Anda di halaman 1dari 7

Konferensi Kasus1

Konferensi kasus merupakan forum terbatas yang diupayakan oleh konselor untuk
membahas suatu kasus dan arah-arah penanggulangannya. Konferensi kasus direncanakan
dan dipimpin oleh konselor, dan dihadiri oleh pihak-pihak yang sangat terkait dengan
penanggulangan kasus tersebut. Tujuan konferensi kasus adalah untuk mengumpulkan data
yang lebih banyak dan lebih akurat serta menggalang komitmen pihak-pihak terkait dengan
permasalahan tertentu dalam rangka penanganan permasalahan. Secara khusus konferensi
kasus dikaitkan dengan fungsi-fungsi pelayanan konseling, yaitu fungsi pemahaman, fungsi
pengentasan, fungsi pencegahan, fungsi pemeliharaan dan pengembangan, serta fungsi
advokasi.

Konferensi kasus dilaksanakan untuk mengusahakan cara yang terbaik bagi


pemecahan masalah yang dialami peserta didik (konseli). Secara khusus konferensi kasus
secara bertujuan untuk:

1. Menetapkan konsistensi data jika guru atau guru BK/konselor menemukan berbagai
data/informasi yang saling bertentangan atau kurang serasi satu sama lain (cross check
data).
2. Memperoleh konsensus dari peserta konferensi kasus untuk menafsirkan data yang cukup
komprehensif dan pelik. Data tersebut yang menyangkut diri peserta didik (konseli) untuk
memudahkan pengambilan keputusan.
3. Memperoleh pengertian, penerimaan, persetujuan, dan komitmen peran dari para peserta
konferensi kasus tentang permasalahan yang dihadapi peserta didik beserta upaya
pengentasannya.

Pelaksanaan konferensi kasus diawali dengan mengkomunikasikan rencana konferensi


kasus kepada para peserta, dan selanjutnya menyelenggarakan konferensi kasus tersebut
dengan kegiatan sebagai berikut; (a) membuka pertemuan, (b) menyelenggarakan
penstrukturan, degan azas kerahasiaan sebagai pokok kasus, (c) meminta komitmen peserta
untuk penanganan kasus, (d) membahas kasus, (e) menegaskan peran masing-masing peserta
dalam penaganan kasus, (f) menyimpulkan hasil pembahasan, memantapkan komitmen
peserta, dan (g) menutup pertemuan (Prayitno, 2012).

Secara rinci konferensi kasus dilaksanakan dengan langkah langkah berikut ini:

1
Yasmir Syukur, Neviyarni, dan Triave Nuzila Zahri, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Malang,
IRDH: 2019), 128-131
1. Kepala sekolah atau Koordinator BK/Konselor mengundang para peserta konferensi
kasus, atas insiatif guru, wali kelas atau guru BK/konselor. Peserta yang diundang
merupakan orang-orang yang memiliki pengaruh kuat terhadap permasalahan dihadapi
peserta didik (konseli) Peserta tersebut memiliki keahlian tertentu terkait dengan
permasalahan yang dihadapi peserta didik.
2. Kepala sekolah atau guru BK/konselor membuka acara pertemuan dengan menyampaikan
maksud dan tujuan dilaksanakan konferensi kasus. Kemudian meminta komitmen dari
para peserta konferensi kasus untuk membantu mengentaskan masalah yang dihadapi
peserta didik (konseli) di awal pertemuan konferensi kasus, serta menyampaikan
pentingnya pemenuhan asas-asas dalam bimbingan dan konseling, khususnya asas
kerahasiaan.
3. Guru atau konselor menampilkan dan mendekripsikan permasalahan yang dihadapi
peserta didik (konseli). Dalam mendekripsikan masalah peserta didik (konseli),
seyogyanya terlebih dahulu disampaikan tentang hal-hal positif dari peserta didik
(konseli), misalkan tentang potensi, sikap, dan perilaku positif yang dimiliki peserta didik
(konseli), sehingga para peserta bisa melihat hal-hal positif dari peserta didik (konseli).
yang bersangkutan Selanjutnya, disampaikan berbagai gejala dan permasalahan peserta
didik (konseli) dan data/informasi lainnya tentang peserta didik (konseli) yang sudah
terindentifikasi/terinventarisasi, serta upaya-upaya pengentasan yang telah dilakukan
sebelumnya
4. Setelah pemaparan masalah peserta didik (konseli), selanjutnya para peserta lain
mendiskusikan dan dimintai tanggapan, masukan, dan konstribusi persetujuan atau
penerimaan tugas dan peran masing-masing dalam rangka pengentasan remedial atas
masalah yang dihadapi peserta didik (konseli)
5. Selanjutnya kegiatan menyimpulkan beberapa rekomendasi atau keputusan berupa
alternatif-alternatif untuk dipertimbangkan oleh guru BK konselor para peserta, dan
peserta didik (konseli) yang bersangkutansetelah berdiskusi atau berdebat untuk
menentukan langkah-langkah penting berikutnya dalam rangka pengentasan masalah
peserta didik (konseli).

Hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam melaksanakan konferensi kasus, di


antaranya:

1. Konferensi kasus yang akan diselenggarakan mendapat persetujuan dari peserta didik
(konseli) yang bersangkuta.
2. Peserta didik (konseli) yang bersangkutan boleh dihadirkan kalau dipandang perlu, boleh
juga tidak, bergantung pada permasalahan dan kondisinya.
3. Ketika menjelaskan dan mendikusikan masalah peserta didik (konseli) tidak menyebut
nama peserta didik (konseli) yangbersangkutan, tetapi menggunakan kode yang dapat
dipahami.
4. Dalam kondisi apa pun, kepentingan peserta didik (konseli) harus diletakkan di atas
segala kepentingan lainnya.
5. Peserta konferensi kasus menyadari akan tugas dan peran serta batas-batas kewenangan
profesionalnya.
6. Pengambilan keputusan dalam konferensi kasus berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
rasional Selain itu tidak melupakan aspek-aspek emosional Terutama hal yang berkaitan
dengan orang tua peserta didik (konseli) yang bersangkutan
7. Setiap proses dan hasil konferensi kasus dicatat dan diadminsitrasikan secara tertib.

Kunjungan Rumah

1. Pengertian Kunjungan Rumah2


Home visit atau kunjungan rumah adalah suatu metode untuk memahami individu
dengan cara konselor mengadakan kunjungan ke rumah orang tua siswa dengan tujuan
untuk mengenal dan memahami keadaan siswa di rumah. Misalnya hubungan siswa
dengan orang tua, dengan kakak/adik, keadaan sosial ekonomi keluarga, fasilitas belajar
di rumah, kebiasaan belajar di rumah, keadaan lingkungan rumah, dan sebagainya.
Penanganan masalah siswa sering kali memerlukan pemahaman yang lebih mendalam
tentang suasana rumah atau keluarga siswa. Untuk itu kunjungan perlu dilakukan dalam
rangka pemahaman individu. Kunjungan rumah tidak perlu dilakukan untuk seluruh
siswa, melainkan hanya untuk siswa tertentu yang permasalahannya menyangkut dengan
kadar yang cukup kuat peranan rumah atau orang tua sajalah yang memerlukan
kunjungan rumah. Dalam batas-batas tertentu data tentang rumah ini tidak selalu
diperoleh dengan melakukan kunjungan rumah, tetapi dapat dilakukan dengan wawancara
secara mendalam dengan siswa yang bersangkutan, atau dengan orang tua yang dipanggil
datang ke sekolah (Prayitno & Amti, 1999)
2. Tujuan Kunjungan Rumah3

2
Susilo Rahardjo dan Gudnanto, Pemahaman Individu Teknik Nontes, (Kudus: 2009), 228
3
Susilo Rahardjo dan Gudnanto, Pemahaman Individu Teknik Nontes, 228-229
Kegiatan kunjungan rumah, dan juga pemanggilan orang tua ke sekolah, setidak-
tidaknya memiliki tiga tujuan (Prayitno & Amti, 1999), yaitu:
a. Memperoleh data tambahan tentang permasalahan siswa, khususnya yang bersangkut
paut dengan keadaan rumah/orang tua
b. Menyampaikan kepada orang tua tentang permasalahan anaknya.
c. Membangun komitmen orang tua terhadap penanganan masalah anaknya.

