Anda di halaman 1dari 23

Makalah

“Implementasi kebijakan Bahan Bakar Minyak Non Subsidi bagi Mobil Dinas di Kab.
Sabu Raijua”

Oleh
MIGU DJARA
NIM : 022804929
Progdi : Ilmu Administrasi Pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Kebijakan publik adalah ilmu yang unik karena memiliki karakter yang multidisipliner
percampuran banyak disiplin ilmu, sosial, politik, ekonomi, hukum, teknologi, matematika
dan sebagainya. Secara sederhana kebijakan publik dapat diartikan sebagai apa saja yang
dilakukan oleh pemerintah. Menurut Hodwood dan Gunn (1984) beberapa kategori
penggunaan istilah “policy” yaitu merujuk kepada jenis kegiatan yang dilakukan
pemerintah, pernyataan keinginan pemerintah, usulan tindakan pemerintah, keputusan yang
dibuat pemerintah, otoritas formal untuk membuat dan melaksanakan kebijakan, program
pemerintah, produk keluaran kebijakan, dampak pelaksanaan kebijakan, teori dan model
kebijakan, dan sebagai proses yang mencakup perumusan, pelaksanaan, dan penilaian
kebijakan. Kebijakan publik pada dasarnya adalah suatu kewenangan karena dibuat oleh
sekelompok individu yang mempunyai kekuasaan yang sah dalam sebuah sistem
pemerintahan. Keputusan akhir yang telah ditetapkan memiliki sifat yang mengikat bagi
para pelayan publik atau public servant untuk melakukan tindakan kedepannya. Kebijakan
publik menjadi faktor penting dalam pencapaian penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Hal tersebut bergantung kepada setiap kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan oleh
pemerintah dan dampak yang dirasakan oleh objek kebijakan tersebut. Sering kali kebijakan
publik yang dilaksanakan tidak berpihak kepada rakyat dan justru hanya menguntungkan
pihak-pihak tertentu. Maka dari itu, kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah
harus memiliki keberpihakan kepada rakyat dan memang ditujukan untuk menyelesaikan
setiap permasalahan yang berada di tengah- tengah masyarakat. Pada dasarnya kebijakan
publik merupakan suatu rangkaian kegiatan yang umumnya dipikirkan, didesain,
dirumuskan, dan diputuskan oleh para pemangku kebijakan. Walaupun dalam suatu siklus
kebijakan publik telah dilakukan tetapi fakta di lapangan sering menunjukan bahwa
kebijakan tersebut gagal untuk mencapai sasaran. Kebijakan publik sebagai proses yang
krusial seringkali dicampuri oleh unsur-unsur politik kepentingan yang dibawa oleh pihak
tertentu. Sehingga baik dalam perumusan maupun pelaksanaan kebijakan, dapat melenceng
dari apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat. Begitu banyak masalah yang timbul
dalam masyarakat setiap harinya, hal tersebut menjadi tugas pemerintah untuk
menyelesaikan masalah tersebut melalui suatu kebijakan publik. Salah satunya adalah
tentang masalah pembangunan, baik secara fisik maupun non-fisik. Pembangunan keduanya
sangat penting bagi masyarakat karena keduanya saling mendukung keberhasilan satu
dengan lainnya. Walaupun pada kenyataannya sering kali terjadi ketimpangan antar
keduanya. Ketimpangan ini yang menjadikan efektifitas suatu kebijakan menurun dan dapat
menjadi faktor kegagalan suatu kebijakan. Pembangunan memiliki pengertian sebagai
proses perubahan yang mencakup seluruh sistem sosial yang ditujukan untuk meningkatkan
berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat dan dilaksanakan secara terencana. Sebagai
suatu proses tentu pembangunan tidak bisa dilaksanakan secara instan dan harus melalui
berbagai tahap- tahap yang pada dasarnya memiliki kemiripan seperti proses kebijakan
publik. Pembangunan juga akan selalu berlanjut selama suatu bangsa masih ada dan
memiliki tahapan yang pada satu pihak sebagai independensi dan pada pihak lain sebagai
bagian dari sesuatu yang tidak akan pernah berakhir (Anggara dan Sumantri, 2016: 21).
Oleh karena itu, pembangunan yang telah dilaksanakan oleh seluruh komponen masyarakat
sesuai dengan potensi yang dimilikinya perlu diawasi pelaksanaan dan kesinambungannya.
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dijelaskan bahwa bangsa Indonesia
mempunyai tujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, maka diselenggarakan
pembangunan nasional yang terencana, menyeluruh, terpadu, terarah, dan
berkesinambungan. Tujuan dari pembangunan nasional tidak lain adalah mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 di dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan
berkedaulatan rakyat. Dalam tahapan mencapai kesejahteraan umum maka akan dihadapkan
dengan permasalahan yaitu mobilitas dalam masyarakat. Subsidi Bahan Bakar Minyak
(BBM ) adalah bahan bakar minyak yang di peruntukan kepada rakyat yang telah
mengalami proses subsidi dan diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 27 Tahun 2014
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015 yang berisi
macam-macam subsidi yang diberikan pemerintah termasuk subsidi BBM. Bahan Bakar
Minyak merupakan kebutuhan strategi bagi masyarakat di Desa maupun di Kota baik
kebutuhan rumah tangga, sektor industri maupun transportasi. Oleh karena itu, jumlah
transportasi yang beredar sangat berpengaruh pada daya beli masyarakat terhadap BBM
terutama di Kabupaten Sabu Raijua. Semakin padatnya transportasi berarti semakin
meningkatnya pula komsumsi terhadap BBM, sedangkan bahan bakar itu sendiri terbatas
persediannya. Jumlah BBM yang terbatas memaksa kita untuk dapat menghematnya,
mengupayakan diri untuk hemat dalam penggunaan Bahan Bakar Minyak setidaknya dapat
menstabilkan kondisi minyak bumi kita yang produksinya terus merosot, pencapaian tidak
sampai satu barel per hari,karena itu kita perlu mengendalikan penggunaan Bahan Bakar
Minyak (Kismartini).

