Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA


Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pancasila
Dosen : M. Aziz Basari, S.Sos., M.M.

Disusun oleh :
1. Ismi Khusnul Hasanag (3403190026)
2. Rahmawati Wijaya (3403190086)
3. Ilham Muhammad Zidan (3403190114)
4. Adindha Milawati (3403190221)

UNIVERSITAS GALUH
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI AKUNTANSI KARYAWAN A-B
TAHUN AJARAN 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “PANCASILA SEBAGAI
IDEOLOGI NEGARA” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bpk. M.
Aziz Basari, S.Sos., M.M., pada mata kuliah Pancasila. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk memperluas pengetahuan mahasiswa khususnya bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bpk. M. Aziz Basari, S.Sos., M.M., selaku d


osen mata kuliah Pancasila yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah penge
tahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagi
an pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh kar
ena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah i
ni.

Ciamis, 13 Desember 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................................2
2.1 Pengertian Ideologi......................................................................................................................2
2.2 Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.............................................................................................5
2.3 Pancasila dan Agama...................................................................................................................9
2.4 Pancasila sebagai Nilai Dasar dan Moral Politik dan Instrumental bagi Bangsa dan Negara.....16
BAB III PENUTUP............................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap bangsa dan negara yang ingin berdiri kokoh kuat, tidak mudah terombang-
ambing oleh kerasnya persoalan hidup berbangsa dan bernegara, sudah barang tentu perlu
memiliki dasar negara dan ideologi negara yang kokoh dan kuat pula. Tanpa itu, maka
bangsa dan negara akan rapuh.
Mempelajari Pancasila lebih dalam menjadikan kita sadar sebagai bangsa Indonesia
yang memiliki jati diri dan harus diwujudkan dalam pergaulan hidup sehari-hari untuk
menunjukkan identitas bangsa yang lebih bermartabat dan berbudaya tinggi.
Sejarah Lahirnya Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara Ideologi dan dasar
negara kita adalah Pancasila. Pancasila terdiri dari lima sila. Kelima sila itu adalah:
Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusayawaratan
perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sebelum tanggal 17 Agustus bangsa Indonesia belum merdeka. Bangsa Indonesia
dijajah oleh bangsa lain. Banyak bangsa-bangsa lain yang menjajah atau berkuasa di
Indonesia, misalnya bangsa Belanda, Portugis, Inggris, dan Jepang. Paling lama menjajah
adalah bangsa Belanda. Padahal sebelum kedatangan penjajah bangsa asing tersebut, di
wilayah negara RI terdapat kerajaan-kerajaan besar yang merdeka, misalnya Sriwijaya,
Majapahit, Demak, Mataram, Ternate, dan Tidore.

1.2 Rumusan Masalah


 Apa arti dari pancasila sebagai ideologi negara?
 Apa makna pancasila sebagai ideologi terbuka?
 Apa hubungan pancasila dengan agama?
 Apa makna pancasila sebagai nilai dasar dan moral politik dan instrumental bagi
bangsa dan negara?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Dapat menjelaskan Pancasila sebagai ideologi negara.


2. Dapat menjelaskan makna Pancasila sebagai ideologi terbuka.
3. Dapat menunjukan hubungan antara Pancasila dan Agama.
4. Dapat menjelaskan makna Pancasila sebagai nilai dasar dan moral politik dan
instrumental bagi bangsa dan negara.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ideologi


Ideologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ideas dan logos. Kata ini memiliki arti
pemikiran, ilmu, cara pandang, dan cita-cita. Jadi bisa disimpulkan bahwa ideologi adalah
sebuah cara pandang yang membentuk kerangka berpikir kita dalam mewujudkan cita-
cita. Pancasila sebagai ideologi negara artinya seluruh warga negara Indonesia
menjadikan pancasila sebagai dasar sistem kenegaraan. Nilai-nilai yang ada pada setiap
butir pancasila harus dijadikan sebagai pedoman dasar dalam melangsungkan kehidupan
bernegara. Selain itu, pancasila sebagai ideologi negara bermakna menjadikan pancasila
sebagai cita-cita atau visi. Hal ini tentunya berlaku untuk pemerintah dan seluruh warga
negara. Pengertian ini juga ada di dalam Ketetapan MPR No.XVIII Tahun 1998 Pasal 1,
yang bunyinya:
“Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan
secara konsisten dalam kehidupan bernegara.”

Makna dari Pancasila sebagai Ideologi Negara


Secara umum, makna dari Pancasila sebagai ideologi negara adalah Pancasila sebagai
dasar sistem kenegaraan untuk seluruh warga negara Indonesia yang berdasar cita-cita
bangsa. Selain itu, pancasila juga merupakan nilai integratif negara. Berikut ini
penjelasan dari makna dari Pancasila sebagai ideologi negara.
1. Sebagai cita-cita negara
Ideologi Pancasila sebagai tujuan - tujuan negara maksud - nilai Pancasila
diimplementasikan sebagai tujuan atau tujuan - tujuan dari penyelenggaraan
pemerintahan negara. Secara luas dapat diartikan sebagai nilai - nilai yang
terkandung dalam ideologi Pancasila menjadi visi atau arah dari penyelenggaraan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Visi atau Arah yang dimaksudkan adalah
terwujudnya kehidupan yang berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa, berjuang,
menjunjung tinggi persatuan, pro rakyat, serta adil dan makmur.
Dengan begitu, sudah menjahit Pancasila diamalkan dalam seluruh aspek
kehidupan. Akan tetapi, contoh yang paling berarti arti Pancasila sebagai ideologi
negara adalah dengan mengamalkan nilai Pancasila di bidang politik. Contoh
penerapan nilai – nilai pancasila dalam bidang politik  ada banyak sekali
bentuknya. Sebagai contoh, pemilihan umum dilakukan secara langsung, sebagai
perwujudan dari sila ke-empat.Dan juga, penetapan kebijakan - kebijakan yang lebih
mementingkan kepentingan rakyat dari pada kepentingan pribadi atau golongan. Hal
itu sesuai dengan Pancasila sila berkunjung.
2. Sebagai nilai integratif bangsa dan negara
Pancasila sebagai ideologi negara yang diwujudkan dalam nilai integratif bangsa
dan negara membuat Pancasila menjadi sarana untuk menyatukan perbedaan bangsa
Indonesia. Seperti yang kita tahu, Negara Indonesia terdiri dari suku, agama, dan ras
yang berbeda. Tanpa adanya sarana untuk menyatukan perbedaan tersebut, persatuan

2
dan kesatuan bangsa akan sulit tercapai. Disitulah makna dari Pancasila sebagai
ideologi negara memegang peran yang penting bagi persatuan dan kesatuan. Sebagai
wujud nilai bersama yang menjadi pemecah konflik atau penyetaraentuan.