Dalam kunjungan rumah, selain konselor mengadakan pengamatan suasana rumah


juga digunakan untuk mengadakan percakapan dengan orang tua mengenai hal-hal
sebagai berikut:

a. Laporan konselor tentang data kemampuan dan kemajuan belajar yang dicapai oleh
siswa dan problem-problem yang dihadapi siswa.
b. Saran saran konselor agar orang tua dapat menerima data yang telah disampaikan.
c. Saran-saran konselor agar orang tua dapat mengambil Langkah-langkah untuk
membantu perkembangan anak semaksimal mungkin.
3. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Kunjungan Rumah4
Jika konselor menganggap perlu atau sangat berguna untuk meng adakan kunjungan
rumah, Winkel (1991: 165) menyarankan konselor harus memerhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a. Mengadakan persiapan mental sebelumnya mengenai informasi-informasi apa yang
ingin diperoleheb. Sebagai pembuka dipersiapkan suatu tema yang menyangkut
hubungan antara keluarga dan sekolah, sambil mencari informasi yang dibutuhkan.
b. Menghindari pemberian kesan seolah-olah diadakan pemeriksaan atau penggeledahan.
Konselor harus menunjukkan sikap yang ramah dan rendah hati, sehingga orang tua
tidak segan untuk berbicara secara terbuka
c. Harus ada kepastian sebelum berkunjung, bahwa kedatangan konselor akan disambut
dengan baik. Kepastian itu diperoleh dengan menanyai siswa yang bersangkutan
tentang rencana kunjungan ke rumahnya. Kalau siswa tidak menyukainya atau
meragukan kerelaan orang tua menerima kunjungan konselor, lebih baik rencana itu
dibatalkan saja
d. Informasi yang dapat dikumpulkan biasanya mencakup hal-hal sebagai berikut:

4
Susilo Rahardjo dan Gudnanto, Pemahaman Individu Teknik Nontes, 229-230
1) Letak rumah dan keadaan di dalam rumah keadaan fisik daerah di sekitar rumah,
ukuran rumah, perlengkapan di dalam rumah, sumber penerangan, dan
sebagainya.
2) Fasilitas belajar yang tersedia bagi siswa: ruang belajar, meja belajar, macam
sumber penerangan, sumber gangguan.
3) Kebiasaan belajar siswa: kapan waktu-waktu yang digunakan siswa untuk belajar,
belajar dengan inisiatif sendiri atau harus selalu diingatkan, belajar bersama teman
atau sendirian, siapa yang biasa membantu jika siswa mengalami kesulitan belajar.
4) Suasana keluarga: corak hubungan antara orang tua dengan anak (akrab atau tidak,
demokratis atau tidak), sikap orang tua terhadap sekolah, sikap orang tua terhadap
teman-teman bergaul anaknya, harapan orang tua terhadap anaknya, keadaan
ekonomi rumah tangga, dan sebagainya.
e. Sesudah kembali dari kunjungan rumah, konselor menyusun laporan singkat tentang
informasi yang diperoleh, dengan membedakan antara fakta dengan data, dan kesan
pribadi yang merupakan interpretasi terhadap informasi. Bilamana dianggap sesuai,
dapat ditambahkan suatu rekomendasi tentang apa yang patut diusahakan oleh sekolah
terhadap siswa itu. Laporan itu disimpan sendiri dan tembusannya dilampirkan pada
kartu pribadi siswa yang bersangkutan.

Dalam praktiknya kunjungan rumah dengan tujuan memperoleh data siswa jarang
dilakukan oleh konselor, karena kunjungan ini banyak menyita waktu di luar jam kerja
konselor, di samping alasan tenaga dan biaya ekstra. Selain itu orang tua merasa tidak
enak dikorek informasi macam-macam tentang keadaan keluarganya, dan informasi yang
di peroleh terbatas, sebab konselor hanya melihat kamar tamu.

Pada umumnya orang tua cenderung memberikan kesan yang baik tentang
keluarganya. Seandainya konselor dapat tinggal di rumah siswa selama beberapa hari, dia
akan memperoleh informasi yang lebih berharga dengan menyaksikan sendiri keadaan
dan suasana keluarga. Tetapi bertamu yang demikian, jelas tidak dimungkinkan. Oleh
karena itu, mengadakan kunjungan rumah merupakan seni tersendiri dan menuntut
keahlian konselor dalam berkomunikasi dengan orang tua/ keluarga siswa.

