Anda di halaman 1dari 3

Green Building

Biophilic dan bangunan hijau memiliki tujuan yang hampir mirip tetapi berbeda. Arsitektur biofilik
didasarkan pada penegasan bahwa manusia memiliki hubungan bawaan dengan alam yang harus
diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan psikologis manusia. Konsep
biophilic berbeda dengan green bulding karena onsep utama green building merupakan upaya untuk
melindungi sumber daya alam serta meningkatkan lingkungan binaan agar ekosistem dan manusia di
dalamnya dapat berkembang secara berkelanjutan.
Bangunan Hijau atau Green Building atau Sustainble Building didefinisikan sebagai bangunan yang
didesain untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan dengan cara mengurangi penggunaan energi
dan air yang berlebihan. Hal ini dapat dicapai melalui perencanaan, pelaksanaan konstruksi,
pengoperasian, dan perawatan yang baik serta penggunaan material yang dapat di daur ulang (Halliday,
2008). Selain itu, definisi green building berdasarkan Panduan Kota Hijau di Indonesia (2012) adalah
upaya peningkatan performa dan kualitas desain dan konstruksi pada bangunan agar memiliki daya
tahan lebih lama, hemat biaya operasional, serta memperhatikan keselamatan dan kesehatan pekerja
maupun penduduk yang tinggal di sekitarnya. Konsep bangunan hijau ini mengacu pada struktur dan
menggunakan proses yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien di
seluruh siklus hidup bangunan: dari penentuan tapak sampai desain, konstruksi, operasi, pemeliharaan,
renovasi pembongkaran, dan. Praktik ini memperluas dan melengkapi desain bangunan klasik
keprihatinan ekonomi, daya tahan utilitas, dan kenyamanan.
Penerapan bentuk green building menurut Green Building Council Indonesia (GBCI) (2009), dapat
berbentuk bangunan baru ataupun bangunan lama, yang pembangunannya direncanakan dan
dioperasikan dengan memperhatikan faktor–faktor keberlanjutan lingkungan. Terdapat tiga tujuan
dasar dalam perwujudan green building yaitu; melestarikan 8 sumberdaya alam, meningkatkan
efisiensi energi, dan meningkatkan kualitas udara dalam ruangan. Dalam mewujudkan suatu green
building terdapat enam tahapan yaitu;
1. perencanaan dan perancangan: pemilihan lokasi, pengembangan desain, pengembangan lanskap,
manajemen perubahan cuaca, adaptasi bangunan dan sistem daur ulang;
2. pengerjaan tapak: rekomendasi dalam pengerjaan tapak, keselamatan kerja, efisiensi penggunaan
bahan, dan pengurangan limbah;
3. struktur bangunan: jenis, penempatan, dan pembangunan struktur bangunan;
4. sistem: pemanas, ventilasi, pendingin ruangan, pencahayaan dan penerangan, sumber energi
setempat, dan sistem pemipaan;
5. bahan dan perabotan: perabot ramah lingkungan dan daur ulang; serta
6. pemanfaatan dan pemeliharaan: manajemen operasional, peningkatan pengetahuan dan pemahaman
dari pengelola bangunan.
Green building adalah bangunan yang dirancang, dibangun, dan dioperasikan dengan menggunakan
seluruh sistem pendekatan perancangan bangunan, dengan tujuan untuk mengoptimalkan seluruh
kapasitas dari bangunan dan lingkungannya (Greendepot 2009) dalam Sitepu (2011). Menurut Lacher
(2007) dalam Karlenzig et.al (2007), terdapat beberapa atribut green building yaitu hemat energi serta
penggunaan energi dan material yang berkelanjutan. Green building menurut Ignes (2008) dalam
Sitepu (2011) memiliki konsep bangunan sebagai berikut;
1) Pemilihan material yang ramah energi,
2) orientasi tata letak bangunan,
3) hemat energi,
4) hemat penggunaan air,
5) memiliki recycle air buangan,
6) penanganan sampah dengan konsep 3R,
7) low heat dissipation,
8) memperhatikan unsur iklim lokal,
9) penggunaan HVAC yang 58 ramah ozon, dan
10) memiliki standar pengoperasian bangunan dengan spirit penghematan energi dengan sumber–
sumber yang digunakan.
Kondisi Ideal Green Building Berdasarkan tujuan dasar pembangunan green building, terdapat enam