Landasan Makna dari Pancasila sebagai Ideologi Negara


Keputusan Bangsa Indonesia menetapkan Pancasila sebagai ideologi negara yang
dikokohkan dengan konstitusi tertulis. Konstitusi tersebut adalah ketetapan MPR no 17
tahun 1998 atau MPR No.XVII / MPR / 1998. Ketetapan MPR ini menyatakan
pencabutan ketetapan MPR tentang Pancasila sebelumnya No / II / MPR /
1978. Ketetapan MPR No. 2 tahun 1978 berisi tentang P4 (Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila) atau yang disebut dengan Eka Prasetya Pancakarsa dan Penetapan
Pancasila sebagai landasan negara. Berdasarkan ketetapan MPR tersebut, pengamalan P4
di masa orde baru adalah persamaan. Bagi yang tidak mengamalkan akan mendapat
sanksi hukum. P4 sangat mengikat. Khusus untuk Pegawai Negeri Sipil di masa ini, harus
bisa menghafal isi dari P4 sebelum secara konsisten mengamalkan. Akan tetapi, hal ini
menjadi kurang efektif, karena Pancasila malah menjadi paksaan dari pihak yang
berkuasa untuk warga negara, bukan ideologi yang disetujui bersama. Selain itu,
Pancasila juga ditetapkan sebagai dasar negara.
Dengan adanya ketetapan MPR no. 17 tahun 1998, P4 dicabut, dan Indonesia disetujui
sebagai Pancasila disetujui pada pembukaan UUD negara Republik Indonesia tahun 1945
adalah dasar negara sekaligus ideologi negara dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Penjelasan dari ketetapan MPR yang menyatakan dasar negara yang diajukan
mengandung arti ideologi negara adalah tujuan atau tujuan nasional negara Indonesia.
Ketika kita kembali ke sejarah Pancasila, dalam memihak BPUPKI dalam masa
persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia, Pancasila perjuangan untuk menjadi
landasan kemerdekaan bangsa Indonesia. Selain itu, para cendikia sebagai anggota
BPUPKI pada waktu itu memiliki makna yang berbbeda terhadap Pancasila. Ada yang
memaknai Pancasila sebagai landasan, filsafat, buah pikiran ayng sedalam - landasan,
jiwa, serta hasrat. Akan tetapi pada akhirnya mereka semua sadar akan nilai - nilai yang
terkandung dalam Pancasila bisa menjembatani semua perbedaan makna tersebut.

Pandangan Ahli Mengenai Makna dari Pancasila Sebagai Ideologi Negara


Beberapa negarawan juga mengungkapkan makna Pancasila sebagai ideologi negara
menurut pandangan mereka.
 Seperti yang disampaikan oleh mantan Presiden Indonesia, Soekarno, itulah
Pancasila adalah asas bersama yang mambu membuat semua kelompok masyarakat
di Indonesia ini bersatu dan menerima asas tersebut.
 Selain itu, Adnan Buyung Nasution pada tahun 1995, mengemukakan bahwa telah
terjadi perubahan fungsi asli Pancasila. Meskipun mendapat julukan sebagai filsafat
atau buah piker yang ada di dalam, Pancasila yang sebenarnya memfasilitasi sebagai
fasilitas demokrasi untuk seluruh warga negara Indonesia. Dalam perkembangannya,
Pancasila menjadi ideologi yang unik hanya dimiliki oleh Indonesia, dan berbeda
dari ideologi yang lain.

3
 Negarawan Notonegoro mengungkapkan Pancasila sebagai filsafat. Pancasila adalah
ideologi yang kemperhensif, mencapuk semua aspek. Hal tersebut mencerminkan
Pancasila itu massif dan bisa diinterpretasikan dalam berbagai bentuk. Di masa
pemerintahan orde baru, bahkan Pancasila menjadi monopoli politik.
Akan tetapi, dari opini tersebut, dan banyak lagi tentang pendapat lain, semua setuju
tentang Pancasila adalah ideologi negara Indonesia.

Makna dari Pancasila Sebagai Ideologi Negara Di Masa Kini


Pancasila adalah ideologi yang unik dan khas dari bangsa Indonesia. Selain itu,
Pancasila juga sangat penting bagi bangsa Indonesia. Tidak heran jika warga negara
Indonesia berhasil memenangkan Pancasila, bahkan di forum internasional. Baru - baru
ini, mewakili Indonesia untuk ajang Miss Internasional, Kevin Lilliana, menyampaikan
pidatonya tentang Pancasila. Acara yang digelar pada 14 November 2017 di Tokyo
Jepang dihadiri lebih dari 60 perwakilan negara lain. Dan pada kesempatan tersebut,
Kevin Lilliana yang berasal dari Bandung menyampaikan keunggulan Pancasila dan
salah satu kekuatan dari nilai Pancasila. Nilai Pancasila ini adalah Bhineka Tunggal
Ika. Kevin menyatakan bahwa ia lahir dan dibesarkan di negara yang emmpunyai
perbedaan agama, budaya, dan bahasa. Akan tetapi hal tersebut membuat lebih banyak
makna dari perbedaan. Selain itu, ia juga mengungkapkan seandainya ia terpilih menjadi
Miss Internasional, ia akan pro aktif menggalang persatuan Internasional dengan
memegang teguh prinsip Bhineka Tunggal Ika dalam tingkat Internasional. Ia tidak
menyadari dunia tidak akan indah tanpa perbedaan.
Hal itu mendapat sambutan hangat dari para hadirin, dan saat membawa Kevin
menjadi juara dalam kompetisi kecantikan internasional tersebut. Tidak hanya itu,
sambutan dari Kevin tentang Pancasila ini menjelaskan bahwa makna dari Pancasila
sebagai negara ideologi masih dipegang erat oleh generasi muda saat ini. Meskipun
begitu, banyak sekali pro dan kontra yang hadir dari kalangan warganet di
Indonesia. banyak yang mengkritik salah satu penampilan dari Kevin Liliana tidak sesuai
dengan nilai budaya bangsa. Hal itu karena salah satu sesi acara, ia mengenakan bikini
yang terdiri dari dua potong pakaian yang lebih banyak dimiliki. Tapi diatas semua itu,
banyak juga yang memenangkan penampilannya sebagai wujud profesionalisme dan
perwujudan dari kebhinekaan itu sendiri. Kevin juga telah menjadi putri kebanggan
bangsa Indonesia yang berhasil membawa pulang mahkota Miss Internasioanal, dan
untuk pertama kalinya menyematkan nama Indonesia menjadi pemenang ajang
kecantikan tersebut. Kemenangannya juga lepas dari bagaimana ia menjunjung tinggi
makna dari Pancasila sebagai ideologi negara.
Sebagai ideologi negara, tentu saja pancasila juga memiliki fungsi. Berikut ini adalah
fungsi pancasila sebagai ideologi negara.
Fungsi pertama adalah, pancasila berperan sebagai sarana pemersatu masyarakat dan
juga bertindak sebagai pemelihara persatuan dan kesatuan bangsa.
Kedua, berfungsi untuk mengarahkan dan motivasi bangsa untuk mencapai cita-
citanya.

4
Ketiga, karena pancasila merupakan identitas bangsa, ia juga berperan untuk
memelihara dan mengembangkan identitas tersebut.
Keempat, pancasila sebagai ideologi negara juga berfungsi sebagai kontrol sosial.
Maksudnya adalah, pancasila menjadi tolak ukur sejauh mana negara kita telah
menggapai cita-citanya.

2.2 Pancasila sebagai Ideologi Terbuka


Ideologi terbuka adalah ideologi yang bisa mengikuti perkembangan zaman dan dapat
menyesuaikan. Ideologi terbuka biasanya hanya berisi pandangan dasar dan
pengembangannya disesuaikan dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
Ideologi jenis ini hanya bisa digunakan dalam sistem yang demokratis, seperti yang ada
di Indonesia.

