Anda di halaman 1dari 32

 

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid. Toksik dan non toksik merujuk pada
ada tidaknya kelainan fisiologi seperti hipertiroidisme. Nodusa atau diffusa
merupakan gambaran anatomi struma. Struma nodusa non toxic adalah
 pembesaran kelenjar tiroid berbatas jelas yang tanpa disertai dengan
hipertiroidisme.
Strumaa nod
Strum nodos
osaa terut
t erutama
ama di temukan
temukan di daerah pegunung
pegu nungan
an kare
k arena
na defi
d efisie
siensi
nsi
iodium. Struma endemik ini dapat dicegah dengan pemberian iodium. Diluar daerah
endemik, struma nodosa ditemukan secara insidental atau pada keluarga tertentu.

Etiologinya umum nya multifaktorial. Biasanya tiroid sudah membesar sejak usia
muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.
Struma multinodosa biasanya ditemukan pada wanita berusia lanjut yang berusia
lebih dari 50 tahun, dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasia
sampai bentuk involusi. Kebanyakan struma multinodosa dapat dihambat oleh
tiroksin.. Penderita struma nodo
tiroksin nodosa
sa biasanya
bias anya tidak mengalami
mengala mi keluhan karena
tidak ada hipotiroidis
hipotir oidisme
me atau hipertiroi
hipert iroidi
disme.
sme. Nodul
Nod ul mungkin tunggal,
tungga l, te
teta
tapi
pi
kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi.
Degenerasi
Degenera si jarin
jaringan
gan menyebabkan
menyeba bkan kista atau aden
adenoma.
oma.

Karena pertumbuhannya yang sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi


 be
 besar tanpa gejala kecuali ben
enjolan
jolan di leher. Sebagian penderita dengan
struma nodo
nodosa
sa dapat hidup deng
dengan
an struma
struma nya tanpa
t anpa gangguan (De Jong. W,
Sjamsuhidajat. R)

1
 

BAB II 

TINJAUAN PUSTAKA

A.  Definisi
Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi
karena folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan Setelah bertahun-tahun
sebagian folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar
tersebut menjadi noduler. Struma nodosa non toksik adalah pembesaran
kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai
tanda-tanda hipertiroidisme.

B.  Embriologi
Glandula thyroidea mula-mula berkembang dari penonjolan
endodermal pada garis tengah dasar pharynx, diantara tuberculum impar dan
copula. Nantinya penebalan ini berubah menjadi divertikulum yang disebut
ductus thyroglossalis. Dengan berlanjutnya perkembangan, duktus ini
memanjang dan ujung distalnya menjadi berlobus dua. Duktus ini merubah
menjadi tali padat dan bermigrasi menuruni leher, berjalan di sebelah anterior,
atau posterior terhadap os hyoideum yang sedang berkembang.

Pada minggu ke tujuh, tiba pada posisi akhirnya di dekat larynx dan
trachea. Sementara itu tali padat yang menghubungkan glandula thyroidea
dengan lidah, terputus dan lenyap. Tempat asal ductus tyroglossalis pada lidah

2
 

menetap sebagai suatu sumur yang disebut foramen caecum linquae.


Kemudian, dua lobus pada ujung terminal ductus thyroglossalis akan
membesar sebagai akibat proliferasi epitel dan membentuk glandula thyroidea.

C.  Anatomi
Glandula thyroidea terdiri atas lobus kiri dan kanan yang dihubungkan
oleh isthmus yang sempit. Setiap lobus berbentuk buah avokad, dengan
 puncaknya ke atas sampai linea oblique cartilaginis thyroidea dan basisnya
terdapat dibawah, setinggi cincin trachea ke-4 atau ke-5. Glandula thyroidea
merupakan organ yang sangat vascular, dibungkus oleh selubung yang berasal
dari lamina pretrachealis. Selubung ini melekatkan kelenjar ini ke larynx dan
trachea. Juga sering didapatkan lobus piramidalis, yang menjalar ke atas dari
isthmus, biasanya ke kiri garis tengah. Lobus ini merupakan sisa jaringan
embryonic thyroid yang ketinggalan pada waktu migrasi jaringan ini ke bagian
anterior di hipofaring. Bagian atas dari lobus ini dikenal sebagai pole atas dari
kelenjar tiroid, dan bagian bawah disebut sebagai pole bawah. Suatu pita
fibrosa atau muscular sering menghubungkan lobus piramidalis dengan os
hyoideum; jika ia muscular disebut sebagai m. levator glandulae thyroidea.

Berat tiroid pada orang dewasa normal adalah 20-30 gram tergantung
kepada ukuran tubuh dan suplai Iodium. Lebar dan panjang dari isthmus
sekitar 20 mm, dan ketebalannya 2-6 mm. Ukuran lobus lateral dari pole

3
 

superior ke inferior sekitar 4 cm. Lebarnya 15-20 mm, dan ketebalan 20-39
mm. Kelenjar tiroid terletak antara fascia colli media dan fascia prevertebralis.
Di dalam ruangan yang sama terdapat trakea, esophagus, pembuluh darah
 besar, dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrachealis
dan melingkari 2/3 bahkan sampai 3/4 lingkaran.
A. carotis communis, v. jugularis interna, dan n. vagus terletak
 bersama di dalam suatu ruang tertutup di laterodorsal tiroid. N. recurrens
terletak di dorsal sebelum masuk ke laring. N. phrenicus dan truncus
symphaticus tidak masuk ke dalam ruang antara fascia media dan
 prevertebralis. Limfe dari kelenjar tiroid terutama dicurahkan ke lateral, ke
dalam nl. cervicales profundi. Beberapa pembuluh limfe berjalan turun ke nl.
 paratracheales. Seluruh cincin tiroid dibungkus oleh suatu lapisan jaringan
yang dinamakan true capsule. Sedangkan extension dari lapisan tengah fascia
servicalis profundus yang mengelilingi tiroid dinamakan false capsule atau
surgical capsule. Seluruh arteri dan vena, plexus limphaticus dan kelenjar
 paratiroid terletak antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi
 penghubung di bagian posterior antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum
Berry menjadi penghubung di bagian posterior antara kedua lobus tiroid. Aa.
carotis superior dextra et sinistra, dan kedua aa. thyroidea inferior dextra et
sinistra memberikan vaskularisasi untuk tiroid. Kadang kala dijumpai a. ima,
cabang truncus brachiocephalica. Sistem vena berjalan bersama arterinya,
 persarafan diatur oleh n. recurrens dan cabang dari n. laryngeus superior,
sedangkan sistem limfatik yang penting menerima aliran limfe tiroid terdiri
dari pembuluh limfe superior yang menerima cairan limfe dari pinggir atas
isthmus, sebagian besar permukaan medial lobus lateral, dan permukaan
ventral dan dorsal bagian atas lobus lateral dan pembuluh limfe inferior yang
menerima cairan limfe dari sebagian besar isthmus dan bagian bawah lobus
lateral.
Pada pembedahan tiroid penting memperhatikan jalan arteri pada pool
atas kanan dan kiri, karena ligasi tinggi pada arteri tersebut dapat mencederai
n. laryngeus superior, kerusakan nervus ini dapat mengakibatkan perubahan
suara menjadi parau yang bersifat sementara namun dapat pula permanen.

