Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH KESELAMATAN PASIEN DAN KERJA

Root Cause Analysis (RCA) & Failure Mode Effect Analysis


(FMEA)

Dosen pembimbing :
Eko Ari Bowo., S,km m.kk

Disusun oleh :
Kelompok 8

1. Nurul Azimatun Naimah (2002012963)


2. Nurul Fadhila (2002013008)
3. Puput Wijayanti (2003012983)
4. Putri Banafsa Nur F (2002012999)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN & NERS FAKULTAS


ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2020/2021

i
LEMBAR PENGESAHAN

Telah disusun makalah berjudul:

“Root Cause Analysis (RCA) & Failure Mode Effect Analysis (FMEA)”
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keselamatan Pasien dan Kerja

Lamogan, 2 Januari 2022

Disusun oleh kelompok 8


1. Nurul Azimatun Naimah (2002012963) (……….)
2. Nurul Fadhila (2002013008) (……….)
3. Puput Wijayanti (2003012983) (……….)
4. Putri Banafsa Nur F (2002012999) (……….)

Mengetahui,

Dosen Pembimbing

Eko Ari Bowo., S,km m.kk

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “RCA dan
FMEA” sesuai waktu yang ditentukan.
Makalah ini di susun sebagai salah satu persyaratan mengikuti proses belajar
mengajar Mata Kuliah Keselamatan Pasien dan Kerja, Prodi S1 Ilmu Keperawatan,
Universitas Muhammadiyah Lamongan.
Selama penyusunan, penulis mendapat banyak pengarahan dan bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat
Bapak/Ibu:
1. Dr. Abdul Azis Alimul Hidayat, S.Kep, Ners, M.Kes selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Lamongan
2. Arifal Aris, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Dekan Universitas Muhammadiyah Lamongan
3. Ns. Suratmi, M.Kep selaku Kaprodi S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Lamongan
4. Eko Ari Bowo., S,km m.kk selaku Dosen Pembimbing mata kuliah keselamatan pasien
dan kerja
Teman-teman yang telah bekerjasama dalam penyelesaian makalah yang berjudul “RCA dan
FMEA”
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat diterima, serta bermanfaat bagi penulis
pada khususnya dan bagi semua pembaca pada umumnya.

Lamongan, 2 Januari 2022

Tim Penyusun

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................2
1.3 Tujuan..............................................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN...........................................................................................................3
2.1 RCA.................................................................................................................................3
2.1.1 Defenisi RCA............................................................................................................3
2.1.2 Metode Identifiksi Akar Penyebab...........................................................................3
2.1.3 Prinsip-Prinsip Umum Analisis Akar Penyebab.......................................................4
2.1.4 Jenis Masalah Dasar..................................................................................................5
2.1.5 Langkah – Langkah RCA.........................................................................................6
2.2 FMEA..............................................................................................................................9
2.2.1 Sejarah dan Definisi Failure and Mode Effect Analysis (FMEA)............................9
2.2.2 Tujuan Failure and Mode Effect Analysis (FMEA)...............................................10
2.2.3 Tipe Failure and Mode Effect Analysis (FMEA)...................................................10
2.2.4 Manfaat Failure and Mode Effect Analysis............................................................12
2.2.5 Alasan Penggunaan Failure and Mode Effect Analysis (FMEA)..........................12
2.2.6 Langkah untuk melakukan FMEA..........................................................................12
BAB 3 STUDY KASUS.........................................................................................................14
3.1 Contoh Kasus RCA....................................................................................................14
3.2 Contoh Kasus FMEA.....................................................................................................28
BAB 4 PENUTUP..................................................................................................................34
4.1 Kesimpulan....................................................................................................................34
4.2 Saran..............................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................35

iv
v
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Isu tentang keselamatan pasien mendapatkan perhatian serius dari pemerintah seperti yang
dituangkan dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 dan UndangUndang
Rumah Sakit Nomor 44 Tahun 2009. Rumah sakit wajib memenuhi hak pasien memperoleh
keamanan dan keselamatan selama dalam perawatan dirumah sakit.Berdasarkan Permenkes
1691/ MENKES/ PER/ VIII/ 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit bahwa setiap
rumah sakit diwajibkan melaksanakan dan menerapkan manajemen keselamatan pasien.
World Health Organitation (WHO) melaporkan studi pada 58 rumah sakit di Argentina,
Colombia, Costa Rica, Mexico and Peru oleh IBEAS (The Latin American Study of Adverse
Events) dan melibatkan 11.379 pasien rawat inap. Dari hasil studi tersebut 10% admisi
mengalami insiden keselamatan pasien akibat pelayanan kesehatan. Insiden keselamatan
pasien ini disebabkan oleh berbagai sebab yang salah satu diantaranya adalah mahasiswa
yang sedang menjalani praktik klinik. (WHO Patient Safety Curriculum Guide, 2012).
Berdasarkan pelaporan data tentang kejadian tidak diharapkan (KTD) dan lejadian nyaris
cidera (KNC) belum banyak dilakukan oleh rumah sakit di seluruh Indonesia. Data yang
dimiliki Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) dari tahun 2006-2011
berdasarkan jenis kejadian, KTD sebanyak 249 laporan, KNC sebanyak 283 laporan.
Berdasarkan unit penyebab, dari keperawatan terdapat 207 laporan, farmasi 80 laporan,
laboratorium 41laporan, dokter 33 laporan, sarana prasarana 25 laporan (Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit Indonesia 2011).
Dari laporan Peta Nasional, Insiden Keselamatan Pasien di rumah sakit Indonesia
menduduki peringkat pertama (24,8%) dari 10 insiden yang dilaporkan, termasuk kesalahan
pengobatan yang merupakan salah satu indikator keselamatan Pasien. Angka kesalahan
pengobatan yang terjadi pada pasien yang dirawat di Rumah sakit berkisar antara 4%-17%.
Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap mutu pelayanan dan biaya perawatan pasien
( dalam penelitian Marlina Adrini, Dkk,2015). Berdasarkan hasil Kongres Perhimpunan
Rumah Sakit Indonesia XII (PERSI) pada bulan November 2012, bahwa kejadian pasien
jatuh termasuk ke dalam tiga besar insiden medis rumah sakit. Insiden ini menduduki
peringkat kedua setelah medicine error. Dari laporan tersebut didapatkan data kejadian jatuh
sebanyak 34 kejadian. Hal ini membuktikan bahwa kejadian jatuh pasien masih Tinggi di
Indonesia (Komariah, 2012).

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa defenisi dari Root Cause Analysis Dan FMEA?

1.2.2 Bagaimana metode identifikasi akar penyebab ?

1.2.3 Bagaimana prinsip – prinsip umum RCA Dan FMEA?

1.2.4 Apa jenis – jenis masalah dasar ?

1.2.5 Bagaimana langkah – langkah RCA Dan FMEA ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui defenisi dari RCA Dan FMEA.

1.3.2 Mengetahui metode identifikasi akar penyebab.

1.3.3 Mengetahui prinsip – prinsip umum RCA Dan FMEA

1.3.4 Mengetahui jenis – jenis masalah dasar.

1.3.5 Mengetahui langkah – langkah RCA Dan FMEA.

2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 RCA
2.1.1 Defenisi RCA
Analisa akar masalah (Root Cause Analysis / RCA) adalah sebuah alat kerja yang
sangat berguna untuk mencari akar masalah dari suatu insiden yang telah terjadi. Sedangkan
untuk menganalisa masalah yang belum terjadi, yaitu menggunakan alat yang disebut FMEA.
Menemukan akar masalah merupakan kata kunci. Sebab, tanpa mengetahui akar
masalahnya,suatu insiden tidak dapat ditanggulangi dengan tepat, yang berakibat pada
berulangnya kejadian insiden tersebut dikemudian hari. Root Cause Analysis (RCA)
merupakan pendekatan terstruktur untuk mengidentifikasi faktor-faktor berpengaruh pada
satu atau lebih kejadian-kejadian yang lalu agar dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja
(Corcoran 2004). Selain itu, pemanfaatan RCA dalam analisis perbaikan kinerja menurut
Latino dan Kenneth (2006) dapat memudahkan pelacakan terhadap faktor yang
mempengaruhi kinerja. Root Cause(s) adalah bagian dari beberapa faktor (kejadian, kondisi,
faktor organisasional) yang memberikan kontribusi, atau menimbulkan kemungkinan
penyebab dan diikuti oleh akibat yang tidak diharapkan. Analisis Akar Masalah (RCA)
adalah teknik populer dan sering digunakan yang membantu orang menjawab pertanyaan
mengapa masalah terjadi di tempat pertama. Analisis akar masalah berusaha untuk
mengidentifikasi

2.1.2 Metode Identifiksi Akar Penyebab


Terdapat berbagai metode evaluasi terstruktur untuk mengidentifikasi akar penyebab (root
cause) suatu kejadiaan yang tidak diharapkan (undesired outcome). Jing (2008) menjelaskan
lima metode yang populer untuk mengidentifikasi akar penyebab (root cause) suatu kejadiaan
yang tidak diharapkan (undesired outcome) dari yang sederhana sampai dengan komplek
yaitu

1. Is/Is not comparative analysis


Is/Is not comparative analysis Is/Is not comparative analysis merupakan metoda
komparatif yang digunakan untuk permasalahan sederhana, dapat memberikan
gambaran detil apa yang terjadi dan telah sering digunakan untuk menginvestigasi
akar masalah.

