Anda di halaman 1dari 19

Analisis Perubahan Kearifan Lokal Pertanian Masyarakat di

Kabupaten Karo

Diajukan untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Antropologi Sosial (KPM233)

Oleh:
Kesia Adeta Brahmana (NIM : I34190015)
Rizki Aditya Putra (NIM : I34190032)
Safina Dea Andrianti (NIM : I34190072)
Antiek Widya Ningsih (NIM: I34190086)
Anastasia Intan Prameswari (NIM: I34190094)

Koordinator Mata Kuliah : Dr. Ratri Virianita, S.Sos., M.Si.


Asisten Praktikum : Rizki Budi Utami, S.KPm., M.Si.

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2021
Abstrak
Keragaman suku bangsa di Indonesia memunculkan banyak kebudayaan.
Kebudayaan yang ada terbagi dalam berbagai sektor, khususnya pada sektor pertanian.
Masyarakat pertanian dari berbagai daerah memiliki nilai-nilai yang berbeda dengan
ciri khas yang berbeda-beda. Salah satunya yaitu masyarakat pertanian di daerah Karo,
Sumatera Utara. Mereka memiliki kearifan lokal tersendiri yang berhubungan dengan
sektor pertanian. Metode yang digunakan dalam pengambilan data yaitu melalui
pendekatan kualitatif dan data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder
hasil studi literatur. Budaya dan tradisi di Kabupaten Karo sudah ada sejak dahulu
ketika pertanian hanya bermodalkan cangkul dalam kegiatan bertaninya. Satu kali
musim tanam dahulu terdapat istilah “Aron”. Aron berasal dari kata sisaron yang
berarti saling membantu. Penyebutan sisaron digunakan untuk saling membantu
mengurangi beban yang ada pada seseorang ataupun kelompok (Karo, 2021). Aron
saat ini sudah berbeda makna dengan jaman dahulu. Sebutan aron singemo diberikan
petani Karo bagi buruh tani atau pekerja di lahan pertanian yang harus dibayar uang
dalam hitungan jam kerja tertentu. Perubahan pertanian di kabupaten Karo
berhubungan dengan sistem sosial budaya, dimana saat ini perkembangan zaman
begitu pesat dan cepat sehingga tuntutan dan kebutuhan hidup sangat tinggi.
Kata kunci : kearifan lokal, kebudayaan, masyarakat pertanian

