianggap tidak teori atau pendekatan sastra dengan
bisa berhasil sebagai komoditas maupun mempertimbangkan segi-segi sosial atau
karya sastra ‘protes’ dari para sastrawan kemasyarakatan yang tercermin dalam
berkomitmen sosial yang tidak masuk karya sastra tersebut (Damono, 1979: 24).
mainstream karena persoalan ideologi. Pendekatan atau teori sosiologi
Di sinilah posisi pengarang dalam karya sastra bertolak dari anggapan bahwa sastra
yang telah ditulisnya. Alasan inilah yang merupakan ungkapan dari masyarakatnya.
mendorong peneliti untuk melakukan Hal ini berarti bahwa sastra mencerminkan
kajian lebih lanjut. Namun, dalam kajian dan mengekspresikan kehidupan (Wellek
ini, peneliti lebih memfokuskan pada dan Warren, 1989: 90). Kehidupan yang
cerpen yang berjudul “Paman Gober” yang disajikan di dalam karya sastra tersebut
telah disaring dan diwawas dengan kaca
ditulis oleh Seno Gumira Ajidarma. Cerpen
mata tertentu (Levin, 1973: 66-67).
ini terlihat menampilkan sosok Soeharto
Hal ini mengingat bahwa karya sastra
sebagai tokoh di dalam cerpen.
merupakan monumentalisasi verbal dari
Tanggapan atau respon para
idea pengarang yang tercipta melalui
pengarang ini yang kemudian disebut
proses pendayagunaan imajinasi. Tentu
sebagai world vieuw (pandangan dunia)
saja dalam konteks ini, imajinasi bukanlah
para pengarang. Selanjutnya, pandangan
semata-mata pemanjaan lamunan belaka,
dunia para pengarang inilah yang menjadi
melainkan imajinasi yang bertolak dari
permasalahan utama di dalam penelitian intensitas dan emosi pengarang di dalam
ini. Tentu saja harus selalu dipahami bahwa menginterpretasikan kehidupan.
cerpen itu merupakan karya fiksi sehingga Dalam hal ini, karya sastra dilihat
bagaimanapun juga penelitian ini tetap sebagai suatu totalitas; setiap karya sastra
memperlakukan karya para pengarang adalah suatu keutuhan yang hidup, yang
dalam koridor pemahaman sastra. dapat dipahami lewat anasirnya (Damono,
Pemahaman terhadap cerpen sebagai 1979: 43). Sebagai produk dunia sosial
karya fiksi terkait dengan persoalan estetis. yang senantiasa berubah-ubah, karya
Ketika berbicara persoalan estetika sebuah sastra merupakan kesatuan dinamis yang
karya seni, termasuk sastra, mau tidak bermakna, sebagai perwujudan nilai-nilai
mau harus memperlakukan karya sastra penting jamannya. Atau dengan perkataan
sebagai struktur yang koheren yang di Swingewood (1972: 12), bahwa karya
dalamnya terdapat unsur-unsur yang saling sastra juga kehidupan sosial manusia,
berjalinan dalam rangka membina makna. adaptasinya terhadap kehidupan tersebut
Pemahaman terhadap makna estetis karya dan usahanya untuk melakukan perubahan.
sastra ini merupakan sebuah pekerjaan Adapun Lucien Goldmann (1981:
pendahuluan yang harus dilakukan seorang 247) berpendapat bahwa kegiatan kultural
116
Pandangan Masyarakat Tentang Sistem Kekuasaan ... (Adyana Sunanda)