3
2. 5 Why methods
5 Why methods merupakan alat analisis sederhana yang memungkinkan
untukmenginvestigasi suatu masalah secara mendalam.
3. Fishbone diagram
Fishbon diagram merupakan alat analisis yang populer, yag sangat baik untuk
menginvestigasi penyebab dalam jumlah besar. Kelemahan utamanya adalah
hubungan antar penyebab tidak langsung terlihat, dan interaksi antar komponen tidak
dapat teridentifikasi.
4. Cause and effect matrix, dan
Cause and effect matrix merupakan matrik sebab akibat yang dituliskan dalam bentuk
tabel dan memberikan bobot pada setiap faktor penyebab masalah.
5. Root Cause Tree
Root Cause Tree merupakan alat analisis sebab – akibat yang paling sesuai untuk
permasalahan yang kompleks. Manfaat utama dari alat analisis tersebut yaitu
memungkinkan untuk mengidentifikasi hubungan diantara penyebab masalah.

2.1.3 Prinsip-Prinsip Umum Analisis Akar Penyebab


Tujuan utama dari RCA adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mengakibatkan
sifat, besarnya, lokasi, dan waktu dari hasil berbahaya (konsekuensi) dari satu atau lebih
peristiwa masa lalu dalam rangka untuk mengidentifikasi apa perilaku, tindakan, kelambanan,
atau kondisi perlu diubah untuk mencegah terulangnya hasil berbahaya serupa dan untuk
mengidentifikasi pelajaran yang bisa dipelajari untuk mempromosikan pencapaian
konsekuensi yang lebih baik. "Sukses" didefinisikan sebagai pencegahan hampir pasti
kekambuhan. Agar efektif, RCA harus dilakukan secara sistematis, biasanya sebagai bagian
dari penyelidikan, dengan kesimpulan dan akar penyebab yang diidentifikasi didukung oleh
bukti yang terdokumentasi. Biasanya upaya tim diperlukan.Mungkin ada lebih dari satu akar
penyebab suatu peristiwa atau masalah, bagian yang sulit adalah menunjukkan kegigihan dan
mempertahankan upaya yang diperlukan untuk menentukan mereka. Tujuan
mengidentifikasi semua solusi untuk masalah adalah untuk mencegah kekambuhan pada
biaya terendah dengan cara yang paling sederhana. Jika ada alternatif yang sama-sama
efektif, maka pendekatan biaya sederhana atau terendah disukai. Akar penyebab
diidentifikasi tergantung pada cara di mana masalah atau peristiwa didefinisikan. Pernyataan
masalah yang efektif dan deskripsi acara (sebagai kegagalan, misalnya) sangat membantu,

4
atau bahkan diperlukan. Agar efektif, analisis harus membentuk urutan kejadian atau waktu
untuk memahami hubungan antara iuran (kausal) faktor, akar penyebab (s) dan masalah pasti
atau acara untuk mencegah di masa depan. Analisis akar penyebab dapat membantu untuk
mengubah budaya reaktif (yang bereaksi terhadap masalah) menjadi budaya ke depan yang
memecahkan masalah sebelum terjadi atau meningkat. Lebih penting lagi, mengurangi
frekuensi masalah yang terjadi dari waktu ke waktu dalam lingkungan di mana proses RCA
digunakan. RCA merupakan ancaman bagi banyak budaya dan lingkungan. Ancaman
terhadap budaya sering bertemu dengan resistensi. Mungkin ada bentuk lain dari dukungan
manajemen yang dibutuhkan untuk mencapai efektivitas RCA dan kesuksesan. Misalnya,
"non-hukuman" terhadap kebijakan pengidentifikasi masalah mungkin diperlukan.

2.1.4 Jenis Masalah Dasar


Biasanya akan menemukan tiga jenis dasar masalah:

1) Masalah fisik - Tangible, item materi gagal dalam beberapa cara (misalnya, rem mobil
berhenti bekerja).
2) Masakah Manusia - Orang-orang melakukan sesuatu yang salah, atau tidak melakukan
sesuatu yang diperlukan. Manusia biasanya menyebabkan menyebabkan penyebab
fisik (misalnya, tidak ada satu diisi minyak rem, yang menyebabkan rem gagal).
3) Masalah Organisasi - Sebuah sistem, proses, atau kebijakan yang digunakan orang
untuk membuat keputusan atau melakukan pekerjaan mereka rusak (misalnya, tidak
ada satu orang yang bertanggung jawab atas pemeliharaan kendaraan, dan semua
orang menganggap orang lain telah mengisi minyak rem).

Analisis Akar Masalah melihat ketiga jenis penyebab. Ini melibatkan menyelidiki pola efek
negatif, menemukan kelemahan yang tersembunyi dalam sistem, dan menemukan
tindakantindakan tertentu yang memberikan kontribusi untuk masalah ini. Hal ini sering
berarti bahwa RCA mengungkapkan lebih dari satu akar masalah. Kita dapat menerapkan
Analisis Akar Masalah untuk hampir semua situasi. Menentukan seberapa jauh untuk pergi
dalam penyelidikan Anda membutuhkan penilaian yang baik dan akal sehat. Secara teori,
Anda bisa terus melacak akar kembali ke Zaman Batu, tetapi upaya tidak akan melayani
tujuan yang berguna. Hati-hati untuk memahami ketika telah menemukan penyebab yang
signifikan yang dapat, pada kenyataannya, diubah.

5
2.1.5 Langkah – Langkah RCA
Berikut adalah langkah-langkah RCA seperti yang disarankan oleh komite keselamatan
pasien rumah sakit di Indonesia.

a. Identifikasi / klasifikasi insiden

Masalah yang akan dibahas harus didefinisikan dengan baik. Pembatasan masalah dapat
dilakukan untuk membuat fokus lebih cermat. Pembatasan masalah bisa dimulai dari definisi
impact atau harm yang terjadi, kerangka waktu kejadian, dan unit-unit kerja yang terlibat.
Dampak yang terjadi meliputi dampak medis dan non medis. Dampak medis pada pasien
biasanya sudah terlihat dengan jelas dari berkas rekam medis. Dampak non medis dapat
terjadi pada pasien dan pada rumah sakit. Pada pihak manapun yang terjadi, dampak non
medis biasanya berputar pada masalah medikolegal, kerugian ekonomis, dan dampak sosial
lain. Salah satu alat yang dapat dipakai untuk melakukan klasifikasi dan prioritas masalah
adalah membuat peringkat masalah berdasarkan Konsekuensi (Consequence) dan Likelihood.
Consequence adalah seberapa berat dampak dari masalah itu. Sedangkan Likelihood adalah
seberapa sering masalah itu terjadi. Consequence dan Likelihood diperingkat menggunakan
angka dari 1 sampai 5 Makin tinggi angka berarti makin berat atau makin sering. Setelah
angka nilai Consequence (C) dan Likelihood (L) didapat, kedua angka tersebut dilakukan
perkalian. Angka hasil perkalian itulah yang menentukan peringkatnya. Makin tinggi
angkanya, makin tinggi peringkatnya. Kita dapat menggolongkan peringkat menjadi empat
golongan, yaitu ekstrim (15 – 25), besar (8 – 12), sedang (4 – 6), kecil (1 – 3). Penjelasan
tentang Consequence dan Likelihood dapat dilihat disini. Organisasi dapat membuat
kebijakan bahwa hanya masalah yang mempunyai peringkat ekstrim (15– 25) saja yang
dilakukan prosedur RCA. Contoh: Perawat tertusuk jarum. Konsekuensi dari insiden ini
adalah 4, karena dampak dari tertusuk jarum adalah berat (dapat tertular penyakit HIV,
Hepatitis B, C, dll). Likelihood dari insiden ini adalah 5, karena insiden ini terjadi setiap
bulan. Sehingga, peringkat risikonya adalah: 4 X 5 = 20 (ekstrim). Peringkat insiden ini
memenuhi kriteria untuk dilakukan prosedur RCA. Catatan: untuk kejadian yang berdampak
berat (konsekuensinya 4 atau 5, tetapi sangat jarang terjadi, peringkat resikonya disamakan
dengan ekstrim dan dilakukan prosedur RCA.

b. Membentuk tim RCA

Membentuk tim RCA merupakan langkah berikutnya yang penting. Tanpa tim yang
representatif, hasil aktifitas RCA tidak akan valid. Rekomendasi yang dihasilkannya pun