Pengertian Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka


Maksud dari pancasila sebagai ideologi terbuka adalah pancasila tidak perlu untuk
mengubah nilai-nilai dasarnya untuk mengikuti perkembangan zaman. Jadi, nilai-nilai
dasar pancasila dapat dikembangkan sesuai dengan perkembangan kehidupan bangsa
Indonesia dan perkembangan zaman. Hal ini tentunya juga harus disesuaikan dengan
perkembangan dan kebutuhan masyarakat yang ada di dalamnya.
Menurut Frans Magnus Suseno, terdapat 2 ciri-ciri bagi suatu ideologi yang terbuka,
ciri ciri tersebut yaitu :
1. Nilai dan cita-citanya bersumber dari kekayaan budaya masyarakat itu sendiri.
Artinya, nilai yang terkandung di dalamya bukan nilai-nilai eksternal yang datang dari
luar. Ideologi terbuka tumbuh dan berkembang dari segenap aktivitas, kebiasaan, dan
buah pikiran masyarakat lokal, sehingga ideologi ini dapat diterima dengan baik.
2. Isinya tidak secara langsung operasional atau teknis namun instruktif dan instrumental.
Ideologi terbuka meliputi nilai-nilai yang operasionalisasiannya (teknisnya) didahului
oleh penjabaran nilai yang lebih instrumental (fundamental/dasar)
Sebelum pancasila dapat dianggap sebagai sebuah ideologi yang terbuka, kedua
kaidah diatas harus dipenuhi.
Sebagai ideologi negara, pancasila harus menjadi acuan dan pedoman bangsa
Indonesia dalam menjalankan segala aktivitasnya. Oleh karena itu, ideologi ini harus
luwes dan fleksibel dalam mengikuti perkembangan zaman tanpa kehilangan nilai-nilai
dasarnya, atau bahasa lainnya adalah menjadi Ideologi Terbuka.
Pancasila pada awalnya merupakan observasi Soekarno terhadap aktivitas kehidupan
masyarakat Indonesia. Dia menyadari bahwa secara umum, terdapat 5 karakteristik yang
ada di masyarakat Indonesia yaitu :
1. Ketuhanan
2. Kemanusiaan
3. Persatuan
4. Musyawarah
5. Keadilan Sosial
Oleh karena itu, Pancasila memang secara fundamental sudah bersumber dari budaya
dan buah pikir bangsa Indonesia. Jika kita lihat lebih lanjut, kelima nilai yang terkandung
di Pancasila merupakan stance atau sikap dasar bangsa Indonesia dalam menghadapi suatu
5
situasi. Nilai-nilai tersebut dalam pelaksanaannya tidak berubah, hanya saja metode
pelaksanaannya yang bisa jadi berbeda, tergantung situasi. Berdasarkan kriteria yang
ditetapkan oleh Frans Magnus Suseno, Pancasila sudah dapat dianggap sebagai ideologi
terbuka. Pancasila selalu memberikan orientasi ke depan dan dapat diadaptasikan kepada
semua masalah/aktivitas tanpa kehilangan nilai dasarnya.

Dimensi Pancasila sebagai Ideologi Terbuka


Sebagai ideologi terbuka, pancasila memiliki tiga dimensi penting, yaitu:
1. Dimensi Realitas
Nilai mendasar yang mencerminkan realita kehidupan masyarakat. Kemampuan
ideologi untuk menyesuaikan nilai-nilai hidup dan berkembang dalam masyarakat.
2. Dimensi Idealisme
Suatu ideologi yang ada dalam nilai dasar harus mampu memberikan harapan serta
cita-cita pada masyarakat untuk sebuah kehidupan yang lebih baik.
3. Dimensi Pendukung
Dimensi ini bermaskud agar pancasila bisa mencerminkan atau menggambarkan
kemampuan suatu ideologi untuk memengaruhi dan menyesuaikan dengan
perkembangan masyarakat.

Bukti Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka


Jika Pancasila ingin mengklaim dirinya sebagai suatu ideologi yang terbuka, harus ada
bukti yang menguatkannya. Sebuah klaim yang hanya didasari kajian teoritis tanpa bukti
nyata tidak akan dapat diterima dengan baik.
Berikut ini adalah beberapa bukti yang menguatkan bahwa Pancasila memang benar
merupakan sebuah ideologi yang terbuka.
1. Pancasila berisikan cita-cita, tujuan, dan pandangan hidup bangsa Indonesia
2. Pancasila dibuat berdasarkan pengalaman sejarah bangsa Indonesia, sehingga sangat
relevan terhadap realitas bangsa yang ada.
3. Pancasila menghargai bahkan mengutamakan pluralitas, seperti dalam
slogan bhinneka tunggal ika. Hal ini sangat penting bagi bangsa Indonesia yang
bersuku-suku
4. Pancasila berisikan landasan nilai dan sikap, bukan petunjuk teknis seperti undang-
undang sehingga lebih leluasa beradaptasi dengan perkembangan zaman
5. Pancasila tidak memaksa, melainkan menginspirasi masyarakat untuk beraktivitas dan
memandang sesuatu sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
6. Pancasila tidak akan membatasi pilihan warga Indonesia, asalkan tidak bertentangan
dengan dengan nilai-nilai Pancasila dan hati nurani warga tersebut.
7. Pancasila dibuat dan disahkan atas keinginan bangsa Indonesia, tanpa campur tangan
eksternal dari negara lain
Berdasarkan bukti-bukti diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa memang benar
Pancasila, baik itu dari segi teoritis maupun praktis, merupakan sebuah ideologi yang
terbuka.

Bagaimana Gagasan Ini Muncul

6
Menurut Moerdiono, terdapat beberapa alasan yang mendasari terbentuknya Pancasila
sebagai ideologi yang terbuka. Berikut adalah alasan-alasan yang dikemukakan
Moerdiono, yaitu :
 Dinamika perkembangan masyarakat Indonesia yang sangat cepat sehingga
dikhawatirkan ideologi yang kaku dan tertutup tidak dapat mengakomodasi masalah
dan aktivitas sehari-hari di masa yang akan datang.
 Runtuh dan gagalnya ideologi tertutup seperti marxisme-leninisme dan fasisme.
 Pengalaman politik masyarakat Indonesia terhadap pengaruh komunisme dan fasisme.
Saat itu, Pancasila bukan lagi digunakan sebagai dasar pemilihan kebijakan dan
panduan hidup melainkan sebagai senjata politik untuk memberangus lawan. Pada
zaman ini, perbedaan menjadi alasan untuk mengecap seseorang sebagai anti-
Pancasila sehingga harus ‘diamankan’
 Tekad bangsa untuk menjadikan pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan
masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Secara sejarah, gagasan Pancasila sebagai ideologi terbuka sudah dibicarakan sejak
tahun 1985, namun secara implisit, Pancasila memang sudah direncanakan sebagai
ideologi terbuka semenjak konsepsinya. Hal ini dibuktikan dengan pembukaan UUD 1945
yang berbunyi :
”Maka telah cukup jika Undang-Undand Dasar hanya memuat garis-garis besar sebagai
instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk
menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial, terutama bagi negatra
baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-
aturan pokok, sedang aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan
kepada Undang-Undang yang lebih mudah cara membuat, mengubah, dan
mencabutnya.”
Berdasarkan kutipan diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa secara fundamental,
memang benar Pancasila dapat dikategorikan sebagai ideologi terbuka. Seiring dengan
perkembangan zaman, nilai-nilai Pancasila tetap sama, hanya saja peraturan dan kebijakan
yang bersumber dari nilai tersebutlah yang berubah, menyesuaikan dengan zaman.