(bersastra) tidak dapat dipahami di luar yang melahirkannya. Hal ini karena faktor-
totalitas kehidupan masyarakat yang faktor tersebut memberi kepaduan pada
melahirkannya. Hal ini disebabkan oleh struktur karya sastra. Dalam hal ini, karya
pendapat bahwa karya sastra tidak lahir sastra dikatakan mewakili kehidupan dan
dari kekosongan budaya dan vakum sosial. kehidupan dalam tataran yang lebihn luas
Pandangan Goldmann ini kemudian lebih adalah realitas sosial. Pandangan dunia
dikenal dengan nama Genetic Structuralism ini, sebagai kesadaran kolektif, dipandang
atau strukturalisme-genetik. Pendekatan sebagai produk hubungan antara kelompok
ini berusaha untuk memberikan jawaban sosial yang mewakilinya dengan situasi
atas kebuntuan yang dihadapi oleh teori sosial dan ekonomi tertentu yang dihadapi
struktural otonom, sedangkan dalam kaitan oleh subjek kolektif yang memilikinya
dengan teori sosial sastra, pendekatan ini (Goldmann, 1977: 18: 1981: 112).
menutupi kurangnya perhatian teori sosial Adapun yang menjadi dasar dari
terhadap teks sastra (Faruk, 2010: 21). pendekatan strukturalisme-genetik ini
Selanjutnya, strukturalisme-genetik adalah tiga ciri fundamental perilaku
ini melihat hubungan genetik antara manusia yang merupakan hakikat hubungan
pandangan dunia (world view) pengarang manusia dengan lingkungannya. Ketiga ciri
pengarang dengan pandangan dunia tersebut, yaitu: (1) kecenderungan manusia
(world view) pada ruang tertentu dalam untuk menyesuaikan diri dengan realitas
masa tertentu (Junus, 1986: 16). Hal ini lingkungannya sehingga sifat hubungan
sejalan dengan pandangan Goldmann tersebut menjadi rasional dan bermakna;
yang menyatakan bahwa seseorang (2) kecenderungan terhadap konsistensi
tidak mungkin mempunyai pandangan menyeluruh dan penciptaan bentuk-
dunianya sendiri. Dia menyuarakan bentuk struktural, dan (3) munculnya
pandangan dunia suatu kelompok sosial. sifat dinamik yang cenderung mengubah
Pandangan dunia ini dapat dipahami dan mengembangkan struktur tersebut
sebagai istilah yang cocok bagi kompleks (Goldmann, 1973: 110).
yantg menyeluruh dari gagasan-gagasan, Kehadiran unsur fiksionalitas di
inspirasi-inspirasi, dan perasaan-perasaan dalam karya sastra, termasuk cerita pendek
yang menghubungkan secara bersama- (cerpen), dibingkai oleh jalinan unsur-unsur
sama anggota suatu kelompok sosial yang membangunnya. Dalam konteks
tertentu dan mempertentangkan dengan inilah, karya sastra dianggap sebagai
kelompok sosial yang lain dalam bingkai sebuah struktur: ia hadir dan dibangun
struktur karya sastra (1977: 9 &17). oleh sejumlah unsur yang berperan secara
Berkaitan dengan pandangan fungsional (Mahayana, 2006: 244). Oleh
dunia tersebut, Rene Wellek dan Austin karena itu, dalam upaya memahami unsur
Warren (1989: 90) mengatakan bahwa fiksionalitas karya sastra, termasuk cerpen,
sastra dapat memperlihatkan world view peneliti harus bekerja dalam kerangka
suatu masyarakat. Atau dapat diartikan analisis struktural. Analisis struktural
bahwa pandangan dunia merupakan suatu mencoba menguraikan keterkaitan dan
pemahaman total terhadap dunia dengan fungsi masing-masing unsur tersebut
segala kerumitan dan keutuhannya sehingga sebagai kesatuan struktural. Adapun yang
pemahaman terhadap karya sastra yang menjadi pusat perhatian di dalam analisis
didasarkan pada pendekatan strukturalisme- struktural adalah hubungan fungsional
genetik tidak mungkin dilakukan tanpa antarunsur tersebut sebagai suatu keutuhan.
mempertimbangkan faktor-faktor sosial