6
tidak tepat. Oleh karena itu, perlu perhatian khusus untuk menentukan siapa saja yang dipilih
untuk menjadi anggota tim. Sebagai pedoman, anggota tim haruslah orang-orang yang
kompeten dalam bidang yang akan dibahas. Kemudian, mereka juga harus dalam posisi
netral, bukan orang yang ada sangkut-pautnya langsung dengan masalah yang akan dibahas.
Jika diperlukan, dapat ditunjuk seorang ahli dari luar organisasi untuk menambah bobot dari
tim ini. Jumlah anggota tim jangan terlalu banyak. Ukuran yang normal adalah antara 5
sampai 8 orang. Root cause analysis sebaiknya dilakukan oleh tim yang telah dilatih RCA,
matang, menguasai berbagai aspek pelayanan di rumah sakit, multidisipliner, gigih, tidak
mudah menyerah, teliti, dan jujur. Tim ideal yang disarankan terdiri dari ahli analisis, peneliti
atau ahli eksternal, kepala bidang atau salah satu direktur, dokter spesialis atau konsultan,
supervisor klinis keperawatan, dan seorang yang menguasai unit kerja yang terlibat dengan
baik. Contoh: Pada kasus tertusuk jarum di atas, anggota tim RCA adalah: manajer
keperawatan,manajer mutu, koordinator pengendalian infeksi, manajer penunjang medis,
koordinator K3.

c. Investigasi / Pengumpulan Data

Pada investigasi, dilakukan kajian terhadap laporan kasus. Kajian terhadap laporan kasus
dimulai dengan ringkasan kronologis kasus yang terjadi, pencatatan staf yang terlibat, dan
beberapa wawancara. Cahyono (2008) menambahkan bahwa dalam pengumpulan informasi
kasus ini hendaknya dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi yang cermat,
hati-hati, dan valid. Cermat berarti tidak meninggalkan detail. Prinsip kehati-hatian dilakukan
untuk menjaga objektivitas dan agar tidak menyinggung perasaan staf. Valid berarti data
yang dikumpulkan relevan sesuai dengan keperluan.

d. Penyajian Data

Penyajian data dipergunakan sebagai alat memetakan kronologi kejadian. Ada empat
metode yang biasa dipakai dalam memetakan kronologi insiden, yaitu kronologi narasi,
timeline; ,tabular timeline; dan time person grid. Kronologi narasi biasa dilakukan untuk
mengawali pembahasan kasus atau justru ditampilkan pada laporan akhir. Kronologi narasi
cukup nyaman dibaca namun tidak praktis untuk analisis karena kurang terstruktur. Gunakan
kronologi narasi hanya pada kasus yang tidak kompleks. Timeline lebih mudah dibaca karena
menyajikan urutan kejadian secara sekuensial. Analisis lebih mudah dilakukan karena dapat
dicari dari deretan kejadian berbasis waktu. Tabular timeline lebih lengkap daripada timeline
karena telah selain menyajikan urutan kejadian, juga dilengkapi dengan good practice dan

7
masalah pelayanan pada tiap kejadian yang dicatat. Tabular timeline cocok pada kejadian
yang berlangsung lama dan melibatkan berbagai orang dan unit kerja. Time person grid
digunakan pada kejadian dengan waktu pendek namun melibatkan beberapa staf atau profesi.
Kolom paling kiri memuat daftar staf, sementara baris paling atas mencatat perjalanan waktu.
Keberadaan staf dituliskan pada tiap kolom di bawah waktu dari awal sampai akhir. Pada
kasus tertusuk jarum seperti di atas, kita cukup menggunakan narrative chronology, karena
insiden tersebut merupakan peristiwa tunggal dan prosesnya tidak kompleks.

e. Identifikasi masalah

Prinsip utama dalam identifikasi masalah adalah menentukan penyimpangan dari standar
pelayanan yang sudah ada. Satu sentinel event bisa terdiri dari beberapa masalah pelayanan.
Secara umum, ada dua macam masalah pelayanan, yaitu error of omission (tidak melakukan
sesuatu yang seharusnya dilakukan), dan error of comission (melakukan sesuatu yang tidak
seharusnya dilakukan). Cara paling mudah dalam mengidentifikasi masalah adalah dengan
brainstorming dan dengan focused group discussion.

f. Analisis Informasi

Bagian ini adalah bagian yang paling sulit. Komite keselamatan pasien rumah sakit
menawarkan enam cara analisis, namun kita akan membatasi dalam dua cara saja, yaitu 5
why dan fishbone diagram. Dengan metode 5 why, peneliti akan lebih mudah mencari
penyebab sampai mendalam, sementara fishbone diagram memudahkan peneliti mencari
berbagai macam penyebab yang berkontribusi pada sentinel event.

g. Susun Rekomendasi

Menyusun rekomendasi merupakan hal yang paling penting dari aktifitas RCA ini. Karena
tanpa rekomendasi, masalah tidak dapat diselesaikan dan terus membebani organisasi. Ibarat
berobat ke dokter, pasien tidak cukup diberi tahu tentang diagnosanya, tapi jauh lebih penting
adalah diberi pengobatan yang tepat. Menyusun rekomendasi memerlukan pengetahuan dan
pemahaman yang memadai tentang masalah yang sedang dihadapi. Disinilah arti penting dari
anggota tim. Anggota tim RCA harus memiliki kompetensi dan kapasitas yang memadai
untuk melakukan hal itu. Referensi yang dikumpulkan pada tahap mengumpulkan data di atas
dapat dipakai untuk membantu proses ini. Ada satu alat yang sangat berguna untuk menyusun
penyelesaian masalah ini. Alat itu disebut analisa penghalang (barrier analysis). Namun,
sebelum masuk ke dalam analisa penghalang, kita perlu memahami dahulu pengertian
penghalang dihubungkan dengan kemampuannya mencegah terjadinya insiden
8
h. Membuat Laporan RCA

Laporan RCA berisi rincian seluruh kegiatan pelaksanaan RCA mulai dari awal sampai
rekomendasi yang diberikan. Laporan ini kemudian disampaikan kepada pemimpin
organisasi untuk disetujui. Proses persetujuan ini sangat penting. Karena tanpa persetujuan
pemimpin, rekomendasi tak dapat dieksekusi dan dilaksanakan.

2.2 FMEA
2.2.1 Sejarah dan Definisi Failure and Mode Effect Analysis (FMEA)
Metode FMEA pertama kali dikembangkan oleh militer Amerika Serikat, melalui prosedur
militer MIL-P-1629 pada tanggal 9 November 1949 dengan judul "Procedure for Performing a Failure
Modes, Effects and Critically Analysis". Metode FMEA kala itu digunakan sebagai teknik evaluasi
reliablitas untuk mengevaluasi akibat dari kegagalan sistem perlengkapan. Metode FMEA pertama
kali digunakan secara umum oleh NASA pada tahun 1960 untuk memverifikasi dan memperbaiki
reliabilitas dari space program hardware. Prosedur MIL-STD-1629A digunakan oleh NASA sebagai
metode yang dapat diterima secar luas baik dari industri militer maupun komersial. Beberapa definisi
mengenai failure and mode effect analysis (FMEA) adalah sebagai berikut :

a. Failure mode and effect analysis (FMEA) adalah tools yang digunakan di beberapa industri
yang berguna untuk mengidentifikasi kegagalan, mengevaluasi efek kegagalan, dan
memprioritaskan kegagalan berdasarkan efek yang dihasilkan (Hyatt, 2003)
b. Failure and mode effect analysis (FMEA) adalah metode sistematis untuk mengidentifikasi
dan mencegah terjadinya masalah pada produk dan proses. FMEA berfokus pada pencegahan
terhadap defect, meningkatkan keselamatan dan meningkatkan kepuasan pelanggan
(McDermott dkk, 2009)
c. Failure mode and effect analysis (FMEA) adalah sekumpulan aktivitas sistematis yang
bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi potensi kegagalan produk/proses dan efek
yang dihasilkan, mengidentifikasi tindakan mana yang dapat mengeliminasi atau mereduksi
kesempatan munculnya kegagalan, medokumentasikan proses untuk melengkapi proses dalam
mendefinisikan desain atau proses apa yang harus dilakukan untuk memuaskan pelanggan
(Ford Company, 2004)
d. Failure mode and effect analysis (FMEA) adalah teknik dalam engineering yang digunakan
untuk menemukan, mengidentifikasi, dan menghilangkan moda kegagalan, masalah,
kesalahan potensial dari sistem, desain, dan atau proses sebelum sampai ke customer (Omdahl
1988; ASQC 1983).

9
e. Failure mode and effect analysis (FMEA) adalah metodologi untuk memaksimalkan kepuasan
pelanggan dengan mengeliminasi dan/atau mereduksi masalah yang diketahui atau potensial
(Stamatis, 2003).

2.2.2 Tujuan Failure and Mode Effect Analysis (FMEA)


Tujuan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) menurut Carlson (2014) adalah sebagai
berikut :

a. Mengidentifikasi dan memahami moda kegagalan potensial dan penyebab dan efek
kegagalan pada sistem atau pengguna akhir untuk produk atau proses tertentu.

b. Menilai resiko dengan moda kegagalan yang teridentifikasi, efek dan penyebab, serta
memprioritaskan pokok permasalahan untuk diberi tindakan perbaikan.

c. Mengidentifikasi dan melaksanakan tindakan korektif untuk mengatasi masalah yang


paling serius.