Nilai Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka


Pancasila memiliki tiga dimensi nilai yang menunjukkan bahwa Pancasila merupakan
sebuah ideologi yang terbuka. Ketiga dimensi nilai tersebut antara lain adalah sebagai
berikut :
1. Nilai Dasar merupakan asas-asas yang diterima sebagai asas mutlak (tidak dapat
diganggu gugat). Pada Pancasila sendiri, nilai dasarnya adalah kelima sila yang sudah
kita bahas diatas yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan
sosial. Nilai ini diterima sebagai suatu pedoman mutlak yang berasal dari budaya
bangsa itu sendiri
2. Nilai Instrumen adalah pelaksanaan dari nilai dasar. Pelaksanaan ini dapat berupa
norma sosial ataupun norma hukum yang terkristalisasi kedalam lembaga sosial.
Karena merupakan pelaksanaan dari nilai dasar, secara konseptual nilai instrumen
memiliki kedudukan yang lebih rendah. Namun, tanpa adanya nilai instrumen, nilai
dasar tidak akan dapat berjalan dengan baik.
3. Nilai Praktis adalah nilai-nilai yang tampak pada aktivitas sehari-hari suatu bangsa.
Nilai ini menjadi tolok ukur apakah nilai dasar dan instrumen benar-benar diamalkan
7
oleh masyarakat atau hanya omongan belaka. Sebagai contoh, ketika seseorang
berpidato mengenai Pancasila tetapi dirinya korup atau diktatorial, maka dia
sebenarnya tidak mengamalkan nilai-nilai Pancasila.
Sebagai ideologi negara yang baik, sudah sewajarnya Pancasila tidak hanya diamalkan
pada nilai dasar dan instrumen nya saja, melainkan harus turun hingga nilai praktisnya.
Jika suatu ideologi memiliki ketiga nilai ini yang diterapkan dengan benar dalam suatu
negara, maka kita dapat menganggap ideologi tersebut merupakan ideologi yang baik.
Soekarno pernah ditanya, apakah bisa dia meringkas lima sila yang ada dalam
Pancasila menjadi satu, Bung Karno pun menjawab :
“Gotong Royong“
Budaya gotong royong masyarakat Indonesia mencakup seluruh sila yang ada di
Pancasila. Oleh karena itu, budaya ini dapat menjadi salah satu tolok ukur apakah
Pancasila memang benar-benar ideologi yang terbuka dan sudah diamalkan oleh
masyarakatnya, atau sebatas di bibir saja.

Pentingnya Ideologi Terbuka dalam Dunia Modern


Seiring dengan perkembangan zaman yang sangat cepat, dikhawatirkan ideologi yang
ketat dan tidak fleksibel dapat tergerus dan hilang ditelan zaman.
Pertumbuhan ekonomi yang begitu cepat mendorong perubahan tempat tinggal yang
awalnya di desa menjadi di kota serta perilaku masyarakat dari yang awalnya guyub
menjadi individualis serta apatis.
Pertumbuhan ini juga mendorong eksploitasi lingkungan dalam bentuk kawasan
industri dan kawasan ekonomi khusus yang dikhawatirkan dapat merusak ekosistem dan
pola kehidupan sosio-ekonomi masyarakat sekitar. Terkadang, seiring dengan semakin
makmurnya suatu negara, komposisi penduduknya pun berubah dari yang didominasi
anak muda menjadi tua perlahan-lahan.
Perdagangan internasional juga membawa banyak bahaya dari luar negri, mulai dari
masuknya budaya asing yang tidak kompatibel dengan budaya lokal, permainan intrik
ekonomi yang merugikan bangsa, serta eksploitasi sumber daya alam lokal.
Meskipun perkembangan zaman memiliki banyak sekali bahaya seperti yang sudah
dijelaskan diatas, keuntungannya juga sangat banyak sehingga rugi jika suatu bangsa
menutup diri dari perkembangan zaman. Peningkatan standar kehidupan, masuknya ilmu
dari negara lain, serta peningkatan aktivitas ekonomi lokal merupakan sebagian kecil dari
manfaat perkembangan zaman.
Oleh karena itu, Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia sudah sepatutnya dapat
beradaptasi dan menyesuaikan dirinya terhadap perubahan zaman ini, tanpa kehilangan
nilai-nilai luhurnya. Dengan tetap memegang teguh nilai Pancasila dan menyeleksi
pengaruh globalisasi, Indonesia dapat bertransformasi menjadi negara maju yang digdaya
di Asia dan Dunia.

Contoh Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Terbuka Indonesia


Sebagai generasi penerus bangsa, Kamu harus menerapkan Pancasila sebagai ideologi
yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Kamu bisa membantu mendukung
pembangunan di Indonesia dalam jangka panjang yang dinamis. Sebagai anak bangsa
yang wajib membangun negeri, tidak ada salahnya mengikuti perkembangan digital untuk
memajukan pembangunan di negeri sendiri.
8
Contoh lain penerapan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari antara lain Kamu tetap
bertahan dan melestarikan pertanian lokal ditengah gempuran budaya asing. Kamu bisa
saja memilih jenis musik atau hiburan tertentu yang lebih modern, tetapi jangan lupa
kesenian dan kearifan lokal di daerah sendiri. Budaya lokal harus dilindungi identitas atau
jati diri bangsa Indonesia.
Menatap perkembangan dan perubahan jaman yang lebih dinamis tentu bisa
memudahkan kehidupan masyarakat Indonesia. Tapi, jadikan Pancasila sebagai ideologi
terbuka tanpa mengubah makna yang ada. Jadikan setiap sila menjadi dasar kehidupan
bermasyarakat mulai berpikir, perbolehkan, menjunjung persatuan, mengutamakan
musyawarah dan membantu kehidupan orang lain yang lebih sulit.

2.3 Pancasila dan Agama


Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata
dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan
rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila adalah pedoman luhur yang wajib di taati dan dijalankan oleh setiap warga
negara Indonesia untuk menuju kehidupan yang sejahtera tentram, adil, aman, sentosa.
Agama adalah ajaran sistem yang mengatur tata keimanan kepada Tuhan Yang Maha
kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta 
lingkungan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Hubungan Pancasila dan Agama


Pancasila yang di dalamnya terkandung dasar filsafat hubungan negara dan agama
merupakan karya besar bangsa Indonesia melalui The Founding Fathers Negara Republik
Indonesia. Konsep pemikiran para pendiri negara yang tertuang dalam Pancasila
merupakan karya khas yang secara antropologis merupakan local genius bangsa
Indonesia (Ayathrohaedi dalam Kaelan, 2012). Begitu pentingnya memantapkan
kedudukan Pancasila, maka Pancasila pun mengisyaratkan bahwa kesadaran akan adanya
Tuhan milik semua orang dan berbagai agama. Tuhan menurut terminology Pancasila
adalah Tuhan Yang Maha Esa, yang tak terbagi, yang maknanya sejalan dengan agama
Islam, Kristen, Budha, Hindu dan bahkan juga Animisme (Chaidar, 1998: 36).
Menurut Notonegoro (dalam Kaelan, 2012: 47), asal mula Pancasila secara langsung
salah satunya asal mula bahan (Kausa Materialis) yang menyatakan bahwa “bangsa
Indonesia adalah sebagai asal dari nilai-nilai Pacasila, yang digali dari bangsa Indonesia
yang berupa nilai-nilai adat-istiadat kebudayaan serta nilai-nilai religius yang terdapat
dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia” Sejak zaman purbakala hingga pintu
gerbang (kemerdekaan) negara Indonesia, masyarakat Nusantara telah melewati ribuan
tahun pengaruh agama-agama lokal, (sekitar) 14 abad pengaruh Hinduisme dan
Budhisme, (sekitar) 7 abad pengaruh Islam, dan (sekitar) 4 abad pengaruh Kristen (Latif,
2011: 57). Dalam buku Sutasoma karangan Empu Tantular dijumpai kalimat yang
kemudian dikenal Bhinneka Tunggal Ika. Sebenarnya kalimat tersebut secara lengkap
berbunyi Bhinneka Tunggal Ika Tan Hanna Dharma Mangrua, artinya walaupun
berbeda, satu jua adanya, sebab tidak ada agama yang mempunyai tujuan yang berbeda
(Hartono, 1992: 5).

