Makalah Rosiliana
Makalah Rosiliana
Disusun Oleh :
TRI CAHYONO S. U
XI APK 3
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan
nikmat serta karunia yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini tanpa ada hambatan.
Dalam penulisan makalah ini banyak sekali masukan serta bimbingan dari
berbagai pihak, untuk itu penulis ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penyusunan makalah ini hingga dapat selesai dan dapat dibaca
sebagai salah satu referensi pengetahuan seni
Semoga apa yang penulis sampaikan dalam makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya sebagai salah satu
rujukan pengetahuan seni budaya khususnya seni tari yang ada di Indonesia.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tari Pakarena adalah ekspresi kesenian budaya rakyat Gowa,
Sulawesi selatan, sering dipertontonkan pada acara khusus penyambutan
tamu, termasuk untuk promosi wisata Sulawesi Selatan. Sejarah Tarian
Pakarena berawal dari kisah mitos perpisahan penghuni boting langi (negeri
kahyangan) dengan penghuni lino (bumi) zaman dulu. Sebelum detik-detik
perpisahan, boting langi mengajarkan penghuni lino mengenai tata cara
hidup, bercocok tanam, beternak hingga cara berburu lewat gerakan-gerakan
tangan, badan dan kaki.
Gerakan-gerakan inilah yang kemudian menjadi tarian ritual saat
penduduk lino menyampaikan rasa syukurnya kepada penghuni boting
langi. Sebagai seni yang berdimensi ritual, Pakarena terus hidup dan
menghidupi ruang batin masyarakat Gowa dan sekitarnya.
Dalam perkembangan peradaban manusia dari masa ke masa,
keadaan lingkungan alam dan lain-lain sebagainya, adalah beberapa hal
yang mempengaruhi perkembangan kehidupan masyarakat dari suatu
bangsa. Sebagian perkembangan ini, dapat kita temu dengan adanya tata
cara hidup dalam kehidupan manusia. Demikian melalui sejarah kesenian
kebudayan Sulawesi Selatan. Dewata ini, dikenal berbagai macam kesenian
yang kesemuanya ini adalah merupakan satu pertanda bahwa betapa pun,
masyarakat Sulawesi Selatan telah pula bangkit, atau mengikuti
perkembangan dunia, lewat kesenian kebudayaannya yang mana salah satu
dari sekian banyak hal yang dapat menunjang terwujudnya kemajuan bangsa
Ditinjau dari segala segi, utamanya pengaruh keadaan, lingkungan,
kini dapatlah ditarik kesimpulan bahwa Tari Pakarena yang pada mulanya
merupakan tarian pemujaan di mana keyakinan manusia pada masa lampau
bergantung kepada alam tak nyata atau alam gaib, di mana tari adalah
merupakan salah satu cara untuk menyampaikan hasrat atau keinginan akan
berhasilnya sesuatu yang diinginkan, persembahan seperti ini hampir sama,
yakni ketika manusia masih hidup dalam kehidupan alam primitif. Bahwa
pernyataan gerak adalah lambang komunikasi antar manusia, utamanya
kepada Dewata atau Batara.
Kemudian setelah masuknya agama Islam di daerah Sulawesi
Selatan (rumpun suku yang memelihara tari Pakarena, antara lain; Gowa,
Bantaeng, Jeneponto, Selayar, Takalar) menjadikan Tari Pakarena ini
sebagai tari adat, di mana tari tersebut hidup dan berkembang dalam
lingkungan istana yaitu diadakan pada upacara-upacara adat.
Sampai dengan pesatnya perkembangan Kerajaan Gowa, sejak
Tumanurung merajai Butta Gowa (Daerah Gowa) sampai saat pemerintahan
Sultan Hasanuddin menjadi Raja Gowa tamu-tamu terhormat dan tarian ini
tetap terpelihara dalam istana. Sejarah Tarian Sulawesi Selatan, yaitu Tari
Pakarena dari Gowa terciptanya menurut orang-orang tua dahulu kala, jauh
sebelum agama Islam masuk di daerah Gowa, terjadilah kisah seperti ini
untuk mengenakan dan mengingat-ingat orang-orang dahulu kala atau nenek
moyang di mana dikatakan bahwa suatu ketika makhluk-makhluk yang ada
di kahyangan dan yang berada di bumi tidak akan bertemu lagi. Oleh karena
itu perlu memberikan satu petunjuk-petunjuk lagi manusia pada zaman itu
dan pada zaman yang akan datang.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini adalah tentang
seluk beluk, pengertian dan unsur yang ada dalam seni tari pakarena.