117
Kajian Linguistik dan Sastra, Vol 27, No 2, Desember 2015, 114-125

2. Metode Penelitian sastra merupakan bentuk kesadaran dan


Data dalam penelitian ini berupa tanggung jawab moral seorang pengarang
kata, frase, atau kalimat yang terdapat di dalam menjawab problem kehidupan.
dalam karya sastra, dalam hal ini adalah Dengan lain perkataan bahwa karya sastra
cerpen yang berjudul “Paman Gober” merupakan bentuk keterlibatan pengarang
karya Seno Gumira Ajidarma. Data-data terhadap kehidupan masyarakatnya.
tersebut diperoleh dengan mempergunakan Keberadaan pengarang akan berpengaruh
studi kepustakaan. Adapun sumber data terhadap karya-karya yang dihasilkannya.
primer dalam penelitian ini adalah cerpen Sebagai karya sastra, cerpen
yang berjudul “Paman Gober” karya Seno merupakan simbol yang berperanan sebagai
Gumira Ajidarma yang dimuat dalam cara pemahaman, cara berhubungan, dan
buku Soeharto dalam Cerpen Indonesia cara penciptaan (Kuntowijoyo, 1987: 127).
yang disunting oleh M. Shoim Anwar Simbol tersebut menunjukkan penggunaan
dan diterbitkan oleh penerbit JEJAK, bahasa imajiner dalam memahami suatu
Jogyakarta tahun 2008 (Halaman: 59 - 66). peristiwa yang dituangkan dalam karya
Adapun teknik analisis data yang sastra sebagai bentuk penciptaan kembali
dijadikan pegangan dalam penelitian ini kejadian sosial sesuai dengan daya
mempergunakan metode dialektis seperti imajinasi penulisnya.
yang telah dirumuskan oleh Goldmann Terkait dengan cerpen yang berjudul
(1977: 8) yang menaruh perhatian pada “Paman Gober” ini, bersitan-bersitan
makna koheren. Metode ini bekerja dengan persoalan yang hadir dalam keseharian
cara pemahaman bolak-balik antara kehidupan masyarakat sangat terlihat
struktur sosial dengan teks yang diteliti, dengan nyata, baik secara tersurat maupun
karena metode ini mengembangkan dua tersirat. Seperti yang diketahui bersama
pasangan konsep, yaitu “keseluruhan - bahwa masa Orde Baru dicatat sebagai
bagian” dan “pemahaman - penjelasan”. bagian kelam dalam sejarah demokrasi
Hal ini dikarenakan keseluruhan tidak di Indonesia. Dalam konteks sejarah
dapat dipahami tanpa bagian dan bagian sastra, masa-masa hilangnya kebebasan
tidak dapat dimengerti tanpa keseluruhan, berekspresi ini selalu melahirkan genre-
akhirnya cara kerja metode dialektis ini genre sastra yang dapat dipahami sebagai
menjadi semacam gerak melingkar terus- bentuk perlawanan terhadap sistem
menerus tanpa diketahui tempat atau titik kekuasaan yang tiran. Sejarah sastra
yang menjadi yang menjadi pangkal atau Indonesia moderen mencatat periode-
ujungnya (Faruk, 1988: 105). Atau dalam periode seperti ini pernah muncul.
pengertian lain, metode dialektis ini pada
hakikatnya adalah gerak perhatian terus- 3.1 Unsur Fiksionalitas Cerpen yang
menerus berpindah-pindah antara teks, Berjudul “Paman Gober” Karya
struktur sosial, dan model (Damono, 1979: Seno Gumira Ajidarma
47). Karya sastra merupakan
monumentalisasi verbal dari idea pengarang
yang tercipta melalui proses pendayagunaan
3. Pembahasan imajinasi. Imajinasi, dalam konteks ini,
Kehadiran karya sastra tidak bukanlah semata-mata pemanjaan lamunan
dapat terlepas dari lingkungan tempat belaka, melainkan imajinasi yang bertolak
berpijaknya. Dengan demikian, karya dari intensitas dan emosi pengarang di
sastra tidak lahir dari kekosongan. Karya dalam menginterpretasi kehidupan sebab