1.2. Tujuan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai untuk
mengetahui faktor sumber daya pada implementasi kebijakan Bahan Bakar Minyak Non
Subsidi bagi Mobil Dinas di Kab. Sabu Raijua

1.3. Permasalahan.
Berdasarkan latar belakang sebagaimana dikemukakan sebelumnya maka sebagai
permasalahan dalam penelitian ini difokuskan pada permasalahan utama terkait implementasi
kebijakan bahan bakar minyak non subsidi bagi mobil dinas di kabupaten Sabu Raijua, yakni
bagaimana sumber daya dalam implementasi kebijakan Bahan Bakar Minyak Non Subsidi
bagi Mobil Dinas di Kabupaten Sabu Raijua.
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Implementasi Kebijakan Publik.
Pesatnya pertumbuhan kendaraan bermotor ini menyebabkan meningkatkan konsumsi BBM,
terutama BBM berjenis subsidi. BBM bersubsidi ini lebih dipilih oleh pemilik kendaraan
dikarenakan perbedaan harga BBM berjenis pertamax yang lebih mahal dari harga BBM berjenis
subsidi. Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM ) adalah bahan bakar minyak yang di peruntukan
kepada rakyat yang telah mengalami proses subsidi. Bahan Bakar Minyak merupakan kebutuhan
strategi bagi masyarakat di Desa maupun di Kota baik kebutuhan rumah tangga, sektor industri
maupun transportasi. Oleh karena itu, jumlah transportasi yang beredar sangat berpengaruh pada
daya beli masyarakat terhadap BBM. Semakin padatnya transportasi berarti semakin
meningkatnya pula komsumsi terhadap BBM, sedangkan bahan bakar itu sendiri terbatas
persediannya. Berdasarkan fenomena diatas sebagai akumulasi/pertimbangan, akibat kurang
stabilnya produksi minyak bumi, sehingga Pemerintah berupaya mengendalikan penggunaan
Bahan Bakar Minyak melalui pembatasan BBM bersubsidi / jenis BBM tertentu. Upaya yang
dilakukan pemerintah dimulai dengan seluruh mobil dinas telah diwajibkan tidak lagi
menggunakan BBM bersubsidi untuk mengantisipasi kelangkaan BBM termasuk BBM
bersubsidi yang menyedot anggaran yang cukup besar. Usaha pengendalian penggunaan BBM
bertujuan untuk menjaga kestabilan harga bahan baku dan komoditas guna menunjang
pembangunan nasional serta sebagai aggaran yang digunakan untuk program yang lebih
bermanfaat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan membuka lapangan kerja, seperti
proyek-proyek infrastruktur yang membutuhkan banyak biaya sangat besar. Pembahasan
mengenai subsidi energi terutama BBM merupakan hal yang sangat sensitif dibicarakan karena
banyaknya jumlah orang yang bergantung pada hal tersebut. Setiap langkah yang dilakukan oleh
pemerintah untuk melakukan penertiban subsidi BBM selalu menuai protes dari berbagai
kalangan dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai kondisi kuota subsidi BBM
yang semakin membengkak. Faktor lain yang melatarbelakangi pembatasan konsumsi BBM
bersubsidi adalah pesatnya pertumbuhan kendaraan di Indonesia. Misalnya di Kabupaten Sabu
Raijua dan sekitarnya mengalami peningkatan dua kali-lipat di bandingkan dari tahun
sebelumnya. Pembatasan BBM bersubsidi juga merupakan upaya pemerintah untuk mengurangi
bebasnya permintaan atau penimbunan BBM bersubsidi yang kemudian disalah gunakan oleh
orang-orang tak bertanggung jawab yang bukanlah target konsumen BBM bersubsidi. Tidak
hanya waktu penjualannya yang dibatasi, namun pengurangan titik-titik SPBU penjual BBM
bersubsidi pun turut dikurangi. Hal ini bertujuan agar persediaan BBM bersubsidi lebih dekat
kepada sasaran yang tepat. Secara umum, istilah “kebijakan” atau “policy” digunakan untuk
menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu
lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Seorang pakar
politik, Richard Rose, dalam Faried ali (2012:13) menyarankan kebijakan hendaknya dipahami
sebagai “serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-
konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri.
Definisi ini sebenarnya bersifat ambigu, namun definisi ini berguna karena kebijakan dipahami
sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekedar suatu keputusan untukmelakukan sesuatu.
James E. Anderson dalam Subarsono (2005:3), memandang kebijakan sebagai suatu arah
tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan
tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan peluang-peluang terhadap kebijakan yang
diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau
merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu. Definisi yang diberikan oleh Subarsono
ini menyangkut dimensi yang luas karena kebijakan tidak hanya dipahami sebagai tindakan yang
dilakukan pemerintah, tetapi juga oleh kelompok maupun oleh individu. Selain itu, gagasan
bahwa kebijakan mencakup perilaku yang mempunyai maksud yang layak mendapatkan
perhatian dan sekaligus harus dilihat sebagai bagian definisi kebijakan publik yang penting,
sekalipun maksud atau tujuan dari tindakan-tindakan pemerintah yang dikemukakan dalam
definisi ini mungkin tidak selalu mudah dipahami. Satu hal yang harus diingat dalam
mendefinisikan kebijakan, adalah bahwa pendefinisian kebijakan tetap harus mempunyai
pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan, ketimbang apa yang diusulkan dalam
tindakan mengenai suatu persoalan tertentu. Hal ini dilakukan karena kebijakan merupakan suatu
proses yang mencakup pula tahap implementasi dan evaluasi sehingga definisi kebijakan yang
hanya menekankan pada apa yang diusulkan menjadi kurang memadai. Menurut Anderson dalam
Riant Nugroho (2012:119) kebijakan merupakan serangkaian tindakan yang mempunyai
maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor yang berhubungan dengan suatu
masalah atau persoalan. Konsep kebijakan ini kita anggap tepat karena memusatkan perhatian
pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan.
Selain itu, konsep ini juga membedakan kebijakan dari keputusan yang merupakan pilihan di
antara berbagai alternatif yang ada. Rogene A. Bucholz dalam Madani, (2011:18), kebijakan
publik mengacu kepada apa yang pemerintah secara nyata lakukan, bukan sekedar pernyataan
atau sasaran tindakan yang di inginkan. lebih jauh beliau mengatakan bahwa kebijakan publik
adalah sasaran yang terarah atau bermaksud tindakannya diikuti oleh aktor atau sejumlah aktor
dalam upaya mengatasi masalah. Defenisi ini berfokos pada apa yang dilakukan, sebagai
perbedaan dari apa yang diinginkan, dan juga untuk membedakan kebijakan dari keputasan.
Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt dalam Suharto, (2010:7) dalam perspektif mereka
mendefinisikan kebijakan publik sebagai: “keputusan tetap’ yang dicirikan dengan konsistensi
dan pengulangan (repitisi) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang
mematuhi keputusan tersebut”. Chief J.O. Udoji dalam Mustari (2013:127) mendefinisikan
kebijakan publik sebagai “an sanctioned course of action addressed to a particular problem or
group of related problems that affect society at large” (suatu tindakan bersanksi yang mengarah
pada suatu tujuan tertentu yang diarahkan pada suatu tujuan tertentu yang saling berkaitan yang
mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat). Dye dalam Madani (2011:19). Menyatakan
bahwa kebijakan publik mencakup pilihan- pilihan fundamental dari pemerintah untuk
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu, dan bahwa keputusan tersebut di buat oleh
pegawai pemerintah dan atau lembaga pemerintahan. Karena itu, kebijakan publik adalah suatu
pilihan yang dibuat oleh pemerintahan untuk dijalankan dengan berbagai tindakan tertentu.
Kebijakan publik merupakan keputusan politik yang dikembangkan oleh badan dan pejabat
pemerintah. Karena itu, karekteristik khusus dari kebijakan publik adalah bahwa keputusan
politik tersebut dirumuskan oleh apa yang disebut David Easton dalam Wahab (2001:5) sebagai
“otoritas” dalam sistem politik, yaitu: “para senior, kepala tertinggi, eksekutif, legislatif, para
hakim, administrator, penasehat, para raja, dan sebagainya.” Easton mengatakan bahwa mereka-
mereka yang berotoritas dalam sistem politik dalam rangka menformulasikan kebijakan publik
itu adalah orang-orang yang terlibat dalam urusan sistem politik sehari-hari dan mempunyai
tanggung jawab dalam suatu masalah tertentu dimana pada satu titik mereka diminta untuk
mengambil kepuusan dikemudian hari kelak diterima serta mengikat sebagian besar anggota
masyarakat selama waktu tertentu.Dalam kaitannya dengan definisi-definisi tersebut di atas
maka dapat disimpulkan beberapa karakteristik utama dari suatu definisi kebijakan publik.
Pertama, pada umumnya kebijakan publik perhatiannya ditujukan pada tindakan yang
mempunyai maksud atau tujuan tertentu daripada perilaku yang berubah atau acak. Kedua,
kebijakan publik pada dasarnya mengandung pada bagian atau pola kegiatan yang dilakukan
oleh pejabat pemerintahan daripada keputusanyang terpisah-pisah. Misalnya, suatu kebijakan
tidak hanya meliputi keputusan untuk mengeluarkan peraturan tertentu tetapi juga keputusan
berikutnya yang berhubungan dengan penerapan dan pelaksanaannya. Ketiga, kebijakan publik
merupakan apa yang sesungguhnya dikerjakan oleh pemerintahan dalam mengatur perdagangan,
mengontrol inflasi, atau menawarkan perumahan rakyat, bukan apa maksud yang dikerjakan atau
yang akan dikerjakan. Jika legislatif mengeluarkan suatu regulasi yang mengharuskan para
pengusaha membayar tidak kurang dari upah minimum yang telah ditetapkan tetapi tidak ada
yang dikerjakan untuk melaksanakan hukum tersebut, maka akibatnya tidak terjadi perubahan
dalam perilaku ekonomi, sehingga dapat dikatakan bahwa kebijakan publik dalam contoh ini
sungguh-sungguh merupakan suatu pengupahan yang tidak diatur perundang-undangan. Ini
artinya kebijakan publik pun memperhatikan apa yang kemudian akan atau dapat terjadi setelah
kebijakan itu diimplementasikan. Keempat, kebijakan public dapat berbentuk positif maupun
negatif. Secara positif, kebijakan melibatkan beberapa tindakan pemerintah yang jelas dalam
menangani suatu permasalahan; secara negatif, kebijakan public dapat melibatkan suatu
keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan suatu tindakan atau tidak mengerjakan
apapun padahal dalam konteks tersebut keterlibatan pemerintah amat diperlukan. Terakhir,
kelima, kebijakan publik, paling tidak secara positif, berdasarkan pada hukum dan merupakan
tindakan yang bersifat memerintah. Implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari
keseluruhan proses kebijakan. Udoji dalam Wahab (2002:59) dengan tegas mengatakan bahwa
the execution of policies is as important if not more important than policy- making. Policies will
remain dreams or blue prints file jackets unless they are implemented (Pelaksanaan kebijakan
adalah sesuatu yang penting, bahkan jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan.
Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam
arsip kalau tidak diimplementasikan. Dengan kata lain pembuatan kebijakan tidak berakhir
setelah kebijakan ditentukan atau disetuju. Implementasi kebijakan merupakan langkah lanjutan
berdasarkan suatu kebijakan formulasi. Definisi lain yang umum dipakai menyangkut kebijakan
implementasi adalah Van Meter dan Van Horn dalam Mustari (2010,127), mendefinisikan
implementasi kebijakan, sebagai: “Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-
individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan
pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Keberhasilan
atau kegagalan suatu implementasi kebijakan dapat dievaluasi dari sudut kemampuannya secara
nyata dalam meneruskan dan mengoperasionalkan program-program yang telah dirancang
sebelumnya. Dengan adanya kebijakan implementasi, yang merupakan bentuk konkret dari
konseptualisasi dalam kebijakan formulasi, tidak secara otomatis merupakan garansi berjalannya
suatu program dengan baik. Oleh karena itu suatu kebijakan implementasi pada umumnya satu
paket dengan suatu kebijakan pemantauan atau monitoring. Mengingat kebijakan implementasi
adalah sama peliknya dengan kebijakan formulasi, maka perlu diperhatikan berbagai faktor yang
akan mempengaruhinya.

