Kabupaten Karo
Oleh:
Kesia Adeta Brahmana (NIM : I34190015)
Rizki Aditya Putra (NIM : I34190032)
Safina Dea Andrianti (NIM : I34190072)
Antiek Widya Ningsih (NIM: I34190086)
Anastasia Intan Prameswari (NIM: I34190094)
Abstract
The diversity of ethnic groups in Indonesia gives rise to many cultures. The
existing culture is divided into various sectors, especially in the agricultural sector.
people from various regions have different values with different characteristics. One of
them is the agricultural community in the Karo area, North Sumatra. They have local
wisdom related to the agricultural sector. The method used in data collection is
through a qualitative approach and the data used are primary data and secondary data
from the study of literature. The culture and traditions in Karo Regency have existed
for a long time when they only had hoes in their agricultural activities. Once in the
planting season, there was the term "Aron". Aron comes from the word sisaron which
means helping each other. The mention of sisaron is used to help each other reduce the
burden that is on a person or group (Karo, 2021). Aron today has a different meaning
from ancient times. The name aron singemo is given by Karo farmers to farm laborers
or workers on agricultural land who must be paid money in a matter of certain
working hours. Changes in Karo district are related to the socio-cultural system, where
currently the times are developing so fast and so that the needs of life are very high.
Keywords: Agriculture community, culture, local wisdom
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang memiliki banyak budaya dan tradisi. BPS (2010)
menyebutkan bahwa terdapat lebih dari 1300 jumlah suku yang tersebar di seluruh
kepulauan Indonesia. Keragaman dari suku bangsa di Indonesia membuat negara ini
memiliki banyak kebudayaan. Kebudayaan yang terbentuk kemudian menjelma dalam
kehidupan masyarakat dalam berbagai sektor, mulai dari cara berkehidupan dalam aras
individu, berhubungan dengan orang lain, termasuk juga kebudayaan dalam pemenuhan
pangan. Pemenuhan kebutuhan pokok manusia tersebut terimplementasikan lewat
pertanian, perikanan, peternakan, kehutanan dan sumber-sumber lain. Dengan
demikian, setiap kebudayaan memiliki ciri khasnya tersendiri.
Indonesia adalah negara agraris dengan bentang sawah yang menyebar dari
Pulau Sumatera hingga Pulau Papua. Pertanian dari dulu hingga sekarang masih
bercirikan pedesaan dimana pedesaan juga diidentikkan sebagai lumbung produksi
pangan dalam relasinya dengan perkotaan. Pedesaan juga diidentikkan dengan
masyarakatnya yang masih memegang teguh adat istiadat dengan segala kearifan
lokalnya. Nilai-nilai kebudayaan tersebut diturunkan dari generasi ke generasi. Hal
tersebut juga terjadi pada masyarakat dengan sumber nafkah dari pertanian. Mereka
memiliki nilai-nilai yang menggambarkan keluhuran entitas mereka.
Masyarakat pertanian di berbagai daerah memiliki nilai-nilai yang berbeda
dengan ciri khas yang berbeda-beda pula. Misalnya, pada masyarakat Kasepuhan
Ciptagelar daerah Sukabumi, ada sebuah upacara yang disebut sebagai “Seren Taun”.
Acara tersebut merupakan bentuk rasa syukur masyarakat kasepuhan atas melimpahnya
panen padi yang dihasilkan pada tahun tersebut. Contoh lain yang lebih umum dan
sering didengar pada masyarakat pertanian di daerah Jawa adalah “Sedekah Bumi” yang
merupakan bentuk terima kasih kepada Tuhan atas berkah melimpah berupa hasil bumi.
Salah satu masyarakat pertanian di daerah Sumatera yaitu Masyarakat Pertanian
di daerah Karo tepatnya di Kabupaten Karo. Kabupaten Karo terletak di Provinsi
Sumatera Utara dan memiliki luas sebesar 2.127,25 Km2 atau 2,97 persen dari luas
Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Karo berada di jajaran Bukit Barisan dan
mayoritas daerahnya merupakan dataran tinggi. Wilayah Kabupaten Karo berada di
ketinggian antara 200 meter hingga 1.500 meter di atas permukaan laut. Kabupaten
Karo memiliki berbagai jenis tanah yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk
tanaman pangan, palawija dan hortikultura sehingga sebagian besar masyarakat bermata
pencaharian sebagai petani.
