Anda di halaman 1dari 27

ASPEK-ASPEK NEGARA

MAKALAH
Diajukan dalam rangka menyelesaikan tugas mata kuliah Ilmu Negara
Dosen Pengampu : Drs. H. Utang Rosidin, S.H.,M.H. & Bubun Bunyamin, S.H., M.H.

Disusun Oleh :
Muhammad Akbar Sidik (1203050095)
Nandhika Fajar Prasetya (1203050113)
Nisya Adhistiyani (1203050117)
Noval Ramadhan (1203050119)
Kelompok 2
Ilmu Hukum/II-C

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2021

1
Kata Pengantar

Puji Syukur Kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas karunia-nya serta kuasa-
nya, tugas makalah Ilmu Negara mengenai Aspek-Aspek Negara ini dapat diselesaikan dengan tepat
pada waktunya meskipun masih jauh dari kata sempurna dan masih ditemukannya kesalahan-
kesalahan dalam penulisannya.

Dalam Penyusunan makalahnua, Kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen pengampu
Ilmu Negara kami yaitu Bapak Dr. H. Utang Rosidin, S.H., M.H. dan Bapak Bubun Bunyamin, S.H.,
M.H. yang telah memberi tugas makalah ini, karena diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi
kami untuk mencari wawasan yang lebih luas dan menambah ilmu-ilmu yang Kami tidak ketahui
sebelumnya.

Meskipun kami berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun
pasti selalu adanya kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar tugas makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi.

Terima kasih, Kami berharap semoga tugas makalah ini dapat bermanfaat selain bagi Kami
sebagai penulis juga bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Jakarta, 28 Mei 2021

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................

DAFTAR ISI..................................................................................................................................

BAB I...............................................................................................................................................

PENDAHULUAN..........................................................................................................................

A. Latar Belakang................................................................................................................

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................

C. Tujuan..............................................................................................................................

BAB II.............................................................................................................................................

A. Negara..............................................................................................................................

a. Pengertian Negara...........................................................................................................
b. Sifat-sifat Negara.............................................................................................................
c. Unsur-unsur Negara.......................................................................................................
d. Tujuan Negara.................................................................................................................
e. Fungsi Negara................................................................................................................

B. Rezim..............................................................................................................................

A. Pengertian Rezim..........................................................................................................
B. Konsep Dasar Rezim.....................................................................................................
C. Pendekatan Rezim Internasional.................................................................................

C. Aparat Birokrasi...........................................................................................................

A. Pengertian Birokrasi.....................................................................................................
B. Definisi Birokrasi menurut para ahli..........................................................................
C. Fungsi Birokrasi............................................................................................................
D. Ciri-ciri Birokrasi........................................................................................................
E. Karakteristik Birokrasi...............................................................................................

D. Kebijakan Publik..........................................................................................................

A. Pengertian Kebijakan dan Kebijakan Publik............................................................


B. Tahap-Tahap Kebijakan Publik..................................................................................

3
BAB III.........................................................................................................................................

A. Kesimpulan....................................................................................................................

B. Saran..............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................

BAB I

4
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara etimologis istilah “negara” merupakan terjemahan dari kata-kata asing,
yaitu state (bahasa Inggris), staat (bahasa Jerman dan Belanda), dan etat (bahasa
Prancis). Kata state, staat, dan etat itu diambil oleh orang-orang Eropa dari bahasa
Latin pada abad ke-15, yaitu dari kata statum atau status yang berarti keadaan yang
tegak dan tetap, atau sesuatu yang bersifat tetap dan tegak.
Di Indonesia sendiri, istilah “Negara” berasal dari bahasa Sansekerta nagara
atau nagari, yang berarti kota. Sekitar abad ke-5, istilah nagara sudah dikenal dan
dipakai di Indonesia. Hal ini dibuktikan oleh adanya penamaan Kerajaan
Tarumanegara di Jawa Barat. Selain itu, istilah nagara juga dipakai sebagai penamaan
kitab Majapahit Negara Kertagama yang ditulis Mpu Prapanca. Jadi, istilah “negara”
sudah dipakai terlebih dahulu di Indonesia jauh sebelum bangsa Eropa.
Negara adalah suatu kumpulan orang yang telah mempunyai kehendak/tujuan
yang sama untuk membangun masa depan bersama-sama. Kelompok masyarakat
tersebut memiliki rasa senasib dan sepenanggungan untuk menjalankan hidup
bersama di dalam suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik,
militer, ekonomi, sosial maupun budayanya. membentuk organisasi masyarakat dan
memiliki pemerintahan yang sah untuk mengatur warga atau masyarakatnya.Maka
dari itu dalam terbentuknya sebuah negara, diperlukan adanya beberapa aspek-aspek
yang menunjang dalam menentukan kearah mana perkembangan sebuah negara
menjadi lebih baik lagi kedepannya.
B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang diatas dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa saja yang termasuk kedalam aspek-aspek negara ?
2. Bagaimana peran aspek-aspek negara dalam menentukan berkembangnya sebuah
negara?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah diatas dapat disimpulkan tujuan dari makalah ini sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui dan mengerti tentang aspek-aspek negara
2. Untuk memahami lebih dalam tentang aspek-aspek negara dalam berkembangnya
sebuah negara

BAB II

5
PEMBAHASAN

A. Negara
a. Pengertian Negara

Secara etimologis istilah “negara” merupakan terjemahan dari kata-kata asing,


yaitu state (bahasa Inggris), staat (bahasa Jerman dan Belanda), dan etat (bahasa Prancis).
Kata state, staat, dan etat itu diambil oleh orang-orang Eropa dari bahasa Latin pada abad ke-
15, yaitu dari kata statum atau status yang berarti keadaan yang tegak dan tetap, atau sesuatu
yang bersifat tetap dan tegak. Istilah negara ini muncul bersamaan dengan munculnya
istilah Lo Stato yang dipopulerkan Niccolo Machiavelli lewat bukunya II Principe. Saat
itu, Lo Stato didefinisikan sebagai suatu sistem tugas dan fungsi publik dan alat perlengkapan
yang teratur dalam wilayah tertentu.

Di Indonesia sendiri, istilah “Negara” berasal dari bahasa Sansekerta nagara atau


nagari, yang berarti kota. Sekitar abad ke-5, istilah nagara sudah dikenal dan dipakai di
Indonesia. Hal ini dibuktikan oleh adanya penamaan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat.
Selain itu, istilah nagara juga dipakai sebagai penamaan kitab Majapahit Negara Kertagama
yang ditulis Mpu Prapanca. Jadi, istilah “negara” sudah dipakai terlebih dahulu di Indonesia
jauh sebelum bangsa Eropa.

Pengertian Negara Menurut Ahli

1. Roger H. Soltau

“Negara adalah alat agency atau wewenang/authority yang mengatur atau


mengendalikan persoalan-persoalan bersama”.

