DISUSUN OLEH
NIM : 020.06..0007
Kelas : A
Blok : PSIKIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
MATARAM
2022
DAFTAR ISI
BAB I......................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................3
Skenario.............................................................................................................................................3
Deskripsi Masalah..............................................................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................4
Hubungan Perubahan Hormonal Pada Masa Nifas Dengan Depresi Pasca Persalinan......................4
POSTPARTUM DEPRESI......................................................................................................................6
Definisi...........................................................................................................................................6
Etiologi dan Faktor Resiko.............................................................................................................6
Manifestasi Klinis...........................................................................................................................7
Kriteria Diagnosis...........................................................................................................................8
Tatalaksana....................................................................................................................................9
BABY BLUES.....................................................................................................................................10
Definisi.........................................................................................................................................10
Etiologi dan Faktor Resiko...........................................................................................................10
Manifestasi Klinis.........................................................................................................................11
Kriteria diagnosis.........................................................................................................................11
Tatalaksana..................................................................................................................................12
PSIKOSIS POST PARTUM..................................................................................................................12
Definisi.........................................................................................................................................12
Etiologi.........................................................................................................................................12
Manifestasi Klinis.........................................................................................................................13
Kriteria diagnosis.........................................................................................................................14
Tatalaksana..................................................................................................................................14
Diagnosis Multiaksial Kasus Pada Skenario......................................................................................15
KESIMPULAN.......................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
Skenario
Mawar 21 tahun dibawa keluarganya ke Puskesmas dengan keluhan selalu murung sejak 3
minggu terakhir. Pasien juga mudah menangis tanpa sebab yang jelas dan beberapa kali
bercerita pada keluarganya tentang dirinya yang merasa tidak berharga dan tidak ingin hidup
lagi. Diketahui bahwa 1 bulan sebelumnya pasien baru saja melahirkan anak perempuannya
di luar nikah. Keluarga merasa malu karena ayah bayi melarikan diri tidak bertanggung
jawab. Setelah melahirkan, mawar tanpa pendiam, sering melamun dan menangis. Pasien
juga tidak mau mengurus bayinya. Makan dan minum harus diingatkan, waktu luang
digunakan untuk melamun. Pada pemeriksaan didapatkan keadaan umum dan tanda vital
dalam batas normal. Selain itu didapatkan orientasi tempat dan waktu baik, psikomotor
hipoaktif, tidak didapatkan adanya waham dan halusinasi
Deskripsi Masalah
Masa nifas akan menyebabkan terjadinya perubahan - perubahan pada organ reproduksi.
Begitupun halnya dengan kondisi kejiwaan ( psikologis ibu, juga mengalami perubahan, Dari
yang semula belum memiliki anak, kemudian lahirlah seorang bayi mungilnan lucu yang kini
mendampingi ibu. Menjadi orang tua merupakan suatu krisis tersendiri dan ibu harus mampu
melewati masa transisi. Secara psikologi, seorang ibu akan mengalamiakan mengalami gejala
- gejala psikiatrik setelah melahirkan. Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh oleh seorang
wanita dalam dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada beberapa
minggu atau bulan pertama setelah melahirkan baik dari segi fisik maupun fisik.
BAB II
PEMBAHASAN
Hubungan Perubahan Hormonal Pada Masa Nifas Dengan Depresi Pasca Persalinan
Selama kehamilan, kadar estrogen (estradiol,estriol, dan estron) dan progesteron meningkat
akibat dari plasenta yang memproduksi hormon tersebut. Akibat dari kelahiran plasenta saat
persalinan, kadar estrogen dan progesteron menurun tajam, mencapai kadar sebelum
kehamilan pada hari ke 5. Kadar dari beta-endorfin, human chorionic gonadotropin (HCG),
dan kortisol yang meningkat saat kehamilan dan mencapai kadar maksimal saat menjelang
aterm juga mengalami penurunan saat persalinan. Kadar estrogen yang tinggi selama
kehamilan merangsang produksi dari thyroid hormonebinding globulin, mengikat T3
(triiodothyronine) dan T4 (thyroxine), sehingga kadar T3 dan T4 bebas menurun. Sebagai
konsekuensinya, thyroid-stimulating hormone (TSH) meningkat untuk mengkompensasi
rendahnya kadar hormon tiroid bebas, sehingga kadar T3 dan T4 bebas tetap normal. Dengan
menurunnya kadar thyroid hormone-binding globulin setelah persalinan, kadar total T3 dan
T4 menurun, sedangkan kadar T3 dan T4 bebas relatif konstan.
