Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH SENI BUDAYA

SENI TARI KIPAS PAKARENA

Disusun Oleh :

TRI CAHYONO S. U

XI APK 3

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 2


PACITAN
TAHUN PELAJARAN 2017 / 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan
nikmat serta karunia yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini tanpa ada hambatan.
Dalam penulisan makalah ini banyak sekali masukan serta bimbingan dari
berbagai pihak, untuk itu penulis ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penyusunan makalah ini hingga dapat selesai dan dapat dibaca
sebagai salah satu referensi pengetahuan seni
Semoga apa yang penulis sampaikan dalam makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya sebagai salah satu
rujukan pengetahuan seni budaya khususnya seni tari yang ada di Indonesia.

Pacitan, Nopember 2017

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tari Pakarena adalah ekspresi kesenian budaya rakyat Gowa,
Sulawesi selatan, sering dipertontonkan pada acara khusus penyambutan
tamu, termasuk untuk promosi wisata Sulawesi Selatan. Sejarah Tarian
Pakarena berawal dari kisah mitos perpisahan penghuni boting langi (negeri
kahyangan) dengan penghuni lino (bumi) zaman dulu. Sebelum detik-detik
perpisahan, boting langi mengajarkan penghuni lino mengenai tata cara
hidup, bercocok tanam, beternak hingga cara berburu lewat gerakan-gerakan
tangan, badan dan kaki.
Gerakan-gerakan inilah yang kemudian menjadi tarian ritual saat
penduduk lino menyampaikan rasa syukurnya kepada penghuni boting
langi. Sebagai seni yang berdimensi ritual, Pakarena terus hidup dan
menghidupi ruang batin masyarakat Gowa dan sekitarnya.
Dalam perkembangan peradaban manusia dari masa ke masa,
keadaan lingkungan alam dan lain-lain sebagainya, adalah beberapa hal
yang mempengaruhi perkembangan kehidupan masyarakat dari suatu
bangsa. Sebagian perkembangan ini, dapat kita temu dengan adanya tata
cara hidup dalam kehidupan manusia. Demikian melalui sejarah kesenian
kebudayan Sulawesi Selatan. Dewata ini, dikenal berbagai macam kesenian
yang kesemuanya ini adalah merupakan satu pertanda bahwa betapa pun,
masyarakat Sulawesi Selatan telah pula bangkit, atau mengikuti
perkembangan dunia, lewat kesenian kebudayaannya yang mana salah satu
dari sekian banyak hal yang dapat menunjang terwujudnya kemajuan bangsa
Ditinjau dari segala segi, utamanya pengaruh keadaan, lingkungan,
kini dapatlah ditarik kesimpulan bahwa Tari Pakarena yang pada mulanya
merupakan tarian pemujaan di mana keyakinan manusia pada masa lampau
bergantung kepada alam tak nyata atau alam gaib, di mana tari adalah
merupakan salah satu cara untuk menyampaikan hasrat atau keinginan akan
berhasilnya sesuatu yang diinginkan, persembahan seperti ini hampir sama,
yakni ketika manusia masih hidup dalam kehidupan alam primitif. Bahwa
pernyataan gerak adalah lambang komunikasi antar manusia, utamanya
kepada Dewata atau Batara.
Kemudian setelah masuknya agama Islam di daerah Sulawesi
Selatan (rumpun suku yang memelihara tari Pakarena, antara lain; Gowa,
Bantaeng, Jeneponto, Selayar, Takalar) menjadikan Tari Pakarena ini
sebagai tari adat, di mana tari tersebut hidup dan berkembang dalam
lingkungan istana yaitu diadakan pada upacara-upacara adat.
Sampai dengan pesatnya perkembangan Kerajaan Gowa, sejak
Tumanurung merajai Butta Gowa (Daerah Gowa) sampai saat pemerintahan
Sultan Hasanuddin menjadi Raja Gowa tamu-tamu terhormat dan tarian ini
tetap terpelihara dalam istana. Sejarah Tarian Sulawesi Selatan, yaitu Tari
Pakarena dari Gowa terciptanya menurut orang-orang tua dahulu kala, jauh
sebelum agama Islam masuk di daerah Gowa, terjadilah kisah seperti ini
untuk mengenakan dan mengingat-ingat orang-orang dahulu kala atau nenek
moyang di mana dikatakan bahwa suatu ketika makhluk-makhluk yang ada
di kahyangan dan yang berada di bumi tidak akan bertemu lagi. Oleh karena
itu perlu memberikan satu petunjuk-petunjuk lagi manusia pada zaman itu
dan pada zaman yang akan datang.

Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini adalah tentang
seluk beluk, pengertian dan unsur yang ada dalam seni tari pakarena.
BAB II
PEMBAHASA
N

Pengertian Tari Pakarena


Tari Pakarena adalah tarian tradisional yang diiringi oleh 2 (dua)
kepala drum (gandrang) dan sepasang instrument alat semacam suling
(puik-puik). Tari pakarena di Sulawesi selatan terdapat di dua kabupaten.
selain tari pakarena dari kabupatan Gowa yang pernah dimainkan oleh
maestro tari pakarena Maccoppong Daeng Rannu, terdapat juga jenis tari
pakarena lain yang berasal dari Kabupaten Kepulauan Selayar, yaitu “Tari
Pakarena Gantarang”.
Disebut sebagai Tari Pakarena Gantarang karena tarian ini berasal
dari sebuah perkampungan yang merupakan pusat kerajaan di Pulau Selayar
pada masa lalu, yaitu Gantarang Lalang Bata. Tarian yang dimainkan oleh
kurang lebih empat orang penari perempuan ini, pertama kali ditampilkan
pada abad ke 17 tepatnya tahun 1903 saat Pangali Patta Raja dinobatkan
sebagai Raja di Gantarang Lalang Bata. Pakarena adalah bahasa setempat
berasal dari kata Karena yang artinya main.Tarian ini mentradisi di kalangan
masyarakat Gowa yang merupakan wilayah bekas Kerajaan Gowa.

Latar Belakang Penciptaan


Tarian ini berasal dari daerah Gowa, Sulawesi Selatan. Pencipta Tari
Pakkarena, Andi Ummu Tunru Ia merupakan putri dari pasangan Andi Bau
Tunru Karaeng Kaluarrang dan Hj Andi Humaya Tunru Petta Pudji.Ia mulai
menari sejak berusia tujuh tahun. Pada usia sembilan tahun, ia belajar
menari tradisi Bugis-Makassar kepada guru-guru tari di lingkungan
kerajaan.
Masyarakat meyakini bahwa Tari Pakarena Gantarang berkaitan
dengan kemunculan Tumanurung.Tumanurung merupakan bidadari yang
turun dari langit untuk untuk memberikan petunjuk kepada manusia di
bumi.Petunjuk yang diberikan tersebut berupa symbol – simbol berupa
gerakan kemudian di kenal sebagai Tari Pakarena Gantarang.
Hal senada juga dituturkan oleh salah seorang pemain Tari Pakarena
Makassar Munasih Nadjamuddin.Beliau mengatakan bahwa Tari Pakarena
berawal dari kisah perpisahan penghuni botting langi (Negeri Kayangan)
dengan penghuni lino (bumi) pada zaman dahulu. Sebelum berpisah, botting
langi mengajarkan kepada penghuni lino mengenai tata cara hidup,
bercocok tanam hingga cara berburu lewat gerakan-gerakan tangan, badan
dan kaki. Gerakan inilah yang kemudian menjadi tarian ritual ketika
penduduk di bumi menyampaikan rasa syukur pada penghuni langit.