118
Pandangan Masyarakat Tentang Sistem Kekuasaan ... (Adyana Sunanda)

hakikat kehidupan dengan segala macam kepada sosok Presiden Indonesia sekaligus
misterinya merupakan sumber dari segala pucuk pimpinan Orde Baru, yakni Soeharto
sumber kreativitas pengarang. Hal yang (Anwar, 2006: 20). Hal ini dapat kita simak
perlu diingat bahwa bagaimanapun juga dari cuplikan-cuplikan berikut.
karya sastra selalu mengedepankan aspek
fiksionalitas. Karya sastra sebagai hasil Maklumlah sebagai generasi
rekaan memperlihatkan kemampuannya tua di Kota Bebek, umurnya cukup
dalam membingkai dunia nyata ke dalam uzur. Untuk kuburannya sendiri ia
dunia fiksi. Keduanya, dunia nyata dan telah membeli sebuah bukit, dan
fiksi, menyatu dalam balutan fiksionalitas membangun mausoleum di tempat
dan disajikan secara estetis. itu. (Hal. 62)
Oleh karena itu, sebelum melakukan
kajian lebih lanjut terhadap karya sastra, Kalimat semacam itu masuk
kita terlebih dahulu harus memahami dalam buku autobiografinya,
unsur fiksionalitas karya sastra yang Pergulatan Batin Gober Bebek, yang
tersaji secara estetis. Upaya pemahaman menjadi bacaan wajib bebek-bebek
terhadap unsur fiksionalitas berarti harus yang ingin sukses, hampir semua
memahami keseluruhan struktur karya bab dalam buku ini mengisahkan
sastra yang membingkai unsur fiksionalitas bagaimana Paman Gober memburu
tersebut. Bagaimanapun juga seperti kekayaan. (Hal. 62)
yang dikatakan oleh A. Teeuw (1984)
bahwa analisis struktural itu merupakan
... Entah mengapa ia selalu
langkah awal sebelum peneliti mengkaji
terpilih kembali, meski pemilihan
lebih lanjut sebuah karya sastra, termasuk
selalu berlangsung seolah-olah
cerpen. Analisis struktural memusatkan
demokratis. Begitu seringnya ia
perhatiannya pada hubungan fungsional
terpilih, sampai-sampai seperti
antarunsur yang membangun karya sastra
tidak ada calon yang lain lagi.
sebagai suatu kesatuan (unity).
“Terlalu, masak tidak ada
Cerita pendek “Paman Gober” karya
bebek lain?” Paman Gober selalu
Seno Gumira Ajidarma ini sangat kuat
berbasa-basi. Namun, entah kenapa
menyaran kepada gaya simbolik. Gaya
kini bebek-bebek menjadi takut.
simbolisme ini di dalam sejarah sastra
(Hal. 63)
Indonesia tercatat menjadi pilihan para
“Kamu bebek tidak tahu diri,
pengarang untuk menuangkan idenya
sudah dibantu masih meleter pula.”
namun terbelenggu oleh aturan dan
“Apakah saya tidak punya
sensor yang sangat ketat dari penguasa
hak bicara?”
(pemerintah). Periode simbolik dua kali
“Punya, tapi asal jangan
tercatat dalam sejarah sastra Indonesia
meleter, nanti kamu kusembelih.”
modern sebelum era Orde Baru, yakni
(Hal. 63)
periode Balai Pustaka dan periode Jaman
Jepang.
Tokoh cerita di dalam cerpen ini Paman Gober sering muncul
adalah Paman Gober yang sekaligus di televisi. Kalau Paman Gober
menjadi judul cerpen. Tokoh Paman Gober sudah bicara, karena tidak berani
diadaptasi dari tokoh komik serial Donal putus, meskipun kalimat-kalimatnya
Bebek. Tokoh Paman Gober di dalam membuat bebek tertidur. (Hal. 64)
cerpen ini secara asosiatif jelas menunjuk
119
Kajian Linguistik dan Sastra, Vol 27, No 2, Desember 2015, 114-125

... Kota Bebek seolah-olah bersikap apatis. Mereka berpikir hanya


memiliki pemimpin abadi. Generasi kematianlah yang mampu menghentikan
muda yang lahir setelah Paman Paman Gober. Setiap hari mereka
Gober berkuasa bahkan sudah tidak menunggu dan berharap saat-saat itu tiba.
mengerti lagi, apakah pemimpin
itu bisa diganti. Mereka pikir
keabadian Paman Gober sudah 3.2 Pandangan Dunia (World View)
semestinya. (Hal. 65) dalam Cerpen yang Berjudul
“Paman Gober” Karya Seno
Gumira Ajidarma
Kutipan-kutipan di atas jelas merujuk Analisis sastra berangkat dari
pada diri sosok pemimpin Orde Baru, konsep yang menyatakan bahwa karya
Soeharto. Oleh karena tokoh cerita di dalam sastra merupakan cermin secara tidak
cerpen ini langsung berasosiasi dengan langsung dari situasi yang dianggap
sosok di dunia nyata, maka penggambaran tidak sesuai. Oleh karena itu, pandangan-
perilaku tokoh cerita langsung merujuk pandangan seperti yang tercermin di
pada perilaku tokoh di dalam dunia nyata dalam karya-karyanya dapat diidentifikasi
tersebut. Cerita di dalam cerpen ini menjadi sebagai upaya melakukan restrukturisasi
tidak begitu dominan karena memang budaya atau dalam pengertian yang lebih
pengarang sengaja lebih menonjolkan filosofis diistilahkan dengan dialectical
kehadiran sosok tokoh ceritanya. thought. Upaya-upaya restrukturisasi
Jalinan cerita terentang secara linier
hubungan dan pola budaya masyarakat
dengan menghadirkan tema ketidak-
yang dilakukan para pengarang, dalam
berdayaan masyarakat dalam menghadapi
konteks strukturalisme-genetik, dapat
dominasi kekuasaan melalui sistem yang
dipandang sebagai proses dialektik karena
terbangun. Cerita dalam cerpen karya Seno
secara langsung atau tidak langsung
Gumira Ajidarma ini menggambarkan
aktivitas yang dilakukan para pengarang
suasana kehidupan di Kota Bebek yang
dapat diprediksi sebagai pandangan,
dipimpin oleh Paman Gober. Paman Gober
sikap, dan pemikiran-pemikiran baru
dikenal sebagai seorang pemimpin yang
terhadap struktur budaya yang selama
sangat kaya dan berkuasa. Ia dinilai oleh
ini dianggap telah mapan. Dengan kata
warga Kota Bebek sudah terlalu lama
lain, apa yang disuarakan para pengarang
berkuasa. Walaupun usianya sudah semakin
tua, Paman Gober tidak menunjukkan melalui karya-karyanya pada hakikatnya
tanda-tanda untuk segera mengundurkan adalah tidak terlepas dari pandangan dunia
diri. Paman Gober selalu beralasan bahwa (world view) masyarakatnya. Identifikasi
ia selalu diminta oleh warga Kota Bebek pandangan dunia pengarang dapat dilihat
untuk memimpin mereka. dari fenomena hegemoni dalam relasi
Banyak warga Kota Bebek yang kekuasaan dan pemaknaan atas ideologi
berusaha menanyakan dan mengganti penguasa Orde Baru. Adapun bentuk-
kepemimpinannya, baik secara bentuk restrukturisasi yang dilakukan
konstitusional maupun tidak. Namun, pengarang di dalam karya-karyanya, secara
upaya-upaya tersebut selalu digagalkan rinci adalah sebagai berikut.
oleh Paman Gober dengan segala macam Kekuasaan Orde Baru di bawah
upaya. Kondisi inilah yang menjadikan kepemimpinan Soeharto dibangun atas
warga Kota Bebek selalu berada dalam pemahaman terhadap sistem feodal dalam
kondisi kegelisahan dan serba ketakutan. budaya Jawa. Model-model pemikiran
Akhirnya mereka, warga Kota Bebek, dalam budaya Jawa begitu kuat berpengaruh