4
 

D.  Fisiologi
Sel tiroid adalah satu-satunya sel dalam tubuh manusia yang dapat
menyerap iodin
menyerap iodin atau yodium yang diambil melalui pencernaan makanan. Iodin
ini akan bergabung dengan asam amino tirosin yang kemudian akan diubah
menjadi T3 (triiodotironin) dan T4 (triiodotiroksin). Dalam keadaan normal
 pengeluaran T4 sekitar 80% dan T3 15%. Sedangkan yang 5% adalah
hormon-hormon lain seperti T2.
T3 dan T4 membantu sel mengubah oksigen dan kalori menjadi tenaga
(ATP = adenosin tri fosfat). T3 bersifat lebih aktif daripada T4. T4 yang tidak
aktif itu diubah menjadi T3 oleh enzim 5-deiodinase yang ada di dalam hati
dan ginjal. Proses ini juga berlaku di organ-organ lain seperti hipotalamus
yang berada di otak tengah.
Hormon-hormon lain yang berkaitan dengan fungsi tiroid ialah TRH
(thyroid releasing hormon) dan TSH (thyroid stimulating hormon). Hormon-
hormon ini membentuk satu sistem aksis otak (hipotalamus dan pituitari)-
kelenjar tiroid. TRH dikeluarkan oleh hipotalamus yang kemudian
merangsang kelenjar pituitari mengeluarkan TSH. TSH yang dihasilkan akan
merangasang tiroid untuk mengeluarkan T3 dan T4. Oleh kerena itu hal yang
mengganggu jalur di atas akan menyebabkan produksi T3 dan T4
Proses yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam
 pengeluaran hormone tiroid ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat
adanya sel parafolikuler yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk
mengatur metabolism kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum
terhadap tulang.

E.  Metabolisme T3 dan T4


Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam.
Sebagian T4 endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses
monodeiodonasi menjadi T3. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3
(reversed T3, 3,3‟,5‟ triiodotironin) yang tidak aktif,
aktif , yang digunakan mengatur
metabolisme pada tingkat seluler
Pengaturan faal tiroid : Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :

5
 

1.  TRH (Thyrotrophin releasing hormone)


Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis
mensekresi TSH (thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar
tiroid teransang menjadi hiperplasi dan hiperfungsi
2.  TSH (thyroid stimulating hormone)
Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam
sirkulasi akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-
reseptor-TSH-R) dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormon
meningkat
3.  Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).
T4 ini mempunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya hormon
 bebas. T4 akan mengurangi
mengurangi kepekaan hipifisis terhadap rangsangan TSH.
4.  Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.
Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid

6
 

F.  Histologi
Kelenjar tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-
folikel kecil yang dipisahkan satu dengan yang lainnya dengan jaringan ikat.
Folikel-folikel tiroid dibatasi oleh epitel kubus dan lumennya terisi oleh
koloid. Kelenjar tiroid mengandung 2 tipe sel utama yaitu thyroid follicular
cells dan C cells (parafollicular cells).

Sel folikular menggunakan iodine dari darah untuk membuat hormone,


yang membantu meregulasi metabolisme tubuh. Sel parafolikular membuat
calcitonin, suatu hormone yang membantu meregulasikan bagaimana tubuh
menggunakan kalsium

G.  Etiologi

Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak


diketahui, namun sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala
tiroiditis ringan; oleh karena itu, diduga tiroiditis ini menyebabkan
hipotiroidisme ringan, yang selanjutnya menyebabkan peningkatan sekresi
TSH (thyroid stimulating hormone) dan pertumbuhan yang progresif dari
 bagian kelenjar yang tidak meradang. Keadaan inilah yang dapat menjelaskan
menjelas kan
mengapa kelenjar ini biasanya nodular, dengan beberapa bagian kelenjar
tumbuh namun bagian yang lain rusak akibat tiroiditis. Adanya gangguan
fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab

 pembesaran kelenjar tyroid antara lain :

7
 

1.  Defisiensi iodium


Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah
yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium,
misalnya daerah pegunungan.
2.  Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon
tyroid.
a.  Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam
kol, lobak, kacang kedelai).
 b.  Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya :
thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).
c.  Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.

Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuhan, puberitas, menstruasi,


kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana
menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arseitektur yang dapat
 bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut. Akhirnya,
ada beberapa makanan yang mengandung substansi goitrogenik yakni
makanan yang mengandung sejenis propiltiourasil yang mempunyai aktifitas
antitiroid sehingga juga menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid akibat
rangsangan TSH.