BAB II
PEMBAHASA
N
Jenis Tari
Tari Pakarena yang pada mulanya merupakan tarian pemujaan
dimana keyakinan manusia pada masa lampau bergantung kepada alam tak
nyata atau alam gaib, dimana tari merupakan salah satu cara untuk
menyampaikan hasrat atau keinginan akan berhasilnya suatu yang
diinginkan, persembahan seperti ini hampir sama, yakni ketika manusia
masih hidup dalam kehidupan alam primitive. Bahwa pernyataan gerak
adalah lambang komunikasi manusia antara manusia, utamanya kepada
Dewata atau Batara.
Kemudian setelah masuknya agama Islam di daerah (Rumpun yang
memelihara tari Pakarena, antara lain; Gowa, Bantaeng, Jeneponto, Selayar,
Takalar). Tari Pakarena ini telah menjadi tari adat, dimana tari tersebut
hidup dan berkembang dalam lingkungan istana yaitu diadakan pada
upacara-upacara adat. Hingga dengan pesatnya perkembangan Kerajaan
Gowa, sejak Tumanurung merajai Butta Gowa (Daerah Gowa) sampai saat
pemerintahan Sultan Hasanuddin menjadi raja. Tamu-tamu terhormat dan
tarian ini tetap terpelihara dalam istana
Fungsi Tari
Dalam masyarakat Makasar Sulawesi selatan, banyak dijumpai
berbagai macam tari yang berkaitan dengan fungsi sosialnya, seperti tari-
tarian yang muncul pada saat upacara adat. Dalam dunia tari yang terdapat
di Makasar Sulawesi selatan dikenal beberapa tari tradisional yang berfungsi
sebagai sarana Upacara adat seperti, tari Pajoge, tari Pattudu, tari Pagellu,
serta Tari Pakarena yang merupakan rangkaian peristiwa dari kehidupan
manusia, sehingga sering disebut tarian yang bersifat ritus/ritual
Tari tradisional tersebut pada awalnya dilaksanakan pada waktu
upacara adat, Saat ini kalau dilihat keberadaannya, tari-tari tradisional
sudah jarang muncul, mungkin saja disebabkan oleh kegiatan upacara adat
yang jarang dilaksanakan, hingga keberadaan tari tradisi tersebut berubah
fungsi sebagai pertunjukan hiburan.
Nilai Estetis
Nilai estetis yang terkandung dalam tari pakarena terletak pada
unsur-unsur tari. Seperti pada saat menari, penari tidak diperkenankan
membuka mata terlalu lebar. Gerakan kaki penari, tidak boleh diangkat
terlalu tinggi. Jadi penarinya dituntut untuk memiliki kondisi fisik yang
prima.
Unsur-unsur
- Tema
Tema tari pakarena adalah Cerita rakyat, pada awalnya tarian ini
berkisah tentan perpisahan penghuni botting langi (Negeri Kayangan)
dengan penghuni lino (bumi) pada zaman dahulu.
Masyarakat meyakini bahwa Tari Pakarena berkaitan dengan
kemunculan Tumanurung.Tumanurung merupakan bidadari yang turun
dari langit untuk untuk memberikan petunjuk kepada manusia di
bumi.Petunjuk yang diberikan tersebut berupa symbol – simbol berupa
gerakan kemudian di kenal sebagai Tari Pakarena Gantarang.
- Penari
Penari dalam tari pakarena adalah wanita dewasa. Dengan 4
penari atau lebih. Dengan usia penari tidak ada batasan, kira-kira 15
tahun sampai 80 tahun. Dengan peran sebagi Tumarunung.Tumanurung
merupakan bidadari yang turun dari langit untuk untuk memberikan
petunjuk kepada manusia di bumi.
- Gerak
Gerakan dalam tari pakarena termasuk dalam gerak maknawi
karena, Gerakan dari tarian ini sangat artistik dan sarat makna, halus
bahkan sangat sulit dibedakan satu dengan yang lainnya.Tarian ini
terbagi dalam 12 bagian.Setiap gerakan memiliki makna khusus.Posisi
duduk, menjadi pertanda awal dan akhir Tarian Pakarena.Gerakan
berputar mengikuti arah jarum jam, menunjukkan siklus kehidupan
manusia.Sementara gerakan naik turun, tak ubahnya cermin irama
kehidupan.Aturan mainnya, seorang penari Pakarena tidak
diperkenankan membuka matanya terlalu lebar.Demikian pula dengan
gerakan kaki, tidak boleh diangkat terlalu tinggi.Hal ini berlaku
sepanjang tarian berlangsung yang memakan waktu sekitar dua jam.