Abstract
The diversity of ethnic groups in Indonesia gives rise to many cultures. The
existing culture is divided into various sectors, especially in the agricultural sector.
people from various regions have different values ​with different characteristics. One of
them is the agricultural community in the Karo area, North Sumatra. They have local
wisdom related to the agricultural sector. The method used in data collection is
through a qualitative approach and the data used are primary data and secondary data
from the study of literature. The culture and traditions in Karo Regency have existed
for a long time when they only had hoes in their agricultural activities. Once in the
planting season, there was the term "Aron". Aron comes from the word sisaron which
means helping each other. The mention of sisaron is used to help each other reduce the
burden that is on a person or group (Karo, 2021). Aron today has a different meaning
from ancient times. The name aron singemo is given by Karo farmers to farm laborers
or workers on agricultural land who must be paid money in a matter of certain
working hours. Changes in Karo district are related to the socio-cultural system, where
currently the times are developing so fast and so that the needs of life are very high.
Keywords: Agriculture community, culture, local wisdom
BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang memiliki banyak budaya dan tradisi. BPS (2010)
menyebutkan bahwa terdapat lebih dari 1300 jumlah suku yang tersebar di seluruh
kepulauan Indonesia. Keragaman dari suku bangsa di Indonesia membuat negara ini
memiliki banyak kebudayaan. Kebudayaan yang terbentuk kemudian menjelma dalam
kehidupan masyarakat dalam berbagai sektor, mulai dari cara berkehidupan dalam aras
individu, berhubungan dengan orang lain, termasuk juga kebudayaan dalam pemenuhan
pangan. Pemenuhan kebutuhan pokok manusia tersebut terimplementasikan lewat
pertanian, perikanan, peternakan, kehutanan dan sumber-sumber lain. Dengan
demikian, setiap kebudayaan memiliki ciri khasnya tersendiri.
Indonesia adalah negara agraris dengan bentang sawah yang menyebar dari
Pulau Sumatera hingga Pulau Papua. Pertanian dari dulu hingga sekarang masih
bercirikan pedesaan dimana pedesaan juga diidentikkan sebagai lumbung produksi
pangan dalam relasinya dengan perkotaan. Pedesaan juga diidentikkan dengan
masyarakatnya yang masih memegang teguh adat istiadat dengan segala kearifan
lokalnya. Nilai-nilai kebudayaan tersebut diturunkan dari generasi ke generasi. Hal
tersebut juga terjadi pada masyarakat dengan sumber nafkah dari pertanian. Mereka
memiliki nilai-nilai yang menggambarkan keluhuran entitas mereka.
Masyarakat pertanian di berbagai daerah memiliki nilai-nilai yang berbeda
dengan ciri khas yang berbeda-beda pula. Misalnya, pada masyarakat Kasepuhan
Ciptagelar daerah Sukabumi, ada sebuah upacara yang disebut sebagai “Seren Taun”.
Acara tersebut merupakan bentuk rasa syukur masyarakat kasepuhan atas melimpahnya
panen padi yang dihasilkan pada tahun tersebut. Contoh lain yang lebih umum dan
sering didengar pada masyarakat pertanian di daerah Jawa adalah “Sedekah Bumi” yang
merupakan bentuk terima kasih kepada Tuhan atas berkah melimpah berupa hasil bumi.
Salah satu masyarakat pertanian di daerah Sumatera yaitu Masyarakat Pertanian
di daerah Karo tepatnya di Kabupaten Karo. Kabupaten Karo terletak di Provinsi
Sumatera Utara dan memiliki luas sebesar 2.127,25 Km2 atau 2,97 persen dari luas
Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Karo berada di jajaran Bukit Barisan dan
mayoritas daerahnya merupakan dataran tinggi. Wilayah Kabupaten Karo berada di
ketinggian antara 200 meter hingga 1.500 meter di atas permukaan laut. Kabupaten
Karo memiliki berbagai jenis tanah yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk
tanaman pangan, palawija dan hortikultura sehingga sebagian besar masyarakat bermata
pencaharian sebagai petani.
Mereka membuka ladang pertanian pangan hortikultura di area vulkanis
Gunung Sinabung yang sangat subur dan penuh dengan unsur hara yang baik untuk
tanaman. Pertanian di daerah Karo merupakan jenis pertanian dataran tinggi yang
sangat baik untuk menanam tanaman sayur-mayur yang sangat baik jika ditanam di
daerah dengan suhu rendah dan kaya sinar matahari. Tentu, masyarakat pertanian di
daerah Karo memiliki kearifan lokal yang berhubungan dengan sektor pencahariannya
tersebut yang menarik untuk diteliti dan eksistensinya adat tersebut dengan masyarakat
yang semakin modern ini. Keteguhan masyarakat Karo terhadap adat istiadat yang luhur
membuat hal tersebut dapat dijadikan suatu modal yang berguna bagi proses
pembangunan dalam tingkat komunitas.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah penulisan ini adalah :
1. Bagaimana kearifan lokal pertanian yang dimiliki masyarakat karo pada zaman
dahulu?
2. Bagaimana perubahan kearifan lokal pertanian yang dimiliki masyarakat karo
pada zaman sekarang?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi kearifan lokal pertanian yang dimiliki masyarakat karo pada
zaman dahulu.
2. Menganalisis perubahan kearifan lokal pertanian yang dimiliki masyarakat
karo pada zaman sekarang.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi tim peneliti, penelitian ini bermanfaat memberikan pengetahuan baru
terkait perubahan budaya yang terjadi di Karo, dimana salah satu anggota tim
peneliti berada di daerah observasi.
2. Bagi peneliti lain, penelitian ini bermanfaat sebagai tambahan rujukan untuk
riset-riset lanjutan yang membutuhkan data mengenai perubahan kearifan
lokal.
3. Bagi pembaca secara umum, penelitian ini bermanfaat memberikan wawasan
pergeseran budaya pertanian yang ada di masyarakat Karo.
BAB II
Metode Penulisan

2.1 Jenis Penulisan


Hasil penelitian yang telah dihimpun, disusun dalam bentuk artikel ilmiah.
Metode yang digunakan dalam pengambilan data guna mendapatkan informasi yaitu
melalui metode kualitatif, dengan membandingkan hasil wawancara satu narasumber
dengan narasumber lainnya dan hasil studi pustaka dari berbagai literatur seperti jurnal
ilmiah dan lain sebagainya. Penelitian ini menggunakan pendekatan emik, dimana
penelitian ini memahami perilaku seseorang atau individu maupun kelompok dari sudut
pandang dan pendapat masyarakat itu sendiri tanpa memasukkan pendapat atau
pandangan dari peneliti.

2.2 Waktu dan Tempat Pengambilan Data


Waktu pengambilan data dilaksanakan pada hari Minggu, 13 Juni 2021 di jalan
Jamin Ginting, Gg Pemda, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.

2.3 Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer didapat melalui wawancara secara langsung dan mendalam (in-depth
interview) kepada narasumber yaitu dalam penelitian ini beberapa masyarakat di
Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Karakteristik narasumber merupakan warga
asli Kabupaten Karo, di rentang usia 50 sampai dengan 80 tahun dengan pekerjaannya
sebagai petani. Narasumber berjumlah 3 orang yang terdiri dari 1 narasumber laki-laki
dan 2 narasumber perempuan. Wawancara dilakukan secara langsung dengan
memperhatikan protokol kesehatan. Sedangkan, data sekunder yang ada didapatkan
melalui studi literatur berupa buku, jurnal penelitian, dan berbagai literatur lainnya yang
berkaitan dengan penelitian.

