Anda di halaman 1dari 87

PEMANFAATAN SERAT DAUN SERAI SEBAGAI BAHAN

TAMBAH ZAT ADITIF PADA CAMPURAN BETON


FC’ 20 MPA

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Rangka Memenuhi


Penyusuna Skripsi Jenjang Program Studi Teknik Sipil

Oleh :

FERI AJI SAPUTRA


NPM. 6516500054

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER


UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah Teknologi material pada beton telah memanfaatan material

organik sebagai bahan penyusun maupun bahan tambahan. Beton sebagai

bahan konstruksi yang berfungsi sebagai salah satu pembentuk struktur

bangunan. Oleh karena itu beton harus memiliki mutu atau kualitas yang baik

dengan cara memilih agregat yang baik pada proses pencampuran dengan

begitu mudah dikerjakan (workability), awet (durability), kuat (strenght) dan

ekonomis.

Dikarenakan pembangunan konstruksi di Indonesia sudah sangat

berkembang, sehingga terjadi peningkatan permintaan bahan bangunan

khususnya beton. Adapun komposisi utama penyusun beton, yaitu agregat

kasar, agregat halus, air, dan semen portland yang menjadi material yang

sangat penting dan banyak digunakan untuk membangun berbagai

infrastruktur. Namun dalam proses produksi Semen Portland terjadi pelepasan

karbon dioksida (𝐶𝑂²) yang cukup besar ke atmosfer yang dapat merusak

lingkungan, untuk itu diperlukan material lainnya sebagai pengganti Semen

Portland untuk digunakan pada pembuatan beton (Putra, dkk, 2014).

Konsep bangunan hijau (green building) yang ramah lingkungan saat ini

sedang gencar-gencarnya berkembang di dunia konstruksi. Salah satu bagian

penting dalam konsep bangunan hijau adalah penggunaan material-material

konstruksi yang ramah lingkungan. Dimana material konstruksi tersebut

1
2

diambil, diproduksi, digunakan dan dirawat dengan seminimal mungkin

berkontribusi pada kerusakan lingkungan.

Menurut The Institution of Structural Engineers/ISE, 1999, pembuatan

material penyusun beton yang ramah lingkungan ini dapat dilakukan dengan

mewujudkan 4 (empat) usaha kelangsungan dan konservasi lingkungan, yaitu:

(1) pengurangan emisi gas rumah kaca (terbesar adalah (𝐶𝑂²)), (2) efisiensi

energi dan material dasar, (3) penggunaan material buangan/waste, dan (4)

pengurangan efek yang mengganggu kesehatan/keselamatan pada pengguna

konstruksi, baik yang timbul selama proses konstruksi ataupun yang timbul

selama operasi bangunan, dengan menggunakan konsep 4R (Reduce,

Refurbish, Reuse and Recycle).

Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak kekayaan alam

diantaranya sektor perkebunan yaitu perkebunan Serai. Daun serai berpotensi

untuk dijadikan sebagai material penyusun beton yang ramah lingkungan.

Terkait dengan hal tersebut, dalam penelitian ini, akan dikaji efek penggunaan

serat daun serai sebagai material zat aditif pada campuran beton, dengan

meninjau kuat tekan betonnya pada umur 7 dan 28 hari.

Dengan penggunan material daun serai sebagai bahan bahan tambah dalam

campuran beton, diharapkan dapat memperbaiki sifat-sifat beton dan

meningkatkan kuat tekan beton. Dengan demikian penulis akan melakukan

penelitian dengan judul “ Pemanfaatan Serat Daun Serai Sebagai Bahan

Tambah Zat Aditif Pada Campuran Beton Fc’ 20 Mpa “.


3

B. Batasan Masalah

Penentuan batasan masalah perlu direncanakan agar mempermudah dalam

mendapatkan data dan informasi. Maka untuk mendapatkan sasaran penelitian

maka penulis membatasi skripsi ini sebagai berikut:

1. Menggunakan beton normal FC’20 MPa dengan menggunakan material

penyusun sebagai berikut:

- Menggunakan Agregat halus dari pasir Kaligung, Tegal.

- Menggunakan Agregat kasar dari split Kaligung.

- Semen portland tipe 1 dengan merk semen Tigaroda.

- Air dari Laboratorium Sipil Universitas Pancasakti.

2. Karakteriistik yang diteliti yaitu kenaikan atau penurunan kuat tekan beton

terhadap beton normal.

3. Beton yang diteliti ialah beton dengan penambahan air rebusan serat daun

serai sebagai bahan tambah zat aditif dengan persentase masing – masing

yang divariasikan dalam beberapa macam yaitu 0%, 5%, 10%, dan 15%.

4. Pengujian kuat tekan pada beton akan dibuat benda uji silinder

berdiameter 150 mm x 300 mm sebanyak 3 sample benda uji dari setiap

varian.

5. Daun serai didapat dari perkebunan Desa Karanganyar Kec.

Kedungbanteng, Kab. Tegal.

6. Pada penelitian ini tidak ada pemeriksaan sifat fisik pada daun serai.
4

C. Rumusan Masalah

Berbagai penelitian atau percobaan yang dilakukan untuk meningkatkan

kualitas beton. Peningkatan mutu beton dapat dilakukan dengan cara

memberikan bahan substitusi sebagiian campurran beton diantaranya adalah

serat daun serai sebagai penambahan terhadap zat aditif.

Permasalahan utama yang akan dibahas pada penulisan skripsi ini :

1. Berapakah nilai kuat tekan pada beton usia 7 dan 28 hari dengan

penambahan air rebusan serat daun serai dengan persentase campuran 0%,

5%, 10% dan 15%?

2. Bagaimana penambahan serat dan air rebusan daun serai terhadap sifat-

sifat fisik dari kuat tekan beton?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah.

1. Menerapkan seberapa besar pengaruh penambahan air rebusan serat daun

serai sebagai zat atitif sebagai campuran beton dan mengetahui nilai kuat

tekan beton dari serat daun serai dengan varian penambahan masing-

masing 0%, 5%, 10% dan 15%.

2. Mengetahui penambahan air rebusan serat daun serai sebagai zat aditif

terhadap sifat fisik beton dari kuat tekan beton.


5

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari peneliitian ini adalah:

1. Memberikan informasi tentang pengaruh penambahan air rebusan serat

daun serai sebagai zat aditif terhadap nilai kuat tekan beton dengan varian

penambahan masing- masing 0%, 5%, 10% dan 15%.

2. Dengan adanya penelitian ini memberi informasi tentang pengaruh

penambahan air rebusan serat daun serai sebagai zat aditif terhadap sifat

fisik beton dari kuat tekan beton.

3. Menemukan inovasi tentang bahan tambah material dengan menggunakan

serat daun serai sebagai zat aditif dalam campuran beton.

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Dalam penyusunan Skripsi terdapat 5 (lima) bab yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas permasalahan yang akan dibahas pada bab

selanjutnya.

BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini membahas landasan teori secara umum tentang beton dan

serat daun serai, landasan teori secara khusus tentang unsur dalam

serat daun serai dan teori tentang beton baik dari segi material dan

dari kuat tekan. Kemudian bab ini juga mengidentifikasi ataupun

menganalisis secara kritis sebagai dari artikel jurnal yang telah

ditentukan sebagai referensi dengan melalui proses meringkas.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


6

Bab ini membahaas proses atau cara untuk mendapatkan data pada

penyusunan skripsi.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas data-data yang harus dikumpulkan agar

memperoleh hasil pembahasan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini membahas tentang kesiimpulan dan saran pada peneliitian

yang berjudul pemanfaatan serat daun serai sebagai zat aditif

terhadap kuat tekan pada campuran beton mutu fc’20.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB II

LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Tinjauan Umum

a. Beton

Beton adalah campuran antara semen Portland atau semen hidrolik

yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan

tambahan yang membentuk massa padat (BSN,2002). Seiring dengan

penambahan umur, beton akan semakin mengeras dan akan mencapai

kekuatan rencana (fc’) pada usia 28 hari. Beton memiliki daya kuat

tekan yang baik oleh karena itu beton banyak dipakai atau dipergunakan

untuk pemilihan jenis struktur terutama struktur bangunan, jembatan

dan jalan.

Beton secara umum merupakan bahan campuran dari campuran

antara semen, air, agregat dengan tambahan adanya rongga udara.

Campuran pada bahan pembentuk beton harus ditetapkan atau

diperhitungkan, agar beton yang dihasilkan basah dan mudah

dikerjakan atau dibentuk, serta dapat memenuhi kuat tekan rencana

setelah beton mengeras, dan ekonomis. Beton termasuk salah satu

bahan yang tidak bisa dihilangkan dalam pembangunan karena beton

memiliki peranan penting dalam menentukan umur dan kekuatan dari

suatu bangunan. Secara umum unsur pembentuk beton ada beberapa

dan bisa dilihat pada tabel dibawah ini :

7
8

Tabel 2.1 Unsur Pembentuk Beton

Agregat Kasar + Agregat Halus

( 60% + 80% )

Semen : 7 % - 15 %
Air ( 14 % - 21 % )
Udara : 1 % - 8 %

(Sumber: Amriansyah Nasution, 2009)

Semen merupakan bahan pengikat batu, kerikil dan bahan-bahan

lainnya yang apabila di campur air akan mengeras. Beberapa orang-

orang mesir telah mempunyai pengetahuan praktek mengenai

pengetahuan tentang semen sehingga pada zaman dahulu memakai

adukan kapur pada pembuatan piramida. (Yanto et al., 2017).

Ukuran butir pada aggregat halus sebesar 0,5 cm dan untuk

aggregat kasar 0,5 cm – 4cm. (SNI 03-2834-2000, 2000).

Agregat halus berasal dari pasir Kaligung, agregat kasar dari split

Kaligung dan daun serai dengan ukuran yang berasal dari perkebunan

Desa Karanganyar, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal.

Beton sering digunakan pada struktur bangunan yangn kokoh,

berbagai inovasi telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas mutu

beton. Faktor-faktor yang mempengaruhi beton termasuk mutu tinggi

diantaranya adalah :

1) Keadaan Semen

Semen sangat berpengaruh pada mutu beton. Semen yang terlalu

lama terbuka dari wadahnya tidak bagus unttuk bahan campuran


9

beton, karena sudah terkonttaminasi dengan zatlain yng dapat

mempengaruhii kekuatn pada beton. Selain itu, semen yang

dibiarkan terbuka didaerah yang dingin dapat mengeras, sehingga

jika digunakan sebagaii bahan campuran pada beton akan

mengurangi kuatt tekan pada beton. Jadi ketika mengangkut

ketempat bangunan dan selama penimbunan disana, semen itu harus

dilindungi terhadap uap.

2) Faktor Air Semen

FAS merupakan hal terpenting pada pembentuk alam dan faktor

penentu mutu beton yang bertujuan untuk mengurangi porositas

beton yang dihasilkan. Sehingga semakin sedikit fas pada beton akan

mengurangii kuat tekan beeton. Beton memiliki beberapa kelebihan

antara lain tahan terhadap berbagai cuaca, murah dan bahan dasar,

pelaksanaan dan perawatannya mudah. Perbandingan air semen

sangat berpengaruh pada Kekuatan beton dan tahanan terhadap api

dibandingkan material lain.

3) Kualitas Agregat Halus

Beton mutu tinggi akan memiliki Kualitas aggregat halus baik

sebagai berikut:

a) Bentuknya bulat

b) Teksturnya halus
10

c) Modulus Kehalusan Butir (MKB), beton dengan mutu tinggi akan

dapat menghasilkan modulus kehalusan 2,5 sampai 3,80 dengan

nilai Fas yang rendah.

d) Memiliki 2,5% kamdungan

e) Bersih dari kotoran.

f) Kualitas gradasi yang baik dan lentur.

4) Kualitas Agregat Halus

Aggregat kasar yang dapat menghasilkn betonmutu atau kualitas

yang tinggi antara lain :

a) Porositas rendah.

Suatu adukan dengan mutu atau kualitas dan nilai slump yang

baik pasti memiliki porositas yang rendah karena aggregat kasar

dengn tingkat penyrapan kurang dari 1% dan kadar lumpur 1%

termasuk aggregat yang baik.

b) Bentuk fisik aggregat

Aggregat kasar tidk boleh mengandung butiran yangpipih, bulat

dan mempunyai pnjang lebihdari 20% dari berat keselurhan

karena batu pecah dengan bentukm yang tajam menghasilkn mutu

beton yang baik.

c) Ukuran maksimum agregat

Agar mendapatkan mutu beton yang tinggi harus menggunakan

agregat halus (pasir) yang lebih kecil dari (<1,5 cm) dan agregat

kasar dengan ukuran maksimal 2,5 cm.