2.2. Teori Pendekatan implementasi kebijakan publik


Menurut pendapat Lester dan Steward dalam (Agustino,2012:151) ada beberapa terapan model
pendekatan implementasi kebijakan yaitu sebagai berikut:
1. Implementasi kebijakan Public Model George C.Edward III : Model pendekatan yang di
kemukakan oleh Edward III (dalam Agustino, 2008:149) terdapat empat variabel yang sangat
menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan yaitu:
1) Komunikasi (Communication)
Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari komunikator kepada
komunikan, komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari
implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif terjadi apabila para pembuat
keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang
akan mereka kerjakan dapat berjalan bila komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap
keputusan kebijakan dan peraturan implementasi harus ditransmisikan atau
dikomunikasikan kepada bagian personalia yang tepat. Selain itu, kebijakan yang
dikomunikasikan pun harus tepat, akurat dan konsisten. Komunikasi atau pentransmisian
informasi diperlukan agar para pembuat keputusan dan para implementor akan semakin
konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam masyarakat.
Kemudian George C.Edwards III dalam (Agustino,2012:151) menanamkan model
implementasi kebijakan publiknya dengan direct and inderect impact on implementation.
Yang menjelaskan ada empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau
kegagalan suatu implementasi kebijakan, diantaranya yaitu : faktor komunikasi, sumber
daya, struktur birokrasi, dan disposisi atau kecenderungan pelaksana.Komunikasi dalam
implementasi kebijakan mencakup beberapa dimensi penting yaitu :
a. Transmisi
Faktor pertama yang berpengaruh terhadap komunikasi kebijakan adalah transmisi yang
merupakan penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu
implementasi yang baik pula. Sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu
keputusan, ia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah
untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan. Hal ini tidak selalu merupakan proses yang
berlangsung sebagaimana nampaknya. Banyak sekali ditemukan keputusan-keputusan
tersebut diabaikan atau jika tidak demikian, seringkali terjadi kesalahpahaman terhadap
keputusan-keputusan yang dikeluarkan.
b. Konsistensi
Faktor kedua yang berpengaruh terhadap komunikasi kebijakan adalah konsistensi. Jika
implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan
harus konsisten dan jelas. Walaupun perintah tersebut mempunyai unsur kejelasan,
tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah tersebut tidak akan
memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan tugasnya dengan baik. Di sisi yang
lain, perintah-perintah implementasi kebijakan yang tidak konsisten akan mendorong
para pelaksana mengambil tindakan yang sangat longgar dalam menafsirkan dan
mengimplementasikan kebijakan. Bila hal ini terjadi, maka akan berakibat pada
ketidakefektifan implementasi kebijakan karena tindakan yang sangat longgar besar
kemungkinan tidak dapat digunakan untuk melaksanakan tujuan-tujuan kebijakan.
c. Kejelasan
Faktor ketiga yang berpengaruh terhadap komunikasi kebijakan adalah kejelasan. Jika
kebijakan-kebijakan diimplementasikan sebagaimana yang diinginkan maka petunjuk-
petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi
juga komunikasi kebijakan tersebut harus jelas. Ketidakjelasan pesan komunikasi yang
disampaikan berkenaan dengan implementasi kebijkan akan mendorong terjadinya
interprestasi yang salah bahkan mungkin bertentangan dengan makna pesan awal.
Namun demikina, ketidakjelasan pesan komunikasi kebijakan tidak selalu menghalangi
implementasi. Edwards mengidentifikasi enam faktor yang mendorong terjadinya
ketidakjelasan komunikasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah kompleksitas
kebijakan publik, keinginan untuk tidak menganggu kelompok-kelompok masyarakat,
kurangnya konsensus mengenai tujuan-tujuan kebijakan, masalah-masalah dalam
memulai suatu kebijakan baru, menghindari pertanggungjawaban kebijakan, dan sifat
pembentukan kebijakan pengadilan.
2. Sumber Daya (Resources)
Sumber daya memiliki peranan penting dalam implementasi kebijakan. Edward III,
mengemukakan bahwa bagaimanapun jelas dan konsistensinya ketentuan-ketentuan aturan
dan aturan-aturan tersebut serta bagaimanapun akuratnya penyampaian ketentuan-ketentuan
dan aturan-aturan tersebut,jika para pelaksana kebijakan yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber daya untuk melaksanakan
kebijakan secara efektif maka implementasi kebijakan tersebut tidak efektif. Sumber daya di
sini berkaitan dengan segala sumber yang dapat di gunakan untuk mendukung keberhasilkan
implementasi kebijakan.Sumber daya manusia, anggaran, fasilitas, informasi, dan
kewenangan yang di jelaskan sebagai berikut:
a. Staff.
Implementasi kebijakan tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber daya
manusia yang cukup kualitas dan kuantitasnya. Kualitas sumber daya manusia berkaitan
dengan keterampilan, dedikasi, profesionalitas, dan kompotensi di bidangnya, sedangkan
kualitas berkaitan dengan jumlah sumber daya manusia apakah sudah cukup untuk
melingkupi seluruh kelompok sasaran, sumber daya manusia sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan implementsi, sebab tanpa sumber daya manusia yang kehandalan
sumber daya manusia, implementasi kebijakan akan berjalan lambat.
b) Anggaran (Budgetary)
Dalam implementasi kebijakan, anggaran berkaitan dengan kecukupan modal dan
investasi atas satu program atau kebijakan untuk terjamin terlaksananya kebijakan,
sebab tanpa dukungan anggaran yang memadahi, kebijakan tidak akan berjalan dengan
efektif dalam mencapai tujuan dan sasaran.
c) Fasilitas (facility)
Fasilitas atau sarana atau prasarana merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam
implementasi kebijakan. Pengadaan fasilitas yang layak, seperti gudang, tanah dan
peralatan prkantoran akan menunjang dalam keberhasilan implementasi suatu program
atau kebijakan.
d) Informasi dan kewenangan (Imformation and Authority)
Informasi juga menjadi faktor penting dalam implementasi kebijakan, terutama informasi
yang relevan dan cukup terkait bagaimana mengimpletasikan suatu kebijakan. Sementara
wewenang berperang penting terutama untuk meyakinkan dan menjamin bahwa kebijakan
yang dilaksanakan sesuai dengan yang di kehendaki.
Kecendrungan perilaku atau karakteristik dan pelaksana kebijakan berperang penting untuk
mewujudkan implementasi kebijakan yang sesuai dengan tujuan dan sasaran. Karakter penting
yang harus dimiliki oleh pelaksana kebijakan misalnya kejujuran dan komitmen yang tinggi.
Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam asa program yang telah di
gariskan, sedangkan komitmen yang tinggi dari pelaksana kebijakan akan membut mereka selalu
antusias dalam melaksanakan tugas, wewenang, fungsi, dan tanggung jawab sesuai dengan
peraturan yang telah di tetapkan. Sikap dari pelaksana kebijakan akan sangat berpengaruh dalam
implementasi kebijakan. Apabila implementator memiliki sikap yang baik maka dia akan dapat
menjelaskan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan,
sebaliknya apabila sikapnya tidak mendukung maka implementasi tidak akan terlaksana dengan
baik.
a. Struktur Birokrasi (Bureuctaric Strukture)
Stuktur organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan.
Aspek struktur organisasi ini melingkupi dua hal yaitu mekanisme dan struktur birokrasi itu
sendiri. Aspek pertama adalah mekanime, dalam implementasi kebijakan biasanya sudah
dibuat standar operation procedur (SOP) menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam
bertindak agar dalam pelaksanaan kebijakan tidak melenceng dari tujuan dan sasaran. Aspek
kedua adalah struktur birokrasi, struktur birokrasi yang terlalu panjang dan terfragmentasi
akan cenderung melemahkan pengawasan yang menyebabkan prosedur birokrasi yang rumit
dan kompleks yang selanjutnyaa akan menyebabkan aktifitas organisasi menjadi fleksibel.
b. Insentif
Salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana
adalah dengan memanupulasi insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang bertindak
menurut kepentingan mereka sendiri, maka memanupulasi insentif oleh para pembuat
kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah
keuntungan atau biaya tertentu mungin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para
pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya
memenuhi kepentingan pribadi. Implementasi Kebijakan Dan Publik Model Donal Van Meter
Dan Carl Van Horn dengan pendektan top-down yang dirumuskan oleh Donal van meter dan
carl van horn dengan A model of the policy implementation. Model ini mengendalkan bahwa
implementasi kebijakan berjalan secara linear dari keputusan politik yang tersedia, pelaksana,
dan kinerja kebijakan public. Ada enem variabel, menutur Van Meter dan Van Horn dalam
Winarno( 2012:158) yang mempengaruhi kinerja kebijakan piblik tersebut adalah:
a. Ukuran dan tujuan kebijakan, kinerja implementasi kebijakan dapat di ukur
keberhasilannya jika hanya di ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realististis
dengan sosio-kultur yang berada di level pelaksana kebijakan. Ketika tujuan kebijakan
terlalu ideal yang di laksanakan di level warga, maka sulit merealisasikan kebijakan
public hanya titik yang dapat dikatakan berhasil.
b. Sumber daya Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan
memanfatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia merupakan sumberdaya yang terpenting
dalam menentukan keberhasilan proses implementasi menurut adanya sumberdaya manusia
yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan ang di isyarakatkan oleh kebijakan yang telah di
tetapkan secara apolitik. Tetapi ketika kompotensi dan kapabilitas dari sumber-sumber daya
yang nihil, maka kinerja publik sangat sulit di harapkan. Sumber daya lain yang perlu
diperhitungkan selain sumber daya manusia ialah sumber daya sumber daya waktu. Karena
ketika sumber daya manusia yang kompoten dan kapabel telah tersedia sedangkan kecurangan
dan melalui anggaran tidak tersedia, maka memang menjadi persoalan pelik untuk
meralisasikan apa yang hendak dituju oleh tujuan kebijakan publik. Demikian pula halnya
dengan sumber daya waktu. Saat sumber daya manusia giat bekerja dengan kecurangan dana
berjalan dengan baik. tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hal ini
perlu dapat menjadi penyebab ketiakberhasilan implementasi kebijakan.
c. Karakteristik Agen Pelaksana
Pusat penelitian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang
akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting kinerja
implementasi kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh cirri-ciri yang tepat
serta cocok dengan para pelaksananya. Misalnya, implementasi kebijakan public yang
berusaha merubah perilaku tingkah laku manusia secara radikal, maka agen pelaksana projek
itulah hanya berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum. Sedangkan bila
kebijakan public itu tidak terlalu merubah perilaku dasar manusia, maka dapat-dapat saja agen
pelaksana yang di turungkan tidak sekeras dan tidak setegas pada gambaran yang pertama.
Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga di perhitungkan
manakala hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi
kebijakan, semakin besar pula agen yang di libatkan.
d. Sikap/kecendrungan (disposition) para pelaksana
Sikap penerima atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi
keberhasilan atau tidaknya kinerja pelaksanaan kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin
terjadi karena kebijakan yang di laksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang
mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan
di laksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat mengenai betul persoalan dan
permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan di laksanakan adalah
kebijakan “dari atas” (top down) yang sangat mungkin para pengambil keputusan tidak
mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang
warga ingi selesaikan.
e. Komunikasi Antarorganisasi Dan Aktivitas Pelaksana
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan
public.semakin baik koordinasi komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu
proses implementasi,maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi.
Dan begitu pula sebaliknya.
f. Lingkungan Ekonomi, Social Dan Politik
Hal yang penting lainnya adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong
keberhasilan kebijakan publik yang telah di terapkan. Lingkungan social, ekonomi, dan politik
yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi
kebijakan. Karena itu upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula
memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.
3. Implementasi Kebijakan Publik Model Merilee S. Grindle
Menurut Grindle dalam Agustino, 2012:154, ada dua variabel yang mempengaruhi
pelaksanaan suatu kebijakan publik dapat diukur dari proses pencapaian hasil akhir (outcame),
yaitu tercapainya atau tidaknya tujuan yang ingin di raih. Hal ini di kemukakan oleh Grindle,
dimana pengukuran keberhasilan implementasi kebijakan tersebut dapat dilihat dari dua hal
yaitu:
a. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan sesuai
dengan yang di tentukan (design) dengan merujuk pada aksi kebijakannya.
b. Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini di ukur dengan melihat dua faktor, yaiu:
1) Impak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok.
2) Tingkat perubahan yang terjadi serta Penerimaan kelompok sasaran dan perubahan yang
terjadi.
Keberhasilan suatu implementasi kebijakan public, juga menurut grindle, amat ditentukan oleh
tingkat implementability kebijakan itu sendiri, yang terdiri atas content of policy dan context of
policy (1980:5).