2.4 Sistematika Penulisan


Penyusunan artikel ilmiah ini terdiri dari pembuka yang terdiri dari lembar judul
dan abstrak. Lalu dilanjutkan dengan pendahuluan yang berisikan latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Metodologi penelitian
tercantum jenis penulisan, waktu dan tempat pengambilan data, sumber data serta
sistematika penulisan. Di dalam pembahasan tertuang penjabaran mengenai hasil dari
penelitian yang telah diteliti. Selanjutnya, data-data yang telah dianalisis secara
deskriptif berupa informasi yang didapatkan dari narasumber dan juga data yang
didapat dari hasil studi literatur agar selanjutnya didapatkan kesimpulan yang tertulis di
dalam makalah akhir ini.
BAB III
Tinjauan Pustaka

3.1 Kearifan lokal


Indonesia adalah negara besar yang memiliki nilai luhur warisan masyarakat
terdahulu yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Namun
demikian, tantangan besar justru menerpa eksistensi nilai-nilai tersebut disebabkan
derasnya nilai-nilai luar yang masuk dan mengintervensi nilai-nilai asli budaya bangsa
(Priyatna 2017). Tantangan arus globalisasi membuat nilai-nilai tergerus dengan
nilai-nilai yang bertentangan dengan falsafah kebangsaan. Nilai-nilai tersebut kemudian
membentuk kebiasaan yang dimanifestasikan dalam budaya masyarakat.
Manusia adalah makhluk dengan kebudayaan yang bermakna bahwa dimana ada
manusia maka disitulah akan muncul peradaban dengan berbagai cara penyesuaian diri
dan pemaknaan terhadap alam yang berbeda. Definisi budaya tidak terbatas pada objek
material atau bahkan tindakan semata, melainkan harus dipahami sebagai manifestasi
dinamis dari kehidupan manusia dan akal manusia yang bercirikan orientasi spiritual
(Pesurnay 2018).
Kebudayaan sebagai identitas bangsa Indonesia dianggap merupakan manifestasi
dari seluruh nilai dan budaya yang dijumpai di seluruh pelosok negeri. Budaya tersebut
kemudian terasimilasi dan terakulturasi akibat interaksi antarbudaya yang akan terus
berlangsung. Tentunya hal ini bisa berpotensi mengubah budaya asli akibat tendensi
atau dominasi dari salah satu budaya. Peran kearifan lokal menjawab tantangan
unsur-unsur luar dengan tetap mempertahankan identitas budaya (Pesurnay 2018).
Kearifan lokal adalah segala bentuk kebijaksanaan berlandaskan nilai dan
norma kebaikan yang diterapkan, diyakini, dan dipelihara kesinambungannya secara
turun temurun oleh sekelompok orang dalam lingkungan, wilayah, atau daerah tertentu
yang menjadi tempat tinggal mereka seperti tindakan nasionalisme, tabiat masyarakat,
falsafah yang terinternalisasi, pola pikir nilai adat, dan keinginan untuk tetap
menjalankan tradisi yang telah diwariskan (Susiati et al. 2021).

3.2 Kearifan lokal masyarakat pertanian


Manusia semakin lama semakin menyadari betapa pentingnya menjaga
kelestarian lingkungan demi keberlangsungan kehidupannya sendiri. Hal tersebut terjadi
karena telah terlihat oleh mereka bahwa akibat dari kerusakan lingkungan ternyata
membawa kerugian besar bagi diri sendiri dan masyarakat sekitarnya. Berawal dari
permasalahan tersebutlah yang kemudian membawa masyarakat agraris dengan mata
pencaharian utamanya yaitu pertanian dan perkebunan menganut paham-paham lokalit
yakni berupa kearifan lokal pada masyarakat setempat (Sibarani 2012). Kearifan lokal
merupakan suatu bentuk kearifan pada lingkungan yang berada dalam lingkup
kehidupan masyarakat lokal, dalam hal ini khususnya masyarakat berlatar belakang
pertanian yang berinteraksi dengan lingkungannya di suatu daerah. Kearifan lokal yang
ada pada masyarakat adalah hasil dari kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat
sebagai bentuk dari adaptasi terhadap alam dan lingkungan sekitarnya (Guntur et al.
2016).
Kearifan lokal menjadi panduan masyarakat pertanian dalam bertindak dan
melaksanakan kegiatan bertaninya dari zaman dahulu hingga saat ini. Kearifan lokal
tetap terjaga dan dilestarikan oleh beberapa masyarakat di setiap daerahnya walaupun
jumlahnya kian terkikis dan tergerus akibat dari perkembangan zaman yang semakin
modern. Bermunculannya teknologi yang membantu dan mempermudah masyarakat
dalam mengefisiensikan dan mengefektifkan waktu, tenaga, pikiran ketika bertani di
lahannya menjadi penyebab kearifan lokal tersebut semakin ditinggalkan. Padahal di
setiap kearifan lokal yang ada memiliki makna yang khasnya tersendiri dan nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya. Salah satu contoh kearifan lokal yang ada dan masih
terus dilaksanakan hingga saat ini yaitu Poma Aaduhunu di Desa Soamaetek,
Kecamatan Kao Barat, Kabupaten Halmahera Utara. Kearifan lokal ini termasuk ke
dalam bidang pertanian, yaitu pertanian kelapa. Tahapan yang dilakukan mulai dari
tahap pembersihan lahan hingga tahap pemanenan buah kelapa, dimana masyarakat
masih menerapkan kerjasama di setiap tahapan tersebut (Balisosa et al. 2020).
Masyarakat masih menerapkan kearifan lokal tersebut dikarenakan banyaknya
kebermanfaatan yang dirasakan mereka dalam segi hubungan sosial yang semakin erat
dan juga keuntungan dalam segi pengeluaran mengurus lahan yang bisa dipangkas.