2.2.3 Tipe Failure and Mode Effect Analysis (FMEA)


Terdapat empat tipe Failure and Mode Effect Analysis menurut Stamatis (2003) :

A. System FMEA
System FMEA digunakan untuk menganalisis sistem dan subsistem pada konsep dan
desain awal. System FMEA merupakan tipe FMEA yang terfokus pada potensi moda
kegagalan antara fungsi dari sistem yang disebabakan kekurangan sistem dan bertujuan
untuk memamksimalkan kualitas, reliabilitas, biaya dan maintainability dari suatu sistem.

Output yang dihasilkan dari system FMEA adalah sebagai berikut :

a. Daftar potensi moda kegagalan yang disusun berdasarkan tingkat RPN.


b. Daftar potensi dari fungsi sistem yang dapat mendeteksi mode kegagalan potensial
c. Daftar potensi dari tindakan desain untuk mengeliminasi mode kegagalan, masalah
keselamatan, dan mengurangi tingkat occurrence.

Manfaat dari system FMEA adalah sebagai berikut :

a. Membantu memilih alternatif desain sistem yang optimal


b. Membantu menentukan redundansi (peramalan)
c. Membantu dalam mendefinisikan dasar untuk prosedur diagnosa tingkatan sistem yang
ada
d. Meningkatkan kemungkinan bahwa masalah-masalah yang potensial akan
dipertimbangkan untuk ditindaklanjuti.

10
e. Mengidentifikasi kegagalan sistem yang potensial dan interaksinya dengan sistem dan
subsistem lain.

B. Design FMEA
Design FMEA digunakan untuk menganalisis produk sebelum dirilis di manufaktur.
Design FMEA merupakan tipe FMEA yang terfokus pada moda kegagalan yang disebabkan
oleh kekurangan desain dan bertujuan untuk memaksimalkan kualitas, realibilitas, biaya dan
maintainability dari suatu desain. Output yang dihasilkan dari design FMEA adalah sebagai
berikut :
a. Daftar potensi moda kegagalan yang disusun berdasarkan tingkat RPN.
b. Daftar potensi dari karakteristik kritis maupun signifikan.
c. Daftar potensi dari tindakan desain yang dapat dilakukan untuk mengeliminasi
moda kegagalan, masalahan keselamatan dan mengurangi tingkat occurrence.
d. Daftar potensi dari paramater untuk metode pengujian, inspeksi, maupun deteksi
yang sesuai.
e. Daftar potensi dari tindakan yang seharusnya dilakukan untuk karakteristik kritis
dan signifikan.
C. Process FMEA
Process FMEA digunakan untuk menganalisis proses - proses manufaktur dan
perakitan. Process FMEA merupakan tipe FMEA yang terfokus pada moda kegagalan yang
disebabkan kekurangan proses atau perakitan yang ada. Output yang dihasilkan dari process
FMEA adalah sebagai berikut :
a. Daftar potensi dari moda kegagalan berdasarkan peringkat RPN.
b. Daftar potensi dari karakteristik kritis dan/atau signifikan.
c. Daftar potensi dari rekomendasi tindakan untuk merujuk pada karakteristik kritis
dan signifikan.
D. Service FMEA
Service FMEA digunakan untuk menganalisis pelayanan sebelum mencapai
konsumen. Service FMEA berfokus pada moda kegagalan yang disebabkan oleh sistem atau
proses.

Output yang dihasilkan dari service FMEA adalah sebagai berikut :


1. Daftar potensi dari kesalahan berdasarkan peringkat RPN.
2. Daftar potensi dari karakteristik tugas kritis atau signifikan atau proses.
3. Daftar potensi dari proses atau tugas yang bottleneck.
4. Daftar potensi untuk mengeliminasi kesalahan
5. Daftar potensi dari sistem pengawasan / fungsi proses.

11
2.2.4 Manfaat Failure and Mode Effect Analysis
Manfaat Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) menurut Ford Company (2004) adalah
sebagai berikut :

a. Meningkatkan kualitas, keandalan, dan keamanan produk-produk yang dihasilkan


perusahaan.

b. Mengurangi biaya dan waktu pengembangan produk.

c. Mendokumentasikan dan melacak tindakan-tindakan yang pernah diambil untuk


mengurangi resiko.

d. Memberi bantuan dalam pengembangan rencana kontrol yang kuat.

e. Memberi bantuan dalam pengembangan rencan verifikasi desain yang kuat.

f. Membantu engineer dalam memusatkan perhatian pada kekurangan produk dan proses
yang penting serta membantu mencegah terjadinya kegagalan pada produk.

g. Meningkatkan kepuasan pelanggan/konsumen.

h. Meningkatkan citra dan daya saing perusahaan.

2.2.5 Alasan Penggunaan Failure and Mode Effect Analysis (FMEA)

Alasan penggunaan FMEA menurut Hyatt (2003) adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengidentifikasi situasi kecelakaan tertentu.

b. Untuk mempertimbangkan peningkatan keselamatan alternatif

c. Untuk memperoleh data untuk analisis resiko kuantitatif.

d. Untuk mengevaluasi bahaya dari desain awal dan prosedur operasi.

e. Untuk meningkatkan keandalan proses.

2.2.6 Langkah untuk melakukan FMEA


1. Menentukan proses yang mempunyai resiko tinggi dan membentuk tim
2. Menyusun diagram proses
3. Brainstorming potential failure modes dan akibat-akibat yang ditimbulkan
4. Menentukan prioritas failure modes
5. Identifikasi akar penyebab masalah dari failure modes
6. Membuat rancangan ulang proses
7. Analisa dan pengujian proses baru

12
8. Implementasi dan monitoring rancangan ulang proses
Langkah 1
a. Memilih proses yang berisiko tinggi: Melakukan kajian dokumentasi (data sekunder) terhadap
kejadian medication error dalam pelayanan kesehatan di RS.
b. Menetapkan proses yang berisiko tinggi.
Langkah 2
a. Membuat flow chart (diagram alur) yang rinci yaitu menentukan titik awal dan akhir dari
proses,dan menganalisa flow chart .
b. Langkah ini dapat dilakukan melalui workshop dengan tim FMEA atau melihat dokumentasi
flow chart bila sudah ada
Langkah 3
a. Mengidentifikasi kemungkinan kegagalan proses dan efek yang ditimbulkan ke pasien.
b. Langkah ini dilakukan dengan melakukan workshop dengan tim FMEA.
Langkah 4:
a. Menetapkan kemungkinan tingkat keparahan dari efek tersebut ke pasien dengan metode
workshop.
b. Penetapan ini berdasarkan hasil dari kesepakatan tim FMEA pada workshop tingkat
keparahan.
c. Untuk setiap efek tim harus memperkirakan: Besarnya kemungkinan terjadinya
kegagalan,Tingkat keparahan, Kesulitan men-deteksi adanya kegagalan.
d. Selanjutnya menghitung Risk Priority Number (RPN) dengan tujuan untuk menentukan
prioritas tindakan.
Langkah 5:
a. Tim FMEA melakukan workshop untuk mengidentifikasi masalah dengan alat bantu fish
bone.
b. Identifiasi tersebut dilakukan dari failure mode dengan RPN tertinggi.
c. Tujuannya adalah menemukan akar penyebab dan hubungannya.
Langkah 6:
a. Desain ulang dengan cara melakukan curah pendapat untuk menentukan dan menetapkan
desain baru.
b. Hasil dari workshop ini menetapkan desain baru yang akan diutamakan untuk diujicobakan
dan diukur apakah desain baru dapat meminimalkan risiko kejadian medication error Langkah
7:
a. Melakukan ujicoba desain baru: diawali dengan melakukan sosialisasi desain baru kepada
petugas terkait
b. Melakukan implementasi desain baru, serta melaksanakan pelatihan bila perlu Langkah 8:
a. Evaluasi desain baru dengan cara mengukur efektifitas hasil desain ulang dengan parameter
sesuai hasil pengukuran risiko tahap sebelumnya.
b. Selanjutnya akan dilakukan skoring untuk melihat nilai RPN (Risk Priority Number) yaitu
apakah ada penurunan tingkat: Severity, Occurance, Detectable

13
BAB 3 STUDY KASUS
3.1 Contoh Kasus RCA
TIM : DOKTER DAN PERAWAT OK KETUA : DOKTER ANASTESI SEKERTASIS :
PERAWAT OK ANGGOTA : TIM MEDIS OK
Apakah semua area yang terkait sudah terwakili : Ya
Apakah macam-macam & Tingkat pengetahuan yang berbeda sudah diwakili dalam TIM
tersebut?
Ya
Siapa yang menjadi notulen : Perawat OK
Tanggal dimulai : 19 Maret 2002
Tanggal selesai : 2 April 2002

KASUS SALAH OPERASI (WRONG SITE SURGERY)


Latar belakang kasus Seorang laki-laki, 27 tahun, menderita rheumatoid arthritis sejak ia
kanakkanak, sehingga pada tahun 1992 dilakukan operasi revisi total lutut kiri (left total knee
replacement). Tahun 1993 dilakukan operasi revisi total lutut kanan (right total knee replacemet).
Kemudian kembali lagi lutut kanan direvisi pada tahun 1995. Tahun 1996 lutut kanan kembali lagi
direvisi oleh dokter tersebut. Tetapi ternyata lutut tsb tetap tidak stabil.
Pada November 2000, menurut dokternya, pasien setuju untuk dilakukan operasi revisi sekali
lagi pada lutut kanan. Dari catatan dokter bedah pasien direncanakan operasi tgl 12 Desember
2001, tapi tidak jadi karena tidak terdapat kamar yang sesuai, dan operasi ditunda. Kemudian
dijadwalkan tanggal 7 Januari 2002 tetapi karena saat itu banyak pasien ortopedik menderita
infeksi MRSA maka operasi ditunda lagi. Sekali lagi dijadwalkan tanggal 4 Februari 2002 tapi
ditunda lagi karena tidak ada tempat tidur. Jadwal operasi kemudian direncanakan tgl 19 Maret
2002.