9
Kuatnya faham keagamaan dalam formasi kebangsaan Indonesia membuat arus besar
pendiri bangsa tidak dapat membayangkan  ruang  publik  hampa  Tuhan.  Sejak  dekade
1920-an, ketika Indonesia mulai dibayangkan sebagai komunitas politik bersama,
mengatasi komunitas kultural dari ragam etnis dan agama, ide kebangsaan tidak terlepas
dari Ketuhanan (Latif, 2011: 67). Secara lengkap pentingnya dasar Ketuhanan ketika
dirumuskan oleh founding fathers negara kita dapat dibaca pada pidato Ir. Soekarno pada
1 Juni 1945, ketika berbicara mengenai dasar negara (philosophische grondslag) yang
menyatakan, “Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-
masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Tuhannya sendiri. Yang Kristen
menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al Masih, yang Islam menurut petunjuk Nabi
Muhammad s.a.w, orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada
padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah
negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan leluasa. Segenap
rakyat hendaknya ber-Tuhan. 
Secara kebudayaan yakni dengan tiada “egoisme agama”. Dan hendaknya Negara
Indonesia satu negara yang ber-Tuhan” (Zoelva, 2012). Pernyataan ini mengandung dua
arti pokok. Pertama pengakuan akan eksistensi agama-agama di Indonesia yang, menurut
Ir. Soekarno, “mendapat tempat yang sebaik-baiknya”. Kedua, posisi negara terhadap
agama, Ir. Soekarno menegaskan bahwa “negara kita akan berTuhan”. Bahkan dalam
bagian akhir pidatonya, Ir. Soekarno mengatakan, “Hatiku akan berpesta raya, jikalau
saudara-saudara menyetujui bahwa Indonesia berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Hal ini relevan dengan ayat (1) dan (2) Pasal 29 UUD 1945 (Ali, 2009: 118). Jelaslah
bahwa ada hubungan antara sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila dengan
ajaran tauhid dalam teologi Islam. Jelaslah pula bahwa sila pertama Pancasila yang
merupakan prima causa atau sebab pertama itu (meskipun istilah prima causa tidak selalu
tepat, sebab Tuhan  terus-menerus  mengurus  makhluknya),  sejalan dengan beberapa
ajaran tauhid Islam, dalam hal ini ajaran tentang tauhidus-shifat dan tauhidul-af’al, dalam
pengertian bahwa Tuhan itu Esa dalam sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Ajaran ini juga
diterima oleh agama-agama lain di Indonesia (Thalib dan Awwas, 1999: 63). Prinsip ke-
Tuhanan Ir. Soekarno itu didapat dari-atau sekurang-kurangnya diilhami oleh uraian-
uraian dari para pemimpin Islam yang berbicara mendahului Ir. Soekarno dalam Badan
Penyelidik itu, dikuatkan dengan keterangan Mohamad Roem. Pemimpin Masyumi  yang
terkenal ini menerangkan bahwa dalam Badan Penyelidik itu Ir. Soekarno merupakan
pembicara terakhir; dan membaca pidatonya orang mendapat kesan bahwa pikiran-
pikiran para anggota yang berbicara sebelumnya telah tercakup di dalam pidatonya itu,
dan dengan sendirinya perhatian tertuju kepada (pidato) yang terpenting. Komentar
Roem, “Pidato penutup yang bersifat menghimpun pidato-pidato yang telah diucapkan
sebelumnya” (Thalib dan Awwas, 1999: 63). Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa
mengandung makna bahwa manusia Indonesia harus mengabdi kepada satu Tuhan, yaitu
Tuhan Yang Maha Esa dan  mengalahkan ilah-ilah  atau  Tuhan-Tuhan  lain  yang  bisa
mempersekutukannya. Dalam Bahasa formal yang telah disepakati bersama sebagai
perjanjian bangsa sama maknanya dengan kalimat “Tiada Tuhan selain Tuhan Yang
Maha Esa”. Di mana pengertian arti kata Tuhan adalah sesuatu yang kita taati
perintahnya dan kehendaknya. Prinsip dasar pengabdian adalah tidak boleh punya dua
tuan, hanya satu tuannya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Jadi itulah yang menjadi misi

10
utama tugas para pengemban risalah untuk mengajak manusia mengabdi kepada satu
Tuan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Pada saat kemerdekaan, sekularisme dan pemisahan agama dari negara didefinisikan
melalui Pancasila. Ini penting untuk dicatat karena Pancasila tidak memasukkan kata
sekularisme yang secara jelas menyerukan untuk memisahkan agama dan politik atau
menegaskan bahwa negara harus tidak memiliki agama. Akan tetapi, hal-hal tersebut
terlihat dari fakta bahwa Pancasila tidak mengakui satu agama pun sebagai agama yang
diistimewakan kedudukannya oleh negara dan dari komitmennya terhadap masyarakat
yang plural dan egaliter. Namun, dengan hanya mengakui lima agama (sekarang menjadi
6 agama: Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu) secara
resmi, negara Indonesia membatasi pilihan identitas keagamaan yang bisa dimiliki oleh
warga negara. Pandangan yang dominan terhadap Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia secara jelas menyebutkan tempat bagi orang yang menganut agama tersebut,
tetapi tidak bagi mereka yang tidak menganutnya. Pemahaman  ini  juga  memasukkan 
kalangan  sekuler  yang menganut  agama  tersebut,  tapi  tidak  memasukkan kalangan 
sekuler  yang  tidak  menganutnya.  Seperti  yang telah  ditelaah  Madjid,  meskipun 
Pancasila  berfungsi sebagai  kerangka  yang  mengatur  masyarakat  di  tingkat nasional 
maupun  lokal,  sebagai  individu  orang  Indonesia bisa dan bahkan didorong untuk
memiliki pandangan hidup personal yang berdasarkan agama (An-Na’im, 2007: 439).
Dalam  hubungan  antara  agama  Islam  dan  Pancasila, keduanya  dapat  berjalan 
saling  menunjang  dan  saling mengokohkan.  Keduanya  tidak  bertentangan  dan  tidak
boleh  dipertentangkan.  Juga  tidak  harus  dipilih  salah  satu dengan sekaligus
membuang dan menanggalkan yang lain. Selanjutnya  Kiai  Achamd Siddiq  menyatakan 
bahwa  salah satu  hambatan  utama  bagi  proporsionalisasi  ini  berwujud hambatan 
psikologis,  yaitu  kecurigaan  dan  kekhawatiran yang  datang  dari  dua  arah  (Zada 
dan  Sjadzili  (ed),  2010: 79). hubungan  negara  dengan agama  menurut  NKRI  yang 
berdasarkan  Pancasila  adalah sebagai berikut (Kaelan, 2012: 215-216):
a. Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Bangsa  Indonesia  adalah  sebagai  bangsa  yang berKetuhanan  yang  Maha  Esa. 
Konsekuensinya  setiap warga  memiliki  hak  asasi  untuk  memeluk  dan
menjalankan  ibadah  sesuai  dengan  agama  masing-masing.
c. Tidak ada tempat bagi atheisme dan sekularisme karena hakikatnya  manusia 
berkedudukan  kodrat  sebagai makhluk Tuhan.
d. Tidak  ada  tempat  bagi  pertentangan  agama,  golongan agama,  antar  dan  inter 
pemeluk  agama  serta  antar pemeluk agama.
e. Tidak  ada  tempat  bagi  pemaksaan  agama  karena ketakwaan itu bukan hasil
peksaan bagi siapapun juga.
f. Memberikan  toleransi  terhadap  orang  lain  dalam menjalankan agama dalam negara.
g. Segala  aspek  dalam  melaksanakan  dan menyelenggatakan  negara  harus  sesuai 
dengan  nilainilai Ketuhanan yang Maha Esa terutama norma-norma Hukum positif
maupun norma moral baik moral agama maupun moral para penyelenggara negara.
h. Negara  pda  hakikatnya  adalah  merupakan  “…berkat rahmat Allah yang Maha
Esa”.
Berdasarkan kesimpulan Kongres Pancasila (Wahyudi (ed.), 2009: 58), dijelaskan
bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa  yang  religius.  Religiusitas  bangsa  Indonesia 