120
Pandangan Masyarakat Tentang Sistem Kekuasaan ... (Adyana Sunanda)

pada sistem kekuasaan yang dikembangkan Birokrasi membicarakan kepemimpinan


oleh Soeharto selama berkuasa sepanjang nasional ini. Syarwan Hamid, salah seorang
± 32 tahun (Anderson, 2000). Kekuasaan petinggi militer pada saat itu, memastikan
dalam konteks ini mengacu dalam suatu bahwa ABRI sepakat dengan rakyat
jenis pengaruh yang dimanfaatkan oleh untuk mencalonkan Soeharto menjadi
seorang individu atau kelompok kepada Presiden periode 1998 – 2003. Demikian
pihak lain. pula Dewan Pimpinan Majelis Dakwah
Dalam pemahaman sosiologi Indonesia menyatakan bahwa hendaknya
kekuasaan, kekuasaan yang dikembangkan kepemimpinan nasional Orde Baru di
oleh Soeharto, menurut Roderick Martin, bawah kepemimpinan Soeharto berlanjut
dapat dikategorikan sebagai model (Suparno, 2012: 118).
kekuasaan feodal. Konsep feodal ini Perdebatan tentang suksesi menjadi
mengacu pada bentuk masyarakat yang semakin berkembang, ketika Soeharto
mempunyai ciri-ciri ketergantungan dalam banyak kesempatan menyatakan
pribadi kepada masyarakat, dan kelompok untuk mempertimbangkan pencalonan
militer tertentu mempunyai kedudukan dirinya. Pertama, agar pencalonan itu
yang tinggi dalam masyarakat (Martin, perlu memperhatikan usianya yang telah
1990: 165). mencapai usia 77 tahun. Kedua, perlu
Keterlibatan militer yang sangat memikirkan adanya tuduhan bahwa
nyata di dalam sistem kekuasaan Orde Baru pencalonan itu merupakan rekayasa
yang dibangun oleh Soeharto inilah yang untuk mempertahankan status quo atau
menguatkan sinyalemen bahwa sistem menjadikan presiden seumur hidup
kekuasaan Orde Baru cenderung bersifat (Kompas, 3 April 1997).
feodalistis. Relasi kekuasaan yang bersifat Pernyataan tersebut segera
feodalistik ini mensyaratkan kepatuhan mendapatkan berbagai ragam tanggapan di
pada rakyat kepada penguasa, sebagaimana dalam masyarakat, baik yang pro maupun
kepatuhan rakyat kepada rajanya. kontra. Pesan-pesan Soeharto itu sendiri
Kepatuhan tersebut muncul, di samping sering diartikulasikan dengan pemaknaan
karena adanya pemaksaan yang selalu yang sumir. Pernyataan Soeharto tentang
dilekatkan pada otoritas, terjadi karena usia 77 tahun dan kultus diri sering
ketiadaan akses untuk melangsungkan dipinggirkan dengan wacana kepercayaan
hidupnya (Martin, 1990: 164). dan kepentingan rakyat, mengutamakan
Persoalan utama yang mengemuka kepentingan bangsa dan negara serta
di dalam cerpen karya Seno Gumira amanat konstitusi sehingga tampak bahwa
Ajidarma tersebut adalah persoalan pesan-pesan yang disampaikan Soeharto
suksesi kepemimpinan yang mandek. hanya sekedar basa-basi belaka. Sebagian
Cerita pendek tersebut merupakan replika kelompok masyarakat memandang
kehidupan politik di dunia nyata era Orde pernyataan Soeharto tersebut dengan
Baru di bawah kepemimpinan Soeharto. sinis. Seno Gumira Ajidarma memotret
Kemandekan suksesi kepemimpinan pandangan masyarakat yang minir terhadap
di Indonesia terlihat nyata menjelang pernyataan Soeharto tersebut di dalam
pemilihan presiden untuk periode 1998 – cerpennya yang berjudul “Paman Gober”.
2003.
Banyak golongan masyarakat ... Memang, Paman Gober
membicarakan perihal suksesi adalah ketua terlama Perkumpulan
kepemimpinan nasional pasca pemilu Unggas Kaya. Entah mengapa
1997. Secara terbuka, Golkar, ABRI, dan ia selalu terpilih kembali, meski
121
Kajian Linguistik dan Sastra, Vol 27, No 2, Desember 2015, 114-125