(1). Content of policy menurut Grindle adalah:
(a) Interest affected (kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi) Interest affected
berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi
kebijakan. Indakator ini berargumen pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauh
mana kepentingan-kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya,
hal inilah yng di ingin di diketahui lebih lanjut.
(b) Type of Benefits ( tipe manfaat)
Pada ini upaya untuk menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa
jenis manfaat yang menunjukkan dampak positif yang dihasilkan oleh pelaksanaan
kebijakan yang hendak dikerjaakan.
(c) Extent of change Envision ( derajat perubahan yang ingin dicapai )
Seberapa besar perubahan yang hendak di capai melalui suatu implementasi kebijakan
harus mempunyai skala yang jelas. (d)Site Of Decisiuon Making (letak pengambilan
keputusan) Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan memegang peranan penting
dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini harus di jelaskan di mana letak
pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang diimplementasikan.
(d) Program implementer ( pelaksana program)
Dalam dengan adanya pelaksanaa kebijkan yang melaksanakan suatu kebijakan harus
didukung dengan adanya pelaksanaan kebijakan yang kompoten dan kapabel demi
keberhasilan suatu kebijakan. Dan hal ini harus sudah terdata atau terpapar dengan baik
pada bagian itu.
(f) Recources Commited ( sumber-sumber daya yang di gunakan )
Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumber daya yang mendukung
agar pelaksanaanya berjalan dengan baik.
(2) Context Of Policy menurut grindle adalah:
a. Power , interest, and strategis of actor involved (kekuasaan kepentingan-kepentingan, dan
strategi dari aktor yang terlibat). Dalam suatu kebijakan perlu di perhitungkan pila
kekuatan atau kekuasaan, kepentingan strategi yang di gunakan oleh para actor yang
terlibat guna memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi kebijakan.
b. Instution and Regime Characteristic (karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa)
lingkungan dimana suatu kebijakan tersebut dilaksanakan juga berpengaruh terhadap
keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin di jelaskan karakteristik dari suatu lembaga
yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan.
c. Compliance and Responsiviness (tingkat kapatuhan dan adanya respon dari pelaksana)
hal ini yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan adalah kepatuhan
dengan dan respon dari pelaksana, maka yang hendak di jelaskan pada poin adalah
sejauh mana kepatuhan dan respon dari pelaksanaan dalam menanggapi suatu kebijakan.

2.2. BBM ( Bahan Bakar Minyak ) dan implementasinya.


Bahan bakar minyak adalah jenis bahan bakar (fuel) yang dihasilkan dari pengelangan (refining)
minyak mentah (crude oil). Minyak menta dari perut bumi diolah dalam Pengelangan
(refinery) terlebih dulu untuk menghasilkan produk-produk minyak (oil products), yang
termasuk didalamnya adalah BBM. BBM dibagi menjadi dua jenis yaitu Subsidi dan Non
Subsidi yang didesain sesuai dengan kebutuhan dan jenis kendaraan yang menggunakannya.
BBM Subsidi terdiri dari Premium, Minyak Tanah, Minyak Solar, Biosolar. Premium adalah
bahan bakar minyak jenis distilat berwarna kekuningan yang jernih, Premium merupakan BBM
untuk kendaraan bermotor yang paling populer di indonesia. Premium di indonesia di pasarkan
oleh Pertamina dengan harga yang relatif murah karena memperoleh subsidi dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Premium pada umumnya di gunakan untuk bahan bakar
kendaraan bermotor bermesin bensin, seperti : mobil, sepeda motor, dan lain-lain’. Keunggulan
bahan bakar premium yang harganya murah, tidak membuat tangki menipis atau bocor, mudah
didapatkan karena ada penjual ecerannya. Kelemahan bahan bakar premium yaitu Panas pada
tangki, membuat performa mesin tidak optimal, kurang dalam membersihkan mesin, lebih
boros. Biosolar merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl ester dari rantai
panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan
terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan. Keunggulan Biosolar,
biodiesel tidak beracun, Biodesel adalah bahan bakar biodegradable, Biodisel lebih aman
dipakai dibandingkan dengan diesel konvensional, Biodisel dapat dengan mudah dicampur
dengan diesel konvensional, dan dapat digunakan sebagai besar jenis kendaraan saat ini, bahkan
dalam bentuk biodiesel B100 murni, Biodesel tidak memiliki kandungan sulfur sehingga tidak
memberikan kontribusi terhadap pembentukan hujan asam. Kelemahan Biosolar; Biodisel saat
ini sebagai besar diproduksi dari jagung yang dapat menyebabkan kekurangan pangan dan
meningkatkatnya harga pangan. Hal ini bisa memicu meningkatnya kelaparan di dunia, Bidesel
20 kali lebih rentan terhadap kontaminasi air dibandingkan dengan dieset konvensional, hal ini
bisa menyebabkan korosi, filter rusak, Biodiesel murni memiliki masalah signifikan terhadap
suhu rendah. Sedangkan BBM Non Subsidi terdiri dari: Pertamax, Pertamax Plux, Bio
Pertamax, dan pertamina Dex. Pertamax adalah bahan bakar minyak andalan
pertamina.Pertamax, seperti halnya premium, adalah produk BBM dari pengolahan minyak