11

d) Penggunaan Serat Daun Serai

Penggunaan Serat daun serai sebagai bahan tambah untuk

campuran beton bertujuan untuk memproleh siifat-sifat beton

yang diinginkan.

e) Prosedur pada proses pembuatan beton

Pada proses pembuatan beton agar yang dihasilkan beton dengan

mutu tinggi maka harus memenuhi prosedur yang benar pada

proses pembuatannya yang meliputi :

 Pengujian

Pengujian material dengan menggunakan alat-alat pada

laboratorium bertujuan untuk mengetahui layak atau tidak

material ketika digunakan sebagai campuran pada pembuatan

beton.

 Pengadukan

Pengadukan campuran beton dilakukan secara merata agar

campurannya benar-benar homogen.

 Pengangkutan

Proses pengangkutan beton dari lokasi pencampuran ke

pengadukan harus lebih cepat, sehingga tidak mempengaruhi

proses pelaksaan percetakan dan beton tidak kering.

 Pencetakan

Proses pencetakan harus dilakukan dengan ketentuan dan

peraturan yang berlaku. Setelah beton dituangkan ke bekisting,


12

lalu press dengan menggunakan hidrolik. Beton normal dan

beton paving akan memadat dengan sendirinya.

 Perawatan

Perawatan sering disebut curing dilakukan agar beton kering

secara merata dan tidak mudah retak, sehingga beton tersebut

memiliki umur yang panjang (durabilitas).

b. Bahan Tambah
Bahan tambah menurut penggunaannya dibagi menjadi 2 golongan

yaitu admixtures dan additive. Admixtures adalah semua bahan

penyusun beton selain air, semen hidrolik dan agregat yang di

tambahkan sebelum, segara atau selama proses pencampuran adukan di

dalam batching, untuk merubah sifat beton baik dalam kedaan segar

atau setelah mengeras. Definisi additive lebih mengarah pada semua

bahan yang di tambahkan dan atau digiling bersamaan saat pada proses

produksi semen (Taylor 1997).

2. Tinjauan Khusus

a. Klasifikasi dan Jenis Beton

1. Berdasarkan Kelas dan Mutu Beton ( PBI 1971 N.I.-2 )

a) Beton kelas I ialah beton yang memilki mutu B0 untuk pekerjaan

pekerjaan non struktural dengan pelaksanaan tidak dibutuhkan

keahlian khusus.

b) Beton kelas II ialah beton yang memiliki mutu standar B1, Fc’12,

Fc’15, serta Fc’19 untuk pekerjaan struktural umum dengan


13

pelaksanaan diperlukan keahlian khusus yang cukup serta

dilakukan di bawah pimpinan tenaga ahli. Pengawasan telah

dibatasi sedangkan kekuatan tekan tidak dilakukan langkah

pemeriksaan.

c) Beton kelas III ialah beton yang memiliki mutu tinggi diatas

Fc’19 dengan pelaksanaannya dibutuhkan keahlian khusus serta

dilakukan di bawah pimpinan tenaga profesional.

Tabel 2.2 Standar Nilai Kuat Tekan Beton

Pengawasan
σ' bk σ' bm terhadap mutu
Kelas Mutu Tujuan
(kg/cm2) (kg/cm2) kekuatan agregat
tekan

I B0 _ _ Non Ringan Tanpa


Struktural
B1 _ _ Struktural Sedang Tanpa
Fc’12 125 200 Struktural Ketat Kontinu
II
Fc’15 175 250 Struktural Ketat Kontinu
Fc’19 225 200 Struktural Ketat Kontinu
III Fc’>19 >225 300 Struktural Ketat Kontinu

(Sumber : Mulyono, 2004)

2. Berdasarkan berat jenis volumenya, beton dapat dibedakan menjadi 3

yaitu beton normal, beton ringan dan beton berat (Mulyono,2004) :

a) Berdasarkan SNI 03-2834-2000 Beton normal merupakan beton

yang mempunyai berat isi (2200-2500) kg/m3 menggunakan

agregat alam yang dipecah.


14

b) Beton ringan merupakan beton yang menggunakan agregat ringan

yang berasal dari hasil pembakaran shale, lempung, slates, residu

slag, residu batu bara dan banyak lagi hasil pembakaran vulkanik

(Mulyono, 2004).

c) Beton berat merupakan beton yang dihasilkan dari agregat yang

mempunyai berat isi lebih besar dari berat beton normal atau lebih

dari 2400 kg/m3 . Beton yang mempunyai berat yang tinggi ini

biasanya digunakan untuk kepentingan tertentu seperti menahan

radiasi, menahan benturan dan lainnya (Mulyono, 2004).

Tabel 2.3 Berat jenis beton dari ketiga jenis beton

Jenis Beton Berat Jenis Pemakaian


Beton Sangat <1,00 Non struktur
Ringan
Beton Ringan 1,00-2,00 Struktur ringan
Beton Normal 2,30-2,40 Struktur
Beton Berat >3,00 Perisai sinar X

(Sumber : Tjokrodimulyo, 2010).

3. Berdasarkan bahan tambahnya (Prayitno, 2013)

a) Beton serat (fiber concrete) adalah bagian komposit yang terdiri

dari beton biasa dan bahan lain yang berupa serat. Bahan serat

dapat berupa : serat asbestos, serat tumbuh-tumbuhan (rami,

bambu, ijuk), serat plastik (polypropylene), atau potongan kawat

baja. Jika serat yang dipakai mempunyai modulus elastisitas yang

lebih tinggi dari pada beton, maka beton serat akan mempunyai
15

kuat tekan, kuat tarik, maupun modulus elastisitas yang sedikit

lebih tinggi dari pada beton biasa (Tjokrodimuljo, 1996 dalam

Prayitno, 2013).

b) Beton foam adalah campuran antara semen, air, agregat dengan

bahan tambah (admixture) tertentu yaitu dengan membuat

gelembung-gelembung gas atau udara dalam adukan semen

sehingga terjadi banyak pori-pori udara didalam betonnya (Husin,

2008 dalam Prayitno, 2013).

c) Ferro-Cement adalah bahan gabungan yang diperoleh dengan cara

memberikan suatu tulangan yang berupa anyaman kawat baja

sebagai pemberi kekuatan tarik dan daktil pada mortar semen.

4. Berdasarkan Pembuatan

a) Beton pre-cast

Beton yang dibuat atau di cor di lokasi dan dalam proses

pengerjaannya dilakukan di tempat pabrikasi khusus yang

kemudian diangkut dan dipasang di lokasi elemen struktur pada

konstruksi bangunan.

b) Beton cast in-situ

Beton yang dibuat langsung di lokasi pembangunan dan di cor

langsung pada tempatnya dengan menggunakan acuan atau

cetakan yang sudah dipasang di lokasi.


16

b. Kelebihan Dan Kekurangan Beton


Disamping beton memiliki pengelompokan, beton pun memiliki

kelebihan dan kekurangan. Berikut ini kelebihan dan kekurangan dari

beton, yaitu (Nugraha. P, 2007) :

1. Kelebihan :

a) Dapat dengan mudah mendapatkan material dasarnya

(availability).

b) Agregat dan air pada umumnya bisa didapat dari lokal setempat.

Semen pada umumnya juga dapat dibuat didaerah setempat, bila

tersedia. Dengan demikian, biaya pembuatan relatif murah karena

semua bahan bisa didapat di dalam negeri, bahkan bisa setempat.

Bahan termahal adalah semen, yang bisa diproduksi di dalam

negeri.

c) Kemudahan untuk digunakan (versatility).

d) Kemampuan beradaptasi (adaptability) sehingga beton dapat

dicetak dengan bentuk dan ukuran berapapun.

e) Tahan terhadap temperatur tinggi.

f) Biaya pemeliharaan yang kecil.

g) Mampu memikul beban yang berat.

2. Kekurangan :

a) Berat sendiri beton yang besar, sekitar 2400 kg/m3.

b) Kekuatan tariknya rendah, meskipun kekuatan tekannya besar.


17

c) Beton cenderung untuk retak, karena semennya hidrolis. Baja

tulangan bisa berkarat, meskipun tidak terekspose separah

struktur baja.

d) Kualitasnya sangat tergantung cara pelaksanaan di lapangan.

Beton yang baik maupun yang buruk dapat terbentuk dari rumus

dan campuran yang sama.

e) Struktur beton sulit untuk dipindahkan. Pemakaian kembali atau

daur ulang sulit dan tidak ekonomis. Dalam hal ini struktur baja

lebih unggul, misalnya tinggal melepas sambungannya saja.

c. Material Penyusun Beton

1. Agregat

Agregat adalah butiran mineral yang merupakan hasil

disintegrasi alami batu-batuan atau juga hasil mesin pemecah batu

dengan memecah batu alami. Agregat merupakan salah satu bahan

pengisi pada beton, namun demikian peranan agregat pada beton

sangatlah penting. Kandungan agregat dalam beton kira-kira

mencapai 70 % - 75 % dari volume beton. Agregat sangat

berpengaruh terhadap sifat-sifat beton, sehingga pemilihan agregat

merupakan suatu bagian yang penting dalam pembuatan beton.

Agregat dibedakan menjadi 2 macam yaitu agregat halus dan agregat

kasar yang didapat secara alami atau buatan.


18

a) Agregat halus

Agregat halus adalah butiran mineral alami yang berfungsi

sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton.

Agregat halus menempati skitar 70% volume mortar atau beton.

Agregat yang butirnya lebih kecil dari 1.20 mm disebut pasir

halus, sedangkan butir-butir yang lebih kecil dari 0.075 mm

disebut silt dan yang lebih kecil dari 0.002mm disebut clay.

(Tjokrodimuljo, 2010) Pasir alam digolongkan menjadi 3 macam,

diantaranya :

1) Pasir galian adalah pasir yang diperoleh langsung dari

permukaan tanah atau dengan cara menggali terlebih dahulu.

Pasir ini biasanya tajam, bersudut, berpori dan bebas dari

kandungan garam.

2) Pasir sungai adalah pasir yang diperoleh langsung dari dasar

sungai, yang pada umumnya berbutir halus dan bulat-bulat

akibat proses gesekan.

3) Pasir pantai adalah pasir yang diperoleh dari pantai dan

mengendap di muara sungai (di pantai) atau hasil gerusan air

didasar laut yang terbawa arus air laut dan mengendap di pantai.

Agregat halus untuk bahan bangunan sebaiknya dipilih

yang memenuhi persyaratan sebagai berikut (kecuali agregat

khusus misalnya agregat ringan dan sebagainya) (Tjokrodimulyo,

2010).
19

1) Butir-butirnya tajam, dan keras, dengan indeksi kekerasan =

<2,2.

2) Kekal, tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca (terik

matahari dan hujan). Jika diuji dengan larutan garam Natrium

Sulfat bagian yang hancur maksimum 12 persen, jika dengan

garam Magnesium Sulfat maksimum 18 persen.

3) Tidak mengandung lumpur (butiran halus yang lewat ayakan

0,006 mm) lebih dari 5 persen.

4) Tidak mengandung zat organis terlalu banyak, yang dibuktikan

dengan percobaan warna dengan larutan 3% NaOH, yaitu

warna cairan di atas endapan agregat halus tidak boleh lebih

gelap daripada warna standart atau pembanding.

5) Modulus halus butir antara 1,50-3,80 dan dengan variasi butir

sesuai standart gradasi.

6) Khusus untuk beton dengan tingkat keawetan tinggi, agregat

halus harus tidak reaktif terhadap alkali.

7) Agregat halus dari laut/pantai, boleh dipakai asalkan ada

petunjuk dari lembaga pemeriksaan bahan-bahan yang diakui.


20

Tabel 2. 4 Batas Gradasi Agregat Halus


Persen Butiran Yang Lewat Ayakan
Lubang Zona I Zona II Zona III Zona IV
Ayakan (Pasir Kasar) (Pasir Agak (Pasir Agak (Pasir Halus)
(mm) Kasar) Halus)
10 100 100 100 100
4.8 90-100 90-100 90-100 90-100
2,4 60-95 75-100 85-100 95-100
1,2 30-70 55-90 75-100 90-100
0,6 15-34 35-59 60-79 80-100
0,3 5-20 8-30 12-40 5-50
0,15 0-10 0-10 0-10 0-15
(Sumber : Tjokrodimulyo, 2010)
b) Agregat Kasar

Agregat kasar adalah bahan yang tertinggal diatas ayakan 4.8

mm, 4.75 mm, 5.0 mm. Agregat dengan ukuran yang memenuhi

dapat mempengaruhi kuat tekan dan mudah dalam pengerjaannya.