2. Harold J. Laski
“Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena memunyai wewenang
yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau
kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu. Masyarakat adalah suatu
kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama untuk mencapai terkabulnya
keinginan-keinginan mereka bersama. Masyarakat merupakan negara kalau cara
hidup yang harus ditaati baik oleh individu maupun oleh asosiasi-asosiasi ditentukan
oleh suatu wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat” (The state is a society
which is in integrated by possesing a coercive authority legally supreme over any

6
individual or group which is part of the society. A society is a group of human beings
living together and working together for the satisfaction of their mutual wants. Such a
society is a state when the way of life to which both individuals and associations must
conform is defined by a coercive authority binding upon them all).

3. Miriam Budiardjo
“Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah (governed) oleh
sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dan warga negaranya ketaatan pada
peraturan perundangundangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dan
sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum kekuasaan yang sah”. 1

4. Prof. Sumantri
“Negara adalah suatu organisasi kekuasaan oleh karenanya dalam setiap organisai
yang bernama negara selalu kita jumpai adanya organ atau alat perlengkapan yang
memunyai kemampuan untuk memaksakan kehendaknya kepada siapapun juga yang
bertempat tinggal di dalam wilayah kekuasaannya”.2

5. Prof. Kranenburg
“Negara adalah suatu sistem dan tugas-tugas umum dan organisasiorganisasi yang
diatur, dalam usaha negara untuk mencapai tujuannya, yang juga menjadi tujuan
rakyat masyarakat yang diliputi, maka harus ada pemerintah yang berdaulat”.3

6. Prof. Hoogerwerf
“Negara adalah suatu kelompok yang terorganisasi, yaitu suatu kelompok yang
memunyai tujuan-tujuan yang sedikit banyak dipertimbangkan, pembagian tugas dan
perpaduan kekuatan-kekuatan. Anggota-anggota kelompok ini para warga negara,
bermukim di suatu daerah tertentu, negara memiliki di daerah ini kekuasaan tertinggi
yang diakui kedaulatannya. Ia menentukan bila perlu dengan jalan paksa dan
kekerasan, batas-batas kekuasaan dan orang-orang dan kelompok dalam masyarakat
di daerah ini. Hal ini tidak menghilangkan kenyataan bahwa kekuasaan negara pun
memunyai batas-batas, umpamanya disebabkan kekuasaan dan badan internasional
dan supra nasional. Kekuasaan negara diakui oleh warga negara dan warga negara
1
Moh Kusnardi dan Bintan R Saragih, 1994;55-57
2
Inu Kencana Syafiie, 1994;16
3
Inu Kencana Syafiie, 1994;16

7
lain, dengan kata lain kekuasaan tertinggi disahkan wewenang tertinggi. Maka ada
suatu pimpinan yang diakui oleh negara, yaitu pemerintahan”.4

b. Sifat-sifat Negara
Negara mempunyai sifat khusus yang merupaka manifesti dari kedaulatan yang
dimilikinya dan yang hanya terdapat pada negara saja dan tidak terdapat pada asosiasi atau
organisasi lainnya. Umumnya dianggap bahwa setiap negara mempunyai sifat memaksa, sifat
monopoli, dan sifat mencakup semua.

1. Sifat memaksa.
Agar peraturan perundangan-undangan ditaati dan dengan demikian dandengan
demikian penertiban dalam masyarakat tercapai serta timbulnya anarki dicegah,maka negara
memiliki sifat memaksa, dalam arti mempunyai kekuasaan untuk memakaikekerasan fisik
secara legal. Sarana untuk itu adalah polisi, tentara, dan sebagainya. Organisasi dan asosiasi
yang lain dari negara juga mempunyai aturan, akan tetapi aturan-aturan yang dikeluarkan
oleh negara lebih mengikat.
Di dalam masyarakat yang bersifat homogen dan ada konsensus nasional yang kuat
mengenaitujuan-tujuan bersama, biasanya sifat paksaanini tidak begitu menonjol ; akan tetapi
di negara-negara baru yang kebanyakan belum homogen dan konsensus nasionalnya kurang
kuat, seringkali sifat paksaaan ini akan lebih tampak. Dalam hal demikian di negara
demokratis tetap disadari bahwa paksaan hendaknya dipakai seminimal mungkin dan
sedapat-dapatnya dipakai persuasi (meyakinkan). Lagi pula pemakaian pemaksaan secara
ketat , selain memerlukanorganisasi yang ketat, juga memerlukan biaya yang tinggi.
Unsur paksa dapat dilihat misalnya pada ketentuan tentang pajak. Setiap warga negara
harusmembayar pajak dan orang yang menghindari kewajiban ini dapat dikenakan denda,
atau disitamiliknya, atau di beberapa negara malahan dapat dikenakan hukuman kurungan.
1. Sifat monopoli. Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan bersama
dalammasyarakat. Dalam rangka ini negara dapat menyatakan bahwa suatu aliran
kepercayaanatau aliran politik tertentu dilarang hidup dan disebarluaskan, oleh karena
dianggap bertentangan dengan tujuan masyarakat.2.
2. Sifat mencakup semua (all-encompassing, all-embracing ). Semua peraturan
perundang-undangan (misalnya keharusan membayar pajak) berlaku untuk semua
orang tanpakecuali. Keadaan demikian memang perlu, sebab kalau seseorang
4
ibid

8
dibiarkan berada diluar ruang lingkup aktivitas negara, maka usaha negara ke arah
tercapainya masyarakatyang dicita-citakan akan gagal. Lagi pula, menjadi warga
negara tidak berdasarkankemauan sendiri (involuntary membership) dan hal ini
berbeda dengan asosiasi lain dimana keanggotaan bersifat sukarela.

c. Unsur-unsur negara
Negara terdiri atas beberapa unsur yang dapat diperinci sebagai berikut :
1. Wilayah
Setiap negara menduduki tempat tertentu di muka bumi dan mempunyai perbatasan
tertentu. Kekuasaan negara mencakup seluruh wilayah, tidak hanya tanah,tetapi juga laut
disekelilingnya dan angkasa diatasnya. Karena kemajuan teknologi dewasa ini masalah
wilayah lebih rumit daripada di masa lampau. Sebagai contoh, jika pada masa lampau laut
sejauh 3 mil dari pantai (sesuai dengan jarak tembak meriam) dianggap sebagai perairan
teritorial yang dikuasai sepenuhnya oleh negara itu, maka peluru-peluru missile sekarang
membuat 3 mil tidak ada artinya. Oleh karena itu, beberapa negara (termasuk
Indonesia) mengusulkan agar perairan teritorial diperlebar menjadi 12 mil. Di samping itu
kemajuan teknologi yang memungkinkan penambangan minyak serta mineral lain di lepas
pantai, atau yang dinamakan landas benua (continental self ) telah mendorong sejumlah besar
negara untuk menuntut penguasaan atas wilayah yang lebih luas. Wilayah ini
diusulkan selebar 200 mil sebagai economic zone agar juga mencakup hak menangkap ikan
dan kegiatan ekonomis lainnya.
Dalam mempelajari wilayah suatu negara perlu diperhatikan beberapa variabel, antara
lain besar kecilnya suatu negara. Menurut hukum internasional, berdasarkan prinsip the
sovereign equalityof nations, semua negara sama martabatnya. Tetapi dalam kenyataan
sendiri negara kecil seringmengalami kesukaran untuk mempertahankan kedaulatannya,
apalagi kalau tetangganya negara besar.
Di lain pihak, negara yang luas wilayahnya menghadapi bermacam-macam masalah,
apalagikalau mencakup berbagai suku bangsa, ras, dan agama. Juga faktor geografis, seperti
iklim dan sumber daya alam merupakan variabel yang perlu diperhitungkan. Juga perbatasan
merupakan permasalahan ; misalnya apakah perbatasan merupakan perbatasan alamiah (laut,
sungai,gunung), apakah negara itu tidak mempunyai hubungan dengan laut sama sekali (land-
locked),atau apakah negara itu merupakan benua atau nusantara.