Estradiol dan estriol merupakan bentuk aktif dari estrogen yang dibentuk oleh plasenta, dan
meningkat selama kehamilan 100 dan 1000 kali lipat. Akibat sintesis estradiol berasal dari
aktifitas metabolism hati janin, konsentrasi saat kehamilan sangat tinggi. Berdasarkan
percobaan pada hewan, estradiol menguatkan fungsi neurotransmitter melalui peningkatan
sintesis dan mengurangi pemecahan serotonin, sehingga secara teoritis penurunan kadar
estradiol akibat persalinan berperan dalam menyebabkan depresi pasca persalinan. Namun
suatu penelitian menyatakan bahwa tidak ada perbedaan berarti dari perubahan estradiol atau
free estriol saat kehamilan tua dan nifas pada wanita depresi dan tidak depresi.
Kadar prolaktin meningkat selama kehamilan, mencapai puncaknya saat persalinan, dan pada
wanita yang tidak menyusui kembali seperti keadaan sebelum hamil dalam 3 minggu pasca
persalinan. Dengan pelepasan oksitosin, hormon yang merangsang sel lactotropik di hipofisis
anterior, pemberian ASI mempertahankan kadar prolaktin tetap tinggi. Namun pada wanita
menyusui sekalipun, kadar prolaktin tetap akan kembali seperti sebelum hamil. Prolaktin
diduga memiliki peran dalam terjadinya perasaan cemas, depresi, dan sifat kasar pada wanita
tidak hamil dengan hiperprolaktinemia.
Protein pengikat untuk CRH terdapat pada sirkulasi manusia, dan diproduksi di plasenta, fetal
membran dan desidua. Kadar protein pengikat pada sirkulasi maternal selama kehamilan
tidak berbeda dengan saat tidak hamil, sedikit meningkat pada usia kehamilan 35 minggu dan
menurun drastic hingga aterm. Placental CRH dan maternal CRH merangsang hipofisis
anterior untuk meningkatkan ACTH, sehingga merangsang sekresi maternal kortisol dari
korteks adrenal. Maternal plasma CRH berbanding lurus dengan kadar ACTH dan kortisol,
yang juga berkorelasi dengan CRH, sehingga terjadi hipercorticolisme pada kehamilan.
Akibat pelepasan plasenta pada persalinan, kadar progesteron, estrogen dan CRH berkurang
drastis, mencapai kadar seperti sebelum hamil pada hari ke 5 pasca persalinan. Kadar kortisol
juga berkurang drastis pasca persalinan, namun korteks adrenal yang mengalami hipertrofi
kembali seperti sebelum hamil pada hari ke 5 pasca persalinan. Diduga terdapat sensitifitas
yang berbeda pada setiap wanita sehingga perubahan hormon yang terjadi pada saat
kehamilan dan pasca persalinan menyebabkan terjadinya depresi pasca persalinan.Serotonin
(5HT, 5-hidroxy-tryptofan) berasal dari asam amino triptofan, yang bisa didapatkan dari
makanan. Oleh enzim triptofan hidroksilase, ia diubah menjadi 5 HT. Serotonin berperan
dalam menghambat sekresi CRH. Saat neurotransmitter serotonin terganggu, maka kadar
CRH meningkat sehingga menyebabkan terjadinya depresi.
POSTPARTUM DEPRESI
Definisi
Depresi post partum adalah gangguan mood yang terjadi setelah melahirkan. Gangguan ini
merefleksikan disregulasi psikologi yang merupakan tanda dari gejala-gejala depresi mayor.