Menurut PBI 1971, Pasal 3.4 syarat dari agregat kasar yang baik

antara lain:

1) Agregat yang memiliki butiran kuat, keras dan tidak berpori

sangat bagus karena tidak hancur oleh pengaruh cuaca.

2) Lumpur tidak boleh lebih dari 1%. Agregat halus dicuci

terlebih dahulu apabila melebihi 1%.

3) Zat alkali merupakan zat yang dapat merusak beton jadi

agregat tidak boleh mengandung zat alkali.

4) Rudelof termasuk bejana penguji kekerasan pada butiran

agregat kasar seberat 20 ton dan harus memenuhi syarat

sebagai berikut :
21

 Pembubukan tidak sampai fraksi 0,95-1,9 cm lebih dari

24% berat.

 Pembubukan tidak sampai 1,9-3 cm lebih dari 22% berat.

Los Angeles merupakan alat yang berfungsi untuk

mengecek kekerasan pada aggregat. Maka berat agregat

tidak boleh kurang lebih dari 50%.

 Agregat kasar memiliki butiran yang beraneka ragam


ukurannya, dan harus memenuhi syarat ayakan sebagai
berikut:
 Sisa agregat diayakan 31.5 mm harus berkisar 0% berat.

 Sisa agregat diayakan 4 mm berat harus 90% dan 98%.

 Memiliki selisih antara 2 ayakan yang berurutan, dengan

maksimum berat 60% dan minimum berat 10%.

3 (tiga) jenis agregat berdasarkan beratnya menurut Tri

Mulyono (2005) antara lain :

1) Agregat normal

Agregat normal didapatkan dari pemecahan batuan dengan

sumber alamnya dan memiliki berat jenis rata-rata 2.5-2.7

br/cm3. Granit, basalt dan kuarsa merupakan jenis dari

agregat normal.
22

2) Agregat ringan

Agregat ringan didapat untuk menghasilkan beton yang ringan.

3
Pada agregat halus berkisar 750-1200 kg/m dan untuk agregat

3
kasar 350-880 kg/m .

3) Agregat berat

Agregat berat memiliki berat jenis lebih besar dari 2.800

kg/m3. Beton ini biasanya digunakan sebagai pelindung dari

sinar radiasi atau sinar-X.

Tabel 2.5 Batas Gradasi Agregat Kasar


Lubang Ayakan Persen Berat Butir Yang Lewat Ayakan
(mm)
4,8-38 4,8-19 4,8-9,6
38 95-100 100 100
19 35-70 100 100
9,6 10-40 30-60 50-85
4,8 0-5 0-10 0-10
(Sumber : SNI 03-2834-1993)

2. Semen Portland

Semen adalah suatu jenis bahan yang memiliki sifat adhesif

(adhesive) dan kohesif (cohesive) yang memungkinkan melekatnya

fragmen-fragmen mineral menjadi suatu massa yang padat. Semen

merupakan bahan yang jadi dan mengeras dengan adanya air yang

dinamakan semen hidraulis (hydraulic cements) (Sutrisno dan

Widodo, 2013).

Bahan utama pembentuk semen portland adalah kapur (CaO),

silica (SiO3), alumina (Al2O3), sedikit magnesia (MgO), dan


23

terkadang sedikit alkali. Untuk mengontrol komposisinya, terkadang

ditambahkan oksida besi, sedangkan gipsum (CaSO4.2H2O)

ditambahkan untuk mengatur waktu ikat semen (Mulyono, 2004).

Portland cement merupakan bahan pengikat utama untuk adukan

beton dan pasangan batu yang digunakan untuk menyatukan bahan

menjadi satu kesatuan yang kuat. Jenis atau tipe semen yang

digunakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kuat

tekan beton, dalam hal ini perlu diketahui tipe semen yang

distandardisasi di Indonesia.

Menurut SNI 003181, semen Portland dibagi menjadi lima tipe,

yaitu :

1) Tipe I : ordinary Portland Cement (OPC), semen untuk

penggunaan umum, tidak memerlukan persyaratan khusus (panas

hidrasi, ketahanan terhadap sulfat, kekuatan awal).

2) Tipe II : Moderate Sulphate Cement, semen untuk beton yang

tahan terhadap sulfat sedang dan mempunyai panas hidrasi

sedang.

3) Tipe III : High Early Strength Cement, semen untuk beton dengan

kekuatan awal tinggi (cepat mengeras).

4) Tipe IV : Low Heat Of Hydration Cement, semen untuk beton

yang memerlukan panas hidrasi rendah, dengan kekuatan awal

rendah.
24

5) Tipe V : High Sulphate Resustance Cement, semen untuk beton

yang tahan terhadap kadar sulfat tinggi.

Fungsi semen ialah bereaksi dengan air menjadi pasta semen.

Pasta semen berfungsi untuk melekatkan butir-butir agregat agar

menjadi suatu kesatuan massa yang kompak atau padat.

Selain itu pasta semen mengisi rongga-rongga antara butir-butir

agregat. Walaupun volume semen hanya 10% saja dari volume beton,

namun karena merupakan bahan perekat yang aktif dan mempunyai

harga yang mahal dari pada bahan dasar beton yang lain perlu

diperhatikan/dipelajari secara baik. (Tjokoridimulyo, 2004, dalam

Muhammad Ikhsan Saifuddin, 2012).

3. Air

Air merupakan salah satu bahan penyusun beton yang penting,

karena jika tidak ada air semen tidak bisa berubah menjadi pasta. Air

diharuskan selalu ada di dalam pembuatan beton, tidak hanya untuk

hidrasi semen, tetapi juga untuk mengubah menjadi satu pasta

sehinngga betonnya lecak. Jumlah air yang diperlukan untuk

kelecakan tertentu tergantung pada sifat material yang digunakan.

Persyaratan air sebagai bahan bangunan, sesuai dengan

penggunaannya harus memenuhi syarat menurut Persyaratan Umum

Bahan Bangunan Di Indonesia (PUBI-1982), antara lain:

a. Air harus bersih.


25

b. Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda terapung lainnya

yang dapat dilihat secara visual.

c. Tidak boleh mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2

gram per liter.

d. Tidak mengandung garam yang dapat larut dan dapat merusak

beton (asam-asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15

gram/liter. Kandungan klorida (Cl), tidak lebih dari 500 p.p.m.

dan senyawa sulfat tidak lebih dari 1000 p.p.m. sebagai SO3.

e. Semua air yang mutunya meragukan harus dianalisa secara kimia

dan dievaluasi.

Air adalah bahan untuk mendapatkan kelecakan yang perlu

untuk penggunaan beton. Jumlah air yang digunakan tentu

tergantung pada sifat material yang digunakan. Air yang

mengandung kotoran yang cukup banyak mengganggu proses

pengerasan atau ketahanan beton. Pengaruh kotoran secara umum

dapat menyebabkan sebagai berikut :

1) Gangguan pada hidrasi dan pengikatan.

2) Gangguan pada kekuatan dan ketahanan.

3) Perubahan volume yang dapat menyebabkan keretakan.

4) Korosi pada tulangan baja maupun kehancuran beton.


26

4. Bahan Tambah Beton

Kegunaan dari bahan tambah antar lain untuk mempercepat

pengerasan, menambah kelecakan (workbility) beton segar,

menambah kuat tekan beton, meningkatkan daktilitas atau

mengurangi sifat getas beton, mengurangi retak-retak pengerasan

dan sebagainya. Bahan tambah diberikan dalam jumlah yang relatif

sedikit dengan pengawasan yang ketat agar tidak berlebihan yang

berakibat memperburuk sifat beton (Tjokodimuljo 1996).

Bahan tambah menurut penggunaannya dibagi menjadi 2

golongan yaitu admixtures dan additive. Admixtures adalah semua

bahan penyusun beton selain air, semen hidrolik dan agregat yang di

tambahkan sebelum, segara atau selama proses pencampuran

adukan di dalam batching, untuk merubah sifat beton baik dalam

kedaan segar atau setelah mengeras. Definisi additive lebih

mengarah pada semua bahan yang di tambahkan dan atau digiling

bersamaan saat pada proses produksi semen (Taylor 1997).

Ketentuan dan syarat mutu bahan tambah admixture sesuai

dengan (ASTM C 494-81 2004) “Standard Sfecification For

Chemical Admixture For Concrete”. Definisi tipe dan jenis bahan

tambah kimia tersebut dapat diterangkan sebagi berikut:

a. Tipe A, Water Reducing Admixture adalah bahan tambah yang

bersifat mengurangi jumlah air percampuran beton untuk

menghasilkan beton yang konsistensinitasnya tertentu.


27

b. Tipe B, Rectanding Admixtre adalah bahan tambahan yang

berfungsi untuk menghambat pengikatan.

c. Tipe C, Accelerating Admixture adalah bahan tambah yang

berfungsi mempercepat pengikatan dan pengembangan kekuatan

awal beton.

d. Tipe D, Water Reducing And Retarding Admixture adalah bahan

tambahan yang berfungsi ganda untuk mengurangi jumlah air

pencampuran yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan

konsistensi tertentu dan menghambat pengkatan beton.

e. Tipe E, Water Reducing And Accelerating Admixture adalah

bahan tambahan berfungsi ganda untuk mengurangi jumlah air

pencampuran yang diperlukan. untuk menghasilkan beton dengan

konsistensi tertentu dan mempercepat pengikatan beton.

f. Tipe F, Water Reducing And High Range Admixture adalah bahan

tambahan yang berfungsi mengurangi jumlah air pencampuran

yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi

tertentu sebanyak 12%.

g. Tipe G, Water Reducing, High Range And Retarding Admixture

adalah bahan tambahan yang berfungsi mengurangi jumlah air

pencampuran yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan

konsistensi tertentu sebanyak 12% atau lebih dan juga

menghambat pengikatan beton.


28

5. Serat Daun Serai

Serai dipercaya berasal dari Asia Tenggara atau Sri Lanka.

Tanaman ini tumbuh alami di Sri Lanka, tetapi dapat ditanam pada

berbagai kondisi tanah di daerah tropis yang lembab, cukup sinar

matahari dan memiliki curah hujan relatif tinggi. Kebanyakan serai

ditanam untuk menghasilkan minyak atsirinya secara komersial dan

untuk pasar lokal sebagai perisa atau rempah ratus (Chooi, 2008).

Tanaman serai banyak ditemukan di daerah jawa yaitu pada

dataran rendah yang memiliki ketinggian 60-140 mdpl (Armando,

2009). Tanaman serai dikenal dengan nama berbeda di setiap

daerah. Daerah Jawa mengenal serai dengan nama sereh atau sere.

Daerah Sumatera dikenal dengan nama serai, sorai atau sanger-

sange. Kalimantan mengenal nama serai dengan nama belangkak,

senggalau atau salai. Nusa Tenggara mengenal serai dengan nama

see, nau sina atau bu muke. Sulawesi mengenal nama serai dengan

nama tonti atau sare sedangkan di Maluku dikenal dengan nama

hisa atau isa (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

Tanaman serai merupakan tanaman dengan habitus terna

perenial yang tergolong suku rumput-rumputan (Tora, 2013).

Tanaman serai mampu tumbuh sampai 1-1,5 m. Panjang daunnya

mencapai 70-80 cm dan lebarnya 2-5 cm, berwarna hijau muda,

kasar dan memiliki aroma yang kuat (Wijayakusuma, 2005).


29

Serai memiliki akar yang besar dan merupakan jenis akar

serabut yang berimpang pendek (Arzani dan Riyanto, 1992). Batang

serai bergerombol dan berumbi, serta lunak dan berongga. Isi

batangnya merupakan pelepah umbi pada pucuk dan berwarna putih

kekuningan. Namun ada juga yang berwarna putih keunguan atau

kemerahan (Arifin, 2014). Daun tanaman serai berwarna hijau dan

tidak bertangkai. Daunnya kesat, panjang, runcing dan memiliki

bentuk seperti pita yang makin ke ujung makin runcing dan berbau

citrus ketika daunnya diremas. Daunnya juga memiliki tepi yang

kasar dan tajam. Tulang daun tanaman serai tersusun sejajar dan

letaknya tersebar pada batang. Panjang daunnya sekitar 50-100 cm

sedangkan lebarnya kirakira 2 cm. Daging daun tipis, serta pada

permukaan dan bagian bawah daunnya berbulu halus (Arzani dan

Riyanto, 1992).