Jenis Tari
Tari Pakarena yang pada mulanya merupakan tarian pemujaan
dimana keyakinan manusia pada masa lampau bergantung kepada alam tak
nyata atau alam gaib, dimana tari merupakan salah satu cara untuk
menyampaikan hasrat atau keinginan akan berhasilnya suatu yang
diinginkan, persembahan seperti ini hampir sama, yakni ketika manusia
masih hidup dalam kehidupan alam primitive. Bahwa pernyataan gerak
adalah lambang komunikasi manusia antara manusia, utamanya kepada
Dewata atau Batara.
Kemudian setelah masuknya agama Islam di daerah (Rumpun yang
memelihara tari Pakarena, antara lain; Gowa, Bantaeng, Jeneponto, Selayar,
Takalar). Tari Pakarena ini telah menjadi tari adat, dimana tari tersebut
hidup dan berkembang dalam lingkungan istana yaitu diadakan pada
upacara-upacara adat. Hingga dengan pesatnya perkembangan Kerajaan
Gowa, sejak Tumanurung merajai Butta Gowa (Daerah Gowa) sampai saat
pemerintahan Sultan Hasanuddin menjadi raja. Tamu-tamu terhormat dan
tarian ini tetap terpelihara dalam istana
Fungsi Tari
Dalam masyarakat Makasar Sulawesi selatan, banyak dijumpai
berbagai macam tari yang berkaitan dengan fungsi sosialnya, seperti tari-
tarian yang muncul pada saat upacara adat. Dalam dunia tari yang terdapat
di Makasar Sulawesi selatan dikenal beberapa tari tradisional yang berfungsi
sebagai sarana Upacara adat seperti, tari Pajoge, tari Pattudu, tari Pagellu,
serta Tari Pakarena yang merupakan rangkaian peristiwa dari kehidupan
manusia, sehingga sering disebut tarian yang bersifat ritus/ritual
Tari tradisional tersebut pada awalnya dilaksanakan pada waktu
upacara adat, Saat ini kalau dilihat keberadaannya, tari-tari tradisional
sudah jarang muncul, mungkin saja disebabkan oleh kegiatan upacara adat
yang jarang dilaksanakan, hingga keberadaan tari tradisi tersebut berubah
fungsi sebagai pertunjukan hiburan.

Nilai Estetis
Nilai estetis yang terkandung dalam tari pakarena terletak pada
unsur-unsur tari. Seperti pada saat menari, penari tidak diperkenankan
membuka mata terlalu lebar. Gerakan kaki penari, tidak boleh diangkat
terlalu tinggi. Jadi penarinya dituntut untuk memiliki kondisi fisik yang
prima.