2. Penduduk

9
Setiap negara mempunyai penduduk, dan kekuasaan negara menjangkausemua
penduduk di dalam wilayahnya. Dalam mempelajari soal penduduk ini, perludiperhatikan
faktor-faktor seperti kepadatan penduduk, tingkat pembangunan, tingkat kecerdasan,
homogenitas, dan masalah nasionalisme. Dalam hubungan antara dua negarayang kira-kira
sama tingkat industrinya, negara yang sedikit penduduknya sering lebih lemah kedudukannya
daripada negara yang banyak penduduknya. (Prancis terhadap Jerman dalam Perang Dunia
II). Sebaliknya, negara yang padat penduduknya (India,China) menghadapi persoalan
bagaimana menyediakan fasilitas yang cukup sehinggarakyatnya dapat hidup secara layak. Di
masa lampau ada negara yang mempunyaikecerendungan untuk memperluas negaranya
melalui ekspansi. Dewasa ini cara yangdianggap lebih layak adalah meningkatkan produksi
atau menyelenggarakan program keluarga berencana untuk membatasi pertambahan
penduduk. Dalam memecahkan persoalan semacam ini faktor-faktor seperti tinggi-
rendahnya tingkat pendidikan,kebudayaan, dan teknologi dengan sendirinya memainkan
peran yang sangat penting.
 
3. Pemerintah
Setiap negara mempunyai organisasi yang berwenang untuk merumuskan dan
melaksanakan keputusan-keputusan yang mengikat bagi seluruh penduduk di dalam
wilayahnya. Keputusan-keputusan ini antara lain berbentuk undang-undang dan peraturan-
peraturan lain. Dalam hal ini pemerintah bertindak atas nama negara dan menyelenggarakan
kekuasaan dari negara. Bermacam-macam kebijaksanaan ke arah tercapainya tujuan-tujuan
masyarakat dilaksanakannya sambil menertibkan hubungan-hubungan manusia dalam
masyarakat. Negara mencakup semua penduduk, sedangkan pemerintah hanya mencakup
sebagian kecil dari padanya. Pemerintah sering berubah, sedangkan negara terus bertahan
(kecuali kalau ada pengaruh dari negara lain). Kekuasaan pemerintah biasanya dibagi atas
kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

4. Kedaulatan
Kedaulatan adalah kekuasaan yang tertinggi untuk membuat undang-undangdan
melaksanakannya dengan semua cara (termasuk paksaan) yang tersedia. Negaramempunyai
kekuasaan yang tertinggi ini untuk memaksa semua penduduknya agar menaati undang-
undang serta peraturan-peraturannya (kedaulatan ke dalam-internal sovereignty). Di samping
itu negara mempertahankan kemerdekaannya terhadapserangan-serangan dari negara lain dan
mempertahankan kedaulatan ke luar (external sovereignty). Untuk itu negara menuntut

10
loyalitas yang mutlak dari warga negaranya.Kedaulatan merupakan suatu konsep yuridis, dan
konsep kedaulatan ini tidak terlalu samadengan komposisi dan letak dari kekuasaan politik.
Kedaulatan yang bersifat mutlak sebenarnya tidak ada, sebab pemimpin kenegaraan (raja atau
diktator) selalu terpengaruh oleh tekanan-tekanan dan faktor-faktor yang membatasi
penyelenggaraan kekuasaan secara mutlak. Apalagi kalau menghadapi masalah dalam
hubungan internasional ; perjanjian-perjanjian internasional pada dasarnya membatasi
kedaulatan suatu negara. Kedaulatan umumnya tidak dapat dibagi- bagi, tetapi dalam negara
federal sebenarnya kekuasaan dibagi antara negara dan negara-negara bagian.

d. Tujuan Negara
Negara dapat dipandang sebagai asosiasi manusia yang hidup dan bekerja sama untuk
mengejar beberapa tujuan bersama. Dapat dikatakan bahwa tujuan terakhir setiap negara ialah
menciptakankebahagiaan bagi rakyatnya (bonum publicum, common good, common wealth).
Menurut Roger H. Soltau tujuan negara ialah : Memungkinkan rakyatnya berkembang
sertamenyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin (The freest possible development
andcreative self-expression of its members).5  Dan menurut Harold J. Laski : Menciptakan
keadaandi mana rakyat dapat mencapai keinginan-keinginan mereka secara maksimal
(Creation of thoseconditions under wich the members of the state may attain the maximum
satisfaction of theirdesires).6
Tujuan negara Republik Indonesia sebagai tercantum sebagai di dalam Undang-
Undang Dasar1945 ialah : « Untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraanumum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial
dengan berdasarkan kepada :Ketuhanan yang Mahaesa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dankerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, sertamewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia (Pancasila) ». Negara yang berhaluan Marxisme-Leninisme bertujuan untuk
membangun masyarakat komunis,sehingga bonul publicum selalu ditafsirkan dalam rangka
tercapainya masyarakat komunis. Tafsiran itu memengaruhi fungsi-fungsi negara di bidang

5
Soltau,  An Introduction to Politics, hlm. 253.
6
Laski,The State in Theory and Practice, hlm. 12

11
kesejahteraan dan keadilan. Negara dianggap sebagai alat untuk mencapai komunisme dalam
arti segala alat kekuasaannya harusdikerahkan untuk mencapai tujuan itu. Begitu pula fungsi
negara di bidang kesejahteraan dan keadilan (termasuk hak-hak asasi warga negara) terutama
ditekankan pada aspek kolektifnya,dan sering mengorbankan aspek perseorangannya.

e. Fungsi Negara
1. Melaksanakan penertiban (law and order)
Untuk mencapai tujuan bersama danmencegah bentrokan-bentrokan dalam
masyarakat, negara harus melaksanakan penertiban. Dapat dikatakan bahwa negara
bertindak sebagai stabilisator.
2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya
Dewasa ini fungsi ini sangat pentng, terutama bagi negara-negara baru. Pandangan
di Indonesia tercermin dalam usaha pemerintah untuk membangun suatu rentetan
Repelita.
3. Pertahanan
Hal ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar. Untuk ini
negara dilengkapi dengan alat-alat pertahanan.
4. Menegakkan keadilan
Hal ini dilaksanakan melalui badan-badan peradilan.