(Kusuma, 2017). Depresi post partum biasanya dialami oleh ibu setelah 4 minggu
melahirkan.
Berbagai faktor fisiologi dan psikososial diteliti dapat menjadi penyebab dari depresi
postpartum. Beberapa hal yang diduga menjadi etiologi depresi post partum antara lain
(Brummelte & Galea,2016)
Manifestasi Klinis
Tanda-tanda yang menyertai adalah perasaan sedih, menurunnya suasana hati, kehilangan
minat dalam kegiatan sehari-hari, peningkatan atau penurunan berat badan secara signifikan,
merasa tidak berguna atau bersalah, kelelahan, penurunan konsentrasi bahkan ide bunuh diri.
Dampak negatif dari depresi postpartum tidak hanya dialami oleh ibu, namun dapat
berdampak pada anak dan keluarganya juga. Ibu yang mengalami depresi tersebut, minat dan
ketertarikan terhadap bayinya dapat berkurang. Ibu menjadi kurang merespon dengan positif
seperti pada saat bayinya menangis, tatapan matanya, ataupun gerakan tubuh. Akhirnya ibu
yang mengalami depresi postpartum tidak mampu merawat bayinya secara optimal termasuk
menjadi malas memberikan ASI secara langsung (Wahyuni, 2014).
Kriteria Diagnosis
Evaluasi wannita dengan kemungkinan depresi postpartum membunuhkan anamnesis yang
cermat untuk memastikan diagnosis, mengidentifikasi apakah ada gangguan lainnya, dan
mengelola masalah medis dan psikososial yang terkontribusi didalamnya. Sekitar 70% dari
ibunya yang baru melahirkan memilki gejala depresi ringan yang umumnya akan memuncak
pada rentang 2 hingga 5 hari setelah melahirkan. Gejala tersebut biasanya mulai mereda
secara spontan dalam waktu 2 minggu, namun jika tidak terdeteksi dengan cepat dan
terlambat ditangani, dapat berkembang menjadi depresi yang disebut depresi post partum
(stewart & vigod, 2016).
Kriteria yang digunakan dalam skrining peneegakan diagnosis depresi post partum dapat
digunakan beberapa instrumen antara lain :
Tatalaksana
Tatalaksana dalam perawatan depresi post partum bervariasi tergantung dengan tingkat
keparahandari gejalanya, termassuk kemampuannya untuk merawat dan berinteraksi dengan
bayi yang baru lahir. Jika baru terjaddi gejala ringan atau sedang maka dapat dikelola dalam
perawatan primer terdekat namun lebih baik jika langsung dirujuk ke bagian psikiatrik untuk
mencegah komplikasi yang lebih parah, terutama ketika ibu sudah memiiki pikiran untuk
menecelakai atau membahayakan diri sendiri dan orang lain. Namun salam melakukan
perwatan depresi postpartum dapat terjadi beberapa kendala bagi sebagian orang,
sepertimasalah keuangan, transportasi, dan penitipan anak. Untuk wanita dengan gejala
ringan, intervrensi psikososial yang dapat diberikan contohnya ialah meningkatkan
dukungan, seperti dukungan dari teman sebaya dan konselingg yang diberikan yang
dilakukan oleh praktisi kesehatan yang profesional. Intervensi tersebut merupakan lini
pertama dalam perawatan depresi post partum sebuah penelitian analisis menunjukkan bahwa
wanita dirawat dengan intervensi psikososial lebih kecil kemungkinan untuk tetap depresi
pada 1 tahun post partum dibandingkan wanita yang hanya menerima perawatan standar di
layanan primer. minggu. Terapi perilaku kognitif berfokus pada perubahan pola pikir
maladaptif, perilaku, atau keduanya, untuk menghasilkan perubahan positif dalam keadaan
emosional. Sementara itu, terapi interpersonal adalah terapi suasana hati untuk hubungan
interpersonal dan berfokus pada peningkatan hubungan untuk membantu dengan transisi
peran seorang wanita menjadi orang tua baru (Stewart & Vigod, 2016).