Penggunaan serat daun serai sebagai campuran beton

didasarkan pada pertimbangan bahwa serat bambu cukup mudah

dan tidak perlu adanya peralatan khusus, dan mudah diperoleh.

Penmbahan serat alami khususnya serat bambu menjadi pilihan

karena merupakan produk hasil alam yang mudah di budidayakan

Dengan begitu serai memiliki beberapa kelebihan yaitu tidak

mengalami korosi, relatif lebih murah, bersifat kembang susut yang

rendah dan mempunyai daktalitas yang tinggi.


30

d. Perencanaan Campuran Beton (Mix Design)

Perencanaan campuran pada suatu penelitian beton merupakan

langkah penting yang harus dipersiapkan dengan matang, sehingga

sebelum dilakukannya percobaan, ditetapkan metode yang akan

dipergunakan sebagai acuan dalam penelitian.

Pada penelitian ini dipergunakan metode rencana tatacara dalam

merencanakan campuran dengan ketentuan acuan SNI 03-2834-2000 :

1) Menentukan nilai kuat tekan yang disyaratkan (fc’).

2) Menentukan nilai besaran deviasi standar (sd) dengan tingkat mutu

sesuai pelaksanaan percampuran beton. Semakin baiknya mutu yang

digunakan, semakin mengecil nilai deviasi standar. Nilai deviasi

standar tidak kurang dari (fc’ + MPa).

3) Menghitung nilai tambah (M) pada kuat tekan beton.

M = 1,64 x sd ................................................................... (2.1)

Dimana, M = Nilai tambah (Mpa)

sd = deviasi standar rencana (Mpa)

jika belum memiliki data pengalaman dari jurnal terdahulu, maka

nilai tambah yang digunakan 12 MPa.

4) Menghitung kuat tekan beton rata-rata rencana (fc’r) ditentukan

dengan persamaan (2.2). Kuat tekan beton persyaratan untuk

perencanaan struktur disesuaikan dengan kondisi lingkungan

setempat.

Fc’r = fc’ + M ................................................................. (2.2)


31

Dimana, fc’r = kuat tekan rata-rata rencana (Mpa)

fc’ = kuat tekan yang disyaratkan (Mpa)

M = nilai tambah (Mpa)

5) Tentukan jenis semen mana yang akan dipergunakan pada campuran

beton.

6) Tentukan jenis agregat mana yang akan dipergunakan pada

campuran beton.

7) Menentukan nilai faktor air semen (FAS) dapat ditentukan melalui

titik potong kurva sejajar dengan kurva yang berada diatas dan

dibawahnya. Perkiraan Kuat Tekan (Mpa) Beton dengan FAS = 0,5

ditunjukkan pada tabel 2.6 berikut ini:

Tabel 2.6 Perkiraan Kuat Tekan (Mpa) Beton dengan


FAS = 0,5
Kekuatan Tekan (Mpa)
Jenis Jenis Agregat Pada Umur Bentuk
Semen (hari) Benda
3 7 28 95 Uji
Batu tak 17 23 33 40
Semen dipecahkan
Portland Silinder
Tipe I Batu pecah 19 27 37 45

Batu tak 20 28 40 48
Semen dipecahkan
Portlan Kubus
Tipe II, V Batu pecah 25 32 45 54

Batu tak 21 28 38 44
dipecahkan Silinder
Semen Batu pecah 25 33 44 48
Portland
Batu tak 25 31 46 53
Tipe III
dipecahkan Kubus
Batu pecah 30 40 53 60
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
32

Gambar 2.1 Grafik Hubungan Antar Faktor Air Semen dan


Kuat Desak Benda Uji Bentuk Silinder

(Sumber : SNI 03-2834-2000)


Tabel 2.7 Persyaratan FAS Maksimum dan Jumlah Semen
Minimum Untuk Berbagai Pekerjaan Pembetonan dan
Lingkungan Khusus
Jumlah Semen
Minimum Nilai fas
3
Jenis Pembetonan per-m beton Maksimum
(kg)
Beton di dalam ruang bangunan
275 0,60
a. Keadaan pada keliling non-
korosif
325 0,52
b. Keadaan keliling korosif
Beton di luar ruangan bangunan
a. Tidak terlindung dari hujan dan
325 0,60
terik matahari
b. Terlilndung dari hujan dan terik
275 0,60
matahari
Beton masuk ke dalam tanah
325 0,55
Keadaan basah dan kering secara
bergantian
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
33

8) Nilai slump dihitung untuk mengetahui tingkat kelecakan pada suatu

adukan beton yang telah ditentukan. Nilai slump dapat diperhatikan

pada pelaksanaan proses pembuatan, proses pengangkutan, proses

penuangan, proses pemadatan maupun jenis struktur lainnya.

Menghitung Besar butiran pada agregat maksimum dengan

ketentuan seper lima dari jarak terkecil.

9) Menghitung kadar air bebas pada agregat campuran dengan

persamaan 2.19.

2 1
Kadar air bebas = 3 Wh + 3 Wk ……...……………... (2.3)

Dengan : Wh = perkiraan jumlah air pada pasir

Wk = perkiraan jumlah air pada krikil

Nilai Wh dan Wk diperoleh dari Tabel 2.8

Tabel 2.8 Perkiraan Kadar Air Bebas Tiap Meter Kubik Beton
Slump (cm)

Ukuran
Maksimum Jenis
0-10 10-30 30-60 60-100
pada Agregat Agregat
(cm)

Batu tidak 15 18 20,5 22,5


1 dipecah
Batu yang di 18 20,5 23 25
pecah
Batu tidak di 13,5 16 18 19,5
2 pecah
Batu yang pecah 17 19 21 22,5

Batu tidak 11,5 14 16 17,5


4 dipecah
Batu yang pecah 15,5 17,5 19 20,5

Sumber : SNI 03-2834-2000


34

10) Menghitung jumlah kadar semen yang akan dipakai per meter

kubiknya dengan melihat tabel 2.7 Jumlah semen minimum tiap

3 Kadar air bebas


per m beton = FAS ………...………. (2.4)

11) Persentase agregat halus serta agregat kasar ditetapkan dengan

grafik berikut :

Gambar 2.2 Grafik Persentase Agregat Halus Terhadap Kadar


Total Agregat Ukuran Maksimum 20 mm
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
35

Gambar 2.3 Grafik Persentase Agregat Halus Terhadap Kadar


Total Agregat Ukuran Maksimum 40 mm
(Sumber : SNI 03-2834-2000)

Langkah – langkah menetapkan presentase agregat halus dan kasar

menggunakan grafik diatas berikut diantaranya :

a) Menentukan jenis grafik yang akan dipergunakan sesuai rencana

nilai slump dan besaran butir agregat.

b) Buat garis lurus ke arah atas tarik sampai pada kurva paling atas

antara dua kurva yang menampilkan zona gradasi agregat halus.


36

c) Setelah itu, buat garis lurus ke arah kanan ditarik baik dari kurva

batas bawah ataupun atas pada zona gradasi kemudian catat

hasilnya.

d) Dari hasil rata-rata kedua nilai tersebut, adalah nilai prosentase

agregat halus yang dapat dihitungkan dengan rumus berikut ini :

% Agregat Halus = (Nilai atas + Nilai bawah)/2 ......... (2.5)

% Agregat Kasar = 100 % - % Agregat Halus ............. (2.6)

12) Menetukan nilai berat jenis relative berdasarkan hasil data uji

laboratorium yang dapat dihitungkan dengan rumus sebagai

berikut:

BJAG = (%AH x BJAH) + (%AK x BJAK) ............................... (2.7)

Dimana, BJAG = berat jenis agregat gabungan

BJAH = berat jenis agregat halus

BJAK = berat jenis agregat kasar

%AH = persentase agregat halus

%AK = persentase agregat kasar


37

13) Menghitung berat isi beton dengan grafik gambar berikut :

Gambar 2.4 Grafik Perkiraan Jumlah Berat Isi Beton Keadaan

Basah yang telah Selesai Dipadatkan


(Sumber : SNI 03-2834-2000)

Langkah–langkah yang dilakukan untuk menentukan nilai berat isi

pada beton yaitu sebagai berikut :

a) Dilihat dari gambar grafik diatas, tarik garis sejajar pada garis

yang sesuai nilai beart jenis dengan garis linier.

b) Pada garis vertical, tarik garis tersebut ke arah atas sampai

dengan memotong garis yang baru saja dibuat dengan nilai


38

kadar air bebas. Seterah itu, pada garis horizontal ditarik ke

araha kiri sampai titik perpotongan dari kedua garis.

14) Menghitung nilai kadar air gabungan dengan rumus berikut :

KAG = Berat isi beton – kadar semen – kadar air bebas …. (2.8)

15) Menghitung nilai kadar agregat halus dengan rumus berikut :

% agregat halus
Kadar AH = x KAG ............................... (2.9)
100

16) Menghitung kadar agregat kasar dengan rumus berikut.

% agregat halus
Kadar AK = x KAG .............................. (2.10)
100

17) Mengoreksi hasil dari hitungan proporsi campuran pada campuran

tiap meter kubik beton. Perhitungan koreksi proporsi digunakan

rumus berikut :

total pasir
Kereksi Pasir = Kadar air pasir – penyerapan air x …..
100

(2.11)

total kerikil
Kereksi Pasir = Kadar air kerikil – penyerapan air x …
100

(2.12)

18) Dalam pelaksanaan dapat ditambahkan 20% agar terhindar

kemungkinan penyusutan. Hitunglah hasil dari proporsii campuran

beton untuk 6 benda ujii dengan persamaan berikut.

Proporsi campuran beton =

[(0,20 x jumlah bahan) = jumlah bahan] x 0,0317925 …... (2.13)

Keterangan : 0,20 = kemungkinan susut

0,0317925 = volume 6 benda uji


39

Adapun nilai volume 6 benda uji didapatkan dari persamaan :

Volume jumlah BU = jumlah BU x ¼ x π x d2 x t ................(2.14)

e. Pemeriksaan Sifat Fisik Material Penyusun Beton

1) Pengujian Kadar Lumpur

Menurut SK-SNI-S-04-1989-F untuk agregat halus kadar lumpur

atau bagian yang lebih kecil dari 0,074 mm atau No.200 kadar

maksimumnya yaitu 5% dari berat pasir. Pengujian kadar lumpur

pada agregat halus menggunakan rumus dibawah ini:

W1 – W2
KL = x 100% …………………………………. (2.15)
W1

Dimana : KL = Kadar Lumpur pada agregat(%)

W1 = Berat Kering Awal pada agregat(kg)

W2 = Berat Kering Oven agregat Setelah dicuci(kg)

Tujuan dilakukannya pengujian kadar lumpur yaitu untuk

mengetahui presentase kadar lumpur yang ada dalam agregat karena

kadar lumpur merupakan salah satu hal yang bisa berpengaruh pada

mutu beton. pengujian ini dilakukan untuk menentukan juga apakah

agregat tersebut baik atau tidak jika digunakan untuk bahan

penyusun beton.

2) Pengujian Kadar Air Agregat

Pengujian kadar air agregat bertujuan untuk menentukan

besarnya kadar air yang terkandung dalam agregat dengan cara

pengeringan. Kadar air agregat yaitu perbandingan antara berat


40

agregat kering dengan berat semula yang dinyatakan dalam persen.