3.3 Kearifan Lokal Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara


Kabupaten Karo memiliki beberapa tradisi dan budaya yang berkaitan dengan
kegiatan pertanian. Contohnya tradisi yang dilakukan ketika memasuki musim
pertanian, mulai dari awal memulai sampai kepada akhir panen. Budaya (culture)
sendiri menurut kamus besar bahasa indonesia adalah sebuah pikiran, adat-istiadat, hal
yang sudah berkembang, menjadi kebiasaan dan sulit untuk diubah (Sumarto 2019).
Sedangkan tradisi yang dilahirkan oleh manusia merupakan adat istiadat, yakni
kebiasaan namun lebih ditekankan kepada kebiasaan yang bersifat supranatural yang
meliputi dengan nilai-nilai budaya, norma-norma, hukum dan aturan yang berkaitan
(Darwis 2017). Suku Karo memiliki kearifan lokal pada pertaniannya yaitu terdapat
pengetahuan dalam bercocok tanam yang didapatkan dan digunakan secara
turun-temurun. Masyarakat Karo menyebutnya dengan nuan-nuan. Nuan-nuan ini tidak
jauh berbeda dengan pengetahuan yang digunakan pada sistem pertanian pada
umumnya, yang menjadi pembeda adalah para masyarakat petani memperoleh
pengetahuan ini dari orang tua mereka, para leluhur yang menerapkan pengetahuan
bercocok tanam tersebut secara alami (Rosramadhana et al. 2017). Dalam kehidupan
masyarakat, nuan-nuan ini berperan sebagai sarana mereka dalam memenuhi kebutuhan
hidup mereka. Adanya nuan-nuan ini telah menjadi bukti bahwa suku Karo sudah
mengetahui pengetahuan dalam bercocok tanam jauh sebelum lahirnya para ilmuwan
modern dengan pengetahuan-pengetahuannya dan masyarakat memperoleh dan
mempelajari ilmu tersebut secara otodidak.
Selain nuan-nuan ada salah satu tradisi rutin yang dilaksanakan oleh masyarakat
Karo (khususnya Karo Gugung) yaitu tradisi “Kerja Tahun”. Hal ini berhubungan
dengan kehidupan perekonomian masyarakat yang mengandalkan pertanian. Tradisi ini
dilakukan pada fase-fase tertentu saat proses penanaman padi. Kerja Tahun awalnya
berhubungan dengan aspek religi, sosial ekonomi dan kekerabatan (relasi sosial). Akan
tetapi, seiring dengan perkembangan waktu terjadi perubahan konteks dan fungsinya.
Kerja Tahun secara etimologi terdiri dari dua kata yaitu kerja dan tahun. “kerja” dalam
bahasa karo diartikan pesta dan kata tahun untuk menunjukkan jarak waktu yaitu satu
tahun (Ginting 2014). Kerja tahun dapat dimaknai sebagai pesta tradisi yang diadakan
masyarakat karo setiap satu tahun sekali. Pesta kerja tahun ini sangat erat kaitannya
dengan pertanian terutama dalam pertanian padi.
Bab IV
Hasil dan Pembahasan