H.  Klasifikasi

Burrow menggolongkan struma nontoksik sebagai berikut:


1.   Nontoxic diffuse goiter
2.  Endemic
3.  Iodine deficiency
4.  Iodine excess
5.  Dietary goitrogenic
6.  Sporadic
7.  Conngenital defect in thyroid hormone biosynthesis

8
 

8.  Chemichal agents, e.g lithium, thiocyanate, p-aminosalicylic acid


9.  Iodine deficiency
10. Compensatory following thyroidectomy
  Nontoxic nodular goiter due to causes listed above
11. Nontoxic
12. Uninodular or multinodular
13. Functional, nonfunctional, or both.
Dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi hormon
tiroksin, maka bisa dibagi menjadi:
1.  Hipertiroidi; sering juga disebut toksik (walaupun pada kenyataannya pada
 penderita ini tidak dijumpai adanya toksin), bila produksi hormon tiroksin
 berlebihan.
2.  Eutiroid; bila produksi hormon tiroksin normal.
3.  Hipotiroidi; bila produksi hormon tiroksin kurang.
4.  Struma nodosa non toksik; bila tanpa tanda-tanda hipertiroidi

Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu:


1.  Berdasarkan jumlah nodul;
a. bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa)
 b. bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.
2.  Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif dikenal 3 bentuk
nodul tiroid yaitu :
a. nodul dingin
 b. nodul hangat
c. nodul panas.

I.  Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
 pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus,
masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar
tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang
distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi
molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid.

9
 

Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk


tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan
 pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan
 bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3)
merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat
mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus
menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik
negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini
menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.

J.  Gambaran Klinis


Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan
lambat. Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika
struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan
gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi
gangguan menelan. Pasien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo
atau hipertirodisme. Peningkatan metabolism karena pasien hiperaktif dengan
meningkatnya denyut nadi. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi
 berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar,
dan kelelahan.
Pada pemeriksaan status lokalis struma
str uma nodosa, dibedakan dalam hal :
1.  Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).
2.  Ukuran nodul
3.  Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras
4.  Permukaan: licin atau tidak
5.  Batas; tegas atau tidak
6.   Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada
7.  Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.
8.  Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.

K.  Diagnosis

10
 

Diagnosis struma nodosa non toksik ditegakkan berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik, penilaian resiko keganasan, dan pemeriksaan
 penunjang. Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami
keluhan karena tidak ada hipo- atau hipertiroidisme. Biasanya tiroid mulai
membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat
dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi
 besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan
struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan. Walaupun
sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol ke
depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila
 pembesarannya bilateral. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan
 pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral. Pendorongan demikian
mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan. Penyempitan yang
 berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea
dengan stridor inspirator. Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu
menelan trakea naik untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat
karena terfiksasi pada trakea.
Pemeriksaan pasien dengan struma dilakukan dari belakang kepala
 penderita sedikit fleksi sehingga muskulus sternokleidomastoidea relaksasi,
dengan demikan tiroid lebih mudah dievaluasi dengan palpasi.
p alpasi. Gunakan kedua
tangan bersamaan dengan ibu jari posisi di tengkuk penderita sedang keempat
 jari yang lain dari arah lateral mengeveluasi tiroid serta mencari pole bawah
kelenjar tiroid sewaktu penderita disuruh menelan. Pada struma yang
yang besar
dan masuk retrosternal tidak dapat di raba trakea dan pole bawah tiroid.
Kelenjar tiroid yang normal teraba sebagai bentukan yang lunak dan ikut
 bergerak pada waktu menelan. Biasanya struma masih bisa digerakkan ke arah
lateral dan susah digerakkan ke arah vertikal. Struma menjadi terfiksir apabila
sangat besar, keganasan yang sudah menembus kapsul, tiroiditis dan sudah
ada jaringan fibrosis setelah operasi.Untuk memeriksa struma yang berasal
dari satu lobus (misalnya lobus kiri penderita), maka dilakukan dengan jari
tangan kiri diletakkan di mediall di bawah kartilago tiroid, lalu dorong
 benjolan tersebut ke kanan. Kemudian ibu jari tangan kanan diletakkan di

11
 

 permukaan anterior benjolan. Keempat jari lainnya diletakkan pada tepi


 belakang muskulus sternokleidomastoideus untuk meraba tepi lateral kelenjar
tiroid tersebut.

Pada pemeriksaan fisik nodul harus dideskripsikan:


1.  lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus
2.  ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
3.   jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)
4.  konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
5.  Batas : tegas atau tidak
6.  Permukaan : licin atau tidak
7.  nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
8.  mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus
sternokleidomastoidea
9.   pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada atau tidak.

Staging Karsinoma Tiroid 


Stadium Klinik Berdasarkan Sistem TNM : T (Tumor primer)
• Tx Tumor primer
Tumor primer tidak dapat dinilai
• T0 Tidak didapat tumor primer
• T1 Tumor dengan ukuran 2cm atau kurang, masih terbatas pada tiroid
• T2 Tumor dengan ukuran lebih dari 2cm namun tidak lebih dari 4cm, masih
 pppppp terbatas pada
pada tiroid

• T3 Tumor dengan ukuran lebih


l ebih dari 4 cm masih terbatas pada tiroid, atau tumor
dengan ukuran berapa saja dengan perluasan ekstratiroid minimal (misal
 perluasan ke sternohyoid muscle
muscle atau perithyroid
perithyroid soft tissue)
• T4a Tumor dengan ukuran berapa saja yang telah meluas k eluar
k eluar kapsul tiroid
hingga menginvasi subcutaneous soft tissue, larynx, trachea, esophagus, atau
recurrent laryngeal nerve
• T4b Tumor menginvasi prevertebra fascia
fascia atau melapisi arteri karotid atau
 pppppppembululuh darah
darah mediastinum
mediastinum Unive
Universitas
rsitas Sumatera Utara 54 Seluruh
Seluruh
tumor undifferentiated (anaplastic) dianggap T4
• T4a Karsinoma anaplastik intratiroid –  surgically
 surgically resectable