Rumus untuk perhitungan kadar air pada agregat sebagai berikut:

a) Perhitungan Kadar Air Agregat Kasar

BK SSD −BK Kering


KA SSD = 𝑋 100% ....................(2.16)
BK SSD

Keterangan : KA = Kadar Air (%)

BK SSD = Berat kering permukaan (gr)

BK Kering = Berat kering oven (gr)

b) Perhitungan Kadar Air Agregat Halus

BK SSD −BK Kering


KA SSD = 𝑋 100% ....................(2.17)
BK SSD

Keterangan : KA = Kadar Air (%)

BK SSD = Berat kering permukaan (gr)

BK Kering = Berat kering oven (gr)

3) Pengujian Berat Jenis Agregat dan Pengujian Penyerapan Air

Pengujian berat jenis agregat akan menentukan hasil berat jenis

dari beton. Berat jenis dan daya serap memiliki hubungan yaitu

apabila berat jenis semakin tinggi maka daya serap agregat semakin

kecil. Untuk perhitungan berat jenis agregat adalah sebagai berikut:

a. Pengujian berat jenis pada agregat halus (Pasir)

(1) Berat Jenis Bulk

b
Berat Jenis Bulk = …………........... (2.18)
a+c–d
41

Dimana : a = Berat Contoh pada SSD (gr)

b = Berat Contoh Kering pada Oven (gr)

c = Berat Pignometer dan Air (gr)

d = Berat pignometer, Air dan Contoh (gr)

(2) Berat Jenis pada SSD

a
Berat Jeniis SSD = ............................. (2.19)
c+a-d

(3) Berat Jenis Semu (Apparent)

a
Berat Jeniis Semu = ........................... (2.20)
c+a-d

(4) Penyerapan Air

a – b x 100%
Penyerapan Air = ................ (2.21)
c+a–d

b. Pengujian berat jenis agregat Kasar (split)

(1) Berat Jenis Bulk

BK
Berat Jeniis Bulk = ................ (2.22)
BJ – BA

Dimana : BK = Berat Contoh Uji Kering Oven (gr)

BJ = Berat Kering Permukaan Jenuh (gr)

BA = Berat Contoh Uji didalam Air (gr)

(2) Berat Jenis SSD

Berat Jenis Bulk = BJ ............ (2.23)


BJ – BA
42

(3) Berat Jenis Semu (Apparent)

BK
Berat Jenis Bulk = .............. (2.24)
BK – BA

(4) Penyerappan Air

BJ – BK x 100%
Berat Jenis Bulk = .......... (2.25)
BK
4) Pengujian Analisa Saringan

Tujuan pengujian ini sebagai pegangan dalam pemeriksaan untuk

menentukan pembagian gradasi agregat dengan menggunakan hasil

analisa saringan. Pengujian analisa saringan pada agregat halus

dilakukan supaya mengetahui bagian agregat halus mana yang

mempengaruhi sifat kedap air, porositas, dan kepadatan. Dari pengujian

tersebut dihasilkan Modulus Kehalusan Butir (MKB) yaitu indeks yang

digunakan sebagai acuan mengukur kehalusan ataupun kekerasan

agregat.

MKB merupakan jumlah persen kumulatif dari besaran persen

agregat yang tertinggal pada satu set ayakan (28 mm, 19 mm, 9 mm, 6

mm, 4,8 mm, 2,4 mm, 1,2 mm, 0,6 mm, 0,3 mm, dan 0,15 mm) yang

dimana hasil dari nilai tersebut dibagi seratus. Jika semakin besar MKB

agregat maka, semakin besar butirannya. Secara umum, agregat halus

memiliki besaran nilai MKB antara 1,50 – 3,8 mm, sehingga nilai
43

tersebut digunakan sebagai pedoman dasar perbandingan dari campuran

agregat.

5) Pengujian Berat Isi

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan berat isi agregat halus,

agregat kasar atau campur dan penetapan rongga udara. Berat isi kering

pada udara agregat dihitung dalam keadan kering oven dan kering

permukaan, pada kondisi padat dan gembur nilai berat isi kondisi gembur

masih terdapat rongga-rongga sedangkan pada kondisi padat tidak terdapat

rongga. Berat isi beton menurut SII No.52-1980 diisyaratkan harus lebih

dari 1,2– 1,5 gr/cmᶾ. Pengujian berat isi dilakukan dengan rumus:

BA
BIP = ………… …………………….….….. ( 2.26)
VA

Dimana : BIP = Bobot Isi pada Pasir ( gr/cm )

BA = Bobot pada Agregat ( gr )

VA = Volume pada Agregat ( cm )

6) Slump Test Beton

Slump didapatkan dengan memasukan adukan beton kedalam

corong baja yang berbentuk conus berlubang pada kedua ujungnya,

pada bagian bawah memiliki diameter 200 mm dan bagian atas

memiliki diameter 100 mm dengan tinggi 300 mm, kemudian jumlah

adukan yang dimasukan kira-kira sepertiga volume corong. Setelah

adukan masuk kedalam corong lalu adukan di rojok sebanyak 25 kali


44

dengan tongkat baja. Ukurlah penurunan permukaan atas adukan beton,

besar penurunan itulah yang di sebut nilai slump. (Kardiyono

Tjokrodimuljo)

Pada mutu beton yang rendah diakibatkan karena campuran beton

yang terlalu cair dan semakin lama kering. Sedangkan campuran beton

kekurangan airmenyebabkan adukan tidak merata dan sulit dicetak.

Standar nilai slump yang bisa dipakai :

1) 0-2,5 cm lebih tepat untuk jalan raya.

2) 10-4 cm lebih tepat untuk pondasi (low workability).

3) 50-9 cm lebih tepatnya untuk beton bertulang normal menggunakan

vibrator (medium workability).

4) > 10 cm untuk worktability

Tabel 2.5 Nilai slump berdasarkan Peraturan


Beton Bertulang Indonesia 1971
Slump (mm)

Uraian Maksimum Minimum

Pada dindng, pelat pondasi dan pondasi


telapak bertulang 125 50
Pondasi telapak tidak bertulang, kaison dan
konstruksi dibawah tanah 90 25
Pelat, balok, kolom dan dinding
150 75
Pengerasan jalan 7,5 5,0
Pembetonan masal
7,5 2,5
Sumber :PBBI, 1971

Tujuan dari pengujian slump test beton yaitu untuk mengetahui

kelecakan atau sebeapa encer adukan beton yang sudah dibuat, dan
45

memastikan bahwa beton yang telah dibuat itu tidak terlalu encer atau cair

dan tidak terlalu keras. Slump yang akan diukur harus berada dalam batas

toleransi yangn telah ditargetkan. Peralatan yang digunakan untuk

melakukan slump tes yaitu ada beberapa diantaranya adalah :

(1) Slump cone atau kerucut abrams standar yang berdiameter atas 100

mm, diameter bawah 200 mm, serta tinggi 300 mm,

(2) Sekop kecil yang akan digunakan untuk mengambil adukan yang

akan dilakukan slump test,

(3) Batang besi berbentuk silinder dengan panjang 600 mm, dan

diameter 16 mm,

(4) Papan slump ukuran 500x500 mm.

(5) Gerobak mini proyek

Langkah–langkah yang perlu dilakukan ketika akan dilaksanakan slump

test yaitu sebagai berikut :

(1) Bersihkan dan basahi permukaan cone atau kerucut abrams terlebih

dahulu, lalu tempatkan diatas papan slump yang sudah bersih dan

tidak mudah geser dan tidak miring, setelah itu ambil sampel

betonnya.

(2) Pijakan kaki pada bagian kuping yang ada pada kerucut abrams, isi

kecurut abrams atau cone sebanyak sepertiga bagian dengan sampel

beton yang akan di test, lalu padatkan dengan cara menusuk-nusuk

beton sebanyak 25 kali lakukan dibagian luar sampai kebagian

dalam.
46

(3) Setelah itu isi lagi sampai 2/3 bagian kerucut abrams dan lakukan

lagi menusukk-nusuk beton sebanyak 25 kali sampai dibagian atas

lapisan pertama bukan didasar kerucut abrams.

(4) Ratakan bagian atas beton yang meluap menggunakan batang besi,

dan bersihkan papan slump disekitar kerucut abrams, lalu tekan

pijakan kebawah dan lepaskan pijakan.

(5) Angkat kerucut abrams secara perlahan-lahan supaya sampel tidak

bergerak atau geser.

(6) Balikan kerucut abrams, tempatkan disamping sampel kemudian

letakan besi batang diatas kerucut abrams.

(7) Ukur slump menggunakan meteran atau mistar dibeberapa titik, dan

catat rata-ratanya.

(8) Jika sampel gagal, maka harus dilakukan test kembali tetapi

menggunakan sampel lain, jika masih gagal juga artinya beton

tersebut tidak layak untuk digunakan.

Gambar 2.5 Langkah Pengujian Slump Test


(Sumber : PBI 1971
47

f. Karakteristik Beton

1. Perawatan Beton

Perawatan beton merupakan tahapan akhiran pekerjaan

pembetonan dengan cara menjaga supaya permukaan beton segar

yang baru saja dipadatkan selalu lembab sampai proses hidrasi yang

cukup sempurna. Kelembapan beton diharuskan selalu dijaga supaya

air yang terdapat pada beton tidak keluar. Hal tersebut bertujuan

menjamin suatu proses hidrasi semen berlangsung dengan sempurna.

Apabila hal tersebut tidak diperhatikan akan terjadi proses

penguapan air dari beton segar yang mengakibatkan beton segar

mengalami kekurangan air untuk proses hidrasi, sehingga

menimbulkan retakan beton. (Tjokoridimulyo, 2007).

Tujuan perawatan beton adalah

(1) Menjaga beton agar tidak kehilangan air

(2) Menjaga perbedaan temperatur beton dengan lingkungan.

(3) Menjaga beton dari keretakan yang mungkin timbul akibat dari

proses pengeringan yang terlalu cepat

(4) Untuk mendapatkan kakuatan beton yang tinggi

Sesuai acuan SNI-2493-2011 proses perawatan benda uji beton

pada laboratorim dapat dilakukan sebagai berikut :

a) Menutup benda uji setelah pekerjaan akhir Untuk terhindar adanya

proses penguapan air pada beton yang belum keras, dilakukanya


48

penutupan pada benda uji setelah pekerjaann akhir selesai.

Penutup digunakan untuk menutup benda uji dapat dipilih

menggunakan plat yang tidak menyerap, lembaran plastik yang

kuat dan awet, atau pun menggunakan goni basah. Akan tetapi,

penggunaan goni basah harus diperhatikan dengan menjaga

kondisi goni tetap basah sampai benda uji dilepas dari acuan.

Hindari papan terkontak dengan air selama 24 jam karena apabila

terkena air dapat menyebabkan acuan mengembang serta merusak

benda uji.

b) Pembukaan cetakan Pembukaan cetakan dilakukan setelah beton

melewati waktu 24 jam ± 8 jam setelah proses pencetakan.

c) Metode perawatan beton

1) Metode Pembasahan

Tata cara pelaksanaan curring atau perawatan beton dengan

metode pembasahan yaitu sebagai berikut :

(1) Letakan dalam ruangan lembab (beton uji)

(2) Letakkan pada genangan air (benda uji)

(3) Menyelimuti permukaan beton dengan air

(4) Permukaan beton diselimuti dengan karung basah

(5) Beton disiram dengan air secara terus-menerus

(6) Beton dilapisi menggunakan Curring Compound


49

2) Metode Penguapan

Beton yang akan dilakukan proses perawatan dengan sistem

penguapan suhunya harus dipertahankan pada 10- 30°C selama

beberapa jam. Metode perawatan ini dilakukan dengan 2 cara

yaitu:

(1) Dilakukan menggunakan tekanan rendah antara 40- 55ºC

selama 10-12 jam.

(2) Tekanan tinggi pada temperature 65-95ºC selama 10- 16

jam, dengan temperature akhir 40-55ºC.

3) Metode Membrane

Perawatan dengan metode membrane yaitu perawatan dengan

menggunakan penghalang fisik yang diharapkan dapat

mencegah penguapan air. Metode dengan membrane ini juga

sangat baik sebagai perawatan awal sebelum dilakukan curring

dengan metode pembasahan.

2. Kuat Tekan Beton

Nilai kekuatan beton diketahui dengan melakukan pengujian kuat

tekan terhadap benda uji silinder (diameter 150 mm, tinggi 300 mm)

pada umur 7 hari, 14 hari dan 28 hari yang dibebani dengan gaya

tekan sampai mencapai beban maksimum. Beban maksimum didapat

dari pengujian dengan menggunakan alat compression testing

machine. Standar yang digunakan ialah ASTM C-39 untuk benda uji
50

silinder, dan persamaan umum yang dipakai untuk menghitung kuat

tekan beton adalah :

P
F’c = ………………………………………………… (2.27)
A

Dimana : F’c = Kuat Tekan Beton (N/mm2 atau MPa)

P = Beban maksimum yang diberikan (N)

A = Luas Penampang benda uji (cm2 )

Berdasarkan kuat tekan, beton dapat digolongkan dalam beton

normal, beton mutu tinggi, dan beton mutu sangat tinggi. Menurut

Supartono (1998), beton mutu tinggi adalah beton dengan kuat tekan

diatas 50 MPa, sedang beton mutu sangat tinggi adalah beton dengan

kuat tekan diatas 80 MPa.