Unsur-unsur
- Tema
Tema tari pakarena adalah Cerita rakyat, pada awalnya tarian ini
berkisah tentan perpisahan penghuni botting langi (Negeri Kayangan)
dengan penghuni lino (bumi) pada zaman dahulu.
Masyarakat meyakini bahwa Tari Pakarena berkaitan dengan
kemunculan Tumanurung.Tumanurung merupakan bidadari yang turun
dari langit untuk untuk memberikan petunjuk kepada manusia di
bumi.Petunjuk yang diberikan tersebut berupa symbol – simbol berupa
gerakan kemudian di kenal sebagai Tari Pakarena Gantarang.
- Penari
Penari dalam tari pakarena adalah wanita dewasa. Dengan 4
penari atau lebih. Dengan usia penari tidak ada batasan, kira-kira 15
tahun sampai 80 tahun. Dengan peran sebagi Tumarunung.Tumanurung
merupakan bidadari yang turun dari langit untuk untuk memberikan
petunjuk kepada manusia di bumi.
- Gerak
Gerakan dalam tari pakarena termasuk dalam gerak maknawi
karena, Gerakan dari tarian ini sangat artistik dan sarat makna, halus
bahkan sangat sulit dibedakan satu dengan yang lainnya.Tarian ini
terbagi dalam 12 bagian.Setiap gerakan memiliki makna khusus.Posisi
duduk, menjadi pertanda awal dan akhir Tarian Pakarena.Gerakan
berputar mengikuti arah jarum jam, menunjukkan siklus kehidupan
manusia.Sementara gerakan naik turun, tak ubahnya cermin irama
kehidupan.Aturan mainnya, seorang penari Pakarena tidak
diperkenankan membuka matanya terlalu lebar.Demikian pula dengan
gerakan kaki, tidak boleh diangkat terlalu tinggi.Hal ini berlaku
sepanjang tarian berlangsung yang memakan waktu sekitar dua jam.
Sebuah cerminan wanita Sulawesi Selatan. Gandrang Pakarena, adalah
tampilan kaum pria Sulawesi Selatan yang keras.
Ragam gerak tari pakarena
 Sambori’na (berteman)
 Ma’biring kassi’ (bermain ditepi pantai)
 Anging kamalino (angin tanpa berhembus)
 Digandang (berulang-ulang)
 Jangan lea-lea (ayam yang mundur-mundur sementara berkelahi)
 Iyale’ (sebelum menyanyi ada seperti aba-aba) nyanyian tengah
malam
 So’naya (yang bermimpi)
 Lambbasari (hati timur)
- Properti
Properti dalam tari pakarena adalah :
 Kipas
 Baju pahang
 Sampur
 Gelang khas sulawesi
 Kalung
- Rias Dan Busana
Sedangkan kostum dari penarinya adalah, baju pahang (tenunan
tangan), lipa’ sa’be (sarung sutra khas Sulawesi Selatan), dan perhiasan-
perhiasan khas Kabupaten Selayar Kipas berukuran besar. Tatanan
rambut penari tari pakarena adalah digelung dengan tambahan hiasan
khas sulawesi yang meperindah tampilan rambut penari.
- Iringan
Iringan yang digunakan dalam tari pakarena bersumber dari pukulan 2
(dua) kepala drum (gandrang) dan sepasang instrument alat semacam
suling (puik-puik). Dan termasuk dalam sumbermusik eksternal

Tempat dan Waktu Pertunjukan


- Latar
Tempat pertunjukan tari pakarena dilakukan di panggung.Waktu
pertunjukan biasanya dilakukan semalam suntuk, atau bila dalam acara-
acara pertunjukan waktu dapat disesuaikan.
- Tata cahaya
Tata cahaya yang digunakan dalam pertunjukan tari pakarena adalah
main light. Artinya pencahayaan dilakukan untuk keseluruhan bagian
panggung. Hal ini bertujuan agar, penikmat pertunjukan dapat melihat
seluruh penari dan keadaan panggung.
- Tata pentas
Tata pentas atau tata panggung adalah penataan atau hiasan dekorasi
pada panggung, fungsinya untuk memperindah panggung. Tari pakarena
dipentaskan di panggung dengan dekorasi hiasan yang sangat kental
dengan budaya sulawesi. Selain itu, dalam panggung juga tersedia
seperangkat gamelan yang berfungsi sebagai sumber suara untuk
memeriahkan suasana. Biasanya dalam pertunjukan atau pentas tari
pakarena terdapat dua orang sinden yang mengiringi tari.

Keterkaitan Antar Unsur


Tema tari pakarena adalah Cerita rakyat,yang mengisahkan seorang
bidadari yang turun dari langit untuk untuk memberikan petunjuk kepada
manusia di bumi.
Tari pakarena selalu dimainkan oleh perempuan dewasa ataupun
remaja dengan jumlah lebih dari dua orang. tari pakarena identik dengan
kipas dan sampur yang merupakan salah satu perlengkapan yang
diwajibkan.
Dalam tari pakarena gerakan yang dimainkan dengan lemah lembut
yang menggambarkan sosok bidadari dengan kelembutannya.