12
 

• T4b Karsinoma anaplastik ekstratiroid –  surgically


 surgically unresectable N (Kelenjar
getah bening regional)
• Nx Kelenjar getah
ge tah bening tidak dapat dinilai
• N0 Tidak didapat metastasis ke kelenjar getah bening regional
• N1 Terdapat metastasis ke kelenjar getah bening regional
• N1a Metastasis ke level VI kelenjar getah bening ( pretracheal, paratrach
pretracheal,  paratracheal,
eal,
dan relaryngea
relaryngeal/Delphian)
l/Delphian)
• N1b Metastasis pada kelenjar getah bening unilateral atau kontralateral atau
mediastinum posterior M (Metastasis
(Metastasis jauh)
• Mx Metastasis jauh belum dapat dinilai
• M0 Tidak terdapat metastasis jauh
• M1 Terdapat metastas
metastasis
is jauh

Gambar. Palpasi pada tiroid


Inspeksi : leher dibatasi di cranial oleh tepi rahang bawah, di kaudal
oleh kedua tulang selangka dan tepi cranial sternum, di lateral oleh pinggir
depan m. trapezius kiri dan kanan. Kedua m. sternocleidomastoideus selalu
 jelas terlihat, dan pada garis tengah dari cranial ke kaudal terdapat tulang
hyoid serta kartilago tiroid, krikoid, dan trakea. palpasi : palpasi dapat
dilakukan pada pasien dalam sikap duduk atau berbaring, dengan kepala
dalam sikap fleksi ringan supaya regangan otot pita leher tidak mengganggu
 palpasi. Pada sikap duduk dilakukan pemeriksaan dari belakang penderita
maupun dari depan. Sedangkan pada sikap berbaring digunakan bantal tipis di
 bawah kepala. Tulang hyoid, kartilago
kartila go tiroid dan krikoid sampai cincin kedua

13
 

trakaea biasanya mudah diraba di garis tengah. Cincin trakea yang lebih
kaudal makin sukar diraba karena trakea mengarah ke dorsal. Pada gerakan
menelan, seluruh trakea bergerak naik turun. Satu-satunya struktur lain yang
turut dengan gerakan ini adalah kelenjar tiroid atau sesuatu yang berasal dari
kelenjar tiroid. Sekitar 5% struma nodosa meng
mengalami
alami keganasan.
Di klinik perlu dibedakan nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang
memiliki karakteristik:
1.  Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan
sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi
kistik dan kemudian menjadi lunak.
2.  Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun
nodul yang mengalami kalsifikasi dapat dtemukan pada hiperplasia
adenomatosa yang sudah berlangsung lama.
3.  Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan,
walaupun nodul ganas tidak selalu mengadakan infiltrasi. Jika ditemukan
 ptosis, miosis dan enoftalmus (Horner syndrome) merupakan tanda
infiltrasi atau metastase ke jaringan sekitar.
4.  20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang
ganas, tetapi nodul multipel dapat ditemukan 40% pada keganasan tiroid
5.   Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurgai ganas
terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba
membesar progresif.
6.   Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah
 bening regional atau perubahan suara menjadi serak.
7.  Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus sternokleido
mastoidea karena desakan pembesaran nodul

Pemerikasaan laboratorium yang digunakan dalam diagnosa penyakit


tiroid terbagi atas:
1.  Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid
Pemerikasaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan
radioimmuno-assay RIA) dan cara enzyme-linked immuno-assay (ELISA)

14
 

dalam serum atau plasma darah. Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada


semua penderita penyakit tiroid, kadar normal pada orang dewasa 60-150
nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme,
kadar normal pada orang dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7
ng/dL; TSH sangat membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer di
mana basal TSH meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3
kali normal.
2.  Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid.
Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum
 penderita dengan penyakit tiroid autoimun.
a. antibodi tiroglobulin
 b. antibodi mikrosomal
d. antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
e. thyroid stimulating hormone antibody (TSA)

Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas


adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada
umumnya secara klinis pun sudah bisa diduga, foto rontgen leher [posisi
AP dan Lateral diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan
dengan intubasi anastesinya, bahkan tidak jarang intuk konfirmasi
diagnostik tersebut sampai memelukan CT-scan leher. USG bermanfaat
 pada pemeriksaan tiroid untuk:
1.  Dapat menentukan jumlah nodul
2.  Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik,
3.  Dapat mengukur volume dari nodul tiroid
4.  Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak
menangkap iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.
5.  Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat
dilakukan, pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya
adan ya
 pembesaran tiroid.

15
 

6.  Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid


ti roid yang akan
dilakukan biopsi terarah . Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut
hasil pengobatan.

Pemeriksaan tiroid dengan menggunakan radio-isotop dengan


memanfaatkan metabolisme iodium yang erat hubungannya dengan kinerja
tiroid bisa menggambarkan aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk lesinya.
Penilaian fungsi kelenjar tiroid dapat juga dilakukan karena adanya sistem
transport pada membran sel tiroid yang menangkap iodida dan anion lain.
Iodida selain mengalami proses trapping juga ikut dalam proses
organifikasi, sedangkan ion pertechnetate hanya ikut dalam proses
trapping. Uji tangkap tiroid ini berguna untuk menentukan fungsi dan
sekaligus membedakan berbagaii penyebab hipertiroidisme dan juga
menentukan dosis iodium radioaktif untuk pengobatan hipertiroidisme.
Uji tangkap tiroid tidak selalu sejalan dengan keadaan klinik dan
kadar hormon tiroid. Pemeriksaan dengan sidik tiroid sama dengan uji
angkap tiroid, yaitu dengan prinsip daerah dengan fungsi yang lebih aktif
akan menangkap radioaktivitas yang lebih tinggi. Pemerikasaan
histopatologis dengan biopsi jarum halus (fine needle aspiration biopsy
FNAB) akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat agar jangan sampai
menentukan terapi definitif hanya berdasarkan hasil FNAB saja.

Pemeriksaan Sidik Tiroid 

Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan
yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi
 NaCl per oral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium
radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3
 bentuk seperti telah disinggung diatas:

1.   Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan
sekitarnya. Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.

16
 

2.   Nodul panas bila penangkapan yodium lebih


le bih banyak dari pada sekitarnya.
se kitarnya.
Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
3.   Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini
 berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.