bumi. Pertamax dihasilkan dengan penambahan zat aditif dalam proses pengolahannya dikilang
minyak. Pertamax pertama kali diluncurkan pada tahun 1990 sebagai pengganti Premix 98
karena unsur MTBE yang berbahaya bagi lingkungan. Selain itu, Pertamax memiliki beberapa
keunggulan di bandingkan dengan premium yaitu: membuat mesin terasa ringan, membersihkan
mesin, ramah lingkungan, lebih irit, membuat kinerja mesin menjadi optimal. Kelemahan bahan
bakar Pertamax, membuat tangki bahan bakar motor menipis sehingga terkadang membuat
tangki bocor, harganya mahal. Pertamax Plux adalah bahan bakar minyak andalan pertamina,
Pertamax Plus seperti halnya Pertamax dan premium, adalah produk BBM dari pengolahan
minyak bumi. Pertamax dihasilkan dengan penambahan zat aditif dalam proses pengolahannya
dikilang minyak, Pertamax Plus merupakan bahan bakar yang sudah memenuhi standar
performa Internasional World Wide Fuel Charter ( IWWFC). Keunggulan di bandingkan
dengan premium yaitu membuat mesin terasa ringan, membersihkan mesin, ramah lingkungan,
lebih irit, membuat kinerja mesin menjadi optimal. Kelemahan bahan bakar Pertamax Plus,
membuat tangki bahan bakar motor menipis sehingga terkadang membuat tangki bocor,
harganya mahal. Pertamina Dex adalah salah satu jenis BBM produksi Pertamina Yang
Dipergunakan kendaraan bermotor dengan mesin diesel. Seperti halanya pertamax dan pertamax
plus, Pertamina Dex juga termasuk BBM non subsidi. Akan tetapi, Pertamina Dex lebih jarang
dijumpai ketimbang pertamax dan pertamax plus. Harga jualnya juga merupakan yang termahal
dari semua jenis BBM yang diperjual beli di SPBU pertamina. Menurut Subarsono (2013:13)
Subsidi adalah semua bantuan finansial pemerintah kepada individu, perusahaan, dan
organisasi. Maksud subsidi adalah untuk memberikan bantuan pembiayaan terhadap
aktivitas.BBM Subsidi adalah bahan bakar minyak yang dijual kepada rakyat dengan harga di
bawah harga bahan bakar dunia. Hal ini dikarenakan rakyat telah mendapatkan bantuan dana
dalam bentuk potongan harga sebelum BBM sampai ke tangan konsumen. Potongan biaya
tersebut termasuk dalam proses pengolahan minyak mentah hingga proses distribusi bahan
bakar minyak ke tangan konsumen. Pemerintah menerapkan demikian karena BBM dinilai
sebagai salah satu komoditas primer yang harus diberikan subsidi agar daya beli masyarakat
dapat ditingkatkan. Menurut Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja
Negara 2014, subsidi adalah salah satu mekanisme dalam RAPBN 2014 yang digunakan untuk
melaksanakan fungsi distribusi. Penerapan fungsi distribusi Pemerintah dalam RAPBN 2014
dijalankan dalam kaitannya dengan upaya pemerataan kesejahteraan masyarakat. Dengan
demikian, subsidi yang dibayarkan oleh Pemerintah dalam membuat suatu barang/jasa menjadi
lebih murah untuk dibeli, digunakan, atau dihasilkan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Subsidi tetap diberikan untuk membantu menstabilkan harga barang dan jasa yang
berdampak luas ke masyarakat. Pelaksanaannya diupayakan untuk mempertajam sasaran subsidi
agar lebih terarah dan menyentuh kehidupan masyarakat miskin. Rudi Handoko Dan Pandu
Patriadi (2010) menulis bahwa subsidi adalah pembayaran yang dilakukan pemerinah kepada
perusahaan atau rumah tangga untuk mencapai tujuan tertentu yang membuat mereka dapat
memproduksi atau mengkonsumsi suatu produk dalam kualitas yang lebih besar atau pada harga
yang lebih murah. Secara ekonomi, tujuan subsidi adalah untuk mengurangi harga atau
menambah keluaran (output ). Menurut Erwan, ( 2010) yang menjelaskan lebih jauh tentang
subsidi bahwa subsidi adalah suatu pemberian (kontribusi) dalam bentuk uang atau finansial
yang diberikan oleh pemerintah atau suatu badan umum (public body). Kontribusi pemerintah
tersebut dapat berupa antara lain:
a. penyerahan dana secara langsung seperti hibah, pinjaman, dan penyertaan, pemindahan dana
atau jaminan langsung atas hutang;
b. hilangnya pendapatan pemerintah atau pembebasan fiskal (seperti keringanan pajak);
penyediaan barang atau jasa diluar prasarana umum atau pembelian barang;
c. pemerintah melakukan pembayaran pada mekanisme pendanaan atau memberikan otorisasi
kepada suatu badan swasta untuk melaksanakan tugas pemerintah dalam hal penyediaan
dana.
Manfaat Subsidi Kebijakan pemberian subsidi biasanya dikaitkan kepada barang dan jasa
yang memiliki positif dengan tujuan agar untuk menambah output dan lebih banyak sumber
daya yang dialokasikan ke barang dan jasa tersebut. Dalam ini meliputi pula bidang
pendidikan dan teknologi tinggi. Secara umum pelaksanaan subsidi yang dilakukan oleh
pemerintah, dirasakan manfaatnya oleh masyarakat konsumen maupun produsen antara lain
membantu peningkatan kualitas ekonomi, membantu golongan yang berpendapatan rendah
dalam hal pemenuhan kebutuhan ekonomi, mencegah terjadinya kebangkrutan bagi pelaku
usaha. Dampak negatif dari Subsidi antara lain:
(1) Subsidi menciptakan alokasi sumber daya yang tidak efisien. Karena konsumen
membayar barang dan jasa pada harga yang lebih rendah daripada harga pasar maka ada
kecenderungan konsumen tidak hemat dalam mengkonsumsi barang yang disubsidi.
Karena harga yang disubsidi lebih rendah daripada biaya kesempatan (opportunity cost)
maka terjadi pemborosan dalam penggunaan sumber daya untuk memproduksi barang
yang disubsidi.