11
ini, secara  filosofis  merupakan  nilai  fundamental  yang meneguhkan  eksistensi  negara 
Indonesia  sebagai  negara yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketuhanan Yang Maha
Esa  merupakan  dasar  kerohanian  bangsa  dan  menjadi penopang  utama  bagi 
persatuan  dan  kesatuan  bangsa dalam  rangka  menjamin  keutuhan  NKRI.  Karena  itu, 
agar terjalin hubungan selaras dan harmonis antara agama dan negara, maka negara sesuai
dengan Dasar Negara Pancasila wajib  memberikan  perlindungan  kepada agama-agama 
di Indonesia.

Makna Ketuhanan Yang Maha Esa


“Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” [Pasal 29 ayat (1) UUD 1945]
serta penempatan “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sila pertama dalam Pancasila
mempunyai beberapa makna, yaitu:
Pertama, Pancasila lahir dalam suasana kebatinan untuk melawan kolonialisme dan
imperialisme, sehingga diperlukan persatuan dan persaudaraan di antara komponen
bangsa. Sila pertama dalam Pancasila ”Ketuhanan Yang Maha Esa” menjadi faktor
penting untuk mempererat persatuan dan persaudaraan, karena sejarah bangsa Indonesia
penuh dengan penghormatan terhadap nilai-nilai ”Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Kerelaan tokoh-tokoh Islam untuk menghapus kalimat “dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” setelah “Ketuhanan Yang Maha
Esa” pada saat pengesahan UUD, 18 Agustus 1945, tidak lepas dari cita-cita bahwa
Pancasila harus mampu menjaga dan memelihara persatuan dan persaudaraan antarsemua
komponen bangsa. Ini berarti,  tokoh-tokoh Islam yang menjadi founding fathers bangsa
Indonesia telah menjadikan persatuan dan persaudaraan di antara komponen bangsa
sebagai tujuan utama yang harus berada di atas kepentingan primordial lainnya.
Kedua, Seminar Pancasila ke-1 Tahun 1959 di Yogyakarta berkesimpulan bahwa sila
”Ketuhanan Yang Maha Esa” adalah sebab yang pertama atau causa prima dan sila
”Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan” adalah kekuasaan rakyat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara untuk melaksanakan amanat negara dari rakyat, negara bagi rakyat, dan negara
oleh rakyat. Ini berarti, ”Ketuhanan Yang Maha Esa” harus menjadi landasan dalam
melaksanakan pengelolaan negara dari rakyat, negara bagi rakyat, dan negara oleh rakyat.
Ketiga, Seminar Pancasila ke-1 Tahun 1959 di Yogyakarta juga berkesimpulan bahwa
sila ”Ketuhanan Yang Maha Esa” harus dibaca sebagai satu kesatuan dengan sila-sila lain
dalam Pancasila secara utuh. Hal ini dipertegas dalam kesimpulan nomor 8 dari seminar
tadi bahwa: Pancasila adalah (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang
adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia (berkebangsaan) yang berkerakyatan dan
yang berkeadilan sosial; (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan
Yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia (berkebangsaan), yang berkerakyatan dan
yang berkeadilan sosial; (3) Persatuan Indonesia (kebangsaan) yang ber-Ketuhanan Yang
Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, berkerakyatan dan berkeadilan
sosial; (4) Kerakyatan, yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang
adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia (berkebangsaan) dan berkeadilan sosial; (5)

12
Keadilan sosial, yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan
beradab, yang bepersatuan Indonesia (berkebangsaan) dan berkerakyatan. Ini berarti
bahwa sila-sila lain dalam Pancasila harus bermuatan Ketuhanan  Yang Maha Esa dan
sebaliknya Ketuhanan Yang Maha Esa harus mampu mengejewantah dalam soal
kebangsaan (persatuan), keadilan, kemanusiaan, dan kerakyatan.
Keempat, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” juga harus dimaknai
bahwa negara melarang ajaran atau paham yang secara terang-terangan menolak
Ketuhanan Yang Maha Esa, seperti komunisme dan atheisme. Karena itu, Ketetapan
MPRS No. XXV Tahun 1966 tentang Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau
Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme Leninisme masih tetap relevan
dan kontekstual. Pasal 29 ayat 2 UUD bahwa  “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing …” bermakna bahwa negara hanya
menjamin kemerdekaan untuk beragama. Sebaliknya, negara tidak menjamin kebebasan
untuk tidak beragama (atheis). Kata “tidak menjamin” ini sudah sangat dekat dengan
pengertian “tidak membolehkan”, terutama jika atheisme itu hanya tidak dianut secara
personal, melainkan juga didakwahkan kepada orang lain.

Kontrovensi Pancasila dan Agama


Sebagai sebuah negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama islam, maka 
Pancasila  sendiri  sebagai  dasar  negara  Indonesia  tidak  bisa  lepas  dari pengaruh
agama yang tertuang dalam sila pertama yang berbunyi sila “Ketuhanan yang Maha Esa”.
yang pada awalnya berbunyi “… dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi
pemeluknya” yang sejak saat itu dikenal sebagai Piagam Jakarta. Namun  ada  dua  ormas 
Islam  terbesar  saat  itu  yang  menentang  bunyi  sila pertama  tersebut,  karena  dua 
ormas  Islam  tersebut  menyadari  bahwa  jika  syariat Islam  diterapkan  maka  secara 
tidak  langsung  akan  menjadikan.
Indonesia  sebagai negara  Islam  yang  utuh maka  hal  tersebut  dapat  memojokkan 
umat  beragama lainnya.  Yang lebih  buruk lagi  adalah  akan memecah  belah  bangsa
ini  khususnya bagi  provingsi-provingsi  yang sebagian  besar  penduduknya 
nonmuslim.  Karena itulah sampai detik ini bunyi sila pertama adalah “ketuhanan yang
maha esa” yang berarti  bahwa  Pancasila  mengakui  dan  menyakralkan  keberadaan 
Agama,  tidak hanya  Islam  namun  termasuk  juga  Kristen,  Katolik,  Budha, khonhucu 
dan  Hindu sebagai agama resmi negara pada saat itu.