RIWAYAT KRONOLOGI DAN INFORMASI TAMBAHAN HASIL INVESTIGASI

31 Januari 2002 pk 14.00


Pasien ke klinik pre-admission untuk re-revisi total lutut kanan (right total knee replacement)
oleh Residen 1. Persetujuan tindakan medis tertulis sudah diisi. Risiko telah secara jelas
diinformasikan dan didokumentasi dalam catatan.

14
04 Februari 2002 pk 08.00
Pasien tiba di RS, tetapi pulang lagi karena tidak tersedianya tempat tidur. Pasien merasa tak
enak karena ini sudah kali ketiga operasinya dibatalkan.
08 Maret 2002 pk 14.00
Pasien datang lagi ke Residen 1 di klinik pre-admission. Persetujuan tindakan medis tertulis
telah diisi. Risiko telah secara jelas diinformasikan dan didokumentasi dalam catatan.
18 Maret 2002 pk 15.00
Pasien tiba di RS untuk rawat inap. Staf ruangan saat itu sangat sibuk karena ada beberapa
kasus darurat, yaitu pasien dengan cardiac arrest dan perdarahan pasca operasi. Staf yang bertugas
hanya 2 orang yaitu seorang perawat yunior dan seorang perawat senior yang keduanya
bertanggungjawab atas 18 tempat tidur Ortopedik.
18 Maret pk 17.00
Pasien dirawat sebagai pasien elektif untuk tindakan operasi revisi total lutut kanan. Pasien
masuk terlalu sore untuk diperiksa oleh dokter konsultan bedah dalam rondenya, (biasanya ronde
selesai pada pk 16.30). SOP ruang OK menyatakan bahwa “dokter bedah harus melihat dan
memeriksa semua pasien dan dokumen terkait sebelum melakukan operasi, termasuk memberi
tanda (mark site) pada lokasi yang akan dibedah. Dia dapat mendelegasikannya kepada
asistennya”. Pedoman tersebut tidak merinci kapan pemeriksaan tsb harus dilakukan. Dokter
Bedah mengatakan bahwa kebiasaannya menemui pasien prabedah adalah di ruangan saat ia
ronde sehari sebelum operasi. Ia juga biasanya mengecek sendiri lokasi yang akan dibedah, tetapi
pada kasus ini pasien masuk RS terlalu sore. Dokter bedah mengatakan bahwa ketidaktersediaan
tempat tidur sering mengakibatkan pasien masuk RS terlalu sore, sehingga mengakibatkan pasien
kadang-kadang tidak ditemuinya pra-bedah. Dokter bedah memang melakukan ronde tidak pada
waktu yang sama setiap harinya.
18 Maret 2002 pk 19.15
Pasien divisit oleh Dokter anestesi di ruang rawat. Pasien menolak tawaran anestesi regional.
Catatan di anestesi bertanggal 19 Maret 2002. Klarifikasi ke dr SpAn: “Sudah kebiasaan anestesi
dan kebiasaan di RS untuk mencatat pre-assessment dalam log-book dan kemudian menyalinnya
ke catatan anestesi pada hari operasi. Cara kerja seperti ini banyak dilakukan oleh para anestesi,
karena catatan seringkali hilang. Pada saat menyalin informasi / pre assessment tersebut, tindakan
yang direncanakan tidak terdokumentasi / tidak diisi pada kolom yang tersedia.
18 Maret 2002 pk 20.00
Pasien diperiksa oleh Perawat OK di ruang rawat.. (Ia baru pertama kali bekerja di ruang
Ortopedi). Ia memberi tanda lokasi operasi di tungkai bawah kanan (right shin) dengan pensil
kulit Tanda tsb kemudian ditutupi dengan stocking anti-emboli hingga bawah lutut. Tanda lokasi
operasi telah ditandai di tempat yang tidak biasa karena biasanya ditandai di lokasi operasinya
yaitu lutut itu sendiri sehingga dapat terlihat karena terletak di atas kaus kaki. Diskusi dengan

15
Perawat OK diperoleh pernyataan bahwa tidak ada petunjuk atau instruksi tentang cara penandaan
tanda lokasi operasi.
19 Maret 2002 pk 07.30
Residen 2 menemui pasien di ruangan dan mengecek informed consent pasien, catatan medis
dan foto rontgen.
19 Maret 2002 pk 07.35
Residen 2 diberitahu oleh Perawat OK bahwa lokasi operasi telah ditandai. Residen 2 tidak
mengeceknya atau bertanya dimana ditandainya.
19 Maret 2002 pk 07.45
Pasien disiapkan untuk operasi oleh staf perawat senior di ruangan. Tanda lokasi operasi
terlihat dan dicatat.
19 Maret 2002 pk 11.25
Pasien tiba di OK didampingi oleh siswa perawat dari ruangan.
19 Maret 2002 pk 11.38
Dokter anestesi meminta perawat OK untuk membantu mengecek pasien karena
Penanggungjawab OK tidak ditempat. Pedoman mengatakan bahwa “dua staf bedah agar ditunjuk
untuk mengecek semua pasien yang terdaftar di kamar anestesi. Namun demikian, para staf tidak
konsisten dalam menunjuk siapa “kedua” staf tersebut. Sebagian beranggapan bahwa Dokter
anestesi adalah salah satu staf tersebut. Staf di OK setuju bahwa biasanya memang ahli anestesi,
Penanggungjawab OK dan perawat OK yang melakukan pengecekan pasien. Saat itu
Penanggungjawab OK tidak ditempat karena sedang mencari cuff tensimeter yg tidak ada .
Sebelumnya Ia membawa pasien ke ruang pemulihan (Ruang RR), dimana biasanya pasien masih
terpasang cuff dari OK. Penanggungjawab OK akan mengembalikan cuff ke OK, tapi pada saat
itu di ruang pemulihan tidak terdapat cuff sehingga ia harus mencarinya dulu ke tempat lain.
Penanggungjawab OK belum terbiasa dengan layout OK.
19 Maret 2002 pk 11.45
Pasien selesai dicek oleh dokter anestesi dan perawat OK. Tanda lokasi operasi terlihat sesuai
catatan, yaitu di tungkai bawah kanan (right shin). Kelihatannya pasien menunjukkan lokasi
operasi kepada dokter anestesi dan perawat bedah dan kemudian memasang kembali kaus kaki
kompresi (anti emboli), sehingga mungkin menutupi tanda lokasi operasi.
19 Maret 2002 pk 11.55
Perawat OK menyerahkan formulir informed consent ke Perawat OK senior (scrub nurse) di
laying up area untuk pengecekan. Pedoman menyatakan bahwa “ adalah tanggungjawab Perawat
OK senior (scrub nurse) untuk memastikan bahwa pasien yang dibawa ke OK sudah benar dan
memastikan bahwa mereka sudah mengetahui secara rinci tentang consent pasien sebelum masuk
ke tahap operasi”. Namun demikian, pedoman tidak memberikan indikasi bahwa harus ada dialog
antara ahli bedah, anestesi dan anggota tim bedah lainnya untuk memastikan bahwa pengecekan