pemilihan selalu berlangsung uang. Ketika Donal Bebek bertanya


seolah-olah demokratis. Begitu dengan kritis, mengapa Paman
seringnya ia terpilih, sampai- Gober tidak pernah peduli pada
sampai seperti tidak ada calon yang tetangga, bantuan keuangannya
lain lagi. kepada Donal segera dihentikan.
“Terlalu, masak tidak ada “Kamu bebek tidak tahu diri,
bebek lain?” Paman Gober selalu sudah dibantu masih meleter pula.”
berbasa-basi. Namun, entah kenapa “Apakah saya tidak punya
kini bebek-bebek menjadi takut. hak bicara?”
(Hal. 63) “Punya, tapi asal jangan
meleter, nanti kamu kusembelih.”
Kediaman dan kepasrahan akan (Seno Gumiro Ajidarma, “Paman
nasib bukannya tanpa sebab. Kediaman Gober”. Hal. 63)
dan kepasrahan yang telah kepatuhan
sosial itu tercipta karena intimidasi dan Ancaman dan intimidasi memang
ancaman. Kondisi inilah yang diciptakan menjadi alat yang ampuh untuk pencegahan
pada masyarakat Indonesia era Orde Baru. dan penangkalan serta pembungkaman
Penguasa Orde Baru dengan dibantu oleh upaya-upaya untuk mengkritisi kebijakan
pihak militer akan selalu mencegah dan pemerintah Orde Baru. Namun, ketika
menangkal dengan tindakan represif dengan ancaman dan intimidasi tidak juga
disertai ancaman-ancaman terhadap upaya- menyurutkan pihak-pihak yang mencoba
upaya yang mencoba mengkritisi dan menyuarakan sikap kritis mereka terhadap
mempertanyakan kebijakan pemerintah. kebijakan pemerintah Orde Baru, maka
Bahkan intimidasi itupun tidak hanya tindakan represif dan opresiflah pilihan
dilakukan oleh aparat-aparat militer dan yang dipergunakan pemerintah Orde Baru
kepolisian saja, melainkan juga diutarakan untuk membungkam tumbuhnya ide-ide
langsung oleh pucuk pimpinan tertinggi kritis di dalam masyarakat.
rezim Orde Baru. Pada Maret 1997 usai Pembangunan dan stabilitas nasional
meresmikan asrama haji di Donohudan, telah menjadi kata kunci dalam memahami
Boyolali, Jawa Tengah – Soeharto ideologi Orde Baru. Strategi pembangunan
mengatakan bahwa kalau memang DPR ekonomi Indonesia yang telah disusun
menganggapnya tidak ‘becus’, MPR dapat oleh para teknokrat Orde Baru di bawah
menarik kembali mandatnya melalui Sidang kepemimpinan Widjojo Nitisastro
Istimewa. Ia tidak keberatan turun dan menyaratkan adanya stabilitas nasional
tidak akan mempertahankannya, asalkan yang terjaga. Oleh karena itu, militer yang
ditempuh melalui cara-cara konstitusional. menjadi bagian dari Rezim Orde Baru
Namun bila hal ini dilakukan dengan segera mendukung strategi pembangunan
melanggar hukum, ia tidak segan-segan tersebut dan menjamin stabilitas yang
akan menggebuknya (Kompas, 1 Maret dipersyaratkan.
1997). Situasi ini dengan sangat menarik Akan tetapi tidak dapat disangkal,
digambarkan oleh Seno Gumira Ajidarma bahwa stabilitas demi pembangunan
lewat cerpen yang ditulisnya seperti terlihat tersebut juga menuntut disiplin dari
dalam kutipan berikut. pihak rakyat, efektivitas tugas bagi yang
berwenang, dan kedaulatan yang absolut
Paman Gober memang terlalu dari pihak penguasa (Susanto, 1995: 80).
kuasa dan terlalu kaya. Setiap hari Dalam menjaga stabilitas keamanan, pihak
yang dilakukannya adalah mandi militer (ABRI) belum percaya sepenuhnya
122
Pandangan Masyarakat Tentang Sistem Kekuasaan ... (Adyana Sunanda)