Makna Sila Pancasila dalam Agama


Keterkaitan hubungan antara rukun Islam sebagai landasan agama Isalam dan
Pancasila sebagai landasan negara Indonesia. Adapun hubungan itu yaitu pertama dari
segi jumlah, rukun Islam berjumlah lima begitupun pancasila. Kedua, dari segi makna
yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa, sila ini kerat aitannya denagn rukun Islam yang pertama
yaitu syahadat. Secara umum, sila ini menerangkan tentang ketuhanan begitu pun

13
syahadat yang mempunyai makna pengakuan terhadap tuhan yaitu Allah SWT. Selain
itu, kata Esa sendiri berarti tunggal, yang sebagaimana yang kita ketahui bahwa Isalm
sebagai agama mayoritas penduduk negeri ini mempunyai tuhan tunggal Allah SWT. 
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab sila kedua pancasila, berkaitan dengan rukun
Islam kedua yaitu Shalat. Shalat dalam Islam selain sebagai ibadah wajib juga
dilakukan untuk mendidik manusia menjadi manusia yang beradab. Sholat adalah
sebuah media untuk mencegah perbuatan yang tidak terpuji, sebagai mana yang di
firmankan oleh Allah bahwa Shalat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar.
3. Persatuan Indonesia yang artinya seluruh elemen rakyat yang ada di Indonesia yang
terdiri dari berbagai macam suku dan adat bersatu dan membentuk kesatuan dalam
wadah bangsa Indonesia. Kaitannya dengan itu, persatuan terbentuk ketika jurang
pemisah sudah tidak ada lagi di masyarakat. salah satu jurang pemisah yang paling
nyata yaitu jurang antara yang miskin dan yang kaya. Untuk menyatukan jurang
pemisah tersebut maka di agama Islam diwajibkan membayar zakat bagi orang-orang
kaya yang akan disalurkan untuk kepentingan kaum miskin dan duafa. Zakat yang
notabennya adalah rukun Islam ketiga sangat erat kaitannya dengan poin pancasila
ketiga tersebut. Dengan zakat akan terbentuk rasa kasih sayang pada umat yang akan
menghasilkan persatuan yang di cita-citakan.
4. Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan sangat erat kaitannya dengan rukun islam keempat yaitu puasa. Dengan
pusas akan terbentuk sifat bijaksana dan kepemimpinan. Ciri orang bijaksana, yaitu ia
mampu merasakan dan mempumnyuai rasa kasih sayang sesame, semua itu adalah
hikmah dari puasa. Selain itu, dalam menentukan waktu puasa, perlu dilakukan suatu
musyawarah yang dikenal dengan siding istbat.
5. Keadialan sosial bagi seluruh rakyat Indionesia. Pada rukun Islam, terdapat yang
namanya haji. Haji adalah proses sosial yang terbesar di dunia ini, dimana setiap
orang datang dari berbagai negara dengan berbagai bahasa dan kebiasaan bergabung
menjadi satu dalam satu tempat dan waktu dalam kedudukan yang sama. Di dalalam
haji, tidak memandang itu siapa dan siapa, semuanya sama, pakaiannya sama dan
peraturan dan hukumnya sama. Semua itu adalah cerminan dari keadilan tuhan.

Implikasi Agama dalam KehidupanBerdasarkan Pancasila


Pancasila  dan  agama  dapat  diaplikasikan  seiring sejalan  dan  saling  mendukung. 
Agama  dapat  mendorong aplikasi  nilai-nilai  Pancasila,  begitu  pula  Pancasila
memberikan  ruang  gerak  yang  seluas-luasnya  terhadap usaha-usaha  peningkatan 
pemahaman,  penghayatan  dan pengamalan  agama  (Eksan,  2000).  Abdurrahman 
Wahid (Gusdur) pun menjelaskan bahwa sudah tidak  relevan lagi untuk  melihat  apakah 
nilai-nilai  dasar  itu  ditarik  oleh Pancasila  dari  agama-agama  dan kepercayaan 
terhadap Tuhan  Yang  Maha  Esa,  karena  ajaran  agama-agama  juga tetap  menjadi 
referensi  umum  bagi  Pancasila,  dan  agamaagama  harus  memperhitungkan 
eksistensi  Pancasila sebagai  “polisi  lalu  lintas”  yang  akan  menjamin  semua pihak 

14
dapat  menggunakan  jalan  raya  kehidupan  bangsa tanpa terkecuali (Oesman dan
Alfian, 1990: 167-168).
Moral  Pancasila  bersifat  rasional,  objektif  dan universal dalam arti berlaku bagi
seluruh bangsa Indonesia. Moral  Pancasila  juga  dapat  disebut  otonom  karena 
nilainilainya  tidak  mendapat  pengaruh  dari  luar  hakikat manusia  Indonesia,  dan 
dapat  dipertanggungjawabkan secara  filosofis.  Tidak  dapat  pula  diletakkan  adanya
bantuan  dari  nilai-nilai  agama,  adat,  dan  budaya,  karena secara de  facto  nilai-nilai 
Pancasila  berasal  dari agama agama  serta  budaya  manusia  Indonesia. Hanya  saja 
nilainilai  yang  hidup  tersebut  tidak  menentukan  dasar-dasar Pancasila,  tetapi 
memberikan  bantuan  dan  memperkuat (Anshoriy, 2008: 177).Sejalan  dengan 
pendapat  tersebut,  Presiden  Susilo Bambang  Yudhoyono  (SBY)  menyatakan  dalam 
Sambutan pada  Peringatan  Hari  Kesaktian  Pancasila  pada  1  Oktober 2005.
“Bangsa  kita  adalah  bangsa  yang  relijius;  juga, bangsa  yang  menjunjung  tinggi, 
menghormati dan  mengamalkan  ajaran  agama  masing-masing. Karena  itu,  setiap 
umat  beragama  hendaknya memahami  falsafah  Pancasila  itu  sejalan  dengan nilai-
nilai  ajaran  agamanya  masing-masing. Dengan  demikian,  kita  akan  menempatkan
falsafah  negara  di  posisinya  yang  wajar.  Saya berkeyakinan  dengan  sedalam-
dalamnya  bahwa lima  sila  di  dalam  Pancasila  itu  selaras  dengan ajaran agama-
agama yang hidup dan berkembang di  tanah  air.  Dengan  demikian,  kita  dapat
menghindari  adanya  perasaan  kesenjangan antara meyakini dan mengamalkan ajaran-
ajaran agama,  serta  untuk  menerima  Pancasila  sebagai falsafah  negara  (Yudhoyono 
dalam  Wildan  (ed.), 2010: 172).
Dengan  penerimaan  Pancasila  oleh  hampir  seluruh kekuatan  bangsa,  sebenarnya 
tidak  ada  alasan  lagi  untuk mempertentangkan  nilai-nilai  Pancasila  dengan  agama
mana pun di Indonesia. Penerimaan sadar ini memerlukan waktu lama tidak kurang dari
40 tahun dalam perhitungan Maarif,  sebuah  pergulatan  sengit  yang  telah  menguras
energi  kita  sebagai  bangsa.  Sebagai  buah  dari  pergumulan panjang  itu,  sekarang 
secara  teoretik  dari  kelima  nilai Pancasila  tidak  satu  pun  lagi  yang  dianggap 
berlawanan dengan agama. Sila pertama berupa “Ketuhanan Yang Maha Esa”  dikunci
oleh  sila  kelima.
Diharapkan  sebagai  bangsa  indonesia  yang  rakyatnya  memiliki  berbagai macam 
suku  ,budaya  dan  agama,  harus  saling  menghormati,  manghargai  dan menyayangi
antara satu suku dan suku lainnya dan antara satu agama dan agama lainnya. Agar timbul
kedamaian dan kerukunan di negara ini. Jangan  Hanya  karena  merasa  berasal  dari 
agama  mayoritas,  kita merendahkan  umat  yang  berbeda  agama  ataupun  membuat 
aturan  yang  secara langsung dan tidak langsung memaksakan  aturan agama yang dianut
atau standar agama tertentu kepada pemeluk agama lainya dengan dalih moralitas.
Hendaknya  kita  tidak  menggunakan  standar  sebuah  agama  tertentu  untuk dijadikan 
tolak  ukur  nilai  moralitas  bangsa  Indonesia
Untuk semakin  memperkuat rasa bangga terhadap Pancasila dan memahami tentang 
kerukunan  beragama  maka  perlu  adanya  peningkatan  pengamalan  butir butir
Pancasila khususnya sila ke-1. Untuk  menjadi  sebuah  negara  Pancasila  yang  nyaman 
bagi  rakyatnya, diperlukan  adanya  jaminan  keamanan  dan  kesejahteraan  setiap 