Sarjana lain, Charles E. Merriam, menyebutkan lima fungsi negara7yaitu :


1. Keamanan ektern
2. Ketertiban intern
3. Keadilan
4. Kesejahteraan umum
5. Kebebasan
Keseluruhan fungsi negara di atas diselenggarakan oleh pemerintah untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.

B. Rezim
a. Pengertian Rezim
Dalam politik, rezim (bahasa Prancis: régime) adalah bentuk pemerintah atau
seperangkat aturan, norma budaya atau sosial, dan lain-lain. Yang mengatur operasi suatu
7
Charles E. Merrian, Systematic politics (Chicago : University of Chicago Press, 1947)

12
pemerintah atau lembaga dan interaksinya dengan masyarakat. Menurut KBBI 8, rezim adalah
tata pemerintah negara atau pemerintahan yang berkuasa.
Pada awalnya kata régime adalah padanan kata untuk semua jenis pemerintahan.
Tetapi istilah ini kemudian mengalami pergeseran makna. Penggunaan di era modern lebih
berkonotasi negatif, karena menyiratkan pada suatu bentuk pemerintahan otoriter atau
kediktatoran. Definisi Webster menyatakan bahwa kata régime hanya merujuk pada bentuk
pemerintahan,[3] sementara Oxford English Dictionary mendefinisikan 'rezim' sebagai
"pemerintah, terutama yang otoriter".9
Secara teoritis, istilah ini tidak mengandung implikasi apapun
tentang pemerintahan tertentu yang dirujuknya, dan kebanyakan ilmuwan politik
menggunakannya sebagai sebuah istilah yang netral. Namun istilah ini sering digunakan
dalam budaya populer dengan pengertian negatif atau menghina, 10 sebagai rujukan kepada
pemerintah yang dianggap menindas, tidak demokratis atau tidak sah, sehingga dalam
konteks ini, kata tersebut mengandung makna penolakan moral ataupun oposisi politik.
Misalnya, kita barangkali tidak akan mendengar kata "sebuah rezim demokratis". Ilmuwan
politik Fred Judson, mendefinisikan rezim sebagai "hubungan
antara negara, masyarakat, pasar, dan sisipan global"

b. Konsep Dasar Rezim


Rezim Internasional merupakan salah satu konep yang penting dalam studi Hubungan
Internasional. Mungkin kalian sebelumnya sudah mendengar kata ini di salah satu buku
Hubungan Internasional. Pada pembahasan kali ini, penulis akan menulis secara lengkap
pengertian serta konsep dasar serta studi kasus dari rezim internasional, yang menjadi salah
satu fondasi terjadinya hubungan internasional di dunia.
Rezim internasional menurut bahasa, terbagi atas dua kata "Rezim" dan
"Internasional". Internasional dapat diartikan sebagai antar bangsa, sementara kata rezim
merupakan kata bahasa Indonesia yang diadaptasi dari bahasa Inggris yaitu "Regime", yang
berarti berkuasa atau kekuasaan. Kata Regime sendiri berasal dari bahasa Latin "Regimen"
dan "Regnare", yang berarti kekuasaan dan berkuasa.
Rezim kemudian dapat diartikan sebagai suatu benda abstrak yang disebut kekuasaan
yang terdapat pada antar negara di dunia, yang disusun sedemikian rupa oleh para pembuat

8
"Entri 'rezim' di KBBI Daring". KBBI Daring. Diakses tanggal 29 Mei 2021
9
Regime as defined in the Merriam–Webster website
10
Regime as defined in the Oxford English Dictionary

13
keputusan guna mencapai kepentingan bersama. Rezim Internasional biasanya disusun secara
bersama sama untuk membahas isu tertentu serta menyelesaikan permaasalahan dari isu
tersebut guna mencapai kepentingan nasional bersama, karena isu atau masalah tersebut
dipandang sebagai ancaman terhadap setiap negara yang ikut serta dalam pengesahan rezim
tersebut.
Rezim internasional merupakan sesuatu yang sangat diperlukan dalam pemerintahan
dunia pada jaman sekarang, karena selain membawa stabilitas, rezim juga dapat membawa
perdamaian serta persaudaraan antara umat manusia. Rezim internasional biasanya
diklasifikasikan menurut isunya masing masing. Misalnya Protokol Kyoto yang ditujukan
untuk masalah pengurangan gas rumah kaca pada tahun 2012 yang berperan besar dalam
bidang lingkungan. Kemudian pada bidang persenjataan ada rezim yang mengatur tentang
penarikan total senjata nuklir yang dibuat pada 1960-an. Tipe-tipe rezim akan dibahas secara
lengkap pada bagian berikut artikel ini.
Dapat dikatakan rezim internasional merupakan suatu benda abstrak yang berwujud
kekuatan atau kekuasaan yang kemudian menghasilkan suatu norma atau peraturan yang
disahkan atau dilegitimasi oleh para pembuat yang terlibat guna mencapai suatu kepentingan
bersama dari sekelompok negara yang bersangkutan. Rezim internasional hanya berupa
norma yang mengatur isu dan mencari penyelesaian dari permasalahan terbatas dari satu
bidang kehidupan saja misalnya di bidang lingkungan maupun persenjataan.
Rezim diperlukan terutama pada era hubungan internasional sekarang, karena rezim
membantu menyelesaikan permasalahan internasional secara tertata dan kooperatif.
Hubungan internasional era kontemporer bukan hanya soal peperangan atau ekspansionisme
suatu negara. Isu tersebut sudah usang dan negara-negara di dunia lebih fokus menciptakan
lingkungan yang damai serta kooperatif. Isu hubungan internasional sudah berkembang yang
semulanya hanya membahas soal militer dsb dan sekarang lingkungan, transportasi serta
teknologi menjadi isu yang patut dipertimbangkan, karena inovasi pada era sekarang tidak
terbatas dan rezim internasional merupakan instrumen yang bisa dimanfaatkan guna
mengarahkan inovasi tersebut agar tidak membahayakan atau mengancam keselamatan umat
manusia.

c. Pendekatan Rezim Internasional


Pendekatan terahadap Rezim Internasional menurut Hannida (2015) terbagi atas 3
jenis yaitu:
1. Pendekatan Realis