16
yang dilakukan oleh masing-masing tersebut konsisten satu dengan lainnya. Instrumen set untuk
operasi revisi lutut kanan maupun kiri sama, tidak dibedakan. Baki instrumen (instrument tray)
juga sama baik untuk kanan ataupun kiri, kecuali baki untuk komponen lutut yang tidak
diperlukan pada operasi kali ini. Perawat bedah keluar OK untuk mengambil prostesis yang
sesuai. Satu set sudah disiapkan untuk kasus ini, yang khusus untuk operasi lutut kanan tidak di
siapkan.
19 Maret 2002 pk 12.00
Penanggungjawab OK tiba kembali ke ruang anestesi dan membantu Dokter anestesi.
19 Maret 2002 pk 12.10
Pasien dibawa ke OK.
19 Maret 2002 pk 12.15
Dokter bedah dan asistennya menyiapkan posisi pasien. Pemeriksaan dalam keadaan
teranestesi dilakukan di OK oleh dokter bedah. Lutut kiri tidak stabil didalam catatannya. Di
bawah lutut terpasang stocking anti emboli. Tanda lokasi operasi tidak terlihat. Pada saat itu
beban pekerjaan di
OK cukup tinggi.Dokter bedah dan staf mengatakan bahwa “hari-hari itu tidak seperti biasa”
beban kerjanya, dan operasi sering selesai satu jam setelah waktu kerja yaitu 16.30. Dua dari
pasien dalam daftar telah ditunda beberapa kali akibat terbatasnya tempat tidur. Tim OK
berkomentar bahwa kebanyakan mereka sering bekerja bersama. Telah ada perasaan saling
percaya dan moral yg baik di dalam tim. Protokol pengecekan dilakukan tetapi tidak
dikomunikasikan antar anggota tim. Dalam pedoman tidak terdapat instruksi yang menyatakan
bahwa tanda letak operasi tidak boleh tertutupi. Di dalam rencana tindakan OK terdapat kolom
untuk mencatat dimana macammacam peralatan medis diletakkan, tetapi tidak ada dalam prosedur
operasi. Ini dapat menjadi trigger bagi staf OK untuk melengkapi catatannya.
19 Maret 2002 pk 12.25
Tourniquet dipasang di tungkai bawah kiri oleh konsultan bedah dan asistennya. Selama
tindakan, tidak ada orang di dalam OK yang mendeteksi bahwa operasi dilakukan di ekstremitas
yang salah. Satu-satunya catatan yang ada adalah catatan anestesi, dan disana tertulis “revisi lutut
kiri”. Dokter bedah berkomentar bahwa dahulu Penanggungjawab OK biasanya memasang
tourniquet, tetapi beberapa tahun terakhir mereka lebih mencurahkan perhatiannya kepada
prosedur anestesi, sehingga pemasangan tourniquet lebih banyak dilakukan Dokter bedah. Lagi
pula dalam rangka mengurangi beban kerja dalam tim OK,dokter bedah sering memberi tugas
lain, seperti memindahkan pasien dan untuk memastikan bahwa daftar operasi sedapat mungkin
tidak terlambat. Hal ini dibenarkan oleh tim staf OK. Di dalam dokumen rencana perawatan OK
terdapat kolom untuk mencatat lokasi dan waktu pemasangan tourniquet. Sayangnya pada kasus
ini tidak tercatat. Hal ini dapat mengakibatkan tidak adanya trigger bagi tim untuk menyadari
kesalahan lokasi. Letak tourniquet dan waktu pemasangan hanya tercatat di dokumen anestesi,

17
yaitu tungkai bawah kiri. Dalam diskusi dengan dokter anestesi ia mengatakan bahwa ia mencatat
apa yang dilihatnya – yang dilakukan dokter bedah. Selain itu prosedur yang direncanakan tidak
dilengkapi di dalam catatan anestesi. Ia mengatakan bahwa apabila anestesi regional yang
dilakukan, dan itu yang biasanya ia lakukan, akan dapat mentrigger respons nya.
19 Maret 2002 pk 13.20
Operasi selesai. dokter bedah memiliki riwayat yang panjang dalam hubungannya dengan
pasien. Fakta bahwa pasien telah berulangkali operasi pada kedua lutut dan bahwa lutut kiri tidak
stabil pada pemeriksaan dibawah anestesi turut berperan dalam terjadinya kesalahan. Dalam
wawancara, dokter bedah mengatakan “saya memeriksa lutut kiri dibawah anestesi ... dan saya
menemukan lutut kiri hiper-ekstended dibanding dengan lutut kanan, dan pada ekstensi
menunjukkan varus-valgu yang menunjukkan adanya medial ligament laxity. Lutut kanan stabil
pada ekstensi”.
19 Maret 2002 pk 13.30
Pasien masuk ke ruang pemulihan.
19 Maret 2002 pk 13.45
Pasien memberitahu staf pemulihan bahwa terdapat kesalahan operasi. Staf pemulihan
memberitahu dokter bedah bahwa pasien mengatakan kalau lutut yang salah yang dioperasi.
19 Maret 2002 pk 14.15
Pasien dikunjungi oleh dokter bedah dan dokter anestesi. Perawat OK memberitahu
koordinator OK. Formulir Incident report diisi dan prosedur penyelidikan yang serius dilakukan.

19 Maret 2002 pk 18.40

Dokter bedah berbicara kepada pasien didampingi Residen 2 tentang insiden tersebut. Dokter
bedah juga memberitahu kepada “the clinical risk, medical and personal injury litigation
departments” dan Direksi tentang insiden ini.

20 Maret 2002 pk 11.00


Dokter bedah berbicara ke pasien lagi tentang kesalahan dan menawarkan dokter bedah lain
untuk melanjutkan perawatan tapi Pasien menolaknya. Akhirnya direncanakan untuk melakukan
tindakan pada lutut kanan tgl 2 April 2002. Dokter bedah juga berbicara kepada keluarga pasien.

2 April 2002

Operasi pada lutut kanan dilakukan.

18
FORM TABULAR TIMELINE
WAKTU / 31-1-2002 j.14.00 4-2-2002 j.08.00 8-3-2002 J.14.00
KEJADIAN
KEJADIAN Pasien terlihat diruang Pasien tiba di RS Pasien datang
penerimaan pasien kembali,di ruang
untuk di operasi ulang penerimaan pasien
Right total knee diterima oleh petugas
replacement dilakukan
residen 1. Dibuat
informed consen
informed consent

INFORMASI Pasien pulang karena


tempat penuh, pasien
TAMBAHAN
diberi tahu pembatalan

Good Practice Risiko tindakan telah Risiko tindakan telah


dijelaskan dan dijelaskan dan

Terdokumentas terdokumentasi
MASALAH
PELAYANAN

FORM TABULAR TIMELINE

19
WAKTU / 18-3-2002 j. 15.00 18-3-2002 j. 17.00 18-3-2002 j. 19.15
KEJADIAN
KEJADIAN Pasien tiba di RS untuk Pasien dirawat untuk Pasien dilihat oleh
dirawat operasi elektif konsultan anastesi di
ruangan

INFORMASI Perawat sedang sibuk Pasien masuk terlalu Pasien menolak untuk
karena keadaan anastesi regional.
TAMBAHAN sore sehingga tidak
darurat. Pasien tidak Penilaian anastesi
dilihat diperiksa oleh dicatat di log book.
Kemudian dipindahkan
konsultan bedah dicatatan anastesi saat
hari operasi. Tetapi
kadang tidak
dipindahkan.

Good Practice

MASALAH Konsultan bedah tidak Tidak


PELAYANAN melihat pasien sebelum mendokumentasikan
rencana tindakan
operasi

20
FORM TABULAR TIMELINE
WAKTU / 18-3-2002 j. 20.00 18-3-2002 j. 17.00 18-3-2002 j. 19.15
KEJADIAN
KEJADIAN Pasien diperiksa oleh Residen 2 pergi ke Residen 2, telah diberi
ruangan,mencetak
perawat OK untuk informasi oleh perawat
informed consent,
ditandai daerah rontgen, dan OK tentang lokasi
mendaftarkan rencana
operasinya
operasi pasien. operasi

INFORMASI Ini merupakan tugas Residen 2 Tidak


pertama perawat OK.
TAMBAHAN mengecek kembali
Perawat OK menandai
lokasi operasi dengan lokasi operasi
pensil kulit. Dan
bagian tersebut
tertutup stoking.
Perawat OK belum
pernah dilatih
menandai tempat
operasi.

Good Practice Catatan medis telah di


Update
MASALAH Operasi dapat Tidak tersedianya cuff
(manset) tensimeter di
PELAYANAN dilakukan pada tempat
ruang operasi
yang salah

WAKTU / 19-3-2002 j. 11.45 19-3-2002 j. 11.55 19-3-2002 j. 12.00


KEJADIAN

21
FORM TABULAR TIMELINE
KEJADIAN Pasien diperiksa oleh Staf perawat Penanggung operasi
jawab
konsultan anastesi mengambil formulir Dokter
tiba di ruang membatu
informed consent.
Anastesi

INFORMASI Pasien menunjukkan Tidak ada pedoman


yang jelas bahwa harus
TAMBAHAN lutut kanan yang akan
ada dialog antara ahli
dioperasi kepada Dr. bedah anastesi & Tim
lain.
Anastesi & Perawat
OK, kemudian
memindahkan kaos
kaki kompresi
sehingga daerah yang
ditandai tertutup

Good Practice

MASALAH Pasien diperiksa oleh


PELAYANAN staf yang tidak
seharusnya

FORM TABULAR TIMELINE


WAKTU / 19-3-2002 j. 12.10 19-3-2002 j. 12.15
KEJADIAN
KEJADIAN Pasien tiba diruang operasi Konsultan bedah & asistennya membatu
perpindahan pasien

INFORMASI Tim operasi dalam kondisi Beban kerja tinggi. 2 Pasien ditunda
baik operasinya karena tempat penuh.
TAMBAHAN

Good Practice

MASALAH
PELAYANAN
WAKTU / 19-3-2002 j. 12.25 19-3-2002 j. 13.20
KEJADIAN

22
FORM TABULAR TIMELINE
KEJADIAN Torniquet terpasang ditungkai Operasi SELESAI
bawah kiri oleh konsultan
bedah dan anastesinya

INFORMASI Tidak satu orang pun didalam


ruang OK yang mendeteksi,
TAMBAHAN
bahwa operasi dilakukan di
bagian tubuh yang salah.