15
masyarakat  yang ada  di  dalamnya.  Khususnya  jaminan  keamanan  dalam 
melaksanakan  kegiatan beribadah.

2.4 Pancasila sebagai Nilai Dasar dan Moral Politik dan Instrumental bagi Bangsa dan
Negara
Nilai Dasar
Sekalipun nilai bersifat abstrak yang tidak dapat diamati melalui pancra indra manusia,
tetapi dalam kenyataannya nilai berhubungan dengan tingkah laku atau berbagai aspek
kehidupan manusia dalam prakteknya. Setiap nilai memiliki nilai dasar, yaitu berupa
hakikat, esensi, intisari atau makna yang dalam dari nilai-nilai tesebut. Nilai dasar itu
bersifat universal karena menyangkut kenyataan objektif dari segala sesuatu. Contohnya,
hakikat Tuhan, manusia, atau makhluk lainnya.
Apabila nilai dasar itu berdasarkan kepada hakikat kepada suatu benda, kuantitas, aksi,
ruang dan waktu, nilai itu dapat juga disebut sebagai norma yang direalisasikan dalam
kehidupan yang praktis. Namun, nilai yang bersumber dari kebendaan itu tidak boleh
bertentangan dengan nilai dasar yang merupakan sumber penjabaran norma tersebut.
Nilai dasar yang menjadi sumber etika bagi bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila.

Moral Politik
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang telah disahkan sebagai
dasar Negara adalah merupakan kesatuan utuh nilai-nilai budi pekerti atau moral. Oleh
karena itu Pancasila dapat disebut sebagai moral bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia
telah menegara dalam NKRI, dengan demikian Pancasila juga merupakan moral Negara,
yaitu moral yag berlaku bagi Negara.
Secara etismologis Pancasila berarti lima asas kewajiban moral. yang dimaksud
dengan moral ialah keseluruhan norma dan pengertian yang menentukan baik atau
buruknya sikap dan perbuatan manusia. Dengan memahami norma-norma, manusia akan
tahu apa yang harus atau wajib dilakukan dan apa yang harus dihidari.
Pancasila merupakan dasar Negara dan sekaligus ideologi bangsa, oleh sebab itu nilai-
nilai yang tersurat maupun yang tersirat harus dijadikan landasan dan tujuan mengelola
kehidupan Negara, bangsa maupun masyarakat. Dengan kata lain nilai-nilai Pancasila
wajib dijadikan norma moral dalam menyelenggarakan Negara menuju cita-cita
sebagaimana dirumuskan dalam alinea IV Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
Etika politik Pancasila mengamanatkan bahwa Pancasila sebagai nilai-nilai dasar
kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat harus dijabarkan dalam bentuk
perundang-undangan, peraturan atau ketentuan yang dibuat oleh penguasa. Dengan kata
lain semua produk hukum yang berlaku di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan
jiwa dan semangat Pancasila.

Nilai Instrumental

16
Nilai instrumental ialah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari nilai dasar.
Nilai dasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila nilai dasar tersebut belum
memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas dan konkret. Apabila nilai
instrumental itu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari,
maka nilai tersebut akan menjadi norma moral. Akan tetapi, jika nilai instrumental itu
merupakan suatu arahan kebijakan atau strategi yang bersumber pada nilai dasar,
sehingga dapat juga dikatakan bahwa nilai-nilai instrumental itu merupakan suatu
eksplisitasi dari nilai dasar.
Dalam kehidupan ketatanegaraan kita nilai instrumental itu dapat kita temukan dalam
pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945, yang merupakan penjabaran dari nilai-nilai
yang terkandung dalam sila-sila Pancasila. Tanpa ketentuan dalam pasal-pasal UUD
1945, maka nilai-nilai dasar yang termuat dalam Pancasila belum memberikan makna
yang konkret dalam praktek ketatanegaraan kita.

17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pancasila merupakan suatu rangkaian yang tidak bisa dipisahkan antara sila satu
dengan sila yang lainya dan tidak bisa dirubah penempatannya. Karena sila tersebut
melambangkan bangsa Indonesia. Pancasila dianggap sebagai pandangan hidup, dasar
negara, dan Ideologi, serta jati diri negara semenjak  bangsa Indonesia lahir. Ideologi
pancasila memiliki fungsi mempersatukan bangsa, mengarahkan bangsa menuju cita-
citanya, memelihara dan mengembangkan identitas bangsa, dan sebagai ukuran
menyampaikan kritik mengenai keadaan bangsa. Oleh karena itu, kita sebagai warga
negara Indonesia, harus tetap kuat dan kokoh dalam menjaga keharuman pancasila
sebagai ideologi negara kita serta kita juga tidak bisa seenaknya untuk mengganti
ideologi pancasila ini dengan ideologi lainnya. Ideologi Pancasila sebagai ideologi
terbuka memberikan peluang kita mengikuti setiap perkembangan jaman. Karena
pancasila memiliki sifat fleksibel terhadap perkembangan zaman. Dan dengan terbukanya
ideologi bangsa Indonesia, Indonesia mampu menerima hal-hal baru yang berasal dari
luar tapi tetap mempertahankan ciri khas Indonesia.

18
DAFTAR PUSTAKA

https://bobo.grid.id/read/081913493/pengertian-pancasila-sebagai-ideologi-negara-dan-
fungsinya-bagi-bangsa?page=all

https://guruppkn.com/makna-pancasila-sebagai-ideologi-negara

https://bobo.grid.id/read/081939086/pancasila-sebagai-ideologi-terbuka-dan-penjelasannya?
page=all

https://insanpelajar.com/makna-pancasila-sebagai-ideologi-terbuka/

https://www.renesia.com/pancasila-sebagai-ideologi-terbuka/

http://edukasismn.blogspot.com/2017/11/hubungan-pancasila-dan-agama-dalam.html

19

Anda mungkin juga menyukai