4.1 Kearifan Lokal Pertanian Masyarakat Karo pada Zaman Dahulu


Kabupaten Karo memiliki tanah yang subur sehingga mata pencaharian
penduduk yang terutama adalah di bidang pertanian. Kabupaten Karo sebagai daerah
yang subur dan strategis menjadi sentra pertanian bagi Provinsi Sumatera Utara
terutama tanaman hortikultura, sayur-sayuran dan buah-buahannya. Hasil pertanian dari
kabupaten ini tidak hanya dipasarkan ke dalam negeri tetapi juga luar negeri (Mahyuni
2015). Pada kabupaten Karo terjadi perubahan kearifan lokal dalam pertanian dahulu
dengan pertanian saat ini. Budaya dan tradisi yang ada di Kabupaten Karo sudah terjadi
begitu lama dahulu pertanian yang dilaksanakan di Kabupaten Karo hanya bermodalkan
alat berupa cangkul untuk melakukan kegiatan pertaniannya, jumlah komoditas yang
dihasilkan juga tidak terlalu variatif hanya sebatas Jagung dan Padi (makanan pokok
saja). Pada satu kali panen dengan luas lahan 1 ha, contohnya pada padi dapat
menghasilkan produktivitas tanaman sekitar 2 sampai 3 ton gabah dalam satu kali
musim panen.
Selain itu, dalam satu kali musim tanam dahulu di desa ada istilah yang bernama
“Aron”. Aron berasal dari kata sisaron yang berarti saling membantu. Penyebutan
sisaron digunakan dalam hal terkait saling membantu mengurangi beban yang ada pada
seseorang ataupun kelompok (Karo 2021). Aron ini merupakan kegiatan yang
dilakukan dalam mengerjakan lahan ataupun ladang secara bergantian yang dimana
dilaksanakan secara berkelompok dan tanpa menggunakan upah. Kegiatan itu dilakukan
secara bergiliran, merujuk pada teori Goodenough (1957-1961) kegiatan Aron ini
masuk kedalam “Pola dari kelakuan” ini terlihat dari nilai-nilai budaya dan terbentuk
kerjasama atau tolong menolong berupa pertukaran tenaga dalam suatu pekerjaan yang
dilandasi dari rasa atau jiwa persaudaraan. Selain itu, kegiatan aron ini juga adalah
suatu hubungan timbal balik yang terjadi antara petani, dimana ini sesuai yang
disampaikan pada pengertian resiprositas Sairin (2002) dalam Pribadhi (2011) yaitu,
pertukaran timbal balik yang terjadi antara individu ataupun antara kelompok yang jika
disangkutkan oleh kasus karo terjadi diantara para petani yang masuk kedalam
resiprositas jangka pendek.
Dahulu perkembangan yang terjadi secara perlahan sehingga kebutuhan hidup
yang terjadi juga belum terlalu tinggi, belum banyak tuntutan kebutuhan hidup, salah
satu contoh tuntutannya adalah mengisi lumbung padi sampai penuh untuk makan satu
musim tanam kedepan.
Pada Kabupaten Karo, juga memiliki budaya atau kepercayaan terkait pertanian
yang telah dilakukan dari sejak lama. Dahulu banyak masyarakat memiliki beberapa
upacara yang dilaksanakan untuk menentukan hari yang baik untuk melakukan
penanaman karena dahulu percaya akan adanya hari yang baik dan hari yang tidak baik
(hari sial), lalu saat menjelang pemanenan juga ada kegiatan yang bernama “Erpangir
Kulau”, ini merupakan kegiatan mandi kembang yang dijalankan agar keluarga
memiliki kondisi sehat dan panen melimpah. Namun beberapa upacara yang disebutkan
diatas sudah tidak lagi dijalankan oleh masyarakat Kabupaten Karo dikarenakan
masyarakat Karo kini sudah beragama dimana kegiatan ataupun upacara yang
disebutkan sebelumnya merupakan bagian dari kepercayaan animisme. Kepercayaan
animisme adalah kepercayaan kepada roh nenek moyang yang diyakini oleh manusia
(Afni et al. 2020). Namun masih ada kegiatan atau masih dilakukan oleh masyarakat
desa Kabupaten Karo, dimana kegiatan tersebut adalah kegiatan syukuran yang
bernama “Kerja Tahun”.