Dari hasil pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dibedakan apakah yang kita
hadapi itu suatu keganasan atau sesuatu yang jinak. Keganasan biasanya terekam
sebagai nodul dingin dan soliter tetapi tidak berarti bahwa semua nodul dingin
adalah keganasan. Liecthy mendapatkan bahwa 90% dari nodul dingin adalah
 jinak dan 70 % dari semua nodul
nodul jinak adalah juga nodul ding
dingin.
in.

 Nodul yang hangat biasanya bukan keganasan. Namun Alves dkk pada
 penelitiannya mendapatkan 2 keganasan di antara 24 nodul hangat. Apabila
ditemukan nodul yang panas ini hampir pasti bukan suatu keganasan.

Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) 

Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan abtara yang


yang padat dan cair.
Selain itu dengan berbagai penyempurnaan sekaran USG dapat membedakan
 beberapa bentuk kelainan tetapi belum dapat membedakan dengan pasti apakah
suatu nodul itu ganas atau jinak. Pemeriksaan ini mudah dilakukan tetapi
interpretasinya agak lebih sukar dari sidik tiroid.

Gambran USG yang didapat dibedakan atas dasar kelainan yang difus atau

fokal yang kemudian juga dibedakan atas dasar derajat ekonya yaitu hipoekoik,
isoekoik atau campuran. Kelainan- kelainan yang dapat didiagnosis secar USG
ialah:

   Kista; kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dindingnya


tipis.
   Adenoma/ nodul padat; iso atau hiperekoik, kadang-kadang disertai hal
yaitu suatu lingkaran hipoekoik disekelilingnya.
   Kemungkinan karsinoma; nodul padat, biasanya tanpa halo.
   Tiroditis; hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar.

17
 

Adanya halo dikaitkan dengan sesuatu yang jinak (adenoma) tetapi sekarang
ternyata bahwa halo dapat pula ditemukan keganasan.

Dibandingkan sidik tiroid dengan radioisotop,USG dalam beberapa hal lebih


menguntungkan karena dapat dilakukan tanpa persiapan dan kapan saja.
Pemeriksaan ini lebih aman dapat dilakukan pada orang hamil atau anak-anak dan
lebih dapat membedakan antar yang jinak dan ganas.

Pemeriksaan Lain Pada Kecurigaan Keganasan Tiroid  

Khusus pada keadaan-keadaan yang mencurigakan suatu keganasan,


 pemeriksaan-pemeriksaan penting lain yang dapat dilakukan ialah:

1. Biopsi aspirasi jarum halus

Pada masa sekarang dilakukan dengan jarum halus biasa yitu Biopsi
Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) atau  Fine Needle Aspiration (FNA)  (FNA) 
mempergunakan jarum suntik no.22-27. Cara ini mudah aman dapat dilakukan
dengan berobat jalan. Dibandingkan dengan biopsi cara lama (jarum besar) ,
 biopsi jarum halus tidak nyeri tidak menyebabkan dan hampir tidak ada bahaya
 penyebaran sel-sel ganas. Ada beberapa kerugian pada biopsi, jarum ini yaitu
dapat memberikan hasil negatif
negatif palsu atau positif palsu. Negatif palsu b
biasanya
iasanya
karena lokasi biopsi yang kurang tepat , teknik biopsi yang kurang benar atau
 preparat yang kurang baik dibuatnya. Hasil positif palsu dapat terjadi karena

salah interpretasi oleh ahli sitologi.

Petanda Tumor ( T um
umo
or M aker )

Sejak tahun 1985 telah dikembangkan pemakaian antibodi monoklonal


sebagai petanda tumor. Dari semua petanda tumor yang telah diuji hanya
 peninggian tiroglobulin (Tg)
(Tg) serum yang mempunyai
mempunyai nilai yang bermakna.

Hashimoto dkk mendapatkan bhwa 58,6% kasus keganasan tiroid memberikan


kadar Tg yang tinggi. Kadar Tg serum normal ialah antara 1,5-30 ng/ml.

18
 

Tampaknya tidak ada korelasi yang jelas antara kelainan histopatologik dan kadar
Tg serum.

L.  Penatalaksanaan
Pilihan terapi nodul tiroid:
1. Terapi supresi dengan hormon
hormon levotirosin
2. Pembedahan
3. Iodium radioaktif
4. Suntikan etanol
5. US Guided
Guided Laser
Laser Therapy
6. Observasi, bila yakin
yakin nodul tidak ganas.

Indikasi operasi pada struma adalah:


a. struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa
 b. struma uni atau multinodosa dengan
dengan kemungkinan keganasan
c. struma dengan gangguan tekanan
d. kosmetik.

Kontraindikasi operasi pada struma:


a. struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya.
sebelumnya.
 b. struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik yang lain
la in yang
 belum terkontrol
c. struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan
yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya
sering dari tipe anaplastik yang jelek prognosanya. Perlekatan pada trakea
ataupun laring dapat sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi,
tetapi perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan
eksisi yang baik.

19
 

d. struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya karena
metastase luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah dilakukan
sternotomi, dan bila dipaksakan akan memberikan mortalitas yang tinggi
dan sering hasilnya tidak radikal.

Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul


tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul tersebut suspek
maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel atau inoperabel. Bila
kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan
 pemeriksaan histopatologi. Dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau
kemoradioterapi. Bila nodul
nodul tiroid suspek maligna
maligna tersebut operabel dilakukan
tindakan operasi sesuai indikasi.

Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat :


1. Lesi jinak. Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan
dengan observasi
2. Karsinoma papilare. Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah
 berdasarkan klasifikasi
AMES.
a. Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi.
 b. Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.
3. Karsinoma folikulare. Dilakukan tindakan tiroidektomi total
4. Karsinoma medulare. Dilakukan tindakan tiroidektomi total
5. Karsinoma anaplastik.
a. Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total.
 b. Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan
ti ndakan debulking dilanjutkan
dengan radiasi eksterna atau khemoradioterapi.
khemoradioterapi.

Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB (
Biopsi Jarum Halus). Ada 2 kelompok
kelompok hasil yang mungkin
mungkin didapat y
yaitu
aitu :
1.  Hasil FNAB suspek maligna, ³foliculare Pattern´ dan ³Hurthle Cell´. Dilakukan
tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.
diatas .