Good Practice Letak Torniquet dan waktu


pemasangan, hanya tercatat
didalam didokumentasi
anastesi yaitu tungkai bawah
kiri

MASALAH Letak Torniquet tidak tercatat


dalam dokumen rencana
PELAYANAN
perawatan OK

FORM TEKNIK (5) MENGAPA


MASALAH Konsultan tidak memeriksa pasien diruang (pre op)

Karena Dokter Konsultan tidak dihubungi oleh Perawat


Mengapa Perawat tidak
memeriksa Pasien?

Mengapa Perawat tidak Karena Perawat sibuk


menghubungi Konsultan?

Mengapa Perawat sibuk? Karena sedang menangani 2 pasien gawat yang lain yaitu
pendarahan dan cardiac arrest

Mengapa tidak ada Perawat Karena Tenaga hanya 2 orang dan Beban kerja yang tinggi dan
yang lain dalam shift itu? masalah yang seperti ini sudah sering terjadi

Mengapa hanya 2 orang? Karena kebijakan Direksi untuk efisiensi

23
Faktor Faktor Tugas Faktor Pendidikan / Pelatihan
Komunikasi

Pedoman tidak memperjelas Instrumen dirancang sama untuk


bagaimana perawat harus peggantian operasi revisi lutut kiri
Tanda Situs memuaskan diri pasien dan dan kanan
Operasi menyadari formulir persetujuan
pasien

Kebingungan dalam pedoman- menyatakan


bahwa 2 staf harus memeriksa semua pasien ke
dalam ruang anastesi. Kurangnya konsistensi

Tim medis sudah set-up yang


sama untuk operasi revisi kiri dan
kanan
Kegagalan untuk
mengenali operasi
yang terjadi pada
pasien

Tim telah bekeraj Beberapa individu merasa lelah


bersama untuk suatu Tekanan umum untuk Pasien memakai kaus kaki tanda karena daftar hari penuh, dan
saat, jadi ada persamaan menyelesaikan daftar operasi diganti diatas kaos kaki tidak ada periode istirahat
dan kepercayaan yang panjang operasi, yang tersebut, dan membuatnya tidak
erat diantara tim biasanya datang terlihat oleh ahli bedah

Tim dan Sosial Kondisi Kerja Faktor Individu


Faktor Pasien

24
FORM ANALISIS PERUBAHAN
PROSEDUR YANG PROSEDUR YANG APAKAH APAKAH
NORMAL DILAKUKAN SAAT TERDAPAT BUKTI PERUBAHAN
INSIDEN PERUBAHAN MENYEBABKAN
DALAM PROSES MASALAH ATAU
SEBAGAI AKIBAT?

SpB harus
mengetahui
SpB tahu kondisi Tidak
pasien, bahwa kedua
-
lutut bermasalah
kondisi pasien

Tandai bagian yang Tandai tungkai bawah Ya Masalah


akan dioperasi kanan, dan tertutup
kaus kaki hingga tidak
terlihat. Dan ini tidak
dievaluasi ulang oleh
dokter bedah

Persiapan di OK Sudah dilakukan


dilakukan oleh ODP persiapan oleh ODP &
Tidak
-
dan perawat O perawat OK

Sudah dilakukan Tourniket Ya Masalah


dipasang oleh
persiapan oleh ODP
dokter bedah
& perawat OK
Kolom Dokumentasi Tidak diisi Ya Masalah
anestesi dan rencana
operasiharus diisi
sebelum operasi

FORM ANALISIS PENGHALANG


APA PENGHALANG / PADA APAKAH PENGHALANG / MENGAPA PENGHALANG
MASALAH INI ? DILAKUKAN ? GAGAL ? APA

DAMPAKNYA ?

25
Konsultan bedah harus Tidak Karena pasien masuk sudah
melihat pasien sehari
terlalu sore Dampaknya yang
sebelum tindakan dan
menandai daerah operasinya menandai adalah perawat OK
sendiri. yang belum tahu prosedur

penandaan lokasi operasi


Penanggung jawab OK yang Tidak Karena penanggung jawab OK,
tidak ditempat Dampaknya
memasang tourniket,
yang memasang tourniket
adalah dokter bedah & terjadi
kesalahan pemasangan touniket

RISK MATRIX GARDING


Sub proses Extreme High Moderate Low
(8) (6) (4) (3)
Dokter konsultan tidak melihat pasien 1 1 2
sebelum tindakan operasi, akibat
keterlambatan masuk perawatan dan

perawat sangat sibuk


Kegagalan untuk mendokumentasikan 1 1 3
perencanaan tindakan dalam catatan
anestesia

Tidak adanya cuff tensimeter di OK saat 2 3


diperlukan
Pasien tiba di ruang operasi diterima oleh 2 1 3
staf yang tidak semestinya
Tourniket yang digunakan pada tungkai 2 2
kiri oleh konsultan bedah dan asistennya
Salah tungkai yang ditandai karena 1 1 2
tersembunyi oleh kaus kaki
Penanggungjawab OK tidak ada saat 1 1 3
pasien masuk
Akar Masalah

1. Dokter konsultan tidak melihat pasien sebelum tindakan operasi, akibat keterlambatan masuk
perawatan dan perawat sangat sibuk.
2. Pasien tiba di ruang operasi diterima oleh staf yang tidak semestinya
3. Selalu mengundur waktu dan merevisi operasi

26
Rekomendasi untuk Improvement

1. Tugas dan desain dimengerti


Dokumentasi
1. Rencana pelayanan ruang operasi termasuk pencatatan dan tindakan yang diambil
2. Termasuk pendokumentasian rencana tindakan
3. Audit ruang operasi secara rutin
Proses tugas
1. Konsultan dan asistennya seharusnya mengadakan ronde ruangan ortopedi sebelum
waktu tindakan, sehingga perawat dapat memberikan pelayanan yang terbaik dan membantu
dokter saat ronde
2. Konsultan dan asistennya dapat melakukan ronde ruangan pada akhir kegiatan seperti
menjelang malam.
3. Pastikan seluruh staf dapat secara familiar dengan cara kerja dan perlengkapan
sebelum dilakukan pekerjaan
Klarifikasi pedoman/instruksi
1. Klarifikasi kapan konsultan bedah dapat melihat pasien dan bagaimana letak operasi yang
akan dilakukan tindakan
2. Klarifikasi ulang oleh petugas di ruang operasi dengan checklist
3. Klarifikasi consent tindakan di luar ruang operasi
4. Klarifikasi bagaiman staf harus mencek kembali identifikasi pasien di ruang operasi
5. Kembangkan prosedur check sebelum pisau mengenai kulit
6. Setiap spesialis atau bagian setuju dengan tempat operasi dan disebarkan kepada SHO
Beban tugas
1. Tinjau kembali beban tugas dan alokasi staf
- Bila beban tugas berlebih carikan pemecahannya
- Redesain tugas sehinggan tugas perawat efisien
- Tambahkan jumlah petugas pada jam sibuk
2. Audit beban tugas dan beban kerjadi ruang operasi
3. Pertimbangkan masuknya pasien pada jam sibuk ke ruangan
3.2 Contoh Kasus FMEA

LANGKAH 1:

PENETAPAN TOPIK :

a. Judul Proses : Proses Medikasi pada Pelayanan Rawat Inap

27
b. Definisi : Proses Medikasi adalah pelayanan pengobatan kepada pasien dimulai dari
peresepan obat, penyiapan obat, penyimpanan obat sampai pemberian (minum/suntikan)
obat kepada pasien.
c. Alasan pemilihan topik : Proses Medikasi adalah peyebab dengan frekuensi paling tinggi
Insiden Keselamatan Pasien yang terjadi di RS

PEMBETUKAN TIM

Ketua : dr.Putri Hanafi

Anggota: Tim Medis Rumah Sakit

LANGKAH 2 :

GAMBARAN ALUR PROSES

Tahapan Proses :

Pemberian Obat
Persiapan Obat
Peresepan Obat Pencatatan

Tahapan Sub Proses : Tahapan Sub Proses : Tahapan Sub Proses : Tahapan Sub Proses :
A. Penulisan Resep A. Penyiapan Obat A. Penerimaan Obat A. Catat Jenis Obat
B. Pengiriman Resep B. Pembacaan Resep B. Pengecekan Obat
C. Penerimaan Resep C. Peracikan Obat C. Test Obat
D. Penginputan D. Pelabelan Obat D. Pemberian Obat
E. Penyerahan Obat E. Follow Up Reaksi

Langkah 3 & 4:

Brainstorm Modus Kegagalan dan Prioritas


GAMBAR ALUR SUB PROSES : PERSIAPAN OBAT
Tahapan Sub Proses :

