Anda di halaman 1dari 3

AGROEKOSISTEM BERKELANJUTAN

AGROEKOSISTEM KOPI BERKELANJUTAN YANG MEMPERTAHANKAN KERAGAMAN


BAKTERI TANAH
Penulis
Rusdi Evizal, Ms
Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Tohari, M.Sc.
Pohon pelindung pada agroekosistem kopi menyediakan manfaat ekologi antara lain berupa
konservasi tanah dan keragaman hayati, daur ulang unsur hara melalui guguran seresah,
dan penambatan N udara oleh bintil akar pohon pelindung legum. Bakteri sebagai bagian
dari keragaman hayati bawah tanah berperan penting dalam berfungsinya layanan
ekosistem tersebut. Penelitian in bertujuan untuk mendapatkan model agroekosistem kopi
yang mempertahankan keragaman bakteri tanah sebagai indikasi keberlanjutan usahatani
kopi. Pada penelitian ini dilaksanakan survei dan percobaan petak agroekosistem kopi di
benchmark Conservation and Sustainable Management of Below-Ground Biodiversity
(CSM-BGBD) di Kecamatan Sumberjaya, Lampung Barat pada periode 2007-2010. Jenis
agroekosistem yang dievaluasi adalah agroekosistem kopi robusta (Coffea canephora)
berpohon pelindung gamal (Gliricidae sepium), dadap (Erythrina sububrams), cempaka
(Michelia champaca), dan tanpa pohon pelindung sebagai kontrol. Petak percobaan terdiri
dari petak agroekosistem kopi muda berumur 4-5 tahun dan petak quassy experiment
agroekosistem kopi dewasa berumur 15-16 tahun. Keragaman bakteri tanah dianalisis
berdasarkan uji fisiologi (kemampuan memetabolisme sumber C) dan uji molekular terhadap
total bakteri tanah dan bakteri pembentuk bintil akar. Indeks keberlanjutan dianalisis
berdasarkan variabel ekologi dan kelayakan usahatani. Kesimpulan umum penelitian ini
adalah bahwa agroekosistem kopi berpohon pelindung legum memiliki indeks keberlanjutan
yang tinggi dan mampu mempertahankan keragaman bakteri tanah.Kesimpulan tersebut
diambil berdasarkan kesimpulan: (1) Perubahan lahan hutan menjadi lahan pertanian
menurunkan keragaman bakteri tanah. Agroekosistem kopi mampu mempertahankan
keragaman bakteri tanah; (2) Agroekosistem kopi berpohon pelindung memiliki indeks
similaritas keragaman bakteri tanah terhadap hutan yang lebih besar daripada
agroekosistem kopi tanpa pohon pelindung. Agroekosistem kopi berpohon pelindung lebih
mampu mempertahankan keragaman bakteri tanah daripada agroekosistem kopi tanpa
pohon pelindung. Agroekosistem kopi berpohon pelindung legum memiliki keragaman
bakteri tanah yang tidak berbeda dengan agroekosistem kopi berpohon pelindung
nonlegum; (3) Agroekosistem kopi berpohon pelindung legum lebih mampu
mempertahankan keragaman bakteri pembentuk bintil akar daripada agroekosistem tanpa
pohon pelindung dan agroekosistem kopi berpelindung nonlegum; (4) Pohon pelindung
memberi layanan lingkungan antara lain menambat N oleh bintil akar pohon legum,
memproduksi seresah, memberinaungan, menurunkan suhu udara di tajuk kopi dan suhu
tanah, dan menekan pertumbuhan gulma. Pohon pelindung jenis dadap menyumbang N
yang tertinggi dari seresah guguran dan pangkasannya,diikuti oleh pohon pelindung jenis
cempaka dan gamal; (5) Agroekosistem kopi berpohon pelindung legum lebih dapat
mempertahankan produktivitas kopi daripada agroekosistem kopi tanpa pohon pelindung
dan agroekosistem kopi berpohon pelindung nonlegum; (6) Pada agroekosistem kopi
berumur 15 tahun, Indeks keberlanjutan agroekosistem kopi berpelindung legum lebih tinggi
daripada agroekosistem kopi tanpa pohon pelindung dan berpelindung nonlegum.
AGROEKISISTEM
Oleh: Hery Santoso (Pengurus JAVLEC)