Akses Informasi dan Teknologi5


5
Setyo Adi Kurniawan, 2014, Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Bimbingan dan Konseling,
http://selinafa.blogspot.com/2014/06/manfaat-penggunaan-teknologi-informasi.html. Diakses pada 21 Mei 2022
1. Penggunaan Teknologi Informasi dalam Bimbingan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan proses upaya membantu individu untuk
mencapai perkembangannya yang optimal. Bimbingan dan konseling dalam pendidikan
formal merupakan salah satu sarana pendukung untuk peserta didik optimal dalam
memecahkan masalah serta mengembangkan potensi dirinya. Bimbingan dan konseling
dalam pendidikan formal senantiasa menyelaraskan dengan perkembangan pendidikan
yang juga selaras dengan perkembangan zaman, oleh karena itu, bimbingan konseling
juga memerlukan suatu penyesuaian dengan kemajuan yaitu dengan penerapan aplikasi
teknologi informasi.
Keterampilan konselor atau praktisi bimbingan dan konseling dalam menguasai dan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, merupakan salah satu wujud
profesionalitas kerja konselor dalam pelaksanaan program layanan. Teknologi informasi
memiliki beberapa fungsi dan peranan dalam Bimbingan konseling yaitu:
a. Publikasi: disini teknologi informasi dimanfaatkan sebagai sarana pengenalan kepada
masyarakat luas dan juga sebagai pemberi informasi mengenai BK.
b. Pelayanan dan Bantuan: dalam fungsi ini Bimbingan konseling dilakukan secara tidak
langsung dengan bantuan teknologi informasi.
c. Pendidikan: dikatakan demikian karena di dalam informasi yang diberikan melalui
sarana TI ini mengandung unsur pedidikannya. Layanan bimbingan dan konseling
dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya:
1) Konseling melalui Telepon
2) Konseling melalui video-Phone
3) Konseling melalui radio dan televisi
4) Konseling berbantuan komputer yaitu E-mail
5) Konseling melalui internet atau chatting

Banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari teknologi komputer dalam
menunjang profesionalitas kerja konselor, konselor perlu mengetahui potensi apa yang
terkandung pada teknologi komputer. Sesuai dengan kompetensi akademik konselor
disebutkan bahwa seorang konselor profesional harus menguasai khasanah teoritik dan
prosedural termasuk teknologi dalam bimbingan dan konseling. Walaupun kegiatan
konseling dilakukan dengan jarak jauh namun kerahasiaan konseli harus tetap terjaga
dengan berpedoman pada layanan bimbingan dan konseling tidak selalu face to face atau

pukul 23.06
tatap muka. Layanan yang lebih mudah yaitu dengan cyber counseling yang
memungkinkan konseli tidak merasa malu/canggung yang bisa dilakukan kapan dan
dimana saja.

2. Pentingnya Teknologi Informasi dalam Konteks Bimbingan Konseling


Pentingnya Teknologi Informasi dalam Bimbingan Konseling menuntut konselor
untuk dapat menguasai teknologi agar dapat memudahkan dalam pemberian pelayanan
konseling kepada kliennya. Memanfaatkan TI bagi seorang guru sudah semakin urgen
tampaknya, dan khusus bagi kita guru BK, banyak sekali kreasi yang dapat dibuat dalam
melayani konseli.Dalam aplikasinya teknologi dan informasi ini lebih diarahkan untuk
membantu konseli dalam pemenuhan kebutuhan informasi terutama ketika seorang
konseli ingin melanjutkan studi ke jenjang selanjutnya. Kelebihan daripada ini, konseli
lebih cepat mengakses semua informasi yang ada dan tidak harus melakukan proses
konseling secara langsung.Sehinggamembuat semakin mudah interaksi antara konselor
dengan kliennya yang tidak harus bertatap muka dalam pelaksanaan proses Bimbingan
dan Konseling.Teknologi Informasi juga memudahkan klien untuk mendapatkan
informasi yang dia butuhkan pada saat itu juga.Dalam proses Bimbingan dan Konseling
masih banyak yang belum mengetahui pemanfaatan media teknologi informasi untuk
menunjang layanan bimbingan dan konseling. Konselor sekolah tidak semuanya mengerti
atau paham tentang penggunaan internet. Padahal internet merupakan media yang sangat
efektif dalam proses layanan bimbingan dan konseling.Untuk itu, perlu adanya suatu
sosialisasi untuk meningkatkan kinerja konselor di sekolah dalam hal memanfaatkan
kemajuan Teknologi Informasi agar nantinya bidang Bimbingan dan Konseling tidak lagi
menjadi bidang layanan yang membosankan dan menjenuhkan. Tidak hanya konselor
yang perlu diberikan sosialisasi. Para konseli yang dalam hal ini adalah siswa juga perlu
diberikan suatu sosialisasi agar kemajuan teknologi informasi tersebut bisa dimanfaatkan
sesuai apa yang diharapkan

Anda mungkin juga menyukai