20
 

2.  Hasil FNAB benigna. Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax
selama 6 bulan kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti
dengan tindakan observasi dan apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau
 bertambah besar sebaiknya dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan
 pemeriksaan potong beku seperti diatas.

Indikasi bedah glandula thyroidea meliputi :

1.  Terapi. Pengurangan massa fungsional dalam keadaan hipertiroid,


tiroidektomi subtotal pada penyakit grave
grave atau struma
multinodular toksik atau eksisi adenoma toksik.

2.  Terapi. Pengurangan massa menekan, tiroidektomi subtotal dalam struma


multinodular non toksik atau lobektomi untuk kista tiroid
t iroid atau nodulus
tunggal (misal nodulusus koloid) yang menimbulkan penekanan trakea
atau esofagus.
3.  Ekstirpasi penyakit keganasan. Biasanya tiroidektomi total dengan
 pengupasan kelenjar limfe; untuk sejumlah tumor diindikasikan lobektomi
lobektomi
unilateral.
4.  Paliasi. Eksisi massa tumor yang tak dapat disembuhkan, yang
menimbulkan gejala penekanan mengganggu: anaplastik, metaplastik atau

tumor limfedematosa.

Teknik pembedahan

a.  Reseksi Subtotal 

Reseksi subtotal akan dilakukan


dil akukan identik untuk lobus kanan dan kiri,
dengan mobilitas sama pada tiap sisi. Reseksi subtotal dilakukan dalam kasus
struma multinodular toksik, struma multinodular
multi nodular nontoksik atau penyakit grave.
Prinsip reseksi untuk mengeksisi sebagian besar tiap lobus yang memotong

 pembuluh darah thyroidea


thyroidea superior ,vena thyroidea media dan vena thyroidea

21
 

inferior yang meninggalkan arteria thyroidea inferior utuh. Bagian kelenjar yang
dieksisi merupakan sisi anterolateral tiap lobus, isthmus dan lobus pyramidalis.
Pada beberapa pasien dengan peningkatan sangat jelas dalam penyediaan darah ke
kelenjar, arteria thyroides inferior dapat diligasi kontinu atau ditutup sementara
dengan klem kecil sampai reseksi dilengkapi. Tujuan lazim untuk melindungi dan
mengawetkan nervus laryngeus recurrens, glandula paratiroid, dan mecegah
hipotiroidisme.

Lobektomi Total 

Lobektomi total dilakukan untuk tumor ganas glandula tiroid dan bila
 penyakit unilobaris yang mendasari tak pasti. Beberapa ahli bedah
bedah juga lebih
senang melakukan tindakan ini pada satu sisi bagi penyakit mulinodularis dan
meninggalkan sisa agak lebih besar dalam lobus yang lain.

Bila dilakukan pengupasan suatu lobus untuk tumor ganas, maka


 pembuluh darah thyroidea
thyroidea media dan vena thyroidea inferior perlu dipotong.
Glandula paratiroid dan nervus laryngeus recurrens diidentifikasi dan dilindungi.
Jika glandula paratiroid pada permukaan tiroid, maka ia mula-mula bisa diangkat
 bersama tiroid dan kemudian ditransplantasi. Lobus tiroid diretraksi ke medial
dengan dua glandula paratiroid terlihat dekat cabang terminal arteria thyroidea
inferior dan nervus laryngeus recurrens ditutupi oleh ligamentum fasia
(ligamentum Berry). Nervus ini diidentifikasi sebagai struktur putih tipis yang
 berjalan di bawah ligemntum dan biasaynya di bawah cabang terminal arteria
thyroidea inferior.

Thyroi
Th yroide
decto
ctom
my proce
procedure
dure  R em
emova
ovall of:   I nd
ndicat
ications
ions 
(nodulectomy,
 Partial (nodulectomy, margin of normal
 Nodule + margin normal tissue 
tissue   Benign lesio
lesion

lumpectomy)  
lumpectomy)
Subtotal    More than one half of the
the thyroid  Benign lesion
lesion 
 gland

and isthmus 
isthmus 

22
 

 Lobectomy (=
(= hemithyroidectomy
hemithyroidectomy))  One entire lobe and isthmus
isthmus   Standard initial treatment for all
indeterminate

nodules  
nodules
 Near-total    Lobectomy on one side,
side,  Papillary carcinoma
carcinoma in a low-risk
isthmectomy and  patient,

 subtotal resection
resection of contralateral
contralateral not requiring radioiodine ablation 
ablation 
lobe  
lobe
otal    Both lobes and
and isthmus 
isthmus   Any other type
type of thyroid
carcinoma  
carcinoma

Komplikasi Tiroidektomi
Tiroidektomi

1.   Perdarahan
 Perdarahan.. Resiko ini minimum tetapi harus hati-hati dalam
mengamankan hemostasis dengan penggunaan diam yang
 bijaksana. Perdarahan selau mungkin terjadi setelah tiroidektomi. Bila ia
timbul biasanya ia suatu kedaruratan bedah, tempat diperlu secepat
mungkin dekompresi leher segera dan mengembalikan pasien ke kamar
operasi.
2.   Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara
udara..
Dengan tindakan anestesi mutakhir, ventilasi tekanan positif intermiten
dan teknik bedah yang cermat, bahaya ini harus minimum dan cukup
 jarang terjadi.
3.  Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
recurrens . Ia menimbulkan paralisis
sebagian atau total (jika bilateral) laring. Pengetahuan anatomi bedah yang
adekuat dan kehati-hatian pada operasi seharusnya mencegah cedera pada
saraf ini atau pada nervus laryngeus superior.
4.   Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal
abnormal ke dalam sirkulasi
dengan tekanan.
tekanan. Hal ini dirujuk pada „throtoxic storm‟, yang sekarang
 jarang terlihat karena persiapan pasien yang adekuat menghambat glandula
glandula
tiroid overaktif dalam pasien yang dioperasi karena tirotoksikosis.