Jika sudah dilakukan terapi perilaku kognitif dan interpresonal maupun terapi non-
farmmakologis namun tidak berhasil, maka dapat diberikan terapi farmakologi. Terapi ini
juga dapat diberikan jika penerita depresi postpartum lebih menyukai obat—obatan daripada
terapi prilaku. Anti depresan yang diaggap dapat berkompatibel dengan ibu menyusui harus
diresepkan psikiater. Selain anti depresan, biasnya dapat jiga diberikan sertaline. Untuk ibu
depresi post partum yang sedang menyusui biasanya diberikan pengobatan dengan dosis 50
mg setiap harinya selama 1 minggu. Setelah itu, di evaluasi kembali dan dilihat efek samping
dari obat tersebut. Jika masih ada keinginan untuk membahayakan diri sendiri dan orang lain,
maka ditambahkan dosis sesuai dengan kebutuhan (misalnya ditambah 50mg setiap 2 minggu
dengan dosis harian maksimal 200 mg hingga tercapainya remisi dengan sempurna. Terapi
farmakologi umumnya dilanjutkan 6 hingga 12 bulan setelah remisi sempurna untuk
mengurangi risiko kekambuhan. Jika gejala-gejala masih berulang dan terus mengalami
kekambuhan maka disarankan untuk berkonsultasi kembali dengan psikiatrer dan
mendapatkan perawatan intensif kembali.(stewart&vigod, 2016)
Namun bagi ibu yang menderita depresi postpartum yang cukup parah, sebaiknya melakukan
kunjungan ke dokter agar dapat diberikan terapi farmakologis seperti golongan tricyclc
antidepressant (TCAs). Terapi ini akan meringankan gejala-gejala dari depresi postpartum
sehingga dapat menjalani kegiatan sehari-hari secara normal (Guille, et al., 2013)
BABY BLUES
Definisi
Baby blues adalah suatu gangguan psikologi sementara yang ditandai dengan memuncaaknya
emosi pada minggu pertama setelah melahirkan. Ditandai terutama oleh perasaan menangis,
lelah, cemas, pelupa, overemosional, perubahan suasana hati dan tidak bersemangat yang
terjadi selamma hari-hari pertama masa nifas. Umumnya terjadi antara 10-14 hari pertama
setelah melahirkan. (Walyani & Purwoastuti, 2017)
Manifestasi Klinis
Baby blues syndrome ditandai perasaan sedih, seperti menangis, perasaan kesepian atau
menolak bayi, cemas, bingung, lelah, merasa gagal dan tidak bisa tidur. Baby blues syndrome
relatif ringan dan biasanya berlangsung 2 minggu. Beberapa gejala baby blues syndrome:
Kriteria diagnosis
Menurut DSM IV baby blues dikategorikan dalam major deepression dan mirip dengan gejala
F32.1 berdasarkan PPDGJ III. Skrining untuk mendeteksi ganggguan mood/ depresi sudah
merupakan acuan pelayanan pasca salin yang penting dilakukan. Untuk skrining ini dapat
diperggunakann beberapa kuesioner dengan alat bantu. Edinburgh Postnatal Depression Scale
(EPDS) merupakan kuesioner dengan validasi yang teruji yangdapat mengukur intensitas
perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca persalinan.Pertanyaan-pertanyaannya
berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal
lain yang terdapat pada postpartum blues.Kuesioner ini terdiri dari 10 pertanyaan, dimana
setiap pertanyaan memiliki 4 pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih
salah satu sesuai dengangradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin. Pertanyaan harus
dijawab sendiri oleh ibu. Nilai maksimal adalah 30, dan ibu yang memiliki skor diatas 10
memiliki risiko untuk mengalami baby blues syndrome. EPDS tidak dapat mendeteksi
kelainan neurosis, pphobia, kecemasan atau kepribadian, namun dapat dilakukan sebagai alat
untuk mendeteksi adanya kemungkinan depresi atepartum. Sensitifitas dan spesifisitas EPDS
sangat baik. (Girsang, B.M, 2015).