4.2 Perubahan Kearifan Lokal Pertanian Masyarakat Karo pada Masa Sekarang
Masyarakat kabupaten Karo saat ini lebih memilih menggunakan pengetahuan
bercocok tanam yang modern dengan sistem pengerjaan yang lebih singkat dan praktis
(Rosramadhana 2012). Dari hasil wawancara, diketahui kebanyakan petani sudah
memanfaatkan teknologi mesin dalam bertani. komoditas tanaman yang ditanam di
kabupaten Karo saat ini lebih beragam dibanding dahulu. saat ini pertanian di Karo
banyak ditanami sayur-mayur, tanaman pangan dan tanaman perkebunan seperti jeruk
juga kopi. Bibit yang digunakan dalam pertanian sekarang adalah bibit hibrida yang
hasilnya lebih banyak berkali lipat dibanding bibit lokal. contohnya pada padi, dengan
menggunakan bibit hibrida dapat menghasilkan 6 ton atau lebih gabah dalam sekali
musim panen.
Dalam kegiatan pertanian, petani suka menggunakan jasa buruh tani, di
kabupaten Karo buruh tani disebut “Aron”. Aron saat ini sudah berbeda makna dengan
jaman dahulu. Karo (2021) juga mengatakan sebutan aron singemo adalah sebutan
yang diberikan oleh petani-petani Karo di sekitar Berastagi dan wilayah sekitarnya bagi
buruh tani atau pekerja di lahan pertanian yang harus dibayar uang dengan hitungan jam
kerja tertentu.
Perubahan pertanian di kabupaten Karo berhubungan dengan sistem sosial
budaya, dimana saat ini perkembangan zaman begitu pesat dan cepat sehingga tuntutan
dan kebutuhan hidup sangat tinggi. misalnya dahulu tidak ada handphone dan jaringan
internet, sedangkan jaman sekarang tanpa handphone dan jaringan internet akan
ketinggalan informasi. Selain itu tuntutan kebutuhan hidup lebih kompleks dan berbiaya
tinggi. Petani sekarang lebih berorientasi kepada efisiensi dan efektivitas sehingga lebih
banyak memanfaatkan teknologi.
Kabupaten Karo juga memiliki budaya atau kepercayaan terkait pertanian yang
telah dijalankan sejak lama, tetapi banyak yang tidak dijalankan lagi saat ini karena
masyarakat di Karo sudah beragama, sedangkan kebanyakan kegiatan yang dihilangkan
adalah kegiatan kepercayaan animisme. Kebudayaan yang masih dilestarikan hingga
saat ini adalah kegiatan “Kerja Tahun”.
“Kerja Tahun secara etimologi terdiri dari dua kata yaitu kerja dan tahun. “kerja” dalam
bahasa karo diartikan pesta. Tahun untuk menunjukkan jarak waktu satu tahun. Jadi kerja tahun
adalah pesta tradisi yang dilakukan masyarakat karo setiap tahun. Pesta tradisi tahunan ini
berhubungan dengan kehidupan pertanian, khususnya tanaman padi” (Ginting 2014).
Kerja Tahun dilaksanakan tidak serentak pada setiap desa di kabupaten Karo.
Ada desa yang merayakan saat masa awal tanam, ada yang merayakan saat padi mulai
berdaun, menguning, juga saat panen (Ginting 2014). dari hasil wawancara diketahui
Kerja Tahun adalah kegiatan ucapan syukur kepada Tuhan atas hasil pertanian. Kerja
Tahun juga dimanfaatkan sebagai kegiatan silaturahmi. Para perantau lebih menyukai
pulang ke kampung halaman saat Kerja Tahun dibandingkan dengan hari besar
keagamaan,seperti saat Natal dan Lebaran (Ginting 2014).
BAB V
Kesimpulan

Pertanian di Kabupaten Karo di masa lampau sangat kental dengan budaya dan
kepercayaan animisme melalui berbagai upacara seperti yang dilaksanakan untuk
menentukan hari yang baik untuk melakukan penanaman, saat menjelang pemanenan
juga ada kegiatan yang bernama “Erpangir Kulau” yaitu kegiatan mandi kembang yang
dijalankan agar keluarga memiliki kondisi sehat dan panen melimpah. Beragam upacara
tersebut adalah bagian dari kepercayaan animisme yang dianut masyarakat Karo.
Sebagian besar masyarakat telah beragama menyebabkan kegiatan yang berkaitan
dengan kepercayaan animisme banyak yang dihilangkan. Kebudayaan yang masih
dilestarikan hingga saat ini adalah kegiatan “Kerja Tahun”. Dalam pertanian masyarakat
Karo dikenalkan istilah “Aron” yang pada zaman dulu maknanya adalah petani yang
membentuk sebuah grup dalam mengerjakan ladang secara berkelompok bergantian dan
tanpa upah, sedangkan di masa sekarang ini istilah “Aron” merujuk pada buruh tani
yang menerima upah. Pada masa sekarang ini, petani Karo sudah memanfaatkan
teknologi mesin, intensifikasi komoditas tanaman yang lebih beragam yang mulanya
komoditas tanaman pangan seperti padi dan jagung, sedangkan sekarang lebih beragam
seperti adanya sayur-mayur, tanaman pangan, dan tanaman perkebunan seperti jeruk
dan kopi.
Daftar pustaka

Afni FN, Supratno H, Nugraha AS .2020. Kepercayaan animisme masyarakat


postkolonial Jawa dalam Novel Entrok karya Okky Madasari.Journal Of
Linguistics, Literature and Cultural Studies [internet].[diunduh 2021 Juni
14];20(1):67-75.doi:
https://doi.org/10.30996/parafrase.v20i1.4050.https://www.google.com/url?sa=t
&source=web&rct=j&url=http://jurnal.untag-sby.ac.id/index.php/parafrase/articl
e/view/4050&ved=2ahUKEwimguCGlZbxAhXv7XMBHSt_ADwQFjAAegQIB
BAC&usg=AOvVaw14yanaRG_zf1z7vEulDa5d&cshid=1623640761934