tahapan dalam mewujudkannya berdasarkan Panduan Kota Hijau di Indonesia (2012);
1. Perencanaan dan Perancangan Perencanaan dan perancangan merupakan strategi paling mendasar
dalam menentukan dan mempengaruhi tahapan selanjutnya. Pemilihan tapak dan orientasi bangunan
menentukan keberhasilan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan di masa yang akan datang.
Perencanaan dan perancangan meliputi rekomendasi dan kriteria dalam pemilihan lokasi, orientasi arah
bangunan, pengembangan desain, rencana tapak untuk mewujudkan interaksi sosial dan aktivitas fisik,
pengembangan lanskap, manajemen perubahan cuaca, adaptasi bangunan, dan sistem daur ulang.
2. Pengerjaan Tapak (Site Work) Strategi pada tahap pengerjaan lahan dirancang untuk melindungi
kesehatan pekerja konstruksi dan penduduk di masa depan, mengurangi limbah, dan mencegah polusi
udara, tanah dan saluran air. Penerapan prinsip 3R merupakan inti dari stretegi pada tahap pengerjaan
lahan. Mengurangi jumlah limbah (reduce) baik yang berbahaya maupun yang tidak berbahaya pada
tapak adalah langkah kunci untuk melindungi kesehatan masyarakat dan lingkungan begitu pula
dengan penggunaan kembali dan daur ulang (reuse dan recycle). Pengelolaan puing konstruksi dan
pembongkaran perlu dikelola melalui prinsip 3R untuk mencapai konsep zero waste. Proses pengerjaan
tapak meliputi rekomendasi dalam pengerjaan tapak untuk meminimalisasi gangguan atau perubahan,
keselamatan kerja, efisiensi penggunaan bahan, dan pengurangan limbah.
3. Struktur Bangunan Penggunaan jenis dan bahan untuk menciptakan bangunan yang lebih tahan
terhadap berbagai kondisi dan berumur lebih panjang, penggunaan energi dan sumberdaya yang lebih
efisien. Struktur bangunan yang menjadi kriteria penilaian green building yaitu jenis, penempatan dan
pembangunan struktur bangunan termasuk didalamnya beton, rangka atap, dan material peneduh.
4. Sistem Sistem yang menjadi kriteria penilaian green building meliputi lima kategori yaitu; 1)
pemanas, 2) ventilasi, 3) pendingin ruangan (AC), 4) pencahayaan dan penerangan, dan 5) sumber
energi setempat, serta sistem pemipaan. Penentuan sistem, bertujuan untuk memperoleh dua manfaat
yaitu; efisiensi energi dan peningkatan kualitas lingkungan dalam gedung. Dalam konsep green
building, efisiensi energi dan kualitas lingkungan dalam gedung adalah tujuan yang saling melengkapi.
Bangunan dengan tingkat efisiensi yang tinggi misalnya dalam penggunaan peralatan pemanas dan
pendingin cenderung lebih nyaman.
5. Tahap Penyelesaian dan Kelengkapan Penyelesaian dan kelengkapan merupakan hal penting dalam
mewujudkan sebuah unit bangunan. Kedua hal tersebut menjadi penentu seberapa hijau atau sehat
bangunan tersebut. Penyelesaian bangunan juga harus turut memperhatikan konsep green building
secara keseluruhan yang menjadi bagian dari perwujudan bangunan hijau secara keseluruhan. Demi
mempertimbangkan kesehatan dengan menggunakan bahan dan perabot ramah lingkungan, pemilihan
bahan turut menjadi kriteria peniliaian green building, yaitu; pemilihan jenis lantai dan karpet,
alternatif dalam penggunaan kayu, penggunaan bahan daur ulang.
6. Pemanfaatan dan Pemeliharaan Penerapan green design pada green building perlu dilakukan demi
memaksimalkan manfaat dari efisiensi energi, daya tahan, dan kualitas lingkungan dalam ruangan.
Suatu green building harus memiliki sistem pengoperasian yang benar dan mampu dipelihara dengan
waktu yang lama. Proses pemanfaatan dan pemeliharaan meliputi; manajemen operasional, tata cara
pemeliharaan, peningkatan pengetahuan dan pemahaman dari pengelola bangunan. Operasional dan
pemeliharaan gedung juga merupakan hal yang penting, tidak hanya pada proses pembangunan, tetapi
juga dilaksanakan ketika bangunan yang sudah dibuat digunakan.

Anda mungkin juga menyukai