(2) Subsidi menyebabkan distorsi harga. Menurut Basri, subsidi yang tidak transparan dan
tidak well-targeted akan mengakibatkan Subsidi besar yang digunakan untuk program
populis cenderung menciptakan distorsi baru dalam perekonomian, Subsidi menciptakan
suatu inefisiensi, Subsidi tidak dinikmati oleh mereka yang berhak, Subsidi dapat
mengganggu pasar dan memakan biaya ekonomi yang besar, mematikan para pesaing,
dalam arti pihak swasta yang dirugikan (faisal Basri,2002). Rudi Handoko dan Pandu
Patriadi, (2010) Subsidi Non BBM yang meliputi subsidi listrik, subsidi bunga kredit
program, subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, dan subsidi PSO bertujuan untuk
menjaga stabilitas harga, membantu masyarakat kurang mampu dan usaha kecil dan
menengah dalam memenuhi sebagian kebutuhannya, serta membantu BUMN yang
melaksanakan tugas pelayanan umum. Subsidi Non yang BBM ini pada umumnya
disalurkan melalui perusahaan/lembaga menghasilkan dan menjual barang atau jasa yang
memenuhi hajat hidup, rendah dari pada harga pasarannya dan dapat terjangkau
masyarakat orang banyak, sehingga harga jualnya dapat lebih. Rudi Handoko dan Pandu
Patriadi (2010) subsidi adalah pembayaran yang dilakukan pemerinah kepada perusahaan
atau rumah tangga untuk mencapai tujuan tertentu yang membuat mereka dapat
memproduksi atau mengkonsumsi suatu produk dalam kualitas yang lebih besar atau
pada harga yang lebih murah. Secara ekonomi, tujuan subsidi adalah untuk mengurangi
harga atau menambah keluaran (output ). Evektifitas Implementasi Kebijakan Bahan
Bakar Minyak Non Subsidi Bagi Mobil Dinas yakni faktor Komunikasi dan faktor
sumber daya Staf Informasi dam Wewenang fasilitas
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat dikemukakan hal – hal sebagai berikut :
- Implementasi kebijakan sebagai aktivitas pelaksanaan atau pencapaian tujuan suatu
kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Implementasi kebijakan bahan bakar
minyak non subsidi bagi mobil dinas ialah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah
kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk mengurangi pembengkakan APBN.
- Komunikasi (Communication) yaitu penyampaian informasi/pengetahuan dan
koordinasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam proses implementasi kebijakan.
Indikator variable komunikasi antara lain:
a. Transmisi (penyaluran komunikasi) yaitu informasi yang diberikan dari satu pihak
kepada pihak yang lain baik melalui lisan, tertulis, mempergunakan simbol, atau
isyarat dan sebagainya. Tingkatan birokrasi yang begitu banyak akan menimbulkan
salah paham (miskomunikasi) sehingga tujuan yang diharapkan dari pelaksanaan
implementasi kebijakan bahan bakar minyak non subsidi bagi mobil dinas tidak
akan tercapai.
b. Kejelasan komunikasi ialah komunikasi yang diterima oleh para pelaksana
kebijakan penggunaan non subsidi bagi mobil dinas haruslah jelas dan tidak
membingungkan (tidak ambigu/mendua).
c. Konsistensi perintah adalah perintah yang diberikan dalam pelaksanaan komunikasi
tentang kebijakan penggunaan non subsidi bagi mobil dinas haruslah konsisten dan
jelas untuk dapat diterapkan atau dijalankan. Sehingga ketika perintah tidak
berubah-ubah, maka tidak akan menimbulkan kebingungan bagi pengguna mobil
dinas di kabupaten Sabu Raijua.
d. Sumber daya (Resouces), dimana indikator sumber daya yang mempengaruhi
keberhasilan implementasi suatu kebijakan yaitu terdiri atas:
1. Staf ialah sebagai bagian dari organisasi yang tidak mempunyai hak untuk
memberikan perintah, namun mempunyai kewajiban untuk membantu
pimpinan, memberikan masukan kepada pimpinan. Staf yang memiliki
keahlian dan kemampuan yang diperlukan dalam mengimplementasikan
kebijakan penggunaan Non subsidi bagi Mobil Dinas, maka akan sangat
membantu pencapaian tujuan dari kebijakan tersebut.
2. Informasi yaitu sekumpulan data/fakta yang diorganisasi atau diolah dengan
cara tertentu sehingga mempunyai arti bagi penerima informasi. Informasi
mengenai penggunaan Non subsidi Bagi Mobil Dinas diperoleh dari permen
ESDM melalui penempelan stiker disejumlah SPBU yang sangat mendukung
pelaksanaan kebijakan tersebut.
c. Wewenang adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar mencapai tujuan tertentu.
Kewenangan dalam pelaksanaan Kebijakan Bahan Bakar Minyak Non subsidi bagi
Mobil Dinas diperoleh dengan adanya surat edaran yang untuk mengelola kebijakan
tersebut.
d. Fasilitas yaitu berupa fasilitas fisik dan non fisik (sarana dan prasarana) yang
mendukung pelaksanaan kebijakan Bahan Bakar Minyak Non subsidi Bagi Mobil
Dinas.
3.2. Saran
1. Perlunya peningkatan komunikasi dalam pelaksanaan keputusan menteri energy sumber
daya mineral bagi pengguna mobil dinas yang menggunakan BBM non subsidi.
2. Hendaknya pengelola Bahan Bakar Minyak non subsidi dilakukan secara transparansi.
3. Hendaknya pihak SPBU melaporkan bagi pengguna mobil dinas yang tidak
menggunakan Bahan Bakar Minyak Non subsidi.
4. Proses sosialisasi dilaksanakan perlu didukung dengan monitoring yang memadai mulai
dari tahap persiapan pelaksanaan sampai pelaporan.
5. Hendaknya pihak yang bertanggung jawab memberi sangsi bagi yang melanggar aturan
PERMEN ESDM NO 01 Tahun 2013 tentang penggunaan BBM Non Subsidi Bagi Mobil
Dinas.
Daftar Pustaka

Erwan,2010. Pengantar Mengenai Subsidi dan Contervailling di Dalam Perdagangan.


http://erwan29680.Wordpress.com. di akses 22 maret2015
Munawar Dungtji, 2013. Memahami Pengertian dan Kebijakan Subsidi dalam APBN .
http://digilib.unita.ac.id. Di akses tgl 20 maret 2015.
Rudi Handoko, 2010.Evaluasi Kebijakan Subsidi Non BBM.
http://wwweconomist.Com. Di akses 22 maret 2015
Rudi Handoko,2010. Contemporary Economics Edisi ke 8.
http://www.fiskal.co.id. di akses 22 maret 2015.
Vicka Paricia, 2014. Pengelolaan-Energi-Pengendalian-Komsumsi-BBM- Bersubsidi.
http:// bem.feb.ugm ac.id. di akses 22 maret 2015.
Perundang –Undangan;
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2012 tentang anggaran pendapatan belanja negara yang berisi macam-macam subsidi
yang diberikan pemerintah termasuk subsidi BBM.
Undang-Undang no.12 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara APBN-P
2014.
Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2012 tentang harga jual eceran dan konsumen penggunaan
BBM tertentu
Permen RI Nomor 01 Tahun 2013 tentang pengandalian Penggunaan BBM
Undang-Undang RI Nomor 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tahun Anggaran 2015

Anda mungkin juga menyukai