14
Pendekatan ini didasari pada paham realisme dalam studi Hubungan Internasional.
Paham realis beranggapan bahwa situasi internasional merupakanb situasi anarki di mana
negara negara bebas bertindak untuk mengejar kepentingan masing-masing. Situasi
internasional dianggap berbahaya sehingga setiap negara di dunia harus melindungi dirinya
masing masing dengan meningkatkan keamanan mereka, karena situasi internasional kapan
saja dapat memicu sebuah perang. Situasi internasional dipandang sebagai Zero Sum Game, di
mana negara berusaha memaksimalkan keuntungan dirinya sendiri dengan merugikan atau
mengalahkan negara lain.
Berdasarkan anggapan tersebut, realis berannggapan bahwasannya rezim internasional
merupakan rezim yang dibentuk berdasarkan power negara negara yang ikut serta di
dalamnya. Realis beranggapan bahwa pembagian kekuasaan di rezim internasional harus
bersifat horizontal daripada vertical. Mengapa horizontal? Pembagian kekuasaan secara
horizontal dipandang oleh Realis merupakan kondisi ideal di mana negara-negara
mendapatkan kekuasaan yang sama dengan negara-negara lain yang ikut serta dalam rezim
internasional.
Permasalahan rezim internasional terjadi jika kekuatan atau power yang terdapat
dalam rezim internasional terbagi secara vertical. Mengapa pembagian kekuasaan atau power
secara vertikal dapat menyebabkan kekacauan? Realis memandang bahwasannya pembagian
power atau kekuasaan secara vertikal akan menyebabkan kekuasaan terbagi tidak merata. Hal
tersebut dapat dipandang serta dikatakan bahwasannya akan terdapat negara yang lebih
berkuasa serta negara lemah. Negara yang berkuasa akan memanfaatkan negara yang lemah
demi kepentingannya sendiri, sehingga negara-negara lemah yang hanya mendapatkan sedikit
power atau kekuatan dari distribusi power yang ada, menjadi "budak" dari negara-negara
yang lebih kuat yang mendapatkan kekuatan atau power yang lebih besar.
Hal tersebut akan menjadikan rezim internasional sebagai pemuas kebutuhan negara-
negara yang kuat saja daripada semua negara yang terlibat dalam rezim tersebut. Hal tersebut
tentu harus dihindari. Realis memandang bahwasannya wajar bagi negara-negara di dunia
untuk membentuk rezim internasional, tetapi rezim tersebut harus mampu menyediakan
pemuas kebutuhan tiap negara yang terlibat, karena rezim internasional menurut realis
terbentuk atas dua hal yaitu karena adanya sesuatu yang ingin dicapai bersama atau Dilemma
of Common Interest dan sesuatu yang ingin dihindari secara bersama sama atau Dilemma of
Common Aversion.
Dilemma of Common Interest atau Dilema Kepentingan Bersama diartikan secara
harfiah, merupakan salah satu dari dua penyebab mengapa rezim internasional menurut

15
pandangan realisme terbentuk. Dilemma of Common Interest dapat dicapai oleh negara
negara di dunia dengan melakukan kolaborasi. Menurut realis, Dilemma of Common Interest
rentan terhadap pembagian kekuasaan secara vertikal sehingga rentan terhadap kekacauan di
rezim internasional. Dilemma of Common Interest rentan terhadap Prisoner's Dilemma di
mana negara-negara mengalami paksaan demi mencapai tujuan bersama.
Dilemma of Common Aversion merupakan bentuk keuda dari pembentukan rezim
internasional. Dilemma of Common Aversion dibentuk berdasarkan keinginan negara untuk
menghindari sesuatu yang tidak diinginkan bersama seperti ancaman militer dari musuh
bersama dan sebagainya, oleh karena itu, rezim internasional dibentuk sebagai wujud
perlindungan diri masing masing negara dari penyerangan yang kemungkinan yang akan
dilakukan oleh negara musuh bersama.
Dilemma of Common Aversion dipandang oleh realis merupakan bentuk yang lebih
stabil daripada Dilemma of Common Interest, karena bentuk ini memiliki distribusi kekuatan
atau power secara horizontal dan negara-negara memiliki kekuatan atau power yang relative
lebih setara dengan negara negara lain. Sehingga tidak ada negara lemah maupun negara
kuat. Kedudukan negara dalam rezim internasional dipandang sama sama lemah maupun
sama sama kuat, maka dari itu dibentuk suatu rezim internasional guna menghindari sesuatu
yang tidak diinginkan bersama. Dilemma of Common Aversion dilakukan secara kooperatif
daripada kolaboratif seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Maka daripada itu, dapat
dikatakan bahwasannya bentuk ini lebih stabil daripada Dilemma of Common Interest.
Pendekatan realis dapat dikatakan lebih menekankan peran distribusi power atau
kekuatan yang ada dalam rezim internasional, karena power dipandang sebagai pilar utama
dari sebuah rezim internasional. Bangunan tidak akan bisa berdiri dengan kokoh jika tidak
memiliki pilar yang seimbang dan dapat menopang atap dari bangunan tersebut. Oleh karena
itu, negara-negara harus memerhatikan konstruksi dari rezim internasional yang mereka
hasilkan, guna mencegah agar bangunan rezim internasional tidak runtuh dalam waktu
sekejap, malah merupakan kewajiban dari setiap negara untuk melindungi bangunan yang
mereka bangun dari segala ancaman.

2. Pendekatan Neo-Liberal
Pendekatan Neo-Liberal didasari pada paham Neo Liberal oleh Kennet Waltz dalam
bukunya Theory of International Politics. Paham neoliberalisme merupakan perbaikan atau
penerus dari paham liberalisme. Paham Neo Liberalisme beranggapan bahwa negara
melakukan kerjasama demi memaksimalkan keuntungan pribadi atau keuntungan absolutnya