Sebuah cerminan wanita Sulawesi Selatan. Gandrang Pakarena, adalah
tampilan kaum pria Sulawesi Selatan yang keras.
Ragam gerak tari pakarena
Sambori’na (berteman)
Ma’biring kassi’ (bermain ditepi pantai)
Anging kamalino (angin tanpa berhembus)
Digandang (berulang-ulang)
Jangan lea-lea (ayam yang mundur-mundur sementara berkelahi)
Iyale’ (sebelum menyanyi ada seperti aba-aba) nyanyian tengah
malam
So’naya (yang bermimpi)
Lambbasari (hati timur)
- Properti
Properti dalam tari pakarena adalah :
Kipas
Baju pahang
Sampur
Gelang khas sulawesi
Kalung
- Rias Dan Busana
Sedangkan kostum dari penarinya adalah, baju pahang (tenunan
tangan), lipa’ sa’be (sarung sutra khas Sulawesi Selatan), dan perhiasan-
perhiasan khas Kabupaten Selayar Kipas berukuran besar. Tatanan
rambut penari tari pakarena adalah digelung dengan tambahan hiasan
khas sulawesi yang meperindah tampilan rambut penari.
- Iringan
Iringan yang digunakan dalam tari pakarena bersumber dari pukulan 2
(dua) kepala drum (gandrang) dan sepasang instrument alat semacam
suling (puik-puik). Dan termasuk dalam sumbermusik eksternal
3.1. Kesimpulan
Tari pakarena merupakan salah satu dari lima tari klasik Sulawesi
Selatan yang paling terkenal. Tari tradisional nusantara yang lahir dan
berkembang dalam kultur dan tradisi di daerah Gowa, Takalar, Jeneponto,
dan Bulukumba, ini memiliki sejarah yang unik. Gerakan tari pakarena
tercipta dari gerakan-gerakan puteri khayangan yang turun ke bumi.
Penduduk asli Gowa percaya dahulu ada sekelompok puteri khayangan yang
turun ke bumi dengan misi mengajarkan perempuan bumi pelajaran
kewanitaan, seperti berhias dan menenun. Kedua pelajaran tersebut,
misalnya, nampak jelas dalam gerakan tari pakarena yang disebut dengan
sanrobeja dan angani.
Tari pakarena dipentaskan oleh perempuan yang terdiri dari dua
baris. Tiap baris terdiri dari tiga sampai lima orang. Berdasarkan
perkembangannya, hal tersebut tidak lagi menjadi pakem dalam tari
pakarena. Dalam panggung kontemporer, misalnya, jumlah penari pakarena
disesuailkan dengan besar-kecilnya panggung. Meski demikian, ada satu
fungsi penari yang tidak boleh berubah, yaitu punggawa pakarena.
Punggawa pakarena merupakan salah seorang yang bertugas sebagai
pemimpin. Penari ini ditandai dengan selalu memukul genrang sepanjang
pementasan.
Dilihat dari segi kostum, pada umumnya penari pakarena
menggunakan baju bodo berwarna merah. Para penari dilengkapi dengan
berbagai aksesori, seperti tokeng (kalung), bangkara (anting), karro-karro
tedong (gelang), silepe (ikat pinggang), kutu-kutu (hiasan kepala), kipas,
pinang goyang di bagian kepala, dan sarung sutera yang warnanya
disesuaikan dengan warna baju.
Dahulu, terdapat peraturan menyangkut warna baju penari
pakarena. Warna baju bodo merah hanya dikenakan oleh kaum bangsawan,
sedangkan untuk kalangan di luar istana mengenakan warna hijau. Tetapi
kini, penari pakarena bebas menentukan warna baju bodo yang akan
digunakan.
Tari pakarena diiringi musik dinamis dan menghentak yang
bersumber dari suara gendang atau gentang atau genrang. Selain itu,
terdapat alunan alat musik tradisional lain seperti suara pui-pui dan sia-sia.
Pui-pui merupakan alat musik yang terbuat dari kayu jati. Bagian
pangkalnya menggunakan besi dan diselipkan potongan janur sebagai
penghasil bunyi. Sementara, sia-sia merupakan alat musik bambu yang
bagian ujungnya diberi celah sehingga menghasilkan bunyi yang nyaring.