Tatalaksana
Disebabkan keparahan postpartum blues biasanya ringan dan menghilang secara spontan,
tidak ada perawatan khusus untuk baby blues jika tidak ada gejala yang signifikan. Gejala-
gejala yang timbul mungkin menyebabkan penderitaan, tetapi biasanya tidak mempengaruhi
kemampuan ibu untuk berfungsi dan merawat bayinya. Empati dan dukungan keluarga serta
staf kesehatan diperlukan. Wanita dengan riwayat penyakit jiwa, terutama depresi postpartum
harus dipantau lebih dekat karena mereka berisiko lebih tinggi untuk terkena penyakit nifas
yang signifikan (Ningrum,2017)
Etiologi
Penurunan cepat tingkat reproduksi hormon yang terjadi setelah melahirkan dikatan dapat
berkembang menjadi depresi pada wanita dengan depresi post partum. Penuruan hormin
progesteron signifikan berhubungan dengan perubahan suasana hati dengan sebuah pengaruh
tambahan pada pola makan. Pada studi lainnya, didapatkan peningkatan serum Cu yang
sejalan dengan terjadinya inflamasi atau disregulasi autoimun. Ketika tingkat inflamasi
tinggi, penderita akan mengalamai gejala depresi seperti lemas, dan lesu. Kedua, inflamasi
akan meningkatkan level kortisol dan akirnya akan menurunkan serotonin dengan
menurunkan prekursornya, yaitu trypthopan
Walaupun penyebab depresi cenderung pada tingkat penurunan hormon, beberapa faktor lain
mungkin menjadi penyebab terjadinya depresi post partum. Kejadian stress dalam hidup,
riwayat depesi post partum. Kejadian stress dalam hidup, riwayat depresi sebelumnya, dan
riwayat keluarga yang mengalami gangguan mood, semua dikenal sebagai prediktor depresi
mayor pada manusia. (Nasri, Wibowo, & Ghozali, 2017).
a. Faktor konstitusional
Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas adalah riwayat obstetri pasien
yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta apakah ada komplikasi dari
kehamilan dan persalinan sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita primipara.
Wanita primipara lebih umum menderita blues karena setelah meahirkan wanita
primipara berada dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya memikirkan diri sendiri
begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan menjadi bingung sementara
bayinya harus tetap dirawat.
b. Faktor fisik
Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya gangguan mental selama
2 minggu pertama menunjukkan bahwa faktor ffisik dihubungkan dengan kelahiran
pertama merupakan faktor penting. Perubahan hormon secara drastis setelah
melahirkan dan periode laten selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya
gejala. Perubahan ini sangat berpengaruh pada keseimbangan. Kadang progesteron
naik dan estrogen yang turun secara cepat setelah melahirkan merupakan faktor
penyebab yang sudah pasti
c. Faktor psikologis
Peralihan yang cepat dari keadaan “ dua dalam satu” pada akhir kehamilan menjadi
dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian psikologis individu.
Manifestasi Klinis
Pada psikosis post partum dapat terjadi dalam jangka waktu setahun setelah melahirkan anak.
Namun awalnya sering terjadi pada minggu kedua atau minggu ketiga setelah persalinan.
Gejala yang khas pada psikosis post partum yaitu:
1. Agitasi
2. Gelisah
3. Emosi yang labil
4. Kegimbiraan yang berlebihan
5. Insomnia
6. Menangis
7. Bingung
8. Dan lama-kelamaan akan timbul episode psikotik yang gawat dengan gambaran
mania dan delerium
Waham dapat timbul pada 50% pasien dan halusinasi pada sekitar 25% keluhan
berkenaan dengan ketidak mampuan bergerak, berdiri, dan berjalan juga sering
ditemukan (Wahyuni, 2014).
Pasien dapat mempunyai perasaan tidak ingin merawat bayinya, tidak mencintai bayi,
dan pada beberapa kasus ingin melukai bayi dan atau dirinya sendiri. Materi waham
melibatkan ide bahwa bayi mati atau catat. Pasien dapat menyangkal kelahiran dan
mengekspresikan pikiran bahwa dia tidak menikah, masih perawan, tersiksa,
dipengaruhi atau suka melawan. Halusinasi dengan tema yang sama dapat berupa
suara yang memberitahu pasien agar membunuh bayinya (Wahyuni, 2014).