16
sendiri. Kerjasama dengan neara lain merupakan hal yang mutlak yang harus dilakukan guna
memenuhi kepentingan nasional.
Berbeda dengan anggapan Realis yang beranggapan bahwasannya situasi
internasional merupakan anarkis, pandangan neoliberalis beranggapan bahwasannya situasi
internasional merupakan lading kerjasama bagi tiap negara untuk memaksimalkan
keuntungan absolut. Oleh karena itu, situasi damai sangat diperlukan untuk menciptakan
kemakmuran dari tiap tiap negara.
Jika realisme berfokus kepada distribusi kekuatan atau power yang ada dalam suatu
rezim internasional, maka neoliberalisme berasumsi dan memusatkan perhatiannya kepada
distribusi keuntungan dan kerjasama. Menurut realisme dan juga neoliberalisme negara
dipandang sebagai aktor rasional yang akan mengejar kepentingan masing masing dan rezim
internasional dipandang sebagai salah satu alat pemuas kebutuhan negara tersebut guna
mencapai kepentingan dan keuntungan absolut mereka. Negara masing masing bersaing guna
mencapai kepentingan masing masing.
Jika realisme berpadangan bahwasannya rezim internasional dapat menjadi Zerio Sum
Game di mana satu pihak keluar menjadi pemenang dan penguasa, maka neoliberalisme
beranggapan bahwasannya rezim internasional haruslah bersifat Prisoner's Dilemma, di mana
negara negara dituntut bekerjasama guna memenuhi kepentingan bersama, walaupun negara-
negara harus dipaksa sekalipun untuk melakukan kerjasama. Hal tersebut kembali ke asumsi
dasar neoliberalisme bahwa negara-negara akan menggunakan serta memanfaatkan rezim
internasional untuk memaksimalkan keuntungan absolutnya masing masing.
Jika realis berfokus kepada isu keamanan, maka neoliberalisme lebih berfokus kepada
rezim internasional yang benar benar ditujukan untuk perdamaian, salah satunya adalah rezim
internasional yang mengatur mengenai perdagangan seperti WTO. World Trade Organization
atau disingkat WTO merupakan perwujudan nyata dari pendekatan neoliberalisme.
Keohane (1987) dalam Hennida mengkritik pandangan realisme mengenai rezim
internasional. Keohane mengkritik bahwasannya realisme tidak dapat menjelaskan kejatuhan
hegemoni masih tetap membawa stabilitas kepada rezim internasional. Hal tersebut sesuai
dengan fakta bahwasannya pada tahun 1970-an Amerika Serikat mengalami penurunan yang
sangat besar terutama soal hegemoni pasca kekalahannya di Vietnam. Padahal menurut
asumsi realisme bahwasannya jika negara yang memiliki hegemoni yang besar dalam suatu
rezim atau organisasi internasional dan jika negara tersebut jatuh dan hancur, maka organisasi
atau rezim internasional yang dipimpin oleh negara tersebut akan ikut hancur dengan negara
tersebut.

17
Hansclever dalam Hennida menjelaskan bahwasannya karena neoliberalisme
bertumpu kepada aktor rasional, dapat dijelaskan melalui teori rasionalitas (Hennida, 2015).
Beliau menambahkan bahwasannya teori rasionalitas dapat dijelaskan melalui dua sudut
pandang yaitu Kontraktualisme dan Situasi-Strutkuralis. Teori ini dikembangkan dari
anggapan dasar ekonomi yaiut mengenai prinsip ekonomi: memaksimalkan pemasukan serta
meminimalisir pengeluaran. Kedua teori tersebut menjelaskan mengenai kerjasama yang
dilakukan oleh para aktor yang terlibat dalam rezim internasional menurut sudut pandang
neoliberalisme.
Teori Kontraktualisme menjelaskan mengenai para aktor yang bekerjasama di situasi
internasional yang mirip seperti Prisoner's Dilemma. Teori ini hanya sebatas menjelaskan
kerjasama yang dilakukan oleh aktor. Sementara teori Situasi-Struktruralis menjelaskan lebih
jauh daripada teori yang sebelumnya dijelaskan. Teori ini menjelaskan mengenai motivasi
para aktor dalam melakukan kerjasama serta pembentukan rezim internasional serta
keuntungan apa yang dapat dihasilkan oleh para aktor dalam melakukan kerjasama serta
pembentukan rezim internasional.
Pendekatan neoliberalisme merupakan pendekatan yang memusatkan perhatiannya
kepada keuntungan absolut yang dimiliki oleh tiap tiap negara. Negara memang fokus kepada
penciptaan perdamaian di dunia, tetapi tidak juga melupakan keuntungan pribadi mereka
yang bisa didapat melalui kerjasama internasional serta pembentukan rezim internasional.
Rezim Internasional bekerja seperti Prisoner's Dilemma yang berlawanan dengan
asumsi realis bahwasannnya rezim internasional bekerja seperti Zero Sum Game.
Neoliberalis lebih menekankan kepada aspek diplomasi, kerjasama serta keuntungan
sedangkan realisme lebih menekankan kepada aspek keamanan tiap negara. Realisme dan
Neoliberalisme sama sama memandang bahwa negara merupakan aktor rasional yang
berusaha untuk memuaskan dirinya dalam rezim internasional.

3. Pendekatan Konstruktivis
Pendekatan Konstruktivis merupakan pendekatan yang sangat berbeda dari dua
pendekatan yang sebelumnya sudah dijelaskan. Pendekatan ini beranggapan bahwa semua
yang ada di dunia sosial, termasuk rezim internasional merupaka konstruksi sosial atau suatu
benda atau hal yang dibangun atau dibuat maupun dihasilkan oleh masyrakat itu sendiri,
berdasarkan pengetahuan, pengalaman, budaya, bahasa serta ideologi masing-masing.
Pendekatan ini beranggapan bahwa setiap aktor memiliki motivasi masing masing
dalam melakukan interaksinya dengan aktor yang lainnya pula. Motivasi tersebut tersusun

18
atas pengetahuan, pengalaman serta ideologi masing masing aktor. Lain kata pendekatan
konstruktivis menekankan kepada analisis pengetahuan, pengalaman serta ideologi tanpa
melupakan faktor sosial lainnya seperti bahasa, agama dan sebagainya. Pendekatan ini
beranggapan bahwasannya negara dibentuk oleh masyrakat berdasarkan kepentingan tertentu
dan begitu juga pembentukan rezim internasional. Politik global dan politik domestic
merupakan kesatuan yang inheren sehingga tidak dapat dipisahkan dari satu sama lain.
Pendekatan ini juga beranggapan bahwasannya pengetahuan menjadi kunci dari
terjadinya hubungan manusia. Pengalaman serta pengetahuan menjadi guru utama bagi
manusia untuk melakukan interaksi sebaik-baiknya dengan para manusia lainnya guna saling
memenuhi kebutuhan masing-masing.
Hasenclever dalam Hennida menjelaskan bahwasannya pendekatan konstruktivis
menekankan kepada aspek pengetahuan (Hennida, 2015). Hasenclever menjelaskan
bahwasannya pendekatan konstruktivis menekankan kepada aspek kognitif dari para aktor.
Aspek kognitif itu seperti ideologi, agama dan sebagainya.
Pendekatan ini mengkritik dua pendekatan sebelumnya dengan menyatakan
bahwasannya tidak ada yang disebut dengan objektivitas sosial. Hubungan antara manusia
termasuk hubungan internasional merupakan intersubjektif sosial. Pelaku atau subjek
merupakan sesuatu hal yang tersusun atas pengetahuan, pengalaman serta kebudayaann yang
unik dan tidak bisa diperbandingkan dengan satu sama lain, oleh karena itu untuk memahami
hubungan internasional, harus diperlukan berbagai pemahaman mengenai aspek aspek
kognitif para aktor yang melakukan tindakannya dalam ranah internasional. Hal tersebut
sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Hasenclever dalam Hennida bahwasannya aktor
dalam hubungan internasional terutama dalam rezim internasional melakukan tindakan kausal
yaitu ada sebab dan ada akibat.
Pendekatan ini terbagi atas dua yaitu konstruktivis lemah serta konstruktivis kuat.
Konstruktivis lemah hanya sebatas membahas ideologi dan kepercayaan yang dianut oleh
seseorang dalam interaksinya dengan tokoh lainnya juga. Konstruktivis lemah tidak
membahas secara lengkap mengenai penyebab serta bagaimana tokoh tersebut bertindak
dalam hubungannya. Dikatakan pendekatan jenis ini lemah, karena pendekatan jenis ini
hanya sebatas membahas latar belakang ideologi serta kepercayaan yang dianut oleh
seseorang tanpa menghiraukan hal lain seperti tindakan yang dilakukannya.
Lain dengan halnya dengan pendekatan konstruktivis kuat, yang tidak hanya sebatas
membahas ideologi dan kepercayaan yang dianut oleh seseorang, melainkan pendekatan ini