bahwa rakyat dalam hidup kesehariannya Rezim Orde Lama di bawah kepemimpinan
akan mampu mandiri menjaga keamanan Soekarno yang selalu disibukkan dengan
dan membuat konsensus jika ada masalah urusan pemberontakan di berbagai daerah
yang harus dipecahkan. Ketidakpercayaan dan pergantian pemerintahan. Oleh karena
tersebut terlihat dari munculnya pernyataan- itulah, stabilitas politik menjadi salah satu
pernyataan pihak aparat militer seperti: prioritas utama untuk menjaga stabilitas
“Sebagian masyarakat masih mudah nasional.
dihasut!”. Oleh karena itu, segala gerak-
gerik masyarakat harus selalu dicurigai,
diwaspadai, dicermati oleh aparat terkait, 4. Kesimpulan
dalam hal ini adalah militer. Seno Gumira Sebagaimana sudah dikemukakan,
Ajidarma secara tersirat mengungkapkan kajian dalam penelitian ini memfokuskan
ini di dalam cerpennya yang berjudul diri pada dua permasalahan yang harus
“Paman Gober”. dijawab. Dari fokus permasalahan pertama
diperoleh tiga temuan penting.
Sudah berkali-kali Gerombo- Pertama, cerpen yang berjudul
lan Siberat, tiga serangkai penjahat “Paman Gober” karya Seno Gumira
kelas kakap, menggarap gudang Adjidarma ini bergaya simbolisme. Gaya
uang Paman Gober, namun simbolisme ini di dalam sejarah sastra
keberuntungan selalu berada di Indonesia modern selalu dipilih oleh
pihak Paman Gober. Paman Gober para pengarang ketika kebebasan untuk
tak terkalahkan, bahkan juga oleh berekspresi sangat dibatasi oleh penguasa.
Mimi Hitam, tukang tenung yang Bahkan ada kecenderungan penguasa
suka terbang naik sapu. Sudah mendiktekan kehendaknya atas tema-
beberapa kali Mimi Hitam berhasil tema sastranya. Kondisi yang demikian
merebut keping keberuntungan, dapat dilihat pada periode Balai Pustaka
jimat Paman Gober. Namun keping dan Zaman Jepang. Kedua, cerpen yang
uang logam kumuh itu selalu berjudul “Paman Gober” tersebut secara
berhasil direbut kembali. (Hal. 60) langsung merujuk pada tokoh penguasa
Orde Baru, yakni Soeharto. Ketiga, gaya
Bukan saja terhadap kelompok- penulisan yang konvensional yang dipilih
kelompok yang diberi stigma subversif oleh para pengarang dalam menulis
tindakan represif dilakukan, tetapi juga cerpennya tersebut.
terhadap lawan-lawan politik yang Dari fokus permasalahan kedua
dianggap dapat mengganggu kedudukan diperoleh beberapa temuan penting.
pemerintahan. Dalam konteks ini, stabilitas Pertama, terdapat keterpengaruhan dunia
nasional tidak hanya terkait dengan sosial pengarang dan masyarakatnya
stabilitas keamanan saja, tetapi juga terkait terhadap dunia sosial karya sastra. Sistem
dengan stabilitas politik. sosial-politik yang mengitari pengarang
Dalam pemahaman para teknokrat sebagai realitas dunia sosial-politik yang
dan birokrat Orde Baru, pembangunan dialaminya sangat menentukan nilai-
tidak akan berhasil manakala banyak nilai dunia sosial-politik di dalam dunia
terjadi gangguan keamanan di dalam cerpen-cerpenya sebagai dunia karya
masyarakat dan ketidakstabilan politik sastra. Kedua, relasi kekuasaan dalam
yang ditandai dengan sering bergantinya sistem politik yang dianut oleh rezim
pemerintahan. Hal ini yang terjadi pada Orde Baru cenderung bersifat feodalistik.
123
Kajian Linguistik dan Sastra, Vol 27, No 2, Desember 2015, 114-125