23
 

5.  Sepsis
Sepsis.. Juga komplikasi ini tidak boleh terlihat dalam klinik bedah saat ini.
Antibiotika tidak diperlukan sebagai profilaksis. Perhatian bagi hemostasis
adekuat saat operasi dilakukan dalam kamar operasi berventilasi tepat
dengan peralatan yang baik dan ligasi harus disertai dengan infeksi yang
dapat diabaikan.

6.  Obstruksi total  mungkin


 mungkin terjadi dalam waktu singkat
si ngkat yang merupakan
kompresi kritis kompartemen di bawah strap muscles. Keadaan ini
mengawali gangguan drainase vena dan limfe dan memicu terjadinya
udem laringofaring 
7.   Hipotiroidisme dan Hipoparatiroidisme, Perkembangan hipotiroidisme
dan hipoparatirodisme setelah reseksi bedah tiroid jarang terlihat saat ini.
Harus dipantau dengan pemeriksaan klinik dan biokimia yang tepat pasca
 bedah

8.   Perdarahan pasca operasi merupakan


operasi merupakan komplikasi yang sering terjadi.
Perdarahan pasca operasi yang terjadi mungkin diakibatkan oleh karena
terlepasnya ligasi dari cabang vena jugularis anterior kiri. Hal ini sesuai
dengan kepustakaan yang menyebutkan etiologi perdarahan pasca
tiroidektomi bisa terdiri dari: a. terlepasnya ikatan pembuluh darah, b.
terbukanya pembuluh darah vena yang dikauter, c. Muntah, d. manuver
valsava, e. peningkatan tekanan darah selama fase pemulihan  

24
 

Bagan 1. Penatalaksanaan nodul tiroid

M.  Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah perubahan kearah keganasan ( Ca tiroid)
tiroid )

N.  Prognosis
Tergantung jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).
konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras, nyeri pada penekanan,
 perlekatan dengan sekitarnya, pembesaran kelenjar getah bening di sekitar
tiroid.

25
 

BAB III
STATUS PENDERITA

A.  Identitas

 Nama : Nn.R
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 52 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Nangoh

B.  Anamnesis
•  Keluhan Utama : Benjolan di leher depan sejak 1 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :


1 bulan SMRS, pasien mengatakan timbul benjolan di leher depan, awalnya
 benjolan dirasakan hampir sebesar bola pingpong, benjolan tidak nyeri, dan
dirasakan tidak bertambah besar. Hari masuk rumah sakit ukuran benjolan
tidak berubah, dan tidak ada keluhan nyeri pada benjolan. Keluhan seperti
sulit menelan, sulit bernafas, rasa tercekik, serta keluhan suara serak
disangkal. Benjolan di tempat lain disangkal. keluhan seperti sesak nafas,
 batuk berdarah, dan nyeri pada dada, pada tubuh, serta sakit kepala disangkal.
Demam disangkal.
Pasien menyangkal adanya keluhan seperti gemetar, berdebar-debar,
 berkeringat banyak, mudah kedinginan, mudah lelah, BB turun ataupun BB
naik, diare ataupun konstipasi, ataupun menjadi mudah tersinggung.

•  Riwayat penyakit dulu : riwayat benjolan disangkal


•  Riwayat keluarga : tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa,
riawayat benjolan atau kanker dalam keluarga disangkal
•  Riwayat pengobatan : disangkal
•  Riwayat terpapar radiasi pada leher : disangkal

26
 

•  Riwayat penggunaan KB suntik lebih dari 10 tahun yang lalu,


(penggunaan KB suntik selama 2 tahun)

C.  Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
•  Keadaan umum : Tampak sakit ringan
•  Kesadaran : compos mentis
•   Nadi : 90x/menit
•  Suhu : 36,5 °C
•  Frekuensi nafas : 18x/menit
•  Tekanan darah : 130/90 mmHg
•  BB : : 68 Kg
Pemeriksaan Fisik
• 
Kepala : kulit kepala tidak tampak kelainaan
•  Mata : sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)
•  Hidung : bentuk normal, sekret (-/-), tidak ada septum deviasi, mukosa
hidung tidak hiperemis, napas cupping hidung (-)
•  Tenggorokan : dinding
dinding faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1
•  Mulut : Sianosis (-)
•  Paru : 
•   Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dada simetris, Retraksi
dinding dada interkostal (-), subkostal (-)
•  
Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris
•   Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
•   Auskultasi : Rhonki(-/-), wheezing (-/-)
•  Jantung 
•   Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
•   Palpasi : Ictus cordis teraba ICS 5
•   Perkusi : Batas jantung tidak melebar
•   Auskultasi: Bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
•  Abdomen
•  
Inspeksi : Datar

27
 

•   Palpasi : supel, nyeri (-)


•   Perkusi : Timpani
•   Auskultasi : Bising usus (+) normal
•  Kulit : sianosis (-), ikterik (-), petechiae (-)
•  Ekstremitas : akral hangat, CRT 2 detik, tak tampak edema

Status Lokalis
Inspeksi : a/r Orbita
Exofthalmus (-)

a/r colli anterior:


Inspeksi :
Tampak benjolan di colli anterior sebesar bola pingpong, warna sesuai dengan
kulit sekitarnya, tidak tampak bekas luka, tampak permukaan licin, tampak
 benjolan ikut bergerak saat pasien menelan.
Palpasi : a/r colli anterior
Teraba massa konsistensi kenyal, permukaan licin, berbatas tegas, mobile, tepi
reguler, tidak nyeri, dan ikut bergerak saat pasien menelan ludah, ukuran
sebesar bola pingpong.
KGB tidak teraba membesar
Auskultasi
Bruit (-)

28
 

D.  Resume
Telah diperiksa seorang perempuan berusia 52 tahun dengan keluhan
tumor pada daerah colli anterior, dengan tumor doubling time belum dapat
ditentukan. Benjolan tidak nyeri. Tidak ada disfagia, disfonia, sufokasi,
dispneu, dan hemoptisis. Tidak ada cefalgia, tidak ada nyeri pada tubuh,
Tidak ditemukan tanda dan gejala hipertiroid atau hipotiroid

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan status generalis dalam batas normal.