Balisosa N. Moniaga VRB. Jocom SG. 2020. Kearifan lokal poma aaduhunudi Desa
Soamaetek Kecamatan Kao Barat Kabupaten Halmahera Utara. Agri-Sosio
Ekonomi Unsrat [internet]. [diakses pada 2021 Juni 25]. 16(2): 325 – 332. doi:
https://doi.org/10.35791/agrsosek.16.2.2020.30064

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan
Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia: Hasil Sensus Penduduk 2010. Jakarta.
BPS

[BPS] Badan Pusat Statistik.2020.Kabupaten Karo Dalam Angka 2020.Karo (ID):BPS


Kabupaten Karo

Darwis R.2017.Tradisi Ngaruwat Bumi dalam kehidupan masyarakat (Studi Deskriptif


Kampung Cihideung Girang Desa Sukakerti Kecamatan Cisalak Kabupaten
Subang).Jurnal Studi Agama-agama dan Lintas Budaya 2 [internet].[diunduh
2021 Juni
24]:75-83.https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/Religious/article/download/236
1/pdf_23

Dewi Ratnasari, D. R. (2017). Tradisi Baundi pada Masyarakat Pandai Sikek (Studi
Kasus pada Masyarakat Pandai Sikek Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah
Datar) (Doctoral dissertation, Universitas Andalas).
http://scholar.unand.ac.id/28546/

Ginting J. 2014. “Kerja tahunan” pesta tradisi masyarakat Karo. J Pendidikan Sejarah
[internet]. [diakses pada 2021 Juni 15] 3(2): 86-89. dapat diakses pada
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/criksetra/article/view/4761/2512

Guntur A. Sayamar E. Cepriadi. 2016. Kajian kearifan lokal petani padi sawah di Desa
Huta Gurgur II Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir. Jom Faperta UR
[internet]. [diakses pada 2021 Juni 25]. 3(2): 1-7.
https://media.neliti.com/media/publications/202881-kajian-kearifan-lokal-petani
-padi-sawah.pdf
Karo K. 2021. Nilai sosial pada kelompok kerja (aron) pada masyarakat Karo di
Berastagi Kabupaten Karo. J Tnas Bangsa [internet]. [diakses pada 2021 Juni
16] 8(1): 101-112. dapat diakses pada https://ejournal.bbg.ac.id

Mahyuni E. 2015. Faktor resiko dalam penggunaan pestisida terhadap keluhan


kesehatan pada petani di kecamatan Berastagi kabupaten karo 2014. J KEMAS
[internet]. [diakses pada 2021 Juni 24] 9(1): 79-89. dapat diakses pada
https://media.neliti.com/media/publications/25014-ID-faktor-risiko-dalam-pengg
unaan-pestisida-pada-petani-di-berastagi-kabupaten-karo.pdf

Rosramadhana, Sembiring L, Atika N, Sari K, Silalahi M, Manalu M, Mustika Y. 2012.


Pengetahuan kearifan lokal dalam bercocok tanam (nuan-nuan) suku Karo di
Desa Keling Kecamatan Merdeka Kabupaten Karo. J Antropologi Sosial dan
Budaya [internet]. [diakses pada 2021 Juni 15] 3(1): 19-24. dapat diakses pada
https://pdfs.semanticscholar.org/2113/5253e641d66ffa67a102550b79d45418601
c.pdf

Pesurnay, A. J. (2018, July). Local wisdom in a new paradigm: Applying system theory
to the study of local culture in Indonesia. In IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science (Vol. 175, No. 1, p. 012037). IOP Publishing.
https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/175/1/012037/meta

Sumarto.2019.Budaya, Pemahaman dan Penerapannya “Aspek Sistem Religi, Bahasa,


Pengetahuan, Sosial, Keseninan dan Teknologi”.Jurnal Literasiologi
[internet].[diunduh 2021 Juni 24
];1(2):144-159.https://jurnal.literasikitaindonesia.com/index.php/literasiologi/arti
cle/download/49/63

Susiati, S., Masniati, A., & Iye, R. (2021). Kearifan Lokal Dalam Perilaku Sosial
Remaja Di Desa Waimiting Kabupaten Buru. Sang Pencerah: Jurnal Ilmiah
Universitas Muhammadiyah Buton, 7(1), 8-23.
http://jurnal-umbuton.ac.id/index.php/Pencerah/article/view/747

Pribadhi PA.2011.Resiprositas Dalam Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat (Studi


Kasus Pada Masyarakat Kelurahan Kauman Kabupaten Blora) [skripsi].
Semarang (ID):Universitas Negeri Malang.