28
Penyiapan Pembacaan Peracikan Pelabelan Pembacaan Penyerahan
Resep Obat Obat Obat Obat
Obat

Modus Modus Modus Modus Modus Modus


Kegagalan: Kegagalan : Kegagalan: Kegagalan : Kegagalan : Kegagalan :
1. Salah 1. Tulisa 1. Salah 1. Etiket 1. 1. Pasien
pengambilan n dokter ambil obat tertukar salah terima
obat 2. Etiket
tidak 2. Salah Kelalaian obat
tidak lengkap
jelas tekhnik petugas 2. Petugas
meracik tidak lengkap
2. Resep 2. Ketelian menuliskan
tidak lengkap Kurang identitas pasien
3.Kemampuan
SDM Kurang
4. Konfirmasi
resep ke
dokter sulit
5. Belum
Pengecekan
Allergy

Langkah 5:

Identifikasi Akar Masalah Modus Kegagalan


Modus Penyeb Efek Arus S O D RPN Tindak S O D New
NO Kegagalan ab Kegag Kon an RPN
Kegaga alan trol Rekom
lan endasi

29
Tulisan tdk Terburu Pasien Rem 5 3 4 60 eprescri 2 2 1 4
jelas - buru cedera indi bing
1
ng

Resep tdk dr malas Pasien Non 2 4 5 100 eprescri 1 1 1 1


menulis cedera e bing
2 lengkap

Penggunaan Pengeta Pasien Buk 4 3 4 24 eprescri 1 1 1 1


singkatan yg -huan cedera u bing
tdk lazim
3 SDM Sing
kurang -
Kata
n

Konfirm R/ Sulit Pelay Non 5 3 5 60 Pemas 2 2 1 4


ke dr sulit dihubun anan e angan
4
tertun line
gi da khusus

Tidak Turn Pasien For 5 2 4 40 eprescri 1 1 1 1


dilakukan over cedera m bing
5
pengecek-an resep
alergy tinggi

Rank by RPN
Modus Penyeb ab Efek Arus S O D RPN Tindak S O D New
Kegagalan RPN
Kegag Kegag Kon an
NO alan alan trol Rekom
endasi
Resep tdk dr malas Pasien None 5 4 5 100 eprescribi 1 1 1 1
menulis cedera ng
2 lengkap

30
Tulisan tdk Terburu- Pasien Remin 5 3 4 60 eprescribi 2 2 1 4
buru cedera ding ng
1 jelas

Konfirm R/ Sulit Pelayana None 4 3 5 60 Pemasan 2 2 1 4


ke dr sulit dihubun n gan
4 tertunda
gi line
khusus
Tidak Turn over Pasien Form 5 2 4 40 eprescribi 1 1 1 1
dilakukan resep tinggi cedera ng
5 pengecek-an
alergy

Pengguna-an Pengetahuan Pasien Buku 2 3 4 24 sosialisas 1 1 1 1


singkatan yg cedera Sing-
3 SDM i
tdk lazim Katan
kurang

LANGKAH 6 :

REDESIGN PROSES
NO. SEBELUM REDESIGN SESUDAH REDESIGN

1. Resep tidak lengkap Penggunaan e-prescribing


2. Tulisan tidak jelas Penggunaan e-prescribing
3. Konfirm R/ ke dr sulit, belum ada Pengadaan telepon di Depo Farmasi untuk konfirmasi
fasilitas telepon khusus. resep ke dokter

4. Tidak dilakukan pengecekan alergi Penggunaan e-prescribing dengan system alarm untuk
adanya alergi pasien

5. Penggunaan singkatan yg tidak lazim Penggunaan e-prescribing

Action Plan
Modus SEBAB Rekomen Tindakan Imple Imple Imple Waktu Uang Bukti Pengatu Tan Ma
Kegagal dasi [s] Penyele -ran da suk
untuk menta menta menta yang yang
an Tgl
Rekomenda -si -si si Tem diperlu diperlu - -saian peman -
si oleh kapan pat kan kan tauan &
[Bagaimana siapa? ? Evaluasi
[Dima Sumber untuk
] na] Daya Sumber
Daya

31
Resep dr malas eprescribi Menyiapkan Ka 1-Sep RS 3 bulan Rp 10 sofwt 1 Des
tidak menulis ng Inst Palem ware sdh
perangkat Juta
lengka sistem e- SIRS diinstal
p dalam
prescribing
sisitem

tulisan Terbur eprescribi Menyiapkan Ka 1-Sep RS 3 bulan sofwt 1 Des

dr tdk u-buru ng perangkat Inst Palem


ware sdh
sistem e- SIRS
jelas diinstal
prescribing
dalam
sisitem

Confim Sulit Pemasa menyiapkan Ka 1-Sep Depo 1 minggu Rp 1 telp sudah 1 Oktober
dihub ngan line perangkat Inst. Farma terpasang
resep telpon Juta
ungi khusus Sarana si
ke dr
Palem
sulit
tidak turn Penam Penerimaan Ka 1-Sep Depo 2 minggu 1.5 tenaga 15 Des
over tenaga baru 3 instala jt/bln X sudah
Farma
dilaku bahan org
resep si si 3 org terpenuhi
kan tinggi SDM
farmas Palem
penge i
cek an
alergi
Peng Penge eprescribi Menyiapkan Ka 1-Sep RS 3 bulan sofwt 1 Des
ng perangkat Inst Palem ware sdh
gunaan tahuan
sistem e- SIRS diinstal
singkat SDM dalam
prescribing
sisitem
an yg kurang
tidak
lazim

PDSA
Tool : Implementasi penggunaan e-prescribing

Step : Sosialisasi penggunaan e-prescribing

Siklus : 1

A. PLAN :
Rencana : mengetahui berapa banyak dokter yang telah menggunakan e-prescribing.
Target : dalam 1 bulan sudah 50 % dokter yang telah menggunakan e-prescribing. B.
DO :

32
Dokter sering masih menggunakan resep tertulis.
Beberapa dokter mengatakan tidak bisa mengoperasikan e-prescribing.
Ada Dokter yang mengeluh tdk semua obat tersedia dalam menu. C.
STUDY :
Hasil pendataan hanya 10 persen dokter yang telah menggunakan e-prescribing. D.
ACTION :
Belum semua dokter mengetahui cara mengoperasikan e-prescribing Menu
obat belum lengkap dalam sistem e-prescribing.
Mengadakan pendampingan dari Tim SIRS di ruangan ke dokter dalam penggunaan
eprescribing
Menambah usulan daftar obat yang belum masuk dalam menu

BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Root Cause Analysis (RCA) merupakan pendekatan terstruktur untuk
mengidentifikasi faktor-faktor berpengaruh pada satu atau lebih kejadian-kejadian
yang lalu agar dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja. Root cause analysis
merupakan suatu proses mengidentifikasi penyebab-penyebab utama suatu
permasalahan dengan menggunakan pendekatan yang terstruktur dengan teknik yang
telah didesain untuk berfokus pada identifikasi dan penyelesaian masalah.
Menemukan akar masalah merupakan kata kunci. Sebab, tanpa mengetahui akar
masalahnya, suatu insiden tidak dapat ditanggulangi dengan tepat, yang berakibat
pada berulangnya kejadian insiden tersebut dikemudian hari.

33
FMEA adalah suatu tools yang popular dalam penilaian resiko (risk assessement)
yang sangat fleksibel untuk semua bidang. FMEA mengukur resiko berdasarkan
severity, occurrence, dan detection yang melibatkan factor kualitatif dan kuantitatif.
Dalam tools ini, perlu adanya evaluasi secara berkala untuk menilai apakah resiko
telah termitigasi atau belum.
Beberapa kelebihan yang dimiliki oleh FMEA adalah sebagai berikut :
1. Membantu meningkatkan kepuasan pelanggan.
2. Memperkirakan tindakan dan dokumen yang dapat meminimalkan resiko.

FMEA bukalah suatu tools yang sempurna. Masih terdapat kelemahan yang dimiliki
oleh FMEA diantaranya adalah :

1. FMEA hanya memprioritaskan resiko, bukan membetulkannya sehingga tidak


menghapuskan failure mode. Masih membutuhkan tindakan tambahan diluar
FMEA
2. Memakan waktu yang cukup lama, yaitu untuk memahami detail setiap informasi.

4.2 Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan tenaga medis khususnya perawat dan calon
perawat dapat memanfaatkan dan mengaplikasikan Root Cause Analysis (RCA)
dalam tindakan medis khususnya keperawatan. Untuk meningkatkan kinerja dan
keselamatan pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, JBSB. 2008. Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam Praktik
Kedokteran. Yogyakarta: Kanisius.
Doggett, AM (2004) Perbandingan statistik Tiga Alat Analisa Penyebab Diperoleh dari:
http://atmae.org/jit/Articles/doggett010504.pdf
National Patient Safety Agency (NHS) IMRK / Case_Study_Wrong_Site_Surgery
https://www.scribd.com/document/368450137/Laporan -FMEA-operasi
E-journal.uajy.ac.id
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 15, No. 4 Desember 2012

34
LAMPIRAN JURNAL

35
36

Anda mungkin juga menyukai