Kriteria diagnosis
Dalam DSM-V, psikosis postpartum diklasifikasikan sebagai “short psychotic disorder” pada
bagian spectrum schizophrenia dan gangguan psikotik lain. Diagnosis dapat ditegakkan bila
psikosis terjadi dalam waktu singkat dengan kelahiran anak. Gejala khas mencakup waham,
defisit kognitif, gangguan motilitas, kelainan mood, dan kadang-kadang halusinasi. (Yustin
Marinta, 2019).
Tatalaksana
Psikosis post partum merupakan kegawat daruratan psikiatri sehingga memerlukan perawatan
rumah sakit segara. Tingginya angka bunuh diri dan bunuh bayi sehingga memerlukan
penanganan agresif dirumah sakit. Penggunaan agen mood-stabilizing sebagai rencana terapi
dan segera diberikan sebagai terapi inisiasi serta agen antipsikotik. Beberapa klinis
merekomendasikan penggunaan antipsikotik seperti perphenazine, haloperidol, atau
fluphenazine karena lebihpaten dan memiliki efek sedasi yang kurang. Penggunaan
antipsikotik atipikal juga dapat digunakan seperti olanzepine dan riperidone. Gejala depresi
mungkin muncul setelah fase mania/ psikotik terkontrol. Pemberian anti depresan perlu
mendapatkan perhatian karena dosis yang cepat ditingkatkan dapat mempresipitasi
munculnya hipomania. (Nasri, Wibowo, & Ghozali, 2017).
Aksis IV : Permasalahan Psikososial (Ayah Bayi Tidak Tanggung Jawab Melarikan Diri Dan
Tidak Support Dari Keluarga)
Post Partum Blues (PBB) sering juga disebut sebagai maternity blues atau baby blues
dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan efek ringan yang sering tampak dalam minggu
pertama setelah persalinan Depresi post partum adalah tekanan jiwa sesudah melahirkan
mungkin seorang ibu bru akanmerasa benar-benar tidak berdya dan merasa serba kurang
mampu,tertindih oleh beban terhadap tangung jawab terhadap bayi dan keluarganya,tidak
bisa melakukan apapuan untuk menghilangakan perasaan itu. Depresi post partum dapat
berlangsung selama 3 bulan atau lebih dan berkembang menjadi depresi lain lebih berat atau
lebih ringan. Gejalanya sama saja tetapi di samping itu,ibu mungkin terlalu memikirkan
kesehatan bayinya dan kemampuanya sebagai seorang ibu
DAFTAR PUSTAKA
Maslim, R. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ - III dan DSM -
5. In Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ - III dan DSM - 5.
Stewart, D. E., & Vigod, S. (2016). Postpartum Depression. New England Journal of
Medicine
Guille, C., Newman, R., Fryml, L. D., Lifton, C. K., & Epperson, C. N. (2013). Management
of postpartum depression. Journal of Midwifery and Women’s Health.
Soep, S. (2011). Penerapan Edinburgh PostPartum Depression Scale Sebagai Alat Deteksi
Risiko Depresi Nifas pada Primipara dan Multipara. Jurnal Keperawatan Indonesia
Girsang , B. M., Novalina, M., & Jaji. (2015). Pengaruh Psikoedukasi Terhadap Tingkat
Postpartum Blues Ibu Primipara Berusia Remaja . Jurnal Keperawatan Soedirman (The
Soedirman Journal of Nursing), Volume 10, No.2,
Elvira, S. D., Ismail, R. I., Moegni, F., & Herqutanto. (2013). Deteksi, Pencegahan dan Tata
Laksana Depresi pada Ibu Hamil dan Pascapersalinan. Majalah Kedokteran Indonesia,
Nasri, Z., Wibowo, A., & Ghozali, E. W. (2017). Faktor Determinan Depresi Postpartum di
Kabupaten Lombok Timur. Biuletin Penelitian Sistem Kesehatan