Mereka membuka ladang pertanian pangan hortikultura di area vulkanis
Gunung Sinabung yang sangat subur dan penuh dengan unsur hara yang baik untuk
tanaman. Pertanian di daerah Karo merupakan jenis pertanian dataran tinggi yang
sangat baik untuk menanam tanaman sayur-mayur yang sangat baik jika ditanam di
daerah dengan suhu rendah dan kaya sinar matahari. Tentu, masyarakat pertanian di
daerah Karo memiliki kearifan lokal yang berhubungan dengan sektor pencahariannya
tersebut yang menarik untuk diteliti dan eksistensinya adat tersebut dengan masyarakat
yang semakin modern ini. Keteguhan masyarakat Karo terhadap adat istiadat yang luhur
membuat hal tersebut dapat dijadikan suatu modal yang berguna bagi proses
pembangunan dalam tingkat komunitas.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah penulisan ini adalah :
1. Bagaimana kearifan lokal pertanian yang dimiliki masyarakat karo pada zaman
dahulu?
2. Bagaimana perubahan kearifan lokal pertanian yang dimiliki masyarakat karo
pada zaman sekarang?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi kearifan lokal pertanian yang dimiliki masyarakat karo pada
zaman dahulu.
2. Menganalisis perubahan kearifan lokal pertanian yang dimiliki masyarakat
karo pada zaman sekarang.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi tim peneliti, penelitian ini bermanfaat memberikan pengetahuan baru
terkait perubahan budaya yang terjadi di Karo, dimana salah satu anggota tim
peneliti berada di daerah observasi.
2. Bagi peneliti lain, penelitian ini bermanfaat sebagai tambahan rujukan untuk
riset-riset lanjutan yang membutuhkan data mengenai perubahan kearifan
lokal.
3. Bagi pembaca secara umum, penelitian ini bermanfaat memberikan wawasan
pergeseran budaya pertanian yang ada di masyarakat Karo.
BAB II
Metode Penulisan
4.2 Perubahan Kearifan Lokal Pertanian Masyarakat Karo pada Masa Sekarang
Masyarakat kabupaten Karo saat ini lebih memilih menggunakan pengetahuan
bercocok tanam yang modern dengan sistem pengerjaan yang lebih singkat dan praktis
(Rosramadhana 2012). Dari hasil wawancara, diketahui kebanyakan petani sudah
memanfaatkan teknologi mesin dalam bertani. komoditas tanaman yang ditanam di
kabupaten Karo saat ini lebih beragam dibanding dahulu. saat ini pertanian di Karo
banyak ditanami sayur-mayur, tanaman pangan dan tanaman perkebunan seperti jeruk
juga kopi. Bibit yang digunakan dalam pertanian sekarang adalah bibit hibrida yang
hasilnya lebih banyak berkali lipat dibanding bibit lokal. contohnya pada padi, dengan
menggunakan bibit hibrida dapat menghasilkan 6 ton atau lebih gabah dalam sekali
musim panen.
Dalam kegiatan pertanian, petani suka menggunakan jasa buruh tani, di
kabupaten Karo buruh tani disebut “Aron”. Aron saat ini sudah berbeda makna dengan
jaman dahulu. Karo (2021) juga mengatakan sebutan aron singemo adalah sebutan
yang diberikan oleh petani-petani Karo di sekitar Berastagi dan wilayah sekitarnya bagi
buruh tani atau pekerja di lahan pertanian yang harus dibayar uang dengan hitungan jam
kerja tertentu.
Perubahan pertanian di kabupaten Karo berhubungan dengan sistem sosial
budaya, dimana saat ini perkembangan zaman begitu pesat dan cepat sehingga tuntutan
dan kebutuhan hidup sangat tinggi. misalnya dahulu tidak ada handphone dan jaringan
internet, sedangkan jaman sekarang tanpa handphone dan jaringan internet akan
ketinggalan informasi. Selain itu tuntutan kebutuhan hidup lebih kompleks dan berbiaya
tinggi. Petani sekarang lebih berorientasi kepada efisiensi dan efektivitas sehingga lebih
banyak memanfaatkan teknologi.
Kabupaten Karo juga memiliki budaya atau kepercayaan terkait pertanian yang
telah dijalankan sejak lama, tetapi banyak yang tidak dijalankan lagi saat ini karena
masyarakat di Karo sudah beragama, sedangkan kebanyakan kegiatan yang dihilangkan
adalah kegiatan kepercayaan animisme. Kebudayaan yang masih dilestarikan hingga
saat ini adalah kegiatan “Kerja Tahun”.
“Kerja Tahun secara etimologi terdiri dari dua kata yaitu kerja dan tahun. “kerja” dalam
bahasa karo diartikan pesta. Tahun untuk menunjukkan jarak waktu satu tahun. Jadi kerja tahun
adalah pesta tradisi yang dilakukan masyarakat karo setiap tahun. Pesta tradisi tahunan ini
berhubungan dengan kehidupan pertanian, khususnya tanaman padi” (Ginting 2014).