Banyak hal yang mempengaruhi kuat tekan pada beton diantaranya

adalah ras (rasio air-semen), jenis semen dan bahan tambah yang

dipakai, agregat, air, kondisi kelembapan udara saat masa perawatan

benda uji, serta umur beton saat diuji.

Tabel 2.9 Hubungan Antara Kuat Tekan Dengan Umur Beton

Umur (Hari) Kuat Tekan Beton (%)

3 40
7 65
14 88
21 95
28 100
90 120
365 135

(Sumber : Tri Mulyono,2004)


B. Tinjauan Pustaka
51

1. Penelitian oleh Okky Hendra Hermawan(2018)

Penelitian ini berjudul “Pengaruh Perawatan Terdapat Kuat Tekan

Beton”.

Penelitian ini menghasilkan nilai beton perawatan sebesar K 380

kg/cm2dan tanpa perawatan sebesar K 269 kg/cm 2 beton perawatan

lapangan memiliki nilai kuat tekan sebesar K 299 kg/cm 2, jadi dapat

disimpulkan bahwa nilai kuat tekan beton memenuhi kuat tekan yang

direncanakan.

2. Penelitian oleh Teguh Haris Santoso, dkk (2019)

Penelitian ini berjudul “ Analisa Penggunaan Pasir Limbah Cetakan

Pengecoran Logam Sebagai Campuran Aggregat Halus Dengan

Penambahan Tetes Tebu (Molase) Terhadap Kuat Tekan”

Berdasarkan hasil penelitian pada sampel 3 dengan prosentase

campuran limbah 50% menghasilkan kuat tekan di usia 28 mencapai 28,1

Mpa atau sama dengan 345.1 kg/cm2.

3. Penelitian oleh Isradias Mirajhusnita, dkk (2020)

Penelitian ini berjudul “Pemanfaatan Limbah B3 Sebagai Bahan

Pengganti Sebagai Aggregat Halus Dalam Pembuatan Beton”.

Penelitian ini menghasilkan kuat tekan pada usia 28 hari mencapai 21.7

Mpa jadi tidak mencapai target 24 Mpa atau sama dengan K300.

4. Penelitian Oleh Okky Hendra Hermawan (2006)


52

Penelitian ini berjudul “Pengaruh Kadar Lumpur Pada Aggregat Halus

Dalam Pembuatan Mix Desigh Beton”.

Tujuan dari penelitian tersebut mengetahui kadar lumpur yang terdapat

pada aggregat halus. Penelitian tersebut menghasilkan kadar lumpur lebih

dari 5% oleh karena itu semakin bnyak kadar lumpurnya maka sangat

berpengaruh pada berat ssdnya.

5. Penelitian oleh Christin Natalia Naiborhu (2021)

Penelitian ini berjudul “ Efek Penggunaan Abu Daun Serai (Kandungan

0% - 17,5%) Sebagai Bahan Substitusi Parsial Semen Terhadap Kuat

Tekan Beton”.

Penelitian tersebut menghasilkan nilai kuat tekan beton optimum

terdapat pada persentase 2,5% ADS dikarenakan nilai kuat tekan rata-rata

pada persentase 2,5% ADS merupakan yang paling tinggi dari variasi

lainnya bahkan lebih tinggi dibandingkan nilai kuat tekan rata-rata beton

normal. Adapun nilai kuat tekan rata-rata beton 2,5% ADS saat berumur 7

hari, 14 hari dan 28 hari berturut-turut sebesar 23,800 MPa, 26,633 MPa,

dan 31,133 MPa. Sedangkan nilai kuat tekan rata-rata beton normal saat

berumur 7 hari, 14 hari dan 28 hari berturut-turut sebesar 22,267 MPa,

24,133 MPa, dan 29,333 MPa. Sehingga persentase kenaikan kuat tekan

beton 2,5% ADS terhadap beton normal adalah 6,88%, 10,36% dan 6,14%.

6. Retno Trimurtiningrum (2018)


53

Penelitian ini berjudul “Pengaruh Penambahan Serat Bambu Terhadap

Kuat Tarik dan Kuat Tekan Beton ”.

Penelitian tersebut menghasilkan nilai slump yang rendah karena

penembahan serat bembucenderung menyerap air, kenaikan pada nilai kuat

tarik karena bambu mampu menahan retakan akibat beban yang terlalu

berlebihan dan penurunan pada nilai kuat tekan pada beton.

7. Penelitian oleh Marbawi, Indra Gunawan (2015)

Penelitian ini berjudul “ Pemanfaatan Serat Dari Resam Sebagai

Bahan Tambah Dalam Pembuatan Beton ”.

Penelitian tersebut menghasilkan pada umur 28 hari dihasilkan nilai kuat

tekan beton maksimum pada persentase penggunaan resam 1 % per berat

semen nilai kuat tekan yang dihasilkan yaitu 21,87 MPa dan mengalami

peningkatan sebesar 2,20 % dibandingkan beton normal yaitu 21,40 MPa

juga mengalami kenaikan sebesar 9,35% terhadap mutu beton rencana f’c =

20 MPa. Pada umur 28 hari dihasilkan nilai kuat tarik belah beton

maksimum pada persentase penggunaan resam 1 % per berat semen sebesar

2,57 MPa dan mengalami peningkatan sebesar 4,05 % dibandingkan

dengan beton normal (0% per berat semen) yaitu 2,47 Mpa

8. Penelitian oleh Juwanto, Ratih Fitriani, Turyanto, Ana Setya Risa

Andriyani, Okki Prasetyo, Supoyo.

Penelitian ini berjudul “ Pemanfaatan Bahan Tambah Additife Abu

Batang jagung Dan Bonggol Jagung Sebagai Bahan Tambah Pembuatan

Beton Ramah Lingkungan”.


54

Penelitian tersebut menghasilkan kuat tekan beton campran kurang dari

kuat tekan beton normal yaitu 169,85 kg/cm2 ketika berumur 28 hari.

Harga beton campuran lebih ekonomis bila dibandingkan dengan beton

normal, dengan berat beon yang lebih ringan pula.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode penelitian

Metode penelitian yaitu suatu cara ilmiah mendapatkan data-data yang

bertujuan dan kegunaan tertentu. Metode penelitian dikelompokkan

berdasarkan tujuan dan tingkat kealamiahan terhadap obyek yang diteliti.

Berdasarkan tujuan dari metode penelitian meliputi penelitian dasar (basic

research), penelitian terapan (applied research), serta penelitian

pengembangaan (research dan development). Sedangkan berdasarkan

kealamiaahan metode penelitian dikelompokan menjadi metode survey,

eksperiment, dan naturalistik (Sugiyono, 2015).

Pada penelitian ini penulis menggunakan metode eksperimen yaitu metode

yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penambahan air rebusan daun

seraisebagai bahan tambah pada beton terhadap kuat tekan beton fc’20 Mpa.

Menurut Sugiyono, (2010) metode eksperimen ialah suatu metode penelitian

yang bertujuan menciptakan fenomena untuk mengetahui pengaruh hubungan

sebab akibat pada kondisi yang terkendali.

Metode penelitian eksperimen termasuk dalam metode penelitian

kuantitatif, penelitian kuantitatif merupakan satu bentuk penelitian ilmiah yang

mengkaji satu permasalahan dari suatu fenomena, serta melihat kemungkinan

kaitan atau hubungan antar variabel dalam permasalahan yang ditetapkan.


56

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Mei - Agustus

2022. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Beton PT. Nisajana

Hasna Risqy (NHR) yang berlokasi di Jl. Yomani Guci KM 3 Danawarih,

Kec. Balapulang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah dan Laboratorium

Teknik Sipil Universitas Pancasakti Tegal.

Tabel 3.1 Waktu Pelaksanaan Penyusunan Skripsi


Waktu Pelaksanaan
No Kegiatan
Februari Maret April Mei Juni Agust
1 Penentuan judul

2 Pengumpulan
referensi

3 Penyusunan
proposal
4 Penelitian beton

5 Analisa data

6 Penyusunan
skripsi
7 Sidang skripsi

Waktu pelaksanaan penyusunan skripsi dimulai pada bulan Februari

yaitu penentuan judul skripsi yang akan diambil, pengumpulan referensi-

referensi yang akan digunakan untuk penyusunan proposal skripsi dan

sekaligus penyusunan skripsi. Setelah proposal di seminarkan pada bulan

Maret atau bulan April. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei di

Laboratorium Beton PT. Nisajana Hasna Risqy, setelah penelitian selesai


57

pada bulan Mei sampai Juni kegiatannya adalah menganalisa data dari hasil

penelitian sekaligus penyusunan skripsi dan di sidangkan dibulan Agustus.

Tabel 3.2 Jadwal waktu dan lokasi penelitian


Waktu pelaksanaan
(Juli - Agustus 2022) Lokasi
No Nama Kegiatan
Minggu ke- Minggu ke- Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan bahan Lab. PT. NHR
2 Persiapan alat Lab. PT. NHR
3 Pengujian material Lab. PT. NHR
Perencanaan
4 Lab. PT. NHR
campuran
5 Pembuatan
Lab. PT. NHR
campuran Beton
6 Uji slump dan
Pembuatan Benda Lab. PT. NHR
Uji Beton
7 Perawatan
Lab. PT. NHR
benda uji
8 Pengujian
Lab. PT. NHR
kuat tekan
9 Analisa data Lab. PT. NHR

C. Alat dan Bahan Penelitian


58

1. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Tabel 3.3 Alat Penelitian

NO NAMA ALAT FUNGSI GAMBAR

untuk mencampurkan
Mixer (Mesin
semua bahan atau
1 Pengaduk
material untuk
Beton)
membuat beton.

Gambar 3.1 Mesin pengaduk beton


(Sumber : Dokumentasi Kelompok)

untuk menibang
Neraca Digital
material yang akan
(Ketelitian
2 digunakan untuk
mencapai 0,1
pengujian fisik
gram)
material

Gambar 3.2 Neraca digital


(Sumber : Dokumentasi Kelompok)
59

NO NAMA ALAT FUNGSI GAMBAR

untuk meneliti kadar

lumpur pada agregat


3 Gelas Ukur
halus dan menakar
Gambar 3.3 Gelas ukur 2000 ml
kebutuhan air (Sumber : Dokumentasi Kelompok)

untuk melakukan
Satu set saringan
pengujian gradasi
4 agregat ( Sieve
agregat dengan
Shaker )
pengayakan

Gambar 3.4 Satu set saringan


agregat
(Sumber : Dokumentasi Kelompok)
60

NO NAMA ALAT FUNGSI GAMBAR

Sekop atau untuk mengambil


5
Cetok material

Gambar 3.5Sekop atau Cetok


(Sumber : Dokumentasi Kelompok)

untuk mengetahui

penurunan sempel

Satu set slump beton/kadar air yang


6
test ada pada kandungan

beton

Gambar 3.6 Sekop atau Cetok


(Sumber : Dokumentasi Kelompok)
61

NO NAMA ALAT FUNGSI GAMBAR

untuk meletakan
7 Pan atau Loyang
material

Gambar 3.7 Sekop atau Cetok


(Sumber : Dokumentasi Kelompok)

Mesin uji kuat menguji kekuatan


tekan beton pada beton baik

8 (Compression menggunakan kubus


testing machine) atau silinder

Gambar 3.8 Sekop atau Cetok


(Sumber : Dokumentasi Kelompok)
62

NO NAMA ALAT FUNGSI GAMBAR

Cetakan silinder Sebagai wadah beton

dengan diameter segar untuk mencetak


9
15 cm dan tinggi sample beton

30 cm

Gambar 3.9 Cetakan silinder


dengan diameter 15 cm dan tinggi
30 cm
(Sumber : Dokumentasi Kelompok)

Gelas ukur 100 untuk mengukur

ml (picnometer) kandungan lumpur


10
untuk mengukur pada pasir dan cairan

bahan tambah penguat beton

Gambar 3.10 Gelas ukur 100 ml


untuk mengukur bahan tambah
(Sumber : Dokumentasi Kelompok)
63

NO NAMA ALAT FUNGSI GAMBAR

Sebagai

oven/pengeringan

agrat halus yang sudah


Kompor dan
11 yang sebelumnya
Wajan
sudah dilakukan

pengujian kadar

lumpur

Gambar 3.11 Kompor dan Wajan


(Sumber : Dokumentasi Kelompok)

sebagai tempat

meletakan pasir untuk


12 Picnometer
pengujian Berat Jenis

dan penyerapan pasir

Gambar 3.12 Kompor dan Wajan


(Sumber : Dokumentasi Kelompok
64

2. Bahan Penelitian

Bahan – bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :

a. Semen Portland

Semen berfungsi sebagai suatu bahan pengikat dalam pembuatan

campuran beton. Pada penelitian ini semen yang dipakai semen portland

tipe I dengan merek Tiga Roda.