Priyatna, M. (2017). Pendidikan karakter berbasis kearifan lokal. Edukasi Islami:


Jurnal Pendidikan Islam, 5(10).
http://jurnal.staialhidayahbogor.ac.id/index.php/ei/article/view/6
Lampiran

Lampiran 1. Hasil wawancara dengan responden


No Pertanyaan Responden 1 Responden 2 Responden 3

1 Apa perbedaan Teknologi Zaman dahulu Dahulu


yang sangat pertanian jauh di desa dalam produktivitas
terlihat dalam lebih maju sekali musim tanaman karena
pertanian dulu sekarang tanam ada bibit lokal tidak
dan di zaman daripada istilah "Aron". terlalu tinggi.
sekarang di dahulu, dulu Aron adalah misalnya dulu 1
daerahmu? hanya sekelompok ha padi
bermodalkan petani yang menghasilkan
cangkul, membentuk 2-3 ton gabah .
sekarang sudah sebuah grup sedangkan
banyak petani dalam sekarang karena
memanfaatkan mengerjakan menggunakan
tenaga mesin. ladang bibit hibrida,
jumlah anggotanya produktivitas
komoditas yang secara jauh lebih tinggi,
ditanam jaman berkelompok sekarang 1 ha
sekarang jauh bergantian padi
lebih bervariasi tanpa upah. menghasilkan 6
dibanding dulu. sedangkan ton atau lebih
dulu didominasi sekarang istilah dalam sekali
oleh tanaman aron dipakai musim panen
pangan seperti untuk buruh
padi dan jagung tani dan
menerima
upah.

2 Apa yang Tuntutan Tuntutan Perkembangan


menyebabkan zaman, dimana zaman, dahulu kemajuan jaman
sistem pertanian dahulu tidak hanya sebatas dahulu dengan
berubah adakah banyak tuntutan lumbung padi sekarang sangat
hubungannya kebutuhan minimal penuh berbeda, dahulu
dengan sistem hidup. untuk makan 1 kemajuan zaman
sosial budaya? sedangkan musim tanam berkembang
sekarang kedepan. perlahan,
tuntutan sehingga
kebutuhan kebutuhan hidup
hidup lebih tidak terlalu
kompleks dan tinggi.
berbiaya tinggi. sedangkan
petani sekarang sekarang
lebih perkembangan
berorientasi jaman begitu
kepada efisiensi pesat dan cepat
dan efektivitas. sehingga
sehingga lebih tuntutan dan
banyak kebutuhan hidup
memanfaatkan sangat tinggi.
teknologi misalnya dulu
tidak ada hp,
internet.
sedangkan
sekarang tidak
punya hp dan
jaringan internet
akan ketinggalan
informasi

3 Apakah ada Untuk sekarang Ada Ada


budaya atau tersisa 1 acara
kepercayaan adat pertanian
terkait pertanian yang masih
yang ada disana dipertahankan
(semisal adanya sampai
upacara panen sekarang, yaitu
yang masih acara "Kerja
dilakukan? Tahun" (ucapan
syukur setelah
selesai panen
raya)

4 Jika masih ada, Ucapan syukur Kerja Tahun. "Kerja Tahun"


apa makna atas kepada tuhan acara syukuran acara syukuran
budaya tersebut atas panen atas panen raya akan hasil panen
dan mengapa dalam 1 tahun.
masih dimana kegiatan
dijalankan? ini tidak hanya
sebagai ucapan
syukur tetapi
menjadi wadah
untuk
silaturahmi
dengan semua
keluarga, dan
biasanya
keluarga yang
di merantau
akan kembali ke
desa saat kerja
tahun

5 Jika semisal Beberapa Dahulu ada Karena


ada, namun kegiatan adat yg upacara kebanyakan
sekarang sudah tidak lagi menentukan tradisi yang
tidak ada lagi dijalankan hari baik untuk dijalankan
apa penyebab karena menanam, ada adalah
dari hilangnya masyarakat karo kegiatan kepercayaan
kebudayaan sudah erpangir kulau, animisme,
tersebut? beragama, yaitu mandi sedangkan
dimana kembang agar sekarang
kegiatan yang keluarga sehat masyarakat
dihilangkan sehat dan sudah beragama
adalah kegiatan panen
kepercayaan melimpah. itu
animisme tidak lagi
dijalankan
karena itu
adalah
kepercayaan
animisme, dan
sekarang
masyarakat
sudah
beragama.
Lampiran 2. Dokumentasi

2.1 Kegiatan wawancara dengan narasumber 1

2.2 Foto bersama narasumber 1

2.3 Kegiatan wawancara dengan narasumber 2


2.4 Foto bersama narasumber 2

2.5 Kegiatan wawancara dengan narasumber 3

2.6 Foto bersama narasumber 3

Anda mungkin juga menyukai