Kerja Tahun dilaksanakan tidak serentak pada setiap desa di kabupaten Karo.
Ada desa yang merayakan saat masa awal tanam, ada yang merayakan saat padi mulai
berdaun, menguning, juga saat panen (Ginting 2014). dari hasil wawancara diketahui
Kerja Tahun adalah kegiatan ucapan syukur kepada Tuhan atas hasil pertanian. Kerja
Tahun juga dimanfaatkan sebagai kegiatan silaturahmi. Para perantau lebih menyukai
pulang ke kampung halaman saat Kerja Tahun dibandingkan dengan hari besar
keagamaan,seperti saat Natal dan Lebaran (Ginting 2014).
BAB V
Kesimpulan
Pertanian di Kabupaten Karo di masa lampau sangat kental dengan budaya dan
kepercayaan animisme melalui berbagai upacara seperti yang dilaksanakan untuk
menentukan hari yang baik untuk melakukan penanaman, saat menjelang pemanenan
juga ada kegiatan yang bernama “Erpangir Kulau” yaitu kegiatan mandi kembang yang
dijalankan agar keluarga memiliki kondisi sehat dan panen melimpah. Beragam upacara
tersebut adalah bagian dari kepercayaan animisme yang dianut masyarakat Karo.
Sebagian besar masyarakat telah beragama menyebabkan kegiatan yang berkaitan
dengan kepercayaan animisme banyak yang dihilangkan. Kebudayaan yang masih
dilestarikan hingga saat ini adalah kegiatan “Kerja Tahun”. Dalam pertanian masyarakat
Karo dikenalkan istilah “Aron” yang pada zaman dulu maknanya adalah petani yang
membentuk sebuah grup dalam mengerjakan ladang secara berkelompok bergantian dan
tanpa upah, sedangkan di masa sekarang ini istilah “Aron” merujuk pada buruh tani
yang menerima upah. Pada masa sekarang ini, petani Karo sudah memanfaatkan
teknologi mesin, intensifikasi komoditas tanaman yang lebih beragam yang mulanya
komoditas tanaman pangan seperti padi dan jagung, sedangkan sekarang lebih beragam
seperti adanya sayur-mayur, tanaman pangan, dan tanaman perkebunan seperti jeruk
dan kopi.
Daftar pustaka
Balisosa N. Moniaga VRB. Jocom SG. 2020. Kearifan lokal poma aaduhunudi Desa
Soamaetek Kecamatan Kao Barat Kabupaten Halmahera Utara. Agri-Sosio
Ekonomi Unsrat [internet]. [diakses pada 2021 Juni 25]. 16(2): 325 – 332. doi:
https://doi.org/10.35791/agrsosek.16.2.2020.30064
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan
Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia: Hasil Sensus Penduduk 2010. Jakarta.
BPS
Dewi Ratnasari, D. R. (2017). Tradisi Baundi pada Masyarakat Pandai Sikek (Studi
Kasus pada Masyarakat Pandai Sikek Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah
Datar) (Doctoral dissertation, Universitas Andalas).
http://scholar.unand.ac.id/28546/
Ginting J. 2014. “Kerja tahunan” pesta tradisi masyarakat Karo. J Pendidikan Sejarah
[internet]. [diakses pada 2021 Juni 15] 3(2): 86-89. dapat diakses pada
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/criksetra/article/view/4761/2512
Guntur A. Sayamar E. Cepriadi. 2016. Kajian kearifan lokal petani padi sawah di Desa
Huta Gurgur II Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir. Jom Faperta UR
[internet]. [diakses pada 2021 Juni 25]. 3(2): 1-7.
https://media.neliti.com/media/publications/202881-kajian-kearifan-lokal-petani
-padi-sawah.pdf
Karo K. 2021. Nilai sosial pada kelompok kerja (aron) pada masyarakat Karo di
Berastagi Kabupaten Karo. J Tnas Bangsa [internet]. [diakses pada 2021 Juni
16] 8(1): 101-112. dapat diakses pada https://ejournal.bbg.ac.id
Pesurnay, A. J. (2018, July). Local wisdom in a new paradigm: Applying system theory
to the study of local culture in Indonesia. In IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science (Vol. 175, No. 1, p. 012037). IOP Publishing.
https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/175/1/012037/meta
Susiati, S., Masniati, A., & Iye, R. (2021). Kearifan Lokal Dalam Perilaku Sosial
Remaja Di Desa Waimiting Kabupaten Buru. Sang Pencerah: Jurnal Ilmiah
Universitas Muhammadiyah Buton, 7(1), 8-23.
http://jurnal-umbuton.ac.id/index.php/Pencerah/article/view/747