Gambar 3.14 Semen Portland

b. Agregat kasar (split)

Agregat kasar atau batuan pecah yang dipakai dalam penelitian ini yaitu

split 2/3 dan ½ ex. Kaligung, Kabupaten Tegal

Gambar 3.14 Split


65

c. Agregat halus (pasir)

Agregat halus atau pasir yang dipakai yaitu pasir kali dari Pemalang.

Gambar 3.15 Split

d. Air

Air yang dipakai untuk penelitian ini yaitu air bersih dari Laboratorium

Beton PT. Kejora Jaya Raya.

Gambar 3.16 Split


66

e. Bahan Tambah dari Daun Serai

Daun serai diambil dari perkebunan Desa Karanganyar, Kecamatan

Kedungbanteng, Kabupaten Tegal. Kemudian Serai direbus dan diambil

air rebusan sebagai bahan tambah untuk beton.

Gambar 3.17 Daun Serai

Gambar 3.18 Air Rebusan Daun Serai

D. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah beton normal

fc’20 yang di tambah air rebusan daun serai sebagai bahan tambah pada

beton. Tanaman Serai sendiri diambil dari perkebunan Desa Karanganyar,

Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal


67

E. Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2006), variabel penelitian merupakan segala

sesuatu yang telah ditetapkan peneliti yang bertujuan untuk dipelajari hingga

didapatkan sebuah informasi yang kemudian diambil kesimpulannya. Pada

penelitian ini digunakan air rebusan serat daun serai sebagai bahan tambah

pada beton. Sebelum dilakukannya penelitian, penulis menggunakan 2 (dua)

variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

1. Variabel Bebas

Variabel bebas ataupun variabel indpenden ialah variabel yang dapat

mampu berdiri sendiri serta tidak bergantung pada variabel lain.

Variabel bebas menjadi sebab adanya timbul perubahan variabel terikat.

Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas yaitu serat daun serai

sebagai bahan tambah beton fc’20 yang akan di bandingkan nilai kuat

tekannya dengan variasi yang ditentukan.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat ataupun variabel dependen ialah variabel yang tidak

mampu untuk berdiri sendiri sehingga sifat dari variabel ini dipengaruhi

dengan variabel bebas. Pada penelitian ini yang menjadi variabel terikat yaitu

pengujian kuat tekan beton pada umur 7 hari\ dan 28 hari.

F. Tahap dan Prosedur Penellitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa tahapan untuk

mempermudah penelitian supaya mendapatkan hasil yang maksimal,

Beberapa tahapan yang dilakukan yaitu sebagai berikut :


68

1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan adalah mempersiapkan alat dan bahan yang akan

digunakan untuk penelitian, perlu dipersiapkan dengan baik agar dalam

penelitian sistematis, jelas, sehingga sesuai dengan tujuan penelitian.

2. Tahap pemeriksaan atau pengujian material penyusun

Pada tahap pemeriksaan atau pengujian pada material penyusun beton

yang akan digunakan merupakan tahapan yang sangat penting untuk

dilakukan. Tahap ini bertujuan mengetahuii sifat-sifat dan karakteristik

bahan penyusun yang berguna untuk perencanaan pembuatan campuran.

Tahapan pemeriksaan atau pengujian material dilakukan pada agregat

halus dan agregat kasar. Berikut tahapan pengujian pada material agregat

halus dan agregat kasar yaitu :

a. Pengujian Agregat Halus (Pasir)

1) Pengujian Kadar Air Pada Agregat Halus

a) Alat Yang Digunakan

(1) Kompor dan wajan,

(2) Pan tempat menyimpan Material,

(3) Timbangan neraca digital dengan ketelitian 0,01 gr.

b) Langkah Pengujian

(1) Siapkan agregat yang akan diuji,

(2) Timbang agregat halus seberat 500 gr,

(3) Setelah ditimbang kemudian panaskan agregat halus

menggunakan kompor dan wajan hingga kering,


69

(4) Kemudian angkat agregat halus yang sudah kering dan

letakan pada pan, lalu tunggu hingga agregat halus dingin,

(5) Setelah dingin timbang kembali agregat halusnya,

(6) Catat dan dokumentasikan hasilnya, lalu dihitung dengan

rumus kadar airnya maka akan diketahui berapa kadar air

yang terdapat pada agregat halus tersebut.

2) Pengujian Gradasi Atau Analisa Saringan Pada Agregat Halus

a) Alat Yang Digunakan

(1) Pan untuk menyimpan material yang akan digunakan,

(2) Timbangan neraca digital dengan ketelitian 0,01 gr,

(3) Kompor dan wajan,

(4) Alat penggetar atau seive shaker,

(5) Saringan yang telah ditentukan ukuran lubangnya ( No. 4,

No. 8, No. 16, No. 30, No.50, No.100, No. 200 ),

(6) Kuas alat untuk membersihkan.

b) Langkah Pengujian

(1) Siapkan agregat halus dalam keadaan SSD,

(2) Timbang sebanyak 1500 gram,

(3) Panaskan dengan menggunakan kompor hingga kering tetap,

(4) Dinginkan agregat halus yang telah dipanaskan,

(5) Lalu timbang agregat halus seberat 500 gram sebanyak 2

sample,
70

(6) Susun ayakan dari No 4 , 8 , 16 , 30 , 50 , 100 dan 200 lalu

letakkan diatas mesin seive shaker,

(7) Kemudian masukkan sample 1 kedalam ayakan yang telah

disusun lalu tutup dan kencangkan kunci yang terdapat di

mesin,

(8) Nyalakan mesin seive shaker selama 15 menit,

(9) Setelah 15 menit matikan mesin seive shaker lalu lepaskan

kunci dan ambil susunan ayakan dari mesin,

(10) Ambil dari ayakan yang paling atas yaitu ayakan No.4,

(11) Lalu ayak kembali secara manual secara hati-hati dan

pastikan tidak ada agregat yang terjatuh dan terbuang, hal

ini dilakukan untuk memastikan tidak ada agregat yang

masih lolos di ayakan tertahan,

(12) Kemudian timbang setiap agregat yang tertahan di tiap-tiap

ayakan,

(13) Lakukan step 11 – 12 pada setiap No ayakan yang ada,

(14) Lakukan step diatas untuk sample 2,

(15) Lalu hitung analisa saringannya.

3) Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus

a) Alat Yang Digunakan

(1) Picnometer dengan kapasitar 500 gr,

(2) Timbangan neraca digital dengan ketelitian 0,01 gr,

(3) Kompor dan wajan,


71

(4) Pan untuk menyimpan material.

b) Langkah Pengujian

(1) Keringkan agregat halus hingga mencapai berat kering

permukaan atau SSD, dan Ayak agregat halus dengan ayakan

nomer 4 ( 4,76 mm ) Timbang agregat halus seberat 500 gr,

setelah ditimbang masukan agregat halus kedalam picnometer

dengan bantuan corong plastik kecil supaya tidak ada agregat

halus yang tumbah,

(2) Kemudian tambahkan air hingga 90% lalu putar sambil

goyangkan picnometer yang bertujuan untuk menghilangan

gelembung-gelembung udara yang ada didalam, lakukan

berulang ulang setiap 15 menit,

(3) Setelah itu diamkan picnometer yang berisi agregat halus

selama 24 Jam, bila masih terdapat gelembung didalam nya

putar dan goyangkan kembali sampai tidak terihat lagi

gelembung udara didalam nya,

(4) Kemudian tambahkan air hingga penuh lalu tutup picnometer,

(5) Setelah itu timbang picnometer yang berisi agregat halus, lalu

keluarkan agregat halus yang sudah ditimbang dan letakan

kedalam pan, Pastikan tidak ada butiran agregat halus yang

tertinggal di dalam picnometer,

(6) Kemudian diamkan agregat halus dan air yang ada didalam

pan hingga lumpur mengendap, Setelah lumpur mengendap


72

buang air yang ada pada pan, pastikan lumpur dan agregat

halus tidak ikut terbuang,

(7) Lalu panaskan agregat halus dan lumpur hingga kering

menggunakan kompor dan wajan, setelah dipanaskan dan

kering angkat agregat halus dan masukan kedalam pan,

(8) Diamkan agregat halus yang ada di dalam pan hingga dingin,

setelah dingin timbang kembali agregat halus,

(9) Kemudian masukan air bersih kedalam picnometer hingga

penuh, lalu tutup dan timbang.

4) Pemeriksaan Kadar Lumpur Pada Agregat Halus

a) Alat Yang Digunakan

(1) set tabung irigasi (infus),

(2) 1 set galvanis (indikator pembaca pasir),

(3) Corong plastik kecil,

(4) Timbangan neraca digital dengan ketelitian 0,01 gr,

(5) 2 buah silinder fiber glass,

b) Langkah Pengujian

(1) Siapkan agregat halus dalam keadaan SSD kemudian timbang

seberat 100 gr,

(2) Masukan agregat halus (pasir) yang sudah ditimbang kedalam

silinder fyber glass dengan menggunakan corong plastik

untuk menghindari adanya agregat halus yang tumpah,


73

(3) Tambahkan air tawas untuk melarutkan pasir dengan

perbandingan 1 : 1, lalu tutup silinder fyber glass

menggunakan sumbat karet,

(4) Kemudian kocok silinder fyber glass yang sudah ditutup

sebanyak 90 kali dengan arah vertikal sampai pasir terlarut,

(5) Setelah dikocok sebanyak 90 kali lalu lepaskan sumbat karet,

lalu masukan air tawas kedalam tabung irigasi (infus),

(6) Masukan selang besi yang terdapat pada tabung irigasi

kedalam silinder fyber glass hingga dasar pasir yang

berfungsi untuk menambahkan air tawas dari tabung irigasi

kedalam silinder fyber glass,

(7) Kemudian aduk pasir menggunakan selang besi sembari

mengalirkan air tawas hingga silinder fyber glass terisi air

tawas sampai 10 ml, lalu diamkan selama 15 menit sampai

lumpur mengendap dan terpisah dengan pasir, dan air tawas,

(8) Catat dan dokumentasikan hasil pengujian yang berupa tinggi

lumpur pada silinder fyber glass dan masukan galvanis

kedalam fyber glass untuk membaca indikator tinggi pasir,

(9) Kemudian hitung kadar lumpurnya menggunakan rumus,

maka akan diketahui berapa kadar lumpur yang terdapat pada

pasir.

5) Pemeriksaan Berat Isi Agregat Halus

a) Alat Yang Digunakan

(1) Cetakan Silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm,


74

(2) Timbangan dengan kapasitas 50 kg.

b) Langkah Pemeriksaan

(1) Siapkan agregat halus yang akan digunakan,

(2) Kemudian timbang berat cetakan sillinder,

(3) Setelah cetakan silinder ditimbang masukan agregat halus

kedalam cetakan sampai penuh,

(4) Lalu timbang kembali dan catat hasilnya,

(5) Lakukan langkah-langkah diatas sebanyak 3 kali untuk

mendapatkan 3 sampel,

(6) Setelah itu hitung berat isinya menggunakan rumus.

b. Pengujian Agregat Kasar

1) Pengujian Kadar Air Agregat Kasar

a) Alat Yang Digunakan

(1) Kompor dan wajan,

(2) Pan untuk menyimpan material,

(3) Timbangan neraca digital dengan ketelitian 0,01 gr.

b) Langkah Pengujian

(1) Timbang agregat kasar sebanyak 1000 gr,

(2) Lalu panaskan menggunakan kompor dan wajan hingga

mencapai kering tetap,

(3) Setelah dipanaskan diamkan hingga dingin,

(4) Kemudian agregat yang sudah dingin di timbang kembali,

lalu catat hasil timbangannya,


75

(5) Setelah menemukan hasil timbangannya, hitung kadar air

nya.