19
juga membahas mengenai alur informasi yang sampai ke seseorang sehingga memotivasinya
melakukan sesuatu atau sebuah kebijakan atau sebuah langkah dalam rezim internasional.
Pendekatan konstruktivis merupakan pendekatan yang berbasis terhadap analisis
pengetahuan, pengalaman serta budaya yang dimiliki oleh seseorang. Pendekatan ini dinilai
oleh penulis merupakan pendekatan yang lebih kompleks daripada pendekatan realis dan
neoliberal. Pendekatan ini menekankan kepada intersubjektivitas sosial bahwasannya
hubungan internasional dibentuk berdasarkan intersubjektivitas dan bukan objektivitas.
Pendekatan ini sama seperti teori kritis lainnya yang mengkritik pendekatan realis dan
neoliberal, bahwasannya tidak di dunia internasional tidak ada yang Namanya objektivitas
melainkan intersubjektivitas. Pendekatan ini terbagi atas dua jenis yaitu pendekatan
konstruktivisme lemah yang hanya sebatas membahas ideologi serta kepercayaan seseorang
sementara pendekatan konstruktivisme kuat juga membahas sebab-akibat dari tindakan
seseorang.

C. Aparat birokrasi
a. Pengertian Birokrasi & Aparat Birokrasi
Birokrasi merupakan struktur tatanan organisasi, bagan, pembagian kerja dan hierarki
yang terdapat pada sebuah lembaga yang penting untuk menjalankan tugas-tugas agar lebih
teratur, seperti contohnya pada pemerintahan, rumah sakit, sekolah, militer dan lain-lain.
Birokrasi ini dimaksudkan sebagai suatu sistem otoritas yang ditetapkan secara rasional oleh
berbagai macam peraturan untuk mengorganisir pekerjaan yang dilakukan oleh banyak orang.
Dalam pelaksanaanya, birokrasi memiliki prosedur atau aturan yang bersifat tetap, dan rantai
komando yang berupa hirarki kewenangannya mengalir dari “atas” ke “bawah”. Sedangkan
pengertian aparat birokrasi adalah orang yang berperan menjalankan birokrasi tersebut.

b. Definisi Birokrasi Menurut Para Ahli


Menurut Max Weber
Pengertian birokrasi menurut Max Weber adalah suatu bentuk organisasi yang
penerapannya berhubungan dengan tujuan yang hendak dicapai. Birokrasi dimaksudkan
sebagai suatu sistem otoritas yang ditetapkan secara rasional oleh berbagai macam peraturan
untuk mengorganisir pekerjaan yang dilakukan oleh banyak orang.11
Menurut Karl Marx

11
Martin Albrow. Birokrasi. alih bahasa M Rusli Karim dan Totok Daryanto. Yogyakarta: Tiara Wacana. (1989).

20
Pengertian birokrasi menurut Karl Marx adalah sebuah instrumen yang difungsikan
oleh kelas yang berpengaruh untuk melakukan kekuasaan dominasinya atas kelas-kelas sosial
lainnya, dengan kata lain birokrasi memihak kepada kelas partikular yang mendominasi
tersebut.

Menurut Fritz Morstein Marx (1984)


Pengertian birokrasi merupakan suatu tipe organisasi yang digunakan oleh pemerintah
modern untuk melaksanakan tugas-tugasnya yang bersifat spesialis, dilaksanakan dalam
sistem administrasi dan khususnya oleh aparatur pemerintah.

Menurut Ismani (2001)


Menurut Ismani, dalam birokrasi terdapat aturan-aturan yang rasional, struktur
organisasi dan proses berdasarkan pengetahuan teknis dan dengan efisiensi dan setinggi-
tingginya, dari padangan yang demikian tidak sedikitpun alasan untuk menganggap birokrasi
itu jelek dan tidak efisien.

c. Fungsi Birokrasi
1) Sebagai pelaksanaan administrasi, yakni menjalankan kebijakan umum suatu
negara yang telah dirancang.
2) Memberikan pelayanan kepada masyarakat serta melaksanakan pembangunan
yang profesional dan merata.
3) Sebagai pemberi nasehat kebijakan pada pemerintah.
4) Sebagai pelaksanaan fungsi regulasi, yakni mengamankan kesejahteraan
masyarakat umum.
5) Sebagai alat pemerintah untuk melayani kepentingan masyarakat dan bukan
merupakan bagian dari kekuatan politik (netral).
6) Sebagai stabilitator politik dan kontinuitas sistem politik suatu negara.
7) Mengumpulkan informasi dan data mengenai efisiensi atau efektivitas
pelaksanaan berbagai kebijakan pemerintah di masyarakat.
8) Melaksanakan manajemen pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, koordinasi, dan evaluasi.
d. Ciri-Ciri Birokrasi
Menurut Max Weber, ada beberapa ciri-ciri dan karakteristik birokrasi secara umum.
Berikut merupakan beberapa ciri-ciri birokrasi menurut Max Weber:

21
 Jabatan administratif yang terorganisasi dan tersusun secara hierarkis.
 Setiap jabatan mempunyai wilayah kompetensinya sendiri.
 Pegawai negeri ditentukan, tidak dipilih, berdasarkan pada kualifikasi teknik
yang ditunjukan dengan ijazah atau ujian.
 Pegawai negeri menerima gaji tetap sesuai dengan pangkat atau kedudukannya.
 Pekerjaan merupakan karier yang terbatas, atau pada pokoknya, pekerjaannya
sebagai pegawai negeri.
 Para pejabat tidak memiliki kantor sendiri.
 Para pejabat sebagai subjek untuk mengontrol dan mendisiplinkan.
 Promosi didasarkan pada pertimbangan kemampuan yang melebihi rata-rata.

e. Karakteristik Birokrasi
Menurut Max Weber, karakteristik birokrasi yang ideal adalah sebagai berikut:
 Kerja yang ketat pada peraturan
 Tugas yang bersifat khusus
 Kaku dan sederhana
 Diselenggarakan secara resmi
 Pengaturannya bersifat hirarki, atau dari atas ke bawah.
 Berorientasi terhadap logika
 Tersentralistis
 Taat dan patuh
 Disiplin
 Terstruktur atau sistematis
 Tidak pandang bulu.