Sistem kekuasaan yang feodalistik ini view masyarakat yang dapat dipahami
mensyaratkan kepatuhan rakyat kepada melalui world view pengarang seperti
penguasa, sebagaimana kepatuhan rakyat yang tercermin di dalam karya-karya
kepada rajanya. Dalam kehidupan sosial- yang dihasilkan memperlihatkan sikap-
politik yang cenderung otoriter, kepatuhan sikap masyarakat yang apatis, pasrah, dan
yang muncul merupakan kepatuhan yang menerima sebagai ‘given’. Di samping
semu. Munculnya kepatuhan semu tersebut tentu saja, ada bentuk-bentuk perlawanan
lebih disebabkan karena adanya intimidasi terhadap sistem kekuasaan sosial-politik
dan tindakan represif. Ketiga, world yang ada pada saat itu.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, M. Shoim. 2008. Soeharto dalam Cerpen Indonesia. Jogyakarta: Jejak.


Anderson, Benedict R.O’G. 2000. Kuasa Kata: Jelajah Budaya-budaya Politik di
Indonesia. Yogyakarta: MataBangsa.
Damono, Sapardi Djoko. 1979. Pengantar Sosiologi Sastra. Jakarta Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
Faruk. 1988. Strukturalisme-genetik dan Epistemologi Sastra. Jogyakarta: Pustaka
Pelajar.
_______________. 2010. Pengantar Sosiologi Sastra. Jogyakarta: Pustaka Pelajar.
Goldmann, Lucien. 1973. “Genetik Structuralism in The Sociology of Literature”. Dalam
Elizabeth and Tom Burns. Sociology of Literature and Drama. Middlesex: Penguin
Books.
_______________. 1977. Toward a Sociology of The Novel. London: Tavistock,
Publishing.
________________. 1981. Method in The Sociology of Literature. Oxford: Basile
Blackwell.
Harlow, Barbara. 1987. Resistance Literature. New York and London: Methuen.
Heryanto, Ariel. 1989. “Politik Bersastra”. Dalam Prisma, No. 1, Jakarta: LP3ES.
Junus, Umar. 1986. Sosiologi Sastra: Persoalan Teori dan Metode. Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pelajaran Malaysia.
Kompas, 1 Maret 1997.
Kompas, 3 April 1997.
Kuntowijoyo. 1987. Budaya dan Masyarakat. Jogyakarta: Tiara Wacana.
Levin, Harry. 1973. “Literature as an Institution”. Dalam Elizabeth and Tom Burns.
Sociology of Literature and Drama. Middlesex: Penguin Books.

124
Pandangan Masyarakat Tentang Sistem Kekuasaan ... (Adyana Sunanda)

Mahayana, Maman S.. 2006. Bermain dengan Cerpen: Apresiasi dan Kritik Cerpen
Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Martin, Roderick. 1990. Sosiologi Kekuasaan. Jakarta: CV Rajawali.
Sunanda, Adyana. 2000. “Sastra, Negara, dan Politik” dalam Sastra: Ideologi, Politik, dan
Kekuasaan. Soediro Satoto dan Zainuddin Fananie (Ed.). Surakarta: Muhammadiyah
University Press dan HISKI Komisariat Surakarta.
Suparno, Basuki Agus. 2012. Reformasi dan Jatuhnya Soeharto. Jakarta: Penerbit Buku
KOMPAS.

Susanto SJ, Budi dan A. Made Tony Supriatma. 1995. ABRI: Siasat Kebudayaan 1945 –
1995. Yogyakarta: Penerbit Kanisius dan Lembaga Studi Realino.
Swingewood, Alan. 1972. “Theory”. Dalam Diana Laurenson and Alan Swingewood.
The Sociology of Literature. London: Paladin.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusasteraan. Penerjemah: Melanie
Budianta. Jakarta: PT Gramedia.

125

Anda mungkin juga menyukai