2) Pengujian Gradasi atau Analisa Saringan Agregat Kasar

a) Alat Yang Digunakan

(1) Pan untuk menyimpan material,

(2) Timbangan neraca digitan dengan ketelitian 0,01 gr,

(3) Kompor dan wajan,

(4) Kuas untuk alat membersihkan,

(5) Saringan yang sudah ditentukan ukuran lubangnya,

(6) Alat penggetar atau seive shaker,

b) Langkah Pengujian

(1) Siapkan agregat kasar yang akan diuji,

(2) Panaskan kerikil atau agregat kasar hingga mencapai berat

kering tetap,

(3) Timbang pasir seberat 500 gr sebanyak 2 sampel,

(4) Masukkan agregat kasar ke saringan yang telah disusun,

susun saringan dari ukuran No 4, No.8, No.16, No.30, No.50,

No.100, No.200,

(5) Getarkan mesin seive shaker selama 15 menit,

(6) Pisahkan split yang tertahan dimasing-masing ukuran

saringan, kemudian ayak kembali secara manual,

(7) Timbang dan catat hasilnya,

(8) Lalu hitung analisis agregat saringannya.


76

3) Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

a) Alat Yang Digunakan

(1) Kompor dan wajan,

(2) Kerangjang besi,

(3) Alat penggantung keranjang besi,

(4) Kain yang mudah menyerap air,

(5) Timbangan neraca digital dengan ketelitian 0,01 gr,

(6) Pan untuk meyimpan material.

b) Langkah Pengujian

(1) Timbang agregat kasar sebanyak 1000 gr,

(2) Rendam agregat kasar didalam pan selama ± 24 jam,

(3) Setelah direndam selama ± 24 jam, masukan agregat kasar

kedalam drum atau ember besi yang sudah terisi air kemudian

atur alat penggantung hingga seimbang dan goyangkan

keranjang untuk melepas udara yang masih terperangkap,

(4) Timbang agregat kasar dalam posisi masih terendam dalam

ember atau drum,

(5) Setelah ditimbang keluarkan agregat kasar lalu jemur dan

timbang kembali agregat kasar dalam keadaan jenuh,

(6) Setelah itu keringkan split dengan cara dipanaskan, jika

sudah kering timbang kembali agregat kasar dalam keadaan

sudah dingin,
77

(7) Lalu hitung dan catat berat agregat kasar dalam keadan

dingin,

(8) Sesudah itu hitunglah berat jenis dan penyerapan airnya.

4) Pengujian Kadar Lumpur Agregat Kasar

a) Alat Yang Digunakan

(1) Timbangan neraca digital dengan ketelitian 0,01 gram,

(2) Pan untuk menyimpan material yang akan digunakan.

b) Langkah Pengujian

(1) Timbang agregat kasar seberat 1000 gram, kemudian

keringkan agregat kasar menggunakan oven atau kompor.

(2) Setelah itu diamkan agregat kasar yang sudah dikeringkan

sampai suhu agregat kasar menjadi normal.

(3) Kemudian timbang kembali agregat kasar dan catat hasil

pengujian.

(4) Apabila hasil kadar lumpur agregat melebihi 1%, maka

perlu dilakukannya pencucian terlebih dahulu sebelum

digunakan sebagai bahan penyusun beton.

5) Pemeriksaan Berat Isi Agregat Kasar

a) Alat Yang Digunakan

(1) Cetakan Silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm,

(2) Timbang dengan kapasitas 50 kg.

b) Langkah Pemeriksaan
78

(1) Siapkan agregat halus yang akan digunakan,

(2) Kemudian timbang berat cetakan sillinder,

(3) Setelah cetakan silinder ditimbang masukan agregat halus

kedalam cetakan sampai penuh,

(4) Lalu timbang kembali dan catat hasilnya,

(5) Lakukan langkah-langkah diatas sebanyak 3 kali untuk

mendapatkan 3 sampel,

(6) Setelah itu hitung berat isinya menggunakan rumus.

3. Tahap pembuatan benda uji

Tahapan pembuatan benda uji diawali dengan melakukan perencanaan

campuran beton yaitu mix design yang mengacu pada standart SNI 03-

2834-2000 dengan mutu beton fc’15 untuk pembuatan campuran beton

normal. Pada penelitian ini benda uji yang dibuat dengan bentuk silinder

15 cm x 30 cm serta jumlah benda uji sebanyak 18 benda uji.

Pembuatan benda uji dilakukan dalam 1 (satu) kali pengadukan,

dengan langkah - langkah pembuatannya sebagai berikut :

a. Masukan air ke dalam mesin molen/mixer secukupnya

b. Puter mesin molen/mixer, lalu masukan agregat halus (pasir) dan

semen kedalam mixer/mesin molen secara bergantian, sampai semen

dan agregat halus tercampur sambil dimasukan air secara perlahan

atau sedikit demi sedikit,

c. Putar mesin molen/mixer ± 2 menit sambil memasukan semua kerikil

(agregat kasar) tetapi secara perlahan atau sedikit demi sedikit,


79

d. Masukan ¾ dari sisa air yang ada kedalam mesin molen/mixer,

e. Sekiranya adonan/adukan beton tercampur rata atau telah

mendapatkan nilai slump yang ditentukan yaitu 8 ± 2, matikan mesin

molen/mixer, lalu tuang adonan beton ke gerobak dan lakukan

pengujian slump test,

f. Setelah mendapatkan hasil slump test yang bagus yaitu 8 ± 2,

adukan/adonan beton segar dimasukan kedalam cetakan silinder,

g. Lalu padatkan dengan cara dipukul - pukul pada bagian dalam cetakan

menggunakan besi,

h. Setelah itu supaya adukan/adonan yang didalam cetakan lebih padat

gunakan mesin fibrator pada bagian samping cetakan atau dengan cara

dipukul merata pada cetakan dengan palu karet, lalu ratakan dan

haluskan bagian permukaannya,

i. Biarkan adonan/adukan dalam cetakan

4. Tahap perawatan benda uji (curing)

Tahapan perawatan pada benda uji beton, penulis menggunakan acuan

peraturan SNI-2493-2011 mengenai tata cara pembuatan dan perawatan

beton. Perawatan dilakukan dengan cara benda uji beton yang sudah

mengering dan sudah dilepas dari cetakan bisa dilakukan dengan metode

penyiraman. Cara perendamannya adalah sebagai berikut:

a. Setelah beton dicetak selama 24 jam bongkar cetakan,


80

b. Lalu berikan tanda atau kode penamaan pada permukaan benda

uji/beton,

c. Kemudian lakukan perawatan dengan metode yang ditentukan.

5. Tahap pengujian kuat tekan beton

Tahap pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur beton

mencapai 7 hari dan 28 hari dengan alat uji kuat tekan (Compression

Testing Machine).

Langkah-langkah yang dilakukan untuk melakukan pengujian pada

benda uji adalah sebagai berikut :

a. Ambil benda uji/beton yang sudah mengering sesuai dengan umur

beton yang telah ditentukan,

b. Timbang benda uji untuk mendapatkan data berat beton dalam

keadaan kering,

c. Setelah itu letakan benda uji pada mesin uji kuat tekan secara vertikal,

d. Nyalakan mesin dengan keadaan yang konstan sampai benda uji tidak

kuat lagi menahan beban dan terjadi retakan atau hancur,

e. Lihat hasil kuat tekan yang ditunjukan oleh indikator mesin uji kuat

tekan, lalu catat hasilnya.

6. Tahap analisis data

Tahapan ini dilakukan dengan cara menganalisis data-data yang sudah

didapatkan dari hasil uji kuat tekan beton dan variabel yang diteliti.
81

7. Tahap kesimpulan dan saran

Tahapan ini, diperoleh kesimpulan dari hasil penelitian yang telah

dilakukan, serta saran yang dibutuhkan untuk penelitian yang dilakukan

maupun penelitian yang akan datang.

G. Metode Analisis Data

Pada sebuah penelitian proses analisa data berguna untuk menganalisis data

yang telah terkumpul. Penelitian dinyatakan bersifat induktif jika hasil

penelitian yang khusus dapat disimpulkan menjadi bentuk general (umum) dari

sebaliknya penelitian dinyatakan bersifat deduktif jika hasil penelitian dalam

bentuk general (umum) dapat disimpulkan menjadi kesimpulan yang khusus.

Metode analisa data dalam penelitian ini adalah berdasarkan hasil yang

telah diperoleh:

1. Pemeriksaan gradasi.

Tabel 3.4 Hasil uji gradasi komulatif

Ukuran Berart tertahan % Terthan % Lolos Rata-rata


Saringan (gram) % Lolos
82

(mm) A B A B A B
9,5

4,8

2,40

1,20

0,60

0,30

0,15

0,08

2. Pemeriksaan kadar lumpur.

Tabel 3.5 Hasil Uji Kadar Lumpur Agregat

Hasil Pengujian

Uraian Sampel 1 Sampel 2

Berat kering awal W1

Berat kering oven W2

W 1−W 2
Kadar Lumpur x 100%
W1

Rata Kadar Lumpur

3. Pemeriksaan kadar air.

Tabel 3.6 Hasil Uji kadar air agregat

Uraian Hasil pengujian


83

Berrat kering awal (SSD) A

Berrat keriing oven B

Kadar air a-b x 100%


a

4. Pemeriksaan berat isi pada agregat.

Tabel 3.8 Hasil Uji berat isi

Sampel
Uraian
1 2 3 4

Berat Tempat + Contoh

Berat Tempat

Berat Contoh

Volume Tempat

BI Contoh C/V

BI Contoh Rata-rata

5. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan air

Tabel 3.7 Uji berat jenis dan penyerapan air pada

Agregat kasar
84

Hasil Uji

Rata-rata
Uraian Sampel 1 Sampel 2

Berrat contoh BK

kering permukaan

(SSD)

Berrat contoh BJ

kering oven
Berrat contoh uji BA

didalam air
Berrat jenis bulk BK

BJ - BA

Berrat jenis SSD BJ

BJ - BA

Berrat jenis semu BK

BK - BA

Penyerapan air BJ - BK x 100%

BK
85

H. Diagram Alur Penelitian

Mulai

Studi Literatur

Persiapan Alat dan Bahan Penelitian

Uji Gradasi Uji Kadar Lumpur Kadar Air


Pada Agregat Uji Berat Jenis dan
Pada Agregat Pada Agregat
Penyerapan

Pembuatan rencana Mix


Design Varian Serat daun
Serai 0%, 5%, 10% dan 15%

Mix design varian serat daun serai 0%, 5%, 10% dan 15%

Slump test

Tidak
Ya
Pembuatan Sampel Benda Uji varian serat daun serai 0%, 5%, 10% dan 15%

Perawatan benda uji (curing)

Kuat tekan silinder berdiameter 150 mm dan tinggi 300 mm di usia


beton 7 dan 28 hari

Analisa data

Kesimpulan

Selesai
DAFTAR PUSTAKA

Christin Natalia Naiborhu (2021). Efek Penggunaan Abu Daun Serai (Kandungan

0% - 17,5%) Sebagai Bahan Substitusi Parsial Semen Terhadap Kuat

Tekan Beton.

Haris, T., Weimintoro, S., & H, O. H. (2021). Pengaruh Penggunaan

Abu Sekam Padi ( Rice Husk Ash ). 12,

Isradias Mirajhusnita, dkk (2020). Pemanfaatan Limbah B3 Sebagai Bahan

Pengganti Sebagai Aggregat Halus Dalam Pembuatan Beton.

Juwanto, Ratih Fitriani, Turyanto, Ana Setya Risa Andriyani, Okki Prasetyo,

Supoyo. Pemanfaatan Bahan Tambah Additife Abu Batang jagung

Dan Bonggol Jagung Sebagai Bahan Tambah Pembuatan Beton

Ramah Lingkungan.

Marbawi, Indra Gunawan (2015). Pemanfaatan Serat Dari Resam Sebagai Bahan

Tambah Dalam Pembuatan Beton.

Okky Hendra Hermawan (2006). Pengaruh Kadar Lumpur Pada Aggregat

HalusDalam Pembuatan Mix Desigh Beton.

Okky Hendra Hermawan (2018). Pengaruh Perawatan Terdapat Kuat Tekan

Beton.

Retno Trimurtiningrum (2018). Pengaruh Penambahan Serat Bambu Terhadap

Kuat Tarik dan Kuat Tekan Beton.

Teguh Haris Santoso, dkk (2019). Analisa Penggunaan Pasir Limbah Cetakan

Pengecoran Logam Sebagai Campuran Aggregat Halus Dengan

Penambahan Tetes Tebu (Molase) Terhadap Kuat Tekan.

Anda mungkin juga menyukai