D. Kebijakan Publik
a. Pengertian Kebijakan & Kebijakan Publik

22
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas
yang menjadi garis dan dasar rencana dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, serta
cara bertindak (tentang perintah, organisasi, dan sebagainya).
Easton memberikan definisi kebijakan publik sebagai the authoritative allocation of
values for the whole society atau sebagai pengalokasian nilai-nilai Secara paksa kepada
seluruh anggota masyarakat. Laswell dan Kaplan juga Mengartikan kebijakan publik sebagai
projected program of goal, value, and Practice atau sesuatu program pencapaian tujuan, nilai-
nilai dalam praktekpraktek yang terarah. Pressman dan Widavsky sebagaimana dikutip Budi
Winarno (2002: 17) mendefinisikan kebijakan publiksebagai hipotesis yang Mengandung
kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang bisa diramalkan.
Robert Eyestone sebagaimana dikutip Leo Agustino (2008 : 6) mendefinisikan
kebijakan publik sebagai “hubungan antara unit pemerintah dengan lingkungannya”. Banyak
pihak beranggapan bahwa definisi tersebut masih terlalu luas untuk dipahami, karena apa
yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup banyak hal. 12 Menurut Nugroho,
ada dua karakteristik dari kebijakan publik, yaitu:
1) Kebijakan publik merupakan sesuatu yang mudah untuk dipahami, Karena maknanya
adalah hal-hal yang dikerjakan untuk mencapai Tujuan nasional;
2) Kebijakan publik merupakan sesuatu yang mudah diukur, karena Ukurannya jelas
yakni sejauh mana kemajuan pencapaian cita-cita Sudah ditempuh

b. Tahap-tahap kebijakan publik


Harold F Gortner dalam Public Administration (1984) menjelaskan terdapat lima
tahap dalam proses terjadinya kebijakan publik adalah:

a. Identifikasi masalah
Identifikasi masalah (identification of needs) yaitu mengidentifikasikan
kebutuhan-kebutuhan masyarakat dalam pembangunan dengan mengikuti beberapa
kriteria. Antara lain menganalisis data, sampel dan data statistik, model-model
simulasi, analisis sebab akibat dan teknik-teknik peramalan.

b. Formulasi

12
Taufiqurokhman, Kebijakan Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Moestopo Beragama
(Pers), Jakarta, 2014, hlm. 03

23
Formulasi usulan kebijakan yang mencakup faktor-faktor strategi, alternatif-
alternatif yang bersifat umum, kemantapan teknologi dan analisis dampak lingkungan.
c. Adopsi
Adopsi mencakup analisis kelayakan politik, gabungan beberapa teori politik
dan penggunaan teknik-teknik penganggaran.

d. Aplikasi
Aplikasi yaitu pelaksanaan program yang mencakup bentuk-bentuk organisasi,
model penjadwalan, penjabaran keputusan-keputusan, keputusan-keputusan penetapan
harga dan skenario pelaksanaan.

e. Evaluasi
Evaluasi mencakup penggunaan metode-metode eksperimental, sistem
informasi, auditing dan evaluasi mendadak.

BAB III
PENUTUP

24
A. Kesimpulan
Secara etimologis istilah “negara” merupakan terjemahan dari kata-kata asing,
yaitu state (bahasa Inggris), staat (bahasa Jerman dan Belanda), dan etat (bahasa Prancis). Di
Indonesia sendiri, istilah “Negara” berasal dari bahasa Sansekerta nagara atau nagari, yang
berarti kota. Negara mempunyai sifat khusus yang merupaka manifesti dari kedaulatan yang
dimilikinya dan yang hanya terdapat pada negara saja dan tidak terdapat pada asosiasi atau
organisasi lainnya. Umumnya dianggap bahwa setiap negara mempunyai sifat memaksa, sifat
monopoli, dan sifat mencakup semua.
Dalam politik, rezim (bahasa Prancis: régime) adalah bentuk pemerintah atau
seperangkat aturan, norma budaya atau sosial, dan lain-lain. Yang mengatur operasi suatu
pemerintah atau lembaga dan interaksinya dengan masyarakat. Pada awalnya
kata régime adalah padanan kata untuk semua jenis pemerintahan.
Birokrasi merupakan struktur tatanan organisasi, bagan, pembagian kerja dan hierarki
yang terdapat pada sebuah lembaga yang penting untuk menjalankan tugas-tugas agar lebih
teratur, seperti contohnya pada pemerintahan, rumah sakit, sekolah, militer dan lain-lain.
Pengertian birokrasi menurut Max Weber adalah suatu bentuk organisasi yang penerapannya
berhubungan dengan tujuan yang hendak dicapai. Birokrasi dimaksudkan sebagai suatu
sistem otoritas yang ditetapkan secara rasional oleh berbagai macam peraturan untuk
mengorganisir pekerjaan yang dilakukan oleh banyak orang.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas
yang menjadi garis dan dasar rencana dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, serta
cara bertindak (tentang perintah, organisasi, dan sebagainya). Easton memberikan definisi
kebijakan publik sebagai the authoritative allocation of values for the whole society atau
sebagai pengalokasian nilai-nilai Secara paksa kepada seluruh anggota masyarakat.

B. Saran
Indonesia banyak memuat unsur-unsur negara. Dalam pengimplementasiannya Perlu
adanya implementasi dari makna aspek-aspek yang disebutkan diatas, dan harus
mempelajarinya secara mendalam agar bisa mengimplementasikan secara maksimal dan
sebaik-sebaiknya sebagai cerminan perilaku mahasiswa muslim yang unggul, kompetitif,
mencintai bangsa dan negara. Dalam menjalankan sebuah komponen maka sebaiknya
seorang pemimpin merenungi arti setiap Aspek-aspek dan unsur-unsur sebuah negara guna
menjadi pemimpin yang dapat mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

25
DAFTAR PUSTAKA

26
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar ilmu politik. Jakarta: PT. Gramedia PustakaUtama. 
Harold J. Laski. 1947. The State in Theory and Practice. New York: The Viking Press. 
H.H. Gerth and C. Wright Mills, trans., eds and introduction. 1958. From Max Weber :
Essaysin Sociology. New York: Oxford University Press. 
E. Merrian, Charles. 1947, Systematic politics. Chicago: University of Chicago Press.
Soehino. 2005. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty.
Albrow, Martin. 1989. Birokrasi. alih bahasa M Rusli Karim dan Totok Daryanto.
Yogyakarta: Tiara Wacana.
Castles, L., Nurhadiantomo, & Suyatno. 1986. Birokrasi: Kepemimpinan dan Perubahan
Sosial di Indonesia. Surakarta: Hapsara.
Taufiqurokhman. 2014. Kebijakan Publik, Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Moestopo Beragama (Pers).
https://www.academia.edu/6473504/Makalah_Ilmu_Negara.
https://www.kompasiana.com/vaneroberer1395/5e25d683d541df4c8b642a03/
reziminternasional-konsep-dasar-pengertian-dan-studi-kasus?page=3.

27

Anda mungkin juga menyukai