Pada status lokalis a/r colli anterior dari inspeksi : tampak tumor sebesar
 bola pingpong, warna
war na sesuai kulit sekitarnya, tidak tampak adanya bekas
luka, benjolan terlihat ikut bergerak saat pasien menelan. Pada palpasi
Teraba massa konsistensi kenyal, permukaan licin, berbatas tegas, mobile,
tepi reguler, tidak nyeri, dan ikut bergerak saat pasien menelan ludah,
dengan ukuran sebesar bola pingpong. Pada auskultasi tidak terdengar
 bunyi bruit.

E.  Diagnosis Banding


   Struma nodusa non toxic sinistra
   Tumor tiroid susp. adenoma tiroid sinistra
  
F.  Diagnosis Kerja
Struma Nodusa Non Toksik Sinistra

G.  Planning Pemeriksaan Penunjang


  T4
  T3
  TSH
  USG tiroid
  Histopatologi

29
 

H.  Penatalaksanaan
  Subtotal Tiroidektomi

I.  Prognosis

Ad vitam : bonam
Ad functionam : dubia

Ad sanationam : bonam

30
 

BAB V 
KESIMPULAN

Struma nodosa non toksik adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas
 jelas dan tanpa gejala-gejala hipertiroidi. Klasifikasi dari struma nodosa non
toksik didasarkan atas beberapa hal yaitu berdasarkan jumlah nodul, berdasarkan
kemampuan menangkap iodium aktif dan berdasarkan konsistensinya. Etiologi
dari struma nodosa non toksik adalah multifaktorial namun kebanyakan struma
diseluruh dunia diakibatkan oleh defisiensi yodium langsung atau akibat makan
goitrogen dalam dietnya. Gejala klinis tidak khas biasanya penderita datang
dengan keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan tanpa keluhan hipo
atau hipertiroidi. Diagnosis ditegakkan dari hasil anamnesa. Pemeriksaan sidik
tiroid, pemeriksaan USG, Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Bajah), termografi, dan
 petanda Tumor (tumor marker). Penatalaksanaan meliputi terapi dengan l-
thyroksin atau terapi pembedahan yaitu tiroidektomi berupa reseksi subtotal atau
lobektomi total dll. Komplikasi dari tindakan pembedahan (tiroidektomi)
meliputi perdarahan, terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara,
trauma pada nervus laryngeus recurrens, sepsis dan hipotiroidisme.

 Nn.R 52 tahun datang dengan keluhan tumor pada daerah colli anterior, dengan
tumor doubling time belum dapat ditentukan. Benjolan tidak nyeri. Tidak ada
disfagia, disfonia, sufokasi, dispneu, dan hemoptisis. Tidak ada cefalgia, tidak ada
nyeri pada tubuh, Tidak ditemukan tanda dan gejala hipertiroid atau hipotiroid.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan status generalis dalam
dal am batas normal.

Pada status lokalis a/r colli anterior dari inspeksi : tampak tumor sebesar bola
 pingpong, warna
warna sesuai kulit sekitarnya, tidak tampak adanya bekas luka, benjolan
terlihat ikut bergerak saat pasien menelan. Pada palpasi Teraba massa konsistensi
kenyal, permukaan licin, berbatas tegas, mobile, tepi reguler, tidak nyeri, dan ikut
 bergerak saat pasien menelan ludah, dengan ukuran sebesar bola pingpong. Pada
auskultasi tidak terdengar bunyi bruit. Berdasarkan tinjauan pustaka yang ada
maka secara klinis Ny. R sesuai dengan klinis yang ditemukan pada orang dengan

 penyakit “Struma Nodusa Non Toksik ”. 

31
 

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1.  Barrett, E.J. The thyroid gland. In Boron WF, Boulpaep EL. Medical
 physiology.A cellular and molecular approach. Ist Edition. Saunders.
Saunders.
Philadelphia. 2003 : 1035- 1048.
2.  Magner JA : Thyroid stimulating hormone: biosynthesis, cell biology and
 bioactivity. ndocr Rev 1990; 11:354
11:354
3.  Glinoer D. Regulation of maternal thyroid during pregnancy. J Clin Endocrinol
Metab 1990;71: 276
4.  Wall JR. Autoimmune thyroid disease. Endocrinol Metab Clin North Am
1987;229:1
5.  Wilkin TJ. Mechanism of disease : receptor autoimm
autoimmunity
unity in endocrine disorders.
 N Eng J Med 1990;
1990; 323: 1318
 
6. Surks MI. American thyroid association guidelines for use of laboratory test in
thyroid disorders. JAMA 1990; 263:1529
7.  Solomon B. Current trend in the management of Graves disease. J Clin
Endocrinol Metab 1990 ; 70:1518
8.  Fenzi G. Clinical approach to goiter. Clin Endocrinol Metab 1988 ; 2: 671
9.  Yeh TS, Jan YY, Hsu BR, Chen KW, Chen NIE (2000) Video-assisted
endoscopic thyroidectomy.
thyroidectomy. Am J Surg 180:82 – 85
85
10.  Gagner M, Inabnet WB III (2001) Endoscopic thyroidectomy
thyroidectomy for solitary thyroid
nodules. Thyroid 11:161 – 163
163
11.  https://www.ncbi.nlm
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/article
.nih.gov/pmc/articles/PMC4847104/
s/PMC4847104/  

12.  https://www.ncbi.nlm
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/article
.nih.gov/pmc/articles/PMC2994260
s/PMC2994260// 
13.  De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 2004., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.,
EGC., Jakarta.

14.  Djokomoeljanto, 2001., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya.,

Dalam : Suyono, Slamet (Editor)., 2001.,  Buku Ajar Ilmu Penyakit


 Dalam,FKUI.,
 Dalam,FKUI., Jakarta.

15.  Thyroid The Updated AJCC/TNM Staging System for Differentiated and

Anaplastic Thyroid Cancer (8th edition): What changed and why? (DOI:
10.1089/thy.2017.0102) 
10.1089/thy.2017.0102) 

32

Anda mungkin juga menyukai