Agroekosistem adalah sebuah sistem lingkungan yang telah dimodifikasi dan dikelola oleh
manusia untuk kepentingan produksi pangan, serat dan berbagai produk pertanian lain
(Conway, 1987). Manusia, dalam hal ini sering disebut petani, melakukan intervensi
terhadap system lingkungan dengan tujuan utama meningkatkan produktivitas sehingga
mereka mampu memenuhi kebutuhan hidup bagi keluarganya. Dalam perspektif yang lebih
luas, masyarakat juga ikut mendukung intervensi semacam itu karena kepentingan yang
lain, yakni untuk menghasilkan pangan dengan harga yang terjangkau bagi mereka-mereka
yang tidak bekerja di sektor pertanian, seperti para pekerja di sektor-sektor industry di
perkotaan.

Agroekosistem berbeda dengan ekosistem alam (nature ecosystem), karena dalam


agroekosistem sumber energy tidak hanya terbatas pada sinar matahari, air dan nutrisi
tanah, akan tetapi juga berasal dari sumber-sumber lain yang sudah dikonsolidasikan oleh
manusia, seperti pupuk, pestisida, teknologi dan lain sebagainya. Hal lain yang
membedakan adalah tingkat keanekaragaman hayati pada agroekosistem cenderung
rendah, didominasi oleh varietas-varietas yang seragam, serta kontrol dikendalikan oleh
faktor eksternal, dalam hal ini manusia, bukan oleh feedback system sebagaimana yang
terjadi pada ekosistem alam. Dengan demikian, dalam agroekosistem, manusia adalah
faktor yang memegang peranan sangat penting, untuk tidak mengatakan sentral.

Atas dasar itu, maka sebagaimana yang ditulis Rambo (1983), analisis agroekosistem perlu
diarahkan pada proses interaksi antara dua system yang menjadi penopang utama, yakni
system sosial (social system) dan ekosistem alam (natural ecosystem). Conway (1987)
memperkenalkan kepada kita tentang system property yang penting untuk diperhatikan
dalam setiap analisis agroekosistem, yaitu: produktivity, stability, sustainability, dan
equitability. Dengan memperhatikan system property ini, menurutnya, pengelolaan
agroekosistem dapat terkontrol sedemikian rupa sehingga bisa memberikan kontribusi
optimal pada system sosial tanpa harus menghancurkan ekosistem alam. Berangkat dari
gagasan Rambo dan Conway tersebut, setidaknya ada tiga komponen analisis penting
dalam sebuah agroekosistem, pertama: unsur-unsur yang menopang system produksi atau
sering disebut sebagai faktor produksi (modal, tenaga kerja, sumber daya fisik dll); kedua
model interaksi dari unsur-unsur penopang system (harmoni, disharmoni atau gabungan
antara keduanya); dan yang ketiga adalah arah dan kecenderungan dari system
(sustainabilitas, stabilitas, produktivitas dll).

Agroekosistem, dengan demikian ditopang oleh dua system yang saling berinteraksi dan
pengaruh mempengaruhi yakni system natural dan system sosial. Beberapa komponen
natural dalam agroekosistem antara lain meliputi faktor-faktor biofisik seperti tanah, air, iklim,
tumbuhan, hewan dan lain sebagainya yang satu sama lain berinteraksi dalam suatu
mekanisme tertentu sehingga perubahan pada komponen yang satu akan berpengaruh
pada keberadaan komponen yang lain. Misalnya saja, perubahan iklim yang mengarah pada
tingkat kekeringan tertentu akan berpengaruh pada ketersediaan air di dalam tanah, yang
pada gilirannya juga akan memberikan pengaruh pada sebaran tumbuhan dan hewan yang
ada di atasnya.

Anda mungkin juga menyukai