Kelebihan Tari Pakarena


a. Antara gerak dengan ketukan musik yang dimainkan dalam tari ini
sangat kompak sehingga menjadikan tarian ini enak untuk dinikmati.
b. Memiliki aturan yang cukup unik, seperti tidak diperkenankan membuka
mata terlalu lebar, kaki tidak boleh diangkat terlalu tinggi dan
sebagainya.
c. Kesatuan sntara irama gendang dan alunan puik-puik sangat harmonis,
sehingga menimbulkan kekhasan tersendiri.
d. Dalam tarian ini tidak hanya penari yang melakukan gerakan, tetapi
pemain alat musikpun juga ikut bergerak menggeleng-gelengkan kepala.
Sehingga terkesan bukan hanya penari yang menguasai pertunjukan.
e. Sinden dapat menyanyikan tembangnya dengan baik,dan dapat menyatu
antara musik dengan baik.
Kekurangan Tari Pakarena
a. Gerakan yang seolah olah sama dan di ulang-ulang membuat
penikmatnya bosan, ditambah lagi dalam tarian ini tidak ada seuah
kejutan (klimaks) yang dapat membuat penasaran penonton.
b. Peralatan musik yang digunakan masih sangat sederhana. Sehingga efek
suara yang dihasilkan terlalu sederhana.
c. Penari dalam video tersebut terlalu berumur, yang kurang menampakkan
seorang bidadari dengan kecantikannya. Jika saja penarinya diganti
dengan gadis-gadis yang masih perawan atau masih kelihatan muda dan
cantik, pasti tarian ini akan kelihatan lebih indah.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Tari pakarena merupakan salah satu dari lima tari klasik Sulawesi
Selatan yang paling terkenal. Tari tradisional nusantara yang lahir dan
berkembang dalam kultur dan tradisi di daerah Gowa, Takalar, Jeneponto,
dan Bulukumba, ini memiliki sejarah yang unik. Gerakan tari pakarena
tercipta dari gerakan-gerakan puteri khayangan yang turun ke bumi.
Penduduk asli Gowa percaya dahulu ada sekelompok puteri khayangan yang
turun ke bumi dengan misi mengajarkan perempuan bumi pelajaran
kewanitaan, seperti berhias dan menenun. Kedua pelajaran tersebut,
misalnya, nampak jelas dalam gerakan tari pakarena yang disebut dengan
sanrobeja dan angani.
Tari pakarena dipentaskan oleh perempuan yang terdiri dari dua
baris. Tiap baris terdiri dari tiga sampai lima orang. Berdasarkan
perkembangannya, hal tersebut tidak lagi menjadi pakem dalam tari
pakarena. Dalam panggung kontemporer, misalnya, jumlah penari pakarena
disesuailkan dengan besar-kecilnya panggung. Meski demikian, ada satu
fungsi penari yang tidak boleh berubah, yaitu punggawa pakarena.
Punggawa pakarena merupakan salah seorang yang bertugas sebagai
pemimpin. Penari ini ditandai dengan selalu memukul genrang sepanjang
pementasan.
Dilihat dari segi kostum, pada umumnya penari pakarena
menggunakan baju bodo berwarna merah. Para penari dilengkapi dengan
berbagai aksesori, seperti tokeng (kalung), bangkara (anting), karro-karro
tedong (gelang), silepe (ikat pinggang), kutu-kutu (hiasan kepala), kipas,
pinang goyang di bagian kepala, dan sarung sutera yang warnanya
disesuaikan dengan warna baju.
Dahulu, terdapat peraturan menyangkut warna baju penari
pakarena. Warna baju bodo merah hanya dikenakan oleh kaum bangsawan,
sedangkan untuk kalangan di luar istana mengenakan warna hijau. Tetapi
kini, penari pakarena bebas menentukan warna baju bodo yang akan
digunakan.
Tari pakarena diiringi musik dinamis dan menghentak yang
bersumber dari suara gendang atau gentang atau genrang. Selain itu,
terdapat alunan alat musik tradisional lain seperti suara pui-pui dan sia-sia.
Pui-pui merupakan alat musik yang terbuat dari kayu jati. Bagian
pangkalnya menggunakan besi dan diselipkan potongan janur sebagai
penghasil bunyi. Sementara, sia-sia merupakan alat musik bambu yang
bagian ujungnya diberi celah sehingga menghasilkan bunyi yang nyaring.

Anda mungkin juga menyukai